Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

FORMULASI TEKNOLOGI OBAT TRADISIONAL TEORI


“PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL”

Disusun oleh:
1. Tennisa Tiara Kharismayanti (1904070)
2. Tita Oktaviyani (1904071)
3. Tria Dewi Larasati (1904072)

Dosen Pembimbing : Muchson Arrosyid, S.Si., M.Pharm.Sci., Apt.

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KLATEN
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti nantikan syafaatnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai Tugas Formulasi
Teknologi Obat Tradisional Teori.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini, masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Pengertian Obat Tradisional ...................................................................... 1

B. Macam – Macam Obat Tradisional ............................................................ 4

BAB II ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN


OBAT TRADISIONAL ....................................................................... 12

A. Alat yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional ........................... 12

B. Bahan yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional ....................... 15

BAB III TAHAPAN UMUM PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL .............. 20

BAB IV ALUR PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL SKALA PABRIK IKOT


ATAU IOT (INDUSTRI OBAT TRADISIONAL) ............................... 24

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 29

A. Kesimpulan ............................................................................................. 29

B. Saran ....................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Obat Tradisional


Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi
rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.
Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun
temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.
Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi
kesehatan dan saat ini penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih
mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat
tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian
tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan
di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti
misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis.
Batang kina dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak
dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak
dipergunakan untuk obat kanker. Buah belimbing banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas untuk obat menghilangkan bau badan.
Bunga belimbing wuluh untuk obat batuk.

1
Gambar 1.1 Bentuk sediaan/simplisia Obat
Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-
bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional.
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa
campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat
herbal atau obat bahan alam Indonesia. Obat Herbal atau Obat Bahan Alam
Indonesia adalah obat tradisonal yang diproduksi oleh Indonesia dan berasal
dari alam atau produk tumbuhan obat Indonesia.
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, simplisia dan tablet, seperti gambar berikut ini :

Gambar 1.2 Bentuk Kemasan Obat Tradisional di Pasaran

Bentuk-bentuk sediaan ini saat ini sudah semakin aman dan terstandarisasi serta
dikemas dengan baik untuk menjaga keamanan dari sediaan atau produk

2
sediaan atau simplisia tanaman obat tradisional tersebut seperti gambar berikut
ini :

Gambar 1.3 Sedian Obat Tradisional yang sudah terstandarisasi

Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat


tradisional dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah),
tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional
dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah),
tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
Usaha jamu / Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan
atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis,
tapel atau parem dengan skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa penandaan
dan atau merek dagang.
Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi
oleh suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang
bersangkutan dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut.
Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi. Parem adalah obat tradisional
dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang digunakan dengan cera melumurkan
pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain.

3
Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang
digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut. Sediaan
Galenik adalah ekstraksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan. Bahan tambahan adalah zat yang tidak berkhasiat
sebagai obat yang ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan
mutu, termasuk mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau
serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.

B. Macam – Macam Obat Tradisional

1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.
Golongan ini tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara
turunmenurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun,
telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu.
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional
yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil
maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun
temurund dan tidak melalui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
a) Aman
b) Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
c) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat
melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun,

4
sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang
membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut
baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat
dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan
syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandarisasi

Logo Jamu
Pada saat ini kesadaran akan pentingnya “back to nature” memang
sering hadir dalam produk yang kita gunakan sehari-hari. Saat ini
contohnya kita bisa melihat banyak masyarakat yang kembali ke
pengobatan herbal. Banyak ramuanramuan obat tradisional yang secara
turun-temurun digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan. Sebagian
dari mereka beranggapan bahwa pengobatan herbal tidak memiliki efek
samping. Saat ini ada beberapa kemasan jamu yang beredar seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 1.4. Produk jamu yang beredar di masyarakat

5
2. Obat Herbal Terstandar
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka.
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari
ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-
klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan
obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya
fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang
lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan
pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga
diberlakukan sama pada fitofarmaka.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai Obat Herbal Terstandarisasi
bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Aman
2. Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi.
Indonesia telah meiliki atau memproduksi sendiri OHT dan telah telah
beredar di masyarakat 17 produk OHT, seperti misalnya : diapet®, lelap®,
kiranti®, dan lain-lain. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya
menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisional yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis. Fitofarmaka
dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis
bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (BPOM. RI., 2004 ).

