Disusun oleh:
SEMARANG
2022
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Asfiksia adalah keadaan neonatus yang gagal bernapas secara sepontan dan teratur
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mengakibatkan kurangnya oksigen atau
perfusi jaringan ditandai dengan hipoksia, hiperkarbi, dan asidosis. Keadaan asfiksia
mengakibatkan kerusakan pada beberapa jaringan dan organ dalam tubuh, yaitu : ginjal
(50%), sistem saraf pusat (28%), sistem kardiovaskuler (25%) dan paru-paru (23%) .
Kerusakan pada sistem saraf pusat pada bayi dengan riwayat asfiksi sedang sampai berat
dapat mengakibatkan perlambatan perkembangan bayi. Deteksi dini dan tindakan evaluasi
sangat penting untuk menilai keterlambatan perkembangan karena akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
Faktor bayi karena lahir prematur, lilitan tali pusat, persalinan lama, dan caesar.
Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehmailan risiko
tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
maupun janin (Widiprinata,2010). APGAR-score dapat digunakan untuk menentukan
tingkat atau derajat asfiksia, bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10), asfiksia
sedang (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar 0-3).
Akibat dari asfiksia yaitu pada janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat,
yang akan menjadikan napas cepat dan pernapasan apneu sehingga menyebabkan pola
napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekpirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.
B. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan asfiksia dengan gangguan pertukaran gas di
RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO.
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
1. Faktor ibu
C. Klasifikasi
Menurut Abdoerrachman et al (2005) asfiksia neonatorum dibagi menjadi :
1. “Vigorous baby” Skor Apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mid moderate asphyxia” asfiksia sedang dengan nilai Apgar skor 4-6.pada
pemerksaan jantung akan terlihat frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat dengan Apgar skor 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung <100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadangkadang pucat, reflex iritabilitias tidak ada.
1. Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
2. Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan
tindakan resusitasi.
3. Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta
pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
4. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif
dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu
diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan
cairan glukosa 40% 1- 2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100
kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
D. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam
paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka
timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini
rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban
dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus
menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan
Fauziah 2012)
E. Pathway
ASFIKSIA
Asidosis respiratorik
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama :
1. Riwayat Kelahiran
3. Riwayat Persalinan
a. BB/TB Ibu: 65 kg/156 cm
b. Keadaan umum ibu: baik
c. Jenis persalinan: Sectio Caesarea
d. Indikasi: ketuban pecah dini (KPD) dan letak lintang
e. Komplikasi persalinan ibu: ketuban pecah dini (KPD)
f. Lamanya ketuban pecah:
g. Persalinan: RSUD Wongsonegoro
h. Tanda Vital
1) Tekanan darah: 127/98 mmHg
2) Nadi: 80x/menit
3) Suhu: 35,9 oC
i. Kondisi Ketuban: KK -, air ketuban jernih
No Tanda 0 1 2 Jumlah
1 Frekuensi o Tidak ada o <100 >100 2
jantung
2 Usaha o Tidak ada o Lambat Menangis 1
napas kuat
3 Tonus otot o Lumpuh Ekstremitas Gerakan 2
fleksi sedikit aktif
4 Refleks o Tidak Gerakan sedikit o Reaksi 1
bereaksi melawan
5 Warna o Biru/pucat Tubuh 1
kulit kemerahan,
tangan & kaki
biru
a. Kesimpulan nilai APGAR Score: 7
b. Tindakan resusitasi: ada
c. Plasenta:
1) Berat: 1000 g
2) Ukuran
3) Kelainan: Tidak ada
4) Tali pusat: segar
5) Jumah pembuluh darah: 2 vena, 1 arteri
6) Panjang
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
dibuktikan dengan pasien tampak sesak
D. RENCANA/INTERVENSI
E. IMPLEMENTASI
RR: 40 x/menit
S :36,3
SPO2: 96%
N : 136x/menit
Apgar Skor 6/7/8
15.15 Monitor pola
napas DS : -
DO :
- Pasien terpasang
selang nasal
- Kesadaran umum
baik
- Gerak sedikit
aktif
- Menangis kuat
- TTV
RR:110 x/menit
S :36,3
SPO2: 98%
18.30 Monitor saturasi N : 140 x/menit
oksigen
DS : -
DO :
- Pasien terpasang
nasal kanul 1
Lpm
- Kesadaran umum
baik
- Gerak aktif
- Menangis kuat
- Ttv
RR: 42 x/menit
S :36,1
SPO2: 96%
N : 128 x/menit
RR: 42 x/menit
S :36,7
SPO2: 98%
N : 138x/menit
15.00 Memonitor
saturasi oksigen DS : -
DO :
- Kesadaran umum
baik
- Gerak sedikit
aktif
- Menangis kuat
- TTV
RR: 45 x/menit
S :36,3
SPO2: 96%
N : 111x/menit
F. EVALUASI
RR: 45 x/menit
S :36,4
SPO2: 98%
N : 110x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 Rabu 19 januari S : -
2022 O:
- Kesadaran umum baik
- Gerak sedikit aktif
- Menangis kuat
- TTV
RR: 40 x/menit
S :36,3
SPO2: 98%
N : 110 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerusakan pada sistem saraf pusat pada bayi dengan riwayat asfiksi sedang
sampai berat dapat mengakibatkan perlambatan perkembangan bayi Akibat dari
asfiksia yaitu pada janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat, yang akan
menjadikan napas cepat dan pernapasan apneu sehingga menyebabkan pola napas
tidak efektif. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekpirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat
B. Saran
Fanny, F. (2015). Sectio caesarea sebagai faktor resiko kejadian asfiksia neonatorum. Jurnal
Kesehatan vol, 4(8), 57-62
Maolinda, W., Salmarini, D. D., & Mariani. (2015). Hubungan persalinan tindakan dengan
kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal
Dinamika Kesehatan, 13(15), 146-151
Rahma, A. S & Armah, M. (2014). Analisis faktor resiko kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir di RSUD Syekh Yusuf Gowadan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun
2013. Jurnal Kesehatan, 7(1), 277-287