Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Kemanusian”

Dosen Pengampuh : La Ode Dedi Abdullah, SH., MH

DISUSUN OLEH :

Wulan
162 101 149

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Menjunjung Tinggi Nilai-
Nilai Kemanusian”. Tak lupa pula sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, karena atas kehadiratnya kita terhindar dari kesesatan yang
dapat menjauhkan kita dari sang khaliq.
Sangat disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin
dengan keterbatasan yang ada, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini.

Baubau, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Teks Hal.
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................... 3
2.1. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab .............................. 3
2.2. Implementasi Sila Kedua
(Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) ................................... 4

2.3. Nilai-Nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ............ 6


2.4. Niali-Nilai Ketuhanan ............................................................... 8
2.5. Penerapan Nilai-Nilai Ketuhanan dan Permasalahannya ......... 10
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan Negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya
Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebulum disyahkan menjadi dasar filsafat Negara
nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-
nilai adat-istiadat, kebudayaan, dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri Negara
Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat
berdasarkan moral yang luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI pertama,
sidang Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat
Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang resmi PPKI
Pancasila sebagai calon dasar filsafat nagara dibahas serta disempurnakan kembali
dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar
filsafat Negara Republik Indonesia.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan
yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Tunggal tiada
duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima). Ekspresi dari nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup,
berpandangan hidup "taat" dan "taklim" kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-
ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut apa yang diperintahkan dan
hormat/cinta kapada Tuhan. Sedangkan taklim mengandung makna memuliakan
Tuhan teragung, memandang Tuhan tertinggi, memandang Tuhan terluhur.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk
agama sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang

1
berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama. Bahkan penganut aliran
Keperayaan Tuhan Yang Maha Esa, esensinya tidak kontradiktif dengan nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang
berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

1.2.  Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan kemanusiaan yang adil dan beradab?


2. Bagaimana peran dan fungsi kemanusiaan yang adil dan beradab?
3. Bagaimana nilai-nilai sila kemanusiaan yang adil dan beradab?
4. Bagaimana nilai-nilai ketuhanan yang ada di negara Indonesia?
5. Bagaimana penerapan dan permasalahan nilai-nilai ketuhanan?

1.3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah dan
memberi informasi terkait nilai-nilai kemanusian kepada penulis maupun pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila
berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada
dasar filosofis antropologi bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sabagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sabagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu
dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan Negara
harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia,
terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam
peraturan perundang-undangan Negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma
dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia
maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah
perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya bermoral dan
beragama.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral
kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintah Negara, politik ekonomi,
hukum, sosial, budaya, pertahan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan.
Oleh karena itu dalam kehidupan bersama dalam Negara harus dijiwai oleh moral

3
kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terdapat untuk saling menjaga
keharmonisan dalam kehidupan bersama.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradap harus berkodrat adil. Hal ini
mengadung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan
Negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak
dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak
semena-menaterhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan
(Darmodihardjo, 1996).

2.2.  Implementasi  Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)

Sila kedua ini mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya
manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia memiliki kedudukan, dan
derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak),
memperlakukan sesama secara adil (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur,
tidak berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan beradab (beradab dalam
arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan pergaulan) dimana
manusia memiliki daya cipta, rasa niat, dan keinginan sehingga jelas adanya
perbedaan antara manusia dan hewan. Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara
untuk menghormati kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing, setiap manusia mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur
serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir
implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:

4
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai
martabat, sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau meghalangi
manusia lain untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau
milik (harta, sifat, dan karakter) orang lain serta menjalankan kewajiban atau
sesuatu yang harus dilakukan sesama manusia yaitu menghormati hak manusia
lain seperti hidup, rasa aman, dan hidup layak.
2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu
keinginan yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk
memiliki dan kalau perlu berkorban untuk mempertahankannya. Oleh sebab itu,
baik agama, suku, pendidikan, ekonomi, politik, sebaran geografi seperti kota
dan desa, dan lain-lain, sebagai manusia Indonesia, kita harus tetap memiliki
keinginan untuk mencintai sesama manusia (yaitu rasa memiliki dan kemauan
berkorban untuk sesama manusia sehingga tercipta hidup rukun dan sejahtera.
3. Mengembangkan sikab tenggang rasa. Tenggang rasa menghendaki adanya
usaha dan kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan
menghormati perasaan orang lain. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, setiap
manusia Indonesia untuk saling menghormati perasaan satu sama lain dengan
menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Sebagai contoh selalu memberikan
kritik yang membangun dengan cara yang santun dan berfokus pada
permasalahan alih-alih kepada individu.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti berwenang-
wenang, berat sebelah dan tidak berimbang. Oleh sebab itu, butir ini
menghendaki, perilaku setiap manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-
wenang harus menjunjung hak dan kewajiban. Manusia karena kemampuan dan
usahanya sehinga mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain baik dalam
kekuasaan, ekonomi atau kekayaan dan status sosial tidak boleh sewenang-
wenang.

5
2.3.  Nilai-nilai Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Nilai kenusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna : kesadaran sikap
dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas tuntutan
mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua umat manusia
dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah pengakuan hak
asasi manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya. Untuk itu perlu
dikembangkan juga sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa atau
tepo seliro. Oleh karena itu sikap dan perilaku semena-mena terhadap orang lain
merupakan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab. Dalam sila ke dua terkandung nilai-nilai humanistis, antara lain:
- Pengakuan atas adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang
harus dihormati oleh siapapun.
- Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.
- Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman,
sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab :
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.

6
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.
Penjelasan dari sila ke dua menjadi 10 butir di atas sungguh membuat sedih,
karena didalam praktek kehidupan berbangsa dan bertanah air banyak dicoreng oleh
masyarakatnya sendiri (terutama dikota besar).
Biasa dibilang ke-10 butir tersebut hanya butir ke-7 yang masi eksis itupun
dikarenakan adanya kepentingan sesaat (mau pemilu, ada bencana, perayaan
ketatanegaraan maupun agama), sedang butir lainnya? (dikampung masih ada gotong
royong).
Dan patut diingat, ke sepuluh butir ini masih biasa dirasakan prakteknya justru
di kota/dusun yang jauh dengan pusat kota/kekuasaan, dimana masyarakat
‘pinggiran’ yang ‘memilik’ pemikiran sederhana dan apa adanya tanpa mempelajari
apa itu Pancasila bisa jadi malah tidak tahu dan tidak hafal isi Pancasila, apalagi P4.
Sedang didalam susunan dari Pancasila, sebagai urutan ke dua bukan semata
asal diatur pada posisi ke dua, karena sekali sila ke dua ini tidak berjalan dengan baik
dan benar maka bisa dibilang sila lainnyapun menjadi tidak bermanfaat baik sebagai
dasar Negara maupun sebagai ideologi apalagi unutuk kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sejarah sudah mencatat bahwa NKRI/Nusantara berdiri karena kesepakatan,
bersama dari banyak daerah, dan pusat ketatanegaraan maupun pusat kekuasaan
menjadi fondasi pertama untuk kelangsungan NKRI, dan sekali pusat
ketatanegaraan/pusat kekuasaan melupakan hakekat Pancasila, tidaklah heran hilang
propinsi dan pulau, apapun alasannya, karena pengalamannya dari sila ke dua tidak
benar-benar “mau” dijalankan, karena demi kepentingan sesaat.

7
Kembali masyarakat kecilpun jauh dari perkotaan dan pusat kekuasaan hanya
bisa heran dan malah kagum NKRI bisa berubah menjadi besar dalam hal banyak
propinsi dan menjadi kecil dalam hal luas dan wilayahnya.
Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka
konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara antara lain hakikat
Negara, bentuk Negara, tujuan Negara, kekuasaan Negara, moral Negara, dan para
penyelenggara Negara, dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat
manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarkat yang
terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai
satu tujuan bersama untuk Manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaran Negara
harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis,
terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan
sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan
hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya
menekankan sifat makhluk individu, namun juga bukan Negara kelass yang hanya
menekankan sifat makhluk sosial, yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam
masyarakat secara keseluruhan. Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah
monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk sosial secara serasi,
harmonis, dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya
menekankan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi
rokhaninya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu
baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam
praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk tuhan.

2.4.  Nilai-Nilai Ketuhanan

8
Perkataan Ketuhanan berasal dari Tuhan. Siapakah Tuhan itu? Jawabannya
ialah Pencipta segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti Maha
Tunggal, tiada sekutu bagiNya, Esa dalam zatNya, dalam sifatNya maupun dalam
perbuatanNya.
Pengertian zat Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan
tidak mungkin dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan
adalah sempurna yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi
dengan perbuatan manusia yang serba terbatas. Keberadaan Tuhan tidaklah
disebabkan oleh keberadaan dari makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya
keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak
Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu sebagai penyebab pertama dan
utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta
beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan
dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah
terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas. Negara Indonesia didirikan atas
landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai
konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya
untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya,
seperti pengertiannya terkandung dalam :
- Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa ….“. Dari bunyi kalimat ini
membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun
mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa
negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang
didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang
didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.

