Anda di halaman 1dari 36

No. Dok : 02.12.

00/FRM-02/AKD-SPMI

MODUL PRAKTIKUM KEPERAWATAN HIV/AIDS

Nama Rubi

PROGRAM STUDI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
P R O G R A M S T U D I S A R J A N A K EP E R AWATA N

Modul Praktek Keperawatan HIV/AIDS

 UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA


Jl Soekarno Hatta 754
Cibiru Bandung
Phone 022 7830768 • Fax 022 783076

OTORISASI:
KODE MATA AJAR BOBOT : 3 SKS SEMESTER GANJIL

KOORDINATOR DEKAN KETUA PRODI

Cucu Rokayah, M.Kep., Ns.Sp.kep.J R. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep
VISI & MISI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

VISI
“Menjadi Perguruan Tinggi Mandiri, Unggul, dan berdaya saing untuk
meningkatkan kualitas hidupbangsa Indonesia”

MISI
“Mengembangkan kelembagaan dalam rangka mewujudkan perguruan
tinggi yang mandiri dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi
nasional dan internasional. Membangun dan mengembangkan mutu
pendidikan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dibidang
pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Mengoptimalkan
kapasitas sivitas akademika yang kreatif dan inovatif"

VISI MISI PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

1. VISI
Menjadi program Studi mandiri, unggul, dan berdaya saing dalam
menghasilkan sarjana keperawatan yang kompeten dan berjiwa
entrepreneur dalam penerapan terapi komplementer di tatan klinis
dan komunitas pada tahun 2021
2. MISI
1. Mengembangkan kelembagaan dalam rangka mewujudkan
perguruan tinggi yang mandiri dengan system manajemen mutu
terstandarisasi nasional pada tahun 2024
2. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dibidang pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat sesuai dengan kompetensi
sarjana keperawatan.
3. Mewujudkan entreperenerial prodi yang berperan dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
i
DAFTAR PENYUSUN

MODUL PRAKTIKUM
KEPERAWATAN HIV/AIDS
Edited by

Cucu Rokayah, M.Kep., Ns.Sp.Kep.J


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana
Keperawatan Komunitas dan jiwa

i
LEMBAR REVISI

No. Keterangan Revisi Tanggal Revisi Paraf

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulisan buku Panduan Pembuatan
Modul Praktikum Keperawatan HIV/AIDS ini dapat diselesaikan. Berkat bantuan
dari berbagai pihak penulisan buku panduan ini dapat diselesaikan. Penulisan buku
Panduan Pembuatan Modul Praktikum ini merupakan bagian dari kegiatan
melengkapi pembelajaran semua mata kuliah yang di Praktikumkan di Fakultas
Farmasi Universitas Bhakti Kencana, Bandung dan perbaikan format konten
pembelajaran agar mahasiswa lebih mudah membaca modul yang terlihat lebih
rapi.

Bandung, 25 November 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
VISI & MISI ............................................................................................... i
DAFTAR PENYUSUN............................................................................... ii
LEMBAR REVISI....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................ v
MODUL 1: Pengkajian Bio, Psiko, Spiritual dan Cultural, Pemeriksaan Fisik,
dan Diagnostik 1
MODUL 2: Pendidikan Kesehatan pada Klien dengan HIV/AIDS dan
Penyalahgunaan NAPZA........................................................
MODUL 3: Konseling HIV.........................................................................
MODUL 4: Terapi Komplementer ..............................................................
MODUL 5: Judul Modul..............................................................................
MODUL 6: Judul Modul..............................................................................
MODUL 7: Judul Modul..............................................................................
MODUL 8: Judul Modul..............................................................................
MODUL 9: Judul Modul..............................................................................
MODUL 10: Judul Modul............................................................................
MODUL 11: Judul Modul............................................................................
MODUL 12: Judul Modul............................................................................
MODUL 13: Judul Modul............................................................................
MODUL 14: Judul Modul............................................................................
MODUL 15: Judul Modul............................................................................
MODUL 16: Judul Modul............................................................................
LAMPIRAN (jika ada).................................................................................
iv

MODUL 1
Pengkajian bio, psiko, spiritual dan kultural, Pemeriksaan
fisik dan diagnostik pada pasien HIV/AIDS

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai :
Mahasiswa mampu memahami pengkajian bio, psiko, spiritual dan kultural,
pemeriksaan fisik dan diagnostic, tanda dan gejala, melakukan praktik
keperawatan yang holistic dan penatalaksanaan pasien dengan HIV AIDS
1.2 Tujuan Praktikum :
1. Melakukan Pengkajian bio,psiko, spiritual dan kultural
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan diagnostic pada pasien HIV/AIDS
3. melakukan pengkajian spiritual dan kultural pada pasien HIV/AIDS

2. Pendahuluan/ dasar teori

Pengkajian Pasien HIV/AIDS

1. Biologis
Respon Biologis (Imunitas)
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut
limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun
kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan
menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar
protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan
CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan
antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian
sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya
masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse
transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada
inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun
kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA
asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA
pertama yang tersusun sebagai cetakan (Stewart, 1997; Baratawidjaja,
2000).
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan
masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus
disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit
CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4
mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil masuk
dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama
monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour plasenta,
sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel
langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah
encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart,
1997). Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari pasien.
Setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien
yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala
selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+
mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi
sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997)
2. Psikologis
Reaksi Piskologis Pasien HIV
Reaksi Proses Psikologis hal – hal yang biasa di jumpai
a. Shock (kaget, goncangan batin) Merasa bersalah, marah, tidak berdaya
Rasa takut, hilang akal, frustrasi, rasa sedih, susah, acting out
b. Mengucilkan diri, Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri,
Khawatir menginfeksi orang lain, murung
c. Membuka status secara terbatas, Ingin tahu reaksi orang lain,
pengalihan stres, ingin dicintai Penolakan, stres, konfrontasi
d. Mencari orang lain yang HIV positif Berbagi rasa, pengenalan,
kepercayaan, penguatan, dukungan sosial Ketergantungan, campur
tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia dirinya
e. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat khusus,
perbedaan menjadi hal yang istmewa, dibutuhkan oleh yang lainnya
Ketergantungan, dikotomi kita dan mereka (sema orang dilihat sebagai
terinfeksi HIV dan direspon seperti itu), over identification
f. Perilaku mementingkan orang lain Komitmen dan kesatuan kelompok,
kepuasan memberi dan berbagi, perasaan sebagi kelompok
Pemadaman, reaksi dan kompensasi yang berlebihan
g. Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan identitas diri,
keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi seseorang Apatis, sulit berubah.
Respon Psikologis (Penerimaan Diri) terhadap penyakit, Kubller Ross,
(1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap penyakt,
yaitu :
a. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan
karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan
mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien
terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi
sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan
dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang
mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini
merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.
Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi
fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999)
b. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan
lagi, maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien
secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah.
Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan
adalah perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak
menuntut, cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang,
tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta
banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka
menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan
untuk datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak &
Gallo, 1996).
c. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu,
pasien akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya.
Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan
Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien
menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani,
1999).
d. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan
marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara
konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan
waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini
termasuk mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru
dalam keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya
penyakit (Netty, 1999)
e. Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien
beradapatasi, kepedihan dari kesabatan yang menyakitkan berkurang
dan bergerak menuju identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan
karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien mampu
bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan
dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan
keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996). Proses
ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres yang kronis
akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi
dari jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat
terbentuk bila dalam waktu lain menderita stres, dalam teori adaptasi
dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator
3. Sosial
Interaksi social Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis.
Kehilangan karabat/orang terdekat, teman, pendukung rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana. Tanda : perubahan oada interaksi
keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi
4. Spiritual
Respon Adaptif Spiritual
Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000)
dan Kauman & Nipan (2003). Respons adaptif Spiritual, meliputi:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam
dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan
membuat orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan
kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya akan
memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
b. Pandai mengambil hikmah Peran perawat dalam hal ini adalah
mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran
positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua cobaan
yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang Pencipta. Pasien
harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta
dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien
diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.
c. Ketabahan hati Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan
ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai
kepribadian yang kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan.
Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati dalam
menentukan kehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada
PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien dengan memberikan
contoh nyata dan atau mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak;
bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatNYA,
melebihi kemampuannya (Al. Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan
bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah, yang
sangat penting dalam kehidupannya
5. Kultural
Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini
dimana banyak ibu rumah tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV
/AIDS dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual selain
dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat berat
dan perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position
(posisi rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan
tidak memiliki pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya. Kebijakan
yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah HIV
/AIDS Selama ini adalah melaksanakan bimbingan sosial pencegahan
HIV /AIDS, pemberian konseling dan pelayanan sosial bagi penderita
HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian pelayanan
kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat dihindari,
harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat berperan
sosial dengan baik dalam kehidupannya.
A. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik, tanda dan gejala
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik HIV dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi
kesehatan pasien saat ini. Pemeriksaan HIV meliputi antara lain:
a. Suhu
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak
ada gejala lain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari
jenis penyakit infeksi tertentu atau kanker yang lebih umum pada
orang yang mempunyai sistem kekebalan tubuh lemah . Dokter
akan memeriksa suhu Anda pada setiap kunjungan.
b. Berat
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan.
Kehilangan 10% atau lebih dari berat badan Anda mungkin akibat
dari sindrom wasting, yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS
, dan yang paling parah Tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan
bantuan tambahan gizi yang cukup jika Anda telah kehilangan berat
badan.
c. Mata
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS.
Hal ini terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah
kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters,
penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan. Jika terdapat gejala
retinitis CMV, diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata
sesegera mungkin. Beberapa dokter menyarankan kunjungan dokter
mata setiap 3 sampai 6 bulan jika jumlah CD4 anda kurang dari 100
sel per mikroliter (MCL).
d. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada
orang yang terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan
pemeriksaan mulut pada setiap kunjungan. pemeriksakan gigi
setidaknya dua kali setahun. Jika Anda beresiko terkena penyakit
gusi (penyakit periodontal), Anda perlu ke dokter gigi Anda lebih
sering.
e. Kelanjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu
disebabkan oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening
yang semakin membesar atau jika ditemukan ukuran yang berbeda,
Dokter akan memeriksa kelenjar getah bening Anda pada setiap
kunjungan.
f. Perut
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini
dapat disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan
kanker. Dokter akan melakukan pemeriksaan perut pada kunjungan
setiap atau jika Anda mengalami gejala-gejala seperti nyeri di
kanan atas atau bagian kiri atas perut Anda
g. Kulit
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV.
pemeriksaan yang teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat
diobati mulai tingkat keparahan dari dermatitis seboroik dapat
sarkoma Kaposi . Dokter akan melakukan pemeriksaan kulit setiap
6 bulan atau kapan gejala berkembang.
h. Ginekologi terinfeksi
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel daripada
wanita yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi
dengan tes Pap. Anda harus memiliki dua tes Pap selama tahun
pertama setelah anda telah didiagnosa dengan HIV. Jika kedua
pemeriksaan Pap Smear hasilnya normal, Anda harus melakukan
tes Pap sekali setahun. Anda mungkin harus memiliki tes Pap lebih
sering jika Anda pernah memiliki hasil tes abnormal.
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan memberikan informasi
tentang keadaan kesehatan Anda saat ini. Pada Pemeriksaan
selanjutnya dokter akan menggunakan informasi ini untuk melihat
apakah status kesehatan Anda berubah.
2. Tanda dan Gejala
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yait u gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak
umum terjadi):
a. Gejala mayor
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV ensefalopati
b. Gejala minor
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
4. Kandidias orofaringeal
5. Herpes simpleks kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin Wanita
8. Retinitis virus Sitomegalo
Cek list pengkajian spiritual

Nama mahasiswa:.......................
NIM:..........................................
Tanggal:....................................

No Aspek yang dinilai Raw score Critically Difficulty Score

1 Pra interaksi: 3 2 1 6
a. Verifikasi catatan keperawatan
b. Jaga lingkungan
c. Cuci tangan
2 Tahap orientasi: 5 2 1 10
a. Berikan salam
b. Klarifikasi kontrak waktu tindakan
c. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
d. Beri kesempatan klien untuk bertanya
3 Tahap kerja: 4 3 3 36
a. Lakukan pengkajian Faith dengan menanyakan agama
dan keyakinan yang dianut. Eksplor lebih lanjut.
b. Kaji Importance and influence dengan menanyakan
pentingnya agama bagi klien
c. Kaji Community dengan menanyakan keaktifan klien di
kegiatan keagamaan. Eksplor lebih lanjut.
d. Kaji Address and application dengan menanyakan
bagaimana perawat dapat membantu klien melakukan
kegiatan spiritualnya

4 Tahap terminasi: 5 2 1 10
a. Evaluasi perasaan pasien
b. Beri reinforcement
c. Simpulkan hasil kegiatan dan rencana tindak lanjut
d. Salam
e. Cuci tangan
5 Dokumentasikan: 6 3 1 18
a. Nama pasien, nomor rekam medis
b. Masalah keperawatan
c. Tindakan yang dilakukan
d. Respon klien : Subjektif, Objektif, Analisa, Planning
e. Tanggal, jam
f. Nama dan tandatangan perawat
6 Sikap : 6 3 1 18
a. Teliti
b. Empati
c. Peduli
d. Sabar

54

1
9. Pustaka
1. Bennett N.J., 2019.  HIV Infection and AIDS Clinical Presentation. Medscape. Diperoleh tanggal 4
Maret 2020 dari https://emedicine.medscape.com/article/211316-clinical#b3.
2. Cigna. 2017. Medical History and Physical Exam for HIV Infection. Diperoleh tanggal 4 Maret 2020
dari https://www.cigna.com/individuals-families/health-wellness/hw/medical-tests/
medical-history-and-physical-exam-for-hiv-hw194150 .
3. Sadovsky R1, Gillette P. 1997. The initial assessment of the HIV-infected patient. PubMed Gov.
Diperoleh tanggal 5 Maret 2020 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9271689.
4. Centers for Disease Control and Prevention. 2019. HIV. CDC diperoleh tanggal 28 Maret 2020 dari
https://www.cdc.gov/hiv/basics/whatishiv.html.
5. Corwin, M.A. Bradley, L-Springer. Cook, P.F. 2013. HIV Risk Assessment/HIV RIsk ReductIon: A
QuIck RefeRence GuIde foR cARe ProVIdeRs. MOUNTAIN PLAINS AIDS EDUCATION AND TRAINING
CENTER.
MODUL 2
Pendidikan Kesehatan pada Klien dengan HIV/AIDS dan Penyalahguna
NAPZA

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai :
Mahasiswa mampu melakukan Pendidikan Kesehatan pada klien HIV /AIDS
dan pada penyalahgunaan NAPZA
1.2 Tujuan Praktikum :
a. Melakukan Pendidikan Kesehatan pada klien HIV AIDS
b. Melakukan Pendidikan Kesehatan pada klien penyalahgunaan
NAPZA
2. Prinsip

3. Pendahuluan/ dasar teori


Pendidikan Kesehatan pada Klien HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA

Pendidikan Kesehatan adalah…


1. Pengertian HIV/AIDS
AIDS merupakan penyakit dapat menempel tehadap siapapun. AIDS
merupakan sindrom dengan gejala penyakit infeksi opportunistic atau
kanker tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh ileh infeksi
HIV. HIV merupakan virus sitopatik diklasifikasikan dalam famili
retrovirus, subfamily Lentivirinae, genus lentivirus. menurt nursalam aa
dua tipe HIV yang dapat menyebabkan AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2
2. Gejala – gejala AIDS
menurut Mansjoer gejala – gejala terinfeksi HIV /AIDS ada dua yaitu
gejala mayor dan minor. gejala mayor dari penyakit HIV/AIDS antara lain
berat badan menurun 10 % dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan
kesadaran dan gangguan neurologis dan esefaliti. gejala minor dari
penyakit HIV AIDS antara lain batuk menetap lebih dari 1 bulan,
dermatitis generalisata, herpes zoster multisegmental berulang, kandidiasis
orofaringeal, herpes simpleks kroniks progresif, limfadenopati generalisata,
infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita dan retinitis oleh virus
sitomegalo
3. Penularan melalui transmisi HIV/AIDS
Transmisi HIV/AIDS dibagi menjadi sebagai berikut:
1) Transmisi Melalui Kontak Seksual Kontak seksual melalui hubungan
seksual secara vagina, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Virus HIV dapat ditemukan dalam
cairan semen, cairan vagina dan cairan serviks.
2) Transmisi Melalui Darah atau Produk Darah HIV dapat ditransmisikan
melalui darah dan produk darah. Terutama pada individu pengguna
narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama.
3) Transmisi Secara Vertikal Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari
ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktu
persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI).
4) Transmisi Melalui Alat Kesehatan yang tidak Steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat
lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau cairan semen yang
terinfeksi HIV dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak
terinfeksi bisa menularkan HIV.
5) Transmisi pada Petugas Kesehatan dan Petugas Laboratorium
Risiko penularan HIV terdapat pada kelompok pekerja yang terpapar HIV
seperti petugas kesehatan, petugas laboratorium, dan orang yang bekerja
dengan spesimen atau bahan yang terinfeksi HIV, terutama bila
menggunakan benda tajam.
4. Pencegahan Penularan HIV
Adhi menjelaskan pencegahan penularan HIV dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Menghindari kontak seksual dengan orang yang diketahui menderita
AIDS dan menggunakan obat bius secara intravena
2) Hubungan seksual dengan multipartner memberikan kemungkinan lebih
besar mendapat AIDS
3) Melakukan hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal
4) Tidak menggunakan jarum suntik intravena secara bersama
5) Tidak melakukan donor darah bagi orang berisiko tinggi AIDS.
Pencegahan HIV/AIDS selain dilakukan secara terpadu harus juga
dilakukan pencegahan secara dini. Pencegahan ini melalui kegiatan
promosi antara lain melalui:
1) Penyuluhan dan sosialisasi informasi yang benar pada masyarakat dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat;
2) Menyediakan media informasi yang bermutu, memadai dan mudah
diakses oleh masyarakat;
3) Memberikan pendidikan kepada remaja, khususnya siswa SMA tentang
pencegahan HIV dan AIDS dalam materi kurikulum pendidikan sekolah
formal dan non formal yang terintegrasi dengan mata pelajaran Pendidkan
jasmani dan Kesehatan (Penjaskes
7. Kegiatan praktikum
1. Penyusunan SAP
2. penyusunan dan pelaksanaan Pendidikan Kesehatan pada penderita HIV

8. Prosedur kerja
1. Mahasiswa membentuk kelompok dengan anggota 3-4 orang
2. Mahasiswa melakukan pengkajian dan identifikasi masalah pada penderita 3. HIV
dan Napza, beserta rencana aksi penyuluhan yang akan dilakukan
4. Menyusun SAP penyuluhan Kesehatan
5. Mengkonsultasikan hasil penulisan proposal kepada pembimbing praktikum
6. Mahasiswa mempresesntasikan hasil penyuluhan
7. Mahasswa melakukan evaluasi dan revisi laporan penyuluhan

10. Pustaka
Tuliskan referensi pustaka yang digunakan.
MODUL 3
Konseling HIV AIDS

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai :
Mampu mendemonstrasikan komunikasi dan konseling, menjalin hubungan
interpersonal, melakukan komunikasi efektif, bersikap caring dan empati,
melaksanakan pendidikan kesehatan pada klien dengan HIV/AIDS

1.2 Tujuan Praktikum :


a. melakukan konseling pencegahan
b. Melakukan konseling pre test
c. melakukan konseling pasca tets
d. melakukan konseling menghadapi kematian
e. melakukan konseling patuh obat
3. Prinsip

4. Pendahuluan/ dasar teori

Konseling HIV/AIDS

ApakahKonseling?Konseling adalah proses membantu seseorang untuk


belajar mencari solusi bagi masalah emosi, interpersonal dan pengambilan
keputusan, membantu klien menolong diri sendiri. konseling dilakukan
baik Untuk individu, pasangan atau keluarga, membantu individu
bertanggung jawab atas hidupnya dengan mengembangkan kemampuan
pengambilan keputusan yang bijak dan realistis, menimbang setiap
konsekuensi dari perilaku, memberikan informasi yang berfokus pada
klien : secara spesifik tertuju pada kebutuhan, isu dan seputar klien sebagai
individu, melalui proses internal, kolaboratif, bertanggung jawab menuju
pada suatu tujuan. Termasuk juga mengembangkan otonomi dan tanggung
jawab diri pribadi klien mempertimbangkan situasi interpersonal, sosial /
budaya, kesiapan untuk berubah, mengajukan pertanyaan, menyediakan
informasi, mengulas opsi dan mengembangkan rencana tindakan.
Bukan Konseling Melakukan konseling tidak mudah namun juga tidak
sulit karena itu seorang yang melakukan kegiatan konseling seharusnya
mengerti ramburambu pelaksanaan konseling agar tidak terjebak pada
kegiatan yang bukan konseling yakni bersikap mengarahkan,
menyarankan, menasehati, ngobrol, menginterogasi, membuat pengakuan,
mendoakan, memberi harapan.
Apakah Konseling HIV/AIDS ? Konseling HIV/AIDS bersifat komunikasi
rahasia antara klien dan petugas kesehatan bertujuan memungkinkan klien
menghadapi stres dan menentukan pilihan pribadi berkaitan dengan
HIV/AIDS. Proses konseling termasuk melakukan evaluasi risiko
penularan HIV pribadi, memberikan fasilitasi perubahan perilaku, dan
melakukan evaluasi mekanisme coping ketika klien dihadapkan pada hasil
tes (+) Konseling pencegahan dan perubahan perilaku guna mencegah
penularan. Diagnosis HIV mempunyai banyak dampak – psikologik,
sosial, fisik dan spiritual HIV merupakan penyakit yang mengancam
kehidupan.
Tahap pertama : Dimulai dari membina hubungan baik dan membina
kepercayaan , dengan menjaga rahasia dan mendiskusikan keterbatasan
rahasia, melakukan ventilasi permasalahan, mendorong ekspresi perasaan,
diutamakan dapat menggali masalah, terus mendorong klien
menceritakannya. Upayakan dapat memperjelas harapan klien dengan
mendeskripsikan apa yang konselor dapat lakukan dan cara kerja mereka
serta memberi pernyataan jelas bahwasanya komitmen konselor akan
bekerja bersama dengan klien
Tahap kedua : Mendefinisikan dan pengertian peran, memberikan batasan
dan kebutuhan untuk mengungkapkan peran dan batasan hubungan
konseling, mulai dengan memaparkan dan memperjelas tujuan dan
kebutuhan klien, menyusun prioritas tujuan dan kebutuhan klien,
mengambil riwayat rinci – menceritakan hal spesifik secara rinci ,
menggali keyakinan, pengetahuan dan keprihatinan klien
Tahap ketiga : Proses dukungan konseling lanjutan yakni dengan
meneruskan ekspresi perasaan / pikiran , mengidentifikasi opsi,
mengidentifikasi ketrampilan, penyesuaian diri yang telah ada,
mengembangkan keterampilan penyesuaian diri lebih lanjut, mengevaluasi
opsi dan implikasinya, memungkinkan perubahan perilaku, mendukung
dan menjaga kerjasama dalam masalah klien, monitoring perbaikan tujuan
yang terindentifikasi , rujukan yang sesuai Tahap empat : Untuk menutup
atau mengakhiri hubungan konselin . Disarankan kepada klien dapat
bertindak sesuai rencana klien menata dan menyesuaiakan diri dengan
fungsi sehari-hari, bangun eksistensi sistem dukungan dan dukungan yang
diakses, lalu mengidentifikasi strategi untuk memelihara hal yang sudah
beruhah baik . Untuk pengungkapan diri harus didiskusikan dan
direncanakan, atur interval parjanjian diperpanjang, disertai pengenalan
dan pengaksesan sumber daya dan rujukan yang tersedia, lalu pastikan
bahwa ketika ia membutuhkan para konselor senantiasa bersedia
membantu. Menutup atau mengakhiri konseling dengan mengatur
penutupan dengan diskusi dan rencana selanjutnya, bisa saja dengan
membuat perjanjian pertemuan yang makin lama makin panjang
intervalnya. Senantiasa menyediakan sumber dan rujukan yang telah
dikenali dan dapat diakses – memastikan klien dapat mengakses konselor
jika ia memilih untuk kembali ketika membutuhkan
Tujuan Konseling HIV/AIDS Konseling HIV/AIDS merupakan proses
dengan 3 (tiga) tujuan umum :
1. Dukungan psikologik misalnya dukungan emosi, psikologi sosial,
spiritual sehingga rasa sejahtera terbangun pada odha dan yang
terinfeksi virus lainnya .
2. Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui informasi tentang perilaku
berisiko (seperti seks tak aman atau penggunaan alat suntik
bersama ) dan membantu orang untuk membangun ketrampilan
pribadi yang penting untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek
aman.
3. Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian masalah dan isu
kepatuhan
Cara untuk mencapai tujuan : Mengajak klien mengenali perasaannya dan
mengungkapkannya , menggali opsi dan membantu klien membangun rencana
tindak lanjut yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, mendorong perubahan
perilaku, memberikan informasi pencegahan, terapi dan perawatan HIV/AIDS
terkini, memberikan informasi tentang institusi ( pemerintah dan non
pemerintah ) yang dapat membantu dibidang sosial, ekonomi dan budaya ,
membantu orang untuk kontak dengan institusi diatas.Membantu klien
mendapatkan dukungan dari system jejaring social, kawan dan keluarga
membantu klien melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan kehilangan ,
melakukan peran advokasi – misal membantu melawan diskriminasi,
membantu individu mewaspadai hak hukumnya, membantu klien memelihara
diri sepanjang hidupnya, membantu klien menentukan arti hidupnya. Selain
isu yang berkaitan langsung dengan HIV/AIDS, klien dapat menyajikan :
Serangkaian isu tentang keadaan tidak langsung berkaitan dengan HIV
kebutuhan terapi spesifik misalnya : disfungsi seksual, serangan panik isu
terdahulu yang belum terselesaikan, misalnya: isu seksual, ketergantungan
napza, masalah keluarga dll.

5. Alat dan bahan


Alat:
1. Leaflet
2. Ruang konseling
3. Meja dan kursi untuk petugas dan pasien
6. Prosedur kerja
Prosedur :
1. Konseling pencegahan :
1. Pemahaman HIV/AIDS dan dampak fisik serta psikososial
2. Cara penularan dan tidak menularkan serta pencegahan
3. Pemahaman perilaku hidup sehat
4. Mendorong perubbabhan perilaku ke awah hidup sehat
2. Konseling pre test
1. Motif pelaksanaan test sukarela
2. Interpretasi hasil test meliputi :
a. Penapisan dan konfirmasi
b. Tanpa gejala dan gejala nyata
c. Pemahaman akan infeksi HIV dann dampaknya. HIV tidak dapat
sembuh namun dapat tetap pproduktif
d. Infeksi opportunitis dapat diobati
3. Estimasi hasil
a. Kesiapan mental emosional penerimaan hasil pemeriksaan
b. Kajilah resiko bukan harapan hasil
c. Periode jendela
4. Membuat rencana jika didapatkan hasil
a. Apa yang akan dilakukan jika hasil positif atau negative
b. Memperkirakan dukungan dari orang dekat/sekitar pasien.
Membangun pemahamam hidup sehat dan mendorong perilaku
sehat
c. Membuat keputusan : melaksanakan test/tidak
3. Konseling pasca test
1. Menilai situasi psikososial terkini, mendukung mental emosional
pasien
2. Menilai pemahanan klien
3. Membacakan hasil
4. Mendukung emosi klien, ventilasi dan mendorong klien berbicara
lebih lanjut
5. Manajemen pemecahan masalah : gali masalah, pahami dan
pahamkan pada klien, susun rencana. membantu membuat rencana
menghadapi kehidupan pasca pemantapan hasil dengan perubahan
kea rah perilaku sehat.
4. Konseling menghadapi kematian
1. Pemahaman akan makna hidup
2. Pemahaman akan makna meninggal dunia
3. Cita – cita yang sudah tercapai
4. Cita – cita yang belum kesampaian
5. Pada siapa dan bagaimana cita – cita yang belum tercapai
disampaikan
5. Konseling kepatuhan berobat
1. Pemahaman jenis, cara dan roses pengobatan
2. Pemahaman dampak putus obat
3. Dukungan untuk mengurango beban psikologik yang membuat
pasien merasa sakit/ caacat/ tidak berdaya, tidak ada harapan
menghadapi kehidupan karena ia harus menggunakan obat dalam
jangka waktu panjang
7. Hal – hal yang harus diperhatikan
a. Tahapan penerimaan pasien
b. Respon pasien
c. Kerahasiaan pasien
1
Cek list konseling pra tes HIV

No Aspek yang dinilai Raw Critically Difficulty Max skor


Skor
1 Pra interaksi: 3 2 1 3
a. Verifikasi catatan keperawatan
b. Jaga lingkungan
c. Cuci tangan 5 langkah
2 Tahap orientasi: 6 2 2 24
a. Berikan salam
b. Menanyakan latar belakang dan alasan kunjungan
c. Klarifikasi kontrak waktu tindakan
d. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
e. Beri kesempatan klien untuk bertanya
f. Diskusikan tentang kerahasiaan

3 Tahap interaksi: 18 3 3 162


a. Kaji faktor resiko klien terhadap HIV dengan menanyakan:
perilaku seksual, penggunaan obat, transfusi darah
b. Kaji tingkat pemahaman klien: alasan tes
HIV, pengetahuan tentang penyebaran HIV
c. Kaji mekanisme koping klien
d. Eksplorasi implikasi HIV terhadap pernikahan,
pekerjaan, keuangan, kehamilan dan stigma masyarakat
e. Jelaskan pencegahan penyebaran HIV/AIDS
f. Koreksi mitos, kesalahapahaman dan mis
informasi tentang HIV/AIDS
g. Eksplorasi ketersediaan support atau dukungan
h. Membantu klien membuat keputusan untuk dilakukan
tes HIV, antara lain dengan menjelaskan keuntungan dan
akibat melakukan tes HIV
i. Mendiskusikan prosedur tes HIV, waktu untuk
mendapatkan hasil dan arti dari tes HIV.
j. Mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah
ada hasil test.
k. Menjelaskan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV
dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri
dengan status HIV.
l. Menjajaki kemampuan klien dalam mengatasi masalah.
m. Memberi waktu untuk berfikir.
n. Bila klien menyetujui untuk test, konselor memberikan
form informed consent kepada klien dan meminta tanda
tangannya setelah klien membaca isi form HIV/.AIDS.
o. Mengisi dokumen klien dengan lengkap dan mengisi
form rujukan ke laboratorium.
p. Membuat perjanjian dengan klien untuk menunggu hasil
test.
q. Mengantar klien ke tempat pengambilan darah
dan menyerahkan form laboratorium kepada
petugas pengambilan darah.
42
9. Pustaka
Tuliskan referensi pustaka yang digunakan.
MODUL 4
TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN HIV/AIDS

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai :

1.2 Tujuan Praktikum :


a. Melakukan terapi komplementer PMR

2. Prinsip
3. Pendahuluan/ dasar teori
TERAPI KOMPLEMENTER
A. Latar belakang
HIV dan AIDS sering dianggap penyakit yang tidak ada obatnya dan
dikaitkan dengan kematian secara cepat. padahal, kitab isa hidup sehat
dengan HIV di dalam tubuh untuk waktu yang lama, bahkan melebihi
pikiran yang umum yaitu lima sampai sepuluh tahun. banyak cara yang bisa
ditempuh agar kekebalan tubuh tidak berkurang dan kita tidak rentan
terhadap serangan penyakit.

B. Terapi Komplementer
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terapi merupakan usaha
untuk memulihkan Kesehatan yang sedang sakit. pengobatan penyakit,
perawatan penyakit. komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat
meyempurnakan.
menurut WHO (World Health Organization). pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan, misalnya jamu yang merupakan salah satu produk
pengobatan komplementer di negara Singapura. di Indonesia jamu
dikategorikan sebagai pengobatan tradisional yaitu pengobatan yang sudah
dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada
suatu negara
C. Tujuan Terapi Komplementer
terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari system –
system tubuh. terutama system kekebalan dan pertahanan tubuh agat tubuh
dapat menyembuhkan diri sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita
sebenarnya mempunyai kemampuan utnuk menyembuhkan dirinya sisndiri,
asalkan kita dapat memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dam
lengkap serta perawatan yang tepat
D. Jenis terapi komplementer
jenis pelayanan pengobatan komplememnter-alternatif berdasarkan
permenkes RI Nomor :1109/Menkes/2007 adalah :
1. Intervensi tubuh dan pikiran : hipnoterapi, mediasi, penyempurnaan
spiritual dao dna yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupressur,
natropati dan aromaterapi
3. pengobatan farmakologi dan biologi : jamu dna herbal
4. diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient
dan mikro nutrient
5. akupuntur : suatu metode tradisional china yang menghasilkan
analgesia atau perubahan fungsi system tubuh dengan cara memasukan
jarum tipis di sepanjang rangkaian garis atau jalur yang disebut
meridian. memmanipulasi jarum langsung pada meridian energi akan
mempengaruhi organ internal dalam dengan pengalihan qi (shi)
6. Akupresur : sebuah ilmu penyembuhan dengan menekan, memijat,
mengurut bagian dari tubuh untuk mengurangi rasa nyeri,
menghasilakn analgesia, atau mengatur fungsi tubuh.
7. metitasi : praktik yang ditujukan pada diri untuk merelakskan tubuh dan
menekankan pikiran menggunakan ritme pernapasan yang berfokus.
8. psikoterapi : pengobatan kelainan mental dan emosional dengan tehnik
psikologi
9. yoga : tehnik yang berfokus pada susunan otot, postur, mekanisme
pernapasan, dan kesadaran tubuh. tujuan yoga adalah memperoleh
kesjahteraan mental dan fisik melalui pencapaian kesempurnaan tubuh
dengan olehraga, mempertahankan postur tubuh, pernapasan yang benar
dan meditasi.
10. terapi relaksasi : tehnik terapi relaksasi meliputi meditasi, hipnotis dan
relaksasi otot. walaupun tehnik – tehnik ini bisa mengurangi stress dan
membuat tubuh lebih bugar.
E. Terapi komplementer HIV AIDS
Terapi informasi. terapi informasi bukan sekedar pengetahuan. kita ambil
contoh seseorang yang baru di tes HIV dan hasilnya ternyata positif. setelah
lewat rasa terkejut (shock) banyak pertanyaan akan muncul : apa iti AIDS ?
bagaimana kelanjutannya ? bagaiman penularaanya? apa [engobatannya?
gejalanya apa ? orang yang baru divonis terinfeksi HIV pasti akan merasa
mati kutu, tidak dapat berkata apa – apa dan penuh dengan rasa takut
terhadap HIV/AIDS
Informasi yang benar dan jelas akan mengobati ketidakpahaman, depresi,
memulihkan dan menyalahkan jiwa apenderita HIV, dan seperti halnya
berbagai macam terapi, terapi informasi adalah suatu perjalanan, sebuah
proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.
konseling pasca test yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat
menjawab semua pertanyaan penderita HIV
F. Terapi Spiritual
Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama.
seseorang pemeluk agama islam misalnya berdzikir, berdoa, berpuasa,
sholat hajat, dll. dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk
penyembuhan baik yang dibimbing oleh rohaniawan maupun yang
dilakukan sendiri
G. Terapi Nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi system imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga
tubuh tetap aktif dan produktif. defisiensi vitamin dan mineral bisa
dijumpai pada orang dengan HIV dan defisiensi sudah terjadi sejak dini
walaupun gizi seimbang. defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan
kehilangan nafsu makan dan gangguan absorbs zat gizi, dan 90 % ODHA
umumnya memiliki berat badan di bawah normal
H. Terapi Fisik
terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam
upaya memperbaiki disfungsi yang berkaitan dengan tubuh yang
disebabkan HIV
beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik seperti berlari
kecil dan renang mampu menghilangkan stress dan membuat tubuh tenang.
ketenangan yang diperoleh bisa meningkat pertumbuhan sel kekebalan
tubuh di dalam tubuh
4. Alat dan bahan

Persiapan Alat dan lingkungan:

Kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan sunyi

1. pahami tujuan, manfaat dan prosedur


2. posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal di bawah kepala adan lutut atau duduk dikursi dengan
kepala ditopang, hindari posisi berdiri
3. lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam dan sepatu
4. longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya mengikat

5. Prosedur kerja
1. Gerakan 1 : itunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang
dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan sehingga otot
di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang.
b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.
3. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar padabagian
atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot biseps akan
menjadi tegang.
4. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.
a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh
kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di bahu
punggung atas, dan leher.
5. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti
dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot
terasa kulitnya keriput.
b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar
mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.
6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh
otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi
ketegangan di sekitar otot rahang.
7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut.
Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut. 8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian
depan maupun belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot
leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.
9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.
a) Gerakan membawa kepala ke muka. b) Benamkan dagu ke dada, sehingga
dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.
10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot
menjadi lurus.
11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyakbanyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian
dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega. Ulangi sekali
lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan relaks.
12. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu dilepaskan
bebas.
c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.
13. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan
betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis.
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

1
6. Pustaka

Tuliskan referensi pustaka yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai