Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU KESEHATAN BEDAH Refarat

FAKULTAS KEDOKTERAN 2021


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

Malignant Limphoma of Breast Cancer

Disusun Oleh :

Transiska S.Ked
(15 19 777 14 353)

Pembimbing :

dr. Muhamad Ikhlas, M.Kes, Sp.B, FICS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Transiska S.Ked


No. Stambuk : 15 19 777 14 353
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Refarat : Malignant Limphoma of Breast Cancer
Bagian : Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Kesehatan Bedah


RSUD ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Desember 2021

Pembimbing Mahasiswa

dr. Muhamad Ikhlas,M.Kes, Sp.B, FICS Transiska, S.Ked

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
2.3 Epidemiologi
2.4 Klasifikasi dan Histopatologi
2.5 Stadium
2.6 Anatomi dan Histologi
2.7 Diagnosa
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Prognosis25
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PENDAHULUAN

Kanker masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia,


dikarenakan banyaknya kesakitan dan kematian akibat kanker. Berdasarkan data
GLOBOCAN terdapat 2,1 juta kasus baru penderita kanker. Selain itu kanker
payudara dilaporkan menjadi penyebab kematian utama pada kelompok wanita
baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia dilaporkan bahwa
kanker payudara mayoritas ditemukan pada kelompok wanita, meskipun angka
insidensi kanker payudara ini menduduki peringkat kedua di antara negara-negara
Asia.1
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2014
menyebutkan angka kematian yang disebabkan oleh kanker di Indonesia,
prevalensi kematianya lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan, dimana kanker ini merupakan pembunuh nomor kedua dimayoritasi
negara sedangkan untuk kasus di Indonesia diperkirakan 18% penduduk wanita
mengidap penyakit kanker payudara.2
Tumor pada jaringan payudara merupakan hasil dari rangkaian proses
perubahan kompleks dilevel seluler yang pada tahap akhirnya menghasilkan suatu
pertumbuhan sel tidak terkontrol yang memiliki kemampuan untuk menyebar ke
organ lain. Secara klinis, kanker payudara diklasifikasikan menjadi beberapa
subtype berdasarkan level ekspresi reseptor hormone yang dominan di dalam
jaringan tumornya, melalui ertrogen (ER), progesterone (PR) dan human
epidermal growth factor receptor 2 (HER2). Sistem klasifikasi berdasarkan
reseptor hormon ini berhubungan dengan prognosis penyakit, dimana kanker
payudara dengan ER+ &atau PR+, HER2- adalah subtype terbanyak yaitu
meliputi sekitar 50% dari seluruh kejadian kanker payudara. Triple negative atau
subtype dimana tidak ditemukan ketiga reseptor hormone tadi memiliki jenis sel-
sel yang lebih agresif membelah dan prognosis yang lebih buruk dibanding
subtype lain.3
Limfoma maligna (ML) merupakan neoplasma yang berasal dari jaringan
limfe. Penting untuk menentukan apakah ML payudara berasal dari payudara atau
sistemik.9

4
Limfoma payudara adalah entitas yang sangat langka. Kasus ini menyoroti
presentasi limfoma atipikal yang meniru kanker payudara inflamasi. Biopsi inti
dari lesi payudara akan membantu dalam menyelesaikan dilema diagnostik dan
menyesuaikan manajemen selanjutnya.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

5
Limfoma merupakan suatu keganasan imunologi yang berasal dari sel
limfosit yang tak terkontrol pertumbuhannya dan menumpuk di kelenjar
limfe, sehingga tak jarang menimbulkan gambaran klinis berupa
limfadenopati. Secara klinis dan patologik, limfoma dapat dibedakan
menjadi 2 subtipe utama, yakni limfoma Hodgkin (Hodgkin disease) dan
limfoma non-Hodgkin.6
Limfoma maligna payudara adalah kanker yang berasal dari sel
limfosit abnormal yang berkembang diluar kendali dan dapat menyebar ke
sistem limfatik di seluruh tubuh atau tumor yang terlokalisasi pada payudara
dengan atau tanpa metastasis kelenjar getah bening aksila ipsilateral .4,5
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Seperti kanker lainnya, kanker payudara adalah proliferasi klonal yang
muncul dari sel-sel dengan penyimpangan genetik multipel yang
dipengaruhi oleh paparan hormonal dan gen turunan yang rentan. Kanker
payudara bisa herediter, timbul pada wanita dengan mutasi tumor
suppressor genes pada garis germinal, atau bisa sporadik.5
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga
dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53
(p53)), riwayat penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang
sama, LCIS, densitas tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12
tahun) atau menarche lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak
memiliki anak dan tidak menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol,
riwayat radiasi dinding dada, faktor lingkungan.10
2.3 Epidemiologi
Peningkatan angka kejadian kanker payudara terutama di negara-
negara berkembang dikarenakan adanya perubahan gaya hidup diantaranya :
rendahnya partisipasi masyarakat dalam berolahraga, peningkatan jumlah
orang yang mengalami obesitas, dan konsumsi alkohol. Selain itu, sebagian
besar penderita saat didiagnosis kanker payudara sudah dalam stadium
lanjut. Angka kematian penderita kanker payudara di negara maju lebih

