Anda di halaman 1dari 6

Data Diri Penulis

Nama : Gian Ganevan Putra


E-mail : gianganevanp@gmail.com
No Hp : 082113606420
Facebook : Gian Ganevan Putra
Instagram : gianganevanp
Wattpad : @GianGanevan
KBM : Gian Ganevan

SINOPSIS

TAKHTA NUSANTARA

“Negeri Zambrud Khatulistiwa adalah sebuah negeri yang subur, tempat para raja-raja saling
memperebutkan Takhta kuno Nusantara.”

Jauh di Selatan Negeri Zamrud. Satria, seorang budak berumur lima belas tahun terkejut
menemukan seorang petapa tua renta bernama Purnapana di dalam goa di tengah hutan wilayah
Kerajaan Mayakarsa. Satria merasa iba dan diam-diam mengirimkan makanan yang di curi di gudang
persediaan garda kota kepada Purnapana yang sudah renta dan sekarat.
Setelah membiarkan Purnapana istirahat, Satria kembali ke kemah. Di kisahkan bahwa kota
Mayakarsa merupakan kota perbudakan terbesar di Selatan negeri. Para budak itu dijual dan di
datangkan dari berbagai wilayah kerajaan untuk menjadi pekerja paksa. Sebagian dari mereka adalah
pendosa, keturunan penyihir, dan penentang raja.
Keesokan harinya Satria kembali bekerja sebagai budak untuk membangun Candi Condok
sebagai persembahan dewa-dewa di Selatan. Pekerjaannya sebagai budak sangat memprihatinkan,
para budak di beri makan satu kali sehari serta mendapat cambukan ketika pekerjaan mereka tidak
sesuai dengan keinginan kepala pengawas yang bernama Dhanu.
Suatu hari, ibunya yang bernama Asih tidak kuat mengangkat bata merah, terpaksa harus
menahan cambukan dari pengawas budak. Satria marah dan hanya bisa terdiam menahan emosinya
lalu membantu ibunya bangkit kembali.
Satria lalu berlarut dalam kesedihan, dia pergi ke hutan di tengah malam untuk menemui
Purnapana. Purnapana lalu membalas budi Satria dengan mengajari Satria ilmu batin terlarang milik
warisan turun temurun raja lampau bernama Raja Dotulong. Konon ilmu batin itu mampu mengubah
manusia menjadi sesosok manusia sakti jelmaan setengah harimau putih bernama Cindaku. Namun
apabila orang itu gagal menguasai Cindaku, orang itu akan menjadi harimau selamanya. Ilmu batin itu
di gunakan Raja Dotulong untuk merebut Takhta Nusantara yang di duduki oleh Raja Tirani sang
penunggang Lembuswana bernama Patih Mahardhika ribuan tahun silam.
Sayangnya Dotulong kalah dan seluruh garis keturunannya di penggal kecuali putri
bungsunya yang bernama Cayapatma. Cayapatma di bawa lari oleh pengasuhnya dan dibesarkan
secara diam-diam di Timur tanpa sepengetahuan Patih mahardhika.
Ribuan tahun berlalu, kisah dari Raja Dotulong tersebar sebagai raja penghianat dan
pembangkang. Sampai saat ini, Takhta Nusantara di Negeri Zamrud itu masih di kuasai oleh Raja
Patih Gandra yang memiliki garis keturunan dari Patih Mahardhika. Di zaman dinasti ini penggunaan
sihir dan ilmu batin sudah dilarang keras oleh Raja Gandra karena akan berpotensi menumbuhkan
bibit-bibit pemberontakan.
Berhari-hari kemudian, Satria sering mengunjungi goa tempat Purnapana bernaung di malam
hari, tepat setelah ibunya Asih dan para pasukan garda telah tertidur. Kian hari, kedekatan antara
Satria dengan Purnapana semakin erat. Selain mengajari Satria ilmu batin, Purnapana juga mengajari
Satria ilmu beladiri. Purnapana berkisah bahwa dia merupakan satu-satunya keturunan dari Dotulong
yang memegang sumpah untuk membalas dendam pada keturunan Patih Mahardhika dan membasmi
Tirani di Negeri Zambrud.
Satria yang mempelajari ilmu batin ini merasa sangat ketakutan karena harus terus berlatih
diam-diam diantara budak lainnya termasuk ibunya, serta menghindari pengawasan Garda Mayakarsa.
Suatu pagi, prajurit garda kota mendapati persediaan makanan di gudang selalu berkurang. Mereka
mencurigai adanya pencurian bahan makanan oleh para budak dan mulai melaporkan pada Dhanu.
Mendengar kabar itu Dhanu murka dan mengumpulkan semua para budak untuk meminta jawaban.
Para budak tidak ada yang mengaku termasuk Satria yang sangat ketakutan. Mereka semua dihukum
tidak mendapat jatah makan dan di cambuki satu persatu. Tindakan itu memicu keinginan
pemberontakan di daerah Mayakarsa.
***
Di Barat Negeri, seorang raja pemabuk dan penjudi bernama Raja Sanjaya dari kerajaan
Tarlingga berencana menikahkan putranya, Pangeran Mahendra dengan Sri Nirmala, putri dari sang
Raja Nusantara Patih Gandra. Rencana itu dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan buruk antara
Kerajaan Tarlingga dan Kerajaan Nusantara. Selain itu, Sanjaya berharap pernikahan putra sulungnya
akan memberikan kemakmuran bagi Kerajaan Tarlingga yang kini mengalami masa sulit akibat
keburukan kepemimpinan Sanjaya.
Istri Sanjaya yang bernama Dwi Parwati serta adik-adik Mahendra yang bernama Kertawara
dan Nastiti tidak menyetujui rencana untuk melamar Nirmala. Dwi Parwati menganggap Raja Gandra
adalah raja yang sombong dan angkuh. Lamaran itu akan menimbulkan hinaan dari keluarga Raja
Gandra pada keluarga Sanjaya. Dwi Parwati takut hinaan itu akan membangkitkan api peperangan
antara garda Tarlingga dengan Nusantara. Meskipun begitu Sanjaya tetap bersikeras dan menampar
istrinya lalu timbulah perselisihan antara Sanjaya dengan istrinya.
Sedangkan di luar istana, Mahendra yang merupakan pangeran bodoh, terkejut sewaktu
kakinya tersandung kucing milik penjual sayur-sayuran di kota pinggir istana. Dia memerintahkan
garda untuk membakar toko pemilik sayur itu dan memenggal seluruh keluarga pemilik kucing.
Kertawara datang dan menghentikan aroganisme Mahendra, lalu timbul perkelahian antara kakak
beradik itu. Mahendra tumbang karena dalam urusan beladiri adiknya lebih ahli dari kakaknya.
Setelah itu Kertawara meminta garda untuk membatalkan perintah Mahendra. Kejadian itu membuat
seluruh penduduk itu tunduk dan menghormati Pangeran Kertawara melebihi sang pangeran tertua,
Mahendra. Akibatnya Mahendra membenci seluruh rakyat kecil di Tarlingga.
Raja Sanjaya menjadi semakin sulit terkendali sewaktu hubungan dirinya dengan Dwi Parwati
kian memburuk. Dia mempercepat proses lamaran dengan memerintahkan garda istana untuk
menyiapkan seratus lembu dan buah-buahan segar sebagai seserahan untuk melamar Nirmala.
Keadaan kota yang mengalami krisis pangan dan hewan ternak memaksa Sanjaya untuk merampas
ternak-ternak lembu rakyatnya tanpa upah, hal ini memicu kebencian rakyat Tarlingga.
Sehari sebelum keberangkatan Mahendra menuju Kerajaan Nusantara. Rakyat Tarlingga
berkumpul di depan gerbang istana menuntut kemakmuran. Sanjaya yang semakin sinting
memerintahkan garda untuk menangkap semua rakyat pembangkang dan memasukannya ke dalam
penjara bawah tanah istana, mereka akan di pancung setelah kepulangan raja dari Nusantara. Rakyat
yang ketakutan akhirnya menyerah, Sebagian lagi tertangkap karena tetap bersikeras pada
pendiriannya.
Dwi Parwati yang semakin sedih melihat kondisi rakyat di kerajaannya, diam-diam
membebaskan para tawanan lalu berencana kabur meninggalkan istana bersama rakyat pemberontak.
Dwi Parwati juga membawa Kertawara dan Nastiti untuk menghindari amukan Sanjaya sepulang dari
Nusantara. Akhirnya Dwi Parwati berhasil kabur dari istana dan berencana menuju ke Selatan untuk
menemui adiknya bernama Mayang. Seorang istri dari Raja Pratama, di kerajaan budak Mayakarsa.
***
Di Kerajaan Nusantara. Patih Gandra ditemani istrinya Gayatri sedang menonton arena tarung
jawara sebagai ritual penting tahunan untuk menyambut masa panen. Para jawara itu adalah petarung-
petarung terbaik yang didatangkan dari berbagai kota di Negeri Zambrud. Para raja-raja kecil dan
majikan sang jawara kebanyakan mengincar hadiah emas sebagai imbalan kemenangan. Sedangkan
untuk Gandra, pertarungan itu adalah belas kasih raja suci berdarah Mahardhika, mereka di beri
kehormatan untuk menumpahkan darah dalam petarungan di lingkungan kerajaan Nusantara.
Malam harinya, Gandra mendapat pesan dari pembawa pesan bahwa Raja Sanjaya akan
berkunjung untuk melamar Nirmala. Gandra menganggap pesan itu sebagai lelucon karena dia tidak
akan pernah menikahkan putrinya dengan putra dari raja dungu.
Menjelang malam hari, Gandra mengumpulkan penasihatnya yang bernama mpu Lodrok,
didampingi para petinggi Kerajaan Nusantara mereka berencana membunuh Raja Sanjaya di malam
hari saat pesta lamaran Mahendra dan Nirmala.
Tepat satu hari sebelum kedatangan rombongan Raja Sanjaya, Nirmala di culik oleh
sekelompok orang tidak dikenal sewaktu sedang berlatih berkuda bersama dua pengawalnya. Terjadi
pertarungan antara para pengawal Nirmala dengan sekelompok penculik, namun nahas mereka harus
mati terbunuh sementara Nirmala berhasil di culik.
Kabar menghilangnya Nirmala tersebar cepat, Gayatri memerintahkan garda istana untuk
segera melalukan pencarian di seluruh bagian Negeri Zamrud. Hal itu tidak di setujui Gandra. Apabila
sebagian besar garda kota di sebar untuk mencari Nirmala, keputusan itu akan melemahkan
pertahanan pusat kerajaan.
Garda Nusantara datang membawa berita tentang kematian dua pengawal Nirmala serta
seekor kuda putih milik Nirmala. Dari tumpukan mayat pengawal, garda menemukan sebilah keris
dengan simbol bulan sabit. Menurut mpu Lodrok, simbol itu mengacu pada kerajaan Mayakarsa.
Gandra murka mengetahui kabar itu, saat itu juga dia segera memerintahkan para garda terbaiknya
untuk menyerbu Mayakarsa. Gayatri tidak menyetujui. Gayatri kuatir Nirmala akan terbunuh dalam
serangan itu. Akhirnya mpu Lodrok memberi rencana untuk menjadikan Raja Sanjaya dan Mahendra
sebagai tawanan sebagai pertukaran Nirmala.
***
Satria, akhirnya mengaku pada Asih dan dua teman budaknya yang bernama Syam dan Harsa
bahwa selama ini dialah yang mencuri makanan untuk Purnapana. Satria lalu membawa mereka
menemui Purnapana untuk menceritakan yang terjadi. Sayangnya Purnapana yang semakin renta
mulai jatuh sakit, dalam kondisi itu Purnapana membagikan tekad Dotulong pada para budak itu
untuk membalas dendam dengan mengajari mereka ilmu beladiri.
Kecurigaan Dhanu mulai meningkat sewaktu salah seorang budak penakut bernama Yuda
melapor pada Dhanu bahwa tiap malam dia sering memergoki sekelompok budak yang pergi secara
diam-diam menuju hutan. Dhanu lalu menghadiahkan budak penakut dengan pujian dan
penghormatan. Dhanu lalu mengumpulkan seluruh prajurit pengawas untuk mengamati gerak gerik
budak di malam hari.
Satria yang tidak mengetahui apa-apa suatu malam pergi menemui Purnapana untuk berlatih
bersama Harsa dan Syam. Namun, sewaktu mereka tiba di mulut goa, empat pengawas budak
menghalangi mereka dan hendak menawan Purnapana. Melalui pertarungan sulit, empat pengawas itu
mati dan menyisakan luka tangan buntung pada Purnapana karena terkena sabetan celurit. Setelah
membuang jasad pengawas di jurang, Satria dan yang lainnya membawa Purnapana menuju tepi
kemah budak.
Asih yang melihat luka Purnapana pesimis bahwa Purnapana tidak akan mampu hidup lebih
lama. Akhirnya Purnapana meninggal dan mereka mengebumikan Purnapana di dalam goa tempat dia
bertapa.
Hari-hari selanjutnya Dhanu mulai curiga terhadap anak buahnya yang menghilang tidak
pernah kembali. Dhanu semakin murka dan mengumpulkan semua budak di pelataran Candi Condok
untuk dilakukannya penghakiman. Para budak yang ketakutan tidak ada yang mengaku termasuk
Satria, Syam, Harsa dan Asih. Satu-satu budak di cambuk hingga kulit punggungnya teriris.
Melihat itu Satria semakin tidak kuat menahan dan hendak mengaku untuk menebus
kesalahannya. Asih tidak terima. Sebelum Satria mengakui, Asih mendahuluinya. Dia mengaku di
hadapan para budak dan pengawas bahwa dialah yang mencuri makanan di gudang untuk memberi
makan seorang petama ilmu batin di hutan. Dhanu lalu menarik sebilah keris di pinggangnya dan
menggorok leher Asih sampai darahnya mengucur bagai air anggur panas.
Satria murka melihat Asih mati di hadapannya. Dalam alam bawah sadarnya, Satria lalu
berubah menjadi sesosok Cindaku. Dia membantai dengan ganas seluruh garda di kemah pelataran
candi. Setelah tersadar dari amukannya. Satria kembali berubah menjadi manusia. Di hadapannya
seluruh budak bersujud dan memanggil Satria dengan sebutan Dewa Pembalas.
Di atas pelataran Candi Condok yang di genangi darah para garda dan pengawas. Satria
mengajak para budak untuk ikut berjuang bersamanya membebaskan para budak-budak raja dan
membalas dendam pada raja yang telah menjadikan mereka budak. Satria lalu membawa para budak
meninggalkan daerah Candi Condok untuk menuju ke kota budak terbesar kedua di Selatan, yaitu kota
Talud.

