Anda di halaman 1dari 27

POLITEKNIK KESEHATAN PADANG

Jl. Simpang Pondok Kopi Nanggalo Tel : (0751)7051300 Kode : ……..


FAX : (0751)7058128 PADANG 25146

Revisi : ……..
Laboratorium Keperawatan Tanggal :
……..

Standar Operasional Prosedur Mengukur Balard Score

1. DEFINISI
Balard score adalah suatu pemeriksaan untuk menilai maturitas fisik dan neuro biologis bayi
melalui beberapa indikator yaitu maturitas fisik dan neuromuskularitas
2. TUJUAN
a. Untuk mengetahui tumbuh kembang bayi apakah normal atau tidak pada saat lahir
b. Untuk mengetahui perkembangan neurobiologis bayi pada saat lahir
3. PROSEDUR
3.1 Fase Pre Interaksi
3.1.1 Cek catatan perawatan dan catatan medis pasien
3.1.2 Siapkan dan cek alat-alat :
1.Tempat tidur bayi
2. Senter
3. Lampu penghangat bayi
3.2 Fase Orientasi
3.2.1 Salam terapeutik
3.2.2 Perkenalkan diri
3.2.3 Identifikasi & validasi identitas pasien
3.2.4 Tanyakan keluhan dan kaji keadaan spesifik klien
3.2.5 Jelaskan pada klien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan dan prosedurnya
3.2.6 Jelaskan kontrak waktu, tempat dan perkiraan lama prosedur
3.2.7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
3.2.8 Minta persetujuan klien/keluarga (informed consent)
3.3 Fase Kerja
3.3.1 Persiapan lingkungan : tutup jendela/gorden atau pasang sampiran untuk menjaga privasi
klien
3.3.2 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan air bersih. Dan kenakan
sarung tangan yang bersih.

1
3.3.3 Kematangan Neuromuskular

a. Postur
Tonus otot tubuh dapat terlihat pada postur bayi pada waktu istirahat dan tegangan
kelompok otot. Sesuai dengan tahapan perkembangan, janin secara bertahap akan
mengalami peningkatan kemampuan tonus otot fleksor dalam arah sentripetal yang
mulai dari kemampuan ekstremitas bawah kemudian ekstremitas atas. Pada bayi
yang sangat prematur, hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut fleksi bersamaan
dengan pergelangan tangan. Panggul fleksi diikuti oleh abduksi siku dan fleksi bahu.

Postur bayi (sikap tubuh) dapat dikaji pada saat bayi diam dan tidur telentang. Hal
yang dikaji adalah derjat fleksi lengan dan tungkai (Lihat gambar 2). Tonus otot
tubuh dan derjat fleksi meningkat sesuai dengan maturitas. Bayi dengan fleksi penuh
pada otot lengan dan tungkai diberi nilai 4 (Hockenberry, 2009).

Tabel 1. Pengkajian postur

Tanda Skor Maturitas Neuromuskular Skor

-1 0 1 2 3 4 5

Posture

2
Gambar 1. Postur (Sikap tubuh)

b. Square window
Fleksibilitas dan resistensi pergelangan tangan terhadap peregangan ekstensor akan
membentuk sudut fleksi pada pergelangan tangan (Ballard, Khoury, & Wedig,
1991). Untuk menilai square window dapat dilakukan dengan cara memberikan
tekanan lembut pada punggung telapak tangan dengan menggunakan telunjuk dan
jari tengah tanpa melakukan rotasi (lihat table 2 dan gambar 3). Tahanan tersebut
akan membentuk sudut fleksi, yang dapat diukur antara dasar ibu jari dan lengan
bawah dimana fleksi penuh antara ibu jari dan lengan bawah diberi nilai
Tabel 2. Pemeriksaan square window

Tand Sko
a Skor maturitas neuromuskular r

-1 0 1 2 3 4 5

Square

Windo

3
Gambar 2. Square window

c. Arm recoil
Pemeriksaan arm recoil adalah berfokus pada tonus otot bisep pasif untuk melakukan
fleksi setelah sendi siku di difleksikan atau diekstensikan dengan cara mengukur
kecepatan dan intensitas recoil ke posisi fleksi (Ballard, Khoury, & Wedig, 1991).
Arm recoil dinilai pada saat bayi tidur telentang (lihat tabel 3 dan gambar 4). Cara
pemeriksaan adalah dengan menfleksikan secara penuh kedua lengan bawah terhadap
lengan atas, tahan selama 5 detik kemudian tarik tangan agar ekstensi penuh lepaskan
lengan dengan cepat. Hal yang dinilai adalah kecepatan dan intensitas recoil ke posisi
fleksi dimana jika kembali ke posisi fleksi penuh diberi nilai 4 (Hockenberry, 2009).

