Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak
berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi,
seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin
yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum
dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang
tidak berguna.
Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena
wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu
pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis. Secara umum ada tiga basis yang
sangat mendasar dalam menyusun secara hirarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologis,
dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim
sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu. Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu
secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam,
metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau
memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih
lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam,
metafisika dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah
dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu
ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum
hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim
dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu
peradaban yang memiliki syar’iyyah (hokum wahyu).
Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu
intelektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan
sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya. Dr. Muhammad Al-Bahi
membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama; ilmu yang
bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani
membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu, pertama, ilmu Qadim dan kedua ilmu hadis
(baru). Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis
(baru) yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Namun di sini Penulis menganggap perlu mengemukakan klasifikasi Al-
Ghazali, karena Al-Ghazali-lah sebagai peletak dasar filosofis pertama kali teori
iluminasionis dalam arti pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan
penyinaran. Dan dia berpendapat bahwa pengetahuan intuisi (ma’rifah) yang dating
dari Allah lansung kepada seseorang adalah pengetahuan yang benar. Klasifikasi Al-
Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu ‘aqliyyah:
a) Ilmu Syar’iyyah
3. Ilmu Aqliyyah
2. Kinerja Ilmu