Anda di halaman 1dari 13

TEORI SISTEM FUTUROLOGI :

“PHENOMENOLOGY DAN TEORINYA MENURUT EDMUND GUSTAV ALBRECHT


HUSSERL”
Yusuf Harda Billy
Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin dan Adab Universitas Islam Sultan
Maulana Hasanuddin Banten.
Email : yusuf14hdbl@gmail.com

Abstrack : The discussion of this article is quite complicated if you read it for the first time,
because you must first understand what the meaning of a futurological system theory is, then go
to the core stage where this discussion is focused on a phenomenological name initiated by a
character named Edmund Husserl.  from theory to history of phenomenology will be discussed
in full here, taking from various sources has been summarized in one article below.

Keywords : Phenomenology, Futurological systems theory, and Edmund Husserl.

Abstrak : pembahasan artikel ini cukup rumit jika dibaca untuk pertama kalinya, karena kalian
harus memahami dahulu apa makna dari sebuah teori sistem futurologi, lalu masuk ke tahapan
inti dimana pembahasan ini difokuskan kepada sebuah nama fenomenologi yang diprakarsai
oleh seorang tokoh bernama edmund Husserl. dari teori sampai sejarah dari fenomenologi akan
dibahas secara lengkap disini, pengambilan dari berbagai sumber sudah terangkum dalam satu
artikel dibawah ini.

Kata Kunci : fenomenology, teori sistem futurologi, dan Edmund Husserl.

PENDAHULUAN

Sistem dapat dijelaskan sebagai kerangka teoritis untuk mengumpulkan data mengenai
fenomena politik, kesatuan integrasi saling berhubungan berdasarkan serangkaian hipotesa
variabel politik, misalnya sistem internasional yang melibatkan pemerintah dunia, dan
serangkaian hubungan diantara variabel politik dalam sebuah sistem internasional. Teori sistem
merujuk pada serangkaian pernyataan mengenai hubungan diantara variabel dependen dan
independen yang diasumsikan berinteraksi satu sama lain. Artinya perubahan dalam satu atau
lebih dari satu variabel bersamaan atau disusul dengan perubahan variabel lain atau kombinasi
variabel.
Konsep sistem telah diambil oleh ilmu sosial dari ilmu pasti, secara khusus dari fisika
yang yang berhubungan dengan materi, energi, gerak, dan kekuatan. Semua konsep ini lebih
diarahkan pada suatu pengukuran yang pasti dan mengikuti aturan-aturan tertentu. Ada yang
mendefinisikan sistem dalam konteks pasti dan dalam persamaan matematis yang menjelaskan
hubungan tertentu antara beberapa variabel. Namun konsep ini sangat sedikit diadopsi oleh para
ahli dibidang sosial karena variabel-variabelnya sangat kompleks dan sering sangat
multidimensional.

Konsep yang akan diberikan berikut adalah verbal, namun walaupun demikian konsep ini
sedikit pasti. Sistem merupakan kumpulan dari objek-objek bersama-sama dengan hubungannya,
antara objek-objek dan antara atribut mereka yang dihubungkan dengan satu sama lain dan
kepada lingkungannya sehingga membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh (Whole). Untuk
lebih menjelaskan arti menyeluruh dari berbagai definisi di atas, berikut ini akan diuraikan lebih
lengkap unsur-unsur dari definisi tersebut aurora lain, kumpulan, objek, hubungan, atribut,
lingkungan, dan menyeluruh.

Sedangkan Futurologi itu sering sekali dikaitkan dengan istilah-istilah seperti riset dating
(Future Reseach), Studi masa depan (Future Studies), atau riset kebijakan, dan istilah-istilah
lainnya. Namun pada prinsipnya futurologi itu merupakan sebuah kajian dalam membahas masa
depan dalam berbagai bentuk bidang kehidupan manusia termasuk di peradaban. Futurologi
adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang prediksi masa depan dari sudut
pandang, baik menyangkut sosial, politik, ekonomi, juga keyaninan dan musnanya suatu bangsa
dan negara. Futurologi merupakan sebuah disiplin ilmu meramal masa depan berdasarkan
perhitungan multi sudut pandang atas fenomena yang terjadi pada hari ini.

