Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RESUME PASIEN ARDS DAN VENTILATOR

KEPERAWATAN KRITIS

Dosen Pengampu :

Ns. Dini Rudini,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

Mori Fajar Jauhary (G1B118058)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
PENGERTIAN
ARDS atau acute respiratory distress syndrome adalah gangguan pernapasan berat
yang disebabkan oleh penumpukan cairan di alveoli atau kantung udara kecil di paru-
paru. Gejala utamanya adalah sesak napas berat dan sulit bernapas.
ETIOLOGI
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang
dapat  berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit
tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi,
mikroorganisme dan produknya(terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap
parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis
menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. Aspirasi cairan lambung menduduki
tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan
pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan
menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar. Faktor risiko penyebab ARDS dapat
dilihat pada tabel Dibawah ini
Contoh Multiple Hit Model antara faktor predisposisi, faktor modifier dan pengobatan
dengan terjadinya ARDS

PATOGENESIS
Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada
ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan
kapiler sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Derajat kerusakan epithelium
alveolar ini menentukan prognosis.
Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan
sel  pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa
sel pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah
pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10%
permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik
intraselular, transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan.
Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam
mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase aku terjadi
pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran
hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang gundul (dapat dilihat pada
gambar 2). Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial
dipenuhi cairan yang kaya akan protein.  
Gambar 2. Keadaan alveoli normal dan alveoli yang mengalami kerusakan saat fase
akut pada ALI dan ARDS 

Keberadaan mediator anti inflamasi, interleukin-1-receptor antagonists, soluble


tumor necrosis factor receptor, auto antibodi yang melawan Interleukin/IL-8 dan IL-10
menjaga keseimbangan alveolar. Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah
edema paru interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena
atelektasis kongestif difus.  Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya
pada ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama
sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan
interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli
(alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance
paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel
darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik.
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru
menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.
Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan
(mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan
pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan
menurun 40%.
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat
selanjutnya  merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun
respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan
kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya
menurunkan kapasitas difusi. 
Secara ringkas, terdapat 3 fase kerusakan alveolus pada ARDS yaitu:
1. Fase eksudatif : fase permulaan, dengan cedera pada endothelium  dan
epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut. 
2. Fase proliferatif : terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan
proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast,  menyebabkan penebalan
dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/ membran hialin. Merupakan fase menentukan : cedera bisa mulai sembuh
atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax). 
3. Fase fibrotik/recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan
mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur- angsur membaik
dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung
keparahan cederanya.
Diagnosis Klinis
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak diagnosis kondisi yang menjadi
faktor risiko ARDS. Tandanya adalah takipnea, retraksi intercostal, adanya ronkhi kasar
yang jelas dan adanya gambaran hipoksia atau sianosis yang tidak respons dengan
pemberian oksigen. Bisa juga dijumpai hipotensi dan febris. Sebagian besar kasus
disertai dengan mutiple organ dysfunction syndrome (MODS) yang umumnya
melibatkan ginjal, hati, otak,  sistem kardiovaskuler dan saluran cerna seperti perdarahan
saluran cerna.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: 
1. AGDA: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi), hiperkapnia (pada
emfisema atau keadaan lanjut), bisa terjadi alkalosis respiratorik pada proses awal
dan kemudian berkembang menjadi asidosis respiratorik. 
2. Pada darah perifer bisa dijumpai gambaran leukositosis (pada sepsis), anemia,
trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel, peningkatan
kadar amylase (pada kasus pancreatitis sebagai penyebab ARDSnya) 
3. Gangguan fungsi ginjal dan hati, gambaran koagulasi intravascular disseminata yang
merupakan bagian dari MODS.
Radiologi: Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang
relatif jernih,namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan radio-opak yang difus
atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya tampak gambaran confluent
tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung. Dari CT scan tampak pola heterogen,
predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine).
Diagnosa Banding
Diagnosis Banding secara radiologis antara lain:
1. Edema paru kardiogenik
2. Infeksi Paru: viral, bakteri, jamur
3. Edema paru yang berhubungan dengan ketinggian (High-altitude pulmonary
edema=HAPE)
4. Edema paru neurogenik
5. Edema paru diinduksi laringospasme
6. Edema paru diinduksi obat: heroin, salisilat, kokain
7. Pneumonitis radiasi
8. Sindrom emboli lemak
9. Vaskulitis
10. Pneumonitis hipersensitivitas
11. Penyakit pari intertisial 
PENDEKATAN TERAPI TERKINI UNTUK ARDS
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif,
bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien
ARDS dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi:
1. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS. 
2. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi nosokomial
atau toksisitas oksigen. 
3. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan cara
meminimalkan angka metabolik. 
4. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh. 
5. Dukungan nutrisi. 
Gambar Management ARDS
Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien ARDS dengan atau tanpa
multiple organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi
Kegagalan ventilasi biasanya disertai penurunan Kapasitas residual fungsional
(KRF) yaitu adalah volume udara yang tetap berada di dalam paru pada akhir ekspirasi
tidal normal karena tidak ada otot pernapasan yang berkontraksi pada saat
ekspirasi. Kapasitas residu fungsional berisi 1/3 cadangan total O2 (1-2,3 liter) dan
merupakan penyangga ventilasi alveolar dalam pertukaran gas sehingga memperkecil
fluktuasi komposisi gas alveolar yang terjadi selama pernapasan.
Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal rendah (4-6
mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan ini dimaksudkan untuk
memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman,
menghindari barotrauma (tekanan saluran napas <35cmH2O atau di bawah titik refleksi
dari kurva pressure-volume) dan menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi: ekspirasi (lebih
tinggi atau kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi dan hiperkapnea yang
diperbolehkan).
Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas, masih ada lagi teknik pengaturan
ventilasi untuk ARDS (strategi ventilasi terkini) meliputi high frequency ventilation
(HVF), inverse ratio ventilation (IRV), airway pressure release ventilation (APRV),
prone position, pemberian surfaktan eksogen, ventilasi mekanik cair dan extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO) serta extracorporeal carbon dioxide removal
(ECCO2R). 
Metode HFV dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat serta mencegah
kolaps alveoli melalui frekuensi tinggi (300 x/menit) dan volume tidal rendah (3-5
ml/kg). Teknik ini berhasil diaplikasikan pada neonatus dengan penyakit membran
hialin, t etapi manfaat HFV pada ARDS dewasa masih belum dipastikan.
Metode IRV didesain untuk memperpanjang fase siklus ventilasi inspirasi,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan saluran pernapasan, sehingga memperbaiki
oksigenasi. Rasio I:E normal adalah 1:2 dan IRV dapat memperpanjang fase inspirasi
menjadi rasio I:E melebihi 1:1. Manfaat IRV pada ARDS masih kontroversial dan
ketidaknyamanan yang berkaitan dengan cara ini sering kali memerlukan sedasi dan
paralisis otot yang kuat bagi pasien.
Metode APRV didesain untuk menghantarkan volume tidal saat terjadi
penurunan sementara tekanan intratoraks dan mempertahankan tekanan inspriasi yang
konstan dengan peningkatan PEEP sehingga memperbaiki oksigenasi pasien ARDS.
Metode APRV menggunakan tekanan tinggi secara kontinyu untuk mendorong
recruitment alveolar dan mempertahankan volume paru yang adekuat. Saat fase
pelepasan tekanan akan menurun dalam ventilasi semenit secara spontan sehingga
memungkinkan terjadinya pernapasan spontan tanpa restriksi selama siklus ventilator
sehingga membuat ventilasi yang lebih baik pada daerah paru dependent, mengurangi
atelektasis dan memperbaiki volume paru akhir ekspirasi pada cedera paru. Hal tersebut
dapat mengakibatkan perbaikan ventilasi-perfusi serta oksigenasi yang lebih baik.
Metode ECMO didesain dengan menegakkan sirkuit ekstrakorporal, baik pola vena
ke arteri (V-A ECMO) maupun vena ke vena (V-V ECMO). Pola VA-ECMO
meningkatkan oksigenasi melalui oksigenator membran ekstrakorporeal dan cardiac
output dengan sistem pompa, tetapi V-V ECMO hanya dapat memperbaiki oksigenasi
jaringan. Metode ECCO2R menggunakan suatu sirkuit venovenosa dan CO2 darah dapat
dihilangkan oleh suatu mesin ekstrakorporeal.
Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan efek menguntungkan dari ECMO
atau ECCO2R, tetapi terapi tersebut masih belum direkomendasikan
untuk penatalaksanaan rutin pasien ARDS.
Ventilasi mekanis cair dengan perfluorocarbon, paru akan terisi sebagian oleh
cairan yang dapat melarutkan lebih banyak oksigen dan mengkonsumsi lebih sedikit
surfaktan dibandingkan dengan ventilasi konvensional serta memiliki tekanan permukaan
yang lebih rendah dan mengurangi respons inflamasi. Metode ini digunakan sebagai
terapi alternatif baru yang menjanjikan bagi pasien ARDS.
Pengaruh Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) terhadap
hemodinamik  Pemberian IPPV saat inspirasi timbul tekanan positif pada jalan napas
sedangkan pada pernapasan spontan terjadi tekanan negatif di ruang pleura maka tekanan
intratorakal pada IPPV akan lebih besar dibandingkan pernapasan spontan. Penderita
dengan paru normal, peninggian tekanan intratorakal akan menimbulkan penurunan
pengisian curah jantung kiri dan kanan, tergantung pada volume darah dan venous return.
Jantung kiri terjadi perbedaan tekanan aorta intratorakal dan ekstratorakal menyebabkan
penurunan afterload sehingga pada keadaan hiperdinamik bila terdapat gagal jantung
pemberian IPPV sangat bermanfaat.
Pengaruh Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) terhadap hubungan
ventilasiperfusi(V/Q) dan Pertukaran gas yang normal tergantung pada hubungan antara
udara (ventilasialveolar/VA) dan aliran darah (perfusi/Q). Rasio ventilasi perfusi yang
ideal (V/ Q) adalah 1:1,keadaan normal, tekanan arteri pulmonalis akan menjadi rendah
akibat pengaruh gravitasi sehingga menyebabkan aliran darah paru bagian atas sedikit
(V/Q tinggi), sedangkan aliran darah paru bagian basal lebih banyak (V/Q rendah).
Metode IPPV pada pasien posisi terlentang, distribusi udara inspirasi lebih merata
dibandingkan dengan pernapasan spontan.
Metode ventilasi mekanis untuk ARDS sudah menjadi perdebatan sejak awal
sindrom ini ditemukan. Metode ventilasi mekanisme yang lama pada pasien ARDS
direkomendasikan  menggunakan peningkatan volume tidal menjadi 10-15 ml/kgBB.
Pemakaian volume tidal yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru yang makin luas
karena peningkatan tekanan jalan napas menyebabkan distensi yang berlebihan pada
alveoli, peningkatan permeabilitas vaskular paru, inflamasi akut, perdarahan alveolar dan
shunt intrapulmoner sehingga untuk keberhasilan pengunaan ventilasi mekanis invasif
pada ARDS maka AECC merekomendasikan pembatasan volume tidal, PEEP dan
hiperkapnea.
Ventilasi Volume Tidal Rendah
Volume tidal merupakan volume udara yang dihantarkan oleh ventilasi mekanis
setiap sekali bernapas. Umumnya diatur antara 5-15 ml/kgBB, tergantung compliance,
resistensi dan jenis kelainan paru. Pemakaian volume tidal rendah pada pasien ARDS
mentoleransi terjadinya hiperkapnea dengan membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg,
tetapi PaO2 normal dengan cara menurunkan volume tidal yaitu 4-6 mL/kgBB yang ini
bertujuan menghindari terjadinya barotrauma.
Penelitian prospektif secara random yang membandingkan antara pasien ARDS
yang mendapat volume tidal tinggi dan mendapat volume tidal rendah terdapat
penurunan mortalitas dari 40% menjadi 31%. Pemakaian volume tidal rendah saat ini
dipertimbangkan sebagai terapi penunjang pasien ARDS karena dapat menurunkan
angka mortalitas dan mengurangi waktu penggunaan ventilator.
Pengaturan ventilasi volume tidal rendah, PEEP tinggi, manuver pengisian alveolar
dan memposisikan pasien telentang akan berguna pada pasien hipoksemia berat tetapi
metode ventilasi tersebut tidak meningkatkan angka keberhasilan penanganan ARDS.
Ketertarikan awal dalam ventilasi volume tidal rendah didorong oleh penelitian pada
binatang yang menunjukkan bahwa ventilasi dengan volume tidal besar dan tekanan
inspirasi tinggi mengakibatkan timbulnya ALI yang ditandai oleh membran hialin dan
infiltrat inflamasi. Dahulu volume tidal tinggi sebesar 10-15 mL/kgBB telah digunakan
pada pasien gagal napas tetapi pada pertengahan tahun 1980-an pada penatalaksanaan
ARDS mengakibatkan jumlah jaringan paru yang normal menjadi overdistensi alveolar,
yang dikenal dengan istilah “baby lung”.
Ventilasi volume tidal tinggi juga menyebabkan respons inflamasi pada paru,
mendorong inflamasi sistemik dan seringkali mengakibatkan disfungsi sistem organ
multipel.Tremblay dkk (1997) mengamati bahwa ventilasi volume tidal tinggi pada tikus
mengakibatkan peningkatan kadar mediator inflamasi (yaitu TNF-á, IL-6, dan IL-10)
dalam cairan BAL. Von Bethmann dkk (1998) mengkonfirmasi bahwa peningkatan
kadar TNF-á dan IL-6 dilepaskan ke dalam sirkulasi paru yang mendapatkan ventilasi
dengan volume tidal tinggi. Kolobow dkk (1987)mengevaluasi domba yang telah
mendapatkan ventilasi volume tidal tinggi atau rendah dan menemukan bahwa domba
yang mendapatkan volume tidal tinggi mati akibat gagal napas berat dan syok
dalam waktu 48 jam. Hickling dkk (1990) menggunakan strategi ventilasi dengan
volume tidal rendah atau tekanan inspirasi rendah pada pasien ARDS.
Secara spesifik, direkomendasikan penggunaan protokol ventilasi yang digariskan
oleh peneliti ARDS Network dalam suatu publikasi Respiratory Management in
ALI/ARDS (ARMA) tahun 2000. Protokol ini menyebutkan lebih banyak mengenai
penggunaan volume tidal rendah, sebagai berikut:
1. Volume tidal secara sistematik disesuaikan (4-6 mL/kgBB) untuk mempertahankan
tekanan plateau 30 cmH2O.
2. Respiratory rate harus dititrasi sesuai kebutuhan (6-35 kali/menit) untuk
mempertahankan pH sebesar 7,3 hingga 7,45.
3. Kombinasi tepat dari fraction of inspired oxygen (FIO2) dan positive end-
expiratorypressure (PEEP) untuk mencapai oksigenasi yang adekuat (PaO2  55 -80
mmHg atau saturasi pulsasi oksimetri ± 88%-95%).
Pemakaian ventilasi volume tidal rendah disertai dengan hiperkapnea akan
menyebabkan pasien tidak nyaman, demikian juga peningkatan PaCO2  yang akut dapat
mengakibatkan abnormalitas fisiologis seperti vasodilatasi, takikardi, dan hipotensi.
Tahun 2000, ARMA merekomendasikan penggunaan sedasi dengan tujuan untuk
kenyamanan pasien. Timbulnya hiperkapnea yang ringan dapat diterima dan ditoleransi
oleh sebagian besar pasien ARDS, bila pasien disertai asidosis metabolik harus
secepatnya dikoreksi dan ARMA merekomendasikan dengan meningkatkan respiratory
rate (hingga 35 kali/menit) dan infus bikarbonat pada kondisi demikian.
Positive End Expiratory Pressure (PEEP) tinggi
Asbaugh dkk (1967) memperkenalkan penggunaan Positive end expiratory
pressure (PEEP) sebagai model ventilasi mekanis untuk mengatasi hipoksemia refrakter
pada pasien ARDS dan mencegah kerusakan paru akibat pembukaan dan penutupan
bronkiolus dan alveolus yang berulang sehingga mencegah kolaps paru saat akhir
ekspirasi.
Positive end expiratory
Pressure (PEEP) merupakan komponen penting ventilasi mekanis pada ARDS yang
di setting  pada 5-12 cm H2O.Positive end expiratory pressure dapat menurunkan shunt
intrapulmoner, meningkatkan oksigenasi arteri dan meningkatkan bagian paru yang tidak
terisi udara sehingga dapat mengakibatkan perbaikan oksigenasi. National Heart, Lung
and Blood Institute ARDS Network (2004) melakukan suatu penelitian secara acak yang
disebut ALVEOLI (Assessment of Low tidal Volume and Elevated End Expiratory
Pressure To Obviate Lung Injury) dengan tujuan untuk mengetahui bahwa pada
pemakaian PEEP tinggi pada pasien ARDS dapat bermanfaat meningkatkan oksigenasi.
Ventilasi dengan posisi prone
Ventilasi dengan posisi prone dapat dilakukan pada pasien ARDS walaupun
belum direkomendasikan secara rutin karena masih kurangnya data yang mendukung hal
ini. Namun pada 70% pasien ARDS, posisi prone dapat memperbaiki oksigenasi,
menghasilkan peningkatan Pa02 yang signifikan, memperbaiki bersihan sekret dan dapat
dipertimbangkan jika pasien membutuhkan PEEP >12 cm H2O dan FiO2 >0,60 dan
paling baik dilakukan pada ARDS dengan onset kurang dari 36 jam. Mekanisme yang
terjadi pada posisi prone adalah terjadinya rekrutmen paru dorsal bersamaan dengan
kolapsnya paru ventral sehingga perfusi lebih mudah didistribusikan.
Tabel dibawah contoh dari Kontraindikasi dan komplikasi posisi prone pada ARDS
No absolute contraindications Complications
1 luka bakar atau luka terbuka edema wajah dan periorbital
pada wajah atau permukaan luka tekan
tubuh bagian ventral perpindahan tidak disengaja dari
ketidakstabilan tulang belakang bak endotrakeal, saluran dada
patah tulang panggul atau perut dan kateter vena
syok sirkulasi yang sentral
mengancam jiwa obstruksi jalan napas
peningkatan tekanan intrakranial hipotensi
aritmia
muntah

Mode dan Metode Ventilasi Mekanik


Kriteria untuk intubasi dan inisiasi ventilasi mekanis umumnya termasuk dalam
kategori berikut: apnea (dan/atau kebutuhan anestesi dengan pembedahan), hipoksemia
berat (PaO 50 mmHg pada udara ruangan), gagal napas progresif atau yang akan datang
(gas darah arteri serial yang menunjukkan status yang memburuk dengan tanda dan
gejala klinis kelelahan), dan gagal napas akut (asidosis respiratorik tak terkompensasi
dan hipoksemia pada udara ruangan). Setelah pasien diintubasi, perlu untuk memilih
mode ventilator mekanik dan parameter terkait. Memahami patologi kondisi yang
memerlukan ventilasi mekanis sangat penting jika paru-paru ingin dilindungi sambil
memenuhi tujuan manajemen hemodinamik dan asam-basa.