9
- Pasal 29 UUD 1945 (1)Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, (2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia
tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan
sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti
agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa
ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang
diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang
meliputi :
1. Kerukunan hidup antar umat seagama.
2. Kerukunan hidup antar umat beragama.
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan
bangsa. Di dalam memahami sila I yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para
pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk
agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang
dianutnya, misalnya : bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada
kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik
maupun Protestan) berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang
beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama
Hindu pada kitab sucinya yang disebut Wedha. Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa
ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan
mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.

2.5.  Penerapan Nilai-Nilai Ketuhanan dan Permasalahannya

10
Pengamalan Sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
lingkungan masyarakat sekitar meliputi berbagai bidang, terutama kalau ditinjau
menurut Agama yang menjadi mayoritas lingkungan masyarakat yaitu menurut ajaran
agama Islam, antara lain :

a. Bidang Keagamaan
Menyangkut bidang keagaaman itu sendiri, masyarakat kita sudah tidak
meyakini apa yang menjadi tuntunan dan melaksanakan apa yang menjadi tuntutan
serta kewajiban yang sudah disyariatkan sesuai agama dan kepercayaannya masing-
masing. Contoh dalam ajaran Islam bahwa sholat 5 waktu itu adalah wajib, dan
semua orangpun tahu apa hukuman serta pahala yang diperoleh, ketika seseorang itu
melanggar atau melaksanakan apa yang menjadi tuntutan tersebut. Namun tidak
sedikit orang Islam yang belum bisa melakukan hal yang menjadi tuntutan tersebut.
Ini membuktikan bahwa pengamalan sila pertama ini belum menjiwai masyarakat
itu  sendiri. Sehingga apa yang menjadi keyakinannya akan terkikis habis oleh
perubahan zaman.
Hal tersebut baru merupakan pelaksanaan ibadah secara Hablum Minnallah
(hubungan dengan Alloh), belum bagaimana pelaksanaan ibadah secara Hablum
Minannas (hubungan dengan manusia). Dan ini akan mempengaruhi terhadap
berbagai pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keyakinan terhadap
Ketuhanan Yang Maha Esa ini, menjadikan kegiatan ibadah-ibadah keagamaan kita
dapat dirasakan oleh pribadi dan dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, yang akan
membentuk suatu ketentraman dalam masyarakat itu sendiri.

b. Bidang Pemerintahan.
Bangsa kita menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kita juga meyakini bahwa Tuhan adalah maha kuasa atas segalanya.
Dalam seluruh aspek kehidupan sangatlah penting menempatkan bahwa Tuhan Maha
kuasa atas segala hal, termasuk dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga akan

11
merasa ada control yang tidak pernah lepas dan lengah dalam melakukan berbagai
kebijakan pemerintahan. Dalam menjalankan roda pemerintahan pada kenyataannya,
tenyata belum cukup mengakui bahwa Pancasila sila, sila ke satu, yang berarti merasa
bahwa setiap diri kita tidak ada yang mengawasi atau lupa bahwa Tuhan Melihat kita.
Para oknum pejabat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kita sudah tidak
lagi melaksanakan Pengamalan sila kesatu. Dibuktikan bahwa disekitar kita masih
banyak prilaku–prilaku yang seolah–olah Tuhan tidak mengetahui dan tidak ada.
Prilaku Korupsi adalah prilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang yang
berkeyakinan dan menyatakan ketaqwaannya. Seandainya kita tahu bahwa prilaku
tersebut adalah prilaku yang tidak sesuai dengan bangsa kita yang menyatakan
kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Maka tindakan tersebut
tidak mungkin dilakukan. Seolah Sila Kesatu dari Pancasila tersebut hanyalah sebagai
symbol saja, atau identitas bangsa saja yaitu bangsa yang berketuhanan Yang Maha
Esa, tanpa meyakini dan menjalankan apa yang menjadi landasan Sila Kesatu
tersebut. Korupsi adalah kata halus dari mencuri, merampok dan lain–lain. Sehingga
apa yang bukan haknya menjadikan sesuatu tersebut menjadi milik pribadi dengan
tujuan memperkaya diri. Yang akibatnya pembengunan suatu bangsa tidak
mengalami perubahan yang signifikan, atau bahkan mengalami kemunduran, baik
dari segi materi ataupun moral.

c. Bidang Sosial Politik.


