Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROINTESTINAL DIRUANG TERATAI

(Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak)

Disusun Oleh :
Reza Erlina Cristy

Institut Kesehatan Dan Teknologi


PKP DKI JAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK A DENGAN GASTROENTERITIS DI
RUANG TERATAI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG

Praktik di ruang : Teratai


Nama mahasiswa : Reza Erlina Crsty
NPM : 202115019
Nama pembimbing : Bu Murtiningsih
Tanda tangan :

A. Konsep dasar
1. Definisi
Gastroenteritis virus adalah penyakit dapat berlangsung self-limited berupa diare berair,
biasanya kurang dari 7 hari, disertai dengan gejala nausea, muntah, anoreksia, malaise,
demam, hingga dehidrasi berat bahkan dapat berakibat fatal (Widagdo, 2012).
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus. Gastroenteritis adalah salah satu penyakit yang masih menjadi masalah utama di
berbagai negara terutama di negara berkembang dan menjadi masalah utama urutan ke-3
pada angka kesakitan dan kematian anak khususnya balita di dunia. Anak-anak
merupakan suatu kelompok yang rentan terhadap penyakit gastroenteritis, salah satu
penyebabnya yakni karena infeksi. Jika gastroenteritis disertai dengan muntah yang
berlebihan akan menyebabkan dehidrasi atau kekurangan cairan (Kemenkes RI, 2013).
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana seseorang buang air besar dengan konsisteni
lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes, 2016).
Dari beberapa definisi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis
adalah peradangan pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
bakteri maupun virus yang ditandai oleh diare berair yang berlangsung kurang dari 7 hari,
dengan atau tanpa disertai gejala lain seperti muntah, anoreksia, demam, hingga dehidrasi
berat.
2. Etiologi
Penyebab gastroenteritis menurut Dewi Wulandari dan Meira Erawati (2016)
mengemukakan ada empat macam penyebab gastroenteritis, yaitu:
a. Faktor infeksi
Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, compylobacler, tersinia, aeromonas,
dan sebagainya.
2) Infeksi virus: enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan lain – lain.
3) Infeksi parasite: cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa
(entamoeba, histolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis
Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun

c. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltase, dan sukrosa),
mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
2) Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
3) Malabsorbsi lemak.
4) Malabsorbsi protein.

d. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

e. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas.
3. Patofisiologi
Menurut Nurarif (2015) secara umum gastroenteritis disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung. Organisme masuk pada mukosa epitel, berkembang
biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan enterotoksin yang
dapat menstimulasi cairan dan elektrolit keluar dari sel mukosa. Infeksi virus ini
menyebabkan destruksi pada mukosa sel dari vili usus halus yang dapat menyebabkan
penurunan kapasitas absorbsi cairan dan elektrolit. Interaksi antara toksin dan epitel, usus
menstimulasi enzim Adenilsiklase dalam membrane sel dan mengubah cyclic AMP yang
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit, sehingga timbul diare. Diare yang
terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit pada daerah
perianal. Selain itu juga, Sekresi air dan elektrolit secara berlebihan ini dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik
sehingga dapat menimbulkan kekurangan volume cairan dalam tubuh serta gangguan
pertukaran gas akibat dari asidosis metabolik. Kekurangan volume cairan secara terus
menerus dapat menimbulkan syok hipovolemi. Selain itu juga, proses invasi dan
pengerusakan mukosa usus, organisme menyerang enterocytes (sel dalam epitelium)
sehingga menyebabkan peradangan (timbul mual muntah) dan kerusakan pada mukosa
usus. Hal ini menyebabkan penurunan nafsu makan, serta gangguan pada psikologi klien
yang dapat menyebabkan ansietas. Penurunan nafsu makan dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada bagan di bawah ini
Pathways gastroenteritis

Sumber : Nurarif (2015)

