Anda di halaman 1dari 51

1

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

1. Sejarah RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Sejarah Rumah Sakit Sungai Kundur didirikan pada tahun 1914

atau sekitar abad ke-19, pada mulanya rumah sakit tersebut hanya

sebagai tempat penampungan atau pengasingan bagi orang yang

menderita penyakit kusta dengan kapasitas tempat tidur seadanya saja.

Lokasi pertama rumah sakit ini di daerah Kertapati (Seberang Ulu I) +

25 Km dari lokasi sekarang. Pendirinya diperkirai oleh seorang nahkoda

kapal Belanda (nama tidak diketahui) samapi saat ini, karena dari

beberapa orang anak buah kapalnya menderita penyakit kusta, tempat

penampungan ini diberi nama “Kembang Pumpung”.

Karena adanya protes masyarakat disekitar tempat penampungan

itu maka lokasi penampungan dipindahkan ke lokasi sekarang yaitu :

Sungai Kundur – Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I Kabupaten

Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan yang jaraknya + 20 Km dari kota

Palembang dan terletak dipinggir Sungai Musi. Dahulu lokasi Rumah

Sakit Kusta Sungai Kundur seluas + 120 Ha langsung diserahkan oleh

BPM (Hindia Belanda). Tetapi setelah diukur ulang oleh Badan

Pertanahan Nasional (BPN) dengan sertifikat Hak Pakai No. 02/Desa

Mariana tahun 1993 ternyata lokasi tersebut tinggal + 27,5 Ha.

47
2

Sampai dengan tahun 1960 Rumah Sakit ini dikelola oleh sebuah

yayasan yang kegiatan internanya dilakukan oleh Balai Keselamatan.

Dengan terbitnya SK. Menteri Kesehatan .RI Nomor : 95048 /Hukum,

tanggal 9 Desember 1960, maka pada tanggal 1 April 1961 oleh Balai

Keselamatan Rumah Sakit ini diserahkan kepada Departemen Kesehatan

RI. Status Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur adalah Rumah Sakit

vertikal milik Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dipimpin

oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Kemudian tahun 1978 organisasi Rumah Sakit Kusta Sungai

Kundur masih di bawah organisasi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera

Selatan, setelah diterbitkannya Surat Keterangan Menteri Kesehatan .RI

Nomor : 141 / enkes/ SK/IV/1978 tanggal 28 April 1978 secara resmi

Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur dinyatakan sebagai Unit Pelaksana

Teknis Diretorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan

Republik Indonesia dengan eselon III.b. Pada tahun 1993 organisasi dan

tata kerja RSK. Sungai Kundur meningkat menjadi eselon II.b sesuai

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 185/Menkes/SK/II/1993

tanggal 26 Februari 1993 dan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 69

tahun 1993 tanggal 2 Agustus 1993 tentang Eselonisasi Rumah Sakit

yang mana Ruamh Sakit Kusta Sungai Kundur merupakan Rumah Sakit

Khusus Kelas A setara dengan Rumah Sakit Umum Kelas B.


3

Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Iindonesia Nomor: 270/Menkes/SK/VI/1985 tanggal 4 Juni

1985 tentang Wilayah Binaan Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur

ditunjuk sebagai Rumah Sakit Kusta Pembinaan untuk Wilayah Regional

Bagian Barat, meliputi seluruh Sumatera dan Kalimantan Barat (9

propinsi). Pada tahun 1987 RSK. Sungai Kundur mulai diberlakukan

Pola Tarif, yang sebelumnya pelayanan pasien kusta diberikan secara

gratis. Namun bagi pasien kusta yang tidak mampu tetap diberikan

pelayanan dengan membebaskan sebagian atau seluruhnya biaya

pelayanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam

perkembangannya jumlah penderita Kusta semakin lama semakin

menurun, untuk pemanfaatan sumber daya yang ada, baik sarana

maupun prasarana dan sumber daya manusia, pelayanan terhadap

masyarakat tidak hanya terbatas kepada penderita kusta saja, tetapi juga

pelayanan bagi masyarakat guna meningkatkan fungsi sosial, Rumah

Sakit ini kepada penduduk yang tinggal di sekitar RSK terutama

penderita yang tidak/kurang mampu, serta guna menghilangkan

leprophobia pada masyarakat, tetapi juga pelayanan bagi masyarakat

(penderita) umum, maka Rumah Sakit Kusta Sungai Kundur

mengusulkan Izin Pemberian Pelayanan Umum di Rumah Sakit Kusta

Sungai Kundur melalui surat Nomor : KU.03.02.1.24.2164 tanggal 26

Agustus 1995 yang disetujui (diberikan Izin) oleh Direktur Jenderal


4

Pelayanan Medik melalui Surat Nomor : BM.01.03.3.2.04929.A tanggal

31 Oktober 1995.

Untuk mengenang jasa-jasa Alm. Dr. Rivai Abdullah semasa

beliau memimpin RSK. Sungai Kundur dari tahun 1971 s/d tahun 1986,

RSK. Sungai Kundur mengusulkan perubahan nama RSK menjadi

RS.Kusta Dr. Rivai Abdullah kepada Menkes RI melalui Surat Nomor :

KS.00.05.1.11.3766 tanggal 6 Juli 2006 dan disetujui oleh Menteri

Kesehatan RI melalui Surat Nomor : 630/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal

10 Agustus 2006.

Selanjutnya sesuai Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia No.3/KMK.05/2010 Tanggal 5 Januari 2010, Rumah Sakit

Kusta Dr. Rivai Abdullah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan dengan menerapkan

pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) secara

Penuh. Rumah sakit Dr. Rivai Abdullah telah diberikan Izin Operasional

dari Badan Pelayanan Perizinan dengan Nomor Izin Berusaha :

8120018000287, tanggal 8 Oktober 2018. Dan berdasarkan Keputusan

Komite Akreditasi Rumah Sakit No : KARS-SERT/559/V/2019 pada

tanggal 28 Mei 2019, Rumah Sakit Dr. Rivai Abdullah telah lulus

standar Akreditasi dan dinyatakan lulus Paripurna (Bintang 5). Sesuai

dengan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap layanan umum,

maka Rumah Sakit Kusta Dr. Rivai Badullah berubah menjadi Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Rivai Abdullah Palembang berdasarkan Peraturan


5

Menteri Kesehatan RI Nomor 80 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019

Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Rivai

Abdullah Palembang yang kemudian dirubah dengan Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2020 tanggal 23 Oktober 2020 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Rivai Abdullah

Palembang

2. Pelayanan Kesehatan

a. Pelayanan Rawat Jalan

1) Klinik Penyakit Dalam

2) Klinik Bedah

3) Klinik Kebidanan dan Kandungan (Infertilitas, PKBRS, Kebidanan

Umum)

4) Klinik Anak

5) Klinik THT

6) Klinik Syaraf

7) Klinik Mata

8) Klinik Gigi dan Mulut

9) Klinik Kulit dan Kelamin

10) Klinik Geriatri

11) Klinik TB

12) Klinik HIV


6

13) Klinik Penyakit Kusta

14) Medical Check Up

b. Pelayanan Rawat Inap

1) Ruang Flamboyan (Penyakit Dalam)

2) Ruang Bungur (PEnyakit Bedah)

3) Ruang Asoka (Penyakit Anak dan Perinatologi)

4) Ruang Kenanga (Obstetri dan Ginekologi)

5) Ruang Anggrek (Penyakit Kusta)

6) Instalasi Perawatan Intensif (ICU) & ICCU )

c. Layanan Penunjang

1) Layanan Radiologi Konvensional, USG, CT Scan

2) Layanan Laboratorium terpadu, terdiri:

a) Layanan Laboratorium Patologi Klinik

b) Layanan Laboratorium Mikrobiologi Klinik

c) Layanan Laboratorium Patologi Anatomi (kerjasama dengan

pihak luar)

3) Layanan Rehabilitasi Medik

4) Layanan Farmasi

5) Layanan Penunjang lainnya: echocardiografi, treadmill,

audiometri, EEG, spirometri, BERA, EKG

6) Pemulasaran Jenazah
7

7) Layanan Kamar Bedah Sentral (Bedah umum, bedah ortopedi,

kebidanan dan kandungan, THT, Mata)

d. Layanan Gawat Darurat

1) Gawat Darurat Bedah & Non Bedah

2) Gawat Darurat Kebidanan dan Anak (Ponek)

3) Ruang Isolasi

4) Ambulance

3. Visi, Misi dan Motto

a. Visi

"Terwujudnya Rumah Sakit dengan unggulan Kusta yang Mandiri dan

Produktif”

b. Misi

1) Meningkatkan Pelayanan Kusta dan Kesehatan lainnya secara

komphrehensif dan terpadu

2) Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas SDM

3) Mengembangkan Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian di Bidang

Kusta dan kesehatan Lainnya

4) Meningkatkan dan Memenuhi Sarana dan Prasarana

5) Optimalisasi Pemanfaatan Sarana dan Prasarana

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

a. Analisa Univariat
8

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi dari tiap-tiap variabel, dari variabel dependen (kejadian

ketuban pecah dini) dan variabel independen (kelainan letak janin,

paritas dan usia).

1) Kejadian Ketuban Pecah Dini

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang

telah dilakukan, maka variabel kejadian ketuban pecah dini

dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu ya (jika diagnosa dokter di

rekam medik KPD) dan tidak (jika diagnosa dokter di rekam

medik bukan KPD). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Ketuban Pecah Dini

di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021

Kejadian KPD Jumlah Persentase

Ya 12 21,1

Tidak 45 78,9

Jumlah 57 100

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa dari 57 responden

sebanyak 12 responden (21,1%) yang mengalami ketuban pecah

dini dan 45 responden yang tidak mengalami KPD.

2) Kelainan Letak Janin


9

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang

telah dilakukan, maka variabel kelainan letak janin dikategorikan

menjadi 2 (dua) yaitu ya (jika janin mengalami letak sungsang atau

letak lintang) dan tidak (jika janin letak normal). Hasil analisis

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


10

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelainan Letak Janin

di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021

Kelainan Letak Janin Jumlah Persentase

Ya 10 17,5

Tidak 47 82,5

Jumlah 57 100

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa dari 57 responden

sebanyak 10 responden (17,5%) mengalami kelainan letak janin

dan 47 responden (82,5%) tidak mengalami kelainan letak janin.

3) Paritas

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang

telah dilakukan, maka variabel paritas dikategorikan menjadi 2

(dua) yaitu resiko tinggi (< 1 atau > 3 anak) dan resiko rendah (2-3

anak). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas di RSUP

Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021

Paritas Jumlah Persentase

Resiko tinggi 8 14

Resiko rendah 49 86
11

Jumlah 57 100

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 57 responden

sebanyak 8 responden (14%) dengan paritas resiko tinggi dan 49

responden (86%) dengan paritas resiko rendah.

4) Usia

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang

telah dilakukan, maka variabel usia dikategorikan menjadi 2 (dua)

yaitu resiko tinggi (bila usia < 20 atau > 35 tahun) dan resiko

rendah (bila usia 20-35 tahun). Hasil analisis dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia di RSUP

Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021

Usia Jumlah Persentase

Resiko tinggi 16 28,1

Resiko rendah 41 71,9

Jumlah 57 100

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 57 responden

sebanyak 16 responden (28,1%) dengan usia resiko tinggi dan 41

responden (71,9%) dengan usia resiko rendah.

b. Analisa Bivariat
12

Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara dua

variabel yaitu: variabel dependen yaitu kejadian ketuban pecah dini

dan variabel independen (kelainan letak janin, paritas dan usia) dengan

menggunakan uji statistic Chi-Square dengan batas kemaknaan α 0,05.

Keputusan hasil statistik diperoleh dengan cara membanding p value

dengan α keputusannya hasil uji statistik, yaitu: apabila p value < α

0,05 berarti ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen, apabila p value > α 0,05 berarti tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

1. Hubungan Kelainan Letak Janin dengan Kejadian Ketuban

Pecah Dini

Dari 57 responden yang diteliti kelainan letak janin

dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ya (jika janin mengalami

letak sungsang atau letak lintang) dan tidak (jika janin letak

normal), sedangkan kejadian ketuban pecah dini dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu ya (jika diagnosa dokter di rekam medik

KPD) dan tidak (jika diagnosa dokter di rekam medik bukan

KPD). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5

Hubungan Kelainan Letak Janin dengan Kejadian Ketuban

Pecah Dini di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Tahun 2021
13

Kelainan Kejadian KPD Total


p value OR
Letak Janin Ya % Tidak % n %

Ya 5 50 5 50 10 100

Tidak 7 14,9 40 85,1 47 100 0,026 5,714

Total 12 45 57 100

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil dari 10

responden yang mengalami kelainan letak janin ada 5 responden

(50%) yang mengalami ketuban pecah dini dan 5 responden (50%)

yang tidak mengalami ketuban pecah dini sedangkan dari 47

responden yang tidak mengalami kelainan letak janin yang

mengalami ketuban pecah dini ada 7 responden (14,9%) dan yang

tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 40 responden

(85,1%).

Dari uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a =

0,05 diperoleh nilai p value = 0,026 yang berarti ada hubungan

kelainan letak janin dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga

hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan kelainan letak

janin dengan kejadian ketuban pecah dini terbukti secara statistik.

Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 5,714 yang berarti bahwa

responden yang mengalami kelainan letak janin beresiko 5,714 kali

lebih besar mengalami ketuban pecah dini dibandingkan dengan

responden tidak mengalami kelainan letak janin.


14

2. Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Dari 57 responden yang diteliti paritas dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu paritas dikategorikan menjadi 2 (dua)

yaitu resiko tinggi (< 1 atau > 3 anak) dan resiko rendah (2-3

anak) dan kejadian ketuban pecah dini dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu ya (jika diagnosa dokter di rekam medik KPD) dan

tidak (jika diagnosa dokter di rekam medik bukan KPD). Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6

Hubungan Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Tahun 2021

Kejadian KPD Total


Paritas p value OR
Ya % Tidak % n %

Resiko tinggi 7 87,5 1 6,3 8 100

Resiko rendah 5 10,2 44 89,8 49 100 0,000 61,6

Total 12 45 57 100

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil dari 8 responden

paritas resiko tinggi ada 7 responden (87,5%) yang mengalami

ketuban pecah dini dan 1 responden (6,3%) yang tidak mengalami

ketuban pecah dini sedangkan dari 49 responden paritas resiko


15

rendah yang mengalami ketuban pecah dini ada 5 responden

(10,2%) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak

44 responden (89,8%).

Dari uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a =

0,05 diperoleh nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan

paritas dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga hipotesis yang

menyatakan bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian ketuban

pecah dini terbukti secara statistik.

Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 61,6 yang berarti bahwa

responden yang mengalami paritas resiko tinggi berpeluang 61,6

kali lebih besar mengalami ketuban pecah dini dibandingkan

dengan paritas resiko rendah.

3. Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Dari 57 responden yang diteliti usia dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu resiko tinggi (bila usia < 20 atau > 35

tahun) dan resiko rendah (bila usia 20-35 tahun) dan kejadian

ketuban pecah dini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ya

(jika diagnosa dokter di rekam medik KPD) dan tidak (jika

diagnosa dokter di rekam medik bukan KPD). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


16

Tabel 4.7

Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Tahun 2021

Kejadian KPD Total


Usia p value OR
Ya % Tidak % n %

Resiko tinggi 9 56,2 7 43,8 16 100

Resiko rendah 3 7,3 38 92,7 41 100 0,000 16,286

Total 12 45 57 100

Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil dari 16

responden usia resiko tinggi ada 9 responden (56,2%) yang

mengalami ketuban pecah dini dan 7 responden (43,8%) yang tidak

mengalami ketuban pecah dini sedangkan dari 41 responden usia

resiko rendah yang mengalami ketuban pecah dini ada 3 responden

(7,3%) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 38

responden (92,7%).

Dari uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a =

0,05 diperoleh nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan

usia dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga hipotesis yang


17

menyatakan bahwa ada hubungan usia dengan kejadian ketuban

pecah dini terbukti secara statistik.

Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 16,286 yang berarti bahwa

usia resiko tinggi berpeluang 16,286 kali lebih besar mengalami

ketuban pecah dini dibandingkan dengan usia resiko rendah.

2. Pembahasan

a. Hubungan Kelainan Letak Janin dengan Kejadian Ketuban Pecah

Dini

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa sebanyak 10

responden (17,5%) mengalami kelainan letak janin dan 47 responden

(82,5%) tidak mengalami kelainan letak janin. Hasil bivariat diketahui

bahwa dari 10 responden yang mengalami kelainan letak janin ada 5

responden (50%) yang mengalami ketuban pecah dini dan 5 responden

(50%) yang tidak mengalami ketuban pecah dini sedangkan dari 47

responden yang tidak mengalami kelainan letak janin yang mengalami

ketuban pecah dini ada 7 responden (14,9%) dan yang tidak

mengalami ketuban pecah dini sebanyak 40 responden (85,1%).

Dari uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a = 0,05

diperoleh nilai p value = 0,026 yang berarti ada hubungan kelainan


18

letak janin dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga hipotesis yang

menyatakan bahwa ada hubungan kelainan letak janin dengan kejadian

ketuban pecah dini terbukti secara statistik. Hasil Odds Ratio diperoleh

nilai 5,714 yang berarti bahwa responden yang mengalami kelainan

letak janin berpeluang 5,714 kali lebih besar mengalami ketuban pecah

dini dibandingkan dengan responden tidak mengalami kelainan letak

janin.

Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang dan

letak lintang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya

ketuban pecah dini. Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh

dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang, karena bokong

dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar dan pada kepala maka

bokong di paksa untuk menepati ruang yang lebih luas di fundus uteri,

sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen

bawah uterus. Letak sungsang dapat membuat ketuban bagian terendah

langsung menerima tekanan intrauteri dan ketegangan rahim

meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah. Selain kelainan

letak janin faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini

adalah kehamilan ganda (Varney, 2017).

Hubungan kelainan letak janin dengan ketuban pecah dini

adalah pada kelainan letak sungsang, dimana letak janin dalarn uterus

bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus.

Pada kehamilan < 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak
19

sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasan, dan dengan

demikian janin dapat menetapkan diri dalam letak sungsang /letak

lintang. Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan

jumlah air ketuban relatif berkurang, karena bokong dengan kedua

tungkai yang terlipat lebih besar dan pada kepala maka bokong di

paksa untuk menepati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan

kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus.

Letak sungsang dapat membuat ketuban bagian terendah langsung

menerima tekanan intrauteri dan ketegangan rahim meningkat,

sehingga membuat selaput ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Widia

(2017) tentang hubungan antara kelainan letak janin dengan kejadian

ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSIA Paradise Kabupaten

Tanah Bumbu. Hasil Uji statistik diperoleh p value=0,003 <0,05

yang berarti ada hubungan yang erat antara kelainan letak janin

dengan kejadian ketuban pecah dini di RSIA Paradise Kabupaten

Tanah Bumbu.

Juga sejalan dengan penelitian Rohmawati (2018) dengan judul

ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Hasil

menunjukkan ada hubungan antara malposisi (malpresentasi) janin (p

value = 0,019) dengan kejadian ketuban pecah dini.

Dari hasil penelitian, teori dan penelitian terkait peneliti

berasumsi bahwa kelainan letak janin merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, janin yang


20

mengalami kelainan letak saat kehamilan trimester III dapat membuat

ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri dan

ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput ketuban

pecah dini.

b. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa sebanyak 8

responden (14%) dengan paritas resiko tinggi dan 49 responden (86%)

dengan paritas resiko rendah. Hasil bivariat diketahui bahwa dari 8

responden paritas resiko tinggi ada 7 responden (87,5%) yang

mengalami ketuban pecah dini dan 1 responden (6,3%) yang tidak

mengalami ketuban pecah dini sedangkan dari 49 responden paritas

resiko rendah yang mengalami ketuban pecah dini ada 5 responden

(10,2%) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 44

responden (89,8%).

Hasil uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a = 0,05

diperoleh nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan paritas

dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga hipotesis yang

menyatakan bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian ketuban

pecah dini terbukti secara statistik. Hasil Odds Ratio diperoleh nilai

61,6 yang berarti bahwa responden yang mengalami paritas resiko

tinggi berpeluang 61,6 kali lebih besar mengalami ketuban pecah dini

dibandingkan dengan paritas resiko rendah.

Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan baik dalam

keadaan hidup maupun lahir mati dari seorang ibu. Multigravida atau

paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus

ketuban pecah dini (Wiknjosastro, 2016). Paritas 2-3 merupakan


21

paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas

tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi

(Wiknjosastro, 2016).

Paritas 2-3 dianggap paritas yang aman dan berisiko kecil

mengalami KPD padahal penyebab KPD merupakan multifaktor yang

saling berkaitan satu sama lain. Ibu hamil dengan paritas lebih dari 3

lebih baik tidak mengalami kehamilan namun bila tetap terjadi

kehamilan agar ibu hamil tersebut lebih menjaga kehamilannya dengan

rajin memeriksakan kehamilan guna mengantisipasi terjadinya ketuban

pecah dini (Nugrahani, 2014).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Oktavia (2019)

dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian

ketuban pecah dini di Rumah Sakit Budi Asih Serang. Hasil penelitian

nilai p Value = 0,002 kurang dari nilai alpha (α = 0,05), artinya ada

hubungan antara paritas dengan kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD)

dengan nilai OR = 5,519.

Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian Rohmawati

(2018) dengan judul ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah

Ungaran. Hasil menunjukkan ada hubungan antara paritas (p value =

0,003) dengan kejadian ketuban pecah dini.

Dari hasil penelitian, teori dan penelitian terkait peneliti

berasumsi bahwa paritas resiko tinggi merupakan salah satu faktor

resiko terjadinya ketuban pecah dini karena vaskularisasi

(pembentukan pembuluh darah berlebihan) pada uterus mengalami


22

gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah

rapuh dan akhirnya pecah spontan.

c. Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa dari 57 responden

sebanyak 16 responden (28,1%) dengan usia resiko tinggi dan 41

responden (71,9%) dengan usia resiko rendah. Hasil bivariat diketahui

bahwa dari 16 responden usia resiko tinggi ada 9 responden (56,2%)

yang mengalami ketuban pecah dini dan 7 responden (43,8%) yang

tidak mengalami ketuban pecah dini sedangkan dari 41 responden usia

resiko rendah yang mengalami ketuban pecah dini ada 3 responden

(7,3%) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 38

responden (92,7%).

Dari uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan a = 0,05

diperoleh nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan usia dengan

kejadian ketuban pecah dini sehingga hipotesis yang menyatakan

bahwa ada hubungan usia dengan kejadian ketuban pecah dini terbukti

secara statistik. Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 16,286 yang berarti

bahwa usia resiko tinggi berpeluang 16,286 kali lebih besar mengalami

ketuban pecah dini dibandingkan dengan usia resiko rendah.

Usia adalah perhitungan umur yang dimulai dari saat kelahiran

seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Umur mempunyai

pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi

wanita, dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman


23

bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan. Umur yang terlalu

muda  (< 20 tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko

yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang kurang sehat

(Wiknjosastro, 2016)

Usia ibu yang  ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda

dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga

rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan  ibu dengan usia  ≥

35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya

pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini

dan adanya tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran

kembar sebelum 37 minggu sering terjadi pelahiran preterm,

sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban

pecah dini (Manuaba, 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astuti (2017)

dengan judul Hubungan umur ibu,paritas, gemelli, dan kunjungan anc

di RS TK II Pelamonia Makassar. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan umur dengan kejadian ketuban pecah diini

dengan nilai p value =0,000.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Maharrani

(2017) tentang hubungan umur, paritas dengan kejadian ketuban pecah

dini di Ruang Bersalin Puskesmas Jagir Surabaya. Hasil uji khi kuadrat

dari Yates didapatkan pada variabel usia χ² hitung (91.514,38) > χ²


24

tabel (3,84), dan pada variabel paritas χ² hitung (11,73) > χ² tabel

(5,99), maka diterima. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

hubungan umur, paritas dengan kejadian ketuban pecah dinipada ibu

bersalin.

Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian terkait

peneliti berasumsi bahwa umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35

tahun berisiko tinggi mengalami KPD karena pada saat usia kurang

dari 20 tahun alat reproduksi ibu belum matang dan siap untuk hamil

sehingga berisiko mengalami KPD sedangkan pada usia lebih dari 35

tahun sistem reproduksi ibu sudah mengalami penurunan sehingga

berisiko mengalami KPD. Dan umur ibu risiko rendah (20-35 tahun)

adalah umur yang sangat prima untuk terjadinya suatu kehamilan tetapi

pada umur ini masih bisa mengalami KPD yang belum diketahui

secara pasti penyebabnya sehingga bisa juga disebabkan karena faktor

lain misalnya paritas, overdistensi, disproporsio sefalo pelvis, kelainan

letak dan pekerjaan. Sehingga umur risiko tinggi maupun risiko rendah

bisa mengalami kejadian KPSW.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah subyektivitas yang ada pada penelitian

dalam menginterprestasikan hasil yang diperoleh dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi melalui analisa univariat dan bivariat. Penelitian ini menggunakan

metode penelitian yang bersifat kuantitatif. Sehingga peneliti ini tergantung

pada data yang diperoleh dari hasil check list yang diperoleh dari rekam

medik.
25
26

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Distribusi frekuensi kejadian ketuban pecah dini sebanyak 12 responden

(21,1%) yang mengalami ketuban pecah dini dan 45 responden yang tidak

mengalami KPD di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021.

2. Distribusi frekuensi kelainan letak janin sebanyak 10 responden (17,5%)

mengalami kelainan letak janin dan 47 responden (82,5%) tidak

mengalami kelainan letak janin.di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Tahun 2021.

3. Distribusi frekuensi responden dengan paritas resiko tinggi sebanyak 8

responden (14%) dan 49 responden (86%) dengan paritas resiko rendah di

RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021.

4. Distribusi frekuensi usia responden sebanyak 16 responden (28,1%)

dengan usia resiko tinggi dan 41 responden (71,9%) dengan usia resiko

rendah di RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021.

5. Ada hubungan kelainan letak janin dengan ketuban pecah dini di RSUP

Dr. Rivai Abdullah Palembang Tahun 2021 (p value 0,026)

6. Ada hubungan paritas dengan ketuban pecah dini di RSUP Dr. Rivai

Abdullah Palembang Tahun 2021 (p value 0,000).

7. Ada hubungan usia dengan ketuban pecah dini di RSUP Dr. Rivai

Abdullah Palembang Tahun 2021 (p value 0,000).


27

B. Saran 69

1. Bagi RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi

pihak rumah sakit untuk dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama menangani kejadian ketuban pecah dini

2. Bagi Universitas Ngudi Waluyo

Diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan buku-buku

terbaru, penelitian terdahulu dan jurnal kesehatan khususnya tentang

tentang patologi kehamilan seperti penanganan kejadian ketuban pecah

dini.

3. Bagi Peneliti yang Akan Datang

Bagi penelitian yang akan datang diharapkan dapat menggunakan

variabel yang lebih bervariasi dan menggunakan metode lainnya, sehingga

penelitian tentang kejadian ketuban pecah dini dapat terus berkembang.


DAFTAR PUSTAKA

Aritonang E. (2016). Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Press.

Choirunnisa, R. (2019).Hubungan konsumsi vitamin C dengan kejadian ketuban

pecah dini pada ibu hamil di Puskesmas Mustikan Jaya Bekasi.Skripsi

Universitas Nasional

Cunningham, et al. (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Dinkes Prov. Sumsel. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.

Palembang: Dinkes.

Fadlun. (2011).Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika

Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Kemenkes.

Khadijah, S. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban

pecah dini di RSUD Dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal Dinamika

Kesehatan, Vol. 7 No. 1 Juli 2016


Maharrani, T (2017). Hubungan umur, paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di

VK Puskesmas Jagir Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Mansjoer, A. (2016).Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media. Aesculapius

Manuaba, I.B. (2016). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Meiriza. W. (2017). Hubungan Paritas dan Riwayat KPD dengan Kejadian KPD di

Ruang Rawat Inap Kebidanan RSUD Solok. Jurnal Kesehatan Perintis.

Mochtar, R. (2014). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Muntoha. (2013). Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan Kejadian

Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo

Kendal.Jurnal Kesehatan Indonesia

Notoatmodjo. 2018. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta

Nugroho, T. 2016. Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika


Prawirohardjo, S, dkk.(2016). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakata: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Profil Rumah Sakit Dr. Rivai Abdullah Palembang. Tahun 2021

Ramlis, (2018). Hubungan kelainan letak janin dengan kejadian ketuban pecah dini

di Ruang Kebidanan RSUD DR. M. Yunus Bengkulu. Jurnal Kesehatan Stikes

Dehasen

Rohani dkk. (2016). Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba

Medika

Rukiyah, Ai Y & Yulianti L. (2014). Asuhan Patologi Kebidanan.Jakarta: Trans Info

Media.

Saifudin.(2015).Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.

Jakarta : Bina Pustaka

Sudarto, T. (2019). Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil dengan

Infeksi Menular Seksual. Jurnal Vokasi Kesehatan

Sujiyatini. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan, Yogyakarta ; Nuha Medika


Tahir, S. (2013). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf

Gowa. Jurnal Universitas Hasanudin.

