Anda di halaman 1dari 3

RINGKASAN HIKAYAT WAYANG ARJUNA

HAL : 54-85
Lalu dipanggilnya Dipati Rajuna oleh Raja Darmawangsa, setelah menghadap arjuna
disuruhnya untuk membaca surat yang diberikan oleh Prabu Jenggala yang berisikan
pemotongan dan pemisahan kepala dan badan Rajuna. Akhirnya Rajuna menuruti perintah
rajanya. Setelah kepala Rajuna dipotong lalu dibawa kepalanya oleh Ki Baladewa tanpa
seorang pun yang tahu. Pada suatu malam, Raden angkawijaya, Bambang sumitra dan Siti
sundari mencurigai kedatangan Wak Arya Tumenggung, akhirnya mereka pun keluar dari lalu
masuk istana. Ternyata mereka terkejut setelah melihat Dipati Rajuna tanpa kepala, lalu
mereka memeluk erat mayat rajuna itu, anehnya badan Rajuna tanpa kepala itu mengikuti
kemana pergi kepalanya yang dibawa Ki Tumenggung Baladewa, serta diikuti oleh mereka
bertiga.
Setelah sampainya kepala Rajuna ke tangan Ki Prabu Jenggala langkah senangnya
beliau. Dayang-dayang, serta istri raja sangat ingin melihatnya. Tuan Putri Bandawati dan
Lasmawati menangis melihat kepala pamannya, lalu mereka menginnginkan permintaan
bahwa kepala Rajuna agar diletakkan di bawah tempat tidurnya semalaman, sebab raja sangat
mencintai istrinya beliau mengijinkannya karena supaya putus harapannya, dan jangan lagi
sebut namanya pikir beliau. Serta beliau mengatakan besok pagi-pagi kepala Rajuna harus
sudah dikubur. Tatkala malam hari, badannya Rajuna pun menyusul ke dalam puri tuan putri.
Pada saat kedua sang putri sedang memandangi kepala Rajuna yang tampan itu seketika mata
rajuna berkedip dengan seyuman manis lalu digigitnya bibir Rajuna oleh Bandawati maka
seketika bersambunglah badan dan kepala rajuna. Jadilah keratin itu menjadi enam orang,
tiga laki-laki dan tiga perempuan. Mereka pun bercumbu rayu, Lamaningpuri bersama Raden
sumitra, Raden angkawijaya bersama siti sundari dan Putri Bandawati bersama Raden
Rajuna. Tiga hari tiga malam lamanya pintu keratin tidak terbukakan mereka asyik bermesramesraan.
Apabila malam tiba tubuh Dipati rajuna bersambung, dikalau siang maka terpenggal
kembali. Ketika Prabu jenggala meminta kepala Rajuna, Bandawati selalu meminta tempo
sehari, terus begitu sampai lima belas hari lamanya. Karena merasa curiga, Prabu Jenggala
menyuruh orang untuk mengintip keraton tuan putri. Orang suruhanya mendengar suara lakilaki, lalu dilaporkanya kepada sang raja. Malam itu juga, Tumenggung Baladewa dan
Swatama menyiapkan pasukan untuk mengitari keratin tuan putri beserta senjatanya. Setelah

beberapa lamanya, akhirnya mereka keluar dari keratin, saat itu terjadilah peperangan yang
amat dahsyat. Ribuan rakyat serta senjata dapat dikalahkan oleh Rajuna, Angkawijaya, dan
Raden Sumitra dalam semalam. Tinggallah swatama, jayawikata, baladewa, pendeta durna
yang masih berperang sengit. Setelah lamanya berperang, habislah rakyat kurawa dan
tinggallah sang prabu jenggala berperang dengan rajuna, peperangan itu kira-kira terjadi
selama tujuh belas hari. Karena hilang budi kekuatannya dan akal tipunya sang prabu ia pun
memutuskan untuk menghilang melarikan diri bersama anaknya dan patihnya. Sang prabu
jenggala, raden samba serta pati lisanapura hendak pergi ke suralaya hendak mengadukan
hal-halnya kepada Raja Suraganta. Dengan kesaktian sang rajuna, ia tahu kemanapun sang
prabu jenggala pergi, dimanapun sang prabu bersembunyi sang rajuna pun menyusul.
Kesana kemari sang prabu meminta perapatolongan namun tiada berhasil, sang prabu
pernah meminta tolong kepada laki-laki tua di kaki gunung, seorang perempuan yang duduk
di selokan, dan sang prabu pun melihat anak kecil sedang menimba air laut dengan tembekor
yang akan dipindahkan ke sungai/bengawan. Sang prabu heran melihat anak kecil tersebut
karena laut itu hamper kering dibuatnya lalu dipindahkan ke sungai yang hamper penuh. Sang
prabu pun meminta pertolongan agar sang rajuna dapat dibinasakan kepada anak tersebut,
namun dengan syarat asal sang prabu sanggup menyembah kaki anak itu. Karena dengan
terpaksanya, sang prabu pun sembari menyembah. Ketika ia turunkan badannya seketika
anak kecil itu berubah menjadi Sang Rajuna, sang prabu pun menyembah ipar mudanya maka
disitu ia berlari-lari sembari meminta pertolongan kepada seekor naga dan lembu alhasil
ditolaklah pertolongan kepada sang prabu.
Singkat cerita, sampailah Sang Prabu di Suralaya yang disambut baik oleh batarabatara agar ia terlepas dari bahaya sang rajuna. Kemana pun pergi sang prabu, rajuna
menyusul dari belakang ketika Rajuna sampai di pintu suralaya batara indra mencegatnya.
Namun adu mulut pun terjadi antara Rajuna dengan batara indra, karena saking marahnya
batara-batara mendengar perkataan Rajuna, maka semua rakyat batara-batara berperang
dengan Rajuna seorang diri. Pertarungan sengit pun terjadi, setelah beberapa lamanya
berperang, maka diberhentikan dahulu peperangannya dengan batara-batara di suralaya.
Lain cerita, raden angkawijaya dan sumitra mengamuk melawan orang kurawa yang
semuanya hamper habis dibinasakan, setelah semuanya habis tidak ada yang bertahan kecuali
raja ngastina dan pendeta durna. Lalu merekapun melarikan diri, namun angkawijaya dan
sumitra terus mengejar pantang menyerah dan akhirnya mereka meminta ampun kepada

angkawijaya dan sumitra namun

tidak ada kata ampun seketika mengunus senjata dan

ditusukkannya ke pendeta durna, lalu raja ngastina lari secepat-cepatnya untuk menghindar,
disusul oleh pendeta durna terbeset-beset. Demikianlah adanya.
Maka itulah ceritra negeri ngamarta, pagi hari matahari terbit seakan menghapus
kegelapan malam dan seolah-olah menghidupkan suasana yang mati. Tangisan negeri
ngamarta menyambut pagi itu ketika lura semar serta anak-anaknya lura gerubug dan petruk
nala gareng katika melihat tuannya angkawijaya, sumitra serta siti sundari tidak ada. Lalu
mereka melaporkannya kepada sumbadra dan srikandi, mereka semua panic serta amarahnya
meluap, tangisan itu didengar oleh anak-anak pandawa, merekapun tidak tinggal diam,
mereka memutuskan untuk pergi ke negeri jenggala untuk mencari paman dan misannya yang
hilang. Setelah sampai pada pertengahan jalan, mereka melihat misannya angkawijaya dan
sumitra dari langit yang sedang mengikuti jalannya raja ngastina dan pendeta durna. Mereka
berlima menyusul dari belakang raja ngastin. Ketika raja ngastina lengah berjalan, raja
ngastina melihat kebelakang dan ternyata ada sang gatut mengikuti, lalu ia lari secepatcepatnta sampailah raja ngastina di negeri alengkadirja, lalu ia masuk dan meminta
pertolongan kepada raja alengakadirja, persetujuan itu disetujui jika ada anak pandawa datang
ke alengkadirja disuruhnya rakyat alengkadirja menangkap. Namun, seketika semua rakyat
dibinasakan oleh anak-anak pandawa, terjadilah peperangan yang dahsyat .
Keberlanjutan perang Rajuna dengan batara-batara di suralaya yang diperintahkan
oleh patihnya Narada atas permohonan batara guru yang dimintai pertolongan oleh Raja
Jenggala itu. Melihat Rajuna sudah dapat masuk ke Suralaya, lalu hal itu dilaporkan kepada
batara guru oleh patih narada. Setelah mendengar hal tersebut pucatlah wajah Prabu jenggala,
iapun mencari cara agar mau ditolong oleh batara guru, bebrapa saat lamanya mereka
berdiskusi akhirnya berkat bujukan prabu jenggala, Batar guru mengutus patih narada agar
membawa kepala Rajuna kehadapannya agar Rajuna tidak membuat huru-hara di suralaya.
Setelah mendengar titah Batara guru kepada patih narada, alangkah senangnya hati Prabu
Jenggala.

Anda mungkin juga menyukai