4. Manifestasi Klinis
Menurut Sodikin, 2011, manifestasi gastroenteritis adalah sebagai berikut : 1) Sering
buang air besar dengan konsistensi feses makin cair, mungkin mengandung darah dan
atau lender, dan warna feses berubah menjadi kehijau – hijauan karena bercampur cairan
empedu. 2) Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada. Mengubah
cyclic AMP Masuknya mikroorganisme ke usus Psikologi Berkembang biak di usus
Ansietas Peningkatan sekresi air & elektrolit Menempel pada mukosa usus Menyebabkan
peradangan pada usus Asidosis metabolik Diare Kerusakan integritas kulit perianal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nafsu makan menurun Timbul
mual muntah Sesak Gangguan pertukaran gas Gangguan keseimbangan cairan &
elektrolit Kekurangan volume cairan Resiko syok (hipovolemi) 19 19 3) Anus dan area
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi, sementara tinja menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat. 4) Dapat disertai muntah sebelum dan sesudah diare. 5) Terdapat
tanda dan gejala dehidrasi, berat badan turun, tonus otot dan turgor kulit berkurang, dan
selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering. Gejala klinis menyesuaikan dengan
derajat atau banyaknya kehilangan cairan. Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi
terbagi menjadi empat kategori yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi penurunan berat
badan 2,5%), dehidrasi ringan (bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5%), dehidrasi
sedang (bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%), dan dehidrasi berat (bila terjadi
penurunan berat badan 10%).

Gejala / Tanda Dehidrasi


Gejala/Tanda Dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
minimal/tanpa hingga sedang (penurunan BB
dehidrasi (penurunan BB 3- >9%)
(Penurunan 9%)
BB<3%)
Status mental Baik, waspada Normal, keluhan Apatis, letargi atau
gelisah rewel lemas
Diare 2x/hari 3-5x/hari 6-8x/hari atau lebih
Ubun-ubun besar Normal Agak cekung Cekung
Rasa haus Minum biasa Haus, sangat ingin Minum sangat
minum sedikit, tidak
mampu minum
Membrane mukosa Lembab Kering Pecah-pecah
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Kecekungan mata Normal Agak cekung Sangat cekung
Frekuensi denyut Normal Meningkat Bradikardi pada
jantung kasus berat
Tekanan darah Normal Normal perubahan Menurun
ortostatik
Suhu Normal 35,5C- Normal, sedikit Demam/panas
37,5C demam >38C
Pernafasan Normal Normal, cepat 33- Takipnea
25-31x/menit 35x/menit hyperpnea
>36x/menit
Nadi Normal 100- Normal, berkurang Lemah seperti
140x/menit 100x/menit bergeletar, tak
terpalpasi, 80-
90x/menit
Pengisian kembali Normal Memanjang >2 Memanjang >4
kapiler detik detik
Turgor kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali >2 detik
Ekstremitas Hangat Agak dingin Dingin, berbecak,
sianosis
Keluaran urine Normal hingga Menurun Minimal
menurun
Fungsi kognisi Baik, sadar Gelisah, rewel Mengigau,
koma/syok/tidak
sadar

5. Komplikasi
Menurut Dewi Marmi dan Rahardjo (2016), sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit
secara mendadak dapat terjadi berbagai macam komplikasi, seperti :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia perubahan
pada elektrokardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktose karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik.
g. Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gastroenteritis menurut Nurarif (2015) adalah :
a. Pemeriksaan tinja :
 Makroskopis dan mikroskopis
 pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
 Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 20 20
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menggunakan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan analisa gas darah menurut astrup (suatu pemeriksaan analisa gas
darah yang dilakukan melalui darah arteri) bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita gastroenteritis yang disertai kejang).

7. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


Penatalaksanaan medis pada pasien diare menurut Dewi Wulandari dan Meira Erawati
(2016) meliputi: pemberian cairan, dan pemberian obat-obatan. Pemberian cairan pada
pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan glukosa untuk diare akut.
b. Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan kebutuhan
pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat. Pada umumnya
cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di
perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1) Dehidrasi ringan, 1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml /
kg BB /oral.
2) Dehidrasi sedang, 1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml /
kg BB /hari.
3) Dehidrasi berat, 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(inperset 1 ml: 20 tetes), 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral

Jalan pemberian cairan a) Per oral pada dehidrasi ringan, sedang dan tanpa
dehidrasi dan bila klien dapat minum serta kesadaran baik. b) Intragastritik
untuk dehidrasi ringan, sedang, atau tanpa dehidrasi, tetapi klien tidak dapat
minum atau kesadaran menurun. c) Intravena untuk dehidrasi berat.

c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan /
tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat
lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
1) Obat anti sekresi, asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
2) Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak
beladora, opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
3) Antibiotik, umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari.
Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis,
bronchitis / bronkopeneumonia.