6
Ketiga golongan atau kelompok obat tradisional tersebut di atas,
fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan.
Hal ini disebabkan oleh karena fitofarmaka telah melalui proses penelitian
yang sangat panjang serta uji klinis yang detail, pada manusia sehingga
fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki
kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence dan siap di
resepkan oleh dokter.
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal
tersebut telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Aman
2) Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
3) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
4) Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk
jadi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah setelah lolos uji fitofarmaka,
produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian,
klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya,
ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim
produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.
Indonesia pada saat ini telah memproduksi dan beredar di masyarakat
sebanyak 5 buah fitofarmaka, seperti Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno
(PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-
Gra (PT Phapros).
Adapun obat fitofarmaka yang saat ini beredar di masyarakat yang
berbentuk kemasan memiliki logo jari-jari daun yang membentuk bintang
dalam lingkaran seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

7
Logo Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Pada dasarnya sediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari
bahan-bahan alami, meskipun demikian jenis sediaan obat ini masih belum
begitu populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan
herba terstandar. Khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya
dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki
dasar ilmiah yang jelas, Dengan kata lain fitofarmaka menurut ilmu
pengobatan merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.
Fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang panjang yang
setara dengan obat-obatan modern yang beredar di masyarakat, diantaranya:
Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses
penanaman tanaman obat, panen, pembuatan simplisis, ekstrak hingga
pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang
efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati
beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas,
dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang
dilakukan terhadap manusia.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia ada beberapa
tahap - tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka seperti :
1) Tahap seleksi calon fitofarmaka

8
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sebagai calon
fitofarmaka sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut :
 Obat alami calon fitofarmaka yang diperkirakan dapat sebagai

alternatif pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau


masih belum jelas pengobatannya.
 Obat alami calon fitofarmaka yang berdasar pengalaman
pemakaian empiris sebelumnya dapat berkhasiat dan bermanfaat
 Obat alami calon fitofarmaka yang sangat diharapakan berkhasiat

untuk penyakit-penyakit utama


 Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum

toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka
terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
 Ada/ tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah

ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)


2) Tahap biological screening calon fitofarmaka
Pada tahap ini dilakukan analisis kandungan kimia aktif dari tanaman
calon fitofarmaka seperti kandungan flavonoid, alkaloid, steroid,
saponin dan terpenoid,
3) Tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka
Tahap ini adalah untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap
masingmasing sistem biologis organ tubuh,
 Pra klinik, in vivo dan in vitro
 Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon
fitofarmaka.
 Toksisitas ubkronis
 Toksisitas akut
 Toksisitas khas/ khusus
4) Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon
fitofarmaka

9
5) Tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon
fitofarmaka
 Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu,
keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
 Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
 Teknologi farmasi tahap awal
 Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan Obat Alam
 Parameter standar mutu: bahan baku Obat Alam, ekstrak, sediaan
Obat Alam
6) Tahap uji klinik pada manusia yang sehat dan atau yang sakit Ada
4 fase yaitu:
 Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
 Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
 Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari
fase 2
 Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan
efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat
uji klinik fase 1-3.
Hasil-hasil uji yang diperoleh ditetapkan langkah lanjut oleh Tim
yang berwenang untuk selanjutnya sediaan obat ini dikembangkan dalam
bentuk ramuan atau racikan, diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk
kemasan yang lebih aman dari cemaran – cemaran yang dapat
membahayakan kesehatan masyarakat.
Ramuan atau racikan ini harus memenuhi persyaratan – persyaratan
diantaranya :
1) Komposisi Ramuan terdiri dari 1 simplisia atau sediaan galenik
2) Komposisi ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan
galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia /sediaan
galenik.
3) Simplisia tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan
keamanannya berdasarkan pengalaman.

10
4) Penggunaan zat kimia berkhasiat atau Bahan Kimia Obat Sintetis
(tunggal/murni) tidak diperbolehkan/dilarang dalam fitofarmaka.
5) Bentuk-bentuk sediaan Obat Tradisional (Jamu, OHT dan Fitofarmaka)
yang saat ini beredar di masyarakat secara umum di kelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu
a) Sediaan Oral : Serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak), tablet
(ekstrak), pil (ekstrak), sirup, dan sediaan terdispersi.
b) Sediaan Topikal : Salep/krim (ekstrak), Suppositoria (ekstrak),
Linimenta (Ekstrak) dan bedak.
Pada saat ini di Indonesia sesuai dengan Permenkes RI
No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 pengembangan
Obat Tradisional dalam hal uji aktivitasnya diarahkan ke dalam beberapa
uji aktivitas diantaranya adalah :
1. Antelmintik 11. Anti ansietas (anti cemas)
2. Anti asma 12. Anti diabetes (hipoglikemik)
3. Anti diare 13. Anti hepatitis kronik
4. Anti herpes genitalis 14. Anti hiperlipidemia
5. Anti hipertensi 15. Anti hipertiroidisma
6. Anti histamine 16 . Anti inflamasi (anti Rematik)
7. Anti kanker 17. Anti malaria
8. Anti TBC 18. Antitusif / ekspektoransia
9. Disentri 19. Dispepsia (gastritis)
10. Diuretik

11
BAB II
ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN OBAT
TRADISIONAL

A. Alat yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional

1. Alat atau mesin yang memadai yang diperlukan untuk pencucian dan
penyortiran.
2. Alat atau mesin pengering yang dapat mengeringkan simplisia, produk
antara atau produk ruahan sehingga kadar airnya sesuai yang
dipersyaratkan.
3. Alat atau mesin pembuat serbuk yang dapat merubah simplisia menjadi
serbuk dengan derajat kehalusan yang dikehendaki.
4. Alat atau mesin pengaduk yang dapat mencampur simplisia atau produk
antara menjadi campuran yang homogen.
5. Alat atau mesin pengayak yang dapat mengayak serbuk dengan derajat
kehalusan yang dikehendaki.
6. Alat penimbang atau pengukur
7. Peralatan pengolahan bentuk rajangan, seperti alat atau mesin perajang yang
dapat merubah simplisia menjadi rajangan dengan ukuran yang
dikehendaki.
8. Peralatan bentuk sediaan serbuk, seperti alat atau mesin pengisi / penakar
serbuk yang dapat menjamin keseragaman bobot serbuk. Perbedaan atau
selisih bobot serbuk tiap wadah yang dihasilkan terhadap bobot rata-rata 10
isi wadah tidak lebih dari 8%. Peralatan pengolahan bentuk sediaan pil,
seperti :
a) Alat atau mesin pembuat masa / adonan pil yang homogen dan higienis;
b) Alat atau mesin pembuat pil yang bulat dengan bobot seragam;
c) Alat atau mesin penyalut pil;
d) Alat atau mesin pengering;
e) Alat atau mesin pengemas primer.
9. Peralatan pengolahan bentuk sediaan cair, seperti :

