Disusun Oleh :
Reza Erlina Cristy
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada ginjal yang perisisten (berlangsung
lebih dari 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Fitration
Rate (GRF) dengan angka GRF lebih dari 60 ml/menit/1.73 m2 (Prabowo &
Pranata, 2014).
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan
penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit
ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian
akibat penyakit kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian
berlanjutnya PGK stadium awal menjadi stadium akhir (Delima, 2014).
4. Fungsi Ginjal
a) Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai
urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan
keringat) menyebabkan urin yang dieksresikan jumlahnya
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan
volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
b) Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam
yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan
muntahmuntah, ginjal akan meningkatkan sekresi ion-ion yang
penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
c) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed
diet) akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6.
Hal ini disebabkan oleh hasil metabolisme protein. Apabila banyak
memakan sayuran, urin akan bersifat basa, pH urine bervariasi
antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan
pH darah.
d) Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan
kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,
obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain
(pestisida)
e) Fungsi hormonal dan metabolism
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting
dalam mengatur takanan darah (sistem rennin-
angiotensinaldosteron) yaitu untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga membentuk hormon
dihidroks kolekalsifero (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk
absorbsi ion kalsium di usus.
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral (Darmawan, 2019)
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
D. Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal, renal dan post renal.
Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah ke ginjal mengalami penurunan.
Kondisis ini dipicu oleh hypovolemia, vasokontriksi dan penurunan cardiac output.
Dengan adanya kondisi ini maka GRF (Glomerular Filtation Rate) akan mengalami
penurunan dan meningkatnya reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan
adanya kerusakan pada jaringan parenkin ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun
penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan
adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan timbul stagnasi bahkan adanya
refluks urine flow pada ginjal. Dengan demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan
meningkat dan akhirna mengalami kegagalan (Prabowo & Pranata, 2014). Gagal ginjal
terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal yang
mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun.
Dimana perjalanan klinis gagal ginjal kronik dibagi dalam tiga stadium. Pertama,
menurunnya cadangan ginjal, Glomerular Filtration Rate (GRF) dapat menurun hingga
25% dari normal. Kedua, insufisiensi ginjal, pada keadaan ini pasien mengalami poliuria
dan nokturia, GFR 10% sampai 25% dari normal, kadar keratin serum dan BUN sedikit
meningkat di atas normal. Ketiga, penyakit ginjal stadium akhir/End Stage Renal Disease
(ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai dengan GFR kurang dari 5 atau 10 ml/menit,
kadar serum keratin dan BUN meningka tajam. Terjadi kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem dalam tubuh
(Price & Wilson, 2015).
E. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Darmawan, 2019)
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin
I. Penatalaksanaan
Menurut (Darmawan, 2019)
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun (Dilakukan
pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi adanya odema
dan Batasi cairan yang masuk).
2. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
3. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin
(ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per
kg BB.
2) Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per
kg BB.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis.
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang berarti
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat. Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke
dalam tubuh pasien. Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih
; zat sisa nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit
seperti kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT) (Darmawan, 2019).
2. Tujuan Hemodialisa
3. Pre Hemodialisa
4. Intra Hemodialisa
5. Post Hemodialisa
6. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa, yaitu :
1) Difusi
3) Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat dan air karena hidrostatik didalam darah dan dialist.
d) Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
f) Cairan
2. Mengisap/mengkulum es batu.
Pantangan besar :
a) Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi.
9. Terapi Hemodialisa
1. Heparin
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan berat
atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan
dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.Heparin-free
dialysis sangat sulit untuk dipertahankan karena membutuhkan aliran darah
arteri yang baik (>250 ml/menit), dialyzeryang memiliki koefisiensi
ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
3. Regional Citrate
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum masuk ke
Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama
bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit
batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit diabetes
melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi prdisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin,
2011).
d. Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan
yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol, dan obat-
obatan dalam kesehari-hariannya.
e. Makanan/Cairan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati – hati
/distraksi, gelisah.
g. Pernapasan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
1) Diagnose 1
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy
13. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
14. Pertahankan jalan nafas yang paten
15. Atur peralatan oksigenasi
16. Monitor aliran oksigen
17. Pertahankan posisi pasien
18. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
19. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
2) Diagnosa 2
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Pasang urin kateter jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
4. Monitor vital sign
5. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
6. Kaji lokasi dan luas edema
7. Monitor masukan makanan / cairan
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan diuretik sesuai interuksi
10. Kolaborasi pemberian obat
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan gejala dari odema
3) Diagnosa 3
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
11. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
12. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
13. Kelola pemberan anti emetik
14. Anjurkan banyak minum
15. Pertahankan terapi IV line
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
4) Diagnosa 4
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
5) Diagnosa 5
1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelumtidur (membaca)
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman Kolaburasi pemberian obat tidur
L. Daftar Pustaka
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan
Sistem Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.
Darmawan, 2019 “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN PEMBERIAN INOVASI
INTERVENSI TERAPI MUSIK DI AMBUN SURI LANTAI IV” Skripsi-Stikes Perintis
Padang
Delima. (2014). Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol Di
Empat Rumah Sakit Di Jakarta Tahun 2014. Jurnal. Puslitbang Sumber Daya dan
Pelayanan Kesehatan: Jakarta. Diakses pada tanggal 26 Juli 2018 23.15 WIB
Dewi, Sufiana Puspita. Hubungan Lamanya Hemodialisa dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Naskah Publikasi. STIKES
‘Aisyiyah Yogyakarta. 2015.
M. Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I C ).
singapore: elsevier Global rights.
NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.
Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Ed.8. Vol.2. Jakarta: EGC.
Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa:
Tanda Tangan Nama Preseptor Klinik: Catatan dan Penilaian Preseptor:
Nilai:
Hari/Tanggal: