DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
DOSEN PENGAMPU :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, taufiq,
hidayah, kesehatan, kekuatan serta kesempatan sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah asuhan keperawatan dengan penyakit anemia ini.
Makalah ini membahas tentang apa itu hanemia ,penyebab terjadinya anemia dan faktor-
faktor resiko pengobatan nya. Besar harapan kami makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Namun kami menyadari masih banyak kekurangan, oleh karna itu kritik dan saran yang
membangun dan bermanfaat bagi semua pihak terutama kepada mata kuliah KMB 1ini, kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak serta mohon kritik dan saran sebagai
masukkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT. Kami berserah diri semoga makalah ini bermanfaat
bagi semuanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar belakang...................................................................................................................1
B. Tujuan penulisan...............................................................................................................3
A. Definisi.............................................................................................................................4
B. Anatomi fisiologi..............................................................................................................4
C. Etiologi.............................................................................................................................8
D.Manifestasi klinis..............................................................................................................9
E. Klasifikasi.......................................................................................................................10
F. Pemeriksaan penunjang...................................................................................................12
G. Komplikasi.....................................................................................................................13
H. Penatalaksanaan..............................................................................................................14
A. Pengkajian......................................................................................................................15
B. Diagnosa.........................................................................................................................15
C. Intervensi........................................................................................................................16
D. Implementasi..................................................................................................................22
E. evaluasi...........................................................................................................................23
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................23
B. Saran...............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1. latar belakang
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara
berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak
terjadi pada masyarakat terutama pada remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri
sampai saat ini masih cukup tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013),
prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan (Kemenkes
RI, 2013).
Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu hamil. Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi bila dibandingkan dengan Negara ASEAN
lainnya. Perempuan yang meninggal karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan
mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 289.000 orang. Target penurunan angka
kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015).
Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7%
dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur
15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar
50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45
tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling tinggi terutama pada
remaja putri (Kemenkes RI, 2013).
Angka kejadian anemia di Jawa Tengah pada tahun 2013 mencapai 57,1%. Anemia pada
remaja putri di Kabupaten Sukoharjo masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
prevalensinya lebih dari 15%. Angka kejadian anemia di Kabupaten Sukoharjo didapatkan
anemia pada balita umur 0-5 tahun sebesar 40,5%, usia sekolah sebesar 26,5%, Wanita Usia
Subur (WUS) sebesar 39,5%, pada ibu hamil sebesar 43,5% (Dinkes Prov. Jateng, 2014).
Berdasarkan hasil survei pemeriksaan anemia pada tahun 2014 yang dilaksanakan oleh
Bidang Promizi Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo terhadap 1200 remaja putri (siswi) di
12 sekolah yang ada di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan 559 orang (46,58%) remaja putri
mengalami anemia. SMA Negeri 1 Polokarto Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satunya
potensi kejadian anemia terbesar di Kabupaten Sukoharjo yang pada pemeriksaan anemia
didapatkan 68 siswi mengalami anemia dari 100 siswi yang diperiksa dibandingkan dengan
SMA N 2 Sukoharjo sebanyak 62 siswi mengalami anemia dari 100 siswi yang diperiksa.
Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di dalam darah yaitu hemoglobin
(Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Remaja putri memiliki risiko sepuluh
kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini
dikarenakan remaja putri mengalami mentruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa
pertumbuhan sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Penentuan anemia
juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang rata-rata setara dengan tiga kali
kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri untuk mendiagnosis anemia yaitu apabila
kadar Hb kurang 12 gr/dl (Tarwoto, dkk, 2010).
Secara umum tingginya prevalensi anemia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya seperti vitamin A, C, folat, riboplafin dan B12
untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya bisa dilakukan dengan mengkonsumsi
sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap,
mengkonsumsi sumber makanan nabati yang merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi
sulit diserap (Briawan, 2014).
Masa remaja merupakan masa yang lebih banyak membutuhkan zat gizi. Remaja
membutuhkan asupan gizi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Gizi
merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui digesti, absorpsi, transportasi penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan menghasilkan
energi (Supriasa, dkk, 2012).
Kurangnya asupan gizi pada remaja putri umumnya kekurangan zat gizi makro seperti
karbohidrat, protein, lemak dan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral.
Kurangnya zat gizi makro dan mikro dapat menyebabkan tubuh menjadi kurus dan berat
badan turun drastis, pendek, sakit terus menerus dan anemia. Remaja sangat membutuhkan
asupan zat besi untuk membentuk sel darah merah. Zat besi diperlukan dalam pembentukan
darah untuk sintesa hemoglobin. Hal ini terjadi karena remaja setiap bulannya mengalami
menstruasi yang berdampak kekurangan zat besi dalam darah. Pada dasarnya asupan zat gizi
pada tubuh harus tercukupi khususnya pada remaja (Muchtadi, 2010).
Asupan protein dalam tubuh sangat membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein
bekerjasama dengan rantai protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme
energi. Selain itu vitamin C dalam tubuh remaja harus tercukupi karena vitamin C merupakan
reduktor, maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro
sehingga lebih mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer Fe dari darah ke hati
serta mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung Fe (Muchtadi, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kirana (2011) pada remaja putri di SMA N 2
Semarang menyatakan bahwa remaja putri termasuk salah satu kelompok yang berisiko
tinggi menderita anemia karena remaja putri membutuhkan zat besi lebih tinggi untuk
mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi. Pada hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi
dengan kejadian anemia. Hal ini menunjukkan semakin tinggi asupan zat protein, vitamin A,
vitamin C dan zat besi maka semakin tinggi pula nilai kadar hemoglobin yang berarti
kejadian anemia semakin rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2014) pada remaja putri di SMA Batik 1
Surakarta menyatakan bahwa asupan besi, asupan protein, asupan seng (Zn) dan asupan
vitamin C sangat berpengaruh terhadap pembentukan kadar hemoglobin. Apabila asupan
tersebut di dalam tubuh remaja kurang maka bisa menyebabkan anemia pada remaja. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein, asupan zat besi, asupan vitamin C dan
asupan seng dari subyek penelitian sebagian besar memiliki asupan yang kurang. Hasil uji
korelasi yang dilakukan menunjukkan besar p>0,05 yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara asupan protein, zat besi, vitamin C dan seng dengan kadar hemoglobin pada
remaja putri SMA Batik 1 Surakarta.
2. tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara asupan protein, zat besi dan vitamin C dengan kejadian
anemia.
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
1. definisi
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus diingat terdapat keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan
massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu
dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai pada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru,dkk 2010).
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau asa hemoglobin yang beradar tidak
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara
laboratoris,anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan
hematokrit dibawah normal (handayani dan andi,2010).
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (hb) yang rendah dalam darah
(WHO,2015) national institute of healt (NH) amerika 2011 menyatakan bahwa anemia terjadi
ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang cukup (fikawati,syafik &
veretamala,2017)
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus di ingat pada keadaan tertentu dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan . oleh karena itu dalam
diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Kadar Hb normal laki-laki
dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami < 12 g/dl (Amin Huda Nuratif & Hardhi
Kusuma, 2015).
2. anatomi fisiologi
Gambar : 2.1 Anatomi fisiologi
Menurut Rusbandi Sarpini (2013 : 85) Darah adalah cairan tubuh yang terdiri dari
plasma dan sel atau struktur seperti sel. Dalam tubuh orang dewasa, volumenya sekitar 5-6
liter atau 7% dari berat badan. Plasma meliputi 53-57% dari seluruh volume darah, terdiri
dari 90% air, 7-9% protein, 0,1% glukosa, 1% bahan anorganik. Bahan protein dibagi dalam
3 jenis yaitu albumin (mengatur tekanan osmotik dalam darah serta mengatur volume air
dalam darah), globulin (berhubungan dengan fungsi antibodi / kekebalan tubuh), dan
fibrinogen (protein yang penting dalam pembekuan darah).
Fungsi darah adalah :
a. Transport internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.
1. Respirasi
Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan
plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.
2. Nutrisi
Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma kehati dan
jaringan – jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme.
3. Sekresi
Hasil metabolisme di bawa plasma ke dunia luar melalui ginjal.
4. Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan
dalam hemoestasis.
5. Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai efek dalam
aktivitas metabolisme sel, dibawa dalam plasma.
b. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari sel
darah putih.
Eritrosit di produksi oleh sumsum tulang merah. Dalam sehari di produksi sekitar 3,5 juta
sel/kg berat badan. Sel darah merah ini bertahan dan berfungsi sekitar 90-120 hari. Zat besi
merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang dewasa kira-kira
mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2–6 gr,
tergantung berat badan dan kadar Hb nya.
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron.
Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan
jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena
didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Komponen eritrosit adalah
sebagai berikut :
a) Membran eritrosit
b) Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatedehydrogenase)
c) Hemoglobin, komponennya terdiri atas : heme yang merupakan gabungan
protoporfirin dengan besi, sedangkan globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan
2. rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin
berfungsi untk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml
oksigen. Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang erkombinasi/berikatan dengan
oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta
membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.
Produksi sel darah merah (eritropoesis) dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang
dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-
30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah merah. Sel eritrosit
berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial
ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah merah sistem eritrosit, mieloid, dan
megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk multiponsial tidak mampu
berdiferensial menjadi sel induk unipotensil. Sel induk unipotensial tidak mampu
berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan
berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas akan membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga
sampai dengan empat kali fase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas
akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Pada
produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat,
piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan morfologi sel yang terjadi selama
proses diferensiasi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan kedalam 3
kelompok, yaitu sebagai berikut :
a) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.
b) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritroblas
asidosis.
c) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti dengan hilangnya RNA dari
dalam sitoplasma sel.
Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100cc dara. Normal
Hb wanitab11,5 mg% dan Hb laki-lakin13,0 mg%. Sifat-sifat sel darah merah biasanya
digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel seperti
berikut :
a) Normositik : sel yang ukurannya normal
b) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang
normal.
c) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil.
d) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar.
e) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
sedikit.
f) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, sifat ini
memugkinkan sel tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel
darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama
peredarannya dalam sirkulasi.
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik yang terdapat di membarn
selnya dan tidak ditemukan disel lain. Antigen-antigen itu adalah A, B, O, dan Rh. Antigen
A, B, dan O seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengode antigen A atau
B tidak memiliki keduanya yang di beri nama O. Antigen A dan B bersifat ko-dominan,
orang yang memiliki antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan orang
yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan O (AO) akan memiliki darah A. Orang
yang memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO) akan memiliki kedua antigen
(OO) akan memiliki darah O. Sedangkan antigen Rh merupakan kelompok antigen utama
lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing
orangtua. Antigen Rh (Rh+) sedangkan orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap Rh
negarif (Rh-).
Pengahncuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses
patologis (hemolisi). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya
komponen-komponen hemoglobin menjadi dua kelompok sebagai berikut :
a) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat
digunakan kembali.
b) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi yang akan dikembalikan ke
pool besi dan digunkan ulang, dan bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan
empedu.
2. Leukosit
Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar 5000 – 9000 / mm 3 . Ada
beberapa tipe sel darah putih, masing– masing mempunyai karakteristik sendiri – sendiri
mengenai ukuran, bentukan dan warnanya :
a) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman.
b) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi. Berfung sisebagai
detoktifikasi protein asing masuk ketubuh
c) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung granule pada sitoplasma.
d) Lymphocyte, meningkat pada infeksi virus. Berfungsi sebagai kekebalan tubuh
(antibody).
e) Monocyte, sel darah putih terbesar.
Fungsi utama sel darah putih ini melindungi tubuh terhadap mikroorganisme (kuman)
dengan makrofagosit (menyerang) kuman yang masuk, mengatasi inflamasi dan immunitas.
Masa aktif sel darah putih ini kira-kira 12 jam.
3..Trombosit (platelet)
Merupakan sel darah pling kecil, jumlah sel ini sekitar 250.000 / mm 3. Fungsinya
berkaitan dengan pembekuan darah dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Sel darah ini
berisi beberapa faktor pembeku darah, bila jumlah nya hanya sedikit dapat menyebabkan
pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar 10 hari. (Tarwoto, 2008 : 19)
3. etiologi
Menurut Price& Wilson (2015) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:
4.menisfestasi klinis
Menurut Nanda, Nic, Noc 2015 tanda dan gejala anemia yaitu :
c. Pemeriksaan fisik
Tanda – tanda anemia umum : Pucat, takikardi, pulsus celer, suara
pembuluh darah, spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik,
perbesaran jantung.
Manifestasi khusus pada anemia :
Defisiensi besi : Spoon nail, glositis
Defisiensi B12 : Paresis, ulkus di tungkai
Hemolitik : Ikterus, spelenomegali
Aplastik : Anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.
5. klaifikasi
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor sel-sel
sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini dapat
disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi tertentu, obat-
obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan
cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara
dini.Jika pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi
sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan
irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Ini
merupakan tipe anemia yang paling umum.Anemia ini dapat ditemukan pada pria
dan wanita pasca menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi
besi).Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak adekuat
dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang
identik.Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat
ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi saluran
gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak
absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa
tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang kurang gizi
asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua, individu yang jarang makan
sayuran dan buah,alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri.Anemia ini ditemukan terutama
pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada orang-orang
kulit hitam.Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom yang disebabkan
oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing
orang tua.Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis, yaitu
pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik
adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan
pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia
sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
b. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a) Gangguan membram eritrosit (membranopati)
b) Gangguan ensim eritrosit (enzimipati)
c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) seperti : thalasemia, hemoglobinopati
struktural (Hbs, HbE, dll)
6. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose anemia adalah
(Handayani & Andi, 2010)
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen, seperti kadar
hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED),
hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan diagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
Faal ginjal
Faal endokrin
Asam urat
Faat hati
Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
Pemeriksaan sitogenetik.
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:
fluorescence in situ hybridization).
7. komplikasi
Menurut Baughman (2010)tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2010)tanda dan gejala anemia dibagi menjadi
tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di bawah titik
tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut organ yang terkena,
yaitu:
Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwatna kuning
seperti jerami.
8. penata laksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan (Baughman, 2010)
1. Anemia Aplastik
Transplantasi sumsum tulang.
Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah merah
dan trombosit.
Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan orang-
orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi gastrointestinal,
fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege tarian
ketat).
Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak terdapatnya
faktor-faktor instriksik.
Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive terhadap terapi,
pada preoperasi untuk mengencerkan darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa
kehamilan untuk mencegah krisis.
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ Istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produkifitas, penurunan semangat
untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih
banyak.
2. Sirkulasi
4. Eliminasi
Gagal ginjal, hematemesi, diare atau konstipasi
5. Makanan/cairan
Nafsu makan menurun, mual/muntah, berat badan menurun.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
Lokasi nyeri terutama didaerah abdomen dan kepala.
8. Pernafasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas.
9. Keamanan
Perubahan menstruasi misalnya menoragia, amenore . Menurunnya fungsi seksual.
B. DIAGNOSA
1. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake
makanan.
3. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan
konsentrasi Hb dalam darah.
4. Resiko Infeksi b/d imunitas tubuh skunder menurun (penurunan Hb), prosedur
invasive
5. PK anemia
6. Kurang pengatahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang informasi
7. Sindrom deficite self care b.d kelemahan
C. INTERVENSI
Manajemen nutrisi
Monitor intake nutrisi
untuk memastikan
kecukupan sumber-
sumber energi
Emosional support
Berikan reinfortcemen
positip bila ps
mengalami kemajuan
2 Ketidakseimbangan Setelah Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari dilakukan asuhan Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh keperawatan … makanan.
b.d intake nutrisi jam klien Kaji makanan yang
inadekuat, faktor menunjukan disukai oleh klien.
psikologis status nutrisi Kolaborasi team gizi
adekuat dengan untuk penyediaan nutrisi
KH: TKTP
BB stabil, Anjurkan klien untuk
tingkat energi meningkatkan asupan
adekuat nutrisi TKTP dan
masukan nutrisi banyak mengandung
adekuat vitamin C
Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori.
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika
memungkinkan
Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu
klien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Kolaborasi untuk
pemberian terapi sesuai
order
Monitor adanya
gangguan dalam input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi
dan kalori.
Proteksi terhadap
infeksi
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal.
Monitor hitung
granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
Inspeksi kulit dan
mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas.
Monitor perubahan
tingkat energi.
Dorong klien untuk
meningkatkan mobilitas
dan latihan.
Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai
program.
Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan
kecurigaan infeksi.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi
keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
Tujuan implementasi:
Tahap-tahap implementasi:
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
menentukan apakah intervensi telah berhasil meningkatkan kondisi klien.
Tujuan evaluasi:
Melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Menentukan apakah intervensi telah tercapai atau belum.
Tahap-tahap evaluasi:
1. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi.
2. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah terpenuhi.
3. Mengiterprestasi dan meringkas data.
4. Mendokumendasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
5. Meneruskan, menghentikan atau merevisi rencana keperawatan.
Jenis-jenis evaluasi:
a. evaluasi formatif
evaluasi formatif adalah evaluasi yang berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan.
B evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh semua aktifitas proses keperawatan
selesai dilakukan.
Penentuan masalah teratasi atau tidak teratasi dengan cara membandingkan SOAP
dengan tuuan kriteria hasil yang telah di tentukan.
S(subjektif): adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan di berikan
O(objektif): adalah informasi yang didapat dari hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.
A(analisis) membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan
kriteria hasil kemudian dapat disimpulkan masalah tertasi, teratasi sebagian atau tidak
terasi.
P(planning): rencana keperawatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisa.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red
cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus di ingat pada keadaan tertentu dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan . oleh karena itu dalam
diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut.
Anemia sering di jumpai di masyarakat dan mudah di kenali (di diagnosa ). Tanda dan
gejalanya beragam, seperti pucat, lemah, maul,dll. Pendiagnosaan anemia dapat di tunjang
dengan pemeriksaan laborat yakni adanya penurunan kadar Hb.
SARAN
Penderita anemia untuk melakukan mengenali faktor risiko apa saja yang menyebabkan
penyakit anemia yang dideritanya. Kemudian berusaha untuk mengurangi bahkan dapat
menghindari faktor-faktor risikonya dan dengan selalu berperilaku hidup sehat.
Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda – tanda anemia dan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia secara benar.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
http://mediskus.com/penyakit/anemia-pengertian-penyebab-dan-gejala-anemia
https://hellosehat.com/penyakit/anemia/
http://rezkyeamalia28.blogspot.co.id/2015/09/makalah-anemia.html
https://ekaputrimaharani.wordpress.com/2014/08/27/makalah-anemia/
http://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-besi
http://penyakitanemia.com
https://www.academia.edu/28444149/ASKEP_ANEMIA_NANDA_NOC_NIC