Teknologi mikroprosesor telah meningkatkan keserbagunaan mode tradisional dan
telah menghasilkan berbagai macam opsi mode baru yang canggih. Namun, meskipun
banyak pilihan mode yang tersedia, ada sedikit bukti ilmiah yang mendukung pemilihan
satu mode di atas yang lain. Sebaliknya, dokter harus hati-hati menerapkan pilihan untuk
kondisi yang dipilih untuk memastikan hasil yang baik. Untuk itu, berikut pembahasan
tentang mode volume dan tekanan. Tabel 3.2 menjelaskan parameter mode tradisional
dan umum yang ditemukan pada sebagian besar ventilator. Tabel 3.3 menjelaskan
parameter yang diperlukan untuk mode volume dan tekanan yang dipilih.
Perbedaan Mode Volume dan Mode Tekanan
Ventilator volume masih digunakan tetapi semakin digantikan oleh mode tekanan.
Salah satu alasan popularitas mode tekanan saat ini adalah pola aliran perlambatan
karakteristik dari pengiriman napas tekanan yang dikaitkan dengan peningkatan
distribusi gas (Gambar 3.1). Dengan ventilasi volume, volume yang telah ditentukan
diberikan dengan setiap napas terlepas dari perubahan kepatuhan atau resistensi (Gambar
3.2). Tekanan meningkat atau menurun sesuai dengan napas ke napas dasar. Sebaliknya,
ketika mode tekanan pertama kali diperkenalkan, tekanan dipilih oleh dokter dan tetap
stabil, sedangkan volume bervariasi dengan perubahan kepatuhan dan resistensi. Berbeda
dengan opsi mode tekanan sebelumnya, mode tekanan yang lebih baru tidak lagi
mengorbankan volume untuk tekanan. Ventilator saat ini memungkinkan volume yang
terjamin sambil memberikan napas bertekanan dengan pola aliran perlambatan yang
khas.
Meskipun tidak dalam cakupan bab ini untuk menjelaskan setiap mode yang tersedia
pada ventilator yang diproduksi saat ini, kategori mode ventilator dijelaskan untuk
referensi pembaca. Praktisi Perawat Perawatan Akut (ACNP) didorong untuk mengakses
manual pengguna pengoperasian ventilator pabrikan tertentu untuk perincian spesifik
yang terkait dengan mode dan cara menyesuaikan ventilator untuk memastikan operasi
mode yang tepat
Volume Mode
Control Mandatory Ventilation (CMV).
CMV adalah istilah yang digunakan ketika tujuannya adalah untuk mencegah
interaksi pasien-ventilator. Hal ini biasanya dicapai dengan bantuan sedasi dan kadang-
kadang blokade neuromuskular. (Gambar 3.3).
Assist/Control Ventilasi (A/C)
A/C memberikan volume napas pada kecepatan dan waktu inspirasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Di antara napas kontrol, pasien dapat memulai pernapasan dan
setelah melakukannya menerima volume napas seperti yang dikonfigurasi untuk napas
kontrol (Gambar 3.4). Mode ini berguna bila tujuannya adalah untuk memberikan
dukungan ventilasi penuh. Pasien harus dialihkan ke mode lain ketika dapat disapih dari
ventilasi mekanis.
Ventilasi Wajib Intermiten Tersinkronisasi (SIMV).
Dengan SIMV, ventilator menyinkronkan pengiriman volume napas pada kecepatan
dan waktu inspirasi yang telah ditentukan. Pasien dapat bernapas secara spontan antara
napas wajib pada tingkat pernapasannya sendiri dan volume tidal. (Gambar 3.5).
Studi awal tentang penggunaan SIMV menunjukkan bahwa kerja pernapasan yang
terkait dengan pernapasan spontan pada tingkat SIMV rendah adalah berlebihan. Dengan
demikian, ventilasi pendukung tekanan (PSV) sering digunakan untuk mendukung
pernapasan yang dimulai pasien. Meskipun kombinasi pernapasan yang didukung
tekanan dan didukung volume ini umum terjadi, waktu penyapihan dapat diperpanjang
dengan mode kombinasi. Ini akan dibahas nanti di bagian penyapihan.
Cara dimana mode volume tradisional beroperasi terkait dengan interaksi pasien-
ventilator penting untuk diingat. Beberapa opsi mode tekanan ventilator baru
mengharuskan pengguna untuk memilih pengaturan mode yang disebut SIMV atau A/C,
sehingga pengiriman napas tekanan dikonfigurasi dengan cara yang sama. Misalnya,
mode tekanan dapat dipilih, tetapi bagaimana napas disampaikan mungkin bergantung
pada pemilihan pengaturan A/C atau SIMV. Jika A/C dipilih, napas tekanan kontrol akan
diberikan pada kecepatan dan waktu inspirasi yang telah ditentukan sebelumnya, dan
ketika pasien memulai napas, napas tekanan kontrol diberikan. Dengan pemilihan SIMV,
napas spontan akan dikontrol pasien (misalnya, waktu inspirasi, volume, dan kecepatan).

Mode Tekanan Ventilasi Dukungan Tekanan (PSV).


PSV adalah mode pernapasan spontan. Dengan PSV, klinisi memilih tingkat
tekanan, tetapi pasien menentukan kecepatan (f), volume tidal (Vt), dan waktu inspirasi
(Ti). Inspirasi spontan ditambah dengan level PSV. (Gambar 3.6). Tingkat PSV yang
tinggi memberikan dukungan ventilasi yang hampir penuh, sedangkan pengurangan
bertahap pada tingkat tekanan memungkinkan peningkatan beban kerja yang progresif
(MacIntyre, 1997).
Ventilasi Kontrol Tekanan (PCV) dan Kontrol Tekanan Ventilasi Rasio Terbalik
(PC/IRV). PCV pertama kali diperkenalkan sebagai mode yang digunakan pada pasien
dengan ARDS. Idenya adalah untuk mengontrol tekanan jalan napas sambil memberikan
pola aliran yang melambat. Pada saat itu, tidak diketahui apakah tekanan udara puncak
atau tekanan dataran tinggi bertanggung jawab atas cedera paru-paru. Ventilasi rasio
terbalik (IRV) digunakan untuk memperpanjang inspirasi dalam upaya untuk menjaga
paru-paru tetap terbuka untuk jangka waktu yang lebih lama (Tharrat, Allen, &
Albertson, 1988).
Mengingat sifat ARDS yang terbatas, rasio inspirasi dan ekspirasi yang
berkepanjangan (I/E) dapat disesuaikan dari 1:1 hingga 4:1 untuk memastikan
peningkatan oksigenasi. (Gambar 3.7).
Mode ini mengharuskan dokter menentukan tingkat tekanan, laju, dan waktu
inspirasi. Masalah umum yang dihadapi dengan penggunaan PC/IRV tradisional adalah
ketidakmampuan pasien untuk menerima aliran gas yang cukup dengan usaha spontan.
Dengan demikian, obat penenang dan agen paralitik telah diperlukan untuk memastikan
sinkronisasi pasien-ventilator. Meskipun PC/IRV tradisional jarang digunakan saat ini
(teknologi yang lebih baru memungkinkan peningkatan aliran ke pasien sesuai
permintaan), konsep pencegahan pelepasan alveoli dengan waktu inspirasi yang lama
dimasukkan ke dalam mode yang lebih canggih seperti ventilasi pelepasan tekanan jalan
napas.
Ventilasi Pelepasan Tekanan Airway (APRV) dan Ventilasi Biphasic. APRV adalah
mode pernapasan spontan yang memerlukan pemilihan tingkat yang relatif tinggi (15-20
cmH2O) tekanan saluran napas positif terus menerus (CPAP) dan pelepasan frekuensi
pendek (1-1,5 detik) ke tekanan dasar. Mode ini dirancang untuk digunakan pada pasien
dengan ARDS yang membutuhkan tekanan tingkat tinggi untuk merekrut alveoli (Cane,
Peruzzi, & Shapiro, 1991). Rilis pendek mencegah derecruitment dan pembantu dalam
penghapusan CO.
Pelepasan tekanan saluran napas yang sangat pendek adalah ciri khas APRV dan
membedakannya dari PCV dan ventilasi bifasik (Putensen et al., 2001). (Gambar 3.8)
Ventilasi bifasik dapat dianggap sebagai bentuk PCV dan/atau PC/IRV, tergantung pada
rasio inspirasi dan ekspirasi. Serupa dengan dua mode, tingkat tekanan inspirasi dan
tingkat PEEP dipilih selain Ti dan f. Berbeda dengan PC tradisional atau PC/IRV,
ventilasi bifasik memungkinkan pasien bernapas selama semua bagian dari siklus
pernapasan. Pernapasan spontan dapat dibantu dengan PS jika dukungan tambahan
diinginkan. Parameter untuk tekanan inspirasi dan tingkat PEEP disebut sebagai PEEP
tinggi dan PEEP rendah atau tekanan tinggi dan tekanan rendah. (Gambar 3.9)
Baik mode APRV dan biphasic tampaknya aman dan efektif dan mungkin memiliki
keuntungan tambahan karena tidak memerlukan penggunaan relaksan otot atau obat
penenang berat untuk memastikan sinkronisasi pasien-ventilator (Rathgeber et al., 1997).
Teknologi mikroprosesor dalam mode ini memungkinkan pengiriman aliran yang cepat
sepanjang siklus untuk mendukung pernapasan pasien secara spontan.
Mode Tekanan Volume-Terjamin
Kategori ini mencakup beberapa opsi mode ventilator yang memberikan napas
bertekanan (dengan bentuk gelombang tekanan yang melambat) yang dikombinasikan
dengan jaminan volume. Terlepas dari nama mode, yang sering kali memiliki volume
dalam judulnya, mode ini dirancang untuk memberikan tekanan napas. Beberapa contoh
mode tekanan yang dijamin volume adalah dukungan volume (VS), kontrol volume yang
diatur tekanan (PRVC), dan kontrol volume plus (VC+) (informasi produk Puritan
Bennett, 2008; informasi produk Maquet, 2008). VS adalah mode pernapasan spontan,
sedangkan PRVC tidak. Dengan setiap mode, ventilator secara otomatis menyesuaikan
tingkat tekanan (dalam peningkatan 3 cm H2O) berdasarkan napas-ke-napas untuk
mencapai volume yang diinginkan dokter (Gambar 3.10). Mirip dengan PRVC, VC+
adalah opsi wajib dari mode tekanan yang dijamin volume.
Baik PRVC dan VC+ dianggap sebagai mode kontrol dan mengharuskan frekuensi
pernapasan ( fx ) dan waktu inspirasi ( Ti ) dipilih untuk napas kontrol. Ventilasi
Dukungan Adaptif (ASV) (informasi produk medis Hamilton 2008).
Mode ini disebut oleh pabrikan sebagai ventilasi cerdas. Mode ini dirancang untuk
menilai mekanika paru berdasarkan napas-ke-napas (ventilasi loop terkontrol) untuk
pengaturan spontan dan kontrol. Ini secara otomatis menyesuaikan fx dan Ti wajib untuk
mencapai Vt optimal (sebagaimana ditentukan oleh perhitungan ventilator). Ventilator
dirancang untuk menyesuaikan beban kerja sehingga beban elastis dan resistif
diminimalkan. Ini secara otomatis meningkatkan pernapasan spontan di semua mode,
dan penyesuaian parameter sedikit. Pengaturan termasuk berat badan, % volume min,
dantinggi batas tekanan. Ventilator memiliki algoritme pelindung paru bawaan yang aktif
secara otomatis. Mereka termasuk strategi untuk meminimalkan auto-PEEP, mencegah
apnea, takipnea, ruang mati yang berlebihan, dan napas yang terlalu besar. Ventilasi
Bantuan Proporsional (PAV) (informasi produk Draeger, 2008; informasi produk Puritan
Bennett, 2008). PAV dirancang untuk membantu ventilasi napas-ke-napas secara
proporsional dengan ketahanan dan elastisitas sistem. Untuk itu, mode PAV saat ini
melakukan pengukuran sepanjang siklus inspirasi dan kemudian secara otomatis
menyesuaikan tekanan, aliran, dan volume secara proporsional. Nama yang berbeda
untuk mode disediakan oleh pabrikan dan parameter tertentu yang memerlukan
penyesuaian yang bervariasi. Parameter penting untuk menerapkan mode ini mencakup
persentase bantuan volume dan bantuan aliran.
Kompensasi Tabung Otomatis (ATC). ATC tersedia di banyak ventilator
mikroprosesor dan dirancang untuk mengatasi kerja pernapasan yang disebabkan oleh
saluran udara buatan. Meskipun ini bukan mode ventilasi semata, itu menyesuaikan
tekanan (sebanding dengan resistensi tabung) yang diperlukan untuk memberikan aliran
inspirasi cepat yang bervariasi selama pernapasan spontan.
Klinisi harus memasukkan diameter internal jalan napas buatan dan proporsi
kompensasi ventilator untuk mengkompensasi resistensi tabung secara akurat.
Mode Apa yang Terbaik?
Meskipun mode ventilasi baru menarik karena kecanggihan, keserbagunaan, dan
aplikasi potensialnya, hanya ada sedikit data yang menunjukkan keunggulannya.