12
a) Alat ekstraksi atau alat pengolah bahan atau campuran bahan menjadi
sediaan cair;
b) Alat atau mesin pengaduk campuran bahan menjadi sediaan cair yang
homogen;
c) Alat atau mesin penyaring untuk mendapatkan cairan tanpa partikel atau
endapan;
d) Alat atau mesin pengisi cairan untuk menghasilkan volume sediaan cair
yang seragam tiap kemasan yang dikehendaki. Perbedaan atau selisih
volume cairan tiap wadah terhadap volume rata-rata 10 isi wadah tidak
lebih dari 5%;
e) Alat pembuatan sediaan cairan obat dalam hendaklah terpisah dengan
alat pembuatan sediaan cairan obat luar.
10. Peralatan pengolahan bentuk sediaan padat, bentuk parem, pilis dan
sejenisnya, seperti :
a) Alat atau mesin pembuat masa / adonan sediaan yang homogen dan
higienis;
b) Alat pencetak atau pemotong sediaan menjadi bentuk sediaan padat
yang seragam;
c) Alat atau mesin pengering sediaan padat;
d) Alat atau mesin pengemas primer.
11. Peralatan pengolahan bentuk sediaan tablet/kaplet, seperti :
a) Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang memenuhi
syarat yang ditetapkan;
b) Alat atau mesin pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang
homogen;
c) Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan tablet;
d) Alat atau mesin pengering granul;
e) Mesin pencetak tablet yang dapat menghasilkan tablet atau kaplet yang
seragam bentuk dan bobotnya;
f) Alat atau mesin pengemas primer.
12. Peralatan pengolahan bentuk sediaan kapsul, seperti :

13
a) Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang memenuhi
syarat yang ditetapkan;
b) Alat atau mesin pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang
homogen;
c) Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan kapsul, bila diperlukan;
d) Alat atau mesin pengering granul, bila diperlukan;
e) Alat atau mesin pengisi kapsul yang dapat mengisikan campuran bahan
ke dalam kapsul dengan bobot yang seragam;
f) Alat atau mesin pengemas primer.
13. Peralatan pengolahan bentuk sediaan setengah padat (dodol), seperti :
a) Alat pembuat adonan dodol atau sediaan setengah padat yang homogen
dan higienis;
b) Alat pencetak atau pemotong yang dapat menghasilkan sediaan
setengah padat yang seragam secara higienis;
c) Alat atau mesin pengemas primer.
14. Peralatan pengolahan sediaan salep atau krim, seperti :
a) Alat atau mesin pencampur bahan atau campuran bahan menjadi sediaan
salep atau krim yang homogen;
b) Alat atau mesin pengisi salep atau krim yang menjamin keseragaman
bobot sediaan tiap wadah secara higienis. Perbedaan atau selisih bobot
salep/krim tiap wadah terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih
dari 5%.
15. Peralatan Laboratorium
Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk
menguji tiap bentuk sediaan produk yang dibuat. Dalam laboratorium
hendaklah tersedia sekurang-kurangnya:
a) Timbangan gram dan miligram;
b) Mikroskop dan perlengkapannya;
c) Alat-alat gelas sesuai keperluan;
d) Lampu spiritus;
e) Disamping peralatan tersebut, perlu dilengkapi :

14
1) Zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai kebutuhan
2) Buku-buku persyaratan antara lain : Materia Medika Indonesia,
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan buku-
buku resmi lainnya.
16. Bila memiliki laboratorium mikrobiologi hendaklah sekurang-kurangnya
memiliki otoklav, oven, lemari pendingin, Laminar Air Flow (LAF),
Inkubator, peralatan gelas dan media yang diperlukan.

B. Bahan yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional

Bahan baku berdasarkan “Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik


(CPOTB)” ialah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya,
baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang
tidak berubah yang digunakan dalam pengolahan obat. sedangkan yang disebut
dengan produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional (Depkes, 1995).
Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional
atau pengobatan alternatif dapat berupa :
1. Bahan mentah, yaitu bahan baku yang belum pernah diproses sejak
penerimaan bahan di gudang. Bahan mentah atau simplisia yang dapat
berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa
bahan segar atau serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.
a) Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya,

15
b) Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
c) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi
(pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan
dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai
dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu
homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat
tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk.
Karena hal ini akan mempengaruhi kandungan kimia aktif dari simplisia
tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid,
minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah
terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari,
kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat
diperlukan agar produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu.
Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan
mempengaruhi proses atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering
(kehalusan) dari simplisia yang nantinya akan mempengaruhi proses
ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara pengerjannya lain
dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang lunak.
Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.
Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan
mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk

16
akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif tanaman
tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai
dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang dipergunakan dalam
pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi mutu ekstrak atau mutu
kandungan kimia aktif. Selama penggunaan peralatan pembuatan serbuk
akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) yang dapat
menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi kandungan
senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat panas tersebut.
Ukuran partikel atau kehalusan serbuk harus disesuaikan dengan
bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain. Ukuran bahan
baku (mesh) sudah tercantum dalam Farmakope.
Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan
bahan baku obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman
pemanenan bahan baku. Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan
pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif
yang maksimal. Pemanenan dilakukan pada dasarnya saat kadar zat aktif
paling tinggi diproduksi paling banyak pada tanaman. Metode
pengambilan atau pengumpulan saat pemanenan disesuaikan dengan sifat
zat aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen dengan mesin dan ada yang
harus menggunakan tangan. Sifat-sifat kandungan senyawa aktif tanaman
obat dipengaruhi oleh faktor luar maupun dalam diri dari tanaman atau
tumbuhan tersebut. Faktor luar antara lain tempat tumbuh, iklim,
ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dll. Faktor dalam meliputi genetik
yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Hal ini mengakibatkan variasi
kandungan kimia yang cukup tinggi.
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi
pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat adalah
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung).
Caranya : buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan
dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.

17
2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan
parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan
(misal Cucurbita moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam,
dll), perubahan bentuk (misal pare, mentimun), perubahan kadar air
(misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
3) Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat
berbunga.
4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di
bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga
asimilasi sempurna.
5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah
berhenti.
6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas
tanah mengering.
7) Kulit batang dipanen menjelang kemarau.
Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat yang
berbeda.

2. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur,
galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup.
Sediaan obat dalam bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung
camapuran senyawa kimia yang kompleks. Masing-masing komponen
senyawa mempunyai efek farmakologis yang berbeda-beda dengan efek
yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang
terkandung dalam suatu sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan
atas:
a) Senyawa aktif utama,
b) Senyawa akti sampingan,
c) Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein,
lemak).

18
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis
maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut
senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan;
terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui).
Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat memperkuat atau
memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :
1. Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2. Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi
lebih mahal.
3. Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
4. Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah
melalui proses pengeringan menjadi tidak berefek.
5. Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6. Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
7. Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
8. Indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila
dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.
Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan
kelarutannya. Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau
(bila telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa).
Pada ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk
ini derajad halus partikel memegang peranan penting (diuji dengan berbagai
macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawah
mikroskop).

19
BAB III

TAHAPAN UMUM PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL

Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik ( CPOTB ) meliputi seluruh


aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sesuai yang tercantum
dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) tahapan
umum pembuatan obat tradisional terdiri dari :
1. Sanitasi dan Higiene
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
hygiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan
dan wadah serta faktor lain sebagai sumber pencemaran produk. Sanitasi dan
Higiene diberlakukan bagi :
a) Personalia
b) Bangunan
c) Peralatan
2. Penyiapan Bahan Baku
Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi
persyaratan yang berlaku. Setiap bahan baku yang diterima hendaknya dibera
tanda / label yang dapat memberi informasi mengenai nama daerah, nama latin,
tanggal penerimaan dan pemasok. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa
bahan baku sebaiknya dicatat dalam buku persediaan yang meliputi
nama,tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan
jelas, disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.
3. Pengolahan dan Pengawasan
Pengolahan dan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dengan mengikuti
cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Sebelum suatu

