Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

Hari ini Dini memutuskan untuk keluar sejenak dari rutinitas penginapan, setelah memastikan
kamar penginapan penuh dan tanggal chekout para pelanggan aman Dini segera bergegas pergi
keluar, walaupun para staff lain memberitahu ramalan cuaca akan turun hujan Dini tak memusingkan
itu, toh ia menyukai hujan. dan sekarang disinilah dia, menunggu hujan reda di malioboro sambil
membawa 2 jinjing kresek besar berisi keperluan penginapan berdasarkan list mingguan bi ai, begitu
ingin pulang hujan turun deras sekali, setelah memeriksa bagasi motor Dini tak menemukan jas
hujannya,  terpaksa ia menunggu di emperan toko malioboro,
Dini memandangi jalanan sekitar yang basah oleh air hujan, Dini selalu menyukai suasana ini,
ramai sekaligus sepi diwaktu bersamaan, aktivitas seketika berhenti, dunia seakan privasi milik dia
sendiri, Dini mengulurkan tangannya ke kucuran hujan yg turun dari atap toko, tanpa sengaja
membawa lamunan Dini ke 5 taun yang lalu, masih terbayang jelas bagaimana seseorang yang ia
cintai memberikan jaket berwarna kuning padanya saat hujan turun.
Jaket warna kuning, hmmm Dini tersenyum sedih, teringat saat itu, Kresna, kekasihnya
mengajak Dini untuk menemaninya latihan basket, yang tanpa ragu disetujui Dini, begitu sampai
Kresna membuka jaket berwarna kuning yg ia kenakan lalu menitipkannya pada Dini, Dini selalu
penasaran melihat jaket kuning ini, mengapa jaket yg begitu besar bahkan saat dipakai oleh Kresna
sekali pun terlihat pas bahkan tak merusak penampilan Kresna, mungkin krena perawakannya
jangkung dan  bahunya lebar sehingga pakaian apapun selalu pas pada tubuhnya.

Dari kursi penonton Dini suka mengamati Kresna yang sedang fokus pada bola, setidaknya
dia dapat melihat wajah seriusnya, karena setiap bersama Dini Kresna cenderung jahil.
Kresna memiliki hidung yang mancung dan besar, rambutnya yang ikal dan tebal selalu di
potong pendek, berbanding terbalik dengan rambut Dini yang lurus, dibeberapa kesempatan Kresna
yang tak pandai memuji beberapa kali pernah memuji rambutnya dengan mengatakan Jika saja
rambutku lurus sepertimu, aku pasti sudah membiarkannya panjang, aku suka melihat rambutmu,
jangan dipotong, dan matanya...., saat masih asyik memandangi Kresna matanya besar dan tajam itu
tiba2 melirik ke arahnya, salah satu alisnya yang tebal terangkat seakan bertanya AKU TAMPAN
KAN? Dini yang sadar masih menatap Kresna tersenyum malu, sambil berjalan mendekat Kresna
berkacak pinggang, matanya kembali menatap Dini dengan sorotnya yang jahil, membuat Dini
tertawa.

Tanpa terasa waktu latihan pun usai, Dini sadar saat Kresna berjalan mendekatinya, Dini
menyodorkan botol berisi minuman pada Kresna yg langsung di terima Kresna saat dia duduk d
samping Dini.
Kresna sempat bertanya apakah Dini merasa bosan menungguinya latihan, Dini menggeleng
sambil tersenyum, yang memebuat Kresna pun balas tersenyum

Tak lama setelah itu mereka pulang namun di tengah jalan hujan turun lebat sekali, Kresna
menepi dan menghentikan motornya lalu melepas jaket yang ia kenakan untuk disodorkan pada Dini,
"Buat apa?" tanya Dini
"Buat kamu pakelah"
"Kamu gak bawa jas hujan?" tanya Dini lagi.
"Lupa, ketinggalan" jelas Kresna "nih cepet pake, ujannya tambah gede"
"Gak usah, lagi ujan gini masa kamu pake baju gitu"
"Gak apa-apa"
"Tunggu reda aja gimana?"
"Nanti keburu sore, kamu yang kena marah nanti" ujar Kresna memaksa, "Udah pake aja"

Dengan enggan Dini pun menerima jaket itu lalu memakainya walau Dini khawatir melihat
Kresna yang lanjut menyetir motor ditengah hujan dengan hanya memakai setelan basket tanpa
lengan.
Dini tengah menutup mata mengingat kenangan 5 tahun silam, sekarang semua itu terasa
konyol, namun Dini tak bisa menepis perasaan spesial yang diberikan Kresna padanya bahkan sampai
sekarang, Dini masih merindukan Kresna.

