Anda di halaman 1dari 4

Kampung Pulo

Kampung Pulo adalah salah satu kampung adat yang berlokasi di Desa


Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Dahulu kala,
Masyarakat di Kampung Pulo menganut agama Hindu. Namun setelah Embah
Dalem Arif Muhammad singgah di wilayah ini beralih ke dalam Agama Islam. Hal ini
terjadi karena Pasukan Embah Dalem Arif Muhammad terpaksa dipukul mundur
sewaktu melawan penjajah Belanda. Karena merasa kecewa dan malu oleh Sultan
Agung, maka Embah Dalem Arif Muhammad tidak kembali lagi ke Mataram. Mulai
waktu itu, beliau menyebarkan Agama Islam kepada masyarakat di wilayah Kampung
Pulo. Sampai dengan wafat dan dimakamkan di Kampung Pulo. Embah Dalem Arif
Muhammad meninggalkan enam orang anak, lima perempuan dan satu pria. Berkaitan
dengan hal tersebut, di Kampung Pulo didirikan enam buah rumah adat saja yang
saling berhadapan masing-masing tiga buah rumah di sebalah kiri dan di sebelah kanan
ditambah dengan sebuah mesjid untuk tempat beibadah. Sekarang, Kampung Pulo
terdiri dari enam kepala keluarga dengan jumlah penduduk 23 orang, dan maksimal
jumlah penduduknya tidak boleh lebih dari 26 orang. Sistem pewarisannya adalah
rumah adat diberikan kepada anak perempuan tertua. Maka dari itu, sistem
kekeluargaan di Kampung Pulo harus mengikuti garis Ibu. Apabila ada anak laki-laki
yang sudah menikah dan pernikahannya sudah menginjak waktu dua minggu, maka
anak laki-laki itu harus ke luar dari Kampung Pulo.

Geografis
Tepatnya berada di antara Kota Bandung dan Kabupaten Garut yang berjarak
2 kilometer dari kecamatan Leles, 17 kilometer dari Kabupaten Garut, dan 46 km dari
Kota Bandung. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Neglasari, Kecamatan
Kadungora, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukarame dan Desa Margaluyu,
Kecamatan Leles. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambak Sari dan Desa
Karang Anyar, Kecamatan Leuwigoong dan sebelah barat dengan Desa Leles,
Kecamatan Leles dan Desa Talagasari, Kecamatan Kadungora. Kampung adat ini
berada di pulau danau Bagendit satu tempat dengan Candi Cangkuang, makam
keramat, serta museum situs.

Pemukiman
Rumah di Kampung Pulo bentuknya persegi panjang dengan jenis rumah panggung.
Bagian atap memakai bentuk suhunan julang ngapak yang dengan empat bidang atap.
Dua bidang atap saling bertemu pada garis suhunan yang letaknya miring. Dua bidang
atap yang lain adalah bidang lanjutan yang membentuk sudut tumpul, di antara garis
pertemuan keduanya. Bidang atap tambahan yang melandai terkenal dengan
sebutan leang-leang. Bagian pangkal kedua belah atap, dibentuk seperti tanduk lurus
yang sering disebut cagak gunting (persilangan gunting) atau capit hurang (bentuk
tangan capit udang) dengan lilitan tali ijuk agar lebih kuat.
 Atap, bagian penutup atap di ruang tamu memakai bambu yang dipasang bentuk
berjajar (talahab). Penutup atap bagian lainnya terbuat dari alang-alang, rumbia dan
ijuk yang diikat kuat dengan tali dari bahan bambu ke bagian atas dari rangka atap
dan diperkuat dengan paku agar lebih awet.
 Plafon atau langit-langit, terbuat dari bilik bambu dengan anyaman kepang.
Pemasangan bilik disimpan di bagian atas dan di bagian bawah diletakkan
bambu bulat yang sejajar denga jarak yang sama antar bilah-bilah bambu.
 Tiang, terbuat dari kayu untuk menopang rangka atap, lantai dan sebagai bagian
dari rangka bangunan rumah utama yang harus berjumlah 16 buah tiang. Untuk
pondasi tiang rumah menggunakan batu alam yang berbentuk persegi panjang.
 Dinding, terbuat dari bilik yang menggunakan pola anyaman kepang. Selain
digunakan sebagai pengunci kayu, paku juga digunakan untuk memperkuat bagian
kontruksi bangunan. Dinding rumah diwarnai kapur yang berwarna putih.
 Pintu, terbuat dari bilik sasag dan kayu yang berbentuk persegi panjang. Pintu
rumah umumnya memiliki ukuran, bahan, dan bentuk yang sama, ukuran pintu kira-
kira 1,75 meter x 1 meter.
 Jendela, pada jendela biasanya dipasang kayu secara vertikal dengan jarak tertentu
yang sering disebut jalosi, serta daun jendela kayu dijadikan sebagai penutupnya.
 Lantai, dibuat dari bilik atau anyaman bambu yang bentuknya sama dengan
anyaman dinding rumah dengan motif kepang. Lantai bilik yang sudah jadi digelar di
atas bambu bulat yang utuh.
 Golodog, terbuat dari kayu yang diletakkan di bawah lantai menuju ke
ruang tamu dan pintu dapur bagian bawah.

Upacara Adat
Upacara Adat yang masih dilaksanakan di Kampung pulo adalah upacara yang
berkaitan dengan daur kehidupan manusia seperti perkawinan, kehamilan,
kelahiran bayi, kematian, bidang pertanian, ketika mendirikan rumah, serta
memandikan (ngaibakan) Benda Pusaka.
Kegiatan Upacara Memandikan Benda Pusaka di Kampung Adat Pulo harus dilakukan
pada tanggal 14 Maulud. Kegiatan ini dilaksanakan pukul 24.00 WIB sampai dengan
pukul 13.30 WIB, dihadiri oleh enam anggota keluarga yang tinggal di Kampung Pulo
dan seluruh keluarga yang sudah tidak tinggal di wilayah Kamung Pulo. Selain itu, ada
juga masyarakat yang berasal dari luar Kampung Pulo yang datang menyaksikan ritual
memandikan beberapa benda pusaka peninggalan Embah Dalem Arip Muhammad dan
para leluhur lainnya. Upacara ini dipimpin Ketua Adat atau seseorang yang diberi tugas
oleh Ketua Adat untuk memimpinnya. Adapun urutan kegiatan upacara memandikan
benda pusaka dijelaskan sebagai berikut.

 Kegiatan Upacara dilaksanakan di rumah siapa saja yang ditunjuk Ketua Adat .
 Sebelum pukul 24.00 WIB, keluarga dan para tamu harus sudah hadir untuk
menyaksikan Ritual pembukaan.
 Sebelum Ritual adat dilaksanakan, Ketua Adat menyiapkan perlengkapan upacara
di antaranya empat buah wadah yang berisi air dengan taburan kembang tujuh
rupa, kain putih (boeh larang), sesaji (2 buah kelapa hijau muda, rujak,
surutu, kopi pait dan kopi manis, makanan ringan, terlur ayam,
parupuyan, kemenyan, nasi tumpeng, minyak wangi, ikan bakar khusus yang
diambil dari danau cangkuang.
 Pusaka yang dimandikan disimpan di atas Kain putih (Boeh larang). Berbagai
pusaka itu di antaranya ada beberapa macam keris, golok, meriam bundar yang
disimpan pada penampan, beberapa macam kujang, berbagai macam batu, tongkat
dari kayu, dan pusaka-pusaka lainnya.
 Tepat pada pukul 24.00 WIB, parupuyan mulai dinyalakan, kemenyan pun ikut
dibakar, asap kemeyan semerbak memenuhi ruangan rumah.
 Ketua Adat mulai membuka acara dengan menyampaikan tujuan pelaksanaan
upacara tersebut.
 Selanjutnya melakukan Tawasulan (hadiah) kepada Nabi Besar Muhammad Saw.,
dengan melantunkan Sholawat Nabi dan do’a lainnya.
 Ritual diawali dengan membasuh berbagai keris yang dicelupkan ke dalam air
taburan kembang (bunga-bunga) tujuh rupa dengan diiringi lantunan Sholawat Nabi
oleh seluruh masyarakat yang hadir.
 Selanjutnya seluruh benda pusaka dimandikan oleh ketua adat. Setelah dimandikan
kemudian disemprot dengan minyak wangi dan disimpan kembali pada tempatnya
 Setelah memandikan barang pusaka selesai, ketua adat menutup upacara ini
dengan do’a. Selanjutnya masyarakat dipersilahkan untuk mencicipi nasi tumpeng
yang telah disediakan. Setelah itu, rangkaian upacara telah selesai.[2]

Pantangan
 Larangan bekerja dan berziarah pada hari Rabu. Hal ini karena hari Rabu
merupakan hari pilihan untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan agama.
Seluruh anggota masyarakat dilarang bekerja, serta diharuskan berziarah ke
makam Embah Dalem Arief Muhammad. Ini juga berlaku pagi para peziarah
ataupun wisatawan.
 Larangan menambah dan mengurangi jumlah rumah. Seperti saat ini, rumah
berjumlah enam dan satu mushola, yang merupakan gambaran dari jumlah anak
perempuan Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Penerus yang menempati rumah
adat haruslah keturunan dan anak perempuan tertua masing-masing keluarga
berupa keluarga batih, yakni satuan kekerabatan atau satu keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anaknya.
 Larangan memelihara hewan peliharaan berkaki empat kecuali kucing. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kesucian dan kebersihan desa adat Kampung Pulo dari
gangguan dan kotoran hewan peliharaan berkaki empat selain kucing.
Pengecualian terhadap kucing berkaitan dengan kepercayaan bahwa hewan
tersebut merupakan peliharaan kesayangan Nabi Muhammad Saw.
 Larangan membangun rumah dengan atap berbentuk prisma. Hal ini berkaitan
dengan kejadian tragis yang menimpa satu-satunya anak lelaki Embah Dalem Arief
Muhammad, sebagaimana dikisahkan secara turun temurun oleh pemangku adat.
Tatkala anak lelaki semata wayang Embah Dalem Arief Muhammad cukup umur
untuk dikhitan, maka dilaksanakanlah upacara khitanan dengan mengarak “raden
nganten” dalam sebuah tandu berbentuk prisma. Pada saat diarak, tiba-tiba
datang angin kencang yang membuat arak-arakan kocar-kacir dan mencelakakan
“raden nganten” hingga meninggal dunia. Untuk memperingati kejadian tersebut,
maka Desa Adat Kampung Pulo pamali (larangan) membuat atap berbentuk prisma.
 Larangan memukul gong besar. Ini masih berkenaan dengan kejadian Raden
Nganten celaka, dalam kejadian itu gong besar merupakan
alat musik dalam gamelan pengiring. Jadi untuk memperingati kejadian itu, desa
adat Kampung Pulo pamali membunyikan gong besar.

Anda mungkin juga menyukai