Anda di halaman 1dari 65

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU


TENTANG PEMBERIAN GIZI SEIMBANG DENGAN
UPAYA PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA USIA
0-24 BULAN

OLEH

ANAK AGUNG ISTRI MEIDINA CINDY


17.321.2657

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang

termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke2 yaitu

menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030

serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah

menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. Upaya yang

dilakukan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan

menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman

Penyelenggara Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(Kemenkes RI, 2018). Masalah gizi yang sedang dihadapi anak Indonesia

dalam jangka waktu lama akan menimbulkan masalah pada tumbuh

kembang anak. Kejadian masalah tumbuh kembang akibat kekurangan

gizi atau biasa disebut stunting (Ratnawati, 2017). Salah satu gangguan

tumbuh kembang anak ialah stunting. Stunting adalah kondisi balita yang

memiliki ukuran badan pendek dan tidak sesuai dengan umur yang

disebabkan oleh kekurangan gizi dari ibu maupun anak (Kementerian

Kesehatan RI, 2018). Stunting akan berdampak terhadap gangguan

pertumbuhan fisik anak, perkembangan otak dan kecerdasan anak,


penurunan kekebalan tubuh anak, serta kemampuan anak dalam belajar

(Rikesdas, 2013).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 menyatakan

bahwa kejadian balita stunting di dunia mencapai sebesar 22,9% atau

154,8 juta balita. Jumlah kejadian stunting di Indonesia termasuk ke dalam

lima besar negara di dunia. Indonesia termasuk negara dengan prevalensi

stunting tertinggi ketiga di South-East Asian Region setelah Timor Leste

(50,5%) dan India (38,4%) dan Indonesia sebesar 36,4% (Pusat Data dan

Informasi Kemenkes, 2018). Tahun 2019 angka prevalensi stunting

nasional menjadi 27,67, sedangkan pada tahun 2020 angka prevalensi

nasional menjadi 24,1% (Kemenkes RI, 2020).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang mengacu

pada data e-PPGBM (Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis

Masyarakat) 3 wilayah di Kabupaten di Bali yakni Bangli, Karangasem,

dan Buleleng angka prevalensi tinggi kejadian stunting sejak 3 tahun

belakangan ini. Walau demikian kasus stunting di 3 wilayah tersebut

sudah mengalami penurunan yakni Karangasem 23,6% (tahun 2018),

15,3% (tahun 2019) dan 11,9% (2020) Buleleng 29,0% (tahun 2018),

20,5% (2019) serta Bangli 20,4% (tahun 2018), 21,8% (tahun 2019) dan

11% (tahun 2020). Namun kasus stunting di Klungkung justru mengalami

peningkatan yakni 5,57% (th 2019) dan sekarang meningkat menjadi 7,3%

(th 2020). Meskipun terjadi penurunan angka prevalensi dibeberapa

wilayah tetapi pencegahan stunting menjadi salah satu fokus pemerintah


Pusat dan Provinsi Bali saat ini. Pemerintah Indonesia pada bulan

September 2012, meluncurkan “Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan”

yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Gerakan ini bertujuan agar anak-anak

Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal

dengan salah satu upaya yaitu pemberian makanan yang bergizi pada anak

(Arnita, Rahmadhani, & Sari, 2020).

Makanan bergizi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

tumbuh kembang anak yang optimal. Gizi yang cukup dan seimbang

sangat diperlukan dalam periode emas pertumbuhan dan perkembangan

anak. Kondisi gizi masyarakat yang buruk dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi sekitar 8% yang secara langsung disebabkan karena

kerugian akibat penurunan produktivitas, rendahnya kualitas pendidikan

dan pengetahuan yang kurang. Beberapa keluarga, anak-anak justru lebih

banyak mengkonsumsi makanan siap saji atau kemasan seperti snack,

biscuit, sereal, dan junk food, sehingga berpengaruh besar terhadap

kebutuhan gizi seimbang anak. Salah satu hal yang menjadi faktor utama

terjadinya stunting terhadap balita adalah tingkat pengetahuan keluarga

mengenai asupan gizi dan tingkat pendidikan dari orang tua yang

mempengaruhi pola pikir (Arnita et al., 2020), selain itu stunting dapat

terjadi akibat beberapa faktor, seperti sanitasi lingkungan yang tidak baik,

pola asuh, ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat

berdampak pada kondisi balita dari sekarang hingga dewasa seperti

penurunan konsentrasi, gangguan mental, menurunnya kekebalan tubuh


sehingga mudah sakit dan terjadinya pertumbuhan serta perkembangan

yang tidak sesuai dengan usianya.

Menurut WHO (2013) pada buku Studi Guide-Stunting dan Upaya

Pencegahan tahun 2018, faktor pengetahuan keluarga khususnya ibu

menjadi penyebab tersering kejadian stunting. Pengetahuan ibu terhadap

gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan baik atau tidaknya

asupan makanan yang dikonsumsi anak. Ibu yang memiliki pengetahuan

gizi yang baik akan memperhatikan asupan gizi untuk perkembangan

anaknya sehingga tidak mengalami kekurangan gizi. Pengetahuan gizi

adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi

makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh. Pengetahuan gizi

yang harus dimiliki ibu antara lain kebutuhan gizi bagi tubuh seperti

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu, jenis-jenis

makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dan memiliki fungsi bagi

tubuh, serta dampak atau penyakit – penyakit yang disebabkan oleh

kekurangan gizi (Teja, 2019).

Orang tua memiliki peran penting dalam memenuhi gizi balita

karena balita masih membutuhkan perhatian khusus dalam

perkembangannya, lebih khususnya peran seorang ibu sebagai sosok yang

paling sering bersama dengan balita. Jika seorang ibu memiliki

pengetahuan yang baik tentunya akan mempengaruhi sikap yang baik juga

dalam pemenuhan gizi balita (Olsa et al. 2017). Pengetahuan ibu yang

baik diharapkan dapat diterapkan ke dalam perilaku sehari-hari, baik


dalam perilaku pengasuhan, pemilihan makanan, serta pemberian

makanan yang dapat memengaruhi tumbuh kembang balita. Namun,

apabila ibu tidak mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari maka

dapat berdampak buruk terhadap perkembangan balita seperti salah

satunya stunting.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 2 Februari 2021 didapatkan data bahwa angka kejadian stunting di

Kabupaten Klungkung pada tahun 2020 sebesar 7,3%. Data Dinas

Kesehatan Kabupaten Klungkung menunjukkan bahwa pada tahun 2019-

2020 angka kejadian stunting terjadi peningkatan di Kecamatan Dawan II

dari 1,81% menjadi 5,0%. Berdasarkan data yang didapatkan pada

pengukuran dari Puskesmas Dawan II didapatkan bahwa kejadian stunting

sebesar 3,0% dari jumlah 135 balita usia 0-24 bulan di desa Gunaksa

Klungkung. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kejadian

stunting. Hasil wawancara dengan Bidan Desa di Puskesmas Pembantu

Desa Gunaksa pada tanggal 11 Februari 2021 menyatakan upaya

pencegahan yang sudah dilakukan dari pihak pelayanan kesehatan antara

lain pemberian tablet vitamin A dan zat besi, pemeriksaan IMT,

pemberian ANC terpadu, ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI 4 bintang.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 Februari 2021 dengan 10

ibu yang memiliki balita usia 0-24 di Desa Gunaksa didapatkan hasil 7

dari 10 ibu saat hamil tidak pernah mengkonsumsi susu ibu hamil dan

makanan tambahan saat hamil seperti biskuit khusus ibu hamil. Selain itu,
masih ada 3 ibu yang jarang mengkonsumsi vitamin ataupun zat besi yang

diberikan pihak posyandu atau puskesmas. Sebagian besar ibu masih

memberikan makanan sesuai kesenangan anak tanpa memperhatikan

kandungan gizi pada makanan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan

tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian gizi seimbang dengan upaya

pencegahan stunting pada balita usia 0-24 bulan di Desa Gunaksa,

Kecamatan Dawan Klungkung.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu

Tentang Pemberian Gizi Seimbang dengan Upaya Pencegahan Stunting

Pada Balita Usia 0-24 Bulan ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan

Pemberian Gizi Seimbang Dalam Pencegahan Resiko Stunting

Pada Balita Usia 0-24 Bulan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

seimbang

2. Mengidentifikasi pemberian gizi seimbang untuk upaya

pencegahan stunting pada balita usia 0-24 bulan.