Tabel 3. Pemeriksaan arm recoil

Tand Sko
a Skor maturitas neuromuskular r

-1 0 1 2 3 4 5

Arm

Recoil

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

4
Gambar 4. Arm recoil

d. Popliteal angle
Pemeriksaan ini adalah untuk mengkaji kematangan tonus fleksi sendi lutut dengan
cara memeriksa resistensi ekstremitas bawah terhadap esktensi. Pemeriksaan ini
dilakukan pada bayi tidur telentang tanpa menggunakan popok (lihat tabel 4 dan
gambar 5). Popliteal angle dapat dinilai dengan cara memfleksikan tungkai bawah
kepaha, kemudian fleksikan paha ke perut. Pada saat ibu jari dan telunjuk menahan
lutut, ekstensikan tungkai bawah dengan telunjuk dengan menggunakan tangan
yang lain. Perhatikan sudut dibelakang lutut (sudut popliteal), jika sudut yang
terbentuk < 90° beri nilai 5 (Hockenberry, 2009).
Tabel 4. Pemeriksaan popliteal angle

Tan Sko
da Skor maturitas neuromuskular r

-1 0 1 2 3 4 5

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

5
Gambar 5. Popliteal angle

e. Scarf sign
Pemeriksaan skarf sign adalah untuk memeriksa fleksi pasif tonus bahu. Tanda ini
diperiksa pada saat bayi telentang dengan cara menahan kapala bayi ke garis tengah
dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain menarik lengan bayi melintasi leher
sejauh mungkin melewati bahu yang berlawanan. Catat lokasi siku terhadap garis
tengah torak, apabila siku tidak mencapai garis tengah torak beri nilai 4.
Pemeriksaan dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 6.
Tabel 5. Pemeriksaan scarf sign

Tan Skor maturitas Sko


da neuromuscular r

-1 0 1 2 3 4 5

Scarf Sign
Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 19

Gambar 6. Scarf sign

6
f. Heel to ear
Pemeriksaan heel to ear adalah untuk mengukur fleksi pasif tonus panggul dengan
cara memeriksa fleksi pasif atau resistensi otot fleksor pinggul posterior. Pada saat
bayi telentang dan perlvis berada pada permukaan yang keras, pegang kaki bayi ke
satu tangan dan gerakkan kearah kepala sedekat mungkin tanpa melakukan paksaan.
Pertahankan panggul mendatar pada permukaan tempat pemeriksaan (Ballard,
Khoury, & Wedig, 1991; Hockenberry, 2009; Damanik dalam Kosim dkk, 2008).
Untuk pemeriksaan heel to ear dapat dilihat tabel 6 dan gambar 7 berikut:
Tabel 6. Pemeriksaan heel to ear

Sko
Tanda Skor maturitas neuromuscular r

-1 0 1 2 3 4 5

Heel to

ear

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 7. Heel to ear

7
3.3.3 Kematangan Fisik
a. Kulit
Kematangan kulit janin mencakup perkembangan dari struktur instrinsik fetal yang
bersamaan dengan hilangnya secara bertahap lapisan pelindung seperti vernix
caseosa. Akibatnya kulit menebal, kering dan menjadi berkerut dan atau mengelupas
dan dapat berkembang menjadi ruam selama proses pematangan janin. Hal ini terjadi
tergantung pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterine. Sebelum berkembangnya
lapisan epidermis dengan stratum korneum, kulit terlihat transfaran dan lengket.
Seiring dengan bertambahnya usia kulit menjadi lebih halus, menebal dan
menghasilkan verniks yang akan menghilang pada akhir kehamilan. Pemeriksaan
kulit dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Pemeriksaan kulit

Tand Skor maturitas Sko


a fisik r

-1 0 1 2 3 4 5

Kulit Lengket, Gelatinosa, Pink, Superfisial Pecah- Kering, Kulit

mudah merah, halus, terkelupas/ pecah, pecah- pecah-

pecah dan tembus vena atau ruam, area pecah pecah,

tranfaran cahaya terlihat Beberapa pucat, dibagian keriput

vena terlihat vena dalam,

jarang vena tidak

terlihat

b. Lanugo
Lanugo adalah rambut-rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Lanugo mulai
terbentuk pada kehamilan 24 sampai 25 minggu yang terlihat banyak terutama pada
bahu dan punggung atas sampai usia 28 minggu. Lanugo mulai menipis seiring
dengan bertambahnya usia gestasi yang dimulai dari punggung belakang, dan daerah
yang tidak ditutupi lanugo lebih banyak pada daerah lumbosakral (Lihat tabel 8 dan
gambar 8).

8
Tabel 8. Pemeriksaan lanugo

Skor maturitas
Tanda fisik Skor

-1 0 1 2 3 4 5

Lanugo Tidak ada Jarang Banyak Tipis Terdapat beberapa Sebagian besar

area botak botak

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 8.Lanugo

c. Plantar surface
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior, hal ini mungkin
berhubungan dengan posisi janin pada waktu intrauterin. Bayi yang sangat premature
dan extremely premature tidak mempunyai garis pada telapak kaki. Pemeriksaan
permukaan plantar adalah dengan mengukur telapak kaki mulai dari ujung jari
sampai tumit sehingga dapat membantu menentukan usia gestasi. Apabila didapatkan
panjang < 40 mm (skor -2), jika antara 40-50 mm (skor -1). Hasil pengukuran
disesuaikan dengan pengukuran pada tabel 9.

9
Tabel 9. Pemeriksaan plantar surface

Tanda Skor maturitas fisik Skor

-1 0 1 2 3 4 5

Plantar Tumit- ‘> Sedikir Garis halus Garis halus pada Garis halus

surface kaki 50mm, tanda pada 2/3 anterior pada seluruh

40-50 tidak merah transversal permukaan

mm (- ada anterior kaki

1), < garis

40 mm halus

(-2)

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 9. Plantar surface

d. Payudara
Putting payudara terdiri atas jaringan payudara yang dihasilkan oleh hormone
estrogen maternal dan jaringan lemak yang perkembangannya tergantung pada status
nutrisi fetal. Pemeriksaan payudara mencakup pemeriksaan ukuran areola dan ada
atau tidaknya bintik-bintik yang dihasilkan oleh perkembangan papilla montgomery.
Dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk, payudara dipalpasi untuk menentukan
ukurannya dalam mm (lihat tabel dan gambar 10).

10
Tabel 10. Pemeriksaan payudara

Tanda Skor maturitas fisik Skor

-1 0 1 2 3 4 5

Payudara
Tidak Jelas Areola Areola Areola banyak, Areola penuh,

jelas sedikit datar, berbintik- tonjolan 3-4mm tonjolan 5-

tidak bintik, 10mm

menonjol tonjolan

1-2mm

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 10. Payudara

e. Mata/telinga
Janin akan mengalami perkembangan kartilago telinga sering dengan perkembangan
maturitas. Pemeriksaan yang dilakukan mencakup ketebalan kartilago dan kecepatan
kembalinya (recoil) daun telinga ketika daun telinga dilipat kearah wajah dan
dilepaskan keposisi semulanya. Pemeriksaan mata lebih berfokus pada kemampuan
kelopak mata untuk membuka atau kondisi kelopak mata. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara memisahkan kelopak mata atas dan bawah dengan menggunakan jari
telunjuk (Tabel dan gambar 11).

11
Tabel 11. Pemeriksaan mata/telinga

Skor maturitas
Tanda fisik Skor

-1 0 1 2 3 4 5

Mata Kelopak Kelopak Pina sedikit Pina Berbentuk Kartilago

/telinga mata membuka, melengkung, melengkung dank eras, tebal,

bergabung, pina lembut, sempurna, recoil telinga

renggang datar, recoil lembut sangat kaku

(-1), rapat tetap lambat tetapi recoil capat

(-2) terlipat cepat

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 11a. Telinga

Gambar 11a. mata

12
f. Genital (laki-laki)
Testis pada Janin sudah mulai turun dari cavum peritoneal ke dalam kantung
skrotum pada usia gestasi 30 minggu. Testis kiri lebih dulu turun dibandingkan
dengan testis kanan yang terjadi pada minggu ke 32. Pada usia gestasi 33 sampai 34,
testis biasanya sudah dapat diraba pada kanalis inguinalis bagian atas atau bawah.
Selain itu, kulit pada skrotum menjadi lebih tebal dan terbentuk rugae (garis-garis
halus). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel dan gambar 12.

Tabel 12. Pemeriksaan genital laki-laki

Skor maturitas Sko


Tanda fisik r

-1 0 1 2 3 4 5

Genila Skrotum Skrotum Testis pada Testis Testis Testis

laki- datar kosong, kanal atas, rendah, turun, tergantung,

laki halus rugae rugae Sedikit rugae rugae

sangat jarang Rugae baik dalam

sedikit

Sumber : Ballard, Khoury, & Wedig, 1991

Gambar 12. Genital laki-laki

13
g. Genital (perempuan)
Posisi bayi perempuan untuk memeriksa genital adalah telentang dengan pinggul
abduksi atau 45° dari garis horizontal. Jika pinggul abduksi secara berlebihan maka
dapat menyebabkan labia minora dan klitoris lebih menonjol, sedangkan aduksi
dapat menyebabkan keduanya tertutup oleh labia mayora. Labia mayora tersusun
atas lemak, dimana ukurannya dipengaruhi oleh nutrisi intrauterine (lihat tabel dan
gambar 12).
Tabel 12. Pemeriksaan genital perempuan

Skor maturitas Sko


Tanda fisik r

-1 0 1 2 3 4 5

Genila Klitoris Klitoris Klitoris Labia Labia Labia

perempua
n menonjol, menonjol, menonjol, mayor mayor mayor

labia Labia labia dan besar, menutupi

datar Minor minor minor labia klitoris dan

Kecil membesar sama- minor labia

sama kecil minor

menonjol

Gambar 13. Genital perempuan

14
3.4 Fase Terminasi
3.4.1 Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (subjektif dan objektif)
3.4.2 Berikan reinforcement positif pada klien atas kerjasamanya
3.4.3 Rencana tindak lanjut
3.4.4 Kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya
3.4.5 Akhiri kegiatan degan baik dan salam terapeutik

3.5 Dokumentasi
3.5.1 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, waktu,petugas yang melakukan, dll
3.5.2 Catat respon klien

15
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
Jl. Simpang Pondok Kopi Nanggalo Tel : (0751)7051300 Kode : ……..
FAX : (0751)7058128 PADANG 25146

Revisi : ……..
Laboratorium Keperawatan Tanggal :
……..

Standar Operasional Prosedur Mengukur Derajat Ikterus

1. DEFINISI
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin total lebih
dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai dengan adanya ikterus yang bersifat
patofisiologi
2. TUJUAN
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam penanganani ikterus pada bayi baru lahir
dengan tepat dan benar
3. PROSEDUR
3.1 Fase Pre Interaksi
3.1.1 Cek catatan perawatan dan catatan medis pasien
3.1.2 Siapkan dan cek alat-alat :
1.Tempat tidur bayi
2. Senter
3.2 Fase Orientasi
3.2.1 Salam terapeutik
3.2.2 Perkenalkan diri
3.2.3 Identifikasi & validasi identitas pasien
3.2.4 Tanyakan keluhan dan kaji keadaan spesifik klien
3.2.5 Jelaskan pada klien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan dan prosedurnya
3.2.6 Jelaskan kontrak waktu, tempat dan perkiraan lama prosedur
3.2.7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
3.2.8 Minta persetujuan klien/keluarga (informed consent)
3.3 Fase Kerja
3.3.1 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

16
3.3.2 Pakai Handscoon
3.3.3 Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan
menggunakan pencahyaan yang memadai. Ikterik akan terlihat lebih berat bila
dilihat dengan penerarangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari
tangan untuk memastikanwarna kulit dan jaringan sub kutan
 Hari 1 tekan pada ujuang hidung dan dhi
 Hari 2 tekan pada lengan dan tungkai
 Hari 3 dan seterusnya tekan pada tangan dan kaki
3.3.4 Ikterik muncul pertama didaerah wajah ,menjalar kearah kaudal tubuh, dan
ekstremitas
3.3.5 Tentukan jenis pembagian atau derajat ikterus menurut metode kremer
Derajat Daerah Ikterik Perkiraan
Ikterik
I Daerah kepala dan leher 5,0 mg %
II Sampai badan atas 9.0 mg%
III Sampai badan bawah 11.4 mg
hingga tungkai %
IV Sampai daerah lengan, 12.4 mg
kaki, lutut %
V Sampai daerah telapak 16.0 mg
tangan dan kaki %
3.3.6 Ikterus fisiologi tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat dirawat dengan
nasehat untuk kembali jika iketrik berlangsung lebih dari 2 minggu
3.3.7 Jika bayi dapat mengisap anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan asi ekslusif
lebih sering minimal setiap 2 jam
3.3.8 Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30 menit
selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat
3.3.9 Pada bayi dengan ikterus kremer III atau lebih erlu dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap setelah keadaan bayi stabil
3.4 Fase Terminasi
3.4.1 Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (subjektif dan objektif)
3.4.2 Berikan reinforcement positif pada klien atas kerjasamanya
3.4.3 Rencana tindak lanjut

17
3.4.4 Kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya
3.4.5 Akhiri kegiatan degan baik dan salam terapeutik

3.5 Dokumentasi
3.5.1 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, waktu,petugas yang melakukan, dll
3.5.2 Catat respon klien

18
FM-7-4.2.3-132.26.00.0-02-V1
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
Jl. Simpang Pondok Kopi Nanggalo Telp : (0751)7051300 FAX : Kode : …………
(0751)7058128 PADANG 25146

Revisi : …..
Laboratorium Keperawatan Tanggal :
…………..

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN BAYI DALAM


INCUBATOR
1. DEFINISI
 Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang
optimal
 Perawatan bayi dalam incubator adalah perawatan bayi dalam suhu lingkungan
yang netral yaitu suatu keadaan dimana panas yang di hasilkan dapat
mempertahankan suhu tubuh bayi tetap
2. TUJUAN
Terciptanya suhu lingkungan yang normal dimana panas yang dihasilkan dapat
mempertahankan suhu tetap

3. PROSEDUR
3.1 Fase Pre Interaksi
3.1.1 Kaji kebutuhan perawatan bayi dalam incubator
3.1.2 Persiapan Lingkungan
3.1.3 Persiapan alat
 Inkubator
 Termometer Ruang
 Termometer Aksilla
3.2 Fase Orientasi
3.2.1 Salam Terapeutik
3.2.2 Perkenalan diri
3.2.3 Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap,

19
tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)
3.2.4 Tanyakan keluhan dan kaji keadaan spesifik klien
3.2.5 Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
3.2.6 Jelaskan kontrak waktu,tempat dan perkiraan lama prosedur
3.2.7 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
3.2.8 Minta Persetujuan klien dan keluarga untuk melaksanakan fototerapi
3.3 Fase Kerja
3.3.1 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
3.3.2 Pakai Handscoon
3.3.3 Bersihkan inkubator dengan disinfektan setiap hari dan bersihkan secara
keseluruhan setiap minggu atau setiap akan digunakan.
3.3.4 Tutup Matras dengan kain bersih.
3.3.5 Kosongkan air reservoir (dapat menjadi tempat tumbuh bakteri berbahaya
dan menyerang bayi).
3.3.6 Atur suhu inkubator sesuai dengan umur dan berat badan bayi :
a. BB Kurang dari 1500 gram :
Umur 1 – 10 hari : 350C, umur 11 hari – 3 Minggu : 340C, Umur 3 – 5
Minggu : 330C, Umur Lebih dari 5 Minggu : 320C.

b. BB 1500 – 2000 gram :


Umur 1 – 10 hari : 340C, umur 11 hari – 4 Minggu : 330C, umur lebih dari 4
Minggu : 320C.

c. BB 2100 – 2500 gram :


Umur 1 – 2 hari : 340C, umur 3 hari – 3 Minggu : 330C, umur lebih dari 3
Minggu : 320C.

d. BB Lebih dari 2500 gram :


Umur 1 – 2 hari : 330C, umur lebih dari 2 hari : 320C.

(* bila jenis inkubator berdinding tebal, setiap perbedaan suhu antara suhu

20
ruang dan suhu inkubator 70C, maka naikkan suhu inkubator 10C).
3.3.7 Hangatkan Inkubator sebelum digunakan
3.3.8 Bila memerlukan pengamatan seluruh tubuh bayi atau terapi sinar, maka
lepas semua pakaian bayi dan segera kenakan pakaian kembali setelah
pengamatan atau terapi selesai.
3.3.9 Tutup Inkubator secepat mungkin, jaga lubang selalu tertutup agar inkubator
tetap hangat.
3.3.10 Gunakan satu inkubator untuk satu bayi.
3.3.11 Periksa suhu inkubator dengan termometer ruang dan ukur suhu bayi per
aksila setiap jam dalam 8 jam pertama, kemudian setiap 3 jam.
 Apabila suhu bayi kurang dari 36,50C atau lebih dari 37,50C, maka
atur suhu inkubator secepatnya.
 Apabila suhu inkubator tidak sesuai dengan suhu yang sudah diatur,
berarti inkubator tidak berfungsi dengan baik. Atur suhu inkubator
sampai tercapai suhu yang dikehendaki atau gunakan cara lain untuk
menghangatkan bayi.
3.3.12 Apabila Bayi tetap dingin walaupun suhu inkubator telah diatur, maka
lakukan Manajemen penanganan suhu tubuh abnormal.
3.3.13 Pindahkan bayi ke Ibu secepatnya apabila bayi sudah tidak menunjukkan
tanda – tanda sakit.
3.3.14 Bereskan pasien dan alat
3.3.15 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

3.4 Terminasi
3.4.1 Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (Subjektif dan objektif)
3.4 2 Berikan reinforcement positif pada klien atas kerjasamanya
3.4.3 Rencana tindak lanjut
3.4.4 Kontrak waktu untuk pertemuan berikutnya
3.4.5 Akhiri kegiatan dengan baik dan salam terapeutik

3.5 Dokumentasi

21
3.5.1 Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan, waktu, petugas yang
melakukan
3.5.2 Catat respon klien

Referensi :

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kiteria Hasil Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

BUKU MATERI PEMBELAJARAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN ANAK -20020

http://tisnawati-tis..com/2018/02/sop-perawatan-inkubator.html

22
FM-7-4.2.3-132.26.00.0-02-V1
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
Jl. Simpang Pondok Kopi Nanggalo Telp : (0751)7051300 FAX : Kode : …………
(0751)7058128 PADANG 25146

Revisi : …..
Laboratorium Keperawatan Tanggal :
…………..

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN BAYI DENGAN FOTO TERAPI

1. DEFINISI
Memberikan perawatan kepada bayi yang terpasang foto terapi atau bayi yang mengalami
hiperbilirubin.
2. TUJUAN
Untuk mencegah agar kadar bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar
neurotoksik.

3. PROSEDUR
3.3 Fase Pre Interaksi
3.3.1 Cek catatan perawatan dan catatan medis
3.3.2 Persiapan Lingkungan
3.3.3 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan:
Bak instrumen berisi:
1. Penutup mata
2. Penutup plastik untuk menutup alat vital
3. Lampu fluorense
4. Box bayi
5. Alat box bayi
6. Sarung tangan
7. Lembar catatan klien

3.4 Fase Orientasi


3.3.16 Salam Terapeutik

23
3.3.17 Perkenalan diri
3.3.18 Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama lengkap,
tanggal lahir, dan/atau nomor rekam medis)
3.3.19 Tanyakan keluhan dan kaji keadaan spesifik klien
3.3.20 Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
3.3.21 Jelaskan kontrak waktu,tempat dan perkiraan lama prosedur
3.3.22 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
3.3.23 Minta Persetujuan klien dan keluarga untuk melaksanakan fototerapi
3.4 Fase Kerja
3.4.1 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
3.4.2 Membebaskan pakaian bayi
3.4.3 Menutup mata bayi dengan penutup mata atau kain warna gelap
3.4.4 Menutup skrotum bayi
3.4.5 Mengatur posisi bayi
3.4.6 Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm
3.4.7 Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam
3.4.8 Lakukan pengukuran suhu setiap4 sampai dengan 6 jam
3.4.9 Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam
24 jam
3.4.10 Lakukan observasi dan catat lamanya sinar
3.4.11 Berikan ASI
 Jika berat badan bayi 2 kg atau lebih letakkan bayi telanjang pada
pelbet atau tempat tidur. Letakkan atau jaga bayi kecil dalam
inkubator
 Perhatikan adanya bilier atau obstruksi usus
 Ukur kuantitas foto energi bola lampu fluorensen (sinar putih atau
biru) dengan menggunakan fotometer
 Letakkan bayi dibawah sianr sesuai dengan yang diindikasikan
 Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan bahwa penutup
mata tersebut tidak menutupi hidung bayi. Inspeksi mata setiap 2 jam
dan pantauu posisi bayi

24
 Tutup testis dan penis bagi bayi pria.
3.4.12 Ubah posisi bayi setiap 2 jam
3.4.13 Pastikan bayi diberi makan:
 Dorong ibu menyusui sesuai kebutuhan tetapi minamal 2 jam
 Jika bayi mendapatkan cairan IV atau perasan ASI, tingkatkan
volume cairan dan atau susu sebanyak 10% volume harian total
perhari selama bayi dibawah sinar foto terapi
 Jika bayi mendapatkan cairan IV atau diberi makan melalui OGT,
jangan memindahkan bayi dari sinar fototerapi
3.4.14 Perhatikan feses bayi, warna, dan frekuensi defekasi dapat menjadi encer
dan urin saat mendapatkan fototerapi. Hal ini dapat membutuhkan
penanganan khusus
3.4.15 Dengan hati-hati cuci area perianal setelah setiap defekasi, inspeksi kulit
terhadap kemungkinan iritasi dan kerusakan
3.4.16 Lanjutkan terapi dan uji yang diprogramkan lainnya
3.4.17 Pantau kulit bayi dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai stabil,
perhatikan tanda-tanda dehidrasi, pantau masukan dan haluaran cairan,
timbang BB bayi dua kali sehari
3.4.18 Tingkatkan masukan caiaran per oral sedikitnya 25%
3.4.19 Ukur kadar bilirubin serum setiap 12 jam:
 Hentikan fototerapi jika kadar bilirubin serum dibawah kadar saat
fototerapi dimulai atau 15mg/dl (260umol)
 Jika bilirubin serum mendekati kadar yang membutuhkan transfusi
tukar atau pemindahan dan segera rujuk bayi ke rumah sakit pusat
spesialis untuk tranfusi tukar, kirim sampel darah ibu dan bayi
3.4.20 Jika serum bilirubin tidak dapat diukur, hentikan foto terapi setelah 3 hari.
3.4.21 Setelah foto terapi dihentikan:
 Amati bayi selama 24 jam dan ulangi pengukuran bilirubin serum,
jika memungkinkan atau perkiraan ikterus dengan menggunakan
metode klinis
 Jika ikterus kembali ke atau di atas kadar mulainya fototerapi, ulangi

25
fototerapi dengan banyak waktu yang sama seperti awal
pemberian.langkah ini setiap kali fototerapi dihentikan sampai
pemgukuran atau perkiraan bilirubin tetap dibawah kadar yang
membutuhkan bilirubin.
3.4.22 Jika fototerapi tidak lagi dibutuhkan, bayi makan dengan baik dan tidak
terjadi masalah lain yang membutuhkan hispitalisasi, pulangkan bayi
3.4.23 Ajari ibu cara mengkaji ikterus, dan anjurkan ibu kembali jika bayi menjadi
lebih ikterus.
3.4.24 Bereskan pasien dan alat
3.4.25 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

3.4 Terminasi
3.4.1 Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (Subjektif dan objektif)
3.4 2 Berikan reinforcement positif pada klien atas kerjasamanya
3.4.3 Rencana tindak lanjut
3.4.4 Kontrak waktu untuk pertemuan berikutnya
3.4.5 Akhiri kegiatan dengan baik dan salam terapeutik

3.6 Dokumentasi
3.6.1 Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan, waktu, petugas yang
melakukan
3.6.2 Catat respon klien

Referensi :

Alden, K. R., Lowdermilk, D. L., Cashion, M. C., & Perry, S. E. (2013). Maternity and Women's
Health Care-E-Book. Elsevier Health Sciences.

Kemenkes RI. (2015). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Kemenkes RI

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., & Cashion, M. C. (2014). Maternity Nursing. Elsevier Health
Sciences.

26
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kiteria Hasil Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Ricci, S.S, & Kyle, T. (2009). Maternity and Pediatric Nursing. Philadelpia: Lippincott

LINK VIDEO TERKAIT

https://youtu.be/UfjNt5zMpx8
https://youtu.be/5w5R7gtGGY8
https://youtu.be/4_kCFOEtViI
https://youtu.be/UVWpBEzLC8o
https://youtu.be/GSDAlP6Kt4U

27

Anda mungkin juga menyukai