Catatan Penulis:
Sinopsis ini hanya mencakup naskah buku pertama saya. Rencananya, saya ingin menulis
sebuah cerita ini dalam bentuk trilogi. Hanya saja karena synopsis ketiga trilogi naskah saya bisa
melebihi dari lima halaman, jadi saya putuskan untuk mengirim sinopsis naskah pertama saya.
Ide cerita fantasi ini didapat dari penulis-penulis hebat seperti George R.R Martin dan J. R.R
Tolkien dengan melibatkan unsur-unsur sejarah Indonesia jaman kerajaan Sriwijawa dan Majapahit.
Beberapa nama tokoh saya ambil dari kamus-kamus Bahasa Sansekerta ataupun nama-nama
Raja-Raja Indonesia di masa lampau. Adapun dalam cerita ini saya memasukan unsur hewan mitologi
Indonesia dari Jambi yaitu Cindaku, dan juga Kutai yaitu Lembuswana. Sosok Cindaku ini nantinya
akan merubah nasib Negeri Zambrud di bawah kekuasaan raja-raja tirani menjadi negara merdeka.
Besar harapan saya ide tulisan ini memiliki ciri khas dan mampu menaikan drajat novel fiksi
fantasi yang memiliki unsur sejarah Indonesia. Tidak melulu soal naga, peri, vampir, werewolf,
kurcaci, dsb.
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada penerbit Noura Publishing yang telah
menyediakan kesempatan wadah simulator ini untuk kami sebagai penulis amatir. Salam cinta dari
penulis :*

Anda mungkin juga menyukai