Varney, H. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan.. Jakarta: EGC

Walyani, SE. (2016). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

Wiknjosastro, H. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka

WHO. (2019). Levels and Trend Maternal Mortality Rate. Geneva

Yusmaharani (2019). Hubungan antara paritas dengan kejadian KPD di RSUD

Arifin Achmad Riau. Jurnal Menara Ilmu Vol. XIII. No.1


LEMBAR CHECKLIST

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUMAH SAKIT DR. RIVAI

ABDULLAH PALEMBANG TAHUN 2021

Kejadian Kelainan
Paritas Usia
Inisial KPD letak janin
No
responden Resiko Resiko Resiko Resiko
Ya Tidak Ya Tidak
Tinggi rendah tinggi rendah

1 R1 Ö Ö Ö Ö

2 R2 Ö Ö Ö Ö

3 R3 Ö Ö Ö Ö

4 R4 Ö Ö Ö Ö

5 R5 Ö Ö Ö Ö

6 R6 Ö Ö Ö Ö

7 R7 Ö Ö Ö Ö

8 R8 Ö Ö Ö Ö

9 R9 Ö Ö Ö Ö

10 R10 Ö Ö Ö Ö

11 R11 Ö Ö Ö Ö

12 R12 Ö Ö Ö Ö
13 R13 Ö Ö Ö Ö

14 R14 Ö Ö Ö Ö

15 R15 Ö Ö Ö Ö

16 R16 Ö Ö Ö Ö

17 R17 Ö Ö Ö Ö

18 R18 Ö Ö Ö Ö

19 R19 Ö Ö Ö Ö

20 R20 Ö Ö Ö Ö

21 R21 Ö Ö Ö Ö

22 R22 Ö Ö Ö Ö

23 R23 Ö Ö Ö Ö

24 R24 Ö Ö Ö Ö

25 R25 Ö Ö Ö Ö

26 R26 Ö Ö Ö Ö

27 R27 Ö Ö Ö Ö

28 R28 Ö Ö Ö Ö

29 R29 Ö Ö Ö Ö

30 R30 Ö Ö Ö Ö

31 R31 Ö Ö Ö Ö

32 R32 Ö Ö Ö Ö

33 R33 Ö Ö Ö Ö

34 R34 Ö Ö Ö Ö

35 R35 Ö Ö Ö Ö
36 R36 Ö Ö Ö Ö

37 R37 Ö Ö Ö Ö

38 R38 Ö Ö Ö Ö

39 R39 Ö Ö Ö Ö

40 R40 Ö Ö Ö Ö

41 R41 Ö Ö Ö Ö

42 R42 Ö Ö Ö Ö

43 R43 Ö Ö Ö Ö

44 R44 Ö Ö Ö Ö

45 R45 Ö Ö Ö Ö

46 R46 Ö Ö Ö Ö

47 R47 Ö Ö Ö Ö

48 R48 Ö Ö Ö Ö

49 R49 Ö Ö Ö Ö

50 R50 Ö Ö Ö Ö

51 R51 Ö Ö Ö Ö

52 R52 Ö Ö Ö Ö

53 R53 Ö Ö Ö Ö

54 R54 Ö Ö Ö Ö

55 R55 Ö Ö Ö Ö

56 R56 Ö Ö Ö Ö

57 R57 Ö Ö Ö Ö
LEMBAR KODING

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUMAH SAKIT DR. RIVAI

ABDULLAH PALEMBANG TAHUN 2021

Inisial Kejadian Kelainan


No Paritas Usia
responden KPD letak janin

1 R1 2 2 1 2

2 R2 2 2 2 2

3 R3 2 2 2 2

4 R4 2 2 2 2

5 R5 2 2 2 2

6 R6 2 2 2 2

7 R7 2 2 2 2

8 R8 1 2 1 1

9 R9 1 1 1 1

10 R10 2 2 2 2

11 R11 1 2 1 1

12 R12 2 2 2 1

13 R13 1 2 1 1

14 R14 2 2 2 2

15 R15 2 2 2 2
16 R16 1 2 1 1

17 R17 1 2 1 1

18 R18 2 2 2 1

19 R19 2 2 2 1

20 R20 2 2 2 1

21 R21 2 2 2 1

22 R22 2 2 2 2

23 R23 1 2 1 1

24 R24 2 2 2 2

25 R25 2 2 2 2

26 R26 2 1 2 2

27 R27 1 1 2 1

28 R28 2 2 2 2

29 R29 2 2 2 2

30 R30 1 1 2 2

31 R31 2 2 2 2

32 R32 2 1 2 2

33 R33 2 2 2 2

34 R34 2 2 2 2

35 R35 1 1 2 2

36 R36 1 2 2 1

37 R37 2 2 2 2
38 R38 2 2 2 2

39 R39 2 2 2 2

40 R40 2 2 2 2

41 R41 2 1 2 2

42 R42 2 2 2 2

43 R43 1 1 2 2

44 R44 2 2 2 1

45 R45 2 2 2 2

46 R46 2 2 2 2

47 R47 2 2 2 2

48 R48 2 1 2 1

49 R49 2 2 2 2

50 R50 2 2 2 2

51 R51 2 2 2 2

52 R52 2 2 2 2

53 R53 2 2 2 2

54 R54 2 2 2 2

55 R55 2 1 2 2

56 R56 2 2 2 2

57 R57 2 2 2 2
HASIL SPSS

1. Hasil Univariat

Frequencies

Statistics

Kelainan letak

Kejadian KPD janin Paritas Usia

N Valid 57 57 57 57

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Kejadian KPD

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 12 21.1 21.1 21.1

Tidak 45 78.9 78.9 100.0

Total 57 100.0 100.0


Kelainan letak janin

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 10 17.5 17.5 17.5

Tidak 47 82.5 82.5 100.0

Total 57 100.0 100.0

Paritas

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Resiko tinggi 8 14.0 14.0 14.0

Resiko rendah 49 86.0 86.0 100.0

Total 57 100.0 100.0

Usia

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Resiko tinggi 16 28.1 28.1 28.1

Resiko rendah 41 71.9 71.9 100.0

Total 57 100.0 100.0

2. Hasil Bivariat

a. Hubungan Kelainan Letak Janin dengan Kejadian KPD


Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelainan letak janin * Kejadian


57 100.0% 0 .0% 57 100.0%
KPD

Kelainan letak janin * Kejadian KPD Crosstabulation

Kejadian KPD

Ya Tidak Total

Kelainan letak janin Ya Count 5 5 10

Expected Count 2.1 7.9 10.0

% within Kelainan letak janin 50.0% 50.0% 100.0%

% of Total 8.8% 8.8% 17.5%

Tidak Count 7 40 47

Expected Count 9.9 37.1 47.0

% within Kelainan letak janin 14.9% 85.1% 100.0%

% of Total 12.3% 70.2% 82.5%


Total Count 12 45 57

Expected Count 12.0 45.0 57.0

% within Kelainan letak janin 21.1% 78.9% 100.0%

% of Total 21.1% 78.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.114a 1 .013

Continuity Correctionb 4.185 1 .041

Likelihood Ratio 5.247 1 .022

Fisher's Exact Test .026 .026

Linear-by-Linear Association 6.007 1 .014

N of Valid Casesb 57

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.11.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Asymp. Std. Approx. Approx.

Value Errora Tb Sig.a

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .311 .013

Interval by Interval Pearson's R .328 .153 2.571 .013c


Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .328 .153 2.571 .013c

N of Valid Cases 57

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kelainan letak


5.714 1.305 25.026
janin (Ya / Tidak)

For cohort Kejadian KPD = Ya 3.357 1.334 8.446

For cohort Kejadian KPD =


.588 .313 1.104
Tidak

N of Valid Cases 57
b. Hubungan Paritas dengan Kejadian KPD

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Paritas * Kejadian KPD 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

Paritas * Kejadian KPD Crosstabulation

Kejadian KPD

Ya Tidak Total

Paritas Resiko tinggi Count 7 1 8

Expected Count 1.7 6.3 8.0

% within Paritas 87.5% 12.5% 100.0%

% of Total 12.3% 1.8% 14.0%

Resiko rendah Count 5 44 49

Expected Count 10.3 38.7 49.0

% within Paritas 10.2% 89.8% 100.0%

% of Total 8.8% 77.2% 86.0%


Total Count 12 45 57

Expected Count 12.0 45.0 57.0

% within Paritas 21.1% 78.9% 100.0%

% of Total 21.1% 78.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-

Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 24.722a 1 .000

Continuity Correctionb 20.290 1 .000

Likelihood Ratio 20.347 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 24.288 1 .000

N of Valid Casesb 57

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.68.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Std.

Value Errora Approx. Tb Approx. Sig.a

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .550 .000

Interval by Interval Pearson's R .659 .124 6.490 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .659 .124 6.490 .000c

N of Valid Cases 57

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Paritas

(Resiko tinggi / Resiko 61.600 6.236 608.527

rendah)

For cohort Kejadian KPD =


8.575 3.589 20.486
Ya

For cohort Kejadian KPD =


.139 .022 .873
Tidak

N of Valid Cases 57
c. Hubungan Usia dengan Kejadian KPD

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia * Kejadian KPD 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

Usia * Kejadian KPD Crosstabulation

Kejadian KPD

Ya Tidak Total

Usia Resiko tinggi Count 9 7 16

Expected Count 3.4 12.6 16.0

% within Usia 56.2% 43.8% 100.0%

% of Total 15.8% 12.3% 28.1%

Resiko rendah Count 3 38 41

Expected Count 8.6 32.4 41.0

% within Usia 7.3% 92.7% 100.0%


% of Total 5.3% 66.7% 71.9%

Total Count 12 45 57

Expected Count 12.0 45.0 57.0

% within Usia 21.1% 78.9% 100.0%

% of Total 21.1% 78.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-

Value df sided) (2-sided) sided)

Pearson Chi-Square 16.580a 1 .000

Continuity Correctionb 13.767 1 .000

Likelihood Ratio 15.276 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 16.289 1 .000

N of Valid Casesb 57

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.37.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Std.

Value Errora Approx. Tb Approx. Sig.a

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .475 .000

Interval by Interval Pearson's R .539 .127 4.750 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .539 .127 4.750 .000c

N of Valid Cases 57

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Usia (Resiko


16.286 3.508 75.611
tinggi / Resiko rendah)

For cohort Kejadian KPD = Ya 7.688 2.381 24.818

For cohort Kejadian KPD =


.472 .269 .828
Tidak

N of Valid Cases 57

Anda mungkin juga menyukai