Sebaliknya, penerapan, pemahaman, dan keakraban dengan mode adalah kunci untuk
hasil yang baik. Variasi dalam praktek melahirkan kesalahan dan harus dikurangi bila
memungkinkan. Ketika dokter tidak memahami mode, potensi manajemen yang tidak
akurat dan tidak efisien ada. Hal ini berlaku di seluruh rangkaian ventilasi (dari tahap
akut hingga tahap penyapihan). Oleh karena itu, ACNP sangat penting untuk memahami
mode, sehingga dapat diterapkan dengan tepat.
Mungkin tantangan terbesar yang berkaitan dengan ventilasi mekanis adalah
manajemen pasien yang paling kompleks. ARDS dan asma berat akut (ASA) adalah dua
contoh ekstrim dari patologi restriktif dan obstruktif. Sebuah diskusi tentang manajemen
ventilasi kondisi ini berikut.
Manajemen Ventilasi ARDS
Penerapan Strategi Pelindung Paru-paru pada ARDS.
Ventilasi volume paru-paru rendah. Mode volume ventilasi berguna untuk
memastikan bahwa volume tidal 6 ml/kg (berat badan tanpa lemak) diberikan secara
konsisten. Untuk mempertahankan pH dalam kisaran yang dapat diterima, fx umumnya
tinggi (20–30). Jika strategi protektif ini menyebabkan hiperkarbia dan asidosis, pasien
mungkin perlu dibius dan dilumpuhkan untuk menekan dorongan pernapasan.
Hiperkarbia permisif relatif dapat ditoleransi dengan baik pada banyak pasien, tetapi
dikontraindikasikan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan pada
beberapa pasien dengan kondisi jantung (Hickling et al., 1990). Ketika mode tekanan
digunakan, perhatian konstan pada volume yang dikirim diperlukan. Selanjutnya, penting
untuk diingat bahwa tekanan dataran tinggi yang diperlukan untuk mencegah cedera paru
tidak diketahui. Berdasarkan studi jaringan ARDS, tekanan dataran tinggi yang
diperlukan mungkin berada dalam kisaran 26–30 cm H2O; namun, tekanan dataran
tinggi mencerminkan dinding dada serta paru-paru, sehingga sulit untuk menentukan apa
tujuan tekanan yang seharusnya. Rekrutmen paru umumnya dilakukan dengan PEEP.
Sayangnya, secara klinis sangat sulit untuk menentukan tekanan pembukaan kritis
apa yang diperlukan untuk merekrut paru ARDS secara seragam. Beberapa telah
menggunakan manuver seperti "manuver 40/40 atau 60/60" untuk perekrutan paru-paru
(Foti et al., 2000; Fujino et al., 2001). Ini terdiri dari penggunaan tekanan pembukaan
kritis (PEEP) 40 atau 60 cmH2O selama 40-60 detik. Teknik-teknik tersebut sulit
dilakukan dan membawa risiko tambahan barotrauma. Sebaliknya, banyak yang
menggunakan PEEP tingkat tinggi (misalnya, 14-16 cmH2O) dan memantau efeknya
pada PaO. Sayangnya, peningkatan oksigenasi dapat dihasilkan dari perekrutan atau
mungkin hasil dari redistribusi aliran darah ke area paru-paru yang diangin-anginkan.
Metode definitif untuk menilai perekrutan paru-paru sedikit dan termasuk CT scan
serial dengan perubahan PEEP (biaya sangat tidak realistis dan padat karya). Metode lain
adalah untuk memantau tekanan dataran tinggi dengan peningkatan PEEP. Dengan
teknik ini, tekanan dataran tinggi harus tetap stabil atau menurun dengan meningkatnya
PEEP. Sebaliknya, peningkatan tekanan dataran tinggi dengan penambahan PEEP
mungkin mencerminkan overdistensi. Posisi tengkurap juga dapat digunakan untuk
"merekrut paru-paru" (Tobin & Kelly, 1999, Albert, Lesa, Sanderson, Robertson, &
Hlastala, 1987) meskipun data definitif yang menunjukkan efek positif pada mortalitas
sekunder akibat posisi tengkurap masih kurang (Gattinoni et al. ,2001; Mancebo et
al.,2006). Namun, subanalisis dalam studi yang ada menunjukkan bahwa teknik tersebut
dapat menghasilkan hasil yang lebih baik pada mereka dengan ARDS yang paling parah
(rasio PaO2/FiO2 <100) (Gattinoni et al., 2001; Mancebo et al., 2006). Studi lebih lanjut
diperlukan untuk memperjelas penggunaan posisi tengkurap, terutama yang terkait
dengan durasi, frekuensi, dan waktu teknik. Terlepas dari metode yang digunakan untuk
memastikan perekrutan, penting untuk diingat bahwa penghentian terjadi dengan cepat,
seperti ketika sirkuit ventilator rusak, dan harus dihindari.

Anda mungkin juga menyukai