Penatalaksanaan keperawatan meliputi:


a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan
larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok
teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak mau minum
sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan,
dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan
dokttyjjer), yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama
pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan
cara:
1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set infuse yang dipakai).
Berikan tanda batas cairan pada botol infuse waktu memantaunya.
2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah
berubah konsistensinya.
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan selaput
lendir mulut kering.
5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan lunak atau
secara realimentasi.

Penanganan diare lainya yaitu dengan rencana terapi A, B, dan C sebagai berikut:
a. Rencana terapi A, penanganan diarea rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4
aturan perawatan di rumah:
1) Beri cairan tambahan
a) Jelaskan pada ibu, untuk beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali
pemberian. Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air
matang sebagai tambahan.
b) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin), atau air matang.
c) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu beberapa banyak
oralit atau caian lain yang harus diberikan setiap kali anak buang air besar:
 Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB.
 Umur 1 sampai 5 tahun: 100sampai 200 ml setiap kali BAB.
Katakan kepada ibu agar meminum sedikit-sedikit tapi sering dari
mangkuk/cairan/gelas, jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian
lanjutkan lagi lebih lambat, lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai
diare berhenti.
2) Beri tablet Zinc selam 10 hari.
3) Lanjutkan pemberian makanan
4) Kapan harus kembali konseling bagi ibu.

b. Rencana terapi B, penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit


di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Umur <4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun


Berat <6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400

1) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama. Jika anak menginginkan, boleh
diberikan lebih banyak dari pedoman diatas. Untuk anak berumur kurang dari 6
bulan yang tidak menyusu, berikan juga 100-200 ml air matang selama periode
ini.
2) Tunjukan cara memberikan larutan oralit. Minumkan sedikit-sedikit tapi sering
dari cangkir/gelas. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi
lebih lambat. Lanjutkan ASI selama anak mau.
3) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut. Umur <6 bulan: 10 mg/hari.
Umur ≥6 bulan: 20 mg/hari
4) Setelah 3 jam, ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya.
Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Mulai memberi
makan anak.
5) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai. Tunjukan cara
menyiapkan cairan oralit di rumah. Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus
diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan. Beri oralit yang
cukup untuk dehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi. Jelas 4 aturan
perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
c. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan:
1) Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infuse dipersipakan. Beri ml/kg cairan Ringer Laktat
atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian pertama 30 Pemberian berikutnya


mg ml/kg selama 70 mg ml/kg selama
Bayi (dibawah umur 12 1 jam 5 jam
bulan)
Anak (12 bulan sampai 3 menit 2 jam
5 tahun)

Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangatlah lemah atau tidak teraba
2) Periksa kembali anak setiap15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
3) Beri oralit (kira-kira 5 m/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
4) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
5) Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemebrian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
6) Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan cara meminumkan
pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan menuju klinik.
7) Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut:
beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120ml/kg).
8) Periksa kembali anak setiap1-2 jam: Jika anak muntah terus atau perut makin
kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak
membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.
9) Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi. Kemudian tentukan
rencana terapi sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.

c. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare. Pastikasn semua anak yang
menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah
ditentukan. Dosis tablet Zinc (1 tablet – 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10
hari. Umur < 6 bulan: tablet, umur ≥ 6 bulan: 1 tablet. Cara pemberian tablet Zinc:
Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut) 30
detik), segera berikan kepada anak. Apabila anak muntah sekitar setengah jam
setelah pemberian tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan
lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh. Ingatkan ibu untuk
memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun diare sudah
berhenti, karena Zinc selain memberi pengobatan juga dapat memberikan
perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

d. Pemberian probiotik pada penderita diare


Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen
makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan
kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen. Saluran cerna. Probiotik dapat
meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons imun
alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion hidrogen yang menurunkan pH
usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan bakteri
pathogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare
akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam menjaga keseimbangan flora usus normal
yang mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efetif dalam mencegah dan
mengobati diare akut pada anak
e. Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan
nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika,
pasien mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin
menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan
dapat timbul komplikasi. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur berat
badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah
bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada saat masih
diare, dan minum teh. Besoknya jika kondisinya telah membaik boleh diberi wortel,
daging yang tidak berlemak.

B. Konsep tumbuh kembang anak berdasarkan usia anak prasekolah


1. Definisi tumbuh kembang
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari perubahan morfologi, biokimia,
dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.
Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki definisi yang sama
yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara khusus keduanya berbeda.
Pertumbuhan menunjukan perubahan yang bersifat kuantitas sebagai akibat pematangan
fisik yang di tandai dengan makin kompleksnya sistem jaringan otot, sistem syaraf serta
fungsi system organ tubuh lainnya dan dapat di ukur. Perkembangan berarti perubahan
secara kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian (Yuniarti, 2015).

2. Prinsip tumbuh kembang


Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus menerus. Prinsip tumbuh
kembang: Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu,
perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi, dengan pola konsisten
dan kronologis dan perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus
menerus, dalam pola cephalocaudal, proximodistal, differentiation.

3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan


Menurut Hurlock EB dalam Soetjiningsih (2016), tumbuh kembang anak mempunyai
cirri-ciri tertentu, yaitu:
a. Perkembangan melibatkan perubahan (Development involves change)
b. Perkembangan awal lebih kritis dari pada perkembangan lanjutannya (Early
developpment more critical than critical than later development)
c. Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses belajar (Development is the
product of maturation and the leaning)
d. Pola perkembangan dapat diramalkan (the developmental patenrt is predicable)
e. Pola perkembangan mempenyai karakteristik yang dapat diramalkan(the
developmental pattern has predicable characteristic).
f. Terdapat perbedaan individu dalam suatu perkembangan (there individual
defferences the development)
g. Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan (there are periods in the
development pattern)
h. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan (there are social
expectation for every developmental period).
i. Setiap area perkembangan mempunyai potensi resiko (every area of developmens
has potensial hazards).

4. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan


a. Masa perinatal mulai dari konsepsi sampai lahir. Pada masa ini terjadi tumbuh
kembang yang sangat pesat. Sel telur yang telah dibuahi mengalami deferenisasi
yang berlangsung cepat hinggga terbentuk organorgan tubuh yang berfungsi
sesuai dengan tugasnya, hanya perlu waktu 9 bulan didalam kandungan. Masa
kombrio berlangsung sejak konsepsi sampai umur 8 minggu (ada yang
mengatakan sampai 12 minggu). Pada saat ini terbentuk organ-organ yang sangat
peka terhadap lingkungan. Pada msa fetus ini, terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia 12 yang sempurna, dan organ-organ tubuh yang telah
terbentuk mulai berfungsi. Sedangkan pada masa fetus lanjut, pertumbuhan
berlangsung pesat dan berkembang fungsi organ-organ tubuh.
b. Pada masa neonatal, terjadi adaptasi lingkungan dari kehidupan intrauteri ke
kehidupan ektrauteri dan terjadi perubhan siklus darah. Organ-organ tubuh
berfungsi sesuai tugasnya di dalam kehidupan ektrauteri. Pada masa 7 hari
pertama (neonatal dini), bayi harus mendapatkan perhatian khusus, karena angka
kematia pada masa bayi ini tinggi,
c. Pada masa bayi dan masa anak dini, pertumbuhan anak pesat walaupun kecepatan
telah mengalami deselerasi dan proses maturasi yang berlangsung, terutama
sistem saraf.
d. Pada masa anak prasekolah, kecepatan pertumbuhan lambat dan berlangsung
stabil (plateau) pada masa ini terdapat kecepatan perkembangan motorik dan
fungsi ekskresi. Aktifitas fisik bertambah serta keterampilan dan proses fikir
meningkat.
e. Pada masa praremaja, anak perempuan 2 tahun lebih cepat memasuki masa
remaja bila dibandingkan dengan anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari
masa anak ke dewasa, pada masa ini terjadi pacu tumbuh berat badan, tinggi
badan dan juga pertumbuhan yang pesat pada alat-alat kelamin dan timbul tanda-
tanda seks sekunder

C. Konsep dasar hospitalisasi pada anak usia prasekolah


1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak saat sakit dan dirawat di rumah
sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan
asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi
anak dan keluarganya (Arief, 2014). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang
mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi
dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di
rumah sakit, maka anak tersebut 8 akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak
mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun
kejadiankejadian yang sifatnya menekan

2. Reaksi anak terhadap hospitalisasi


Reaksi yang timbul akibat hospitalisasi meliputi (Supartini, 2014).
a. Reaksi anak
Secara umum, anak lebih rentan terhadap efek penyakit dan hospitalisasi karena ini
merupakan perubahan dari status kesehatan dan rutinitas umum pada anak.
Hospitalisasi menciptakan serangkaian peristiwa traumatik dan penuh kecemasan
dalam iklim ketidakpastian bagi anak dan keluarganya. Selain efek fisiologis
masalah kesehatan terdapat juga efek psikologis penyakit dan hospitalisasi pada
anak yaitu ansietas.
b. Reaksi orang tua
Pada awalnya orang tua dapat bereaksi dengan tidak percaya, terutama jika
penyakit tersebut muncul tiba-tiba dan serius. Takut, cemas dan frustasi
merupakan perasaan yang banyak diungkapkan oleh orang tua.

