Anda di halaman 1dari 2

Kemelut Di Majapahit

Raden Wijaya berhasil menjadi Raja Majapahit pertama. Beliau tidak


melupakan jasa jasa para senopati yang setia dan banyak membantunya.
Ronggo Lawe diangkat menjadi adipati di Tuban serta yang lainnya diberi
pangkat juga.

Sang prabu telah mengawini empat putri mendiang Raja Kertanegara.


Keempat putri itu adalah Dyah Tribunan yang menjadi permaisuri, yang
kedua adalah Dyah Nara Indraduhita, ketiga adalah Dyah Jaya Inderadewi,
dan yang juga disebut Retno Sutawan atau Rajapatni yang berarti
“terkasih” karena memang putri bungsu dari mendiang Kertanegara ini
menjadi istri yang paling dikasihinya. Hal ini dilakukannya karena beliau
tidak menghendaki adanya dendam dan perebutan kekuasaan kelak.

Akan tetapi, datanglah pasukan yang beberapa tahun lalu diutus oleh Sang
Prabu ke negeri Malayu. Pasukan ekspedisi yang berhasil baik ini
membawa pulang dua orang putri bersaudara. Sang prabu terpikat oleh
kecantikan putri yang kedua, yaitu Dara Petak. Maka, diambillah putri itu
menjadi istrinya yang kelima.

Terjadilah persaingan diantara para istri, yang dilakukan secara diam diam
dalam memperebutkan cinta kasih dan perhatian Sri Baginda. Tentu saja,
Ronggo Lawe yang setia sejak zaman Prabu Kertanegara, berpihak kepada
Dyah Gayatri. Namun, persaingan dan kebencian secara diam diam itu
tidak sampai menjalar menjadi permusuhan terbuka. Sampai akhirnya
Sang Prabu mengangkat Senopati Nambi menjadi pembesar tertinggi dan
paling berkuasa sesudah raja, yang tentu saja membakar hati Ronggo Lawe.

Pengangkatan ini memang banyak terpengaruh oleh bujukan Dara Petak.


Mendengar pengangkatan patih ini, Ronggo Lawe marah bukan main. Nasi
yang sedang dikepalnya dibanting keatas lantai yang kemudian amblas ke
dalam lantai serta ujung meja yang diremasnya hancur. Kedua istri Ronggo
Lawe menghibur dirinya, akan tetapi Ronggo Lawe bangkit berdiri dan
tetap pergi menemui Sang Prabu.

Pada waktu itu, Sang Prabu sedang dihadap oleh para senopati dan
punggawa. Mereka terkejut sesekali ketika melihat Ronggo Lawe datang
menghadap Sri Baginda. Dengan suara yang lantang, Ronggo Lawe
melontarkan penolakan nya terhadap pengangkatan Senopati Nambi.
Hebat bukan main ucapan Ronggo Lawe, semua terkejut dan sebagian
marah, tetapi mereka tidak berani mencampuri karena menghormati Sang
Prabu. Akan tetapi, Sang Prabu tetap tenang dan bahkan tersenyum kepada
Ronggo Lawe. Sang Prabu menuturkan bahwa pengangkatan Nambi
sebagai Patih Hamangkubumi telah dipertimbangkan masak masak. Serta
telah mendapat persetujuan dari yang lain. Dengan muka merah berkata
lantang bahwa pengangkatan tersebut menurutnya tidak tepat. Karena
menurutnya Nambi adalah seseorang yang bodoh, lemah, penakut, rendah
budi, dan tidak berwibawa.

Rongo Lawe terus mencaci maki karena ia tidak bisa menerima atas
keputusan Sang Prabu mengangkat Nambi sebagai Patih Hamangkubumi.
Hari demi hari, Ronggo Lawe bekerja tidak karuan, uring uringan dan
sebagainya. Berita tersebut diketahui oleh Raja, lalu suatu hari Raja
memanggil Ronggo Lawe untuk menyampaikan sesuatu yang penting.
Akhirnya, Raja memutuskan untuk memecat Ronggo lawe untuk memecat
Ronggo lawe dari Kerajaan Majapahit.

Anda mungkin juga menyukai