dapat dipikirkan sesuatu yang lcbih besar daripadanya" ("id quo majus cogitari nequit”). Namun, "scsuatu yang cidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya" tentu bereksistensi dalam kenyataan clan bukan hanya dalam pikiran, karena kalau eksistensinya hanya dalam pikiran orang yang memikirkannya, misalnya dalam pikiran Ansclmus sendiri, maka tentu ada sesuatu yang lebih besar yang dapat dipikirkan daripadanya, yaitu "yang nyata-nyata ada di luar pikiran". Maka, mengingat kita dapat memikirkan Allah sebagai "sesuatu yang tidak dapat dipilcirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya", maka Allah mesti bereksistensi dalam kenyataan. Jadi eksistensi Allah tidak dapat disangkal. Jelaslah bahwa argumen tergantung dari premis mayor clan minor. Dua-duanya kelihatan tidak terbantah. Tetapi kalau kita memandangnya dengan lebih telici, kita melihat bahwa major dirumuskan dengan kurang tajam. Sebetulnya mayor ini dapat berarti dua, jadi sebenarnya ada dua mayor yang berbeda, sedangkan minor tetap sama. Dengan demikian, "pembuktian ontologis Allah" terbukti tidak absah. Akan tetapi, dan itu butir kedua, dcngan demikian argumen ontologis belum selesai. kaiau ada pemikir-pemikir besar yang menganggap pembuktian ontologis sah, mesti ada sesuatu dalam pembuktian itu yang belum kita sentuh. Mercka tentu tidak sedcmikian bodoh schingga ridak tahu bahwa tak mungkin mcnarik kesimpulan dari isi sebuah gagasan ke eksistensi real objek yang digagaskan itu. Rupa-rupanya argument ontologis dapat juga dibaca dcngan cara lain. Sebuah konsep bukan hanyalah scbuah isi atau pcngertian abstrak yang dapat didcfinisikan. Melainkan dia juga sebuah usaha untuk memahami sesuatu. Dalam arti ini konsep, secara kurang memadai, mcngungkapkan apa yang mcmang ada dalam kenyataan [Wcissmahr 97J. Louis Leahy menyebutkan konsep semacam itu