Politik dalam pengertiannya adalah bermacam–macam kegiatan dalam suatu
Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan–tujuan dari sistem itu dan
melaksanakan tujuan–tujuan itu, dengan kata lain politik adalah suatu upaya untuk
mencapai tujuan tertentu. Politik identik dengan upaya mendapatkan kekuasaan,
jabatan, wewenang. Dalam prakteknya jika perpolitikan di negara kita berpedoman
pada Sila ketuhanan yang Maha Esa, maka segala proses perpolitikan di negara kita
ini tidak perlu melakukan tindakan diluar ketentuan Perundang-undangan atau aturan
agama itu sendiri. Tidakan Money Politic dalam sebuah pesta demokrasi merupakan

12
suatu tindakan yang secara nyata tidak meyakini bahwa Tuhan akan memberikan
kekuasaan sesuai apa yang di kehendakiNya. Kalau dalam pelaksanaannya tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku maka berakibat pula dalam melahirkan sebuah
penguasa atau penyelenggara Negara yang berkualitas atau tidak.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang
dipercayai dan diyakini. Namun melihat kondisi sekarang ini masyarakat kita sudah
semakin jauh dari konsep tersebut, sehingga perjudian, pemerkosaan, dan prilaku
penyimpangan lainnya adalah suatu hal yang sudah menjamur diseluruh pelosok
negeri ini. Menurunnya moral suatu bangsa diakibatkan karna prilaku sosial kita
sudah tidak berpegang lagi terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga generasi
harapan bangsa kita terjerumus pada hal–hal yang tidak sesuai dengan norma
agama. Hal tersebut diperparah lagi oleh dukungan pemerintah kita yang terkesan
setengah-setengah dalam membuat kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk
lebih menyadari bahwa agama merupakan pondasi dalam berbagai bidang. Temasuk
didalamnya bagaimana mengupayakan agar berbagai kegiatan keagamaan
mendapatkan porsi yang utama dalam membentuk generasi harapan bangsa,
dukungan tersebut dapat dituangkan baik dari segi moril ataupun kelayakan sebuah
penetapan anggaran. Termasuk mengupayakan agar tenaga pendidik serta kurikulum
sekolah kita agar lebih berkualitas lagi dalam membentuk moral generasi, karna dari
sanalah berawal Sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat diamalkan secara menyeluruh
pada berbagai bidang kehidupan.
Ada juga permasalahan-permasalahan yang muncul tertakait dengan nilai-nilai
ketuhanan selain permasalahan di atas, seperti kasus bom Bali dan bom bunuh diri di
Solo.Dari kedua kasus tersebut diatas menandakan bahwa sudah tidak relevannya
warga indonesia dengan nilai pancasila khususnya pada sila pertama. Dari kasus
pertama dikatakan bahwa pelaku melakukan hal tersebut dengan alasan jihad,
sedangkan pada kasus kedua yaitu menunjukkan bahwa adanya pendangkalan iman
seseorang. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan nilai pada sila pertama

13
tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menghilangkan nyawa seseorang sekalipun
alasannya adalah berjihad dan membela agama islam. Belajar dari kasus pengeboman
yang sering terjadi di berbagai daerah seharusnya pemerintah mengadakan tindakan
yang tegas kepada pelaku bom, memberikan hukuman kepada pelaku.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah berwujudan nilai kemanusiaan
sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama, dalam kehidupan
kenegaraan, kita harus senantiasa dilandasi moral kemanusiaan, misalnya dalam
kehidupan pemerintah Negara, politik, ekonomi, hokum, sosial, budaya, pertahanan
dan keamanan, serta dalam kehidupan bersama dalam Negara harus dijiwai oleh
moral kemanusiaan untuk saling menghargai meskipun terhadap perbedaan.
Upaya mengamalkan Sila Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini adalah
hal yang paling utama dalam upaya mencapai tujuan Negara yang memperoleh
keberkahan dan tercapainya kesejahteraan masyarakat, Karna sila Pertama ini adalah
sebagai titik dasar atau nilai utama untuk mencapai pelaksanaan sila berikutnya
secara utuh dan menyeluruh. Maka dari itu peran Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan
Masyarakat itu sendiri harus bersatupadu mengupayakan pengamalan Sila
Kesatu tersebut, sehingga moral dan martabat bangsa ini akan terselamatkan. Tanpa
mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji dan Sidharta, 1996, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam


Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://putriirawan06.blogspot.com/2016/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

16

Anda mungkin juga menyukai