Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT

DISUSUN OLEH :

DEA HELMALIA PUTRI 2103100096

MAULANA PRIAGIK 2103100050

M.AGUNG KURNIAWAN 2103100054

ALDI ARISTA 2103100006

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS LABUHANBATU

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“EKONOMI ISLAM DAN KESEJAHTERAAN UMAT”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalahini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

  Salam

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover…………….………………………………………………………….. 1
Kata Pengantar………………………………………………………………. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………….. 3

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………… 4

BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat .. 5
2.2 Manajemen Zakat…………………………………….. 8
2.3 Manajemen Waqaf……………………………………. 11
2.4 Etos Kerja Islami……………………………………… 15

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan…………………………………………..… 20
3.2 Saran………………………………………………...…. 21

Daftar Pustaka………………………………………………….………..…….. 22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang
memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman
penuh pada Al - Qur’an dan As - Sunnah. Hukum - hukum yang melandasi prosedur
transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak
yang merasa dirugikan. Kesejahteraan masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanya diukur
dari aspek materilnya, namun mempertimbangkan dampak sosial, mental dan spiritual
individu serta dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan. Syariat Islam telah mengajarkan
tatacara manusia dalam menjalankan hidupnya dari segala aspek. Tidak hanya dalam aspek
religious, tetapi juga mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial, menjaga hubungan
antar sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan menghindarkan dari perilaku –
perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian dan ketentraman.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan  bagian yang
terpisahkan dari agama Islam, sebagai bagian dari ajaran Islam, ekonomi Islam akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan, dimana
Islam telah menyediakan berbagai  perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia,
termasuk dalam  bidang ekonomi. Manusia diciptakan Allah SWT dalam kondisi merdeka.
Manusia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada-Nya. Hal ini merupakan cermin
kebebasan manusia dari ikatan-ikatan perbudakan. Bahkan misi kenabian Muhammad SAW
adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekonomi Islam dan kesejahteraan umat?
2. Bagaimana pengaruh ekonomi Islam terhadap kesejahteraan umat?
3. Bagaimana defenisi dan konsep manajamen zakat ?
4. Bagaimana defenisi dan konsep manajamen Waqaf ?
5. Bagaimana etos kerja yan sesuai dalam Islam?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat


2.1.1 Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Sistem Ekonomi Islam berbeda sama sekali
dengan sistem ekonomi kufur buatan manusia.
Secara dasarnya, pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua
kegiatan, yaitu:
1. Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal)
Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki.
Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta
tersebut haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah,
membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-
lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus). Dan hendaknya harta
tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-
barang yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.

2. Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal)


Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang
telah dimiliki. Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib
terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam
telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli,
kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan.

Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak
negara (Daulah Islamiyah), kerana negara (Daulah Islamiyah) adalah wakil ummat. Meskipun
menyerahkan kepada negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelolanya, namun Allah SWT
telah melarang negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelola kepemilikan umum tersebut
dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola
dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum
yang telah dijelaskan oleh syara'.

2.1.2 Konsep Ekonomi Islam


Ekonomi Islam pada hakekatnya bukanlah sebuah ilmu dari sikap reaksioner terhadap
fenomena ekonomi konvensional.awal keberadaannya sama dengan awal keberadaan Islam di
muka bumi ini (1500 tahun yang lalu), karena ekonomu uslam merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Islam sebagai system hidup.Islam yang diyakini sebagai konsep hidup tentu
melingkupi ekonomi sebagai salah satu aktivitas hidup manusia.jadi dapat dikatakan bahwa
ekonomi Islam merupakan aktivitas agama atau ibadah kita dalam berekonomi.
Ilmu ekonomi sebagaimana ilmu kemanusiaan lainnya sampai saat sekarang masih tetap
sebagai ilmu dalam proses diterima atau ditolak.ilmu ini belum sampai atau tidak samapi
kepada titik kematangan untuk menetapkan suatu paham yang benar. 1

2.1.3 Sistem Ekonomi Islam


Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas manusia
( termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam. Sistem ekonomi Islam adalah
suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan perekonomian baik yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, ataupun penukaran yang berlandaskan kepada syariat Islam yaitu
al-Qur’an dan as- Sunnah. Sistem ekonomi Islam kontras dengan system ekonomi kapitalis
yaitu sekulerisme di mana paham sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Dalam
kapitalisme pemanfaatan kepemilikan tidak membuat batasan tatacaranya, dan tidak ada pula
batasan jumlahnya. Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham
kebebasan (freedom/liberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Seseorang boleh memiliki
harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.oleh karena itu tidak heran
dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian dan pelacuran. Sedang dalam Islam ada
batasan tatacara tetapi tidak membatasi jumlahnya. Tatacara itu berupa hukum-hukum syariah
yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta, baik pemanfaatan yang berupa
kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat, shadaqah, dan hibah, maupun
berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah
(industri), dan sebagainya. Seorang Muslim boleh memiliki harta berapa saja, sepanjang
diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.

Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.


2.1.4 Prinsip Ekonomi Islam
Dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam, para pelaku ekonomi memegang teguh
prinsip-prinsip dasar yaitu Prinsip Ilahiyah, dimana dalam ekonomi Islam kepentingan
individu dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu asas keselarasan,
keseimbangan, dan bukan persaingan, sehingga tercipta ekonomi yang seadil-adilnya. Prinsip
ini menerangkan bahwa semua aktivitas manusia termasuk ekonomi harus selalu bersandar
kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat, berarti
dalam mencari rizki harus halal dan baik.
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT
kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.
5. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
6. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
7. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

2.1.5 Tujuan Ekonomi Islam


Adapun tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu hubungan
manusia dengan Allah (hablum minallah) untuk mencapai ridho-Nya dan hubungan
manusia dengan manusia (hablum minanas) mendatangkan rahmat bagi seluruh
alam.sehingga tercipta kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
Secara umum tujuan ekonomis Islam adalah sebagai berikut.
 Untuk meningkatkan ekonomi umat supaya lebih makmur atau meningkatkan tarap
hidup ke arah yang lebih baik
 Menciptakan ekonomi umat yang adil dan merata
 Mewujudkan perekonomian yang stabil, namun tidak menghambat laju pertumbuhan
ekonomi masyarakat
 Mewujudkan perekonomian yang serasi, damai, bersatu, dalam suasana kekeluargaan
sesama umat, menghilangkan nafsu menguasai atau serakah
 Mewujudkan perekonomian yang menjamin kemerdekaan dalam hal produksi,
distribusi serta menumbuhkan rasa kebersamaaan
 Mewujudkan peri kehidupan ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka bumi,
sehingga kelestarian alam dapat dijaga dengan sebaik – baiknya, baik alam fisik,
kultural, sosial maupun spiritual keagamaan
 Menciptakan ekonomi yang mandiri

2.2. Manajemen Zakat


2.2.1 Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban bagi setiap individu
(Mukallaf) yang memiliki harta untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku dalam zakat itu sendiri. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga
setelah Syahadat dan Shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum
muslimin, juga sebagai pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk
mengalahkan kelemahan dan mempraktikkan pengorbanan diri serta kemurahan hati.
Secara bahasa zakat berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara istilah
zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syarat-
syarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin, 1998:13).
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah
derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat
tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:
a.  Al-Qur’an
Surat at-Taubah : 103

‫صَأ ْم َوالِ ِه ْم ِم ْن ُخ ْذ‬


َ ً‫ص ِّل بِهَا َوتُزَ ِّكي ِه ْم تُطَهِّ ُرهُ ْم َدقَة‬
َ ‫صاَل تَكَ ِإ َّن َعلَ ْي ِه ْم َو‬ َ
(١٠٣ : ‫)التوبة‬  ‫س َك ٌن‬ َ ‫َس ِمي ٌع َعلِي ٌم َوهَّللا ُ لَهُ ْم‬
Artinya:  Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
b. Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim
‫ول‬xx‫ه االهللا وان محمدارس‬xx‫هدة ان الال‬xx‫لم على خمس ش‬xx‫ هللا صلى هللا عليه وسلم "بني ا الس‬x‫قال رسول‬
‫ وايقام الصالةوايتاءالزكاة وحخ البيت وصوم رمضان‬,‫هللا‬
Artinya: Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat,
naik haji, dan puasa ramadhan.
Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan mendapat dosa,
tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan terlaksananya lembaga
zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat
berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan zakat yang professional berbagai
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang ada hubungannya dengan mustahiq
zakat juga dapat dipecahkan.
Zakat menurut istilah berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah
swt. untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Atau bisa
juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu.
Zakat menurut segi kebahasaan berarti, berkah, bersih, berkembang dan baik.
Dinamakan zakat karena, dapat mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah
diambil zakatnya dari bahaya. Dengan mengeluarkan zakat diharapkan hati dan jiwa
seseorang yang menunaikan kewajiban zakat itu menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan
ayat al-Qur’an :
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka
dengannya” (al-Taubah:10).
Dari ayat tersebut tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para “muzakki”
(wajib zakat) itu dapat mensucikan dan membersihkan hati mereka.
Zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak sosial yang
nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah, namun dari segi lain merupakan kewajiban
sosial. Zakat merupakan dasar prisipiil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat
bukanlah derma atau sedekah biasa, namun sedekah wajib.
Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana firman
Allah dalam surat at-Taubah: 60

َّ ‫ال‬ ‫ َو ْال َعا ِملِينَ َو ْال َم َسا ِكي ِن لِ ْلفُقَ َرا ِء‬ ‫ َو ْال ُمَؤ لَّفَ ِة َعلَ ْيهَا‬ ‫قُلُوبُهُ ْم‬ ‫ب َوفِي‬
‫ص َدقَاتُِإنَّ َما‬ ِ ‫الرِّ قَا‬
َ‫َار ِمين‬ِ ‫ َسبِي ِل َوفِي َو ْالغ‬ ِ ‫يل َوا ْب ِن هَّللا‬ ِ ِ‫يضةً ال َّسب‬ َ ‫فَ ِر‬  َ‫ َوهَّللا ُ هَّللا ِ ِمن‬ ‫َح ِكي ٌم َعلِي ٌم‬
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

2.2.2 Pengelolaan Zakat


Terkait dengan perkenomian saat ini yang masih dikategorikan ekonomi rendah,
terutama di Indonesia. Maka pengelolaan zakat dikembangkan dalam perkonomian tersebut
dengan tujuan dapat meningkatkan sedikit demi sedikit perekonomian rendah yang masih
ada, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Oleh karena itu pada tahun 1990-an , beberapa perusahaan dan masyarakat
membentuk Baitul Mal atau lembaga zakat yang bertugas mengelola dana.
Tujuan utama usaha-usaha pengelolaan zakat di Indonesia adalah agar bangsa Indonesia
lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya, dalam hal ini zakat yang diharapkan dapat
menunjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat adil dan makmur
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila UUD 1945.
Dalam pelaksaannya, pengelolaan zakat tidaklah selalu berjalan mulus, ada beberpa
masalah dan solusi yang harus dilaksanakan. Salah satunya adalah masalah pemahaman
zakat, masih banyak masyarakat yang pengertian mengenai zakat itu sendiri masih minim.
Maka upaya untuk menghadapi masalah tersebut adalah penyebarluasan pengertian zakat
secara baik dan benar. Upaya lain adalah perumusan fikih zakat baru yaitu dengan adanya
kerjasama multidisipliner antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan
zakat.
Dalam menjalankan pengelolaan zakat, amil zakat sebagai pengelola juga harus
berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesuliatan
dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik.
3. Menjembatani antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan Syi’ar Islam.
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
Dengan prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dipegang oleh amil
zakat baik berupa badan atau lembaga, maka zakat , infaq, maupun, shodaqoh dapat
tersalurkan dan tercapainya tujuan utama zakat tersebut dengan baik dan tepat sasaran.2

2.3 Manajemen Wakaf


2.3.1 Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini menahan harta untuk
diwakafkan. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir (untuk waktu
selamanya), kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif
dan juga bukan milik nazhir. Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir
agar dimanfaatkan (untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga harus
dikembalikan kepada Wakif setelah jangka waktu pemanfaatan harta wakaf berakhir.
Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu) tidak dapat
dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya. Peran
Nazhir adalah hanya mengelola harta wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan
mengupayakannya berkembang sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk
keperluan sosial (mauquf alaih).
Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan meskipun
perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat, namun para ahli
dipandang sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:
1. Al-Qur’an
 Surat al-Hajj : 77

‫ َء‬  َ‫يَاايُّهَاالَّ ِذ ْين‬ ‫ ْالخَ ْي َر‬ ‫وا ْف َع ُل‬ ‫آ َمنُوا ارْ َكعُو َوا ْس ُج ُدوا َوا ْعبُ ُدوا َربَّ ُك ْم‬
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
 Surat Al-Baqarah : 267

َ‫يَاايُّهَاالَّ ِذ ْين‬ ‫آ َمنُوا‬ ‫ت ِم ْن َأ ْنفِقُوا‬


ِ ‫ض ِمنَ لَ ُك ْم َأ ْخ َرجْ نَا َو ِم َّما َك َس ْبتُ ْم َماطَيِّبَا‬
ِ ْ‫اَأْلر‬
َ ِ‫آخ ِذي ِه َولَ ْستُ ْم تُ ْنفِقُونَ ِم ْنهُ ْل َخب‬
‫ َواَل‬ ‫يث اتَيَ َّم ُموا‬ ِ ِ‫ِإاَّل ب‬ ‫اوا ْعلَ ُموفِي ِهاتُ ْغ ِمضُو َأ ْن‬
َ  
‫َأ َّن‬ َ ‫ َغنِيٌّاهَّلل‬ ‫َح ِمي ٌد‬
Artinya: Hai orang-orang beriman, berinfaklah dari hasil kerja kalian yang baik-baik
dan hasil bumi yang kalian dapatkan seperti pertanian, tambang dan sebagainya.
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas
Janganlah kalian sengaja berinfak dengan yang buruk-buruk. Padahal kalian sendiri,
Indonesia Press.
kalau diberikan yang buruk seperti itu, akan mengambilnya dengan memicingkan
mata seakan tidak ingin memandang keburukannya. Ketahuilah Allah tidak
membutuhkan sedekah kalian. Dia berhak untuk dipuji karena kemanfaatan dan
kebaikan yang telah ditunjuki-Nya.
2. Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Umar bin Khatab mempunyai tanah (kebun) di
Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah
tersebut, ia berkata Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum
pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah
engkau (kepadaku) mengenainya? Nabi SAW menjawab, jika mau kamu tahan
pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar
menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak
dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat,
riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa
dari orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar)
dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak
milik. Rawi berkata, saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia
berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik.
(H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata waqf yang berarti al-habs yang berbentuk
masdar (infinitive noun) dengan arti “menahan, berhenti, atau diam”. Apabila kata
tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, berarti
pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Secara lexicografis (perkamusan), kata
al-waqf sama artinya dengan at-tahbis dan att-asbil, yaitual-habs‘an at-tas{arruf,
“mencegah agar tidak mengelola”. Kata waqf dibatasi penggunaanya pada obyek
tertentu, yakni benda wakaf, sehingga kata al-waqf disamakan pengertiannya dengan
al-habs. Kata ini dalam dalam Mausu‘ah Fiqh Umar Ibn Khottab diartikan dengan
menahan asal harta dan menjalankan hasilnya.
Dalam khazanah fikih Islam, wakaf dimaknai dengan menahan dan memelihara
keutuhan suatu benda yang masih memungkinkan untuk dimanfaatkan pada jalan
kebenaran atau menggunakan hasilnya pada jalan kebaikan dan kebenaran guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di dalam kitab-kitab fiqh, para ulama berbeda
pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Definisi wakaf menurut mazhab fiqh
cukup bervariasi. Kelompok Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi
benda (al-‘ain) milik waqif (orang yang mewakafkan) dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan.
Sementara Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (sigat) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan waqif. Adapun dari komunitas mazhab
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat
serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang
dimiliki oleh waqif untuk diserahkan kepada nazir yang dibolehkan oleh syari’ah.
Sedangkan Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.
Di dalam Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-
lamnya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
agama Islam. Definisi yang termuat dalam Undang-Undang ini tampaknya sama
dengan definisi wakaf yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia
pasal 215 jo. pasal 1 (1) PP No. 28 Tahun 1977.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan
untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang
berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syari’ah Islam. Sebagaimana fungsi
wakaf yang disebutkan dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yakni
wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
2.3.2 Praktik perwakafan tanah di Indonesia
Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia
adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai
secara turun temurun oleh Nadzir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf.
Dalam praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh
ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya
bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga apabila waktu
yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris wakif. Namun
khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan
kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan tersebut tidak
dapat diminta kembali.
Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh Nadzir secara turun temurun dan
penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini dikarekan kurangnya
pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau keturunan Nadzir beranggapan bahwa
tanah tersebut milik Nadzir sehingga penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka
sendiri. Hal ini akibat ketidaktahuan ahli waris Nadzir.3

2.3.3 Solusi
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf menegaskan bahwa
penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila
penyelesaian sengketa melalui musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan
melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya,
bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak
ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak
berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan
arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa,
maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Selain daripada itu, tugas BWI sebagai lembaga tertinggi dalam hal perwakafan harus
lebih aktif lagi membina para nadzir dalam hal penerimaan dan pengelolaan harta wakaf.
Karena sangketa yang terjadi dalam wakaf tanah ini karena kurang profesionalnya nadzir
dalam menerima tanah wakaf saat akad wakaf terjadi. Seharusnya ketika ada wakif yang

Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di
Indonesia, Editor:  Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah.
akan mewakafkan sebidang tanah, nadzir harus memberikan fasilitas notaris apabila tanah
tersebut belum mempunyai akta atau sertifikat tanah. Nadzir juga harus memberikan
sertifikat wakaf yang dikeluarkan oleh BWI sebagai bukti yang menjelaskan apasaja akad
yang tertuang dalam wakaf tersebut, apakah akad wakaf tanah untuk selamanya atau hanya
untuk jangka waktu tertentu. Sehingga tidak akan terjadi sangketa antara ahli waris wakif
dan nadzir karena telah memiliki bukti akad wakaf yang sah dan dikuatkan secara hukum.
Yang tidak kalah penting adalah adanya para saksi ketika akad wakaf terjadi.

2.4 Etos Kerja Islami


2.4.1 Pengertian Etos Kerja

Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup,
moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat. Kerja adalah suatu
aktivitas yang menghasilkan suatu karya. Karya yang dimaksud, berupa segala yang
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan, dan selalu berusaha menciptakan karya-karya
lainnya.
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti
usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat).Etos berasal dari bahasa Yunani
(etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat . Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti
pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi,
intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan.
(Dr.Abdul Aziz.Al Khayyath,1994 : 13). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahamkan
bahwa semua usaha manusia baik yang dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan
adalah termasuk ke dalam kerja.

Dalam bekerja, setiap pekerja muslim (muslimah), hendaknya sesuai dengan etika
Islam, yaitu :

 Melandasi setiap kegiatan kerja semata-mata ikhlas karena Allah serta untuk
memperoleh rida-Nya. Pekerjaan yang halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena
Allah tentu akan mendapatkan pahala ibadah. Rasulullah saw bersabda , yang artinya :
Allah swt tidak akan menerima amalan, melainkan amalan yang ikhlas dan yang
karena untuk mencari keridaan-Nya(H.R.Ibnu Majah ).
 Mencintai pekerjaannya. Karena pekerja yang mencinta pekerjaanya, biasanya dalam
bekerja akan tenang, senang, bijaksana, dan akan meraih hasil kerja yang optimal.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya Sesungguhnya Allah cinta kepada seseorang di
antara kamu yang apabila mengerjakan sesuatu pekerjaan maka ia rapihkan pekerjaan
itu.
 Mengawali setiap kegiatan kerjanya dengan ucapan basmalah.
Nabi saw bersabda yang artinya :Setiap urusan yang baik (bermanfaat, yang tidfak
dimulai dengan ucapan basmalah (bismillahirrahmanirrahim,maka terputus
berkahnya.(H.R.Abdul Qahir dari Abu Hurairah)

 Melaksanakan setiap kegiatan kerjanya dengan cara yang halal.


Nabi saw bersabda, yang artinya :Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang
baik,mencintai yang baik (halal), dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik, dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang
diperintahkan kepada para utusan-Nya (H.R.Muslim dan Tirmidzi)
 Tidak (Haram) melakukan kegiatan kerja yang bersifat mendurhakai Allah. Misalnya
bekerja sebagai germo, pencatat riba (renten), dan pelayan bar.Artinya : “Tidak ada
ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai sang pencipta”.(H.R.Ahmad bin
Hambai dalam musnadnya, dan hakim dalan Al-Mustadrokanya, kategori hadis
shahih)
 Tidak membebani diri, alat-alat produksi, dan hewan pekerja dengan pekerjaan-
pekerjaan di luar batas kemampuan.
 Memiliki sifat-sifat terpuji seperti jujur, dapat dipercaya, suka tolong menolong dalam
kebaikan, dan professional dalam kerjanya.
 Bersabar apabila menghadapi hambatan-hambatan dalam kerjanya. Sebaliknya,
bersyukur apabila memperoleh keberhasilan.
 Menjaga keseimbangan antara kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan
yang manfaatnya untuk kehidupan di akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga
meninggalkan shalat lima waktu, tidak sesuai dengan Islam. Rasulullah saw bersabda
yang artinya,”Kerjakanlah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup
selama-lamanya, tetapi kerjakanlah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu
akan mati besok.”(H.R.Ibnu Asakin)

2.4.2 Prinsip Dasar Etos Kerja Dalam Islam


1. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara
menjalankannya. Dicontohkan orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar.
Namun jika pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membayakan orang
lain) misalkan menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula
halal menjadi haram (‘haram lighairihi’). Berbeda dengan orang yang berprofesi
menjadi PSK. Mau dengan alasan apapun tetap profesi PSK adalah haram (‘haram
lidzatihi’)
2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Sebagai
orang beriman dilarang menjadi beban orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur
seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian
bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil
kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis
kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena memenuhi
kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan
melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan “Tidaklah
seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah
sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya
kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam
mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum
beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras
sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.
Terdapat pada Al-Qur’an :
“Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).
Allah bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib
kaum miskin dan yatim sebagai pendusta-pendusta agama (Qs Al-Ma’un: 1-3)

2.4.3 Surat Yang Membahas Etos Kerja


1. Al-Quran Surah Al-Mujadilah,58:11

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman,apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-


lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan : ‘Berdirilah kamu’, maka kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(Q.S.Al-Mujadilah,58:11)

Ayat Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat 11 isinya antara lain berkaitan dengan
adab atau tata krama yang harus diterapkan dalam majelis-majelis yang baik dan diridai
Allah swt. Adab atau tata karma yang dimaksud yaitu memberikan kelapangan dada
kepada orang-orang yang akan mengunjungi dan berada dalam majelis-majelis tersebut
dengan cara, seperti : mempersilahkan orang lain yang datang belakangan untuk duduk
di samping kita, sekiranya masih kosong, menciptakan suasana nyaman, mewujudkan
rasa persaudaraan, saling menghormati dan saling menyayangi, serta tidak boleh
menyuruh orang lain yang lebih dulu menempati tempat duduknya untuk pindah ke
tempat lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’

Mukmin/Mukminah apabila diperintahkan Allah dan rasul-Nya untuk bangun


melaksanakan hal-hal yang baik yang diridai-Nya, seperti shalat, menuntut ilmu,
berjuang di jalan Allah, dan membiasakan diri dengan akhlak terpuji, maka perintah
tersebut hendaknya segera dilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan ketentuan
syara’
lmu pengetahuan mempunyai banyak keutamaan. Perbuatan ibadah yang tidak
dikerjakan sesuai dengan ilmu tentang ibadah tersebut, tentu tidak akan diterima Allah
SWT.

Rasulullah SAW bersabda Artinya : “Barang siapa yang menempuh suatu jalan
untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga.”(H.R.Muslim)

2. Al-Quran Surah Al-Jumu’ah: 9-10

‫صاَل ِة ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا ِإلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي َع َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِإ ْن ُك ْنتُ ْم‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
)۹( َ‫تَ ْعلَ ُمون‬
)۱۰( َ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِيرًا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اَأْلر‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَِإ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan
shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual
beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila shalat telah
dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”(Q.S.Al-Jumu’ah 62:9-10)
Mengacu kepada Q.S. Al-Jumu’ah: 9-10, umat Islam diperintah oleh agamanya
agar senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib, seperti shalat, dan selalu giat
berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam (etos kerja yang Islami). Termasuk
ke dalam kerja yang Islami antara lain: belajar secara sungguh-sungguh, bekerja keras,
dan berkarya secara produktif sehingga dapat mendorong keadaan kearah yang lebih
maju.

2.4.4 Contoh Etos Kerja

Dari paparan yang telah di urai diatas, saya akan menuliskan contoh – contoh etos kerja :

1. Belajar dengan giat. Belajar dengan giat ini dimaksudkan untuk mencapai masa depan
yang baik lagi. Karena dengan belajar, akan mampu menjadikan individu menjadi
pandai serta mampu menghadapi berbagai persoalan dalam pelajaran. Serta akan
mampu untuk menjadikan individu tersebut menjadi lebih tinggi, karena dengan ilmu,
Allah akan meninggikan derajat ndividu tersebut.
2. Mencuci piring seusai makan. Hal ini dimaksudkan untuk melatih individu supaya
mampu bertanggung jawab atas segala tindakan yang dikerjakan. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan tindakan yang dikerjakan merujuk artinya pada makan. Karena kalau
berusaha melath tanggung jawab dengan hal-hal yang kecil, insya Allah hal ini akan
menjadikan individu untuk mampu bertanggung jawab dalam segala hal.4
BAB III

PENUTUP
http://ellinjuniarti.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-islam_5186.html

3.1 Kesimpulan
Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia
menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam,
permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik
belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan
membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem
ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami dalam
ekonomi.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan
prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan
hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat
manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk
dipertanggungjawabkan.
Manfaat Zakat, Waqof
1. Sarana Pembersih Jiwa
2. Realisasi Kepedulian Sosial
3. Sarana Untuk Meraih Pertolongan Allah Swt
4. Ungkapan Rasa Syukur Kepada Allah Swt

Manajemen zakat adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan

zakat. Oleh karena itu, manajemen zakat sangat diperlukan untuk menyalurkan dana zakat

kepada yang berhak menerima dan tujuan dari pemberian zakat menjadi efektif. Dengan
melihat proses-proses dalam manajemen tersebut maka manajemen zakat meliputi kegiatan

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (controlling) terhadap

pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

Dalam bekerja setiap muslim harus sesuai etika dalam Islam dan tidak melampaui
batasannya. Surat yang membahas tentang etos kerja yaitu Surah Al-Mujadilah,58:11 dan
Surah Al-Jumu’ah: 9-10. Contoh dari etos kerja meliputi belajar dengan giat, mencuci piring,
dll.

4.2 Saran
Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah
memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua
lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita
persempit lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat dilarang yang
namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik dalam bentuk
materi atau lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita  melakukan suatu usaha ekonomi secara
jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA

 Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
 Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim,
dkk. Jakarta: Pustaka Hidayah.
 Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas
Sriwijaya
 Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
 Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M.
Ashraf.
 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers
 Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan
Wakaf di Indonesia,  Editor:  Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya
UIN Syarif Hidayatullah.
 Disampaikan pada acara Diskusi Publik, yang diselenggara oleh Hizbut Tahrir Australia,
di Masjid al-Hijrah, Sydney, Australia. 
 Istitsmar Al-Waqf wa Thuruquhu Al-Qadimah wa Al-Haditsah, Prof. Dr. Ali Muhyiiddin
Al-Qarrah Daghy, Maktabah Misykah Al-Islamiyah (Guru Besar Fak. Syariah- Qatar
University, Anggota Majami’ Fiqhiyyah, Anggota Majelis Eropa untuk Fatwa dan
Penelitian Islam).
 http://chandrayuliasman.blogspot.com/2013/06/fiqh-kontemporer-ziswaf-zakat-infaq.html
 http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45452-Islamiah-Ekonomi%20Syari
%27ah.html
 http://candra-pacitan.blogspot.com/2009/04/zakat-infaq-dan-shodaqoh.html
 http://pembelajarekis.blogspot.com/2011/06/pengertian-zakat-infaq-dan-shodaqah.html
 http://echtheid-irsan.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

 http://ellinjuniarti.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-islam_5186.html

Anda mungkin juga menyukai