Anda di halaman 1dari 3

2.1.

1 Patofisiologi
Kanker serviks timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squoma-Columnar Junction (SCJ). Histologik
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada diluar
ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Kanker insitu pada serviks, dimana sel-sel neoplastik pada seluruh lapisan epitel disebut
displasia. Displasia merupakan neoplasia interepithelial serviks (CIN). Pathogenesis CIN dapat
dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan (CIN 1), displasia
sedang (CIN 2), displasia berat dan karsinoma insitu (CIN 3) untuk kemudian berkembang
menjadi karsinoma invasive (Gambar 2.1). Beberapa penelitian menemukan 30-35% CIN
mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari CIN 1/CIN 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi
mana yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat CIN
dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksana sebagaimana mestinya (Callahan
& Caudhey, 2013).

30-35%

Gambar 2.1 Perjalanan penyakit kanker serviks (Callahan & Caudhey, 2013)

Karsinoma sel skuamosa dan prekursor lesi skuamosa intraepitelial, terkait dengan
infeksi HPV pada hampir semua kasus dan keberadaan HPV 16 DNA dikaitkan dengan
prognosis yang buruk. Adenokarsinoma meliputi kelompok tumor heterogen. Adenokarsinoma
endoservik tipe biasa dan pendahulunya, adenokarsinoma in situ, telah terbukti positif dengan
infeksi HPV di hampir 90% dan 100% kasus, masing-masing. HPV 18 lebih sering terjadi pada
adenokarsinoma dan karsinoma adenoskuamosa dibandingkan pada karsinoma sel skuamosa.
Tidak seperti adenokarsinoma endoserviks tipe biasa, jenis lain yang jarang termasuk sel yang
jelas dan adenokarsinoma mesonefrik tampaknya tidak terkait dengan HPV (Marth et al., 2017).

2.1.2 Manifestasi klinis


Banyak wanita dengan kanker serviks asimtomatik pada awalnya. Gejala kanker serviks
stadium awal dapat hadir dengan keluarnya cairan encer berupa darah dari vagina atau berdarah
pasca senggama. Pembesaran massa serviks, keputihan mungkin menjadi berlendir, purulen, dan
berbau busuk akibat massa serviks menjadi nekrotik. Invasi parametrium dan ekstensi ke dinding
samping panggul, tumor dapat menekan organ pelvis untuk menghasilkan gejala seperti nyeri
panggul, nyeri punggung bawah, atau edema ekstremitas bawah. Adanya obstruksi ureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal dapat terjadi. Invasi tumor ke kandung kemih atau rektum dapat
menyebabkan hematuria, hematokesia, atau perdarahan rektal (Lea & Lin, 2012).

2.1.3 Diagnosis
Diagnosis kanker serviks, dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2013).

a. Anamnesis
Anamnesis untuk mengetahui keluhan utama yang muncul pada riwayat penyakit
sekarang. Ditemukannya gejala yang umumnya muncul pada kanker serviks seperti perdarahan
(pasca senggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan pada kanker serviks yang invasif. Pada
stadium lanjut, gejala yang dikeluhkan dapat berkembang menjadi nyeri pinggang, atau nyeri
perut bagian bawah, dan juga nyeri saat buang air besar atau buang air kecil. Tanyakan juga
keluhan lain sesuai lokasi penyebaran penyakit (Lea & Lin, 2012; SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUP Sanglah, 2015).

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik generalis, dapat ditemukan: 1). Pembesaran kelenjar limfe supra
klavikula dan inguinal. 2). Pembesaran liver, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang
terkena. Pemeriksaan ginekologi dilakukan vaginal touche (VT) dan rectal touche (RT). 1). Pada
pemeriksaan vaginal touche dapat ditemukan: a). Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda
penyebaran/infiltrasi pada vagina. b). Porsio: berdungkul, padat, rapuh dengan ukuran bervariasi,
eksofitik, atau endofitik. c). Korpus uteri: normal atau lebih besar, jika perlu dilakukan sondase
untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi piometra dan hematometra. d).
Adneksa/parametrium: tanda - tanda penyebaran, teraba kaku/padat, apakah terjadi tumor. 2).
Rectal touche dapat menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer Free Space
(CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan dinding pelvis dengan kriteria:
a). CFS 100%: belum ada tanda-tanda penyebaran. b). CFS 25-100%: ada penyebaran, tetapi
belum mencapai dinding pelvis. c). CFS 0%: berarti penyebaran sudah mencapai dinding pelvis.
3). Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar kolon, rektum, dan
vesika urinaria (SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah, 2015).

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histologis dari biopsi serviks merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menegakkan diagnosis kanker serviks (Hoffman et al., 2016). Pemeriksaan penunjang lain yang
dapat dilakukan seperti kolposkopi, sistoskopi, retroskopi, USG, foto paru-paru, pielografi
intravena atau CT-scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit,
serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2013;
Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi
hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang akan
diberikan (Anwar & Prabowo, 2011).

Anda mungkin juga menyukai