6
rendah dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini dikarenakan,
penemuan penderita kanker payudara lebih awal memberi peluang besar
kepada pasien untuk mendapatkan pengobatan lebih dini.1
Menurut World Cancer Research Fund International, limfoma non
Hodgkin menempati peringkat ke delapan dari dua puluh tiga keganasan
yang umum terjadi pada pria, dan peringkat sepuluh pada wanita. Sementara
limfoma Hodgkin menempati peringkat ke dua puluh lima pada pria dan ke
dua puluh dua pada wanita (Worl Cancer Research Fund International,
2015). Di Indonesia frekuensi kejadian limfoma non-Hodgkin jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin, bersama dengan leukemia
menduduki peringkat keenam tersering.5
Di RSUP Sanglah sendiri selama 2007-2008, meski kasus limfoma tak
dapat digolongkan sering terjadi, namun ditemukan terjadi peningkatan
jumlah kasus baru sebanyak 56,9 %, yakni dari 39 kasus pada tahun 2007
menjadi 69 kasus pada tahun 2008 dan terus mengalami peningkatan hingga
saat ini.6 Limfoma payudara jarang terjadi dan merupakan 0,04% hingga
0,5% dari neoplasma payudara ganas.5
2.4 Klasifikasi dan Histopatologi
Klasifikasi histopatologi merupakan topik yang paling
membingungkan dalam studi limfoma maligna karena perkembangan
klasifikasi ini demikian cepat dan dijumpai berbagai jenis klasifikasi yang
satu sama lain tidak kompatibel. Perkembangan terakhir klasifikasi yang
banyak dipakai dan diterima pusat kesehatan adalah formulasi praktis IWF
dan REAL/WHO. Klasifikasi REAL/WHO beranjak dari karakter
imunofenotip dan analisa galur sel limfomanya (tabel 2). IWF menjabarkan
karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologi, namun belum
mengklasifikasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologi-
klinis yang baru. IWF membagi LNH atas derajat keganasan rendah,
menengah dan tinggi yang mencerminkan derajat agresifitasnya. Hal yang
perlu dicatat adalah 25% pasien LNH menunjukkan gambaran sel limfoma
yang bermacam macam pada satu lokasi yang sama; maka dalam hal

7
pengobatannya harus berdasarkan gambaran histologi yang paling
dominan.14
Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat
ini yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American European
Lymphoma) dan WHO (World Health Organization) yang
menglasifikasikan LH ke dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2)
mixed cellularty, (3) lymphocyte depleted, (4) lymphocyte rich dan (5)
nodular lymphocyte predominant. LH tipe nodular sclerosing, mixed
cellularity, lymphocyte depleted dan lymphocyte rich seringkali
dikelompokkan sebagai LH klasik.15

LH tipe nodular sclerosing.


LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling sering
dijumpai, baik pada penderita pria ataupun wanita, terutama pada para
remaja dan dewasa muda. LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi
pada kelenjar getah bening yang terletak di supraklavikula, servikal dan

8
mediastinum. Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing
adalah (1) adanya variasi dari sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang
merupakan sebuah sel besar yang memiliki sebuah inti multilobus, anak inti
yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang melimpah dan pucat dan (2)
adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang membagi
jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan infiltrat seluler yang
mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.15

Gambar 1. Histopatologik pada LH Tipe Nodular Sclerosing. 15

LH tipe mixed cellularity.


LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi
pada anak-anak dan penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan 50
tahun serta mencangkup 25% dari keseluruhan kasus LH yang dilaporkan.
Pria lebih dominan untuk menjadi penderita dibandingkan dengan wanita
dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah
bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik histologik dari LH
tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang berlimpah di dalam
infiltrat inflamasi heterogen yang mengandung limfosit berukuran kecil,
eosinofil, sel plasma dan makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering
menunjukkan manifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya. 15

9
Gambar 5. Histopatologik dari LH tipe Mixed-Cellularity. 15

LH tipe lymphocyte depleted.


LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang
dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH
namun merupakan tipe LH yang paling agresif dibandingkan dengan tipe
LH lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi pada penderita dengan usia
yang sudah lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi virus
HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus dan
hiposeluler sedangkan sel Reed Sternberg hadir dalam jumlah yang besar
dan bentuk yang bervariasi. LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi
menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed Sternberg yang dominan dan
sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening
digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel
limfosit dan sel Reed Sternberg. 15
LH tipe lymphocyte rich.
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah
adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta
sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola difus atau noduler.
LH tipe nodular lymphocyte predominant.

10
LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya
variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar
multilobus yang halus dan menyerupai gambaran berondong jagung (pop-
corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya ditemukan di dalam nodul besar
yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil yang bercampur
dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil,
neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga biasanya
tidak menghasilkan CD30 dan CD15 seperti sel Reed Sternberg pada
umumnya melainkan menghasilkan CD20.15

Gambar 6. Histopatologik pada LH Tipe Nodular Lymphocyte


Predominant. 15
2.5 Stadium
Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi
klinik yaitu:6
Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan
sekitarnya, tidak ada klasifikas/ infiltrasi berkulit dan
jaringan dibawahnya. Besar tumor 1-2 cm. KGB (Kelenjar
Getah Bening) regional belum teraba. Pada stadium ini,
kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%.

11
Stadium II : Sama dengan stadium I, besar tumor 2-5 cm, sudah ada KGB
aksila (+), tetapi masih bebas dengan diameter kurang 2 cm.
Untuk mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi
dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan
tidak ada lagi selsel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini,
kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.
Stadium III A:Tumor berukuran 5-10 cm, tetapi masih bebas dari jaringan
sekitarnya, KGB aksila masih bebas satu sama lain. Stadium
III B : Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit
merah dan ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit
payudara), ulserasi, kelenjar getah bening aksila melekat satu
sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2 - 5
cm. Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara,
bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot
dada.
Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi
sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-
klavikula dan Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah
merembet menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang,
paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam
batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah
pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini
adalah palliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan).16

12
Gambar 7. Kanker Payudara berdasarkan stadium menurut Portmann.16
2.6 Anatomi dan Histologi
Payudara adalah kelenjar keringat termodifikasi dan berfungsi secara
khusus sebagai kelenjar apokrin termodifikasi. Payudara dewasa terletak
pada dinding dada anterior antara tulang rusuk kedua dan keenam, dari garis
pinggir sternum sampai garis mid-aksila. Sebagian dari jaringan payudara
terproyeksi ke aksila, bagian ini dinamakan tail of Spence. Secara anatomis,
seluruh bagian payudara terletak di antara lapisan superfisial dan lapisan
dalam dari fasia pektoral superfisial. Payudara berbentuk hemisfer dan
terletak di atas fasia pektoral dalam, yang meliputi otot pektoral mayor.
Faktor penting yang menjaga bentuk dan struktur dari payudara adalah
ligamentum Cooper yang membentuk ligamentum suspensorium dari
payudara, yang banyak terdapat di bagian bawah (inframammary fold). 7

13
Gambar 8. Anatomi Payudara. 7
Bagian morfofungsional dari payudara adalah struktur percabangan
kompleks yang tersusun secara topografis menjadi lobus-lobus yang terdiri
dari dua komponen utama: terminal ductlobular unit (TDLU) dan sistem
duktus besar (large duct system). TDLU dibentuk oleh lobulus, yang
terbentuk oleh asinus, dan duktul terminal, yang merupakan bagian sekretori
dari kelenjar payudara ini. 7

Gambar 9. Bagian morfofungsional payudara. ETD, extralobular terminal


duct; ITD, intralobular terminal duct. 7

Vaskularisasi payudara sangat banyak dan bersumber dari berbagai


arteri. Vaskularisasi parenkim payudara dipasok oleh intermal mammary
artery perforators, arteri thorakal interna, anterolateral and anteromedial

14
intercostal perforators, dan arteri thorakoakromial. Internal mammary artery
perforators, cabang dari arteri mammaria interna, masuk ke bagian medial
superior dari payudara melalui sela iga kedua sampai keenam, yang
memasok 60% vaskularisasi payudara. 7
Sistem limfatik payudara telah dipelajari secara luas, dikarenakan
perannya dalam penyebaran kanker payudara. Saluran getah bening
payudara terbagi atas superfisial dan dalam. Saluran getah bening superfisial
berasal dari pleksus limfatik periareolar, sedangkan saluran getah bening
dalam berasal dari ductus dan lobulus laktiferus, dan masuk ke fasia dalam
dari otot-otot di bawahnya. Sebagian besar saluran getah bening payudara
berasal dari pembuluh limfa di lobulus-lobulus payudara yang kemudian
mengalir ke pleksus subareolar. Dari plexus ini, saluran getah bening terbagi
atas beberapa rute. Saluran getah bening dari lateral dan superior payudara
melewati sisi inferior dari otot pektoral mayor dan berhubungan nodus-
nodus limfa aksila di daerah pektoral. Saluran getah bening yang lain
melewati otot pektoral ke nodus limfa apikal. Dari nodus limfa aksila, limfa
masuk ke nodus limfa subklavia dan supraklavikula. Saluran getah bening
sisi medial payudara masuk ke nodus parasternal yang kemudian masuk ke
trunkus bronkomediastinal. 7

15
Gambar 10. Sistem limfatik payudara. 7
Nervus supraklavikula dan cabang lateral dan medial dari nervus
interkostalis merupakan persarafan sensoris dari payudara. Persarafan
simpatis dan motorik berasal dari nervus supraservikal dan nervus
interkostalis.
Gambaran histologi dari sistem duktal lobular payudara sering
menjadi dasar untuk membedakan lesi jinak atau ganas pada payudara. Ciri
khas dari sistem duktal lobular terminal adalah sifat bilayered dari sistem
duktal lobular. Sistem dua lapisan ini terdiri dari lapisan sel epitel dalam
(luminal), yang berperan dalam produksi sekret, dan lapisan sel mioepitel
luar (basal) yang berkontraksi dan mendorong hasil sekresi tersebut. Secara
histologis, sel-sel epitel luminal berbentuk kuboid sampai kolumnar, dengan
sitoplasma pucat dan nukleus berbentuk oval. Sel-sel mioepitel basal sering
tidak mencolok, tetapi bisa menunjukkan sitoplasma yang bening ataupun
pucat, terutama selama fase kedua siklus menstruasi.7

Gambar 11. Skema lokasi awal dari penyakit payudara mayor.7


2.7 Diagnosa
Anamnesis
Gejala limfoma payudara yang paling umum adalah massa payudara
yang tidak nyeri, paling sering di kuadran luar atas. Retraksi kulit, eritema,
penampakan peau d'orange, dan keluarnya cairan dari puting susu jarang
terjadi pada limfoma.5
Gejala lain bisa menyebabkan demam, penurunan berat badan,
keringat malam jarang terjadi. Kadang-kadang dapat muncul sebagai

16
pembesaran payudara difus dan edema dan dapat menyerupai proses
inflamasi.8

Gambar 12. Gambar eritema dan edema yang luas. Gambar dari eritema
dan edema yang luas pada payudara kiri bagian luar kuadran meluas ke
aksila kiri.5
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi ditemukan adanya edema dan
eritema sedangkan untuk palpasi adalah teraba hangat, benjolan.5
Pemeriksaan Penunjang
USG
Pada USG, gambaran yang paling umum adalah berupa massa bulat
oval atau oval hipoechoic atau yang hamper anechoic dengan margin ned
yang relatif baik dengan atau tanpa peningkatan akustik posterior dengan
batas yang berbatas tegas atau tidak jelas. Selain itu, penampilan massa
serpentine pseudocystic telah didokumentasikan pada evaluasi sonographic
dari dua payudara kasus limfoma.8,11
MRI
Mencirikan lesi ini sebagai hiperintense dibandingkan dengan
parenkim payudara di sekitarnya pada gambar berbobot T2 dan isointense
pada gambar tertimbang T1. Peningkatan kontras heterogen atau homogen
global yang intens diidentifikasi setelah pemberian gadolinium intravena.11

