Anda di halaman 1dari 21

Intervensi psikososial untuk gejala depresi dan kecemasan pada individu dengan

penyakit ginjal kronis: review sistematis dan meta analisis

Pascoe et al., 2017

Tujuan: gejala depresi dan kecemasan umum pada individu dengan penyakit ginjal
kronis (PGK) dan diketahui berpengaruh buruk pada kualitas hidup. Intervensi
psikososial telah menunjukkan penurunan gejala depresi dan kecemasan pada berbagai
penyakit kronis, tetapi studi yang meneliti efikasinya pada penderita PGK masih sedikit
dan tidak ada meta analisis yang dipublikasikan. Oleh karena itu review sistematis dan
meta analisis ini bertujuan untuk mengevaluasi efek intervensi psikososial pada gejala
depresi dan kecemasan serta kualitas hidup pada individu yang didiagnosis PGK dan atau
pengasuhnya.
Metode: pada review sistematis dan meta analisis ini, kami menyertakan publikasi RCT
yang membandingkan intervensi psikososial dan perawatan umum terhadap gejala
depresi dan kecemasan serta kualitas hidup.
Hasil: delapan studi dimasukkan dalam review sistematis dan enam diantaranya
merupakan meta analisis. Intervensi psikososial memiliki tingkat keeratan hubungan
yang tergolong sedang dengan penurunan gejala depresi dan berhubungan lemah
dengan peningkatan kualitas hidup pada individu dengan PGK dan para pengasuhnya.
Beberapa bukti menunjukkan penurunan kecemasan.
Kesimpulan: intervensi psikososial tampak menurunkan gejala depresi dan kecemasan
serta meningkatkan kualitas hidup pada pasien PGK dan pengasuh mereka dan memiliki
beberapa manfaat pada kecemasan. Namun, sejumlah kecil studi yang teridentifikasi
menunjukkan kebutuhan studi lebih lanjut dalam bidang ini.
Kata kunci: depresi, kecemasan, kualitas hidup, intervensi psikososial, penyakit ginjal
kronis

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah hilangnya fungsi ginjal secara progresif yang dicirikan
dengan kegagalan ginjal untuk membersihkan racun dan produk-produk sampah dari
darah. Prevalensi PGK di dunia berkisar 8-16% (Ene-Iordache et al., 2016). Ada 5 stadium
pada PGK, yang diukur menggunakan uji laju filtrasi gromerular (LFG), yang
mengestimasi seberapa banyak darah yang mengalir melewati glomeruli per menit. LFG
< 15 ml/menit menunjukkan PGK stadium 5, menandakan kegagalan ginjal dan
kebutuhan dialisis, juga disitilahkan sebagai penyakit ginjal tahap akhir (ESKD) (Kidney
Health Australia, 2016b). sekitar 500.000 individu di seluruh dunia mengembangkan
ESKD setiap tahunnya (Ojo, 2014). PGK menjadi tantangan global (GBD Mortality Causes
of Death Collaborators, 2015). Total biaya terkait dengan pengobatan PGK di Australia
sebesar AUD$4,1 milyar pada tahun 2012 (Kidney Health Australia, 2016a), US$55 milyar
di Amerika Serikat pada 2010 (Honeycutt et al., 2013) dan $1,45 milyar di Inggris pada
tahun 2009-2010 (Kerr et al., 2012). Mengingat tingginya prevalensi dan biaya, adalah
penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis PGK agar dapat
dicapai kemungkinan outcome kesehatan terbaik.

Gejala depresi dan kecemasan merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi


prognosis outcome dan kualitas hidup (QoL) pada individu dengan PGK, termasuk ESKD
(Lee et al., 2013). Dialisis ginjal menyebabkan beban yang cukup besar pada pasien PGK
dan seringkali mengkompromi QoL-nya, menyebabkan tingginya tingkat kecemasan dan
depresi (Theofilou, 2011). Laporan diri menunjukkan bahwa gejala depresi dan
kecemasan berdampak pada ~25% individu dengan PGK (Stasiak et al., 2014). Dengan
menggunakan Interview Klinis Terstruktur, 71% pasien hemodialisis memenuhi kriteria
kecemasan klinis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV
(DSM-IV), pada 70 sampel individu (Cukor et al., 2008). Interview Klinis Terstruktur
menunjukkan bahwa prevalensi episode depresi mayor sebesar 21% dari 272 penderita
PGK yang diperoleh secara konsekutif dan tidak berbeda signifikan berdasarkan stadium
PGK (Hedayati et al., 2009).