Dalam hubungan teori sistem dengan futurologi dapat dipahami bahwa sebuah sistem
memiliki batas-batas yang membedakan dari lingkungan dan setiap sistem tersebut merupakan
jaringan komunikasi yang membuka aliran informasi untuk proses penyesuaian diri di masa yang
akan datang. Dalam sistem yang kompleks dimana parameter atau objek merupakan subsistem,
hubungan ini adalah perekat yang menghubungkan berbagai sub-sistem tersebut secara bersama.

Walaupun setiap hubungan tergantung pada suatu kumpulan objek tertentu, misalnya
suatu hubungan dimana suatu sub-sistem tidak dapat berfungsi secara mandiri, artinya tergantung
pada sub-sistem lain. Hubungan antara teori sistem dengan futurologi yang lain adalah hubungan
yang sinergy dimana semua subsistem yang tidak terikat dioperasikan bersama untuk
menghasilkan total output yang lebih besar dibandingkan jika sub-sistem tersebut beroperasi
secara sendiri-sendiri untuk mencari solusi yang tepat atas prediksi masalah yang akan terjadi
dimasa depan.

Seperti dikemukakan oleh Winardi yang mengatakan bahwa kita perlu mengerti dan
memupuk kemampuan untuk bekerja dengan sistem-sistem dengan cara yang inteligen, yaitu
dengan menggunakan pendekatan sistem untuk menemukan sifat-sifat penting dari sistem yang
bersangkutan, yang kemudian memberikan keterangan-keterangan kepada kita mengenai
perubahan-perubahan apa perlu dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut.

Dengan demikian, antara teori sistem dengan futurologi mempunyai hubugan yang saling
berkaitan. Pandangan ini didasarkan bahwa karena kondisi lingkungan berubah dengan cepat,
minimal dalam lima tahun terjadi perubahan yang signifikan. Berdasarkan kondisi inilah maka
perhatian terhadap nilai-nilai yang dibutukan di masa yang akan datang menjadi penting untuk
dicermati.

A. PENGERTIAN PHENOMENOLOGY
Fenomenologi secara etimologi berasal dari kata “phenomenon” yang berarti realitas
yang tampak, dan “logos” yang berarti ilmu. Sehingga secara Tujuan utama fenomenologi adalah
mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan, seperti
bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomologi mencoba mencari
pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam
kerangka inter subjektivitas.
Dalam pengertian Fenomenologi lainnya berasal dari bahasa Yunani, phaenesthai, berarti
menunjukkan dirinya sendiri, menampilkan. Fenomenologi juga berasal dari bahasa Yunani,
pahainomenon, yang secara harfiah berarti “gejala” atau apa yang telah menampakkan diri”
sehingga nyata bagi si pengamat. Metode fenomenologi yang dirintis Edmund Husserl
bersemboyan: Zuruck zu den sachen selbst (kembali kepada hal-hal itu sendiri). Untuk
memahami apa yang sesungguhnya terjadi perceraian di kalangan artis, misalnya, menurut
semboyan ini, maka peneliti harus menanyakannya kepada artis yang mengalaminya, bukan
kepada yang lain.
Fenomenologi, sesuai dengan namanya, adalah ilmu (logos) mengenai sesuatu yang
tampak (phenomenon). Dengan demikan, setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara
penampakan dari apa saja merupakan fenomenologi. Dalam hal ini, fenomenologi merupakan
sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang membanjiri
kesadaran manusia. Fenomenologai adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari
kesaradan, atau cara memahami suatu objek atau peristiwsa dengan mengalaminya secara sadar.
Namun, bagi Brouwer, fenomenologi itu bukan ilmu, tetapi suatu metode pemikiran (a way of
looking at things). Dalam fenomenologi tidak ada teori, tidak ada hipotesis, tidak ada sistem.
Secara terminologi fenomenologi adalah ilmu berorientasi untuk dapat mendapatkan
penjelasan tentang realitas yang tampak.Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang
tidak berdiri sendiri karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut.
Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna (hakikat) terdalam dari
fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomenologi bukan realisme, juga bukan idealisme. Di satu sisi, fenomenologi percaya
bahwa dunia itu ada, real. Dunia, dengan segala isinya, itu nyata ada, tanpa pengaruh kehadiran
pikiran kita. Ada atau tidak ada kita, kita berpikir atau tidak, dunia itu hadir sebagaimana adanya.
Tetapi fenomenologi tidak sama dengan realisme yang hanya percaya atas realitas sebagai hal
objektif terpisah dari kesadaran. Di sisi lain, fenomenologi juga mengajarkan bahwa realitas itu
muncul dalam proses aktif dalam kesadaran, tetapi tidak sama seperti idealisme yang menafikan
realitas objektif. Jadi, fenomenologi menempati kedudukan sebelum terdapatnya pembedaan
antara realisme dengan idealisme. Namun, Husserl secara berangsur-angsur berpaling ke arah
idealisme. Sementara, murid- muridnya lebih menuju ke bandul realisme.
Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari pengalaman seseorang.
Makna tentang sesuatu yang dialami seseorang akan sangat tergantung bagaimana orang
berhubungan dengan sesuatu itu. Sejalan dengan itu, menurut Littlejohn dan Foss, fenomenologi
berkaitan dengan penampakan suatu objek, peristiwa, atau suatu kondisi dalam persepsi kita.
Pengetahuan berasal dari pengalaman yang disadari, dalam persepsi kita. Dalam hal ini,
fenomenologi berarti membiarkan sesuatu datang mewujudkan dirinya sebagaimana adanya.
Dengan demikian, di satu sisi, makna itu muncul dengan cara membiarkan
realitas/fenomena/pengalaman itu membuka dirinya. Di sisi lain, makna itu muncul sebagai hasil
interaksi antara subjek dengan fenomena yang dialaminya.
Berikut adalah bebeapa pengertian fenomenologi lainnya:
 Fenomenologi adalah studi tentang esensi- esensi, misalnya esensi persepsi, esensi
kesadaran, dsb.
 Fenomenlogi merupakan filsafat yang menempatkan kembali esensi-esensi dalam
eksistensi; bahwa manusia dan dunia tak dapat dimengerti kecuali dengan bertitik tolak
pada aktivitasnya.
 Fenomenologi adalah suatu filsafat transendental yang menangguhkan sikap natu ral
dengan maksud memahaminya secara lebih baik.
 Fenomenologi merupakan filsafat yang menganggap dunia selalu “sudah ada”,
mendahului refleksi, sebagai suatu kehadiran yang tak terasingkan, yang berusaha
memulihkan kembali kontak langsung dan wajar dengan dunia sehingga dunia dapat
diberi sta- tus filosofis.
 Fenomenologi adalah ikhtiar untuk secara langsung melukiskan pengalaman kita
sebagaimana adanya, tanpa memperhatikan asal- usul psikologisnya dan keterangan
kausal yang dapat disajikan oleh ilmuwan, sejarawan, dan sosiolog.
Jadi, fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang
sudah menjadi, atau disiplin, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan
fenomena, atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena
yang tampak di depan kita, dan bagaimana penampakannya.

B. SEJARAH PHENOMENOLOGY
Pada awalnya, istilah fenomenologi diperkenalkan oleh J.H. Lambert, tahun 1764,
untuk menunjuk pada Teori Kebenaran. Setelah itu, istilah ini diperluas pengertiannya. Sedangkan
menurut Kockelmans, fenomenologi digunakan dalam filsafat pada tahun 1765, yang kadang-
kadang ditemukan dalam karya-karya Immanuel Kant, yang kemdian didefinisikan secara baik
dan dikonstruksikan sebagai makna secara teknis oleh Hegel. Menurut Hegel, fenomenologi
berkaitan dengan pengetahuan yang muncul dalam kesadaran, sains yang mendeskripsikan
apa yang dipahami seseorang dalam kesadaran dan pengalamannya.

Fenomenologi dicetuskan secara intens sebagai kajian filsafat pertama kali oleh Edmund
Husserl, sehingga Husserl sering dipandang sebagai Bapak Fenomenologi. Filsafatnya
sangat populer sekitar tahun 1950-an. Tujuan utama filsafat ini adalah memberi landasan bagi
filsafat agar dapat berfungsi sebagai ilmu yang murni dan otonom. Pada awal
perekembangannya, fenomenologi merupakan seperangkat pendekatan dalam studi filosofis dan
sosiologis, serta studi tentang seni.

Kemunculan fenomenologi oleh Husserl dilatarbelakangi oleh kenyataan terjadinya krisis


ilmu pengetahuan. Dalam krisis ini, ilmu pengetahuan tidak bisa memberikan nasihat apa-
apa bagi manusia. Ilmu pengetahuan senjang dari praktik hidup sehari-hari. Hal ini, menurut
Husserl, konsep teori sejati telah banyak dilupakan oleh banyak disiplin yang maju dalam
kebudayaan ilmiah dewasa ini. Sehubungan dengan itu, Husserl mengajukan kritik terhadap ilmu
pengetahuan sebagai berikut:

1. Ilmu pengetahuan telah jatuh pada objektivisme, yaitu cara memandang dunia sebagai
susunan fakta objektif dengan kaitan- kaitan niscaya. Bagi Husserl, pengetahuan seperti
itu berasal dari pengetahuan prailmiah sehari-hari, yang disebut lebenswelt.
2. Kesadaran manusia atau subjek ditelan oleh tafsiran-tafsiran objektivistis itu, karena ilmu
pengetahuan sama sekali tidak membersihkan diri dari kepentingan-kepentingan dunia
kehidupan sehari-hari itu.
3. Teori yang dihasilkan dari usaha membersihkan pengetahuan dari kepentingan-
kepentingan itu adalah teori sejati yang dipahami tradisi pemikiran Barat.
Dengan demikian, menurut Husserl, krisis ilmu pengetahuan itu disebabkan oleh
kesalahpahaman disiplin-disiplin ilmiah itu terhadap konsep teori sejati itu. Melalui
fenomenologi, Husserl berusaha menemukan hubungan antara teori dengan dunia- kehidupan
yang dihayati, yang tujuan akhirnya untuk menghasilkan teori murni yang dapat diterapkan pada
praktik. Dengan kata lain, fenomenologi Husserl ini berangkat dari filsafat ilmu. Dalam hal ini,
ia mengsusulkan bahwa fenomena-fenomena itu, untuk dipahami, harus didekati dengan cara-
cara yang khas.

C. MENGENAL EDMUND HUSSERL


Edmund Gustav Albrecht Husserl adalah nama asli dari Edmund Husserl yang disebut -
sebut sebagai pencetus teori fenomenologi dalam ilmu filsafat manusia. Ia lahir di Prostejov,
Moravia, Ceko (yang saat itu merupakan bagian dari kekaisaran Austria). Karyanya
meninggalkan orientasi yang murni positiv dalam sains dan filsafat pada masanya dan
mengutamakan pengalaman subyektif sebagai sumber dari semua pengetahuan kita tentang
fenomenologi obyektif. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga Yahudi di Prostejov.
Husserl adalah murid Franz Brentano dan Carl Stumpf, karya filsafatnya mempengaruhi
antara lain, Edith Stein (St. Teresa Benedicta dari Salib) Eugen Fink, Max Scheler, Martin
Heidegger, Jean Paul Sartre, Emmanuel Levinas, Rudolf Carnap, Hermann Weyl, Marice Merlau
Ponty dan Roman Ingarden. Pada tahun 1886, dia mempelajari psikologi dan banyak menulis
tentang fenomenologi. Tahun 1887, Husserl pindah agama menjadi kristen dan bergabung
dengan Gereja Lutheran.

Ia mengajar filsafat di Halle sebagai seorang tutor (Privatedozent)  dari tahun 1887, lalu
di Gottingen sebagai profesor dari 1901, dan di Frenburg im Breisgau dari 1916 hingga pensiun
pada tahun 1928. Setelah itu ia melanjutkan penelitiannya dan menulis dengan menggunakan
perpustakaan Frenburg, hingga kemudian dilarang menggunakannya karena ia keturunan Yahudi
yang saat itu di pimpin oleh rektor dan sebagian karena pengaruh dari bekas muridnya yang juga
anak emasnya, Martin Heidegger. Husserl meninggal dunia di Frenburg pada tanggal27 April
1938 dalam usia 79 tahun akibat penyakit pneumonia.

D. TEORI EDMUND HUSSERL ALBRECHT HUSSERL TERHADAP


PHENOMENOLOGY
Dalam penelurusan Bernet dan kawan - kawannya dalam bukunya "An Introduction to
HUsserlian Phenomenology" dapat ditemukan keseluruhan karya Husserl, dan di pilahnya
dengan kategorisasi yang rinci.Sebagai seorang fenomenologi, Husserl mencoba menunjukkan
bahwa melalui metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa menuju
pengalaman murni, kita bisa mengetahui kepastian absolut dengan susunan penting obyek -
obyek merupakan tujuan aksi - aksi tersebut. Dengan demikian filsafat akan menjadi sebuah ilmu
setepat - tepatnya dan pada akhirnya kepastian akan diraih.

Lebih lanjut lagi Husserl berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang dan
manusia dapat mencapainya. Dan untuk menemukan kebenaran ini, seseorang harus kembali
kepada realitas diri. Dalam bentuk slogan, Husserl menyatakan "Zuruck zu den sachen Selbst"
kembali kepada benda - benda itu sendiri, merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk
mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap obyek memiliki hakekat dan hakekat itu
berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala - gejala yang kita terima. Kalau kita
mengambil jarak dari obyek itu, melepaskan obyek itu dari pengaruh pandangan - pandangan
lain, dan gejala - gejala itu kita cermati, maka obyek itu berbicara sendiri mengenai hakekatnya
dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.

Namun demikian yang perlu dipahami adalah bahwa benda realitas ataupun obyek
tidaklah secara langsung memperlihatkan hakekatnya sendiri. Apa yang kita temui dari kata
benda - benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakekat. Hakekat benda itu ada dibalik yang
kelihatan itu. Karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutup hakekat,
maka diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan pada
pemikiran kedua ini adalah intuisi dalam menemukan hakekat yang disebut dengan Wesenchau
melihat (secara intuitif) hakekat gejala - gejala.

Dalam melihat hakekat dengan intuisi ini, Husserl memperkenalkan pendekatan reduksi,
yaitu penundaan segala pengetahuan yang ada tentang obyek sebelum pengamatan itu dilakukan.
Reduksi ini juga dapat diartikan sebagai penyaringan atau pengecilan. Reduksi ini merupakan
salah satu prinsip dasar sikap fenomenologis, dimana untuk mengetahui sesuatu seorang
fenomenolog bersikap netral dengan tidak menggunakan teori - teori atau pengertian - pengertian
yang telah ada sehingga obyek diberi kesempatan untuk berbicara tentang dirinya sendiri.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari 2 sudut. Pertama, fenomena
selalu "menunjuk ke luar" atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena
dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada dalam kesadaran kita. Maka dalam memandang
fenomena harus terlebih dahulu melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran
yang murni. Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk
memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman - pengalaman yang
berbeda dan buan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di lua substansi
sesungguhnya.

Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi - esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek -
obyek sebagai korelasi kesadaran. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar esensi - esensi
tersebut tetap pada kemurniannya, karena sesungguhnya fenomenologi menghendaki ilmu
pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka
teoritis lewat pengalaman - pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar
untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya, dan tanpa terkontaminasi
kecenderungan psikologisme dan naturalisme. Husserl mengajukan satu prosedur yang
dinamakan epoche (penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi).
Tanpa penundaan asumsi naturalisme dan psikologisme. Kita akan terjebak pada dikotomi
(subyek-obyek yang menyesatkan atau bertentangan satu sama lain).

Contohnya saat mengambil gelas. Kita tidak memikirkan secara teoritis (tinggi, berat,
lebar) melainkan menghayatinya sebagai wadah penampung air untuk diminum. Ini yang hilang
dari pengalaman. Kita kalau kita menganut asumsi naturalisme. Dan ini yang kembali
dimunculkan oleh Husserl. Akar filosofis fenomenologi Husserl ialah dari pemikiran gurunya,
Franz Brentano. Dari Brentano-lah Husserl mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang rigoris
(sikap pikiran di mana dalam pertentangan pendapat mengenai boleh tidaknya suatu tindakan
atau bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan ketat). Sebagaimana juga bahwa
filsafat terdiri atas deskripsi dan bukan penjelasan kausal. Karena baginya fenomenologi bukan
hanya sebagai filsafat tetapi juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi kita memperoleh
langkah - langkah dalam menuju satu fenomena yang murni.

Menurut Husserl 'prinsip segala prinsip' ialah bahwa hanya intuisi langsung (dengan tidak
menggunakan perantara apa pun juga) dapat dipakai sebagai kriteria terakhir dibidang filsafat.
Hanya saja apa yang secara langsung diberikan kepada kita dalam pengalaman dapat dianggap
benar "sejauh diberikan". Dari situ Husserl menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar
filsafat. Alasannya ialah bahwa hanya kesadaran yang diberikan secara langsung kepada kita
manusia sebagai subyek.

Fenomen merupakan realitas sendiri yang tampak tidak ada selubung yang memisahkan
realitas dari kita. Kesadaran menurut kodratnya mengarah pada realitas. Kesadaran selalu berarti
kesadaran akan sesuatu. Kesadaran menurut kodratnya bersifat intensionalitas, karena
intensionalitas merupakan unsur hakiki kesadaran. Dan justru karena kesadaran ditandai oleh
intensionalitas fenomen harus dimengerti sebagai sesuatu hal yang menampakkan diri.

Maka sebagai hasil dari metode fenomenologi Husserl ialah perhatian baru untuk
intensionalitas kesadaran. Kesadaran kita tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari.
Supaya ada kesadaran diandalkan tiga hal, yaitu bahwa ada suatu subyek yang terbuka untuk
obyek - obyek yang ada. Fakta bahwa kesadaran selalu terarah kepada obyek - obyek disebut
intensionalitas. Kiranya tidak dapat mengatakan bahwa kesadaran mempunyai intensionalitas,
karena kesadaran itu justru adalah intensionalitas itu sendiri. Entah kita sungguh - sungguh
melihat suatu pemandangan itu atau tidak tetapi bila kita masih menyadari perbedaan antara
kedua kemungkinan ini, maka kita tetap menyadari sesuatu. Kesadaran tidak pernah pasif, karena
menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu. Kesadaran itu bukan berarti suatu cermin atau foto.
Kesadaran itu suatu tindakan. Artinya terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dengan obyek
kesadaran. Namun, interaksi ini tidak boleh dianggap sebagai kerjasama antara dua unsur yang
sama penting. Karena akhirnya, hanya ada kesadaran obyek yang disadari itu hanyalah suatu
ciptaan kesadaran.

Ada beberapa aspek yang penting dalam intensionalitas Husserl, yakni :

1. Lewat intensionalitas terjadi objektivitas. Artinya bahwa unsur - unsur dalam arus
kesadaran menunjuk kepada suatu objek terhimpun pada suatu objek tertentu.
2. Lewat intensionalitas terjadilah identifikasi. Hal ini merupakan akibat objektifikasi tadi,
dalam arti bahwa berbagai data yang tampil pada peristiwa - peristiwa kemudian masih
pula dapat dihimpun pada objek ebagai hasil objektivikasi tersebut.
3. Intensionalitas juga saling menghubungkan segi - segi suatu objek dengan segi - segi
yang mendampinginya.
4. Intensionalitas mengadakan pula konstitusi
Edmund Husserl menyatakan bahwa pengetahuan ilmiah sebenarnya telah terpisahkan
dari pengalaman sehari-hari dari kegiatan-kegiatan di mana pengalaman dan pengetahuan itu
berakar. Maka itu, ia menawarkan fenomenologi. Konsep fenomenologi Husserl dipengaruhi
oleh konsep verstehen dari Max We- ber. Verstehen adalah pemahaman. Realitas adalah untuk
dipahami, bukan untuk dijelaskan.

Menurut Bertens, apa yang disebut “metode fenomenologi” saat ini kerap kali hampir
tidak berkaitan lagi dengan fenomenologi menurut konsepsi Husserl. Ia memahami fenomenologi
sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk
kesadaran dan pengalaman langsung. Fokus filsafat, baginya, adalah lebenswelt (dunia
kehidupan) dan erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Bagi Husserl, fenomenologi
merupakan kajian filosofis yang melukiskan segala bidang pengalaman manusia. Manusia
mengalami pengalaman hidupnya dalam sebuah kesadaran. Baginya, fenomenolgi merupakan
sebuah kajian yang tak pernah berakhir, sehingga ia menjuluki dirinya sebagai pemula yang
abadi. Oleh karena itu, fenomenologi, kini, telah banyak dikupas, dan diberi penjelasan yang
begitu luas dan beragam. Husserl sendiri bercita-cita, fenomenologi menjadi ilmu rigorous, yakni
ilmu yang “ketat” yang penjelasannya punya batasan, tidak meragukan. Setiap konsep
terdefinisikan dengan jelas.

Husserl mengembangkan sistem filosofis yang berakar dari keterbukaan subjektif, sebuah
pendekatan radikal terhadap sains yang terus dikritisi. Fenomenologi, bagi Husserl, tak berguna
bagi mereka yang berpikiran tertutup. Seorang fenomenolog adalah orang yang terbuka pada
realitas dengan segala kemungkinan rangkaian makna di baliknya, tanpa tendensi mengevaluasi
atau menghukumi.

Fenomenologi Husserl, menurut Bertens, pada akhirnya berdimensi sejarah. Suatu


fenomena tidaklah sebagai sesuatu yang statis, tetapi dinamis. Fenomena itu memiliki sejarah.
Sejarah berkaitan dengan riwayat individual manusia, juga manusia secara keseluruhan.
Kesadaran kita mengalami perkembangan; sejarah kita selalu hadir dalam cara kita menghadapi
realitas. Setiap fenomena mengandung muatan sejarah. Suatu fenomena tidak beridiri sendiri,
tetapi memiliki kaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Setelah Husserl, fenomenologi
berkembang, antara lain, dalam pemikiran Morleau-Ponty, Alfred Schutz, Peter L. Berger, dan
Thomas Luckmann. Pandangan Husserl berbeda dengan padangan para fenomenolog berikutnya.
Bagi Husserl, pengalaman merupakan sesuatu yang bersifat objektif, terpisahkan dari individu.

Maurice Morleau-Ponty banyak dipengaruhi pemikiran Husserl. Tetapi, ia menolak


idealisme Husserl. Bagi Morleau-Ponty, manusia adalah kesatuan dari dimensi fisik dan nonfisik
yang menciptakan makna dalam dunia. Seseorang, sebagai subjek pengamat, memiliki relasi
dengan sesuatu di dunia ini. Ia dipengaruhi oleh dunia dan pada gilirannya ia pun memaknai
dunia itu. Dunia yang kita alami merupakan hasil ciptaan kesadaran kita. Fenomenologi memang
mengakui adanya realitas eksternal sebagai hal yang benar- benar ada, tetapi hal itu hanya bisa
dipahami melalui kesadaran yang kita miliki. Selain itu, fenomenologi berfokus pada pengalaman
personal, termasuk bagaimana para individu mengalami satu sama lain. Oleh karena itu,
komunikasi dipandang sebagai hubungan antarpribadi secara bersama melalui dialog.

E. KESIMPULAN
Fenomenologi semakin banyak digunakan dalam penelitian keperawatan. Fenomenologi
bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan fenomena sebagai mana fenomena tersebut
dialami oleh manusia dalam kehidupannya sehari-sehari. Sepanjang sejarah perkembangannya
terdapat banyak ahli fenomenologi dengan pandangan dan pemahaman yang berbeda-beda.
Walaupun demikian Husserl tetap dikenal sebagai penemu dan tokoh sentral perkembangan
fenomenologi.

Fenomenologi Husserl menekankan bahwa untuk memahami sebuah fenomena seseorang


harus menelaah fenomena tersebut apa adanya. Oleh karena itu, seseorang harus menyimpan
sementara atau mengisolasi asumsi, keyakinan, dan pengetahuan yang telah dimiliki tentang
fenomena tersebut. Hanya dengan proses inilah seseorang mampu mencapai pemahaman yang
murni tentang fenomena. Selanjutnya, fenomenologi Husserl meyakini bahwa fenomena hanya
terdapat pada kesadaran manusia kepada siapa fenomena tersebut menampakkan diri. Sehingga
untuk memahami sebuah fenomena seseorang harus mengamati fenomena tersebut melalui orang
yang mengalaminya.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :

Asih, I. D. (2005). Fenomenologi Husserl : Sebuah Cara ‘Kembali ke Fenomena’. Jurnal


Keperawatan Indonesia, 9 (2), 75-80.

Hasbiansyah, O. (2008). Pendekatan fenomenologi : Pengantar praktik penelitian dalam ilmu


sosial dan komunikasi. Mediator: jurnal komunikasi, 9 (1), 163-180.

Blog :

Bonar Situmorang, Makalah : Teori Fenomenologi dan Tokoh-Tokohnya, diakses tanggal 14


Februari 2022 jam 00.33 Wib. (https://www.bonarsitumorang.com/2018/08/makalah-
teori-fenomenologi-dan-tokoh-tokoh.html?m=1)

------, Teori Sistem dan Futurologi, diakses tanggal 13 Februari 2022 jam 20.45 Wib.
(https://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/03/teori-sistem-dan-futurologi.html?m=1)

Layla el Fitri Maghfiroh, Edmund Husserl dan Fenomenologi, diakses tanggal 14 Februari 2022
jam 00.36 Wib.(https://www.kompasiana.com/laylaelfitrim/552a35ab6ea83b745552d1d/
edmund-husserl-dan-fenomenologi?page=all)

Anda mungkin juga menyukai