Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Terapi Akupresur Untuk Mengatasi Nyeri Akut Pada Hipertensi

1. Hipertensi

a. Pengertian hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan abnormal tekanan

darah dalam pembuluh arteri secara terus -dmenerus lebih dari satu periode. Hal

tersebut dapat terjadi bila arteriole- arteriole kontriksi. Kontriksi arteriole ini

dapat membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding

arteri. Hipertesi dapat menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila

berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi

juga dapat diartikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seseorang (Udjianti, 2010).

Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten di mana sistolik di atas

140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi

diartikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

Hipertensi adalah penyebab utama dari gagal jantung, stoke, dan gagal ginjal.

Hipertensi disebut sebagai pembunuh diam-diam dikarenakan orang dengan

hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Begitu penyakit ini diderita, tekanan

darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan

kondisi seumur hidup. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari

90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), di mana tidak dapat

ditemukan penyabab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan

penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempiran arteri renalis


atau parenkhim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor, dan kehamilan.

(Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013)

b. Etiologi hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah 90% dari seluruh kasus

hipertensi yaitu hipertensi esensial yang diartikan sebagai peningkatan tekanan

darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor yang diduga

berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial adalah sebagai berikut

a) Genetik : individu yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi

berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

b) Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca-

menopause berisiko tinggi mengalami hipertensi.

Semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi

juga semakin besar (Sutanto, 2010)

c) Diet : mengonsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

dapat berhubungan dengan perkembangan hipertensi

d) Berat badan : obesitas (>25% di atas BB ideal) dapat dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi

e) Gaya hidup : merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol dapat

meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup terus menetap seperti itu.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah 10% dari seluruh kasus hipertensi yaitu hipertensi

esensial yang diartikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi

8
yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor

pencetus dari hipertensi sekunder antara lain : penggunaan kontrasepsi oral,

coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris),

kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar, dan stres (Udjianti,

2010) c. Patofisiologis hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut kebawah di korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor.

Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal menyekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin.

9
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada

akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler, semua faktor tersebut cenderung mencetuskan

hipertensi (Padila, 2013).

d. Tanda dan gejala hipertensi

Biasanya tanda-tanda dan peringatan untuk hipertensi dan sering disebut “silent

killer”. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara lain, sakit

kepala (rasa berat di tengkuk), nyeri sekitar kepala dan leher, palpitasi, kelelahan,

nausea, vomiting, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada,

epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta

kesulitan tidur (Muttaqin, 2014)

e. Penatalaksanaan hipertensi

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan

terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140

mmHg dan tekanan distolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal

ini dapat dilakukan melalui modifikasi gaya hidup, pola makan atau dengan obat

antihipertensi (Padila, 2013).

Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi adalah dengan

menggunakan terapi oksigen, pemantauan hemodinamik, pemantauan jantung, dan

obat-obatan. Penatalaksanaan pengobatan secara non-farmakologis, antara lain, terapi

akupresur, relaksasi napas dalam, pengaturan diet rendah garam,

10
diet tinggi kalium, diet kaya buah dan sayur, diet rendah kolesterol, penurunan

berat badan, olahraga, dan memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat (Padila,

2013)

2. Nyeri akut

a. Pengertian nyeri akut

Nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Nyeri timbul bila ada kerusakan

jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara

menghilangkan stimulus nyeri. Aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan

bertopang pada tulang iskhia selama jangka waktu lama dapat menyebabkan

kerusakan jaringan karena berkurangnya aliran darah menuju ke kulit yang

tertekan oleh berat badan seseorang tersebut. Bila kulit menjadi nyeri akibat

iskemia, dalam keadaan bawah sadar, orang itu akan mengubah posisinya. Pasien

yang kehilangan sensai nyeri, setelah mengalami kecelakaan pada medulla

spinalis, tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak akan mengubah posisinya.

Keadaan ini akan menimbulkan kerusakan dan deskuamasi kulit pada daerah

yang tertekan (Llyas, 2016).

Nyeri akut adalah pengalaman atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual, atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

b. Jenis nyeri dan kualitasnya

Nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama yaitu nyeri cepat dan nyeri nyeri

lambat. Stimulus diberikan maka nyeri cepat timbul dalam waktu sekitar 0,1 detik,

sedangkan nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara

11
perlahan meningkat selama beberapa detik dan kadang kala bahkan beberapa

menit (Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013).

Nyeri cepat juga memiliki banyak nama lain yaitu seperti nyeri tajam, nyeri

tertusuk, nyeri akut, nyeri tersetrum. Jenis nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum

ditusukkan ke dalam kulit, nyeri berputar, atau bila kulit terbakar secara akut. Nyeri

ini juga akan terasa bila kulit mendapat setruman listrik. Nyeri cepat- tajam tidak

terasa di sebagian besar jaringan dalam tubuh (Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013).

Nyeri lambat juga mempunyai banyak nama lain yaitu seperti, nyeri terbakar

lambat, nyeri tumpul, nyeri berdenyut, nyeri mual, nyeri kronis. Jenis nyeri ini

biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat berlangsung lama, dan

rasa sakit dapat menjadi penderitaan yang hampir tidak tertahankan. Nyeri ini

dapat terasa di kulit dan hampir semua jaringan atau organ dalam (Suzanne, C.

Smeltzer, Bare, 2013).

c. Mekanisme nyeri akut

Proses nyeri mulai stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious sampai

terjadinya pengalaman subjektif nyeri yang bisa dikelompokan menjadi 4 proses,

yaitu; transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Secara tingkat mekanisme

nyeri dimulai dari stimulus nosiseptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang

kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor di mana stimulus noxious

tersebut akan berubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau

aktivasi reseptor. Potensial aksi tersebut akan ditranmisikan menuju neuron

susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama trasmisi

adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla

spinalis. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis

12
menuju batang otak dan thalamus. Kemudian akan terjadi hubungan timbal balik

antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengatur respons

persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Rangsangan nosiseptifptif

tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi

tanpa stimulus nosiseptifptif. Proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi

proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada

kornu dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, pesan nyeri

dipisah menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan

(Aru W.Sudoyo, 2010).

d. Tanda dan gejala nyeri akut

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), tanda dan gejala nyeri akut

disajikan seperti tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1
Tanda Gejala Mayor dan Minor Nyeri Akut

Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor


Mengeluh nyeri Tekanan darah meningkat
Tampak meringis Pola napas berubah
Bersikap protektif (mis. Waspada, Nafsu makan berubah
posisi menghindari nyeri)
Gelisah Proses berpikir terganggu
Frekuensi nadi meningkat Menarik diri
Sulit tidur Berfokus pada diri sendiri
Diaforesis
(Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

e. Pengukuran nyeri

Pengukuran nyeri merupakan pengukuran satu dimensional saja (one-

demensional) atau pengukuran berdemensi ganda (multi-demensional). Pada

pengukuran satu dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek nyeri

saja, sedangkan pengukuran multi-demensional dimaksudkan tidak hanya terbatas

13
pada aspek sensosik belaka, namun juga termasuk pengukuran dari segi afektif

atau bahkan proses evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini. Pengukuran

nyeri dibagi menjadi 5 yaitu, pengukuran nyeri secara kategorikal, secara

numerical, visual analogue, pengukuran nyeri menggunakan alat

elektromekanikal, dan skala nyeri menurut bousbanis. (Aru W.Sudoyo, 2010).

Penelitian ini peneliti menggunakan kolabolasi 2 metode yaitu dengan

menggunakan skala nyeri secara numerical dan skala nyeri menurut bourbanis.

Numerical Rating Scale (NRS) merupakan pengukuran nyeri di mana kepada

pasien diminta untuk memberikan angka 1 sampai 10. Nol diartikan sebagai tidak

ada nyeri sedangkan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri yang hebat dan tidak

tertahankan oleh pasien. Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien baik bila

kepada pasien tersebut diminta secara lisan atau mengisi form kuesioner. Angaka

0 menunjukkan tidak terdapat rasa nyeri sedangkan 10 menandakan nyeri yang

sangat hebat dan tidak tertahankan (Aru W.Sudoyo, 2010).

Gambar 1 Pengukuran Nyeri secara Numerical Rating Scale (NRS)

Skala nyeri menurut bourbanis merupakan cara pengukuran yang hampir

sama dengan NRS akan tetapi kategori lebih diperjelas dan memudahkan perawat

dalam melakukan pengkajian (Mubarak, 2015)

14
Gambar 2 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan:

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

4-6 : nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti

perintah dengan baik

7-9 : nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi napas panjang

dan distraksi

10 : nyeri berat tidak terkontrol, klien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul (Mubarak, 2015)

f. Penatalaksanaan nyeri dan obat-obatan

Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki risiko relatif rendah,

tidak mahal, dan onsetnya cepat. WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam

penggunaan analgesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang, adalah

obat golongan non opioid seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini diberikan

tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, langkah 2

ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat

tambahan lain. Jika nyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan

15
dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat

tambahan lain.

Dosis pengobatan harus dijadwal secara teratur untuk memelihara kadar obat

dan mencegah kambuhnya nyeri. Dosis tambahan yang onsetnya cepat dan

durasinya pendek, digunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba (Aru

W.Sudoyo, 2010)

g. Penatalaksanaan nyeri dengan metode lain

Menurut (Aru W.Sudoyo, 2010), terapi non obat (non farmakologis) untuk

manajemen nyeri adalah :

1) Injeksi pada sendi, menggunakan steroid dan anestesi lokal dapat mengurangi

nyeri dan radang pada sendi spinal. Prosedur ini kalau perlu dilakukan dengan

bimbingan sinar X. Prosedur ini juga dapat meredakan nyeri kronik pada sendi

panggul dan sendi bahu.

2) Terapi Stimulasi, ENS (Trans cutaneous electrical stimulation) menggunakan

bantal khusus yang dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran

3) listrik lemah kepermukaan kulit dari area nyeri, akupuntur, dan juga akupresur

4) Program manajemen nyeri dan bantuan psikologi merupakan program

rehabilitasi berdasarkan psikologi untuk pasien dengan nyeri kronik yang tidak

pulih dengan metode terapi. Program ini bertujuan untuk mengurangi disabilitas

dan stress yang disebabkan oleh nyeri kronik melalui pengajaran fisik, psikologis

dan teknis praktis untuk memperbaiki kualitas nyeri.

5) Pembedahan, pada beberapa kasus, terapi bedah diperlukan untuk mengurangi

nyeri kronik. Terapi ini merupakan pilihan terakhir yang dilakukan bila semua

usaha untuk mengurangi nyeri gagal.

16
3. Terapi akupresur

a. Pengertian akupresur

Akupresur merupakan suatu kata yang berasal dari kata accus yang artinya

jarum dan pressure yang artinya menekan. Pada awalnya akupresur sering

dikatakan akupuntur, hal ini dikarenakan teori dasar akupresur berpedoman pada

ilmu akupuntur. Perangsangan dengan menusukan jarum pada ilmu akupresur

diganti dengan penekanan menggunakan jari atau alat bantu berupa benda tumpul

yang tidak melukai atau mencederai tubuh klien (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2012).

Akupresur merupakan salah satu bentuk pengobatan tradisional keterampilan

dengan cara menekan titik-titik akupuntur dengan penekanan menggunakan jari

atau benda tumpul di permukaan tubuh, dalam rangka mendukung upaya

promotif, preventif, dan rehabilitatif dalam lingkup pelayanan kesehatan

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Sesuai dengan sejarahnya maka dasar falsafah akupresur adalah falsafah

alamiah. Hukum keseimbangan, sebab akibat, perubahan kualitas dan kuantitas,

saling ketergantungan, holistik, saling mempengaruhi, menjadi pertimbangan

dalam melaksanakan tindakan akupresur (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2011).

Selama tidak bertentangan dengan irama alam, akupresur dapat dilakukan

secara rutin, teratur, terarah, serasi sesuai dengan kondisi dan kenyamanan klien.

Pengobatan akupresur aman dilakukan, karena itu tidak melukai tubuh dan tidak

memasukkan zat-zat tertentu ke dalam tubuh, di samping itu murah dan mudah

karena dapat dilakukan oleh siapa saja yang telah mempelajari ilmu dan teknik

17
akupresur dengan baik dan benar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2011).

Akupresur adalah salah satu teknik pengobatan tradisional Cina yang

dipergunakan untuk menurunkan nyeri, mengobati penyakit dan cedera.

Akupresur dilakukan dengan memberikan tekanan fisik di beberapa titik

permukaaan tubuh yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan

pada kasus gejala nyeri. (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

b. Langkah-langkah pemberian akupresur

Alat- alat yang dibutuhkan untuk pemberian terapi akupresur :

1) Minyak

2) Sarung tangan (k/p)

3) Tissue

4) Handuk Kecil

5) Antiseptic

6) Alat bantu pijat sederhana berupa benda tumpul yang terbuat dari kayu, dan

logam yang tidak melukai tubuh

Standar prosedur operasional pemberian terapi akupresur pada pasien

hipertensi yaitu :

1) Persiapkan alat- alat yang diperlukan

2) Cuci tangan

3) Beri salam, tanyakan nama klien dan panggil dengan namanya serta

perkenalkan diri ( untuk pertemuan pertama)

4) Menanyakan keluhan/ kondisi klien

5) Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan dan hal yang perlu dilakukan

18
oleh klien selama terapi akupresur dilakukan

6) Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya sebelum terapi

dilakukan

7) Lakukan pengkajian untuk mendapatkan keluhan dan kebutuhan

komplementer yang diperlukan

8) Jaga privasi klien dengan menutup tirai

9) Atur posisi klien dengan memposisikan klien pada posisi terlentang (supinasi),

duduk, duduk dengan tangan bertumpu di meja, berbaring miring, atau tengkurap

dan berikan alas

10) Pastikan klien dalam keadaan rileks dan nyaman, serta melakukan doa bersama

11) Bantu melepaskan pakaian klien atau aksesoris yang dapat menghambat

tindakan akupresur yang akan dilakukan, jika perlu

12) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu

13) Cari titik-titik rangsangan yang ada di tubuh, menekannya hingga masuk ke

sistem saraf. Bila penerapan akupuntur memakai jarum, akupresur hanya memakai

gerakan dan tekanan jari atau dapat menggunakan benda tumpul yang tidak melukai

atau mencederai tubuh, yaitu jenis tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus atau usap.

a) Titik LI 11 yaitu berada antara olecranon dan lipat siku bagian radial dibagi 2

b)

Gambar 3 Titik LI 11

Indikasi : Sakit panas, gatal-gatal


19
b) Titik GB 20 adalah pada lekukan kiri kanan di belakang kepala, 1 cun di atas

batas rambut

Gambar 4 Titik GB 20

Indikasi : sakit kepala, gejala flu, kaku leher, nyeri bahu, mata merah,

gangguan Bicara (gagap)

c) Titik CV 12 berada pada bagian samping perut di ujung iga ke sebelah

Gambar 5 Titik CV 12

Indikasi : gangguan hati, perut kembung, nyeri daerah iga, nyeri punggung dan

pinggang, mencret

d) Titik SP 6 merupakan titik yang berada di 3 cun ke atas dari mata kaki

bagian dalam

20
Gambar 6 Titik SP 6

Indikasi : menormalkan fungsi limpa, lambung, gangguan pencernaan, usus bunyi,

kembung, mencret, haid tidak teratur, keputihan , kesulitan melahirkan,

perdarahan, emisi seminal, disfungsi ereksi, ngompol, nyeri tungkai bawah

e) Titik ST 36 adalah titik yang berada pada 3 cun di bawah titik ST 36

Gambar 7 Titik ST 36

Indikasi : gangguan pencernaan karena dingin, sering lapar, kembung, nyeri

lambung, sembelit, nyeri tenggorokan, nyeri lutut dan kaki, badan bengkak,

meningkatnya daya tahan tubuh

f) GV 20 berada pada 5 cun ke belakang dari batas rambut depan, letaknya di

puncak kepala

21
Gambar 8 Titik GV 20

Indikasi : sakit kepala, sakit puncak kepala, ayan, pusing

g) Titik EX HN 3 berada antara pertengahan ke 2 alis

Gambar 9 Titik EX HN 3

Indikasi : sakit kepala bagian depan, pusing, gangguan pada hidung, gangguan

pada mata

h) Titik L1 4 berada ketika telunjuk dan ibu jari dirapatkan, terdapat tonjolan

tertinggi di punggung tangan di antara metacarpal 1 dan 2

Gambar 10 Titik LI 4

Indikasi : sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, sembelit, mencret, nyeri haid

i) Titik GB 21 berada pada lekukan kiri dan kanan di belakang kepala, 1 cun di

atas batas rambut

22
Gambar 11 Titik GB 21

Indikasi : nyeri kepala, vertigo, nyeri bahu, lengan tak dapat diangkat, hipertensi

j) Titik LR 3 berada di punggung kaki pada cekungan antara pertemuan tulang

metatarsal satu dan dua

Gambar 12 Titik LR 3

Indikasi : nyeri kepala, pendarahan, nyeri daerah testis, nyeri iga, nyeri

pinggang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

14) Setelah titik di tentukan, oleskan minyak secukupnya pada titik tersebut untuk

menambahkan kenyamanan dan memudahkan melakukan pemijatan atau

penekanan dan mengurangi nyeri/ lecet ketika penekanan dilakukan

15) Lakukan pemijatan atau penekanan menggunakan jempol tangan/ jari atau alat

bantu pijat sederhana lainnya dengan 30 kali pemijatan atau pemutaran searah

jarum jam untuk menguatkan dan 40-60 kali pemijatan atau putaran kearah kiri

untuk melemahkan. Pijatan ini dilakukan pada masing – masing bagian tubuh

( kiri dan kanan ) kecuali pada titik yang terletak dibagian tengah

16) Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai dilakukan, rapikan klien

23
kembalikan ke posisi yang nyaman

17) Evaluasi perasaan klien

18) Berikan reinforcement positive kepada klien dan berikan air putih 1 gelas atau

sarankan untuk mengonsumsi minuman herbal dan infused water

19) Rapikan alat-alat dan cuci tangan

20) Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah tindakan dilakukan

21) Lakukan kontrak untuk terapi selanjutnya bila diperlukan

22) Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

23) Cuci tangan

c. Pengaruh akupresur terhadap nyeri akut

Akupresur adalah suatu tindakan pengobatan tradisional yang dilakukan

dengan cara menekan titik-titik akupuntur menggunakan jari atau benda tumpul

yang tidak melukai tubuh. Kelebihan dari akupresur ini lebih rendah risiko efek

samping, mudah dilakukan dan dipelajari, bermanfaat untuk menghilangkan nyeri

dan relaksasi (Roza et al., 2019). Akupresur juga efektif dalam menghilangkan

berbagai gejala yang menyertai penyakit dengan cara menyeimbangkan aliran

energi tubuh (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

Akupresur pada titik akupuntur akan memberikan efek lokal yaitu penurunan

rasa nyeri pada daerah sekitar titik penekanan. Energi akupresur pada titik akupuntur

akan mengalir melalui aliran meridian menuju target organ. Teori akupuntur

analgesia telah menjelaskan mekanisme akupresur dalam menurunkan tingkat nyeri

akut maupun kronik. Akupresur dapat menurunkan nyeri pada proses persalinan

sekaligus mempercepat prosesnya. Akupresur juga menurunkan nyeri

24
pada saat haid, nyeri punggung, nyeri kepala, nyeri lutut, nyeri artritis, nyeri leher

dan nyeri kanker payudara. (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

Menurut penelitian Enggal Hadi Kurniawan (2016), mengatakan bahwa

akupresur pada kelompok intervensi dengan sampel 14 orang secara signifikan

rata-rata dapat menurunkan skor nyeri yang diukur dengan VAS (visual analog

scale) yaitu (32,9-26) dengan p=0,002. Menurut penelitian Rosa Rika (2019),

menyebutkan bahwa terdapat perbedaan skor sebelum dan sesudah pemberian

akupresur pada kelompok intervensi. Berdasarkan uji statistik dapat dilihat bahwa

nilai p-value = 0,000 maka dapat disimpulkan perbedaan yang signifikan tingkat

nyeri pada kelompok intervensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hsieh (2010) tentang intensitas nyeri pada siswi sebelum

dilakukan akupresur rata-rata tingkat nyeri ringan, sedang, dan berat setelah

dilakukan pemberian akupresur nyeri berkurang dan hilang. (Roza et al., 2019)

B. Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi Akupresur Untuk

Mengatasi Nyeri Akut Pada Pasien Hipertensi

1. Pengkajian

Pengkajian skrinning adalah langkah awal pengumpulan data. Pengkajian

mendalam dilakukan lebih fokus, memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi

informasi yang diidentifikasi dalam pengkajian skrinning awal, dan untuk mencari

petunjuk tambahan yang mungkin mendukung atau menggugurkan bakal diagnosis

keperawatan. (NANDA Internasional Nursing, 2018). Terdapat 14 jenis subkategori

data yang harus dikaji yakni respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas

dan istirahat, neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan

25
kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,

penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016).

Pengkajian pada pasien hipertensi menggunakan pengkajian mendalam

mengenai nyeri akut dengan kategori psikologi dan subkategori nyeri dan

kenyamanan. Pengkajian dilakukan sesuai dengan gejala dan tanda mayor nyeri

akut yaitu dilihat dari data subjektif pasien mengeluh nyeri. Dilihat dari data

objektif yaitu pasien tampak meringis, bersikap protektif (mis, waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan

tanda minor nyeri akut yaitu dilihat dari data subjektif (tidak tersedia). Dilihat

dari data objektif pasien mengalami peningkatan tekanan darah, pola napas

berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus

pada diri sendiri, diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Selain itu, pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi dengan nyeri akut

meliputi data umum mengenai identitas pasien, anamnesis riwayat penyakit, dan

pemeriksaan fisik (Asmadi, 2012)

a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, status perkawinan, suku bangsa, dan diagnosis medis.

b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan

pasien untuk meminta bantuan kesehatan, seperti keluarga pasien mengeluh

bahwa pasien tampak meringis, gelisah, dan sulit tidur.

c. Data riwayat penyakit saat ini merupakan pengumpulan data yang

dilakukan untuk menentukan sebab dari hipertensi yang menyebabkan

terjadinya agen pencedera fisiologis sehingga mengakibatkan nyeri akut.

26
d. Data riwayat penyakit dahulu merupakan suatu riwayat penyakit yang

pernah dialami oleh pasien sebelumnya seperti penyakit gagal ginjal kronis,

stroke, dll. Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab hipertensi.

e. Data riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit

kardiovaskuler merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya hipertensi.

f. Data pemeriksaan fisik haed to toe untuk melihat ada keluhan atau

kelainan pada klien.

g. Menurut (Mubarak, 2015), data pendekatan pengkajian nyeri adalah

dengan PQRST, yaitu sebagai berikut :

P (provoking atau pemacu) yaitu faktor yang memperparah atau meringankan

nyeri

Q (quality atau kualitas) yaitu kualitas nyeri (misalnya, tumpul, tajam,

merobek)

R (region atau daerah) yaitu daerah perjalanan nyeri

S (severity atau keganasan) yaitu intensitasnya

T (time atau waktu) yaitu serangan, lamanya dan frekuensi

h. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), data pasien nyeri akut

termasuk dalam kategori psikologis dan subkategori nyeri dan kenyamanan,

perawat harus mengkaji data gejala dan tanda mayor dan minor, yaitu :

1) Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif : mengeluh nyeri

b) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis, waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

2) Gejala dan tanda minor

27
a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan

berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

diaforesis

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik yang

berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan. Proses penegakan diagnosis (diagnostic process)

merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data,

identifikasi masalah dan perumusan diagnosis. Diagnosis keperawatan memiliki dua

komponen utama yaitu masalah (problem) yang merupakan label diagnosis

keperawatan yang menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi

kesehatan, dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab, tanda/gejala dan

faktor risiko. Pada diagnosis aktual, indikator diagnostik hanya terdiri atas penyebab

dan tanda/gejala. Nyeri akut termasuk dalam jenis kategori diagnosis keperawatan

negatif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit sehingga

penegakkan diagnosis ini akan mengarah pada pemberian intervensi yang bersifat

penyembuhan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

Diagnosis keperawatan yang difokuskan pada penelitian ini adalah nyeri akut

berhubungan dengan (b.d) agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,

neoplasma) dibuktikan dengan (d.d) pasien tampak meringis, bersikap protektif

(mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit

28
tidur, mengeluh nyeri, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu

makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri

sendiri, diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh dengan pertimbangan

yang sistematis dan mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah

untuk membuat intervensi keperawatan (Koizer, 2011). Intervensi keperawatan

adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang

diharapkan. Komponen intervensi keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu

label merupakan nama dari intervensi yang menjadi kata kunci untuk memperoleh

informasi terkait intervensi tersebut. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi

keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan,

manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan,

perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrinning dan terapi. Definisi merupakan

komponen yang menjelaskan makna dari label intervensi keperawatan. Tindakan

merupakan rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada intervensi

keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi tindakan observasi, tindakan

terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

2018).

Klasifikasi intervensi keperawatan nyeri akut termasuk dalam kategori

psikologis yang merupakan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk

mendukung fungsi dan proses mental. Nyeri akut termasuk ke dalam subkategori

29
nyeri dan kenyamanan memuat kelompok intervensi yang meredakan nyeri dan

meningkatkan kenyamanan. Pengklasifikasian intervensi keperawatan dilakukan

berdasarkan analisis kesetaraan (similarity analysis) dan penilaian klinis (clinical

judgement). Intervensi keperawatan yang bersifat multikategori atau dapat

diklasifikasikan ke satu atau lebih dari satu sub kategori, maka dapat diklasifikasikan

berdasarkan kecenderungan dominan salah satu kategori atau sub kategori (Tim

Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Perawat sebelum menentukan perencanaan

keperawatan maka terlebih dahulu menetapkan luaran (outcome). Aspek-aspek yang

dapat diobservasi dan diukur dengan kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien,

keluarga, dan komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan merupakan

komponen dari luaran (outcome). Luaran (outcome) terdiri dari dua jenis yaitu luaran

positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan). Komponen luaran

keperawatan terdiri atas 3 komponen utama, yaitu label, ekspektasi, dan kriteria hasil

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019). Perencanaan keperawatan nyeri akut dapat

dijelaskan seperti tabel 2 berikuti ini :

Tabel 2

Perencanaan Keperawatan Nyeri Akut

Diagnosis Luaran/ outcome Intervensi


Keperawatan (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1 2 3
Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI Label :
berhubungan asuhan keperawatan … Manajemen nyeri
dengan agen x … jam diharapkan Observasi :
pencedera tingkat nyeri menurun Identifikasi lokasi,
fisikologis dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri

30
1 2 3
SLKI Label : Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri : Identifikasi respon nyeri non
Keluhan nyeri verbal
menurun Identifikasi pengetahuan dan
Meringis menurun keyakinan tentang nyeri
Gelisah menurun Monitor keberhasilan terapi
Kesulitan tidur komplementer (terapi
menurun akupresur) yang sudah
Mual dan muntah diberikan
menurun Terapeutik :
Tanda-tanda vital Berikan Teknik non
membaik farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kontrol lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
Edukasi :
Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
(Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018)

31
4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan suatu fase di mana perawat

melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya

(Koizer, 2011). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik

yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas

observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.

Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa

tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga

tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan

tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga.

Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada

tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi

keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2012)

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan

(Koizer, 2011). Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi

terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program

berlangsung. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan

informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani, 2011). Dalam perumusan

evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah

SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing) (Achjar, 2012). Adapun komponen

SOAP yaitu S (Subjektif) di mana perawat menemui keluhan yang dikatakan pasien

32
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang

berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien

dan yang dirasakan setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah

interprestasi dari data subjektif dan objektif, P (Planning) adalah perencanaan

keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari

rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan saat melakukan intervensi

keperawatan sebelumnya.

33

Anda mungkin juga menyukai