3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan

pemberian gizi seimbang untuk pencegahan stunting pada

balita usia 0-24 bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.1 Bagi pengembang ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang keperawatan dengan mengembangkan

ilmu kesehatan tentang perbaikan gizi dan kesehatan ibu dan

anak, sehingga kejadian stunting dapat semakin teratasi atau

menurun.

1.4.1.2 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam

penelitian selanjutnya di dalam mencari faktor-faktor lain terkait

dengan stunting. Selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai kerangka acuan untuk melakukan studi yang berkaitan

dengan stunting.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi petugas kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi

dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan,

Puskesmas Dawan II serta Petugas Pelayanan Kesehatan Desa

setempat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada

masyarakat khususnya ibu tentang pentingnya pemberian gizi

seimbang pada balita untuk upaya pencegahan stunting.

1.5 Keaslian Penelitian

Menurut sepengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah

dilakukan. Adapun penelitian yang terkait adalah :

1.5.1 Harikatang et al., 2020 dengan judul penelitian “Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Balita Stunting Di

Satu Kelurahan Di Tangerang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan

Kejadian Balita Stunting Di Satu Kelurahan Di Tangerang.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode kuantitatif jenis korelasional. Sampel yang digunakan

yaitu sebanyak 43 responden yang dipilih secara incidental

sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang dibuat dan diuji oleh peneliti yang mencakup

variabel pengetahuan dan sikap ibu. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tidak adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang

balita stunting dengan kejadian balita stunting di satu kelurahan di

Tangerang dengan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 1,000

dan tidak adanya hubungan antara sikap ibu dengan kejadian

balita stunting dengan hasil uji Chi-Ssquare memperoleh nilai p=


0,786. Perbedaan dengan penelitian ini adalah hal subjek (populasi

dan sampel), waktu dan lokasi penelitian, serta variabel bebas

yang diteliti penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu terhadap

pemberian gizi seimbang sedangkan variabel terikat yang akan

diteliti peneliti adalah pencegahan resiko terjadinya stunting.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tingkat

pengetahuan ibu mengenai Stunting.

1.5.2 Pada penelitian Arnita, Rahmadhani, & Sari, 2020 dengan judul

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Upaya

Pencegahan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Simpang Kawat Kota Jambi”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan upaya

pencegahan stunting pada balita. Metode penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalahpenelitian Kuantitatif dengan

desain Cross Sectional. Populasi yangdigunakandalam penelitian

ini berjumlah 881 orang dengan jumlah sampel 87 Ibu. Teknik

pengambilan sampel dengan Proporsional Random Sampling,

dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji

chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan upaya

pencegahan stunting pada balita dimana p-value = 0.373 (p>0.05),

ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan upaya

pencegahan stunting pada balita dimana p-value = 0.030 (p<0.05).


Perbedaan dengan penelitian ini adalah hal subjek (populasi dan

sampel), waktu dan lokasi penelitian. Kesamaan penelitian ini

adalah sama-sama meneliti Stunting.

1.5.3 Isnarti, Nurhayati, & Patriasih, 2019dengan judul penelitian

Pengetahuan Gizi Ibu Yang Memiliki Anak Usia Bawah Dua

Tahun Stunting Di Kelurahan Cimahi (Mother’s Nutrition

Knowledge For Toddlers Stunting In Cimahi Village. Tujuan

dalam penelitian untuk mengetahui pengetahuan gizi ibu yang

memiliki anak usia bawah dua tahun stunting di Kelurahan

Cimahi. Metode yang digunakan yaitu metode deksriptif. Populasi

sebanyak 246 orang ibu yang memiliki anak usia bawah dua

tahun. Sampel purposive digunakan sebanyak 40 orang ibu yang

memiliki anak usia bawah dua tahun stunting. Hasil penelitian

mengungkapkan bahwa pengetahuan gizi ibu yaitu sebanyak 60%

memiliki pengetahuan gizi cukup, 27.5% memiliki pengetahuan

gizi kurang, dan 12.5% memiliki pengetahuan gizi baik dengan

rata-rata st.dev ±3,7 pada pengetahuan tersebut. Perbedaan

penelitian terletak pada subjek penelitian (populasi dan sampel),

waktu dan lokasi penelitian. Kesamaan penelitian ini adalah sama-

sama meneliti pengetahuan ibu tentang gzi dalam

pencegahanStunting.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep balita

2.1.1.1 Pengertian balita

Balita merupakan individu atau kelompok individu dari suatu

penduduk yang berada dalam rentan usia tertentu. Masa balita

merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini menjadi penentu

keberhasilan tumbuh kembang di periode selanjutnya atau sering

disebut masa keemasan (golden age) (Setyawati & Hartini, 2018).

Balita yang merupakan periode usia infant sangat peka terhadap

lingkungan dan menggunakan kemampuan motorik yang telah dimiliki

untuk mengeksplorasikan lingkungan sesuai dengan tahapan

perkembangan (PH, Hermanto, & Pranita, 2019).

Jadi dapat disimpulkan balita merupakan masa yang berlangsung

cepat dan tidak akan pernah terulang, pada masa ini anak masih

tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan sehari-

hari, seperti mandi,buang air dan makan,sehingga masa balita ini sering

disebut masa golden age atau masa keemasan.


2.1.1.2 Karakteristik balita

Usia balita dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu

golongan usia bayi (0-2 tahun), batita (2-3 tahun) dan prasekolah (>3-5

tahun). Adapun karakteristik perkembangan dan pertumbuhan balita,

yaitu :

1. Berat badan dan tinggi badan

Anak yang sehat dapat dilihat dari tinggi dan berat badan yang

tumbuh secara seimbang sesuai usianya. Kondisi ini ditentukan

oleh kecukupan gizi anak.

2. Postur tubuh dan otot

Dimana usia balita biasanya anak akan memiliki postur tubuh

yang tegap dan otot padat, jika hal ini tidak terjadi maka anak

dikhawatirkan mengalami kekurangan asupan vitamin D dan

kalsium pada masa pertumbuhannya.

3. Keadaan kulit

Pada balita normal keadaan kulit tidak akan mengalami

gangguan (misal : kulit pucat, bersisik dan kering), namun jika

hal tersebut terjadi maka besar kemungkinan anak kekurangan

vitamin A, C, dan E.

4. Nafsu makan baik dan BAB lancar

Nafsu makan dan buang air besar (BAB) teratur berkaitan

dengan kecukupan mineral zinc dan kalsium. Kalsium berperan


menjaga usus bergerak aktif mengolah makanan dan

mengeluarkan kotoran sisa metabolisme.

5. Bergerak aktif dan berbicara lancar sesuai usia

Untuk mendapatkan kondisi sehat maka kebutuhan asupan

nutrisi makro, zat besi, seng, vitamin B, yodium dan mineral

harus terpenuh.

2.1.1.3 Tumbuh Kembang Balita

2.1.1.3.1 Pengertian Tumbuh Kembang

Pertumbuhan adalah perubahan fisik yang terjadi ditandai

dengan bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh akibat

bertambahnya sel-sel dalam tubuh. Perkembangan adalah proses

bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses

pematangan (Marimbi, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan

secara fisik dapat berupa perubahan ukuran besar kecilnya fungsi

organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh

(Adriana, 2013).

Jadi dapat disimpulkan tumbuh kembang merupakan suatu

perubahan yang dapat terjadi baik pada fisik maupun kognitif

seseorang sesuai dengan usianya.

2.1.1.3.2 Tahapan tumbuh kembang

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012) tahap

perkembangan anak menurut umur sebagai berikut :


1. Umur 0-3 bulan

a. Mengangkat kepala setinggi 45º

b. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah

c. Melihat dan menatap wajah anda

d. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

e. Suka tertawa keras dan bereaksi terkejut terhadap suara

keras

2. Umur 3-6 bulan

a. Berbalik dari telungkup ke terlentang

b. Mengangkat kepala setinggi 90º

c. Mempertahankan posisi kepala tatap tegak dan stabil

d. Meraih benda yang ada dalam jangkauannyamemegang

tangannya sendiri

e. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau

memekik

3. Umur 6-9 bulan

a. Duduk (sikap tripoid-sendiri)

b. Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian

berat badan

c. Merangakak meraih mainan atau mendekati seseorang

d. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang

lainnya
e. Memungut 2 benda, masing-masing tangan memegang 1

benda pada saat bersamaan

4. Umur 9-12 bulan

a. Mengangkat benda keposisi berdiri

b. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan

dengan kursidapat berjalan dengan dituntun

c. Mengulurkan lengan atau badan untuk meraih mainan

yang diingikan

d. Memasukkan benda ke mulut dan mengulang

menirukan bunyi ynag didengar

e. Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti

f. Mengekplorasikan sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh

apa saja

5. Umur 12-18 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan

b. Membungkuk memungut permainan kemudian berdiri

kembali

c. Berjalan mundur 5 langkah

d. Memanggil ayah dengan kata “papa” memanggil ibu

dengan kata “mama”

e. Memasukkan kubus di kotakmenunjukkan apa yang

diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa


mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik

tangan ibu

6. Umur 18-24 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan 30 detik dan berjalan

tanpa terhuyung-huyung

b. Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk

c. Menggelindingkan bola kearah sasaran

d. Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti

e. Membantu atau menirukan pekerjaan rumah tangga

7. Umur 24-36 bulan

a. Jalan naik tangga sendiri

b. Dapat bermain dan menendang bola kecil

c. Coret-coret pensil pada kertas

d. Baca dengan baik menggunakan 2 kata

e. Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika

diminta

f. Membantu memungut mainan sendiri atau mengangkat

piring jika diminta

g. Melepaskan pakaian sendiri

8. Umur 36-48 bulan

a. Berdiri 1 kaki 2 detik

b. Melompat kedua kaki diangkat

c. Menggayuh sepeda roda tiga


d. Menggambar garis lurus

e. Menyebut nama umur dan tempat

f. Mendengarkan cerita

g. Mengenakan sepatu, celana panjang, kemeja, baju

sendiri

9. Umur 48-60 bulan

a. Berdiri satu kaki 6 detik

b. Melompat-lompat satu kaki

c. Menggambar tanda silang dan lingkaran

d. Menyebut nama lengkap tanpa dibantu dan senang

bertanya tentang sesuatu

e. Bicaranya mudah dimengerti

f. Bereaksi tenang dan tanpa rewel ketika ditinggal ibu

10. Umur 60-72 bulan

a. Mengerti arti lawan kata

b. Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa

dan kegunaannya

c. Mengenal angka, bisa menghitung angka 5-10 dan

mengenal warna-warni

d. Mengungkapkan simpati

e. Berpakaian sendiri tanpa dibantu


2.1.1.3.3 Faktor yang mempengaruhi

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak menurut Adriana, 2013 adalah :

1. Faktor internal

Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh

pada tumbuh kembang anak, yaitu :

a. Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak

memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau

sebaliknya.

b. Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur

tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus.

c. Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa

prenatal, tahun pertama kehidupan, dan pada masa

remaja.

d. Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang

lebih cepat daripada laki-laki. Akan tetapi setelah

melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki

akan lebih cepat


e. Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak

yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada

beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada

tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.

2. Faktor eksternal

Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh

pada tumbuh kembang anak.

a. Sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah tempat anak tersebut hidup

berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak

(provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik

mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan

anak.

b. Stimulus

Stimulasi adalah salah satu perangsangan yang penting

diberikan dari lingkungan luar anak.

c. Gizi anak

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh

kembang anak, karena makanan bergizi menjadi faktor

pemicu perkembangan yang baik pada anak.


d. Sosial-ekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan serta kesehatan lingkungan yang jelek dan

tidaktahuan, hal tesebut menghambat pertumbuhan

anak.

2.1.1.3.4 Gangguan tumbuh kembang

Menurut Telly (2016) menyatakan bahwa ada beberapa

gangguian tumbuh kembang yang sering ditemukan, yaitu :

1. Gangguan pertumbuhan tulang (rakitis)

Rakitis dapat mengakibatkan tulang menjadi lunak dan rapuh

akibat kekurangan vitamin D,kalsium dwn fostat. Kelainan ini

biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-3 tahun.

2. Gangguan bicara dan bahasa

Gangguan bicara dan bahasa merupakan gangguan yang

terjadi pada anak dalam berbicara dan menggunakan bahasa

saat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Sindrom down

Sindrom down adalah kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental anak yang disebabkan karena adanya

abnormalitas perkembangan kromosom.

4. Cerebral Palsy

Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami cacat fisik,

ketidaknormalan pertumbuhan, serta masalah gerak. Anak


juga mengalami keterlambatan, khususnya pada kemampuan

dasar dan keterampilan hidup.

5. Perawakan Pendek (Stunting)

Perawakan Pendek (Stunting) adalah suatu kondisi dimana

tinggi badan yang berada di bawah persentil atau -2 SD pada

kurva pertumbuhan.

6. Gangguan Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang

mempengaruhi kemampuan penderita dalam berkomunikasi

dan berinterikasi dengan orang lain.

7. Reterdasi Mental

Reterdasi Mental merupakan gangguan perkembangan otak

yang ditandai dengan nila IQ dibawah rata-rata orang normal

8. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Penderita gangguan ini akan menunjukkan perilaku hiperaktif,

impulsif, dan sulit memusatkan perhatian.

2.1.2 Konsep dasar stunting

2.1.2.1 Pengertian stunting

Stunting merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau

tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan anak seusianya.

Stunting dapat terjadi apabila balita memiliki tinggi atau panjang badan

kurang dari -2.0 standar deviasi (SD) dibanding rerata populasi (Atikah

Rahayu dkk, 2018). Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI


(2019) menyatakan salah satu dampak stunting jangka panjang ialah

gangguan metabolik pada anak dan merupakan awal risiko dari

penyakit tertular.

Jadi dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang berhubungan tumbuh kembang yang tidak

sesuai dengan usianya yang dapat meningkatkan risiko kesakitan,

kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun

mental.

2.1.2.2 Penyebab stunting

Menurut Soetjiningsih (2013), terdapat beberapa faktor penyebab

stunting yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Individu

a. Asupan Zat Gizi

Asupan gizi yang tidak adekuat merupakan penyebab

langsung terjadinya stunting pada balita. Kurangnya asupan

energi dan protein menjadi penyebab gagal tumbuh telah

banyak diketahui

b. Penyakit infeksi

Penyakit infeksi merupakan suatu gejala klinis penyakit pada

anak yang akan mempengaruhi penurunan nafsu makan anak,

sehingga asupan makanan berkurang. Hal ini akan

mempengaruhi berat badan anak yang semula memiliki status

gizi baik menjadi status gizi kurang.


c. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Balita masuk dalam kategori BBLR (Berat Badan Lahir

Rendah), jika balita tersebut memiliki berat badan <2500

gram sedangkan panjang kategori pendek jika balita memiliki

panjang badan lahir kurang dari 48 cm.

2. Faktor Orang Tua

a. Pengetahuan dan Sikap

Pengetahuan dan sikap yang baik akan membantu orang tua

dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan.

b. Pola asuh

Pola asuh pada anak merupakan perilaku yang dipraktikkan

oleh pengasuh dalam pemberian makan, pemberian stimulasi,

pemeliharaan kesehatan dan dukungan emosional yang

dibutuhkan anak dalam proses tumbuh kembang.

c. Ketahanan pangan

Upaya peningkatan pendapatan maupun kemampuan daya beli

pada kelompok tergolong rentan pangan merupakan kunci

untuk meningkatkan akses pangan.

3. Faktor Lingkungan

a. Sanitasi lingkungan

Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pada

tumbuh kembang anak, karena usia anak-anak rentan terkena

berbagai infeksi dan penyakit.


b. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik akan meningkatkan kualitas

tumbuh kembang balita, baik pelayanan kesehatan ketika

sehat maupun saat dalam kondisi sakit.

2.1.2.3 Manifestasi klinis stunting

Tanda gejala stunting menurut Kementerian Desa Pembangunan

Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2017) adalah :

1. Tanda pubertas terlambat

Anak yang mengalami stunting akan mempengaruhi

perkembangan reproduksi atau masa pubertas. Menarche yang

merupakan perkembangan reproduksi ini dipengaruhi oleh status

gizi.

2. Daya ingat dan fokus terganggu

Anak stunting memiliki ukuran kepala yang lebih kecil sehingga

berpengaruh terhadap volume otak dan daya ingat.

3. Kontak mata kurang

Pada anak stunting biasanya akan lebih pendiam dan kontak mata

kurang dengan orang lain. Ciri-ciri tersebut biasanya muncul

ketika anak berumur >2 tahun

4. Pertumbuhan lambat

Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang

mengakibatkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan anak


sehingga menyebabkan tubuh anak lebih pendek daripada anak

seusianya.

2.1.2.4 Dampak stunting

Dampak buruk yang ditimbulkan oleh masalah gizi menurut Pusat

Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), dapat dibagi menjadi dua

yaitu dampak jangka pendek dan jangka panjang.

a. Dampak jangka pendek stunting

Stunting secara jangka pendek akan berdampak pada

peningkatan mortalitas dan morbiditas. Hal ini dapat dilihat dari

proses tumbuh kembang berupa terganggunya perkembangan

otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan

metabolisme tubuh.

b. Dampak jangka panjang stunting

Secara jangka panjang dampak buruk yang ditimbulkan akibat

stunting adalah menurunnya kemapuan kognitif dan prestasi

belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit

serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada

rendahnya produktivitas ekonomi.

2.1.2.5 Pencegahan stunting

Upaya pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi

spesifik yang ditujukan dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK),


yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-24 bulan. Upaya intervensi

tersebut meliputi :

1. Pada ibu hamil

- Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara

terbaik dalam mengatasi stunting dengan pemberian makanan

tambahan.

- Ibu hamil perlu mendapatkan tablet menambah darah,

minimal 90 tablet selama kehamilan.

- Kesehatan ibu harus dijaga agar tidak mengalami sakit.

2. Pada masa bayi lahir

- Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu

bayi lahir melakukan Iniasi Menyusui Dini (IMD).

- Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI)

eksklusif.

3. Bayi berusia 6-24 tahun

- Usia 6 bulan bayi mulai diberikan Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi

berusia 2 tahun atau lebih.

- Balita memperoleh kapsul vitamin A dan imunisasi dasar

lengkap.

4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya

yang strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan.
5. Perilaku Hidup Bersihdan Sehat (PHBS) diupayakan oleh setiap

rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih

dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

6. Pemberian konseling gizi pada individu dan keluarga dapat

membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkait gizi, dan

membantu untuk memecahkan masalahnya yang menyebabkan

adanya perubahan perilaku hidup sehat (Kemkes RI, 2016).

2.1.2.6 Metode pengukuran stunting

Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted)

adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)

menurut umurnya kurang dibandingkan dengan standar baku WHO-

WGRS (Multicenter Growth Reference Study) 2006 (TNP2K, 2016).

Pengukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak usia 0-24 bulan

yang diukur dengan terlentang, bila diukur dengan berdiri, maka hasil

pengukurannya dikurangi 0,7 cm. Pengukuran tinggi badan (TB) yang

diukur dengan berdiri, bila diukur terlentang, maka hasilnya di kurangi

0,7 cm.

Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)

Panjang badan menurut Sangat pendek < -3 SD


umur (PB/U) atau tinggi Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD
badan menurut umur
(TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD
Sumber : Kemenkes, 2010

2.1.3 Konsep Gizi Seimbang

2.1.3.1 Pengertian Gizi Seimbang

Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu “ghidza”, yang berarti

“makanan”. Berdasarkan PMK RI Nomor 41 Tahun 2014, gizi

seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang mengandung

zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,

dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik,

perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam

rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah

gizi. Makanan adalah bahan yang mengandung zat-zat gizi yang

berguna bila di konsumsi oleh tubuh (Syafrizar & W.Wilda, 2018).

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada

dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara

zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memantau berat

badan secara teratur. Jadi dapat disimpulkan gizi merupakan zat

terkandung dalam makanan yang bermanfaat bagi tubuh dalam proses

tumbuh kembang.

2.1.3.2 Komponen Gizi Seimbang

Komponen Gizi Seimbang yang terkandung dalam zat gizi dapat

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Zat tenaga
a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama zat tenaga/energi.

Kekurangan Karbohidrat pada anak dapat menyebabkan mudah

lelah, mudah terkena infeksi dan kurang konsentrasi.

b. Lemak

Lemak menghasilkan energi tertinggi karena setiap 1 gram

asupan lemak akan menghasilkan 9 kkal energi. Konsumsi

lemak berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan

yang berlanjut menjadi kegemukan (obesitas).

2. Zat pembangun

Protein berperan penting sebagai zat pembangun dalam struktur

dan fungsi sel. Kekurangan protein dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan anak-anak dan menurunkan daya tahan

tubuh.

3. Zat pengatur

a. Vitamin

Vitamin merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam

jumlah sangat sedikit namun sangat penting, serta harus selalu

tersedia dalam makanan karena tidak dapat dibuat oleh tubuh.

b. Mineral

Mineral yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan

tulang adalah kalsium, magnesium, fosfor, dan fluor.

4. Air
Air merupakan salah satu zat gizi yang penting bagi kesehatan. Air

mempunyai fungsi penting bagi tubuh manusia, yaitu sebagai

pelarut, sebagai pelumas, media transportasi dan sebagai media

pembuangan racun dan sisa metabolisme.

5. Serat

Serat juga dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk membantu

mempermudah proses buang air besar,

2.1.3.3 Pemberian gizi seimbang

Pola pemberian makan merupakan tingkah laku individu atau

sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan makan yang meliputi

sikap, pengetahuan, kepercayaan, dan pilihan makanan (Waryono,

2010). Pemberian makan khususnya pada balita/anak sangat penting

dalam proses pertumbuhan tahap awal, karena dalam makanan banyak

mengandung gizi. Pola pemberian makan anak harus disesuai dengan

usia anak agar tidak menimbulkan masalah kesehatan (Yustianingrm &

Adriani, 2017).

Tabel 2.2
Takaran Konsumsi Makanan pada Anak

Kelompok Usia Jenis dan Jumlah Makanan Frekuensi Makan


0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin
7-12 bulan Makanan lembek 2x sehari
2x selingan
1-3 tahun Makanan keluarga : 3x sehari
1-1 ½ piring nasi pengganti
2-3 potong lauk hewani
1-2 potong lauk nabati
½ mangkuk sayur
2-3 potong buah
1 gelas susu
4-6 tahun 1-3 piring nasi pengganti 3x sehari
1.6 potong lauk hewani
1-2 potong lauk nabati
1-1½ mangkuk sayur
2-3 potong buah
1-2 gelas susu
Sumber : Upaya Perbaikan Gizi KeluargaDepkes RI (2010)

2.1.3.4 Penilaian status gizi

Standar Antropometri anak digunakan untuk menilai atau

menentukan status gizi anak. Penilaian status gizi anak dilakukan

dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan

panjang/tinggi badan dengan Standar Antropometri Anak(Kementrian

Kesehatan RI, 2020). Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu

penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara

tidak langsung.

1. Penilaian status gizi secara langsung

a. Antropometri

Antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dari

berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi.

b. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik secara keseluruhan,

termasuk riwayat kesehatan.

c. Biokimia dan Biofisik


Pengukuran biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang

diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan

tubuh (Gizi & Kesehatan Masyarakat,2010).

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung :

a. Survey konsumsi gizi

Survey ini menjadi metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi.

b. Statistik vital

Pengumpulan data dengan melakukan analisis data statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lain

yang berhubungan dengan gizi.

Tabel 2.3
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas


(Z-Score)

Berat Badan menurut Berat badan sangat kurang (severely <-3 SD


Umur underweight)
(BB/U) anak usia 0
Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2 SD
- 60 bulan
(underweight)
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD

Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD

Panjang Badan atau Sangat pendek (severely stunted) <-3 SD


Tinggi Badan menurut
Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
(PB/U atau TB/U) anak usia
0 - 60 bulan Normal -2 SD sd +3 SD
Tinggi > +3 SD
Berat Badan menurut Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Panjang
Badan atau Tinggi Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Badan (BB/PB atau
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
BB/TB) anak usia
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
0 - 60 bulan (possible risk of
overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD

Obesitas (obese) > + 3 SD

Indeks Massa Gizi buruk (severely wasted)3 <-3 SD


Tubuh menurut Gizi kurang (wasted) 3
- 3 SD sd <- 2 SD
Umur (IMT/U)anak usia Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
0 - 60 bulan
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
(possible risk of
overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD

Obesitas (obese) > + 3 SD

Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely thinness) <-3 SD


menurut Umur (IMT/U)
anak usia 5 - 18 tahun Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD

Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD

Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD

Obesitas (obese) > + 2 SD

Sumber : PMK RI Nomor 41 Tahun 2014 (tentang pedoman gizi seimbang)

2.1.4 Konsep Tingkat Pengetahuan Ibu

2.1.4.1 Pengertian Pengetahuan Ibu

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Sahroni,

dkk, 2020). Pengetahuan seseorang tidak hanya dapat didapat dari


pendidikan formal saja, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan meliputi :

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan yang dimiliki seseorang makin mudah untuk

mendapatkan pengetahuan sehinga terjadi perubahan perilaku

positif yang meningkat.

2. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap serta pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan menyebabkan meningkatnya

daya tangkap dan pola pikir seseorang.

3. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih

banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas yang

menghasilkan perubahan atau pengetahuan .

4. Sosial budaya dan ekonomi

Status sosial budaya dan ekonomi seseorang juga akan

menentukan ketersediaan suatu fasilitas yang diperlukan,

sehingga mempengaruhi pengetahuan seseorang.

5. Pengalaman yang pernah dialami seseorang akan menambah

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informasi

6. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi pengetahuan karena adanya

interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon

sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

2.1.4.2 Sumber Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), sumber-sumber pengetahuan sebagai

berikut:

1. Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama

Berbentuk norma dan kaidah yang terkandung pengetahuan yang

kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris,

tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja.

2. Pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain

Pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya

terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya.

3. Pengalaman

Pengalaman adalah penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari

dengan menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan

kegiatan hidup.

4. Akal pikiran

Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual,

abstrak, universal, yang seragam dan bersifat tetap. Akal pikiran

cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif

dan pasti.
2.1.4.3 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan metode

wawancara atau pemberian angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2010).Pengetahuan seseorang

dapat diukur atau dinilai dari tingkat penilaian/penugasan terhadap suatu

objek atau materi. Untuk mengukur tingkat pengetahuan tersebut dapat

menggunakan rumus :

Jawaban benar
Tingkat penugasan=
Jawaban salah

Dengan kriteria hasil sebagai berikut :

1. Baik : Hasil persentase 76%-100%

2. Cukup : Hasil persentasi 56%-75%

3. Buruk : Hasil persentasi <56%

2.1.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Gizi

Seimbang dengan Upaya Pencegahan Stunting

Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang sering

terjadi pada balita. Gizi seimbang terdiri dari asupan yang cukup secara

kuantitas dan kualitas, serta mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh

agar terhindar dari kondisi gizi yang kurang. Asupan gizi kurang yang

terjadi baik saat masa dalam kandungan ataupun sudah lahir dapat

menyebabkan dampak yang buruk pada tumbuh kembang seseorang.


Kurangnya asupan gizi seimbang pada anak dapat dipengaruhi oleh

peran orangtua khususnya ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum

dan setelah kehamilan. Faktor resiko terjadinya stunting pada anak

dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu terkait pemberian

makan bergizi setiap harinya (Ambarawati, 2012).

Pengetahuan ibu dalam memilih makanan sehat untuk anak sangat

penting, pemilihan menu makan atau kualitas pangan dilakukan untuk

mencukupi kebutuhan anak agar tidak beresiko mengalami stunting.

Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal,

akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal seperti

pengalaman sendiri (Wawan & Dewi, 2011). Pengalaman ibu dalam

mendapatkan pengetahuan baik dari tenaga kesehatan maupun orang

lain akan berdampak pada semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki.

Analisis terbaru menunjukkan bahwa dengan tingginya pengetahuan ibu

tentang gizi dapat mempengaruhi pemenuhan nutrisi yang tepat dan


Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi Stunting
pengetahuan
baik. Hal ini menyebabkan balita dengan ibu yang1.berpengetahuan
Asupan gizi baik
1. Pendidikan 2. Pengetahuan orang tua
2. Usia status
mempunyai gizi yang normal (Asma Atun, 3. Pola asuh
2017).
3. Pekerjaan 4. Sanitasi lingkungan
2.2 4. Lingkungan
Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana


5. Penyakit infeksi
teori berhubungan dengan berbagai faktor
5. Sosial budaya yang telah6.diidentifikasi
BBLR sebagai
6. Pengalaman 7. Pelayanan kesehatan
masalah7. yang
Jenispenting
kelamin (Sugiyono, 2018).
8. Informasi
Gambar 2.1
Kerangka konsep Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang
pemberian gizi seimbang dengan upaya pencegahan stunting pada
2.3 Hipotesis
balita usia 0-24 bulan
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2014). Hipotesis dalam penelitian ini

yaitu ada hubungan tingkat pengetahuan tentang asupan gizi seimbang

dengan upaya pencegahan stunting pada balita usia 0-24 bulan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan dan mengidentifikasi struktur penelitian

yang akan dilaksanakan. Rancangan penelitian digunakan sebagai

petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai

suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian (Sugiyono, 2018).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antar variabel dalam

penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional dimana peneliti hanya sekali melakukan pengukuran terhadap

subjek penelitian (Nursalam, 2017).

Independent Variabel

Tingkat pengetahuan ibu


tentang pemberian gizi
seimbang Uji Hubungan Interpretasi
makna/arti
Dependent Variabel

Upaya pencegahan
Stunting

Gambar 3.1
Desain Penelitian Deskritif Kolerasional
3.2 Kerangka Kerja

Populasi
Jumlah ibu yang mempunyai anak balita usia 0-24 bulan di Desa
Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung

Sampling
Non Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Sampel
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah
100 balita

Pengumpulan data

Tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian asupan gizi seimbang


dengan Upaya pencegahan stunting
Menggunakan kuisioner terkait pemberian gizi seimbang dan upaya
pencegahan stunting yang langsung diisi oleh responden serta melakukan
pengukuran pada balita dari responden

Analisis Data

Uji Rank Spearman dengan α = 0,05

Gambar 3.2
Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Pengetahuan
Penyajian hasil Ibu tentang Pemberian Asupan
Gizi Seimbang dengan Upaya PencegahanStunting PadaBalita Usia 0-24 bulan
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan,

Kabupaten Klungkung dengan alasan angka kejadian stunting di Desa

Gunaksa ini paling tinggi kejadian dibandingkan desa yang ada di

Puskesmas Dawan II Kabupaten Klungkung dan belum pernah dilakukan

penelitian dengan permasalahan yang sejenis di tempat/lokasi ini.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subyek/obyek yang memenuhi

kriteria dan kualitas yang telah ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Populasi dalam

penelitian ini adalah jumlah ibu yang memiliki anak balita usia 0-24

bulan di Desa Gunaksa yaitu sebesar 135 balita.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih untuk

mewakili populasi (Nursalam, 2011). Pada penelitian ini yang menjadi

sampel adalah jumlah ibu yang memilik anak balita usia 0-24 bulan di

Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

3.4.2.1 Besar sampel


Menurut Nursalam (2014), jumlah besar sampel yang diambil

dapat ditetapkan dengan rumus :

Keterangan :
N
n = n = Besar sampel
1+ N (d)2
N = Jumlah populasi
n = N
1 + N (0,05)2 d = Tingkat signifikan dengan
nilai (0,05)
n = 1+ 135
135 (0,05)2
1+ 135 (0,0025)
n = 135
1,3375

n = 100 balita

3.4.2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,

2014). Pada penelitian ini, kriteria inklusi adalah sebagai berikut :

a. Ibu yang bersedia menjadi responden dalam penelitian

b. Ibu yang mampu membaca dan menulis

2. Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab


(Nursalam, 2014). Pada penelitian ini yang termasuk dalam kriteria

eksklusi yaitu :

a. Ibu yang memiliki anak yang menderita cacat fisik

b. Ibu yang tidak memiliki tempat tinggal tetap di tempat

penelitian

c. Ibu yang menolak menjadi responden dalam penelitian

3.4.2.3 Teknik Sampling

Sampling merupakan proses seleksi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar diperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2017).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-

probability sampling dengan teknik Purposive sampling, yaitu

penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi

sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam

penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

populasi yang telah dikenal sebelumnya. Jumlah sampel yang harus

diambil meliputi strata yang telah ditentukan peneliti.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Menurut Nursalam (2014), variabel adalah karakteristik atau

perilaku yang memberikan nilai beda terhadap suatu kelompok (benda,


manusia, dan lain-lain). Variabel penelitian ini adalah bersifat bivariate

(dua variabel), yaitu:

a. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain.

Variabel biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui

hubungan atau pengaruhnya terhadap variabel lain. Variabel bebas

pada penelitian ini yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian

gizi seimbang

b. Variabel terikat (Dependent variable)

Variabel yang dipengaruhi nilainya dengan variabel lain. Variabel ini

merupakan faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada

tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. Pada penelitian

ini yang merupakan variabel terikat yaitu upaya pencegahan stunting.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2014).

Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1
Definisi Operasional Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Pemberian Gizi Seimbang dengan Upaya Pencegahan Stunting Pada
Balita Usia 0-24 Bulan

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Skor


Variabel bebas : Tingkat pengetahuan ibu Kuisoner Ordinal Kriteria penilaian :
Tingkat pengetahuan ibu yang benar mengenai  Pengetahuan baik : hasil
tentang pemberian gizi pemberian gizi seimbang persentasi 76%-100%
seimbang
 Pengetahuan cukup :
hasil 56%-75%
 Pengetahuan kurang :
hasil < 56%
Variabel terikat : Upaya pencegahan stunting Kuisioner Ordinal Kriteria penilaian:
Upaya pencegahan dilihat dari pola asuh, asupan dan  Baik : 76-100
stunting gizi, ketahanan pangan pengukuran  Cukup : 56-75
dengan intervensi 1.000 TB/PB  Kurang : <56
HPK dan KIE terkait pola menggunaka Kriteria hasil pengukuran :
asuh pemberian gizi n acuan z-  Tidak stunting = z-score
seimbang sehingga kejadian score > -2 SD
stunting tidak terjadi  Stunting = z-score < -2
SD

3.6 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Jenis Pengumpulan Data

Jenis data pada penelitian menurut sumber data dapat dibagi

menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder. Jenis penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data primer. Data

tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian gizi seimbang yaitu data yang

diperoleh dari hasil beberapa pernyataan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan pemberian gizi seimbang dengan pengisian kuisioner dan upaya

pencegahan stunting yang diperoleh melalui kuisioner dan pengukuran

TB/PB dengan z-score sebagai acuan.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian imi adalah dengan

kuisioner yang berisi beberapa pernyataan tentang pemberian makanan

bergizi seimbang yang langsung oleh responden yang bersedia untuk

diteliti dan upaya pencegahan stunting dengan kuisioner terkait upaya


pencegahan stunting yang telah dilakukan serta dilakukan pengukuran

TB/PB dengan acuan z-score yang dilakukan langsung oleh peneliti dan

1 orang peneliti pendamping (enumerator). Peneliti pendamping tersebut

sudah mendapatkan pengarahan tentang cara pengumpulan data oleh

peneliti untuk menyamakan persepsi antara penulis dengan peneliti

pendamping. Langkah-langkah pengumpulan data pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

3.6.2.1 Prosedur Administrasi

1. Peneliti mengajukan permohonan studi pendahuluan yang

dipersiapkan oleh sekretariat PPPM STIKes Wira Medika Bali,

ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung.

2. Setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Klungkung, kemudian peneliti membawa surat kepada

Kepala UPTD Puskesmas Dawan II Klungkung.

3. Setelah mendapatkan rekomendasi dari Puskesmas Dawan II,

kemudian peneliti ke Desa Gunaksa Klungkung dan mendapatkan

data melalui Bidan Desa yang bertugas di Puskesmas Pembantu

Desa Gunaksa, Klungkung.

3.6.2.2 Prosedur Teknis

1. Peneliti dalam teknis pengumpulan data dibantu oleh peneliti

pendamping sebanyak 1 orang (enumerator). Peneliti pendamping

yang dimaksud adalah mahasiswa keperawatan dari STIKes Wira

Medika Bali.
2. Melakukan persamaan persepsi dengan peneliti pendamping

tentang maksud dan tujuan penelitian, materi terkait studi

pendahuluan penelitian, cara pengumpulan data dengan

wawancara kuisioner.

3. Melakukan wawancara dengan 10 responden yang sesuai dengan

kriteria inklusi dan eksklusi.

4. Melakukan pendekatan dengan responden serta memberikan

penjelasan tentang kegiatan penelitian. Peneliti tidak memaksa

responden jika responden menolak untuk dijadikan sampel pada

wawacara studi pendahuluan.

5. Setelah ibu dan balita yang sudah bersedia menjadi responden

langsung dilakukan wawancara dengan panduan kuisioner yang

telah disiapkan peneliti. Pengambilan data dilakukan tanggal 15

Februari 2021, dimana 10 responden tersebut dikumpulkan di

Posyandu Puskesmas Pembantu Desa Gunaksa.

6. Data yang telah terkumpul lalu dilakukan pengolahan dalam

bentuk narasi di studi pendahuluan.

3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam sosial yang diamati (Sugiyono, 2018). Instrumen

penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah kuisioner. Jenis

pengukuran ini peneliti menggumpulkan data secara formal pada subjek

untuk menjawab pertanyaan secara tertulis yang telah dipersiapkan


sebelumnya (Nursalam, 2017). Kuisioner merupakan sejumlah

pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang diketahui dan sudah

disediakan jawabannya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Kuisioner pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh S.

Ribka Putri (2018), kuisioner tersebut berisi 51 pertanyaan (19 item

mengenai perilaku sebelumnya (prior related behaviour), 4 item manfaat

tindakan yang dirasakan (perceived benefit to action), dan 22 item

hambatan tindakan yang dirasakan (perceived barrier to action).

3.6.1.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui instrumen

tersebut valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang

digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid

dalam artian instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2017). Pada

penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa

kuisioner pada penelitian sebelumnya dengan judul “Analisis

Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan Stunting Pada

Anak Usia 2-5 tahun Berdasarkan Teori Health Promotion

Model (HPM)” yang sudah sempat dilakukan uji validitas pada

beberapa ibu di Wilayah kerja Puskesmas Galis, dengan

menggunakan rumus kolerasi Pearson dengan nilai valid jika

p>0,05. Kuisioner tersebut berisi 51 pertanyaan (19 item


mengenai perilaku sebelumnya (prior related behaviour), 4 item

manfaat tindakan yang dirasakan (perceived benefit to action),

dan 22 item hambatan tindakan yang dirasakan (perceived

barrier to action). Skoring yang diberikan dalam kuisioner ini

adalah sangat tidak setuju = 1, tidak setuju = 2, setuju = 3 dan

sangat setuju = 4. Kuisioner ini juga berisi 6 item pertanyaan

mengenai perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan

skor salah = 1, benar = 2, dan untuk menentukan kejadian

stunting, klasifikasinya adalah stunting = z-score < -2 SD dan

tidak stunting = z-score > -2 SD. Hasil uji validitas terhadap 51

item pada kuisioner didapatkan semua item pertayaan sebesar

nilai p = 100,0, maka kuisioner tersebut dianggap valid.

3.6.1.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini

berarti sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Prof. Dr.

Soekidjo Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini yang

digunakan adalah hasil uji realibilitas dari penelitian

sebelumnya dengan teknik pengukuran dengan skala Alpha

Cronbach 0 sampai 1, dimana setiap item pertanyaan dianggap

reliabel jika > 0,60. Dari 10 responden didapatkan setiap item


pertanyaan riabel dengan 19 item mengenai perilaku

sebelumnya (prior related behaviour) dengan harga reabilitas

0,912, 4 item manfaat tindakan yang dirasakan (perceived

benefit to action) dengan harga reabilitas 0,770, 22 item

hambatan tindakan yang dirasakan (perceived barrier to action)

dengan harga reabilitas 0,951, dan 6 item pertanyaan mengenai

perilaku pencegahan stunting dengan harga reabilitas 0,823.

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1 Pengolahan Data

Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang

harus ditempuh yaitu :

3.7.1.1 Editing

Editing merupakan pemeriksaan daftar pernyataan yang telah

diserahkan oleh para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pernyataan

yang telah selesai akan dilakukan terhadap :

1. Kelengkapan jawaban, apakah tiap pernyataan sudah ada

jawaban meskipun hanya jawaban berupa tidak tahu atau tidak

mau menjawab.

2. Keterbacaan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan

mempersulit pengolahan data atau berakibat pengolahan data

salah baca.

3. Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak

relevan maka editor harus menolak (Parinatawati, 2016).


3.7.1.2 Coding

Coding merupakan tindakan mengklasifikasikan jawaban dari para

responden ke dalam bentuk kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting

apabila melakukan pengolahan dan analisa data menggunakan

komputer (Parinatawati, 2016).

1. Klasifikasi umur Ibu :1 =20 tahun, 2 = 20-30 tahun, 3 = 31-40

tahun, 4 = >40 tahun.

2. Tingkat pendidikan Ibu : 1 = Tidak tamat SD, 2 = SD, 3= SMP,

4= SMA/SMK, 5= Perguruan Tinggi (PT).

3. Pendapatan : 1 = < 1.500.000, 2 = >1.500.000

4. Jumlah anak : 1 = 1 anak, 2 = 2 anak, 3 = 3 anak, 4 = lebih

dari 3

5. Kategori Pengetahuan : 1 = Kurang, 2 = Cukup, 3 = Baik.

6. Kategori Upaya Pencegahan Stunting : 1 = Kurang, 2 = Cukup,

3= Baik.

7. Kategori Stunting : 1 = Tidak Stunting, 2= Stunting.

3.7.1.3 Entry data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian

dibuat berupa distribusi frekuensi sederahan atau bisa juga dengan

membuat berupa tabel kontingensi (Parinatawati, 2016).


3.7.1.4 Cleaning

Pembersihan data (Cleaning) dilakukan dengan mengecek kembali

data yang akan di entry dengan melihat variabel yang digunakan apakah

sudah benar atau belum. Data yang telah di entry dicocokan dan

diperiksa kembali dengan data yang didapatkan pada lembar kuisioner

untuk dilakukan pengecekan kemungkinan adanya kesalahan dengan

menghubungkan jawaban satu sama lain untuk mengetahui adanya

konsistensi jawaban (Parinatawati, 2016).

3.7.2 Analisa Data

3.7.2.1 Analisa Univariat

Analisa Univariat merupakan analisa yang bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel

penelitian (Parinatawati, 2016). Analisa Univariat dilakukan pada

masing-masing variabel yaitu secara deskriptif kolerasi terhadap

variabel bebas dan terikat. Data yang digunakan di analisis secara

univariat meliputi karakteristik responden yang terdiri dari ibu dan

balita, dimana ibu mulai dari pendidikan, pedapatan, umur, dan

tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian gizi seimbang sedangkan

balita mulai dari umur 0-24 bulan, jenis kelamin, dan upaya

pencegahan stunting yang dilakukan pada balita.

3.7.2.2 Analisa Bivariat : Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang

Pemberian Gizi Seimbang dengan Upaya Pencegahan Stunting pada

Balita Usia 0-24 Bulan


Analisa Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

memilik hubungan (Parinatawati, 2016). Dari data yang didapatkan

lalu dilakukan analisa data antara hubungan tingkat pengetahuan ibu

tentang pemberian gizi seimbang dengan upaya pencegahan stunting

pada balita usia 0-24 bulan dengan menggunakan Uji Statistik Rank-

Spearman dengan bantuan komputer. Pada dasarnya Uji Statistik

Rank-Spearman digunakan untuk menganalisa hubungan antar

variabel dengan skala ordinal.

Dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan α = 0,05,

artinya jika uji statistik menunjukkan p ≤ 0,05 maka Ho ditolak

dengan kata lain ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan ibu tentang pemberian gizi seimbang dengan upaya

pencegahan stunting pada balita usia 0-24 bulan.

Menurut Sugiyono (2018), kekuatan dan kelemahan hubungan

antar variabel dapat dinilai dari besar kecilnya indeks kolerasi (nilai r)

yaitu terdiri dari :

1. 0,00 – 0,199 : Sangat lemah

2. 0,20 – 0, 399 : Lemah

3. 0,40 – 0,599 : Sedang

4. 0,60 – 0,799 : Kuat

5. 0,80 – 1,0 : Sangat kuat

Arah kolerasi ditentukan oleh angka koefisien yang diperoleh

(positif/negatif). Jika angka koefisien positif maka artinya arah


kolerasi menunjukkan arah yang sama. Jika variabel X mengalami

kenaikan, hal ini akan diikuti oleh kenaikan variabel Y. Jika angka

koefisien yang diperoleh negatif, artinya arah kolerasi berlawanan.

Jika variabel X mengalami kenaikan. maka variabel Y akan

mengalami penurunan begitu juga sebaliknya.

3.8 Etika Penelitian

Etika penelitian dapat membantu peneliti untuk melihat secara kritis

moralitas dari sisi subyek penelitian. Peneliti dalam melaksanakan

kegiatan penelitian hendaknya menerapkan sikap ilmiah dan menggunakan

prinsip yang terkandung dalam etika penelitian (T & Masturoh, 2018).

Adapun beberapa prinsip etika penelitian dalam keperawatan, yaitu:

3.8.1 Lembar Persetujuan

Lembar persetujuan (informed consent) adalah bentuk persetujuan

antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden.

Tujuan diberikannya informed consent ini ialah agar responden

mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya.

Responden berhak menyetujui ataupun menolak dan peneliti harus

menghormati keputusan responden.

3.8.2 Tanpa nama

Anonimity atau tanpa nama merupakan etika penelitian dimana

peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian


dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode atau inisal nama

pada penelitian.

3.8.3 Kerahasiaan

Etika ini memberikan jaminan kerahasiaan atau confidentiality

hasil penelitian, baik informasi ataupun masalah lainnya. Informasi

yang telah dikumpulkan dirahasiakan oleh peneliti dan hanyak

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Arnita, S., Rahmadhani, D. Y., & Sari, M. T. (2020). Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu dengan Upaya Pencegahan Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Simpang Kawat Kota Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim
Jambi, 9(1), 7. Retrieved from https://doi.org/10.36565/jab.v9i1.149
Harikatang, M. R., Mardiyono, M. M., Karisma, M., Babo, B., Kartika, L., &
Tahapary, P. A. (2020). Hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
kejadian balita stunting di satu kelurahan di tangerang. Jurnal Mutiara Ners,
3(2), 76–88. Retrieved from
http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1178
Isnarti, A. P., Nurhayati, A., & Patriasih, R. (2019). Pengetahuan Gizi Ibu Yang
Memiliki Anak Usia Bawah Dua Tahun Stunting Di Kelurahan Cimahi, 8(2),
1–6.
Kementrian Kesehatan RI. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 2 Tahun
2020 tentang Standar Antropometri Anak, 21(1), 1–9.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2015). Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel. Metodologi


Penelitian Ilmu Keperawatan.

PH, L., Hermanto, & Pranita. (2019). Karakteristik Orang Tua Dan
Perkembangan. Jurnal Kesehatan, 12, 1–13.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.

Rahma, R. Y. D., Sholichah, F., & Hayati, N. (2020). Karakteristik Ibu Dan
Status Gizi Balita Menurut Bb/U Di Desa Tambakan Kecamatan Gubug
Kabupaten Grobogan Tahun 2019. Journal of Nutrition College, 9(1), 12–19.
Retrieved from https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.24914
Sahroni, Y. A., Trusda, S. A. D., & Romadhona, N. (2020). Tingkat Pengetahuan
Ibu tentang Asupan Gizi Tidak Berhubungan dengan Derajat Stunting pada
Balita. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains, 2(2), 145–149. Retrieved from
https://doi.org/10.29313/jiks.v2i2.5870
Sugiyono, P. D. (2017). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Teja, M. (2019). Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya.Pusat


Penelitian Badan Keahlian DPR RI, XI(22), 13–18.
T, N. A., & Masturoh, I. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementerian
Kesehatan RI.

Yusup, F. (2018). Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Kuantitatif.


Jurnal Tarbiyah : Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(1), 17–23. Retrieved from
https://doi.org/10.18592/tarbiyah.v7i1.2100
LAMPIRAN KUISIONER
KUISIONER PENELITIAN

Petunjuk pengisian: Berilah tanda check (✓) pada salah satu


jawaban yang anda pilih.

A. Identitas Responden

Kode Responden :

Umur :

Pendidikan terakhir:

( ) SD ( ) SMA

( ) SMP ( ) Perguruan Tinggi

Pendapatan

( ) < 1.500.000 ( ) > 1.500.000

Jumlah anak

()1 ()3

()2 ( ) Lebih dari 3

Keterangan :

STS : Sangat tidak setuju

TS : Tidak setuju

S : Setuju
SS : Sangat setuju

A. Perilaku sebelumnya (Prior related behaviour)

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saat hamil, saya mengkonsumsi susu ibu


hamil sebagai perilaku pemenuhan ibu
hamil dan janin

2 Saat hamil, saya mengkonsumsi zat besi


dan asam folat untuk pencegahan
terhadap anemia

3 Saya mengurangi konsumsi sayuran


hijau selama masa kehamilan

4 Saya mengesampingkan susu ibu hamil


sebagai pemenuhan kebutuhan ibu hamil

5 Saya menolak pemberian suplemen zat


besi dan asam folat saat hamil

6 Saya memenuhi kebutuhan yodium


dengan mengonsumsi ikan dan kacang-
kacangan pada saat hamil

7 Saat hamil saya menghindari konsumsi


ikan dan kacang-kacangan

8 Saya menambah asupan nutrisi saat


hamil dengan mengkonsumsi biskuit ibu
hamil
9 Mengkonsumsi sayuran hijau saat hamil
misalnya bayam, dapat meningkatkan
asupan zat besi dan asam folat pada
tubuh

10 Saya menggunakan garam beryodium


untuk mengolah makanan sehari-hari

11 Saat hamil, saya menggunakan garam


yang tidak mengandung yodium untuk
kegiatan sehari-hari

12 Saat hamil, saya mengkonsumsi


makanan harian tanpa diet makanan
tambahan ibu hamil

13 Saya memberikan imunisasi lengkap


kepada anak saya

14 Saya melakukan pencegahan diare


seperti memberikan air matang kepada
anak saya

15 Saya tidak pernah memberikan anak


saya obat cacing

16 Saya tidak memberikan anak saya


imunisasi lengkap

17 Saya menggangap mengkonsumsi air


matang tidak dapat mencegah terjadinya
diare

18 Saya rutin memberikan obat cacing 6


bulan sekali
19 Saya memberikan obat untuk mengobati
jika anak saya mengalami diare

B. Manfaat dari tindakan (Perceived benefits to action)

No Pernyataan STS TS S SS

1 Menurut saya, penurunan perkembangan


bukan akibat dari bayi pendek

2 Pertumbuhan dan perkembangan anak


akan berjalan dengan baik apabila anak
tidak mengalami bayi pendek

3 Menurut saya, biaya perawatan anak


sakit menurun jika anak tidak mengalami
bayi pendek

4 Biaya perawatan anak sakit tidak


dipengaruhi bayi pendek

C. Hambatan terhadap tindakan (Perceived barrier tp action)

No Pernyataan ST TS S SS
S

1 Saya merasa air bersih mudah


didapatkan

2 Jaminan kesehatan nasional membantu


dalam pelayanan kesehatan

3 Saya menyediakan makanan sehari-hari


yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral

4 Memiliki jamban keluarga yang bersih


dan sehat

5 Layanan kesehatan dan keluarga


berencana merupakan akses yang tidak
efektif

6 Makanan yang baik adalah makanan


yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral

7 Penggunaan sungai untuk melakukan


kegiatan MCK

8 Penggunaan jaminan kesehatan nasional


akan mempersulit proses pelayanan
kesehatan

9 Air yang kurang layak digunakan untuk


pemenuhan kebutuhan sehari-hari

10 Menurut saya, makanan sehari-hari tidak


harus mengandung kandungan gizi yang
lengkap

11 Program jampersal membantu ibu untuk


melakukan pemeriksaan kehamilan
sampai persalinan

12 Menurut saya layanan kesehatan


keluarga berencana membantu

13 Menu makanan yang baik adalah


makanan yang membuat kenyang tanpa
perlu memiliki kandungan gizi yang
lengkap

14 Pendidikan orang tua yang baik akan


berpengaruh pada anak itu sendiri

15 Penggunaan jampersal tidak memberikan


efek pada ibu hamil

16 Pendidikan gizi masyarakat dapat


meningkatan status gizi masyarakat

17 Status gizi masyarakat tidak dipengaruhi


oleh pendidikan gizi masyarakat

18 Pendidikan orang tua tidak


mempengaruhi dalam proses pengasuhan
anak

19 Jaminan sosial bagi keluarga miskin


dapat membantu meningkatkan
kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat

20 Pendidikan gizi masyarakat yang baik


dapat menurunkan prevalensi gizi kurang

21 Menurut saya, memberikan penjelasan


kesehatan seksual dan reproduksi pada
remaja memberikan banyak keuntungan

22 Jaminan sosial tidak memberikan


keuntungan bagi keluarga yang tidak
mampu

D. Perilaku pencegahan stunting


No Pernyataan Benar Tidak

1 Saya memberikan menu makanan berupa


sayur-sayuran, protein hewani maupun
nabati, dan karbohidrat

2 Saya memberikan ASI selama 6 bulan


pertama dan pemberian kolostrom pada anak
saya

3 Saya membiasakan anak saya untuk mencuci


tangan sebelum dan sesudah makan
menggunakan sabun

4 Saya memberikan makan kepada anak saya


hanya makanan yang disukai oleh anak saya
tanpa memperhatikan kandungan gizi nya

5 Saya menganggap ASI tidak harus diberikan


pada anak saya

6 Saya menganggap mencuci tangan tidak


berpengaruh pada terjadinya bayi pendek

Anda mungkin juga menyukai