3. Tanda dan gejala respon hospitalisasi


Tanda dan gejala respon hospitalisasi anak terdiri dari respon fisik, ditandai dengan
peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah, kesulitan bernafas, sesak nafas,
sakit kepala. Emosional, ditandai dengan gampang marah, reaksi berlebihan terhadap
situasi tertentu yang relative kecil. Intelektual, ditandai dengan menolak pendapat orang
lain, daya khayal tinggi (khawatir akan penyakitnya), konsesntrasi menurun, reaksi
lambat, sikap yang tidak peduli, malas (Supartini, 2014).

4. Respon perilaku hospitalisasi


Pada usia prasekolah, anak membutuhkan lingkungan yang nyaman unuk proses tumbuh
kembangnya. Biasanya anak memiliki lingkungan bermain dan teman sepermainan yang
menyenangkan. Bagi anak usia pra sekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan.
Selain itu, perawatan di rumah sakit dalam menimbulkan cemas karena anak merasa
kehilangan lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan. Anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.

Respon perilaku terhadap hospitalisasi meliputi tahap protes, pada tahap ini anak-anak
bereaksi secara agresif terhadap perpisahan dengan orang tua. Anak-anak menangis dan
berteriak memanggil orang tua mereka, menolak perhatian dari orang lain. Tahap putus
asa, pada tahap ini tangisan berhenti dan muncul depresi. Anak menjadi begitu aktif,
tidak tertarik bermain atau terhadap makanan, dan menarik diri dengan orang lain.
Tahap pelepasan, pada tahap ini disebut juga tahap penyangkalan. Anak akhirnya
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak menjadi lebih tertarik dengan lingkungan
sekitar, bermain dengan orang lain, dan tampak membina hubungan baru dengan orang
lain (Supartini, 2014).

Anak usia pra sekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini
disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan sebagai hukuman
sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang sangat
cemas dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak. Jika anak sangat ketakutan,
anak dapat menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang-nendang, hingga
berlari keluar ruangan. Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti dengan mengucapkan
kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada
orang tua.

D. Konsep dasar asuhan keperawatan anak dengan gastroenteritis


1. Pengkajian
a. Identitas pasien/biodata. Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,pekerjaan dan
No telpon.
b. Keluhan utama. Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, Bab < 4 kali dan cair
(GE tanpa dehidrasi), Bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), atau Bab >
10 kali (dehidrasi berat). Apabila GE berlangsung < 14 hari maka GE tersebut adalah
GE akut, sementara apabila langsung selama 14 hari atau lebih adalah GE persisten.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Keadaan umum klien. suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan menurun
atau tidak ada, dan kemungkinan timbul GE.
2) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
3) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah GE.
4) Apabila telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
5) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
6) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
e. Riwayat nutrisi. Riwayat pola makanan sebelum sakit GE meliputi:
1) Konsumsi makanan penyebab GE, pantangan makanan atau makanan yang tidak
biasa dimakannya.
2) Perasaan haus. Pada pasien yang GE tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan/sedang pasen merasa haus dan ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, sudah malas minum atau tidak mau
minum.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: baik, sadar (tanpa dehidrasi), gelisah, (dehidrasi ringan atau
sedang), lesu, lemah,lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat)
2) Kulit, untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor,
yaitu dengan cara mencubit daerah perut atau tangan menggunakan kedua ujung
jari (buka kedua kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (kurang dari 2
detik), berarti GE tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan
lambat (cubit kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti GE dengan dehidrasi
ringa/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan kembali lebih dari 2
detik), ini termasuk GE dengan dehidrasi berat.
3) Kepala. Pada klien dewasa tidak di temukan tanda – tanda tapi pada anak berusia
di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun – ubun cekung
kedalam.
4) Mulut dan lidah. Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi). Mulut dan lidah kering
(dehidrasi ringan/sedang). Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
5) Abdomen kemungkinan mengalami distensi kram dan bising usus yaitu:
a) Inspeksi: melihat permukaan abdomen simetris atau tidak dan tanda lain
b) Auskultasi: Terdengar bising usus meningkat > 30 x/ menit
c) Perkusi: biasanya Terdengar bunyi tympani / kembung
d) Palasi:Ada tidak nyeri tekan epigastrium kadang juga terjadi distensi perut

6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam meningkatkan diagnosis yang
tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula. Pemeriksaan yang
perlu dilakukan pada klien yang mengalami GE, yaitu:
a) Pemeriksaan tinja, baik secara mikroskopis maupun mikroskopi dengan
kultur
b) Test malabsrobsi yang meliputi karbohidrat dan lemak

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa terjadi pada pasen dengan GE dalah yaitu:
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh berhubungan dengan output
berlebihan dengan intake yang kurang.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
c. Gangguan eliminasi berhubungan dengan BAB cair dengan peningkatan frekuensi
defekasi dari biasanya.

3. Intervensi
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
berlebihan dengan intake yang kurang.
Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil: Turgor kulit bagus, mukosa bibir basah
a) Monitor TTV
b) Kaji in / out cairan
c) Kaji status dehidrasi
d) Kolaborasi dengan medis
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: BB klien kembali normal dan nafsu makan meningkat
a) Monitor in take nutrisi
b) Monitor muntahan klien
c) Monitor BB klien
d) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti mual dan muntah

Diagnosa 3: Gangguan eliminasi berhubungan dengan BAB cair dengan peningkatan


frekuensi defekasi dari biasanya.
Tujuan: konsistensi feces lunak
Rasional: frekuensi BAB klien 1x perhari padat tidak encer dan tidak keras
a) Monitor feses dan frekuensi defekasi klien
b) Anjurkan klien banyak konsumsi buah dan serat
c) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare

4. Implementasi
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
berlebihan dengan intake yang kurang
a. Mengkaji status dehidrasi: Mata, turgor kulit, mukosa bibir
b. Mengkaji output dan intake cairan klien
c. Memonitor TTV
d. Berkolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah
a. Memonitor intake dan output
b. Menimbang BB setiap hari
c. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk program diet
d. Berkolaborasi dengan medis untuk terapi anti mual dan muntah

Diagnosa 3: Gangguan eliminasi berhubungan dengan BAB cair dan peningkatan


frekuensi defekasi dari biasanya
a. Memonitor feses dan frekuensi defekasi
b. Mengedukasi pasien agar banyak konsumsi buah dan serat
c. Berkolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare

5. Evaluasi
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
berlebihan dengan intake yang kurang. Kriteria hasil yang telah di tetapkan dalam
tinjauan pustaka sebagai berikut: pasien tidak menunjukan tanda – tanda dehidrasi
ditandai denga mata tidak cekung, turgor baik, mukosa bibir basah.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungann dengan mual dan
muntah. Kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam tinjauan pustaka yaitu pasien
mendapatkan kebutuhan nutrient sesuai dengan yang diperlukan tubuh ditandai
dengan berat badan stabil, porsi RS habis.
c. Gangguan eliminasi berhubungan dengan BAB encer atau cair dengan peningkatan
frekuensi defekasi dari biasanya. Kriteria yang telah ditentukan tinjauan pustaka
yaitu frekuensi defekasi kembali normal ditandai dengan feses padat tapi lunak.
E. Daftar pustaka

Arief, W. K. (2014). Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Depkes, R. (2016). Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI.
Dewi, A.K. (2016). Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Hangat Dengan Tepid Sponge
Bath pada Anak Demam. Jurnal keperawatan Muhammadiyah, 1 (1). 63-71. Diaksesdari
http://journal.um-surabaya.ac.id pada 9 Januari 2018Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Balitbang Kemenkes Ri.
Muttaqin, A. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta:
Salemba Medika.
Soetjiningsih.(2016). Tumbuh Kembang Anak.Edisi 2.Jakarta:EGC.
Subagyo, B., & Santoso, N. (2010). Buku Ajar Gartroenterologi Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Supartini. (2014). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Yuniarti, S. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi: Balita dan Anak Prasekolah.
Bandung: PT Refika Aditama.
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto.
Yuniarti, Sri. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi: Balita dan Anak Prasekolah. Bandung :
PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai