Anda di halaman 1dari 6

Teks Biografi BJ Habibie

Rosnauli Oktavianti
X Mipa 3

Sma Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2019-2020


Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 –
meninggal di Jakarta, 11 September 2019 pada umur 83 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang
ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7. Presiden
ketiga Indonesia ini menempuh pendidikan SMA di SMAK Dago, Kota Bandung pada tahun 1954. Ia
kemudian melanjutkan pendidikan di ITB (Institut Teknologi Bandung). Namun, hanya beberapa bulan di
ITB kemudian Ia memutuskan untuk mengikuti jejak teman-temannya untuk bersekolah di Jerman.
Namun berbeda dengan yang lainnya, Ia tidak menggunakan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman melainkan dengan menggunakan biaya sendiri dari
ibunya yaitu R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya
penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yaitu teknologi maritim dan teknologi dirgantara
dikala Indonesia waktu itu masih berkembang akhirnya BJ Habibie diberi kesempatan belajar di Jerman.

Pada waktu itu pemerintah Indonesia dibawah Soekarno gencar membiayai ratusan siswa cerdas
Indonesia untuk mengemban pendidikan di luar negeri dan menimba ilmu disana. Habibie merupakan
rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara.
Kemudian Habibie memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang
di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule

Habibie dan Keluarga

B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan
R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis
Gorontalo, sedangkan ibunya dari etnis Jawa.

Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam
struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini
Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Jogjakarta, dan
ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.

Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo]. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka
agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada
saat itu.Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah
yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi. Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke Gorontalo
untuk mengikuti proses khitanan dan upacara adat yang dilakukan sesuai syariat islam dan adat istiadat
Gorontalo.

Masa Pendidikan BJ Habibie

Memasuki usia sekolah, otak Habibie pun kian cerdas. Namun sedihnya dirinya harus ditinggalkan sang
ayah ketika usianya masih sangat muda yaitu 14 tahun. Sang ayah meninggal lantaran serangan jantung.
Karena ayahnya selaku kepala keluarga meninggal, maka sang Ibulah yang menggantikan peran dan
berjuang secara ekstra untuk bisa menanggung biaya hidup seluruh anggota keluarga. Pada akhirnya,
sang Ibu memutuskan menjual rumah lalu pindah ke Bandung.

Habibie muda pun menempuh pendidikannya di SMAK Dago lalu melanjutkan kuliah di ITB yang saat itu
bernama Universitas Indonesia Bandung dengan jurusan Teknik Mesin.

Belum selesai kuliahnya di ITB, beliau kemudian mendapat beasiswa dari Mendikbud saat itu untuk bisa
melanjutkan pendidikannya di Jerman. Di saat pemerintahan Presiden Soekarno saat itu, pemerintah
sedang banyak membiayai para anak bangsa untuk bisa bersekolah ke luar negeri untuk bisa menimba
ilmu di sana. Di antara ratusan pelajar, Habibie saat itu masuk ke rombongan kedua yang khusus dikirim
ke negara luar. Di jerman, Habibie bersekolah di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule
dengan jurusan Teknik Penerbangan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang.

Pendidikan Habibie di luar negeri ini bukan kursus yang kilat, namun memang pendidikan bertahun-
tahun dan disambi dengan bekerja secara praktik. Awalnya, Habibie hanya tertarik untuk membangun
pesawat komersial sesuai ide Presiden Soekarno saat itu yang kemudian memunculkan perusahaan PT
PAL dan salah satunya IPTN. Sampai di Jerman, Habibie memang telah bertekad kuat untuk bisa sukses
nantinya karena melihat jerih payah dari sang Ibu dalam membiayai pendidikan hingga kehidupannya. Di
tahun 1955, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di sana diberikan beasiswa penuh dan diantara
teman yang lain, hanya Habibie yang memiliki paspor swasta atau paspor hijau.

Biografi BJ Habibie di masa pendidikannya belum selesai begitu saja. Semasa liburannya, beliau
menjadikannya kesempatan emas untuk bisa belajar, ikut ujian dan juga mencari uang sehingga bisa
membeli buku. Namun jika masa libur habis, maka seluruh kegiatannya dikesampingkan dan hanya fokus
pada belajar. Hal ini berbeda dengan teman lainnya dimana ketika libur mereka lebih suka bekerja dan
mencari pengalaman tanpa memikirkan ujian.

Di tahun 1960, beliau mampu mendapatkan gelar Diploma Ing di Jerman dari Technische Hochschule
dan predikatnya adalah Cum Laude atau sempurna dengan nilainya rata-rata adalah 9,5. Dengan
mendapatkan gelar Insinyur ini, beliau pun mendaftarkan diri bekerja di Firma Talbot yang merupakan
industri kereta api di Jerman. Saat itu, Firma Talbot tersebut sedang butuh wagon dengan volume yang
besar. Hal ini lantaran wagon itu akan mengangkut barang ringan dengan volume besar. Talbot butuh
wagon dengan jumlah 1000 dan mendapati persoalan ini, maka Habibie pun berusaha mengaplikasikan
cara konstruksi dalam membuat sayap pesawat terbang lalu diterapkan pada wagon yang ternyata
membuahkan hasil.
Biografi BJ Habibie tentang pendidikan beliau berlanjut ke gelar doktornya dimana beliau melanjutkan
studi ke Technische Hochschule Die Facultaet de Fuer Maschinenwesen Aachen untuk mendapatkan
gelar doktor.

Pernikahan

Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih
duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika
sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.Komunikasi mereka akhirnya terputus
setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan
berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari
pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat
dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya
Gorontalo di Hotel Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan,
memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di
belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun
akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang
putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.

Pendidikan

B. J. Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago.[26] Habibie kemudian
belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang
Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik
penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar
diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan Karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang


berpusat di Hamburg, Jerman. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan
presiden Soeharto.

Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai
Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk
mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi
Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola
oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat
langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu,
ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7
Desember 1990.Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana saat itu ia diangkat sebagai
Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai
Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan
VII di bawah Presiden Soeharto

BJ Habibie di masa jabatan presiden

Setelah IPTN ditutup, BJ Habibie kala itu masih menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Beliau kemudian
diangkat menjadi Wakil Presiden di tanggal 14 Maret 1998 untuk mendampingi Presiden Soeharto.
Namun hanya beberapa bulan setelah beliau menjabat, gejolak politik pun tak bisa terhindarkan dan
mencapai puncaknya. Presiden Soeharto yang sudah bertahta di kursi presiden selama puluhan tahun
akhirnya lengser dengan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998.

Lengsernya Presiden Soeharto pun secara otomatis menjadikan BJ Habibie secara resmi
menggantikannya menempati kursi nomor satu di Indonesia. Beliau menjadi Presiden ketiga di RI. BJ
Habibie hanya menjabat sekitar satu tahun saja dimana beliau justru mewarisi kondisi saat Indonesia
sedang dalam masa rusuh dan banyak wilayah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia. Kondisi
Indonesia saat itu memang betul-betul memprihatinkan.

Meski begitu BJ Habibie tetap berusaha untuk membangun kembali Indonesia. Beberapa keputusan
penting yang dilakukan adalah dengan lahirnya UU tentang Otonomi Daerah. Beliau pun mampu
membebaskan rakyatnya untuk beraspirasi sehingga Indonesia bisa membuat banyak partai politik baru
yang muncul. Mata uang Indonesia di mata asing saat itu yang mencapai 15 ribu rupiah per dolar bisa
ditekannya menjadi hanya di bawah 10 ribu rupiah saja. Beliau punmampu melikuidasi bank bermasalah
kala itu.

Namun BJ Habibie pun dipaksa lengser saat itu setelah adanya sidang umum MPR di tahun 1999. Pidato
pertanggungjawaban yang diberikannya ditolak MPR dengan alasan Timor Timur yang lepas dari
Indonesia saat itu. Setelah jabatannya lepas, KH Abdurrahman Wahid menjadi Presiden penggantinya. BJ
Habibie pun sudah kembali menjadi warga negara Indonesia biasa dan kembali bermukim di Jerman
meski sesekali pulang ke Indonesia.

Pasca-kepresidenan

Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman. Tetapi,
ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk
mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center dan
akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia.

Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan Presiden
Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan
sumber daya manusia di Indonesia.[38] Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah mengurusi industri
pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam.

Habibie menjabat sebagai Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang
pesawat terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada
anaknya, Ilham Habibie.
Meninggalnya sang istri tercinta

Setelah kabarnya lama tak terdengar, di tanggal 22 Mei 2010 ada kabar mengejutkan dimana sang istri
yang setia mendampinginya yakni Hasri Ainun Habibie telah meninggal dunia di Jerman karena penyakit
kanker ovarium yang dideritanya. Ibu Ainun meninggal di hari Sabtu pukul 17.30 waktu Jerman.
Kepastian meninggalnya Ibu Ainun ini diperoleh dari Ali Mochtar Ngabalin selaku mantan anggota DPR
yang juga wakil keluarga dari BJ Habibie. Hal ini menjadi duka yang amat mendalam bagi sang mantan
Presiden RI itu.

Bagi BJ Habibie, Ibu Ainun adalah segalanya bagi beliau. Beliau pernah berkata jika Ibu Ainun adalah
mata untuk bisa melihat hidupnya. Ibu Ainun juga merupakan pengisi kasih di hidupnya baik di kala
susah hingga senang sekalipun. Selama 48 tahun menikah, BJ Habibie dan Ainun tidak pernah terpisah.
Ibu Ainun selalu mengikuti kemanapun BJ Habibie pergi dengan rasa sabar dan kasih sayang yang penuh.
Bahkan BJ Habibie sendiri tidak tahu menahu akan kanker overium yang diidap oleh sang istri dan hanya
tahu 3 hari sebelum Ibu Ainun meninggal lantaran Ibu Ainun tak pernah mengeluh. Betapa terluka hati
BJ Habibie saat itu.

Kematian

Prosesi upacara pemakaman kenegaraan Habibie di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata,
Jakarta

Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 11 September 2019 pukul 18.05 WIB
karena gagal jantung. Sebelumnya, Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1 September 2019.
Sebelum Dimakamkan, pada malam hari Jenazah B.J. Habibie dibawa dari RSPAD menuju ke kediaman
Habibie-Ainun di Jalan Patra Kuningan XIII Blok L15/7 No.5, kawasan Patra Kuningan untuk
disemayamkan. Ia kemudian dimakamkan di samping istrinya yaitu Hasri Ainun Besari di Taman Makam
Pahlawan Kalibata slot 120 pada tanggal 12 September 2019 pukul 14.00 WIB. Upacara pemakaman
dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sebagai inspektur upacara

Keteladanan yang bisa dijadikan pelajaran

Perjuangan BJ Habibie sebagai anak bangsa yang selalu berusaha untuk menggapai cita-cita demi
kemajuan pembangunan Indonesia memang penuh liku tajam kehidupan. Banyak sekali pengalaman
hidupnya yang bisa dijadikan pelajaran mulai dari kerja kerasnya ketika bersekolah di Jerman,
perjuangan di kancah politik, hingga cinta setia dan penuh kasihnya bersama sang istri.

Anda mungkin juga menyukai