Tiba-tiba sesuatu menabraknya membuat Dini tersadar dan membuka mata tepat saat
seseorang tengah menarik tas yang tersampir di bahunya.
"Copeeet" teriak Dini saat menyadari tas nya dicuri. Dini hendak mengejar pencopet itu,
ketika sekelebat bayangan seseorang yang Dini kenal berlari melewatinya, Dini seketika terdiam,
melupakan tas yang direbut oleh pencopet tadi, ia kenal betul sosok yg tengah berlari itu, sosok yang
selalu ia rindukan walaupun sudah bertahun tahun tak bertemu.
"Kresna?" lirih Dini. apakah itu memang Kresna nya?. entah kenapa membayangkan itu
adalah Kresnanya membuat ia ciut, Dini berbalik untuk segera pergi dari tempat itu, namun sebuah
suara yang dikenalnya menghentikannya.

"Maaf, apakah ini tas milik anda?" tanya suara itu.


Dini terbelalak, tidak!! kumohon siapa saja asal jangan dia, jangan Kresna, kumohon.

"Aku tidak berhasil menangkap pencuri nya, namun aku berhasil mendapatkan tasmu
kembali" tambahnya lagi. Dini masih mematung membelakangi Kresna.

"Maaf, kau bisa mendengarku?" tanya nya lagi. mau tak mau Dini memutar badannya dan
menghadap pada Kresna, lalu perlahan lahan mengangkat wajahnya, bola matanya membesar karena
rasa takut.

"Kau" seru Kresna, darah seolah menghilang dari wajahnya.


Dini menelan ludah dengan gugup. ia tak pernah berfikir untuk bertemu dengan Kresna lagi,
tidak pernah mencoba memprsiapkan diri dan perasaannya jika ia memang bertemu dengan Kesna
lagi.ia serasa ingin menggali lubang dan mengubur dirinya sendiri.

Tidak. itu tidak sepenuhnya, sebagian dari dirinya ingin menghadapi laki-laki yang telah
menghancurkan perasaannya dan meneriakan amarahnya, menamparkan tangannya dipipi Kresna.

Dini mengumpulkan semua harga dirinya dan memandang ke arah Kresna dengan menantang
"Ya, ini aku"

Kresna tersenyum sinis mendengar jawaban Dini, diperlukan seluruh tekad Dini unuk tidak
hancur melihat senyum dingin di wajah Kresna. ya, ia sudah lebih dewasa dari 5 taun yang lalu, ia
lebih kuat. Dini menegakan tubuhnya dan memandang langsung ke arah Kresna lalu berkata
"Terimakasih, Kresna"

"Waaaah, itu sapaan yang luar biasa," Kresna bicara dengan suara mengejek.

Dini sangat ingin pergi dari tempat ini, lalu mengambil nafas dalam dan bersiap pergi.

"Kau tidak akan pergi ke mana pun" sergah Kresna.

Nada memerintah dalam suara Kresna tidak cukup meyakinkan Dini, sehingga ia merasa
bahwa tidak akan ada gunanya untuk mencoba bercakap-cakap secara sopan dengan Kresna "permisi"
katanya sambil berjalan melewati Kresna.

Tangan Kresna mencengkram lengan Dini dengan secepat kilat "kembali kesini, Dini"

"Jangan memerintahku" sembur Dini sambil memutar tubuhnya sampai berhadapan dengan
Kresna.

Tidak ada senyum lagi d wajah Kresna, ia melotot ke arah Dini,


"Masih ada yang harus kita bicarakan"

"Tak ada yang harus kita bicarakan, sekarang lepaskan tanganmu" tegas Dini.
Namun bukannya melepaskan, Kresna malah menarik tangan Dini, memaksa Dini ikut
dengannya.
Panik melihat kemarahan Kresna, Dini menarik tangannya sekuat tenaga namun tenaganya
kalah jauh dengan tenaga Kresna.
"Kresna lepaskan aku" bentak ini, disaat yang bersamaan kilat menyambar, dan suaranya
mengagetkan keduanya sehingga menunduk, dan merasakan pegangan tangan Kresna melonggar,
Dini tak menyia nyiakan kesempatan, ia menepis tangan Kresna dan segera berlari.

Anda mungkin juga menyukai