Anda di halaman 1dari 4

Hikayat Panji Semirang

Dua buah kerajaan dari dua orang kakak beradik, Ratu Daha dan Ratu Kuripan
merupakan dua hal jauh berbeda. Ratu Daha saudara yang tertua, ialah seorang
tokoh manusia yang tidak teguh pendiriannya. Setiap kali ia dapat mengubah
pendiriannya, karena hasutan selirnya Paduka Liku, ibu Galuh Ajeng. Apalagi setelah
ibu Cendra Kirana meninggal dunia, karena tapai beracun yang diberikan Paduka
Liku. Untuk mendinginkan kemarahan raja. Paduka Liku mencarikan guna-guna,
sehingga kasih raja berpindah kepadanya. Galuh Ajeng dimanjakan. Dalam semua
hal ia ingin didahulukan.

Adiknya, Raja Kuripan, merupakan seorang tokoh yang berhatihati dalam segala
tindakannya. Tak putus dari berpikir panjang lebar sebelum ia berbuat sesuatu.
Putranya hanya seorang yaitu Raden Inu Kertapati, yang akan dipertunangkan
dengan putri saudaranya, Galuh Cendra Kirana. Saudaranya yang lain adalah Ratu
Gageleng. Ia berputra seorang  pula, Raden Singa Menteri, yang suka dipuji dan
disanjung. Segala-galanya akan diberinya asal ia dipuji sebagai seorang yang tampan
dan gagah, yang melebihi orang lain. Saudaranya yang seorang lagi ialah Biku
Gandasari, seorang perempuan, menyisihkan diri dari keduniawian dan bertapa di
Gunung Wilis.

Pada suatu seketika, Raden Inu mengirimkan dua buah boneka. Sebuah dari pada
emas yang dibungkus dengan kain biasa, sedang yang lain daripada perak, tetapi
dibungkus dengan kain sutera yang mahal harganya. Tentulah Galuh Ajeng yang
dapat memilih lebih dahulu dan tentu pula ia akan memilih apa yang terbungkus
dengan kain sutera itu.

Setelah ia mengetahui, bahwa boneka Cendra Kirana terbuat dari pada emas ia
merajuk kepada ibu dan ayahnya untuk ditukar. Tetapi bagaimanapun juga ayah
memaksanya, namun boneka emas itu tak juga diserahkan oleh Galuh Cendra
Kirana. Kemarahan ayahnya timbul, sehingga rambut Galuh Cendra Kirana
diguntingnya. Sejak itulah ia merasa, bahwa hidup di istana merupakan hidup di
bara api.

Apalagi sudah ternyata, bahwa ayahnya telah membencinya. Pada suatu malam ia
melarikan diri dengan ibu tirinya, selir raja yang pertama, Mahadewi, bersama-sama
dengan dua orang pengiringnya Ken Bayan Ken Sengit. Di daerah antara perjalanan
Daha dan Kuripan ia mendirikan sebuah keraton, sedang namanya diubah dengan
Panji Semirang Asmarantaka.

Begitu juga dengan dua pengiringnya menyamar pula sebagai orang laki-laki dan
namanya pun berubah. Ken Bayan dengan Kuda Perwira sedang Ken Sengit dengan
Kuda Peranca. Kerajaan baru itu makin besar, karena keberanian kedua orang
pengiring Panji Semirang yang merampas harta benda orang yang lalu di situ.
Utusan Raja Kuripan ke Daha dapat pula dikalahkan, sehingga Raden Inu sendirilah
yang datang untuk menuntut balas. Tetapi apa yang terjadi? .Setelah Raden Inu
melihat wajah Panji Semirang, ia terpesona dan tak kuasa pula untuk menuntut
balas. Malahan terjadi suatu persahabatan.Dengan demikian, Raden Inu dapat
meneruskan perjalanannya ke Daha untuk melangsungkan perkawinannya dengan
Galuh Cendra Kirana. Bukan kesenangan dan kegembiraan, tetapi penyesalan dan
kekecewaan yang didapatinya di Daha, karena Galuh Cendra Kirana sudah tak ada di
sana. Walaupun demikian perkawinan itu dilangsungkan juga dengan Galuh Ajeng,
karena permintaan yang keras dari ibunya, Paduka Liku, kepada Ratu Daha.
Perkawinan itu tidak membawa kebahagiaan kedua belah pihak, karena tak ada
benih cinta dan senang yang tertanam di dalamnya. Malahan Raden Inu mulai
curiga, bahwa Panji Semirang itu ialah kekasihnya, Galuh Cendra Kirana. Daha
ditinggalkannya untuk menyusul Panji Semirang di kerajaan baru itu bersama-sama
dengan 3 orang pengiringnya: Jeruje Kartala, Persanta, dan Punta.

Kekecewaan yang kedua tak dapat pula ditolaknya. Kerajaan baru itu sudah kosong.
Panji Semirang dengan pengiring-pengiring-nya telah meninggalkan tempat itu
menuju Gunung Wilis, tempat pertapaan bibinya. Raden Inu hanya mendapatkan
Mahadewi, yang tidak dibawa dalam perjalanan pindah karena sudah tua. Ia
didapatinya sedang menangis. Perkataannya yang keluar mengatakan, bahwa Panji
Semirang memanglah Galuh Cendra Kirana, putri Ratu Daha. Setelah Mahadewi
diantarkan ke Daha kembali, berangkatlah Raden Inu menyusul kekasihnya dengan
nama samaran Panji Jayeng Kesuma.

Dalam perjalanannya Panji Semirang meninggalkan pakaian lakilakinya. Puspa


Juwita dan Puspa Sari, kedua putri pemberian Raja Mentawan yang kalah perang
terkejut. Mereka baru mengetahui, bahwa Panji Semirang adalah seorang
perempuan. Setelah merintis hutan dan gunung sampailah mereka ke pertapaan
Biku Gandasari di Gunung Wilis. Mereka disambut dengan ramah tamah. Beberapa
hari mereka tinggal di pertapaan itu. Pada suatu hari Biku Gandasari menyampaikan
kata kepada kemenakannya, bahkan cita-citanya akan sampai juga kalau ia pada
hari itu berangkat meninggalkan pertapaannya dan menyamar sebagai seorang
gambuh (penari) Panji Semirang dan pengiringnya mengenakan pakaian laki-laki
lagi. Galuh Cendra Kirana mengubah namanya lagi dengan Gambuh Warga Asmara.

Banyak sudah negeri yang didatangi dan di mana-mana Gambuh mendapat


sambutan yang hangat. Akhirnya sampailah mereka ke Gageleng, kerajaan
pamannya. Di daerah itu mereka mempertunjukkan kegambuhannya.
Dalam perjalanannya Raden Inu atau Panji Jayeng Kesuma sudah beberapa hari
tinggal di kerajaan Gageleng. Raden Inulah yang menambah menggilakan Raden
Singa Menteri yang gila sanjung dan dipuji itu. Banyak pegawai istana yang
beruntung karena hadiah Raden Singa Menteri karena pujian-pujian, bahwa ia lebih
gagah dan tampan dari pada Raden Inu, sepupunya.

Dari pengiring-pengiringnya Raden Inu mendengar, bahwa Gambuh Warga Asmara


baik sekali bermain. Mereka minta, agar gambuh itu dapat pula bermain di istana.
Rupa Gambuh Warga Asmara menerbitkan prasangka lagi pada Raden Inu. Dalam
hatinya ia menyatakan bahwa Gambuh itu Panji Semirang. Tetapi beberapa kali
dinyatakan Gambuh Warga Asmara tetap menjawab, bahwa ia tidak kenal kepada
Panji Semirang.

Walaupun demikian tak putus-putus Raden Inu untuk mengamat-amati Gambuh itu.
Rahasia itu lama lama terbuka juga. Tiap-tiap malam sebelum tidur, boneka emas,
pemberian Raden Inu dahulu, selalu ditimang-timang dan dibelai-belai dengan rasa
kasih sayang. Pada suatu malam Raden Inu dapat melihat hal itu dalam intaiannya.
Dengan tiada menanti lagi dipeluknya Gambuh itu, yang tiada lain daripada Cendra
Kirana yang telah lama dikejar-kejar dan dicari-carinya.

Perkawinannya dilangsungkan di Kerajaan Kuripan. Dalam perkawinan itu


diundang juga Ratu Gageleng dan Raja Daha beserta Paduka Liku dan Galuh Ajeng.
Galuh Ajeng menangis pula dengkinya, karena istri Raden Inu Kertapati tiada lain,
selain Galuh Cendra Kirana. Akhirnya ia dikawinkan dengan Raden Singa Menteri,
putra Raja Gageleng, yang gila puji itu dan sanjung itu.

Paduka Liku sudah tidak menjadi impian dan kekasih Raja Daha lagi, karena
kekuatan guna-gunanya sudah luntur. Mahadewilah yang diangkat menjadi
permaisuri. Selanjutnya tampuk pimpinan Kerajaan Kuripan dan Daha dikendalikan
oleh Raden Inu Kertapati bersama-sama dengan permaisurinya Galuh Cendra
Kirana.

Anda mungkin juga menyukai