Anda di halaman 1dari 2

Hikayat Panji Semirang

diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok

Alkisah pada zaman dahulu kala, di belahan bumi Jawa ada sebuah kerajaan bernama Daha.  Diceritakan kalau Raja Daha
mempunyai dua orang putri yang cantik jelita. Yang satu bernama Galuh Candra Kirana, anak dari permaisuri. Selain cantik,
Candra Kirana banyak disenangi orang karena tutur katanya lemah lembut dan santun kepada siapa saja. Putri yang satunya
lagi adalah Galuh Ajeng, keturunan dari selir yang bernama Paduka Liku. Tabiat Galuh Ajeng kurang baik. Ia selalu iri pada
kakak tirinya. Warga seisi istana, banyak yang tidak menyukai dirinya.

Baginda Raja Daha mempunya tiga orang saudara. Seorang menjadi raja di Kahuripan dan seorang menjadi raja di
Gagelang, sedangkan yang satu lagi seorang wanita, menjadi pertapa di Gunung Wilis dengan gelar Nyi Gandasari. Raja
Kahuripan mempunyai seorang putra yang tampan dan gagah serta amat baik perangainya. Raden Inu Kertapati namanya.
Raja Kahuripan ingin sekali putranya mendapatkan jodoh dan menikahkan putranya dengan seorang putri yang pantas
sebagai menantu raja. Setelah menimbang sana sini dan pilih sana pilih sini, maka pilihan calon menantu itu jatuh pada putri
saudaranya sendiri yang cantik jelita, yaitu Galuh Candra Kirana.

Raja Kahuripan kemudian mengirim utusan ke kerajaan Daha meminang putri Galuh Candra Kirana untuk dijodohkankan
menjadi istri putranya, Raden Ini Kertapati. Pinangan tersebut diterima dengan senang hati oleh Raja Daha dan rakyatnya,
kecuali Paduka Liku, selir baginda Raja Daha. Rasa iri dalam hatinya kemudian menimbulkan niat jahat untuk
menyingkirkan permaisuri serta putri Galuh Candra Kirana, agar ia dapat menggantikan kedudukan sebagai permaisuri dan
galuh Ajeng dapat dijodohkan dengan Raden Inu Kertapati.

Untuk melaksanakan niat jahatnya itu, Paduka Liku, pada suatu hari membuat makanan tapai yang dicampur racun, dan
disuruhnya seorang dayang untuk memberikan tapai itu kepada permaisuri. Permaisuri dengan senang hati menerima
pemberian tapai tersebut, karena baru pertama kali itu Paduka Liku mengirimkan makanan untuk dia. Selainmemberikan
tapai beracun, Paduka Liku juga menyuruh adiknya untuk minta azimat guna-guna kepada seorang petapa sakti, agar raja
tambah sayang kepadanya.

Sore hari, ketika sedang duduk santai di taman peristirahatan istana, permaisuri akan tapai pemberian selir Paduka Liku. Ia
memerintahkan seorang dayang untuk mengambil tapai tersebut. Baru saja tapai dimakan, badannya langsung kejang-kejang,
mata mendelik dan mulutnya berbusa. Dayang-dayang jadi panik. Candra Kirana menjerit-jerit ketika melihat keadaan
ibunya.

Permaisuri meninggal seketika itu juga. Seisi istana jadi sedih dan berduka. Termasuk Mahadewi, selir baginda yang lain. Ia
merasa sedih atas kematian permaisuri ketika dengan tergopoh-gopoh baginda raja  datang dan sangat marah kepada Paduka
Liku atas bencana yang ditimbulkannya. Namun setelah berhadapan dengan Paduka Liku, baginda berubah sikap menjadi
tenang dan tetap ramah kepadanya.

Kabar tentang wafatnya permaisuri kerajaan Daha sampai ke Kahuripan. Baginda raja Kahuripan merasa kasihan kepada
Candra Kirana atas nasibnya itu. Untuk menghiburnya Baginda ingin mengirimkan bingkisan kepada calon menantunya itu.
Raden Inu Kertapati lalu disuruh membuat dua buah boneka. Satu dari emas dan satu lagi dari perak. Boneka Emas
dibungkus dengan kain biasa, dan boneka perak dibungkus dengan sutera yang indah. Setelah bingkisan tiba di Daha,
Baginda menyuruh Galuh Ajeng memilih lebih dahulu. Karena tamaknya diambilnya bungkusan sutera dan yang berbungkus
dengan kain biasa diberikan kepada Candra Kirana.

Betapa gembira hati Candra Kirana setelah membuka bungkusan, ternyata yang didapatkannya adalah boneka emas yang
berkilau-kilauan. Ditimang-timangnya boneka itu dan selalu dibawanya ke mana ia pergi. Galuh Ajeng yang kemudian
mengetahui kalau boneka yang didapatkan oleh kakaknya jauh lebih bagus, ia ingin memilikinya. Atas bujukan Paduka Liku,
Baginda menyuruh Candra Kirana agar menukarkan boneka miliknya dengan boneka Galuh Ajeng. Candra Kirana tidak mau
menyerahkan bonekanya sehingga ayahnya menjadi marah. Candra Kirana diusir dari istana. Dengan tubuh terhuyung-
huyung karena kaget atas tindakan ayahnya, Candra Kirana masuk ke peraduannya, dituntun oleh Mahadewi bersama para
dayang dan pengasuhnya.

Keesokan harinya, menjelang subuh Candra Kirana dan para pengiringnya meninggalkan istana pergi tanpa tujuan. Maka
sampailah Candra Kirana beserta para pengiringnya di perbatasan antara kerajaan Daha dan Kahuripan. Candra Kirana
memutuskan untuk menetap di perbatasan tersebut, membangun kerajaan kecil, dan atas kesepakatan para prngiringnya, dia
menjadi Raja Kecil di tempatnya yang baru itu. Untuk menjaga kerahasiaan akan siapa sejatinya mereka, semuanya
menyamar sebagai pria dan Putri Candra Kirana mengganti namanya menjadi Panji Semirang. Untuk memperkuat kerajaan
mereka melakukan perampokan kepada setiap orang atau rombongan yang melewati daerahnya, lalu menahannya dan
memaksa mereka untuk menetap di tempat itu. Dengan demikian rakyatnya makin lama semakin bertambah, dan kerajaan
semakin kuat jadinya. Sampai akhirnya berita tentang kerajaan Panji Semirang  sampai ke Kahuripan.

Pada waktu utusan raja Kahuripan membawa barang-barang dan hadiah, uang, dan Mas Kawin untuk meminang Putri Galuh
Candra Kirana, rombongan tersebut dicegat dan dirampok tentara Panji Semirang. Kepada pimpinan rombongan utusan Raja
Kahuripan itu, Panji Semirang berpesan, barang rampasan dan uang hanya akan dikembalikan apabila Raden Inu Kertapati
sendiri yang datang menghadap Panji Semirang.

Ketika Raden Inu Kertapati datang untuk mengambil  barang-barang yang telah dirampas oleh Panji Semirang, betapa heran
dan kagumnya ia pada saat bertemu dengan Panji Semirang. Seorang raja yang menarik, simpatik, cantik, dan suaranya
lembut merdu.

Untuk menyambut kedatangan Raden Inu Kertapati, diadakanlah jamuan di istana Panji Semirang. Keesokan harinya, setelah
semua barang dan uang dikembalikan, berangkatlah Raden Inu Kertapati beserta rombongan meneruskan perjalanan ke Daha
menyerahkan barang-barang bawaannya dan mas kawin kepada Raja Daha.

Mengetahui kalau kekasihnya akan menikah dengan Galuh Ajeng, adiknya, betapa sedih hati Panji Semirang.  Untuk
mengobati kesedihan hatinya itu, ia memutuskan hendak pergi menemui bibinya, Biku Gandasari, di Gunung Wilis. Ia ingin
minta nasehat pada bibinya. Maka kembali ia berganti pakaian wanita lalu berangkat menemui bibinya. Biku Gandasari
sangat terharu mendengar cerita dan derita keponakannya itu. Kepada Candra Kiranya ia memberi saran supaya pergi ke
Kerajaan Gagelang, ke tempat pamannya.

Candra Kirana dan rombongan kembali berpakaian laki-laki dan menyamar sebagai pemain Gambuh (pengamen) dengan
nama Gambuh Warga Asmara. Mereka berkeliling dari satu daerah  ke daerah yang lain, sampai akhirnya sampai ke negeri
Gagelang.  Pertunjukan Gambuh Warga Asmara disenangi banyak orang di negeri Gagelang.

***

Sejak hari pertama pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Galuh Ajeng, ia menjadi pendiam,  hatinya sedih dan kecewa,
karena diketahuinya bahwa yang istrinya itu bukanlah Galuh Candra Kirana. Ia merasa tertipu oleh Paduka Liku. Betapa
ingin hatinya berjumpa dengan Candra Kirana. Untuk menghibur hatinya ia memutuskan untuk mengunjungi pamannya di
kerajaan Gagelang. Para pengiringnya mengatakan bahwa di Gagelang ada rombongan pemain Gambuh yang baik
penampilannya. Raden Inu Kertapati, senang mendengarnya dan berharap bisa menonton pertunjukan Gambuh tersebut.
Karena ia memang butuh hiburan.

Ketika menyaksikan pertunjukan Gambuh Warga Asmara, Raden Inu Kertapati sangat tertarik dan sekaligus merasa terharu.
Akan tetapi ketika ia memperhatikan gerak-gerik para pemain Gambuh yang luwes bagai wanita, ia jadi curiga. Bahkan rasa-
rasanya, ia pernah melihat wajah-wajah mereka. Karena hari telah larut malam, maka rombongan itu disuruh menginap di
dalam keraton. Di tempat peristirahatannya Candra Kirana, karena rindu pada kekasihnya, ia kembali mengenakan pakaian
wanitanya. Lalu, sembari menimang-nimang boneka emasnya, ia  menyanyikan lagu yang memancing rasa haru bagi
pendengarnya.

Raden Inu Ketapati yang penasaran, ingin sekali mengetahui rahasia anggota Gambuh Warga Asmara yang sebenamya.
Diam-diam ia mengintip di tempat peristirahatan mereka. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seorang putri menimang-
nimang boneka emas yang pemah diberikannya kepada Candra Kirana. Rasa curiganya dan penasarannya terjawab sudah.
Tanpa ragu lagi ia memastikan bahwa wanita yang sedang menembang sembari menimang-nimang boneka emas itu tak lain
adalah Candra Kirana yang sedang ia cari-cari selama ini. Dengan hati yang sudah tak sabar lagi pintu kamar segera ia buka,
dan… bertemulah sepasang kekasih itu untuk saling melepaskan rasa rindu yang telah lama terpendam.

Setelah pertemuan yang tak disangka-sangka itu, Galuh Candra Kirana segera diboyong ke istana Kahuripan. Kepada
ayahandanya, Raden Inu Kertapati menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi, dan Candra Kirana mohon maaf atas
kekeliruan yang pernah dibuatnya.  Setelah itu baginda Raja Kahuripan segera mempersiapkan upacara resmi pernikahan
Randen Inu Kertapati dengan Galuh Candra Kirana.

Paduka Liku yang mendengar berita pernikahan itu, menjadi kecut hatinya. Baginda Raja Daha pun sudah tak mau lagi
memperdulikan selirnya itu. Karena itu, paduka Liku menyuruh adiknya untuk meminta ajimat guna-guna kepada pertapa
yang dulu pernah diminta pertolongannya. Tetapi sayang, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Di tengah
perjalanan, adiknya itu disambar petir dan meninggal dunia. Paduka Liku putus asa lalu bunuh diri. (AY)

Anda mungkin juga menyukai