20
prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah
untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok untuk pelaksanaan
kegiatan secara rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan
menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh
terjadi. Pemberian nomor kode produksi harus segera dicatat dalam suatu buku
catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,
identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.
Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku juga perlu untuk
dicatat, agar mempermudah dalam proses pembutan bahan baku. Dalam tahap
pengolahan, air yang digunakan sekurang-kurangnya harus memenuhi
persyaratan air minum. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang
akan diolah, harus bersih, dengan sifat dan jenis yang tepat untuk melindungi
produk dan bahan terhadap pencemaran atau kerusakan.
Pada proses pengemasan sebaiknya dilakukan sesuai dengan instrksi yang
tercantum pada prosedur pengemasan. Untuk memperkecil terjadinya
kesalahan dalam pengemasan, label dan barang cetak lain hendaklah dirancang
sedemikian rupa sehingga memiliki perbedaan yang jelas antara satu produk
dengan produk yang lainnya Produk yang telah selesai dikemas dikarantina,
sambil menunggu persetujuan dari bagian pengawasan mutu untuk tindakan
lebih lanjut.
Pada proses ini, tahap terakhir adalah penyimpanan, bahan yang akan
disimpan diberi label yang menunjukan informasi identitas, kondisi, jumlah,
mutu dan cara penyimpanannya.
4. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk

21
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan
tersebut bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri.
Pengawasan mutu harus dilakukan terhadap bahan baku, bahan pengemas,
proses pembuatan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Pemeriksaan
dan pengujian secara berkala hendaklah dilakukan terhadap bahan baku dalam
persediaan, untuk memberikan keyakinan bahwa penyimpanan, wadah dan
bahannya dalam kondisi yang baik.
Tugas pokok bagian pengawasan mutu yaitu :
a) Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan mutu dan spesifikasi
b) Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pengujian yang akan
dilaksanakan.
c) Menyusun rencana dan prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh
untuk pengujian.
d) Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan di masa mendatang sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan setelah batas kadaluwarsa.
e) Meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan, pengemasan dan
pengujian produk jadi dari bets yang bersangkutan sebelum meluluskan
untuk didistribusikan.
f) Mengevaluasi stabilitas semua produk jadi secara berlanjut, bahan baku jika
diperlukan dan menyiapkan instruksi mengenai penyimpanan bahan baku
dan produk jadi di industri berdasarkan data stabilitas yang ada, sekurang-
kurangnya stabilitas fisik
g) Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama bagian lain dalam industry.
5. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi
CPOTB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi
pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut.
Hal-hal yang diinspeksi antara lain :
a) Personalia
b) Bangunan termasuk fasilitas untuk personalia.

22
c) Penyimpanan bahan baku dan produk jadi.
d) Peralatan
e) Pengolahan dan pengemasan.
f) Pengawasan mutu.
g) Dokumentasi
h) Pemeliharaan gedung dan peralatan.
6. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan
instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian
kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan
bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang
tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan.
7. Pengamatan Terhadap Hasil produk Jadi di Peradaran
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau
masalah medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak
lanjut yang sesuai.
Penanganan terhadap keluhan dan laporan :
a) Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan
yang diterima.
b) Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang bersangkutan
sesuai dengan jenis keluhan atau laporan yang diterima.
c) Terhadap tiap keluhan dan laporan hendaklah dilakukan penelitian dan
evaluasi secara seksama.
Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk hasil evaluasi
penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada
bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang berwenang.