17
Mamografi.
Pada mamografi, limfoma payudara biasanya menunjukkan massa
soliter bentuknya dominan oval atau bulat, batas lesi tidak spesifik,
umumnya berbatas tegas, dan tidak jelas; dan margin spikula jarang terjadi.
Penampilan hiperdens dan gambaran asimetri adalah gambaran yang jarang
dari limfoma payudara. Penebalan kulit yang tampak secara mamografi dan
limfedema jarang diidentifikasi.12
Mammografi, standar emas untuk pencitraan payudara, sebagian besar
tidak berhasil dalam mencapai peran yang disebutkan di atas untuk
pencitraan breast cancer. Meskipun usia rata-rata mereka lebih tua dari 51
tahun, lebih dari 90% wanita dengan breast cancer memiliki jaringan
payudara tanpa lemak, yang dapat berkontribusi pada pengamatan yang
buruk dari fitur breast cancer pada mamografi, termasuk massa payudara
atau nodul dan perubahan kulit.13
Abnormalitas payudara mamografi yang berhubungan dengan IBC
termasuk massa, distorsi arsitektural, dan penebalan kulit dan trabekular
global, biasanya dijelaskan ketika sudah dikaitkan dengan temuan klinis.
Kalsifikasi, fitur yang kurang umum di breast cancer tercatat di 33 (41%)
dari 80 pasien dalam seri baru-baru ini dan pada 47% pasien dari survei dari
9 penelitian yang diterbitkan. Kulit global dan penebalan trabekular adalah
kelainan mamografi yang paling sering pada pasien breast cancer, tetapi
tidak spesifik, karena dapat juga dikaitkan dengan mastitis dan LABC. Saat
ini tidak ada data yang tersedia tentang perubahan mamografi dini sebelum
diagnosis klinis.13

18
Gambar 12. Ini adalah mammogram miring mediolateral dari seorang
wanita berusia 44 tahun dengan IBC (duktal invasif) di payudara kiri.
Terlihat adalah kulit global dan penebalan kulit trabekula (panah kecil) dan
massa payudara superior kiri yang tidak jelas (panah sedang) dengan
kalsifikasi heterogen terkait (panah pendek) dan adenopati aksila kiri terkait
(panah panjang).13
Positron Emission Tomography
FDG PET dalam pencitraan limfoma payudara sangat sensitif dan spesifik
dalam evaluasi respon pengobatan, staging tumor dan/atau restaging, dan
evaluasi dan/atau penemuan lokasi tambahan limfoma nodal atau ekstra
nodal.12
CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan didapatkan lesi heterogen, retroareolar, hypoechoic,
heterogen yang sesuai dengan massa.5

19
Gambar 13. (a) Gambar CT menunjukkan gambaran aksial limfoma
payudara dengan batas yang tidak jelas. (b) Gambar CT menunjukkan
limfoma payudara tampilan sagital dengan batas yang tidak jelas.8
2.8 Penatalaksanaan
Saat ini, pengobatan limfoma payudara, baik primer maupun
sekunder, harus dengan kemoterapi sistemik. Peran pembedahan minimal
karena tumor sangat sensitif baik terhadap kemoterapi maupun terapi
radiasi.5
Kemoimunoterapi
Kemoimunoterapi dengan radioterapi konsolidasi sekarang dianggap
sebagai pengobatan utama. Kemoterapi berbasis CHOP atau CHOP seperti
antrasiklin yang dikombinasikan dengan rituximab sekarang dianggap
sebagai standar untuk sebagian besar limfoma payudara DLBCL. Ini dapat
diikuti dengan radioterapi pada payudara ipsilateral dan kelenjar getah
bening regional.8
Perkembangan imunokemoterapi pada limfoma maligna berkembang
dengan pesat. Saat ini sangat dibutuhkan adanya penanda biologis pasien
dengan risiko tinggi untuk relapse atau progresif disamping faktor prediktor
untuk timbulnya toksisitas yang berkaitan dengan pengobatan. Penanda
biologis terapi yang sedang dikembangkan berasal dari molekul membran
permukaan dan molekul yang mengatur regulasi siklus sel atau jalur
apoptosis. Beberapa target molekul yang terdapat pada permukaan sel B
selain CD-20 telah menjadi sasaran baru terapi. Epratuzumab adalah
humanised antibodi monoklonal IgG1 yang mentarget antigen CD22 yang

20
diekspresikan pada pre-B cells, sel B normal, sel B dewasa dan pada sekitar
85% dari DLBCL. CMC-544 adalah obat baru golongan calicheamin-
conjugated CD22 yang kurang menyebabkan trombositopenia. Ada juga
antibodi anti-CD20/CD22 yang bispesifik dan sedang dalam tahap uji klinis.
CD40 merupakan anggota reseptor tumor necrosis factor yang banyak
diekspresikan pada permukaan sel B. SGN-40 adalah agonis CD40
humanised yang tidak memblok ikatan ligan dari CD40 dengan CD40.
SGN-40 sedang diujikan untuk limfoma yang agresif. HCD122 adalah
antibodi manusia yang menghambat anti-CD40. Galiximab adalah obat yang
menghambat jalur CD80/28 dan menurunkan proliferasi tumor, menurunkan
ADCC serta apoptosis dari FL. Antibodi CD19 juga sedang dalam
pengembangan. Penanda biologis baru untuk terapi juga mentarget molekul
yang mengatur regulasi siklus sel atau jalur apoptosis. Antisense
deoksinukleotide dengan aplikasi Suberoylanilide Hydroxamic Acid
(SAHA) secara selektif mampu menghambat CCND1. Terdapat dua jenis
obat direct cell cycle inhibitor yang sedang diteliti yaitu seliciclib yang
bersifat selektif dan flavopiridol yang bersifat non-selektif. Obat lain yang
juga sedang dikembangkan adalah proteasome inhibitor seperti bortezomib,
mTOR inhibitor seperti temsirolimus dan lenalidomide yang memiliki efek
sitotoksik langsung dan imunomodulator serta minim efek samping pada
terapi limfoma yang agresif.4
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker dengan
menggunakan obat-obatan yang sering digunakan. Pada kasus limfoma
entah limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin, kemoterapi dapat diberikan
secara tunggal atau dikombinasikan dengan terapi radioaktif tergantung dari
stadium limfoma itu sendiri. Kemoterapi memiliki 3 tujuan dalam
pemberiannya, yaitu pertama untuk penyembuhan (apabila memungkinkan),
kedua sebagai pengontrol dari kanker apabila penyembuhan mustahil untuk
dilakukan, ketiga sebagai terapi paliatif untuk kanker yang sudah memasuki
stadium lanjut dimana kanker sudah mengalami metastasis ke bagian tubuh

21
yang lain dan kontrol mustahil dilakukan, dalam hal ini kemoterapi
diharapkan dapat meringankan gejala yang ditimbulkan dari kanker
(American Cancer Society, 2015).6
Kemoterapi berkeja dengan cara melakukan intervensi terhadap cell
cycle dari sel. Dengan kata lain, obat-obat kemoterapi umumnya menyerang
selsel yang aktif membelah. Dikarenakan obat-obat kemoterapi ini dibuat
tidak spesifik untuk sel kanker saja, maka obat-obatan ini juga akan ikut
menyerang sel-sel lain yang aktif membelah, seperti sel foliker rambut, sel
di mulut, sel pada saluran gastrointestinal, dan sel pada sumsum tulang
belakang. Adapun efek samping yang kerap muncul pada kemoterapi
diantaranya kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri perut, nyeri pada mulut
dan kerongkongan, diare, mual dan muntah, konstipasi, masalah
pembentukan darah, kerusakan saraf (seperti kesemutan, terbakar, atau
numbness), kehilangan nafsu makan, dan rambut rontok (Cancer.net, 2015).6
Pada kasus limfoma, kemoterapi banyak digunakan karena limfoma
berasal dari sel limfosit yang dengan mudah menyebar diseluruh tubuh dan
umumnya pasien dengan limfoma terdiagnosis saat limfoma telah menyebar
dan tak berada pada satu titik di tubuh. Kemoterapi dapat diberikan melalui
peroral, intravena, injeksi subkutan, atau intratekal. Selain itu, umumnya
pada saat melakukan kemoterapi, pasien dengan limfoma juga akan
meminum obat lain seperti steroid (prednisolon) disela jeda kemoterapinya.
Pemberian terapi dengan kemoterapi umumnya tidak berlangsung hanya
sekali namun bisa berkali-kali. Hal ini dilakukan untuk membunuh sisa-sisa
sel kanker yg masih tersisa dari kemoterapi sebelumnya. Dikarenakan
efeknya yang juga ikut membunuh sel lain yang aktif membelah, kemoterapi
selalu diikuti oleh rest periode. Dimana periode ini dilakukan untuk
memberikan waktu bagi para sel normal lain yang ikut mejadi sasaran
kemoterapi untuk kembali memulihkan diri (Lymphoma Association,
2015).6
Biopsi.

22
Biopsi inti adalah standar untuk pengambilan sampel jaringan di
payudara dan aksila karena sensitivitas diagnosis yang tinggi. Aspirasi
jarum halus telah menunjukkan sensitivitas tinggi untuk mendeteksi kelenjar
getah bening payudara phoma (83% -100%) dan memiliki kemanjuran dan
sensitivitas yang sama dengan biopsi inti. Namun, teknik ini dapat
menimbulkan kesulitan dalam subklasifikasi patologis. Tidak ada
rekomendasi mutlak apakah aspirasi jarum halus atau biopsi inti harus
dilakukan dalam kasus dugaan limfoma. Keputusan ini bersifat individual di
tingkat institusional. Lokalisasi jarum untuk biopsi eksisi dapat
dipertimbangkan jika massa tidak dapat dilakukan aspirasi jarum halus atau
biopsi coreneedle atau jika diagnosis definitif masih diperlukan dalam
pengaturan radiologi patologi pascabiopsi. Biopsi limfoma dengan bantuan
vakum yang berhasil juga dapat dilakukan. Hibridisasi in situ fluoresen
mengevaluasi keberadaan translokasi kromosom, yang sangat relevan dalam
DLBCL yang dominan subtipe, berpotensi mempengaruhi prognosis dan
manajemen terapeutik.12
Mastektomi
Mastektomi merupakan operasi pengangkatan payudara yang terkena
kanker, dapat dilakukan pada stadium II dan III. Penelitian oleh Dewi dkk,
2004 menyatakan bahwa mastektomi dapat menghambat proses
perkembangan sel kanker dan umumnya mempunyai taraf kesembuhan 85%
sampai dengan 87% akan tetapi penderita akan kehilangan sebagian atau
seluruh payudara, mati rasa pada kulit serta kelumpuhan apabila tidak
mendapatkan penanganan secara seksama. Akibat dari tindakan mastektomi
tersebut maka akan menyebabkan perubahan fisik pada pasien kanker
payudara yang akan berpengaruh pada konsep diri seseorang salah satunya
adalah gambaran diri. Ancaman terhadap gambaran diri sering disertai
perasaan malu.16
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada
beberapa faktor, yakni usia, kesehatan secara menyeluruh, status
menopause, dimensi tumor, tahapan tumor dan seberapa luas

23
penyebarannya, stadium tumor dan keganansannya, status reseptor hormon
tumor, dan penyebaran tumor, apakah telah mencapai simpul limfe atau
belum (Pamungkas, 2011). Setelah mengetahui faktor penentu dilakukannya
jenis mastektomi tertentu, maka berikut ini adalah beberapa jenis
mastektomi yaitu:16
1. Mastektomi preventif ( Preventive Mastectomy )
Mastektomi preventif disebut juga prophylactic mastectomy.
Pembedahan dilakukan pada wanita yang mempunyai resiko tinggi
terkena kanker payudara akibat faktor genetika atau risiko keturunan
kanker payudara. Operasi ini dapat berupa total mastektomi,
pengangkatan seluruh payudara dan puting atau subcutaneous
mastectomy, pengangkatan payudara tetapi puting tetap dipertahankan.
2. Mastektomi sederhana atau total ( Simple or Total Mastectomy )
Mastektomi sederhana atau total dilakukan dengan mengangkat payudara
berikut kulit dan putingnya, namun simpul limfe tetap dipertahankan.
3. Mastektomi radikal bermodifikasi (Modified Radical Mastectomy ).
Mastektomi radikal bermodifikasi adalah pengangkatan seluruh payudara
beserta simpul limfe di bawah ketiak, sedangkan otot pektoral (mayor
dan minor), akan dipertahankan. Kulit dada dapat diangkat dan bisa pula
dipertahankan, kemudian diikuti dengan rekonstruksi payudara jika
diinginkan.
4. Mastektomi radikal
Mastektomi radikal adalah pengangkatan seluruh kulit payudara, otot di
bawah payudara serta simpul limfe (getah bening).
5. Mastektomi parsial atau segmental (lumpektomi ) Mastektomi parsial
atau segmental dapat dilakukan pada wanita dengan kanker payudara
stadium I dan II. Mastektomi parsial adalah terapi penyelamatan
payudara atau breast conserving therapy yang akan mengangkat bagian
payudara dimana tumor berada. Prosedur ini biasanya akan diikuti oleh
terapi radiasi untuk mematikan sel kanker pada jaringan payudara yang
tersisa.

24
6. Kuadrantektomi (Quadrantectomy)
Kuadrantektomi adalah varian lain dari mastektomi parsial. Mastektomi
jenis ini akan mengangkat seperempat bagian payudara, termasuk kulit
dan jaringan konektif. Pengangkatan beberapa atau seluruh simpul limfe
akan dilakukan dengan prosedur terpisah, dengan penyayatan simpul
bawah ketiak (axillary node) dan biopsi simpul sentinel (sentine node
biopsy ).
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada jenis, derajat, dan stadium limfoma. SBL
menunjukkan prognosis yang buruk bila dibandingkan dengan PBL dan
karsinoma payudara, yang tidak terduga mengingat stadium metastasis
lanjut pada presentasi klinis. PBL tingkat rendah biasanya lebih lamban,
dengan kontrol lokal yang lebih baik dan peningkatan kelangsungan hidup
secara keseluruhan; sementara PBL tingkat tinggi biasanya lebih agresif,
dengan penurunan kontrol lokal dan kelangsungan hidup keseluruhan yang
lebih rendah.12
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, stadium II dan seterusnya
menunjukkan prognosis yang lebih buruk daripada stadium I, dan subtipe
sel besar yang menyebar (subtipe yang paling umum di semua limfoma)
telah menunjukkan prognosis yang buruk bila dibandingkan dengan subtipe
yang kurang umum seperti subtipe kecil. subtipe dan campuran subtipe sel
kecil dan besar (jalur yang lebih lamban). Ukuran tumor belum terbukti
berkorelasi dengan prognosis. Relaps sistemik lebih sering terjadi daripada
relaps lokal dan biasanya terjadi dalam waktu 2 tahun.12

BAB III

PENUTUP

Limfoma payudara memiliki fenotipe pencitraan yang mirip dengan


keganasan payudara lainnya dan secara prospektif tidak dapat dibedakan hanya

25
dengan pencitraan. Namun, penerapan konteks klinis pada temuan pencitraan
dapat meningkatkan kecurigaan untuk PBL atau SBL. PBL biasanya
bermanifestasi sedikit lebih awal dari SBL sebagai kelainan teraba dan temuan
pencitraan soliter, sedangkan SBL sering okultisme klinis dan bermanifestasi
sebagai beberapa massa pada pencitraan pada pasien yang sedikit lebih tua. Pada
wanita dengan riwayat pemasangan implan sebelumnya yang datang dengan efusi
periimplant, BIAALCL harus dipertimbangkan. Jika limfoma dicurigai dan
pengambilan sampel jaringan dilakukan, spesimen harus diambil dengan tepat dan
dikirim untuk flow cytometry, histopatologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Solikhah Solikhah. Breast Cancer Screening Among Indonesian Women.


2019; 1-6.
2. Sigit Cahyo Purnomo Dan Mutiara Dewi Listiyanawati. Asuhan
Keperawatan Pasien Limfoma Non Hodgkin Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Aman Dan Nyaman. 2020; 1-7.
3. Arika Indah Setyarini, Rahajeng Siti Nur Rahmawati, Ira Titisari, Eny
Sendra, Indah Rahmaningtyas. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Kanker Payudara. 2018; 1-6.

26
4. I Gede Yasa Asmara. Penanda Biologis Limfoma Maligna. 2018; 40-48.
5. Nirupama Anne Dan Ratnakishore Pallapothu. Lymphoma Of The Breast: A
Mimic Of Inflammatory Breast Cancer. 2011; 1-4.
6. Haris. Gambaran Klinis Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Limfoma
Maligna Yang Dirawat Di Rsup Sanglah Denpasar Periode Januari 2015 –
Agustus 2016. 2016; 1-17.
7. Dekka Andra. Hubungan Usia Dengan Kejadian Kanker Payudara Di
Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2014-2015. 2018; 1-70.
8. Amol Dilip Amonkar, Miguel Furtado , Vineeta Maryann De Souza Dan
Mervyn Correia. Primary Lymphoma Of The Breast. 2020; 1-2.
9. Yushiro Suziki, Dkk. Malingnant Limphoma Of Breast Cancer. 2000. 33-
36.
10. Kemenkes. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. 2018-1-58.
11. Kelli Y. Ha, Md, Jean C. Wang, Md, And Javed I. Gill, Md. Lymphoma In
The Breast. 2013; 146-148.
12. Sean D. Raj, Md Mahmud Shurafa, Md Zeeshan Shah, Md Karuna M. Raj,
Md Michael D. C. Fishman, Md Vandana M. Dialani, Md. Primary And
Secondary Breast Lymphoma: Clinical, Pathologic, And Multimodality
Imaging Review. 2020; 611-625.
13. Fredika M. Robertson, PhD, dkk. nflammatory Breast Cancer. 2010; 251-
375.
14. Riri Andri. Diagnostik Dan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin.
2017;1-11.
15. I Putu Gede. Limfoma Hodgkin. 2017; 1-15.
16. Sonya Tri Maria Pakpahan. Gambaran Diri Wanita Penderita Kanker
Payudara Post Mastektomi di RSUP H. Adam Malik Medan. 2018; 1-103.

27

Anda mungkin juga menyukai