Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAFSIR AL-QUR’AN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


ULUMUL QUR’AN

DOSEN PEMBIMBING : Dr M. ALFIAN JAWAL, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VII

1. NENGSI ASYA ANGGELA


2. ROMI ISWANDI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH AL-QUR’ANIAH
STITQ MANNA BENGKULU SELATAN
Jl. Affan BACHSIN No. 29 Manna

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT serta
shalawat dan salam kami sampaikan hanya bagi tokoh dan teladan kita Nabi
Muhammad SAW. Diantara sekian banyak nikmat Allah SWT yang membawa
kita dari kegelapan ke dimensi terang yang memberi hikmah dan yang paling
bermanfaat bagi seluruh umat manusia sehingga oleh karena-Nya kami dapat
menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an ini dengan baik dan tepat
waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen pada Mata Kuliah Ulumul
Qur’an. Dalam proses penyusunan tugas ini penulis menjumpai hambatan, namun
berkat dukungan materil dari berbagai pihak dan partisifasi anggota kelompok,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh karena
itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal
yang benar datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah
SWT, meski begitu tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
segala saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Besar harapan penulis semoga
Makalah ini bermanfaat khususnya bagi kelompok kami dan bagi pembaca lain
pada umumnya.
Manna, November 2020
Penulis
KELOMPOK VII

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir, Takwil dan Terjemah 3
B. Urgensi Ilmu Tafsir 4
C. Syarat-syarat Mufassir 4
D. Metode-metode Tafsir Al-Qur’an 8
E. Mazhab-Mazhab dalam Tafsir Al-Qur’an 9
F. Kitab-Kitab Tafsir dan corak pebdekatannya 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
133
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW,
sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai
peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia.
Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat
ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenanya kemudian
Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam
pertama sebelum Hadist.
Al-Qur’an Al-Karim adalah sumber Tasyri’ pertama bagi umat Nabi
Muhammad SAW, kemampuan seseorang dalam memahami lafadz dan
ungkapan Al-qur’an tidaklah sama, padahal ayat-ayatnya sedemikian gamblang
dan rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak
di pertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-
maknanya yang dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedangkan
kalangan cerdik, cendikia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan pula
daripadanya makna-makna yang menarik. Maka tidaklah heran jika Al-Qur’an
mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif
terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh) atau menta’wilkan
takrib (susunan kalimat).
Dalam mempelajari Al-Qur’an tentu ilmu tentang Tafsir, Takwil dan
Terjemah menjadi bagian penting. Dan itulah yang akan diketengahkan
oleh penyusun dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat
dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
a. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil
b. Urgensi Ilmu Tafsir

iii
c. Syarat-syarat Mufassir
d. Metode-metode Tafsir Al-Qur’an
e. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al-Qur’an
f. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk :
a. Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil
b. Untuk Mengetahui Urgensi Ilmu Tafsirc.
c. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Mufassird.
d. Untuk Mengetahui Metode-metode Tafsir Al-Qur’an
e. Untuk Mengetahui Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al-Qur’an
f. Untuk Mengetahui Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir, Takwil dan Terjemah


1. Tafsir
Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira ” yang
berarti keterangan atau uraian. Tafsir menurut istilah, ialah ilmu yang
membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun
ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika
tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya
2. Takwil
Arti takwil menurut bahasa adalah menerangkan, menjelaskan.
Diambil dari kata “awwala yu’awwilu-takwila”, dan berasal dari kata“Aul”
yang berarti kembali ke asal. Takwil menurut bahasa ialah suatu usaha
untuk memahami lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan
memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafadz tersebut.
3. Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah ‘salinan dari sesuatu bahasa
ke bahasa lain. Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-qur’an adalah
seperti dikemukakan oleh Ash-Shabuni, “Memindahkan Al-qur’an ke
bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam
beberapa naskah agar dibaca oleh orang yang tidak mengerti bahasa arab
sehingga ia dapat memahami kitab allah SWT dengan perantaraan
terjemahan ini. Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu :
a. Terjemahan maknwiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau
kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya melainkan
oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
b. Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-
kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa
baru dan terikat oleh bahasa aslinya.

v
c. Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti
kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan
urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu
dan sejauh kemampuan penerjemahnya.

B. Urgensi Ilmu Tafsir


Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas
cakupannya. Paling mulia, karena kemuliaan sebuah ilmu itu berkaitan dengan
materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir membahas firman-firman Allah.
Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas
berbagai macam disiplin ilmu, seperti aqidah, fiqih, dan akhlak. Disamping itu,
tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat Al-qur’an,
kecuali dengan mengetahui makna-maknanya. Dengan urgensi tafsir seperti itu,
para ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardu kifayah dan merupakan
salah satu dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadist dan fiqih.
Keutamaan ilmu tafsir bukan hanya karena ilmu ini membahas pokok-pokok
ajaran yang sangat dibutuhkan, akan tetapi mempelajari ilmu ini mengandung
tujuan mulia, karena pokok kajiannya adalah kalamullah.

C. Syarat-syarat Mufassir
1. Shahihnya aqidah si mufassir
Seorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an haruslah seorang yang
lurus aqidahnya. Seorang ateis dan mubtadi’ tidak bisa diterima tafsirnya
terhadap al-Qur’an, karena yang mereka inginkan dari tafsir tersebut adalah
fitnah bagi umat Islam dan ta’wil untuk mendukung kesesatan mereka.
2. Menguasai ilmu bahasa Arab
Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu bahasa
Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Tak mungkin
seseorang bisa memahami al-Qur’an, jika ia tak paham bahasa Arab. Di
sinilah relevansinya perkataan Syaikhnya para ahli tafsir dari kalangan
tabi’in, Imam Mujahid sebagaimana dinukil oleh Dr. Muhammad ‘Ali al-
Hasan, “Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari

vi
Akhir berbicara tentang Kitabullah jika ia bukan seorang yang ‘alim dalam
bahasa Arab”. Maksud beliau, terlarang bagi seseorang yang tak menguasai
bahasa Arab untuk menafsirkan al-Qur’an.Wallahu a’lam. Ilmu bahasa Arab
memiliki beberapa cabang, dan yang terpenting diantaranya adalah :
a. Ilmu nahwu
Makna kalimat bahasa Arab bisa berubah karena perbedaan
posisi i’rabnya. Bahkan, iman bisa menjadi kufur, dan kufur bisa menjadi
iman, hanya karena perubahan i’rabnya. Menguasai ilmu nahwu akan
menghindarkan seorang mufassir dari kekeliruan yang fatal dalam
memahami al-Qur’an.
b. Ilmu sharaf
Dengan ilmu ini seseorang bisa memahami bentuk dan bangunan suatu
kata. Dan jika seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an tak memahami
ilmu ini, ia akan terjatuh pada kesalahan dan bid’ah. az-Zamakhsyari
dalam kitab tafsirnya sebagaimana disebutkan Dr. Muhammad ‘Ali al
Hasan mengkritik orang yang menafsirkan kata imam dalam ayat : ‫يوم ند‬
‫امهم‬KK‫وا ك ل ن ا س ب م‬KK‫ ع‬sebagai jamak dari kata dari umm (ibu). Beliau
mengkritik hal ini dan menegaskan bahwa pernyataan tersebut tak
dikenal dalam bahasa Arab. Beliau tegaskan bahwa bentuk jamak dari
umm adalah ummahat, bukan imam.
c. Isytiqaq
Pengetahuan tentang isytiqaq ini penting bagi seorang mufassir.
Halini karena perbedaan dalam menentukan akar suatu kata
mengakibatkan perbedaan dalam memahami makna kata tersebut.
Misalnya, kata ‘al-masih’ untuk Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, apakah ia
berasal dari kata ‘as-siyahah’ atau ‘al-mashu’. Jika ia berasal darikata
‘as-siyahah’, maka penamaan ini menunjukkan banyaknya pengembaraan
(untuk tujuan ibadah) yang dilakukan oleh beliau. Jika ia berasal dari
kata ‘al-mashu’, maka ia menunjukkan bahwa Nabi ‘Isa dapat
menyembuhkan penyakit pada seseorang dengan cara mengusapkan
tangan pada si sakit dengan izin Allah ta’ala.

vii
d. Ilmu balaghah
Ilmu balaghah memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan
dan badi’. Dengan ilmu ma’ani dapat diketahui keistimewaan susunan-
susunan kalimat dilihat dari segi maknanya. Dengan ilmu bayan dapat
diketahui keistimewaan susunan-susunan kalimat ditinjau dari perbedaan
bentuknya sesuai dengan jelas atau samarnya dalalah. Dengan ilmu badi’
dapat diketahui sisi-sisi keindahan suatu kalimat.
Ilmu balaghah ini digunakan oleh mufassir untuk mengetahui
i’jaz Qur’ani, kemukjizatan al-Qur’an. Bahasa al-Qur’an begitu indah
dan menakjubkan, hingga ia mampu melemahkan setiap makhluk, baik
manusia dan jin, yang ingin membuat yang serupa dengannya. Dan i’jaz
Qur’ani ini hanya bisa dirasakan oleh yang menguasai ilmu balaghah.
3. Menguasai ilmu ushul fiqih
Ilmu ini merupakan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang
mujtahid. Ilmu ini juga wajib bagi mufassir yang ingin menggali hukum dari
ayat-ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana cara
menggunakan dalil (dalam hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil tersebut
bisa diambil kesimpulan hukum tentang suatu perkara. Jadi, mengambil
suatu kesimpulan hukum dari al-Qur’an (dan juga as-Sunnah) tidak bisa
hanya dengan membaca satu-dua ayat al-Qur’an, kemudian langsung ambil
kesimpulan hukum dari sana, apalagi jika ia hanya memahaminya dari
terjemahan. Yang tak mengerti ushul fiqih, tidak usah bermain-main dengan
al-Qur’an, mengira dirinya berdalil dengan al-Qur’an, padahal ternyata
hanya menggunakan al-Qur’an untuk memenangkan hawa nafsunya, wal
‘iyaadzu billah.
4. Menguasai ilmu ushuluddin
Ilmu ini wajib dikuasai oleh setiap mufassir, agar ia tidak keliru
dan tergelincir dalam aqidahnya. Dengan aqidah yang shahih, ia bisa
memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta,
manusia dan kehidupan dengan pemahaman yang benar dan lurus. Seorang
mufassir juga wajib mengenal perkara-perkara yang menjadi ‘ushul
i’tiqadiyyah’, seperti apa yang wajib bagi Allah dan apa yang mustahil, serta

viii
yang wajib bagi para Rasul dan yang mustahil bagi mereka. Abu Hayyan
sebagaimana disebutkan oleh Dr. Muhammad ‘Ali al-Hasan menyatakan
tentang ilmu ini: “Para ulama umat Islam dari seluruh kelompok telah
menulis ilmu ini dalam banyak kitab, dan ia adalah ilmu yang sulit, yang
jika tergelincir di dalamnya, wal ‘iyadzu billah, maka orang tersebut akan
mendapatkan kebinasaan di dunia dan akhirat.”
5. Menguasai ulumul Qur’an
Untuk memahami al-Qur’an dengan benar, mau tidak mau seorang mufassir
harus menguasai ulumul Qur’an. Di antara cabang ulumul Qur’an yang
wajib dikuasai oleh seorang mufassir adalah :
a. Ilmu qiraat, dengan ilmu ini dapat diketahui tatacara pengucapan
lafazh-lafazh al-Qur’an dengan benar. Makna dan tafsir al-Qur’an bisa
berbeda-beda jika lafazh-lafazh di dalamnya dibaca secara berbeda pula.
Dan jika kita baca kitab-kitab tafsir mu’tabar, kita akan temukan banyak
pembahasan terkait ilmu ini saat mufassir ingin menunjukkan makna
atau tafsir yang paling tepat atas suatu lafazh atau ayat.
b. Ilmu asbabun nuzul, Sebagian ayat al-Qur’an diturunkan terkait
peristiwa yang terjadi di masa turunnya ayat tersebut, sebagian lagi
diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepada
Rasulullah. Untuk mengetahui makna yang benar atas suatu ayat,tentu
kita harus mengetahui apa yang menyebabkan ayat itu diturunkan. Di
sinilah pentingnya seorang mufassir menguasai ilmu asbabun nuzul.
c. Ilmu nasikh-mansukh, di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
masih hidup, kadang turun ayat al-Qur’an yang menyebutkan hukum
suatu perbuatan, dan di masa berikutnya turun ayat yang lain lagi yang
menghapus hukum dari ayat sebelumnya. Inilah pembahasan nasikh-
mansukh. Sebagaimana dalam Hadits, dalam al-Qur’an pun ia ada. Jika
seseorang tidak mengetahui nasikh-mansukh dalam al-Qur’an, bisa jadi
ia menyimpulkan hukum dari suatu ayat al-Qur’an, padahal hukum dari
ayat tersebut sudah mansukh oleh ayat yang lain.
d. Ilmu qashashul Qur’an, Sebagaimana kita ketahui, banyak cerita
dalam al-Qur’an, namun ia bukanlah seperti buku sejarah atau biografi

ix
yang memuat cerita tersebut secara runut. Al-Qur’an memuat cerita-
cerita tersebut lebih sebagai pelajaran bagi umat Islam, sehingga
pemuatan cerita-cerita tersebut kadang terpisah- pisah di berbagai surah
al-Qur’an. Seorang mufassir perlu mengetahui gambaran global dari
masing-masing cerita tersebut,agar ia bisa menafsirkan penggalan-
penggalan cerita di tiap surah secara tepat.
6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-ayat al-
Qur’an
Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-ayat
al-Qur’an Orang yang paling memahami al-Qur’an adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, agar seorang mufassir tidak menyimpang
tafsirnya, ia wajib mengetahui hadits-hadits Nabi yangterkait dengan ayat
yang ingin ia tafsirkan
7. Mengetahui tafsir shahabat
Setelah Nabi, para shahabatlah yang paling mengetahui al-
Qur’an,karena mereka hidup di masa turunnya al-Qur’an, hari-hari mereka
dihabiskan dengan member samai Rasul, sang penerima wahyu. Jadi,
seorang mufassir wajib mengetahui tafsir para shahabat, dan menjadikannya
sumber ketiga dalam penafsiran al-Qur’an setelah al-Qur’an itu sendiri dan
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

D. Metode-metode Tafsir Al-Qur’an


Jenis metode tafsir al-qur’an, yaitu :
1. Metode At-Tahlili
Secara harfiah, at-tahlili berarti terlepas atau terurai. Jadi, at-tafsirat-tahlili
adalah adalah metode penafsiran ayat-ayat Alquran melalui pendeskripsian
(menguraikan) makna yang terkandung dalam ayata-ayat Al-qur’an dengan
mengikuti tata tertib susunan atau urutan surat-suratdan ayat-ayat Alquran
yang diikuti oleh sedikit-banyak analisis tentang kandungan ayat itu.
2. Metode Al-Ijmali
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan
penjumlah. Jadi, tafsir al-ijmali ialah penafsiran Alquran dengan cara

x
mengemukakan isi dan kandungan Alquran melalui pembahasan yang
panjang dan luas, tidak secra rinci. Pembahasan tafsie al-ijmali hanya
meliputi beberapa aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat. Misalnya,
Tafsir Al-Farid Al-qur’an Al-madjid hanya mengedepankan arti kata-kata
(al-mufrodah), sebab an-nuzul dn penjelasannya sangat singkat.
3. Metode Al-Muqaran
Tafsir al-muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan perbandingan
antara ayat-ayat Alquran yang redaksinya berbeda, padahal isi
kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip padahal
artinya berlainan. Metode komparasi (manhaj al-muqaram) ialah
menafsirkan ayat-ayat yang selintas tampak berlawanan dengan hadist
padahal sebenarnya sama sekali tidak bertentangan.
4. Metode maudu’i
Nama dan istilah tafsir maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua,adalah
istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian menghimpun
ayat-ayat Al-qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-
sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar
kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat Al-qur’an tersebut, kemudian
penafsir memberiakan keterangan dan penjelasan serta mengambil
kesimpulan.

E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al-Qur’an


1. Madzhab Tafsir bi al-Riwayah
Madzhab tafsir ini sering disebut juga sebagai madzhab bi al-manqul. Kata
al-matsur adalah bentuk isim maf’ul (objek) dari kata atsara-ya’tsuru-
atsran-atsaratan yang secara emitologi berarti menyebutkan atau mengutip
(naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama) Al-atsar juga berarti
sunnh, hadist, jejak, bekas pengaruh, dan kesan.Tafsir al-riwayah ialah
tafsir yang terdapat dalam Al-qur’an atau as-sunnah atau pendapat para
sahabat, dalam rangaka apa yang dikehendaki Allah tentang penafsiran Al-
qur’an berdasarkan as-sunnah an- Nabawiyyah. jadi tafsir bi al-riwayah
adakalanya menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an, atau menafsirkan al-

xi
qur’an dengan as sunnah an- Nabawiyyah, atau menafsirkan Al-qur’an
dengan yang dikutip dari pendapat sahabat.
a. Tafsir al-qur’an dengan Al-qur’an
Tafsir Al-qur’an denagn Al-qur’an ada yang berbentuk penafsiran
bagian (kosakata) dari ayat Al-qur’an dengan bagian ayat Al-qur’an
lainnya pada ayat dan surat yang sama, contoh dalam surat Al-baqarah
ayat 187. Ada yang berbentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat
yang lainya dalam surat yang sama, contoh dalam surat Al-fatiha ayat 7.
Ada pula yang yang berbentuk penafsiran ayat yangsatu dengan ayat
dan surat lain yng berbeda surat. Contoh dalamsurat Al-Baqarah ayat 3-
5 yang menafsirkan ayat 2 dari surat yang sama
b. Tafsir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah
Tafrir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah ialah penafsiran Al-qur’an
dengan hadist Nabi Muhammad SAW. misalnya, Nabi Muhammad
SAW menafsirkan kata al-maghdub (orang-orang yangterkutuk) dengan
orang-orang Yahudi dan adh-dhallin (orang-orang yang sesat) dengan
orang-orang Nasrani pada ayat berikut : “ Tunjukilah kami jalan yang
lurus (yaitu) jalan orang-orang yangtelah Engkau anugerahkan nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat”. (Q.S. AL-Fatihah:6-7)
c. Tafsir Al-qur’an dengan pendapat sahabat
Tafsir Al-qur’an dengan pendapat para sahabat oleh sebagian ulama
digolongkan sebagai tafsir bi al-riwayyah. Misalnya, al-Hakim dalam
kitab al-mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan
proses turunnya wahyu Al-qur’an layak untuk diposisikan sebagai
hadist marfu’. Ada pula ulam yang membatasi bahwa tafsir sahbat itu
bias digolongkan kedalam kelompok tafsir bial-riwayyah ketika yang
diambil dari mereka adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu
sima’i seperti asbab an-nuzul dan kisah yang tidak berkaitan denagan
lapangan ijtihad. sebaliknya, hal-hal yang mereka peroleh karena
pemahaman dan ijtihad lebih tepat digolongkan sebagai hadist mauquf,
dan tidak tepat sebagai hadist marfu’.

xii
2. Madzhab Tafsir bi ad-Dirayyah
Kata dirayyah berakar dari kata dara-yadri-daryatan-diryatan-
dirayatan yang artinya mengetahui dan memahami. Kata dirayyah
merupakan sinonim dari kata ra’yun yang berasal dari kata ra’ya-yar’i-
ra’yan-wa ru’yatan yang berarti melihat (bashara), mengerti (adraka),
menyangka, mengira atau menduga (hasiba). Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga
tafsir bi al-ma’qul, tafsir bi al-ijtihadatau tafsir bi al-istimbath.Jenis Tafsir
ad-Dirayaha.
a. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela(al-madzmum)
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-mahmud)
3. Madzhab Tafsir bi al-isyarah
Kata al-isyarah merupakan bentuk sinonim dari kata ad-dalil yanr
berarti tanda, petunjuk, indikasi, syarat, sinyal, perintah, panggilan,
nasihat, dan saran. Jadi tafsir bi al-isyarah adalah penakwilan al-qur’an
dengan mengesampingkan (makna) lahiriah karena ada isyarat (indikator)
tersembunyi yang hanya bisa disimak oleh orang-orang yang memiliki
ilmu suluk dan tasawuf.
F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya
1. Kitab-kitab tafsir
a. Buhuts fi ushul at-Tafsir wa Manahijuhu
Kitab ini ditulis oleh Fadh bin Abdurrahman ar-Rumi, seorang professor
pada dirasah Al-qur’an di Riyadh. Kitab ini terdiri dari pembahasan,
diantaranya membahas tentang ilmu tafsir, ikhtilaf para mufassir, asalib,
thuruk, dan manhaj mufassir serta pembagian tafsir menjadi tafsir bi al-
matsur dan tafsir bi al-ra’yi.
b. At-Tahbir fi al-ilm al-tafsir
Kitab ini ditulis oleh imam Jalaluddin As-suyuthi, tertulis dalam kitab
ini sekitar 102 cabang limu yang harus dikuasai oleh seseorangyang
ingin belajar Al-qur’an.
c. Al- iksir fi al-ilmu at-tafsir
Kitab ini ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Qawi as-Sharshari at-Thufi,
pembahasan dalam kitab ini diantaranya ialah pembahasan tentang

xiii
lafadz yang mesti ditafsirkan dan makna yang tidak mesti ditafsirkan
karena maknanya sendiri telah jelas dan pembahasan ilmu al-mani dan
al-bayan.
d. Tafsir al-jalalain
Tafsir al-jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang Al-
hafidz, yaitu Al-hafidz Al mahali dan hafidz As suyuthi.
e. Tafsir ibnu Katsir
Tafsir ibnu katsir merupakan sa;ah satu kitab tafsir yang paling banyak
diterima dan tersebar ditengah umat ini.
f. Tafsir Al-Maraghi
Tafsir ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Al-Maraghi yang merupakan
seorang ulama besar dari universits Al-Azhar Mesir
g. Tafsir Al-Kasyaf
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat
menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama
Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para
ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan
dengan corak I’tizali.
h. Tafsir Al-mizan
Tafsir Al-mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muhammad Husain
Thabathabai, seorang ulama Iran.
2. Corak pendekatan ilmu tafsir.
a. Tafsir Fiqhy (corak hokum)
b. Tafsir falsafi (corak filsafat)
c. Tafsir ilmi (corak ilmiah).
d. Tafsir tarbawy (corak pendidikan)
e. Tafsir akhlaqy (corak akhlak)
f. Tafsir I’tiqadi (corak teologis)
g. Tafsir sufy (corak tasawwuf).

xiv
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari.
Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami
dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an.
Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan
memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan
berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat
Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan
masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas
bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama
semua umat Islam.

B. Saran
Sebagai generasi penerus umat islam sangat penting bagi kita
mahasiswa untuk mempelajari ilmu tafsir Al-qur’an ini untuk menjadi tuntunan
kita supaya bisa memahami makna dari arti tulisan yang terkandung di dalam
Al-qur’an.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Mughofar KH, Jawad. 2014. Ulumul Qur'an: Tafsir Al- Qur'an. Diunduh pada
tanggal 28 November 2020 pukul 11.50 wib melalui
https://www.academia.edu
Anwar, Rosihon, Prof. Dr. M.Ag, 2013. Ulum Al-qur’an. Bandung: Pustaka Setia
AS, Mudzakir, DRS, 2013. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera
Antar Nusa
Izzan, Ahnad, Drs, M. Ag, 2009. Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung : Tafakur.

xvi

Anda mungkin juga menyukai