23
BAB IV
ALUR PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL SKALA PABRIK IKOT
ATAU IOT (INDUSTRI OBAT TRADISIONAL)

Langkah pembinaan sarana produksi obat tradisional dilaksanakan dengan


alur sesuai gambar berikut :

1. Perencanaan 2 . Pelaksanaan dan


Pengumpulan Data
Pembinaan
Hasil Pembinaan

4 . Penyusunan Laporan 3. Analisis Hasil


dan Rekomendasi Pembinaan

Langkah 1 : Perencanaan Pembinaan


1. Pembentukan Tim Pembina
Tim pembina perlu ditetapkan peran dan ruang lingkup tugasnya, misalnya
mulai dari perencanaan pembinaan, pelaksanaan pembinaan,
pendokumentasian dan pelaporan. Selain petugas pusat dan daerah, apabila
diperlukan Direktur/Kepala Dinas dapat membentuk atau menggunakan tim
penilai independen dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi LSM. Tim
pembina pusat/daerah hanya dapat melakukan tugasnya setelah mendapat surat
tugas dari Direktur/Kepala Dinas.
2. Penetapan jadwal pembinaan dan penyediaan anggaran.
Sebelum melakukan pembinaan tim pembina harus menetapkan jadwal dalam
rangka persiapan pembinaan. Anggaran harus didasarkan pada ruang lingkup
pekerjaan dan jadwal pembinaan.
3. Penyampaian informasi kepada pihak terkait.

24
Informasi mengenai kegiatan pembinaan sebaiknya disampaikan kepada
industri obat tradisional yang akan dibina untuk memperoleh dukungan dan
kerjasama.
4. Pemilihan Narasumber Kunci
a) Narasumber kunci adalah orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan operasional sehari-hari dari suatu organisasi / perusahaan.
Narasumber kunci dipilih berdasarkan pengalaman dan keterlibatan
mereka saat ini dalam, atau berdasarkan pengetahuan mereka mengenai,
kebijakan, manajemen dan sistem.
b) Perlu untuk memperoleh narasumber kunci yang berimbang dan bukan
sejumlah narasumber kunci yang mewakili secara berlebihan aktor-aktor
tertentu.
c) Wawancara dengan sebanyak mungkin narasumber kunci untuk
menguatkan temuan pembinaan.
5. Persiapan wawancara
Wawancara hendaknya dilakukan melalui persiapan dengan memperhatikan
tujuan wawancara dan kompetensi narasumber.

Langkah 2 : Pelaksanaan Pembinaan dan Pengumpulan Data


Pelaksanaan pembinaan awal dapat dilakukan dengan melakukan:
1. Diskusi dan konsultasi baik formal maupun semiformal dengan narasumber
kunci di IOT.
2. Wawancara terstruktur atau teknik lain seperti e-mail, fax, atau telepon.
3. Review dokumen. Melalui review dokumen teknis dan rekaman yang relevan
dan tersedia (baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan) dari
sumber primer dan sekunder. Di dalam dokumen ini termasuk legislasi dan
regulasi di bidang obat tradisional dan industri obat tradisional, rekaman /
catatan inspeksi, rekaman / catatan penerapan CPOTB dan lain-lain.
4. Pemeriksaan lapangan dilakukan apabila hasil wawancara dan review dokumen
belum dapat menggambarkan kondisi IOT yang memerlukan pembinaan.

25
Untuk memandu pekerjaan tim pembina disiapkan kuesioner dan daftar periksa
untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk pembinaan.
Aspek yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaksanaan Pembinaan
Aspek yang dievaluasi pada IOT meliputi:
1. Informasi Umum
2. Informasi Pabrik
 Bangunan industri obat tradisional harus dapat menjamin aktifitas industri
dapat berlangsung dengan aman, memiliki ukuran, rancangan, konstruksi
serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik sehingga segala sesuatu yang
dapat menurunkan mutu obat tradisional dapat dihindarkan seperti resiko
terjadinya kekeliruan dan kontaminasi silang.
 Struktur organisasi
Industri obat tradisional hendaklah memiliki struktur organisasi yang jelas
menggambarkan tugas, tanggung jawab dan kewenangan dari setiap unsur
di dalam struktur organisasi. Di dalam struktur organisasi perusahaan
hendaklah tidak terjadi rangkap kewenangan.
 Sumber daya manusia : Karyawan pada industri obat tradisional
hendaklah memiliki pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam
jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu
menangani tugas yang dibebankan kepadanya. Industri obat tradisional
harus memiliki 1 (satu) orang Apoteker warga negara Indonesia sebagai
penanggungjawab industri obat tradisional.
 IOT harus menerapkan sanitasi dan higiene pada setiap proses pembuatan
obat tradisional, meliputi karyawan, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk.
 IOT memiliki fasilitas peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional disesuaikan dengan rancang-bangun dan konstruksi bangunan,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu

26
yang dirancang bagi tiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke
bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.
 Sumber energi bagi industri obat tradisional hendaklah mencukupi sesuai
dengan kebutuhan agar tidak terjadi penghentian proses karena
ketidakcukupan daya sumber energi.
 Pembuangan / pengolahan limbah hasil proses produksi IOT harus
dikelola terutama untuk limbah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan atau proses perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah
B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar
sehingga sesuai fungsinya kembali. Pengelolaan dapat dilakukan secara
swakelola atau di pihak ketigakan.
 Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metode dan
instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pembuatan produk.
3. Bahan Baku
a. Sumber bahan baku
Industri Obat Tradisional hendaklah memperoleh bahan bakunya baik
berupa herba atau simplisia dari sumber atau pemasok yang terpercaya.
Bahan baku yang diterima oleh industri obat tradisional haruslah diuji
identitas dan kualitasnya sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
b. Penggunaan bahan baku
Penggunaan bahan baku obat tradisional oleh industri hendaklah
senantiasa dicatat dengan baik. Untuk setiap penggunaan dalam
pembuatan produk.

27
Langkah 3 : Analisis Hasil Pembinaan
Data dan informasi yang dikumpulkan dari pelaksanaan pembinaan harus dianalisa
dan dikaji agar didapat informasi yang valid. Informasi tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk pembinaan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kualitas
IOT.

Langkah 4 : Penyusunan Laporan dan Rekomendasi


Laporan hasil pembinaan harus didasarkan pada analisis data dan disajikan dalam
format yang mudah dipahami dan mudah ditindaklanjuti. Temuan utama dan tindak
lanjut yang direkomendasikan harus dimuat dalam laporan, demikian pula isu kunci
dan area masalah yang ditemui selama pembinaan. Dalam rekomendasi, penentuan
prioritas sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

28
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,


turun temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan,
atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional.
Macam-macam obat tradisional yaitu : jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka. Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan
tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa :
a. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk
kering atau diformulasi.
b. Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur,
galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup.
Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik ( CPOTB ) meliputi
seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Sesuai yang tercantum dalam Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) tahapan umum pembuatan obat
tradisional terdiri dari :
1) Sanitasi dan Higiene
2) Penyiapan Bahan Baku
3) Pengolahan dan Pengawasan
4) Pengawasan Mutu
5) Inspeksi Diri
6) Dokumentasi
7) Pengamatan Terhadap Hasil produk Jadi di Peradaran

29
B. Saran

Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis


mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk tercapainya
suatu kesempurnaan sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan makalah.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, F. (2011). Proses Produksi Jamu Sehat Ramping Di PT. Putro Kinasih
(Diakses pada hari Jumat Tanggal 26 November 2021 Pukul 20.18). .
http://tiana613.blogspot.com/2016/08/cpotb-cara-pembuatan-obat-
tradisional.html?m=1 (Diakses pada hari Jumat Tanggal 26 November
2021 Pukul 19.07).
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Pembinaan Industri Obat Tradisional, Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta.
Parwata, I. M. O. A. (2016). Obat tradisional. Diktat. Denpasar (Diakses pada hari
Jumat Tanggal 26 November 2021 Pukul 10.10).
Tahun, B. L. (2014). Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: BPOM RI
(Diakses pada hari Jumat Tanggal 26 November 2021 Pukul 19.45).

31

Anda mungkin juga menyukai