Gejala depresi berhubungan dengan penurunan kepatuhan pengobatan, gangguan


kapasitas fungsional dan tingkat hospitalisasi yang lebih tinggi (Hedayati et al., 2010).
Juga berhubungan dengan tingginya tingkat penarikan terhadap dialisis dan mortalitas
lebih dini (Lacson et al., 2012). Selain itu, riset tentang intervensi untuk mencegah atau
mengelola gejala depresi pada populasi PGK juga terbatas. Riset tentang hubungan
antara kecemasan dan outcome pada kelompok pasien tersebut juga sedikit. Sangat
sedikit riset yang meneliti bagaimana mencegah atau mengelola permasalahan-
permasalahan tersebut secara efektif, namun ada satu studi yang menunjukkan model
perawatan praktisi perawat berhubungan dengan peningkatan QoL pada pasien ESKD
yang menerima dialisis (Stanley et al., 2015).

Beberapa studi telah melaporkan bahwa intervensi psikososial, yaitu kombinasi


psikologis [seperti terapi perilaku kognitif (CBT)] dan komponen-komponen sosial
(seperti dukungan sosial), menurunkan depresi dan kecemasan pada pasien penyakit
jantung koroner dan depresi (Subasinghe et al., 2015) dan stroke (Eldred dan Sykes,
2008). Namun, ada pausitas dari studi-studi yang meneliti peran intervensi psikososial
pada pasien PGK. Oleh karena itu untuk menentukan apakah ada lingkup untuk
mengembangkan studi lebih lanjut dalam bidang ini, kami melakukan review sistematis
dan meta analisis pada studi-studi yang meneliti pengaruh intervensi psikososial pada
gejala depresi, gejala kecemasan dan QoL pada individu PGK.

METODE

Studi ini dilakukan sesuai dengan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic
Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) (Moher et al., 2010). Protokol prospektif untuk
review sistematik ini belum dipublikasi.

Kriteria

Studi yang dipilih adalah uji acak terkontrol (RCT) yang dipublikasi dalam bahasa Inggris
dan melibatkan: individu atau pengasuh dari individu yang didiagnosis dengan PGK
(termasuk juga ESKD); mengevaluasi intervensi psikososial; dan outcome gejala depresi,
kecemasan, atau QoL. Disertasi yang tidak dipublikasi sebagai paper ilmiah, dieksklusi.
Karena kami bermaksud meneliti pengaruh intervensi psikososial pada dewasa, maka
studi yang dilakukan pada anak-anak/remaja juga dieksklusi.

Strategi Pencarian

Pencarian studi dilakukan pada Desember 2015 dan di-update pada bulan Mei 2016
dengan judul atau kata MeSH, “kidney-disease,” or “renal-disease,” or “renal-
insufficiency,” atau “dialysis,” atau “peritoneal-dialysis,” atau “hemodialysis,” atau
“haemodialysis,” atau “kidney-function,” atau “kidney-failure,” and the specific abstract
words, “depression,” atau “depressive,” “depressed,” atau “melancholia,” atau
“dysthymia,” atau “mood,” atau “anxiety,” atau “anxious,” atau “quality-of-life,” atau
“coping,” atau “stress,” and the specific abstract word, “psych_,” atau “motivational-
interviewing,” atau “motivational-behavior,” atau “behavior-interviewing,” atau
“behavior-change,” atau “motivational-behavior,” atau “behavior interviewing,” atau
“behavior-change,” atau “motivational-change,” atau “non-invasive-change. Artikel
diperoleh dari pencarian database elektronik, PubMed, MEDLINE, CINAHL, PsycINFO,
Scopus dan Web-of-Science, SocIndex, dan Cochrane-Central-Register-of-Controlled-
Trials (Blackhall, 2007). Peneliti dari studi yang memenuhi kelayakan dihubungi perihal
data yang bisa diterapkan tetapi tidak dipublikasi. Pada studi yang menyertakan pasien
non-PGK, hanya data yang terkait dengan pasien PGK yang diekstrak atau dimasukkan
dalam analisis.

Pemilihan Studi

Sumber studi dimasukkan ke dalam Convidence Online Software


(https://www.convidence.org). Dua orang pereview independen menskrining relevansi
studi berdasarkan judul/abstrak dan teks keseluruhan (MCP, SMM) sementara
ketidaksepakatan diselesaikan melalui diskusi atau dengan cara mengkonsultasikannya
dengan reviewer ketiga (CFS).

Ekstraksi Data

Data diekstrak menggunakan formulir yang telah dirancang sebelumnya dan termasuk
desain studi, negara yang dipilih, tujuan, informasi etik, outcome yang diteliti, besar
sampel, karakteristik peserta, dan karakteristik intervensi. Means (M), standar deviasi
(SD) dan ukuran sampel (n) diekstrak. Peneliti dihubungi jika data yang dipublikasi tidak
lengkap atau tidak jelas. Data diekstrak secara independen oleh dua pereview (MCP,
SMM) sesuai kesepakatan.

Risiko Bias Individu yang Diteliti dan Derajat Rekomendasi, Penilaian, Pengembangan,
dan Evaluasi

Kualitas metodologis dari studi yang masuk dinilai secara independen oleh dua pereview
pereview (MCP, SMM) menggunakan alat penilaian risiko bias Cochrane Collaboration
(Higgins dan Green, 2011). Karena sifat studi yang direview, blinding peserta dan
personel tidak dinilai karena tidak mungkin untuk mem-blind orang yang memberikan
atau menerima intervensi atau perawatan biasa/usual care (UC). Untuk memperoleh
hasil terbaik sesuai dengan keadaan saat ini dan kualitas studi di bidang ini, paper tidak
akan dimasukkan atau dieksklusi sesuai dengan penilaian kualitas, dan dengan demikian
hanya artikel yang memenuhi syarat yang dimasukkan. Tingkat Rekomendasi, Penilaian,
Pengembangan dan Evaluasi/Grades of Recommendation, Assessment, Development
and Evaluation (GRADE), dinilai menggunakan rekomendasi kelompok kerja GRADE
seperti yang diterbitkan dalam Cochrane Handbook (Higgins and Green, 2011). Kami
mempertimbangkan lima faktor ketika menilai kualitas bukti, yaitu: (1) risiko bias, (2)
heterogenitas, (3) populasi, intervensi, perbandingan, outcome (PICO), (4) presisi, dan
(5) bias publikasi (Higgins dan Green, 2011).

Ringkasan Ukuran

Untuk meta-analisis, kami melaporkan perbedaan rata-rata terstandarisasi/


standardized mean difference (SMD), di mana perbedaan rata-rata dalam setiap studi
dibagi oleh SD untuk membuat indeks yang dapat dibandingkan antar studi (Borenstein
et al., 2009). SMD digunakan karana studi yang dimasukkan dalam meta-analisis
menggunakan skala yang berbeda dan tidak dapat dibandingkan dalam bentuk data
mentah (Borenstein et al., 2009). Hedges’G (g) digunakan dalam SMD. Pada saat
beberapa outcome digunakan untuk mengukur gejala depresi, gejala kecemasan, atau
outcome QoL, maka digunakan skor komposit dari rata-rata skala yang relevan, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dengan menggunakan metode yang divalidasi ini, rata-
rata (M) dan varians dari komposit dihitung dengan melakukan meta-analisis efek-tetap
pada subkelompok studi, varians untuk studi ini setengah dari kedua subkelompok
karena didasarkan pada sebanyak mungkin informasi ganda. Prosedur ini membentuk
ukuran dan varians efek gabungan, yang kemudian digunakan dalam meta-analisis
(Borenstein et al., 2009).

Kami melaporkan interval kepercayaan (IK), kisaran di mana SMD kemungkinan rendah,
nilai-Z dan nilai-p untuk menguji hipotesis nol bahwa perbedaan rata-rata antara
kelompok adalah 0. Statistik Q menunjukkan uji hipotesis nol bahwa semua studi dalam
analisis memiliki ukuran efek yang sama. Statistik I 2 menunjukkan proporsi varians yang
diamati yang mencerminkan perbedaan dalam ukuran efek yang sebenarnya
dibandingkan dengan kesalahan sampling. T 2 adalah varian dari efek-ukuran sebenarnya
atau perbedaan antar studi. T adalah standar deviasi dari efek sebenarnya (Borenstein
et al., 2009).

Analisis data

Meta-analisis dilakukan dengan menggunakan Comprehensive Meta-Analysis Software


Versi 3 (CMA Version-3). Analisis primer membandingkan efek kelompok intervensi pada
gejala depresi dan kecemasan serta skor QoL. Plot funnel digunakan untuk meneliti bias
publikasi. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan analisis "penghapusan
satu studi". Model efek-acak digunakan dalam semua analisis, menimbang studi
berdasarkan ukuran sampel/standar error. Dalam kasus ketika korelasi pre-post tidak
dilaporkan dalam paper yang dipublikasi, kami melakukan analisis sensitivitas
menggunakan korelasi 0; 0,5; dan 0,9; dan menemukan hasil dari outcome yang kami
harapkan sama, sehingga kami menggunakan korelasi 0 untuk semua analisis.

HASIL

Seleksi studi

Pencarian database menghasilkan 2.365 paper dengan 1.213 duplikat, sehingga tersisa
1.152 paper. Skrining judul/abstrak tereksklusi 1.109 paper; tersisa 43 paper dengan
tinjauan teks lengkap dan terakhir hanya delapan paper yang dimasukkan (enam dalam
meta-analisis). Awalnya 11 studi diidentifikasi, tetapi tiga di antaranya memiliki rincian
yang tidak cukup untuk menentukan apakah intervensi dapat dianggap psikososial atau
tidak dan dengan demikian studi tidak memenuhi kriteria inklusi. Para penulis studi ini
tidak menanggapi permintaan informasi lebih lanjut sehingga studi tidak dimasukkan
dalam review sistematis atau meta-analisis (Tsay dan Hung, 2004; Tsay et al., 2005; Lii et
al., 2007). Dua studi tambahan memang memenuhi kriteria inklusi untuk tinjauan
sistematis, tetapi tidak dapat memberikan informasi statistik yang diperlukan untuk
dimasukkan dalam meta-analisis: tetapi studi tersebut dimasukkan dalam review
sistematis (Moattari et al., 2012; Hare et al., 2014). Diagram alir PRISMA menunjukkan
pemilihan paper yang diinklusi dan dieksklusi (Gambar 1).

Karakteristik studi

Spesifikasi studi tercantum pada Tabel 1. Satu studi menggunakan tiga kelompok, desain
paralel, membandingkan intervensi psikososial dengan terapi suportif, atau perawatan
biasa (UC) (Rodrigue et al., 2011). Kami mengekstraksi data hanya dari intervensi
psikososial dan kelompok UC. Dua studi (Sharp et al., 2005; Hare et al., 2014)
menggunakan metode entri yang ditangguhkan dan oleh karena itu hanya outcome
dimana penulis mempertahankan desain RCT (sebelum kelompok daftar tunggu
ditugaskan ke kelompok perlakuan) dimasukkan dalam meta-analisis. Semua studi yang
dimasukkan melaporkan outcome rata-rata pre dan post serta nilai SD pada setiap
kelompok.

Gambar 1. Diagram alir yang memperlihatkan proses pengambilan paper/studi yang


dimasukkan dalam meta analisis

Besar sampel berkisar antara 15 hingga 90 dan rata-rata usia pasien berkisar antara 52
hingga 82 tahun. Dua studi tidak melaporkan rata-rata usia pasien (Cukor et al., 2014;
Chan et al., 2015). Untuk satu studi, informasi ini disediakan oleh penulis berdasarkan
permintaan (Chan et al., 2015). Persentase wanita berkisar dari 0 hingga 79%. Pada
semua studi kecuali tiga studi (Rodrigue et al., 2011; Chan et al., 2015) peserta sedang
menjalani hemodialisis menunjukkan pasien PGK tahap-5, atau ESKD, dan direkrut dari
pusat perawatan dialisis atau rumah sakit. Dalam satu studi peserta menjalani dialisis
peritoneal (Hare et al., 2014). Pada studi lainnya, pasien sedang menunggu transplantasi
ginjal; 23% tidak menjalani dialisis, 58% menjalani hemodialisis, dan 19% menjalani
dialisis peritoneal (Rodrigue et al., 2011). Pada studi ketiga, pasien memilih untuk tidak
menjalani dialisis atau mendaftar transplantasi ginjal (Chan et al., 2015). Komponen
intervensi psikososial, frekuensi dan lama intervensi pada setiap studi bervariasi seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2 (tabel template untuk deskripsi intervensi dan replikasi
[TIDiER]).

Tabel 1. Karakteristik studi yang dimasukkan dalam review sistematis dan meta analisis
Tabel 2. Tabel TIDiER menggambarkan karakteristik intervensi psikososial
Risiko bias studi serta tingkat rekomendasi, penilaian, pengembangan, dan evaluasi

Semua penulis dihubungi untuk diminta data tambahan yang tidak dipublikasikan. Dua
penulis merespons untuk mengkonfirmasi bahwa mereka tidak memiliki data yang tidak
dipublikasikan (Sharp et al., 2005; Chan et al., 2015). Seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 3, pada masing-masing domain, sebagian besar RCT yang dimasukkan dinilai
memiliki risiko bias rendah atau tidak jelas, yang tidak cukup untuk membenarkan
penurunan tingkat bukti. Namun, seperti yang terlihat dalam hasil meta-analisis (di
bawah), ada heterogenitas antar outcome studi dalam hal gejala depresi dan
kecemasan. Heterogenitas ini tampaknya hasil dari perbedaan dalam alat ukur dan
populasi yang diteliti. Dalam hal PICO, kami menganggap populasi, intervensi,
perbandingan, dan outcome cukup untuk menjawab langsung pertanyaan yang ada.
Dalam hal presisi, kami menganggap ukuran sampel cukup besar untuk gejala depresi
dan outcome QoL, dan IK pada outcome tersebut cukup sempit. Untuk gejala
kecemasan, jumlah sampel hanya n = 197. Terakhir, dalam hal bias publikasi, plot funnel
tidak tampak asimetris dalam hal gejala depresi atau outcome QoL. Sangat sedikit studi
tentang gejala kecemasan untuk menilai plot funnel outcome tersebut secara reliabel.
Mengingat pertimbangan di atas, kami menyarankan bahwa GRADE bukti harus
diturunkan dari tinggi ke sedang untuk outcome gejala depresi dan dari tinggi ke rendah
untuk outcome gejala kecemasan.

Tabel 3. Risiko bias penilaian studi

Keterbatasan generalisasi dan informasi yang dilaporkan dalam studi


Para penulis tidak menggunakan cut-off skor klinis gejala depresi dan kecemasan sebagai
kriteria inklusi dalam lima studi yang mengukur outcome gejala depresi atau kecemasan
(Sharp et al., 2005; Rodrigue et al., 2011; Chan et al. ., 2015). Para penulis tersebut juga
tidak melaporkan persentase peserta dengan tingkatan klinis gejala depresi dan
kecemasan pada baseline. Dalam satu studi, tidak disebutkan ada tidaknya informed
consent bagi peserta (Sharp et al., 2005). Implikasi kebijakan tidak dibahas pada empat
studi (Sharp et al., 2005; Duarte et al., 2009; Song et al., 2009; Cukor et al., 2014; Chan
et al., 2015). Satu studi kurang kuat (Chan et al., 2015) dan studi lain hanya melibatkan
pasien etnis Afrika-Amerika (Song et al., 2009). Satu studi memiliki ketidakseimbangan
gender pada kelompok studi pengasuh (76% perempuan; Chan et al., 2015) studi lainnya
menggunakan sampel mayoritas laki-laki (Hare et al., 2014). Satu studi lainnya
menunjukkan perbedaan skor Beck Depression Inventory baseline yang tidak signifikan
(Duarte et al., 2009).

Meta Analisis

Tabel 4 menyajikan daftar studi dan alat yang digunakan untuk memeriksa gejala
depresi, gejala kecemasan dan QoL, pasca intervensi dan pada 3 bulan setelah
penyelesaian intervensi. Tabel 4 menunjukkan ketika rata-rata komposit telah digunakan
dan darimana rata-rata tersebut berasal. seperti yang ditunjukkan dalam tanda kurung.

Tabel 4. Daftar studi dan alat yang digunakan dalam meta analisis untuk menguji
depresi, kecemasan atau kualitas hidup

Gejala-gejala depresi yang timbul


Lima studi mengukur gejala depresi pasca intervensi (n = 740). Empat dari studi tersebut
mengukur gejala pada pasien (Sharp et al., 2005; Duarte et al., 2009; Rodrigue et al.,
2011; Cukor et al., 2014) dan satu pada pengasuh (Chan et al., 2015) (Gambar 2).
Hasilnya menunjukkan efek moderat (g) antara intervensi psikososial dibandingkan
dengan UC [Z = -44,467, p = <0,001, Q = 7,266 (4 df), I 2 = 44,950%, T2 = 0,031, T = 0,175].
Penghapusan salah satu studi tidak mengubah signifikansi hasil. Analisis subkelompok
menunjukkan bahwa pada tiga studi yang menggunakan ukuran gejala depresi gabungan
(lihat Tabel 4), nilai SMD adalah -0,618, IK = -0,864 sampai −0,372, p = <0,001. Nilai Q
sebesar 4,040 (2 df), menunjukkan bahwa efek-ukuran pada semua studi tersebut masih
bervariasi, kemungkinan karena perbedaan alat pengukuran. Sebaliknya, untuk dua
studi yang menggunakan Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit (HADS), efek-
ukurannya tidak signifikan (SMD = -0,154, IK = -0,693 hingga 0,335, p = 0,538), oleh
karena itu heterogenitas antara studi tampaknya berasal dari perbedaan penggunaan
alat yang digunakan untuk mengukur gejala depresi. Hasil plot funnel disertakan dalam
Lampiran. Hasil tersebut menunjukkan bahwa intervensi psikososial menawarkan
bantuan yang lebih besar dalam menghilangkan gejala depresi daripada perawatan biasa
pada pasien dengan PGK.
Gambar 2. Plot forest intervensi psikososial pada gejala depresi dan kecemasan pada
tiap studi. Studi menggunakan kombinasi ukuran untuk mengukur outcome
yang diinginkan = combined; Standardized Mean Difference = SMD.

Outcome kecemasan

Analisis gejala kecemasan pasca intervensi terdapat pada tiga studi (Gambar 2). Satu
studi mengukur gejala pada pengasuh (Chan et al., 2015) dan dua studi lainnya
mengukur gejala kecemasan pada pasien (Sharp et al., 2005; Rodrigue et al., 2011) (n =
197). Hasil menunjukkan efek moderat pada intervensi [Z = -22.217, p = 0,027, Q = 4,362
(2 df), I2 = 54,153%, T2 = 0,108, T = 0,329]. Dua studi sangat bertanggung jawab atas
temuan ini, sebagaimana dikonfirmasi oleh satu studi yang menghapus analisis, yang
menunjukkan bahwa tidak ada satupun studi yang menghasilkan perbedaan yang tidak
signifikan antara intervensi dan kelompok kontrol: (Chan et al., 2015; SMD = - 0,485, CI =
−0,992 hingga 0,023, Z = -81,870, p = 0,061; Rodriguez Garcia dan Rodriguez Garcia,
2011; SMD = -60,693, CI = -002,004 hingga 0,617, Z = -01,037, p = 0,300). Semua studi
heterogen, satu studi yang mengukur kecemasan pada pengasuh, studi lain mengukur
kecemasan pada pasien dan satu studi lainnya menggunakan ukuran gabungan gejala
depresi dan kecemasan pada pasien. Heterogenitas antar studi tampaknya berasal dari
perbedaan kelompok populasi. Kami melakukan analisis subkelompok membandingkan
outcome menggunakan alat ukur gejala depresi yang berbeda. Hasil menunjukkan
bahwa dua studi yang menggunakan HADS tidak menemukan efek yang signifikan dari
intervensi psikososial pada outcome kecemasan, SMD = -0,693, CI = -2,004 hingga 0,617,
Z = -1,037, p = 0,300, Q = 2,922 (1 df ), I 2 = 65,778%, T2 = 0,634, T = 0,796.

Outcome kualitas hidup

Analisis gejala kualitas hidup pasca intervensi dilakukan pada enam studi (n = 412). Lima
studi mengukur kualitas hidup pada pasien (Sharp et al., 2005; Duarte et al., 2009;
Rodrigue et al., 2011; Cukor et al., 2014; Chan et al., 2015). Satu studi mengukur kualitas
diukur pada pasien dan pengasuh (Song et al., 2009), oleh karena itu studi ini
dimasukkan dua kali ke dalam analisis. Hasil menunjukkan efek kecil intervensi (Z =
3,734, p = <0,001, Q = 3,096 (6 df), I 2, T2, T = 0). Analisis dengan satu studi yang
dihilangkan menunjukkan bahwa pemindahan satu studi tidak mengubah hasil
keseluruhan. Dua studi menilai kualitas hidup pada 3 bulan follow up sehingga dilakukan
meta-analisis secara terpisah dengan hanya memasukkan studi-studi ini (Song et al.,
2009; Rodrigue et al., 2011). Meta-analisis menunjukkan bahwa intervensi tidak
memiliki efek berkelanjutan pada 3 bulan (SMD = 0,256, CI = .00,054 hingga 0,567, Z =
1,618, p = 0,106, Q = 2,330 (2 df), I 2 = 14,170%, T2 = 0,011 , T = 0,104).

DISKUSI

Dalam review ini, intervensi psikososial muncul untuk mengurangi gejala depresi dan
kecemasan serta meningkatkan hasil kualitas hidup pada pasien dengan PGK dan / atau
pengasuh mereka, dibandingkan dengan perawatan biasa (UC). Untuk gejala depresi,
besarnya SMD mencerminkan manfaat moderat dari intervensi; namun efek-ukuran
bervariasi antar studi. Tiga studi menggunakan ukuran gabungan gejala depresi dan
menemukan efek yang signifikan, sementara dua studi menggunakan HADS dan tidak
menemukan efek yang signifikan, menunjukkan heterogenitas yang dihasilkan dari
perbedaan ukuran hasil. Dengan demikian, kami menyarankan bahwa tingkat bukti
untuk intervensi psikososial dibandingkan dengan perawatan biasa pada gejala depresi
harus ditafsirkan sebagai moderat daripada tinggi.
Untuk kecemasan, besarnya SMD juga menunjukkan manfaat moderat dari intervensi
psikososial; Namun, ini hanya didasarkan pada tiga studi dan tidak robust terhadap
analisis sensitivitas. Analisis subkelompok menunjukkan heterogenitas di seluruh studi,
yang lagi-lagi dikaitkan dengan perbedaan alat penilaian, serta perbedaan dalam
populasi yang diteliti. Dua studi yang melibatkan pasien berkontribusi 90% pada temuan
(Sharp et al., 2005), menyebabkan efek intervensi psikososial terhadap kecemasan
pengasuh, tidak terselesaikan. Untuk outcome QoL, besarnya SMD menunjukkan
manfaat kecil intervensi; Namun, manfaat yang sama ini tidak terlihat pada 3 bulan
masa tindak lanjut.

Pengasuh dan pasien yang dianalisis bersamaan dalam studi ini, menimbulkan
pertanyaan apakah kelompok-kelompok ini cukup sebanding untuk dianalisis secara
bersama. Penghapusan studi yang melibatkan pengasuh tidak mengubah hasil
keseluruhan dari meta-analisis, menunjukkan bahwa hasil serupa di kedua kelompok
populasi dalam studi kami. Ini sangat relevan untuk outcome QoL, karena satu studi
mengukur QoL pada pasien dan pengasuh (Song et al., 2009) dan dimasukkan dua kali ke
dalam analisis. Hasil dari dua populasi ini kemungkinan berkorelasi, jadi kami melakukan
meta-analisis terpisah hanya memasukkan studi yang melibatkan pasien, yang juga
menunjukkan bahwa intervensi psikososial meningkatkan QoL dibandingkan dengan UC.

Temuan ini konsisten dengan meta-analisis kami sebelumnya yang menunjukkan bahwa
intervensi psikososial mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular (Ski et al., 2015), sebagaimana studi kali ini yang dibatasi hanya
oleh lima studi yang diidentifikasi untuk inklusi (Ski et al., 2015). Sejumlah kecil studi
yang teridentifikasi merupakan bukti perlunya studi lebih lanjut dalam bidang ini.
Beberapa peneliti saat ini menggunakan intervensi psikososial di bidang studi kesehatan,
mungkin karena kurangnya definisi yang jelas mengenai apa yang merupakan intervensi
psikososial. Sebagai contoh, dalam meta-analisis dari 44 uji yang melibatkan orang
dewasa sehat yang lebih tua atau orang dewasa dengan depresi subklinis, para penulis
menyimpulkan bahwa intervensi psikososial meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi gejala depresi (Forsman et al., 2011a, b). Berbagai intervensi yang
digolongkan sebagai psikososial, diantaranya olah raga dan uji daya ingat (Forsman et
al., 2011a, b). Meta-analisis lain dari RCT yang membandingkan intervensi psikososial
dengan UC pada anggota keluarga dan pasien dengan berbagai penyakit kronis
melaporkan bahwa intervensi psikososial memiliki efek positif kecil yang signifikan pada
gejala depresi (Martire et al., 2004). Namun, karakteristik intervensi dari studi yang
dimasukkan tidak dijelaskan dengan baik dan penulis menyatakan bahwa mereka
memasukkan semua "intervensi nonmedis yang berorientasi psikologis, sosial, atau
perilaku" (Martire et al., 2004). Oleh karena itu, meta-analisis sebelumnya kami anggap
telah memasukkan studi dengan intervensi psikososial yang tidak sesuai dengan definisi
kami (Thompson dan Ski, 2013).

Hasil ini mendorong perlunya diskusi tentang apa itu intervensi psikososial. Seperti yang
ditekankan dalam meta-analisis sebelumnya (Martire et al., 2004; Thompson dan Ski,
2013) istilah "psikososial" sering digunakan dalam literatur untuk menggambarkan
intervensi yang akan lebih akurat jika digambarkan sebagai perilaku, pendidikan,
psikologis. , atau sosial. Kami menyarankan bahwa untuk dianggap psikososial,
intervensi harus menggabungkan komponen psikologis dengan komponen sosial yang
jelas (Thompson dan Ski, 2013). Pelaporan karakteristik intervensi yang lebih baik akan
membantu transparansi mengenai apakah intervensi bersifat psikososial atau tidak. Saat
ini, masih terdapat inkonsistensi dalam bagaimana mendefinisikan, menyampaikan, dan
menguji intervensi psikososial, sehingga menyebabkan evaluasi terhadap efikasi
intervensi tersebut menjadi kompleks (Thompson dan Ski, 2013). Oleh karena itu, kami
berhati-hati untuk memastikan bahwa semua studi utama yang termasuk dalam studi ini
memenuhi definisi intervensi psikososial yang disarankan yaitu intervensi yang
menggabungkan komponen psikologis dan sosial.

Ada tiga batasan utama pada meta-analisis ini. Pertama, semua studi primer memiliki
ukuran sampel yang kecil. Kedua, tiga dari studi primer tidak memiliki penilaian gejala
depresi pada saat tindak lanjut, dua studi tidak memiliki penilaian outcome kecemasan
saat tindak lanjut dan lima studi tidak memiliki penilaian outcome QoL pada tindak
lanjut. Selain itu, dua studi diidentifikasi dalam literatur tetapi tidak dapat dimasukkan
dalam meta-analisis. Salah satu studi ini gagal menemukan efek menguntungkan dari
intervensi psikososial (Hare et al., 2014), sedangkan yang lain menemukan efek yang
menguntungkan pada outcome QoL (Moattari et al., 2012).
Seperti yang ditegaskan dalam hasil, dalam lima studi penulis tidak menggunakan cut-off
skor klinis gejala depresi dan kecemasan sebagai kriteria inklusi, tetapi mengukur gejala
depresi atau kecemasan sebagai outcome-nya. Para penulis ini juga tidak melaporkan
persentase peserta dengan tingkat klinis depresi dan / atau kecemasan pada baseline
(Sharp et al., 2005; Rodrigue et al., 2011; Hare et al., 2014; Chan et al., 2015).
Penurunan gejala depresi dan kecemasan akan sulit dicapai jika sejumlah peserta hanya
mengalami tingkat depresi dan kecemasan yang rendah pada baseline. Oleh karena itu,
tidak mengherankan bahwa tiga studi yang tidak menggunakan cut-off skor klinis gejala
depresi dan kecemasan pada baseline (Sharp et al., 2005; Hare et al., 2014; Chan et al.,
2015), gagal untuk menemukan penurunan gejala depresi pasca intervensi. Dalam studi
selanjutnya, kami akan menyarankan bahwa intervensi psikososial yang bertujuan untuk
mengurangi gejala depresi dan kecemasan ditargetkan pada mereka yang mengalami
gejala tersebut pada baseline, dengan tujuan agar dapat memberikan pelayanan terbaik
pada populasi pasien yang paling relevan.

Tak satu pun dari studi yang dimasukkan dalam review sistematis ataupun meta analisis
melaporkan data saat pasien memberikan persetujuan dan saat intervensi. Hanya tiga
penelitian yang melaporkan kepatuhan pasien terhadap intervensi (Sharp et al., 2005;
Duarte et al., 2009; Rodrigue et al., 2011) seperti yang dilaporkan pada Tabel 1.
Mengingat persyaratan waktu perawatan dialisis pada pasien PGK dan kontak luas yang
mereka miliki dengan sistem medis, banyak pasien mungkin enggan untuk berpartisipasi
dalam intervensi psikososial secara intensif. Hal tersebut merupakan masalah khusus
mengingat banyak pasien merasa lelah dan lemah setelah dialisis. Hal tersebut juga
merupakan pertimbangan penting dalam hal praktik klinis, karena intervensi klinis tidak
hanya efektif, tetapi juga harus layak dan dapat diterima oleh pasien, untuk mencapai
implementasi berkelanjutan dalam pengaturan klinis.

Terakhir, PGK dan perawatan dialisis dikaitkan dengan sejumlah gejala yang
mencerminkan kecemasan dan depresi (American Psychiatric Association, 2013), seperti
masalah tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan, dan perubahan kognisi (Kidney
Health Australia, 2017; NHS, 2017). Hal-hal tersebut menimbulkan permasalahan dalam
hal ukuran gejala depresi dan kecemasan yang dilaporkan secara mandiri oleh pasien,
karena dapat mewakili gejala penyakit dan pengobatan dialisis, daripada menjadi
indikator pengalaman gejala depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, pertimbangan
yang cermat harus diberikan pada alat yang digunakan untuk mengukur secara akurat
gejala depresi dan kecemasan pada populasi dengan PGK.

Secara keseluruhan, hasil meta-analisis ini menunjukkan bahwa berbagai intervensi


psikososial dapat mengurangi gejala depresi dan meningkatkan QoL pada pengasuh dan
pasien yang didiagnosis dengan PGK. Bukti awal menunjukkan bahwa kemungkinan ada
manfaat intervensi psikososial pada gejala kecemasan, untuk pasien yang didiagnosis
dengan PGK.

Anda mungkin juga menyukai