Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS DI RUANGAN PERAWATAN


BAJI DAKKA DI RS. LABUANG BAJI MAKASSAR

DISUSUN OLEH :
NAMA : HILMA RENWARIN
NIM : 183145105104

CI LAHAN CI INSTITUSI

(NURLAILA ,S.Kep.Ns) (Ns ILCHAM SYARIEFKASIM.,S.Kep.,Ns.,MSN)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan
keperawatan dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny.H Dengan SYSTEM
LUPUS ERYTHEMATOSUS Di Ruang BAJI DAKKA Rs LABUANG BAJI “
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah
Tak lupa penulis mengucap terimakasih kami sampaikan kepada :
1. Ns ILCHAM SYARIEFKASIM.,S.Kep.,Ns.,MSN selaku dosen Ci Institusi yang
telah memberikan bimbingan
2. NURLAILA ,S.Kep.Ns Selaku Ci Lahan yang telah memberikan bimbingan
bimbingan demi terselesainya laporan ini.
3. Rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dalam proses menyelesaikan
penyusunan laporan ini.
Penulis berharap semoga laoran ini dapat membantu pembaca untuk lebih mengetahui
tentang asuhan keperawatan medikal bedah. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini masi jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
berharap saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih sempurna.

Makassar, 18 Januari 2022

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

A. Definisi

Systemic Lupus Erythematosus, atau biasa disingkat SLE adalah salah satu
jenis penyakit lupus yang menyebabkan peradangan di hampir seluruh organ
tubuh, seperti sendi, kulit, paru-paru, jantung, pembuluh darah, ginjal, sistem
saraf, dan sel-sel darah. SLE adalah jenis lupus yang paling sering dialami orang.

Kebanyakan orang dengan SLE dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa


kendala dengan melakukan pengobatan yang rutin.

SLE dapat terjadi dalam tahap tingan hingga mengancam nyawa. Penyakit tersebut
harus dirawat oleh dokter atau tim dokter yang punya keahlian khusus menangani
pasien dengan kondisi tersebut

B. Etiologi

penyebab systemic lupus erythematosus (SLE)? Sebenarnya sampai sampai


sekarang penyebab SLE masih belum diketahui. Namun, para ahli menduga
bahwa faktor keturunan dan lingkungan dapat meningkatkan risiko terjadinya
SLE. Orang yang sering terkena sinar matahari, tinggal di lingkungan yang
terkontaminasi oleh virus, atau sering mengalami stres lebih mungkin untuk
terkena penyakit ini. Jenis kelamin dan hormon juga diduga merupakan bagian
dari penyebab SLE. SLE adalah salah satu penyakit yang cenderung lebih
mungkin dialami wanita ketimbang pria. Wanita juga lebih mungkin mengalami
gejala lupus yang memburuk selama masa kehamilan dan periode menstruasi.
Kedua hal tersebutlah yang membuat para ahli percaya bahwa hormon estrogen
pada wanita ikut berperan dalam menyebabkan SLE. Namun, dibutuhkan banyak
penelitian yang diperlukan untuk membuktikan teori ini. Ya, banyak peneliti
menduga bahwa hormon estrogen ikut berperan terhadap perkembangan penyakit
lupus.

C. Tanda dan Gejala

Apa saja tanda-tanda dan gejala systemic lupus erythematosus (SLE)? Pada
dasarnya gejala penyakit lupus dapat berbeda-beda pada setiap orang
tergantung usia, keparahan penyakit, riwayat medis, serta kondisi pasien
secara menyeluruh. Selain itu, gejala penyakit lupus juga biasanya dapat
berubah-ubah setiap waktu. Namun, ada beberapa tanda dan gejala khas dari
penyakit lupus yang mungkin bisa Anda amati dan waspadai. Berikut
beberapa tanda dan gejala khas SLE adalah: Lemas, lesu, dan tidak bertenaga
Nyeri sendi dan bengkak atau kekakuan, biasanya di tangan, pergelangan
tangan dan lutut Memiliki bintil merah pada bagian tubuh yang sering terkena
matahari, seperti wajah (pipi dan hidung) Fenomena Raynaud membuat jari
berubah warna dan menjadi terasa sakit ketika terkena dingin Sakit kepala
Rambut rontok Pleurisy (radang selaput paru-paru), yang dapat membuat
bernapas terasa menyakitkan, disertai sesak napas Bila ginjal terkena dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan gagal ginjal Gejala SLE yang
disebutkan di atas mungkin terlihat mirip dengan berbagai gejala dari penyakit
lain. Oleh karena itu, bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala
tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk melakukan serangkaian tes


guna memastikan diagnosis yang akurat. Kapan saya harus periksa ke dokter?
Ada banyak penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem kekebalan
tubuh tetapi SLE adalah salah satu yang paling umum. Anda harus periksa ke
dokter Anda jika Anda memiliki bintil merah yang tak terduga, demam
berkepanjangan dan rasa sakit di setiap organ, atau sering merasa kelelahan
yang tidak biasah

D. Patofisiologi

Autoantibodi yang diproduksi oleh sel plasma akan beredar dalam darah dan
mulai menyerang antigen tubuh penderita. Autoantibodi yang menangkap
antigen yang beredar dalam darah, hasil apopotsis, juga akan membentuk
kompleks antigen-antobodi. Autoantibodi ini akan mengaktivasi sistem
inflamasi sehingga kemudian akan menyebabkan kerusakan organ yang
ditagetkannya.

Kerusakan organ dan sel yang terjadi akan semakin menambah dilepaskannya
antigen ke dalam darah. Antigen yang beredar ini akan menginduksi sel B
memori dan kemudian dengan cepat membelah dan membentuk lebih banyak
sel plasma. Sel plasma ini kemudian akan memproduksi lebih banyak lagi
autoantibodi sehingga reaksi peradangan dan gejala SLE semakin berat.

Adakalanya ketika SLE sudah mereda, kerusakan yang dipicu misalkan


terkena sinar matahari atau terkena infeksi virus akan menyebabkan apoptosis
baru. Apoptosis ini membangunkan kembali sel B memori dan timbulah flare
atau kekambuhan dari penyakit lupus atau SLE.

E. Pemeriksaan Diagnostis

Apa saja tes untuk penyakit systemic lupus erythematosus (SLE)?


Dokter dapat membuat diagnosis dari riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Rontgen juga mungkin dapat dilakukan dokter.

Tes laboratorium meliputi laju endapan darah (ESR), jumlah sel darah
lengkap (CBC), antibodi antinuclear (ANA) dan urin.

Tes ANA menunjukkan sistem kekebalan yang distimulasi. Sementara


kebanyakan orang dengan lupus memiliki tes ANA positif, kebanyakan orang
dengan hasil tes ANA positif tidak memiliki penyakit lupus.

Jika hasil tes ANA Anda positif, dokter mungkin akan menyarankan Anda
melakukan tes antibodi yang lebih spesifik.

Dokter mungkin juga akan melakukan tes anti DNA yang lebih spesifik untuk
mengetahui perkembangan LES yang dialami pasien. Dokter mungkin juga
akan menyarankan pasiennya melakukan konsultasi ke rheumatologist
(spesialis sendi) untuk diagnosis lebih lanjut.

Anda mungkin juga akan diminta melakukan pemeriksaan lain agar dokter
dapat mempelajari kondisi Anda. Pemeriksaan itu antara lain:

 Komponen pelengkap (C3 dan C4)

 Antibodi terhadap DNA beruntai ganda

 Tes Coombs–Cryoglobulin langsung

 ESR dan CRP

 Tes darah fungsi ginjal

 Tes darah fungsi hati


 Faktor reumatoid

 Tes pencitraan jantung, otak, paru-paru, sendi, otot atau usus.

F. Penatalaksaan

Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus eritematosus


(SLE) menggunakan medikamentosa antara lain:

 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

 Ibuprofen : 30-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, maksimal 2,4


gram per hari pada anak atau 3,2 g/hari pada dewasa

 Natrium diklofenak : 100 mg per oral satu kali per hari

 Kortikosteroid

 Prednison : 0.5 mg/kg/hari

 Metil prednisolon : 2-60 mg dalam 1-4 dosis terpisah

 Peningkatan dosis harus melihat respon terapi dan penurunan dosis


harus tappering off

 Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) non-biologis :

 Azathioprin (AZA) : 1-3 mg/kg/hari per oral, dihentikan bila tidak ada
respon dalam 6 bulan

 Siklofosfamid (CYC) : dosis rendah 500 mg IV setiap 2 minggu


sebanyak 6 kali, atau dosis tinggi 500-1000 mg/m2 luas permukaan
tubuh setiap bulan sebanyak 6 kali
 Mikofenolat mofetil (MMF) : 2-3 gram/hari selama 6 bulan
dilanjutkan 1-2 gram/hari

 Disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD) biologis:

 Rituximab : 1 gram IV dibagi menjadi dua dosis dengan jarak 2


minggu [1,2,5]

Tata laksana pasien dengan SLE bergantung pada derajat keparahan penyakit
yang dibagi menjadi:

Ringan

Secara klinis tenang, tidak ada keterlibatan organ yang mengancam nyawa,
fungsi organ normal atau stabil. Misalnya SLE dengan manifestasi kulit dan
artritis

Pilihan penatalaksanaan : penghilang nyeri (paracetamol, OAINS),


kortikosteroid topikal, klorokuin atau hidroksiklorokuin, kortikosteroid dosis
rendah, tabir surya

Sedang

Manifestasi klinis yang lebih serius yang bila tidak ditangani dapat
menyebabkan kerusakan jaringan kronis. Misalnya bila ditemukan nefritis
ringan hingga sedang, trombositopenia, dan serositis.

Pilihan penatalaksanaan : metil prednisolon atau prednisone, AZA atau MTX


atau MMF, hidroksiklorokuin

Berat

Terdapat ancaman kerusakan organ berat hingga kehilangan nyawa,


merupakan bentuk terparah dari SLE dan membutuhkan imunosupresi yang
poten. Misalnya ditemukan gejala endokarditis, hipertensi pulmonal,
vaskulitis berat, keterlibatan neurologi, anemia hemolitik.

G. Komplikasi

1. Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukan adanya penimbunan protein


didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus
(peradangan ginjal yanmenetap) pada akhirnya biasa terjadi gagal ginjal
sehingga penderita perlu mengalami dialysis atau pencakokan ginjal.

2. System saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikasi yan


paling sering ditemukan adalah dispungsi mental yang sifatnya ringan,
tetapi kelainan biasa terjadi pada bagaimanapun dari otak,korda spinalis,,
maupun system saraf. Kejang, pesikosa, sindroma otak organic dan sekitar
kepala merupakan beberapa kelainan system saraf yang bias terjadi

3. Penggumpalan darah

Kelainan darah dikumpulkan pada 85% penderita lupus bisa terbentuk


bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke
dan emboli paru. Jumlah thrombosis berkuran dan tumbuh membentuk
antibody yang melawan factor pembekuan darah yang bisa menyebabkan
pendarahan yang berarti

4. Kardiovaskuler
Peradangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis, endocarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat
keadaan tersebut.

5. Paru – paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis ( peradangan selaput paru ) dan efusi
pleura ( penimbunan cairan antar paru dan pembungkusnya ).akibat dari
keadaan tersebut timbul nyeri dada dan sesak napas

6. Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan


kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jaringan tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian
jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri di daerah tersebut.

7. Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang pipi dan pangkal
hidung, ruam ini biasanya akan semakin.
H. Patway

Genetic Lingkungan ( cahaya,luka bakar Obat -obatan


internal )

System regulasi kekebalan terganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T -supersor abnormal

Peningkatan produksi auto imun

Penumpukan kompleksi imun Kerusakan jaringan


Muskululo Integumen Cardiac Respira Vaskuler Hemato Pasien tidak
keletal si familiar dgn
proses
Kegagalan penyakitnya
Perikardi Penumpu sum-sum
Inflamasi
Adanya lesi tis kan tulang
pada
akut pada cairan membentu
arteriole
kulit k sel”darah Pasien
Pembengka pada terminalis
merah tidak
kan sendi plrura
mengikuti
Penumpuk perintah
an cairan
Pasien efusi pada Efusi
merasa perikardiu pleura
Tubuh
malu m Lesi
mengalami
dengan papuler di Defisiensi
kekurangan
Nyeri tekan kondisinya ujung kaki pengetahu
sel darah
dan rasa tumit dan an
Penebalan merah
ketika siku
perikardiu Ekspansi (pansitopeni
bergerak m dada a)
Gangguan tidak
citra tubuh edukat

Kontraksi Kerusakan Anemia


jantung integritas
Nyeri akut kulit

Pola nafas
Decrease tidak efektif
d cardiac
output
Keletihan

I. Proses keperawatan

Pengkajian

a) Identitas pasien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat

tinggal, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan

1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik


difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah
dialami seperti keluhan mudah lelah,lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka
atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura.Lesieritematous papuler dan purpura yang menjadi
nekrosis menunjukkan gangguan. Vaskuler terjadi di ujung jari
tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensorlengan bawah
atau sisi lateral tangan.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatumdurum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematousdan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-
kejang, korea ataupunmanifestasi SSP lainnya.

Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan mengalami
pembedahan adalah :

DIAGNOSA

1. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi jaringan ikat, pembuluh darah


dan membran mukosa.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi/malar pada lapisan kulit
3. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan gangguan menelan,
sulitmengunyah, mual/ muntah
4. Keletihan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukanuntuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan pada penampilan fisik
7. Gangguan mobilitas fisik b/d intoleransi aktivitas (nyeri)
8. Nyeri akut b/d inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit kerusakan
jaringan
9. Intoleransi aktifitas b/d nyeri pada persendian

INTERVENSI

1. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi jaringan ikat, pembuluh


darahdan membran mukosa
Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC)
A. uhevel
B. Pain controlc
C. Pain level

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 24 jam nyeri kronis pasien berkurang dengan
kriteria hasil:

a. Tidak ada gangguan tidur


b. Tidak ada gangguan konsetrasic.
c. Tidak ada gangguan hubungan intrerpersonal.
d. Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan
secara verbale.
e. Tidak ada tegangan otot

Intervensi Keperawatan (NIC)Pain management1.

 Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri2


 Tingkat istirahat dan tidur yang adekuat3.
 Kelola antianalgesik4
 Jelaskan pada pasien penyebab nyeri5.
 Lakukan tehnik nonfarmakologis ( relaksasi masase
punggung)

2.Lakukanberhubungan dengan lesi/malar pada lapisan kulit

Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC)

 Tissue integrity : Skin and mucous membrane


 Wound healing primer dan sekunder

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam


kerusakanintegritaskulit berkurang dengan kriteria hasil

a) Intergritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensai,


elastisitas, temperature,hidrasi, pigmentasi)
b) Tidak ada luka/lesi pada kulit.
c) Perfusi jaringan baik.
d) Menujukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegahterjadinya cedera berulang.
e) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
f) Menunjukkan terjadi proses penyembuhan luka

Intervensi Keperawatan (NIC)


a) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkanlesi
dan amati perubahan.
b) Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh
kemudianmengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase
denganmenggunakan lotion atau krim.
c) Gunting kuku secara teratur.
d) Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier
protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
e) Kolaborasi gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi.

3. nutrisi berhubungan dengan gangguan menelan, sulitmengunyah, mual/


muntah.

Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC)

a. Nutritional status : adequacty of nutrient


b. Nutritional status : Food and fluid intake
c. Weght control

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Selama 2x24 jam nutrisi


kurangteratasi dengan indicator :

a. Albumin serum
b. Prealbumin serum
c. Hematokrit
d. Hemoglobin
e. Total iron binding capacity
f. Jumlah limfosit

Intervensi Keperawatan (NIC)


a. Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan
b. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan
pencegahansekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
c. Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi
pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
d. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin
e. sionalistirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan
saatmendekati waktu makan
f. pasien untuk duduk pada waktu makan.
g. Catat pemasukan kalori.
h. dengan tim pendukung ahli diet/gizi.

4. berhubungan dengan penurunan komponen seluler yangdiperlukan untuk


pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan dan Kriteria Hasil ( NOC)

 Activity tolerance
 Energy conservationc
 Nutritional status energy
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kelelahan
pasien teratasi dengan kriteria hasil :
a. Kemampuan aktivitas adekuat
b. Mempertahankan nutria adekuat
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
d. Menggunakan teknik energy konservasi
e. Mempertahankan interaksi social
f. Mengidentifikasi faktor fisik dan psikologis yang menyebabkan
kelelahan
g. Mempertahankan kemampuan untuk konsentrasi

Intervensi Keperawatan (NIC)


a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas /AKS normal, catat
laporankelelahan , keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
b. Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
c. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat
responsterhadap tingkat aktivitas ( mis, peningkatan denyut
jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainnya).
d. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila
diindikasikan.Pantau dan batasi pengunjung, telepon dan gangguan
berulang tindakanyang tak direncanakan.
e. Ubah posisi pasien dengan perlahann atau pantau terhadap pusing.
f. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
g. Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan
pasienuntuk melakukannya sebanyak mungkin.
h. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas
yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai
toleransi.
i. Gunakan teknik penghematan energi, mis., mandi dengan duduk,
dudukuntuk melakukann tugas-tugas
j. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpasi, nyeri
dada,napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi

5. pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi

a. Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa
depan
b. Tinjau ulang cara penularan penyakit.
c. Dorong aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien.
d. Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi
e. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis, rumah sakit/pusat
perawatan tempattinggal.

6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan pada penampilan fisik

a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien


mampu mempersepsikan yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh sendiri.
b. Kriteria Hasil :
 Klien mampu menunjukan citra tubuh ditandai dengan :
 Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
 Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
 Keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami
gangguan
 Klien mampu Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa depan
c. Intervensi :
a. Dorong pengunkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,harapan
masa depan.
b. Diskusikan arti dari kehilangan atau perubahan pada pasien atau dalam
memfungsikan gaya hidup sehari-hari.

7. Gangguan mobilitas fisik b/d intoleransi aktivitas (nyeri)


Tujuan dan kriteria hasil :

a. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien


dapat tetap mempertahankan pergerakannya, dengan kriteria hasil :
 Pergerakan ekstremitas 5
 Kekuatan otot 5
 Rentang gerak (ROM)5

Intervensi :

 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan


 Monitor frekuensi tekanan darah sebelum mulai mobilisasi
 Jelaskan tujuan pemberian Latihan menggerakan sendi kepada
pasien/keluarga
 Libatkan keluarga

8. Nyeri akut b/d kerusakan jaringan.


Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat berkurang.
Dengan kriteria hasil :
 Dapat mengontrol nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensiftermasuk lokasi, frekuensi


 Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Ajarkan teknik non farmakologi dengan bantuan relaksasi dan distraksi
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri

9. Inteloransi aktifitas b/d nyeri pada persendian

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam
dengan kriteria hasil :
 istirahat dan aktifitas klien seimbang
 klien mengetahui keterbatasan energinya
 persendian energi klien cukup untukberaktifitas

intervensi :
 tentukan penyebab intoleransi aktifitas
 berikan periode istiraha saat beraktifitas
 monitor dan catat kemampuan untuk mentolerasi aktifitas
 kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan level aktifitas
 anjurkan klien untuk meningkatkan relaksasi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2016. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC


Kasjmir, Yoga dkk. (2011).
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan
Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Wilkinson Judith M, 2011, Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa
NANDA,Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Alih Bahasa Esty
Wahyuningsih, Ed.9, Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai