Demikian perintah Kuda Peranca kepada ”Kami tidak setuju, Raden ! Kami harus
pedagang-pedagang itu. Maksudnya agar supaya meneruskan perjalanan ke Kuripan. Langganan
nama Panji Semirang dikenal orang di mana-mana. menunggu kedatangan kami di sana,” sahut kepala
rombongan pedagang. Dan serentak pula
“Baik Raden!” sahut para pedagang itu serentak. pedagang-pedagang itu bangkit hendak berjalan.
”Kalian boleh lewat,” kata Kuda Peranca. Kuda Peranca marah. Sambil menumbukkan
pangkal tombaknya ke tanah ia membentak,
Kemudian berjalanlah rombongan pedagang itu “Siapa-siapa tidak mau menurut perintah, kami
dengan hati lega, diikuti oleh pandangan mata tangkap. Yang berani melawan dengan kekerasan
Kuda Perwira dan Kuda Peranca. kami bunuh ! Mengerti ?”
Selang beberapa jam sesudah itu, tampak pula “Mengerti, Raden ! Kami menurut saja kehendak
serombongan orang yang hendak lalu. Kuda Raden.” Demikian sahut orang-orang dari
Peranca dan Kuda Perwira bersiap-siap hendak rombongan kesenian. Maka timbullah perpecahan
menegur bersama-sama. Sebab orang-orang yang di antara orang-orang negeri Mentawan itu.
hendak lewat itu agak besar jumlahnya. Segolongan menurut dan segolongan yang lain
membangkang.
“Berhenti !” teriak Kuda Peranca dan Kuda
Perwira dengan suara lantang. Enam orang pedagang yang pemberani, serentak
mencabut keris masing-masing. Terus menyerang
“Kalian dari mana ? Mau ke mana ?”
Kuda Peranca dan Kuda Perwira. Timbullah
“Kami dari negeri Mentawan. Kami hendak pergi pertikaian. Dua lawan enam! Dengan sigap kedua
ke negeri Kuripan, Raden,” sahut kepala prajurit itu memainkan tombak masing-masing.
rombongan. Mempertahankan diri. Tangkai tombak dipegang
sama tengah. Dengan cara demikian mereka bisa
“O, dari negeri Mentawan? Apa maksud kalian ke memukul penyerang dengan ujung dan pangkal
Kuripan?” tegur Kuda Peranca. tombak. Tak! Musuh kena pukul pangkal tombak.
Musuh sempoyongan. Cos! Mata tombak
“Macam-macam Raden. Ada yang hendak ditusukkan ke perut musuh. Sur! Darah membersit
berdagang, ada yang hendak menjual tenaga atau membasahi tanah. Musuh jatuh — mengerang
ada juga yang hendak menyelenggarakan kesakitan — berdengus-dengus napasnya —
tontonan. Seperti lais, ronggeng, debus, sunglap, akhirnya mati.
dan macam-macam lagi pertunjukan.”
Dua penyerang sudah terang jadi mayat. Yang
Jadi kalian semua dari negeri Mentawan ?” Kuda empat lagi luka-luka berat. Keenam-enamnya
Perwira minta ketegasan sekali lagi. bergeletak di tanah tanpa daya.
Nama Baginda Panji Semirang semakin harum Patih terkejut ketika melihat Sri Baginda yang
tersiar ke mana-mana. Semakin banyak rakvat sangat cantik itu. Sungguh di luar dugaan ! Sebab
berasal dari Daha, dari Kuripan, dan dari ia menduga akan berhadapan dengan seorang raja
Mentawan pada pindah ke negara Panji Semirang. yang serba kasar tingkah lakunya; yang jahat dan
Banyak di antara orang-orang pendatang itu yang bengis perangainya. Tetapi kiranya ia berhadapan
hidup makmur dan beroleh pangkat dalam dengan raja yang gagah perkasa tapi molek cantik.
kerajaan. Ada orang asal Daha menjabat pangkat Sangatlah kagum Patih melihat kecantikan paras
menteri, ada orang asal Kuripan menjadi demang Sri Baginda Panji Semirang! Serasa menghadap
atau temenggung. Tidak sedikit pula orang-orang sang Dewa Kamajaya dari keindraan.
asal Mentawan yang menjabat pangkat bupati.
“Paman Patih ! Harap Paman sampaikan sembah
Sementara itu Raja Mentawan bersedih hati, sujud kami ke hadapan Paduka Sri Baginda
oleh karena rakyat banyak yang pindah ke negeri Mentawan. Jika Paduka Raja berkenan hati kami
Baginda Panji Semirang. Tidak hanya rakyat biasa, bermaksud hendak menghadap untuk
melainkan juga orang-orang berpangkat pada mengeratkan silaturahmi kami dengan Paduka
meninggalkan tempat, kemudian menjabat Raja. Kami menunggu balasan Paduka Raja,
pangkat di negeri Panji Semirang. Paman.” Demikian sabda Baginda Panji Semirang.
Negeri Mcntawan semakin lemah, semakin Bukan main-main lega hati Patih mendengar sabda
mundur. Raja Mentawan cemas hatinya dan Baginda Panji Semirang demikian. Dengan khidmat
merasa takut kalau-kalau negerinya akhimya Paman Patih bersembah, “Hamba junjung setinggi-
diserang dan dijajah Baginda Panji Semirang. tingginya sabda Paduka. Hamba mohon diri.”
Menumt dugaannya Baginda Panji Semirang itu Patih segera naik kuda. Terus kembali ke istana
orangnya jahat, ganas. Badannya tinggi besar Mentawan.
seperti raksasa. Gagah perkasa tanpa tanding.
Kegemparan di istana mendadak menjadi reda.
Kegelisahan hati segera hilang lenyap, setelah
Patih mempersembahkan berita dari perbatasan Selesai bersantap sambil beramah-tamah, Panji
itu. Dan segera pula Baginda Raja menitahkan Semirang mohon diri. Lalu menitahkan bersiap-
Patih mengatur segala persiapan untuk siap untuk meninggalkan negeri Mentawan.
menyambut kedatangan tamu agung Sri Baginda Kunjungan muhibah Sri Baginda Panji Semirang
Panji Semirang. Permaisuri, Puspa Juita dan Puspa sesungguhnyalah meninggalkan kesan baik yang
Sari berpeluk-pelukan, tertawa-tawa oleh karena takkan mudah dilupakan oleh rakyat Mentawan.
hatinya terlalu girang. Girang oleh karena mereka
tidak jadi diancam malapetaka, tetapi sebaliknya Untuk menambah eratnya hubungan
bakal mendapat kehormatan menerima kunjungan persaudaraan, Puspa Juita dan Puspa Sari diizinkan
muhibah Sri Baginda Panji Semirang yang sudah ayahanda Raja untuk turut serta dengan Sri
masyhur namanya itu. Baginda Panji Semirang ke negerinya. Untuk
melayani kedua putri itu, dua emban turut pula,
Tak lama kemudian kedengaranlah suara gamelan yaitu Ken Pamonang dan Ken Pasirian.
dan macam-macam bunyi-bunyian, pertanda tamu
agung beserta pengiringnya sudah tiba. Dan Hari malam ketika Baginda Panji Semirang masuk
kedengaran pulalah sorak sorai rakyat Mentawan istana. Mahadewi menyambut dengan senang
yang menyambut tamu agung itu sepanjang jalan. gembira kedatangan Panji Semirang. Setelah
bercakap-cakap sejenak dengan Mahadewi, Panji
Rakyat Mentawan berdesak-desakan, berjejal-jejal, Semirang pergi bersiram dengan air kembang yang
karena ingin jelas melihat Sri Baginda yang harum baunya. Pakaian prianya ditanggalkan,
masyhur karena cantik dan gagah perkasanya itu; rambutnya diurai, lalu bersiram dan berlangir.
yang dikabarkan sebagai penjelmaan Dewa Baginda Panji Semirang beralih rupa kembali
Kamajaya itu. menjadi Galuh Cendera Kirana.
Raden Panji nan cantik jelita, naik kuda berwarna Dalam bilik tertutup, di malam sunyi, Cendera
putih bersih. Menyambut rakyat Mentawan Kirana menyepi seorang diri. Putri ayu hendak
dengan senyum manis. Senyum mesra, tanpa melepaskan pikiran dari segala kesibukan kerja
dibuat-buat ke luar dari kalbu bersih sang Nata. sebagai raja — ingin kembali menjadi manusia
biasa sepanjang malam — ingin menurutkan
Banyak gadis lupa akan tunangan, karena hati bisikan hati yang rindu kepada Raden Inu Kartapati
terpikat Raden Panji. Mata memandang tanpa di Kuripan. Sambil berbaring di atas tilam empuk
kedip, mulut ternganga lebar. Jantung berdebar- yang beralaskan kain sutera indah, Cendera Kirana
debar, kaki tak berasa capek mengikuti Sri Baginda mencium boneka emasnya. Anak-anakan itu
yang naik kuda. Nenek-nenek lupa akan rambut ditimang-timang, didendangkan nyanyian-
sudah putih, bertingkah seperti gadis remaja. nyanyian merdu, dipeluk, didekap, diajak
Hendak berlari menyongsong Baginda jelita, tapi berbicara. Semua isi hati dicurahkan Cendera
kaki kaku tak mau diajak cepat-cepat melangkah. Kirana kepada boneka kencana. Legalah hati
Tinggallah nenek berdiri sendirian, seperti orang- Kirana. Kemudian hanya napasnya jugalah yang
orangan di tengah sawah. Jika kakek tidak sayup-sayup sampai kedengaran dalam bilik itu.
menyeret pulang, maulah nenek menunggu Putri ayu mengembara di alam mimpi.***
sampai Sri Baginda nanti kembali.