Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SNH ( STROKE NON


HEMAROGIK )
DIRUANG DAHLIA II RSUD KARTINI JEPARA

DISUSUN OLEH :

Nama : Rachmandani Lilik Nuramala


NIM : 82021040071
Prodi : Profesi Ners

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORARGIK

A. PENGERTIAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak .(Tanto,2014)
Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik
(Nurarif,2015)
Sedangkan menurut Pahria, (2014) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

B. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral Arteriosklerosis serebral dan perlambatan
sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang
merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi.Sakit kepala adalah awitan yang
tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing,
perubahan kognitif, atau  kejang, dan beberapa mengalami awitan
yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak
terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah atau cabang -cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.
Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau
tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
3. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke
otak) terutama karena konstriksi pada arteri yang menyuplai
darah ke otak.
4. Haemorhagi serebral
a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah
kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan
pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk
mempertahankan hidup.
b. Patofisiologi    Haemorhagi subdural pada dasarnya sama
dengan haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa hematoma
subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak.Beberapa pasien
mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering
adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi
dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi
dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit
kepala berat.Bila haemorrhagi membesar, makin jelas
deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.(Tanto,2014)
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non
hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan
pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi
neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu
sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi
oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut: a. Disatria
(kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab menghasilkan bicara. b.Disfasia atau afasia
(kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan
dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak,
tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan
penglihata.
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu
kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan
pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi
intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa dan kurang motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin
mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol
motorik. (Tanto,2014) (Nurarif,201)
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau
lewat foramen magnum (Muttaqin, 2010).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2010).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin,
2010).

D. PATHOFISIOLOGI
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung).Arterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan
nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.Jika terjadi
sumbatan, maka kebutuhan oksigen dalam darah ke otak mengalami
penurunan sehingga muncul permasalahan keperawatan ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral. Selain itu sumbatan tersebut akan mempengaruhi
tekanan intracranial yang akan meningkat, sehingga menekan otot
pernafasan dan muncul masalah pola nafas tidak efektif. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang cerebral.Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat revensibel untuk jangka waktu 4-6 menit.Perubahan
irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
(Nurarif,2015)
E. PATHWAY

penyebab stroke ( merokok, stress, obesitas, depresi, kolestrol)

Aterosklerosis Kepekatan darah meningkat Pembentukan trombus

Penurunan darah ke otak

Sesak nafas, nafas pendek Hipoksia cerebry

Ketidakefektifan pola
nafas. Infark jaringan serebral

Kelemahan pada nervus


V,VII,XI,X
Kerusakan pusat gerakan
motorik di lobus
fronfalis hemisphare/
hemiplagia
Penurunan kekuatan otot
Menelan/ mengunyah
Gangguan mobilitas
fisik

Perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan (Computer Tomografi Scan) Pembidaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak.
2. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya
titik okulasi atau raftur. 3. Pungsi Lumbal Menunjukan adanya
tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan.
3. Magnatik Resonan Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik.
4. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
5. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal. 7.Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
6. Pemeriksaan Laboratorium    

(Nurarif,2015) (Tanto,2014)
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan
untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna
untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada
klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)Setelah stroke klien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung.kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual
sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada
kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting
yang membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan keterjagaanPada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan
hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada
klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori,
baik jangka pendek maupun jangka
panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2010) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi
yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
b. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengandisfungi
neuromuskular.
(Domain 4 kelas 4 kode 00032 )
b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
(Domain 4 Kelas 2 kode 00085)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan faktor
biologis
(Domain 2 Kelas 1 kode 00002)

- INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Monitoring TTV


Pola Nafas b.d keperawatan selama 3 x 24 (Irama, kecepatan

disfungsi jam diharapkan Status pernafasan)


Pernafasan membaik 2. Letakkan kepala
neuromaskular
dengan kriteria hasil : dengan posisi
Domain 4 Aktivitas
 Frekuensi Pernafasan 16- agak ditinggikan
/ Istirahat
20 x/menit dan dalam posisi
Kelas 4 Respons
 Irama Pernafasan teratur anatomis.
Kardiovaskuler / 3. Kolaborasi dalam
Pulmonal pemberian obat
Kode 00032 activator
serebral,antibioti
k, penghambat
reseptor,
analgesic,
antiplatelet,
penghambat
reseptor
angiotensin,
penghambat
pompa proton

2 Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Pantau tingkat


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 kemampuan
berhubungan jam diharapkan gangguan mobilisasi klien,
mobilitas fisik membaik
dengan penurunan kekuatan otot
dengan kriteria hasil :
kekuatan otot 2. Ubah posisi tiap 2
 Kontraksi otot membaik
(Domain 4 Kelas 2 jam
 Mobilisasi membaik
kode 00085) 3. Lakukan ROM
Pasif
4. Kolaborasi dengan
fisioterapi

3. Ketidak Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang


seimbangan nutrisi keperawatan selama 3 x 24 patologis/
kurang dari jam diharapkan kemampuan
menunjukkan perbaikan pasien secara
kebutuhan tubuh
dalam proses menelan individual, catat
b.d faktor biologis
dengan kriteria hasil ;
Domain 2 Kelas 1 luasnya paralisis
1. Menunjukkan
Kode 00002 parsial, gangguan
kemampuan menelan
lidah,kemampuan
2. Menunjukkan
untuk melindungi
kenyamanan dalam
jalan nafas.
menelan
2. Tingkatkan upaya
3. Mempertahankan
untuk dapat
berat badan
menelan secara
4. Menjeaskan
efektif.
komponen gizi
3. Bantu pasien
adekuat
dalam mengontrol
kepala.
4. Stimulasi bibir
untuk membuka
dan menutup
mulut secara
manual.
5. Berikan alat bantu
jika diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. (2013). Nursing Interventions Classification. Indonesia: Elsevier.


Heardman, H. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta: RGC.
Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classifications. Indonesia: Elsevier.
Nururarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC_NOC Jilid 3. Yogyakarta:
MediAction.
Tanto, C., Liwang, Sonia, & Adip, E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke
4. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai