DISUSUN OLEH :
FATHIYYATUSHOLIHAH (F0H020031)
DOSEN PEMBIMBING :
UNIVERSITAS BENGKULU
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya lah sehingga kami dapat menyusun Makalah
dengan judul “Askep mastoiditis” sebagai salah satu tugas untuk memenuhi syarat
perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
ditinjau dari segi isi maupun penulisannya. Karena itu bimbingan dan arahan untuk
kesempurnaan makalah ini masih sangat diperlukan dari berbagai pihak.
Kami menyadari pula bahwa makalah ini selesai tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik materil maupun moril. Untuk itu kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan, kami menyampaikan ucapan terima kasih pada
dosen terutam teman- teman yang telah membantu dengan informasi dan dukungan
moril. Semoga amal kalian dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata,
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
TINJAUAN TEORITIS...............................................................................................................................5
A. Anatomi Fisiologi......................................................................................................................5
B. Definisi......................................................................................................................................6
C. Etiologi......................................................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis......................................................................................................................6
E. Patofisiologi...............................................................................................................................7
F. Penatalaksanaan.........................................................................................................................7
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................11
ASKEP TEORITIS...................................................................................................................................11
A. Pengkajian Keperawatan.........................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................................11
C. Intervensi.................................................................................................................................12
D. Implementasi...........................................................................................................................15
E. Evaluasi...................................................................................................................................15
BAB IV..................................................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................................................16
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari
2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien
yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari
terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun
termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap
kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).
(anonim, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mastoiditis?
2. Apa asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien mastoiditis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu mastoiditis
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi
Indra pendengar merupakan salah satu alat pancaindra untuk mendengar.anatomi
telinga terdiri dari telinga bagian luar,tengah dan dalam.
5
bergerak melalui rongga telinga luar (auris eksterna) yang menyebabkan membran
timpani bergetar.getaran-getaran tersebut diteruskan menuju inkus dan stapes melalui
maleus yang terkait pada membran itu. Karena getaran yang timbul pada setiap tulang
itu sendiri, maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan ke
fenestra vestibuler menuju perilimfe.getaran perilimfe dialihkan melalui membran
menuju endolimfe dalam saluran koklea dan rangsangan mencapai ujung-ujung akhir
saraf dalam organ korti selanjutnya dihantarkan menuju otak.
B. Definisi
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum
timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat
menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan
terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan
pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar.
Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses
superiosteum ( Sumber, tahun )
C. Etiologi
Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:
1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul
di sel-sel udara mastoid
2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain:
1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang
dideritanya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu
streptococcus pnemonieae. Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus
hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus
viridians, H. Influenza
D. Manifestasi Klinis
Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain:
6
3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus
(lemak).
5. Dinding posterior kanalis menggantung.
6. Pembengkakan postaurikula.
7. Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh
cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
E. Patofisiologi
Mastoiditis umumnya disebabkan oleh Infeksi oleh streptococcus (60%),
pneumococcus (30%), staphylococcus aureus/albus, s. viridians, H. influezae. Bakteri ini
menyerang telinga bagian luar kemudian menjalar ke cavum tympani. Cavum tympani
mengalami peradangan. Eksudat mulai terakumulasi. Kemudian infeksi menjalar ke
tulang mastoid, mastoid menjadi meradang. Peradangan mastoid ini bisa menjadi 4
macam yaitu jenis I yaitu mastoiditis disertai nanah dan jaringan granulasi, jenis II
mastoiditis dan kolesteatom, mastoiditis campuran (campuran jenis 1 dan 2), Mastoiditis
yang sklerotik .
Bila mastoiditis ini terus berlanjut maka akumulasi eksudat dan nanah semakin
meningkat, kemudian dapat menimbulkan edema dan ulserasi dibeberapa tempat. Akibat
selanjutnya eksudat dan nanah menekan pembuluh darah dan penekanan ini
menyebabkan nekrosis dan granulasi ruang abses. Tulang bagian dalam juga bisa
mengalami peradangan (osteitis). Peningkatan akumulasi eksudat di telinga bagian
dalam. Eksudat bercampur nanah mencoba mencari jalan keluar. Komplikasi selanjutnya
abses subperiosteum.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi
Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per oral
dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus β-
hemoliticus atau Pneumococcus. H.influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan
hasil test kultur dan hasil resistensi.
7
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan
jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari.
Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan
tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan membran timpani
sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang
terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang
semuanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan
telinga te-ngah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan
syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya
kemampuan klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan
menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII).
Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media
purulen yang kronis dan luka infeksi.
A. Mastoidektomi
a. Mastoidektomi Sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid
dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti
pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka
aditus ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang lengkap harus
membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel
mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid
tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan
mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan patologik
dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi
mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang. Dibedakan menjadi :
8
mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang
liang telinga.
b. Mastoidektomi Superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis,
spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang
dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan
tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga
berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan
tulang.
c. Mastoidektomi dalam
Antrum Mastoid
Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju
pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung
dengan aditus ad antrum yang menghubungkan rongga mastoid dengan
kavum timpani. Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang
liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis,
juga dengan melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan
dengan tegmen mastoid, maka di sebelah dalam segitiga imajiner
Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.
Aditus ad Antrum
Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri bagian
anterior-superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan
tegmen mastoid.
Fosa Indikus
Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang
prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.
d. Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty, modified
radical mastoidectomy, open method tympanoplasty) adalah modifikasi dari
mastoidektomi radilkal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan
membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding
9
belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai
drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut
sino-dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang
seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak.
Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan
meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid atau kavum
timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang
rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal,
maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa
kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses
patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap dipertahankan,
bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis. Kemudian
kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free
fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga
rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
B. Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze
(Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau
endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing
dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik
steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas,
pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis
digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami
kemajuan setelah balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan
teknik komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan
melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Perawat melatih
klien mengenai perawatan post operasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
b. Foto Mastoid
c. Kultur Bakteri Telinga
d. MRI
e. CT Scant
f. Radiologi
g. Tympanocintesis & myringotomi
10
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada telinga bagian belakang engan sekala nyeri 6
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang
baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar
cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat:
a. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b. Kemerahan pada kompleks mastoid
c. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir
d. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
11
5. Takikardi
6. Takipnea
7. Kulit terasa hangat
C. Intervensi
12
menurun b. Monitor suhu menurun
c. Suhu tubuh tubuh b. Agar tubuh
membaik c. Monitor kadar mendapatkan suhu
d. Suhu kulit elektrolit yang baik
membaik Terapeutik c. Sebagai obat untuk
e. Takipnea a. Sediakan mengurangi
meningkat lingkungan yang hipertermia
f. Kejang dingin Edukasi
meningkat b. Longgarkan atau a. Meningkatkan
g. Tekanan darah lepaskan pakaian kenyamanan
membaik c. Berikan cairan istirahat serta
oral dukungan
Edukasi Kolaborasi
a. Anjurkan tirah a. Menghindari
baring kehilangan air
Kolaborasi natrium klorida dan
a. Kolaborasi kalium yang
pemberian cairan berlebihan
dan elektrolit IV
13
3. Nafsu terhadap respon nyeri dirasakan oleh klien
makan 6. Identifikasi 4. Mengetahui faktor
membaik pengaruh nyeri pada tentang nyeri
4. Gelisah kualitas hidup 5. Mengetahui
menurun 7. Monitor pengetahuan tentang nyeri
5. Perasaan keberhasilan terapi pada klien
mengalami komplementer yang 6. Mengetahui
cedera sudah diberikan pengaruh nyeri pada klien
berulang 8. Monitor efek 7. Mengetahui
menurun samping penggunaan keberhasilan terapi
analgetik komplementer yang sudah
diberikan pada klien
Terapeutik 8. Mengetahui efek
1. Berikan teknik samping obat
nonfarmokologis
untuk mengurangi rasa Terapeutik
nyeri 1. Memberi klien
2. Kontrol melakukan teknik
lingkungan yang nonfarmakologis (kompres
memperberat rasa air hangat aau dingin)
nyeri 2. Membantu pasien
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
istirahat dan tidur 3. Mengetahui jenis
4. Pertimbangan dan sumber nyeri yang
jenis dan sumber nyeri dialami klien
dalam pemilihan
strategi meredakan Edukasi
nyeri 1. Mengetahui
Edukasi: penyebab priode pada klien
1. Jelaskan 2. Mengetahui strategi
penyebab periode dan merdakan nyeri pada klien
pemicu nyeri 3. Membantu rasa
2. Jelaskan nyeri secara mandiri
strategi meredakan 4. Membantu klien
14
nyeri melakukan analgetik
3. Ajurkan 5. Membantu klien
memonitor nyeri untukmelakukan teknik
secara mandiri nonmarfakologis
4. Ajurkan
menggunakan Kaloborasi
analgetik secara tepat 1. Pemberian
5. Ajarkan teknik analgetik dapat membolak
nonfarmakologis nyeri pada susunan saraf
untuk mengurangi rasa fusat. Dan dapat
nyeri mengurangi rasa nyeri
pada pasien
Kaloborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu.
D. Implementasi
Impelementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju
status kesehatan yang baik/optimal.Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yaitu dukungan ambulasi,manajemen hipertermia
E. Evaluasi
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil
yang diharapkan dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil yang
diharapkan dan tujuan klien mengindikasikan diperlukanya modifikasi pendekan yang
digunakan dengan melakukan pengkajian kembali kondisi klien, merevisi diagnosa
kepererawatan,dan menyesuaikan tindakan keperawatan yang dipilih.
BAB IV
15
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan
dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis
media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis
dan abses otot.
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum
timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat
menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan
terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan
pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar.
Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses
superiosteum.
Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:
1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di
sel-sel udara mastoid
2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis
antara lain:
1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang
dideritanya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut yaitu
streptococcus pnemonieae.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta:
EGC
http://ndrie-askep.blogspot.com/2009/08/askep-mastoiditis.html
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator diagnotik.
Jakarta. DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan.
Jakarta. DPP PPNI
PPNI (2018). Standar intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan keperawatan .
Jakarta. DPP PPNI
17
18