Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

“DIARE AKUT”

Pembimbing :

dr. Eni Rahmawati, Sp.A

Disusun oleh:

Kharismayanti Fatimatuzzahro - 2017730061

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SEKARWANGI KAB. SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelasaikan laporan Refetar yang berjudul “Diare Akut”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima


kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan arahan demi terselesaikannya laporan Referat ini khususnya kepada dr. Eni
Rahmawati, Sp.A selaku pembimbing tugas Referat Diare Akut.

Penulis menyadari dalam proses penulisan laporan Referat ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian,
penulis telah mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.
Penulis terbuka menerima segala bentuk masukan, saran, dan usulan guna
menyempurnakan laporan Referat ini.

Penulis berharap semoga laporan Referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sukabumi, November 2021

Kharismayanti Fatimatuzzahro

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
A. Definisi..........................................................................................................2
B. Etiologi..........................................................................................................2
C. Epidemiologi.................................................................................................2
D. Patomekanisme.............................................................................................3
E. Diagnosis Klinis............................................................................................5
F. Tatalaksana....................................................................................................7
G. Komplikasi..................................................................................................11
I. Prognosis.....................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
KESIMPULAN.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare adalah buang air besar yang frekuesinya lebih sering dan konsistensi
tinja lebih encer dari biasanya. Selama terjadi diare, tubuh akan kehilangan
cairan dan elektrolit secara cepat. Pada saat yang bersamaan, usus kehilangan
kemampuannya untuk menyerap cairan dan elektrolit yang diberikan
kepadanya. Pada kasus yang ringan dimana proses penyerapan belum
terganggu, berbagai cairan yang diberikan kepadanya dapat mencegah
dehidrasi. Lebih kurang 10% episode diare disertai dehidrasi /kekurangan
cairan secara berlebihan. Bayi dan anak yang lebih kecil lebih mudah
mengalami dehidrasi dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Oleh
karena itu, mencegah atau mengatasi dehidrasi merupakan hal penting dalam 
penanganan diare pada anak.6
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering terjadi, dengan CFR yang
masih tinggi.3 Secara global terjadi peningkatan kejadian diare dan kematian
akibat diare pada balita dari tahun 2015-2017. Berdasarkan data WHO, pada
tahun 2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan 499.000
kematian di seluruh dunia terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Hampir
1,7 miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka kematian sekitar
525.000 pada anak balita tiap tahunnya. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018,
prevalensi diare di Indonesia mengalami penurunan dari 18,5% menjadi
12,3%. Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial. Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian.9

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih
lunak atau cair yang terjadi dengan frekuensi ≥3× dalam 24 jam dan
berlangsung dalam waktu <14 hari.1

B. Etiologi
- Infeksi
Infeksi baik itu oleh virus, bakteri dan parasit merupakan penyebab diare
tersering. Virus, terutama Rotavirus merupakan penyebab utama (60-
70%) diare infeksi pada anak, sedangkan sekitar 10-20% adalah bakteri
dan kurang dari 10% adalah parasit.6
- Bakteri: E. coli, Shigella, Salmonella, Vibrio, Yersinia,
Campylobacter
- Virus: rotavirus, Norwalk virus, Adenovirus
- Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum
- Alergi: protein air susu sapi
- Intoleransi: karbohidrat
- Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, protein
- Keracunan makanan
- Zat kimia beracun
- Toksin mikroorganisme: Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus
- Imunodefisiensi1

C. Epidemiologi
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering terjadi, dengan CFR yang
masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi
KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian

2
100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR
1,74 %).2 Menurut data dari WHO tahun 2013, diare masih menjadi penyebab
kematian terbesar kedua pada balita. Tiap tahunnya diare menyebabkan
kematian pada 760.000 balita di seluruh dunia.3
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2007, prevalensi diare klinis
adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan
terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi
diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua).
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu
16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan
hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.2
Secara global terjadi peningkatan kejadian diare dan kematian akibat diare
pada balita dari tahun 2015-2017. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2015,
diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan 499.000 kematian di
seluruh dunia terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Hampir 1,7 miliar
kasus diare terjadi pada anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada
anak balita tiap tahunnya. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi diare
di Indonesia mengalami penurunan dari 18,5% menjadi 12,3%. Diare
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial. Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian.9

D. Patomekanisme
- Diare sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim
adenil siklase yang akan mengubah adenosine triphosphate (ATP)
menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP). Akumulasi cAMP
intraselular menyebabkan sekresi aktif air, ion klorida, natrium, kalium,
dan bikarbonat ke dalam lumen usus. Adenil siklase ini diaktifkan oleh

3
toksin yang dihasilkan dari mikroorganisme, antara lain Vibrio cholera,
Enterotoxigenic Eschericia coli (ETEC), Shigella, Clostridium,
Salmonella, dan Campylobacter. 1

- Diare invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme
ke dalam mukosa usus sehingga terjadi kerusakan mukosa usus. Diare
invasif disebabkan oleh virus (rotavirus), bakteri (Shigella, Salmonella,
Campylobacter, Entero invasive Eschericia coli/EIEC, dan Yersinia),
atau parasit (Amoeba). Diare invasive terdapat dalam 2 bentuk, yaitu:
Diare non-dysentriform berupa diare yang tidak berdarah, biasanya
disebabkan oleh rotavirus Pada diare yang disebabkan oleh rotavirus,
sesudah masuk ke dalam saluran cerna, virus akan berkembang biak dan
masuk ke dalam apikal usus halus menyebabkan kerusakan pada bagian
apikal dari vili yang selanjutnya diganti oleh bagian kripta yang belum
matang (imatur, berbentuk kuboid atau gepeng). Sel yang masih imatur
ini tidak dapat berfungsi normal karena tidak dapat menghasilkan enzim
laktase. Diare yang disebabkan rotavirus paling sering terjadi pada anak
usia <2 th berupa diare cair, muntah, disertai batuk pilek. Diare
dysentriform berupa diare berdarah yang biasanya disebabkan oleh
bakteri Shigella, Salmonella, dan EIEC. Pada diare karena Shigella
sesudah bakteri melewati barier asam lambung, selanjutnya masuk ke
dalam usus halus dan berkembang biakserta mengeluarkan enterotoksin.
Enterotoksin ini merangsang enzim adenil siklase mengubah ATP
menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Bakteri ini akan sampai
di kolon karena peristaltik usus dan melakukan invasi membentuk
mikroulkus yang disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan
menimbulkan BAB yang berlendir dan berdarah. 1

- Diare osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh tekanan osmotic
yang tinggi di dalam lumen usus sehingga menarik cairan dari

4
intraselular ke dalam lumen usus yang menimbulkan watery diarrhea.
Diare osmotik paling sering disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase,
kemudian diabsorbsi di dalam usus halus. Apabila terjadi defisiensi
enzim laktase maka akumulasi laktosa pada lumen usus akan
menimbulkan osmotic pressure yang tinggi sehingga terjadi diare. 1

E. Diagnosis Klinis
 Anamnesis
- Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi feses, warna, bau, ada
atau tidak ada lendir maupun darah.
- Bila disertai dengan muntah: volume dan frekuensi.
- Rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, demam, sesak,
kembung.
- Jumlah atau frekuensi buang air kecil.
- Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
- Gejala lain seperti panas badan, kejang atau penyakit lain yang
menyertai seperti batuk, pilek, dan campak.
- Tindakan yang sudah dilakukan: pemberian oralit, riwayat
pengobatan sebelumnya
- Riwayat imunisasi.
- Penderita diare disekitarnya.

 Pemeriksaan Fisis
1. Periksa keadaan umum, berat badan, tinggi badan, dan tanda
vital,
2. Cari tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat

5
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa
minum.
3. Penurunan bising usus, bila ada terdapat hipokalemia.
4. Nyeri tekan
5. Darah dalam tinja
6. Capillary refill test

Gejala dan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat


tanda ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Letargik, kesadaran
menurun
Mata Normal Cekung Sangat Cekung
Air Mata Basah Kering Sangat Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat Kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Tampak kehausan *Sulit, tidak dapat
haus minum
Turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
lambat
Rencana terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
Defisit cairan <5% atau <50 5-10% atau 50-100 >10% atau >100
ml/kgBB mL/kgBB mL/kgBB

 Pemeriksaan penunjang
 Feses rutin, makroskopik (warna, konsistensi, darah, lendir, nanah),
dan mikroskopik (eritrosit, leukosit, telur cacing, ameba, lemak)
 Pada dehidrasi berat, perlu pemeriksaan laboratorium lebih lengkap
seperti darah rutin, elektrolit, dan analisis gas darah.1

6
F. Tatalaksana
Tiga elemen utama dalam tatalaksana semua anak dengan diare adalah
terapi rehidrasi, pemberian zinc dan lanjutkan pemberian makan. Selama anak
diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium, kalium dan
bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga
timbullah kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan
sesuai dengan gejala dan tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang
hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada.

Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan


perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare.
Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak
dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan
bahwa pemberian zinc selama episode diare, mengurangi lamanya dan tingkat
keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan
berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc,
segera setelah anak tidak muntah.

Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan


peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan
penurunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya,
gangguan gizi dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan
lebih sering terjadi, dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang tidak
menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus dengan memberi
makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat.

Penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak


balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:

1. Rencana Terapi A : terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan


malnutrisi

7
8
2. Rencana Terapi B: terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan
dehidrasi ringan-sedang

3. Rencana Terapi C : Untuk pasien dengan dehidrasi berat

9
3. Rencana Terapi C: untuk pasien dehidrasi berat

10
G. KOMPLIKASI

1. Hipernatremia
Beberapa anak dengan diare mengalami dehidrasi
hipernatremik, terutama bila diberikan minuman yang
hipertonik karena kandungan gula yang berlebihan (misalnya
minuman ringan, minuman buah komersial, susu formula bayi
yang terlalu pekat) atau garam. Hal ini mengakibatkan air dari
jaringan dan pembuluh darak darah ditarik ke dalam usus,
menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstra-seluler
meningkat. Jika zat terlarut dalam minuman tidak sepenuhnya
diserap, air tetap berada di usus, menyebabkan diare osmotik.
Anak-anak dengan dehidrasi hipernatremia (Na serum >150
mmol/l) memiliki rasa haus yang tidak sebanding dengan
tanda-tanda dehidrasi lainnya. Masalah yang paling serius
adalah kejang, yang biasanya terjadi ketika konsentrasi natrium
serum melebihi 165 mmol/l, dan terutama ketika terapi IV
diberikan. Kejang jauh lebih kecil kemungkinannya bila
hipernatremia diobati dengan larutan oralit, yang biasanya
menyebabkan konsentrasi natrium serum menjadi normal
dalam 24 jam.

2. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan
yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi
hiponatremi (Na< 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat
dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi
Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi

11
(mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6
dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

3. Hipokalemia
Penggantian kehilangan kalium yang tidak memadai selama
diare dapat menyebabkan penipisan kalium dan hypokalemia
(serum K+ <3 mmol/l), terutama pada anak dengan gizi buruk.
Hal ini dapat menyebabkan kelemahan otot, ileus paralitik,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia
memburuk bila basa (bikarbonat atau laktat) diberikan untuk
mengobati asidosis tanpa secara bersamaan memberikan
kalium. Hipokalemia dapat dicegah, dan defisit kalium
dikoreksi, dengan menggunakan larutan oralit untuk terapi
rehidrasi dan dengan memberikan makanan yang kaya kalium
selama diare dan setelah diare berhenti.

H. EDUKASI
Orang tua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan
Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan
atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik
dalam 3 hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit
secara benar. 4
Langkah promotif/preventif:
(1) ASI : tetap diberikan, pemberian ASI yang benar, memperbaiki
penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
(2) Kebersihan perorangan : membudayakan kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
(3) Kebersihan lingkungan : buang air besar di jamban yang bersih dan
higienis oleh seluruh anggota keluarga dan membuang tinja bayi
yang benar.

12
(4) Imunisasi campak.
(5) Memberikan makanan penyapihan yang benar,
(6) Penyediaan air minum yang bersih & penggunaan air bersih yang
cukup.
(7) selalu memasak makanan.4,7

I. Prognosis
Pada diare akut umumnya baik.1 Apabila tatalaksana baik.

13
BAB III
KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang


utama, karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab
utama diare akut adalah infeksi Rotavirus yang bersifat self limiting sehingga
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Pemakaian antibitika
hanya untuk kasus-kasus yang diindikasikan. Masalah utama diare akut pada
anak berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi. Upaya rehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi
yang paling dianjurkan. Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen
yang penting dalam terapi diare akut. Pemakaian anti
sekretorik, probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki frekuensi dan
lamanya diare. Akan tetapi probiotik belum dijadikan konsensus jadi bisa
diberikan ataupun tidak. ASI tetap diberikan selama diare, Zinc tetap
diberikan selama +-10 hari ada diare maupun tidak ada diare. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah kebersihan dsan pemberian makanan atau nutrisi
yang cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta. Prognosis pada
diare akut umumnya baik apabila tatalaksana baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna H. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
5. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD.
2. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta.
3. WHO. 2013. Diarrheal Disease.
4. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
5. Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press.
6. Bagaimana Menangani Diare Pada Anak. [internet] 2014. IDAI (Ikatan
Dokter Anak Indonesia). Cited 8 juni 2020. Available from
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/bagaimana-menangani-
diare-pada-anak.
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2015. Buku Saku Lintas Diare untuk Petugas Kesehatan Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
8. Subagyo B, Santoso NB. 2009. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi. 1st
ed. Juffrie M, editor. Jakarta: UKK Gastroenterologi Hepatologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
9. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, 2014, Profil Kesehatan Kabupaten Pati,
Pati: Dinas Kesehatan Kabupaten Pati.
10. Depkes RI (2011) “Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare,”
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, hal. 1–40.
11. Hadinegoro, S. R. S., Kadim, M. dan Devaera, Y. (2012) Update Management
of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
12. Kementerian Kesehatan RI (2011) “Situasi diare di Indonesia,” Jurnal
Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, 2, hal. 1–44.
13. Marcdante, K. at all (2014) Ilmu Kesehatan Anak Esensial Nelson, Pediatric.
14. WHO. The Treatment of Diarrhoea v05 1 final.

15
15. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit.Switzerland : Geneva; 2009

16

Anda mungkin juga menyukai