Anda di halaman 1dari 24

NAMA: AISYAH TITA RAHMAYULY

NIM : G1B118027
LOG BOOK TUTOR KASUS I
KELOMPOK 3

Mr Ruslan adalah seorang pria berusia 58 tahun dengan riwayat merokok seratus
bungkus per-tahun, menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sekitar dua tahun
lalu pasien menemukan bercak keperakan di lidahnya tetapi tidak segera mencari
pertolongan medis. Dia terus merokok dan menggunakan tembakau kunyah. Gejala yang
muncul: Sekitar enam bulan yang lalu pasien mencari pertolongan medis setelah ia
mengalami gejala berikut: Perasaan ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan.
Kesulitan mengunyah atau menelan. Kesulitan menggerakkan lidah. Kesulitan
mengartikulasikan kata-kata, dan Lidah mati rasa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik ditemukan adanya karsinoma skuamosa
oral dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut yang sayangnya telah menjalar ke
kelenjar getah bening. Ia dirawat dengan bedah reseksi lidah luas, reseksi tulang dan
jaringan lunak. Keganasan cancer ini berkembang pesat meskipun telah diobati dan
mengakibatkan nekrosis jaringan yang luas yang mengakibatkan gejala yang mengganggu
seperti : hipernasitas dan kehilangan lidah yang membuat ucapan sama sekali tidak bisa
dipahami. Kehilangan gigi secara ekstensif ditambah dengan hilangnya fungsi lidah
sehingga sangat sulit untuk menelan. Kerusakan wajah yang parah, Ulkus rongga mulut
nekrotik yang tidak sembuh-sembuh menyebabkan bau tak sedap yang parah. Sakit
wajah.
Pada awalnya, gejala yang di alami pasien cukup terkontrol dengan baik dengan terapi
obat Metadon (50 mg tiga kali sehari), morfin sulfat drift (50 mg setiap empat jam,) untuk
mengatasi rasa sakit dan, berdasarkan "sesuai kebutuhan", haloperidol (0,5 mg setiap
enam jam) untuk mual dan muntah, lorazepam (0,5 mg setiap empat jam) untuk
kecemasan, dan pasien menunjukkan respon cukup baik dengan rejimen ini selama
beberapa minggu, tetapi seiring berkembangnya penyakit, rasa sakitnya memburuk akibat
nekrosis jaringan lokal yang luas yang berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit untuk
mengontrol gejala. Setelah masuk rumah sakit, banyak intervensi dicoba sebagai upaya
untuk meredakan rasa sakit Mr. ruslan termasuk: konversi dari metadon oral menjadi
infus morfin subkutan berkelanjutan (6 mg / jam) pasien terkontrol anestesi (PCA) dari
morfin sulfat infus 2 mg setiap 15 menit sesuai kebutuhan lorazepam (0,5mg setiap 4
jam); gel metronidazol dioleskan ke jaringan yang mengalami ulserasi di wajah (untuk
mengontrol infeksi lokal dan dengan demikian bau tak sedap) oksigen melalui kanula
hidung; dan kipas angin lembut bertiup di wajahnya.
STEP 1

1. Karsinoma Skuamosa Oral


2. Nekrosis Jaringan
3. Hipernasalitas
4. Morfin Sulfat dript
5. Ulserasi

JAWABAN STEP 1
1. salah satu jenis kanker kulit, yang menyerang sel skuamosa, yaitu sel yang
membentuk lapisan tengah dan luar kulit. KSS umumnya menyerang area tubuh yang
terpapar matahari, antara lain wajah, leher, tangan dan kaki.
2. Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-
sel dan jaringan hidup.
3. Suara yg seperti sengau
4. Morfin sulfat drift obat yang digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga nyeri
berat. Obat ini mengubah cara tubuh merasakan rasa sakit. Golongan obat ini adalah
narkotik yaitu analgesik opioid. Dosis diberikan oleh dokter berdasarkan kondisi
medis.
5. Lesi berbentuk kawah pada mulut atau mukosa mulut

STEP 2
1. Bagaimana jika keadaan klien memburuk akibat nekrosis jaringan lokal yang luas
yang berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit?? Bagaimana mengontrol gejala?
2. Intervensi pada kasus tsb
3. Berdasarkan kondisi pasien apakah tepat apabila pasien mendapatkan perawatan
paliative dan jelaskan alasannya
4. Tindakan apa yang harus dilakukan klien ketika mengalami bau mulut tak sedap yang
parah, selain ke Dokter?
5. Berdasarkan kasus, apa yang menjadi fokus utama dalam pemberian tindakan paliatif?
Berdasarkan kondisi pasien, apa saja faktor resiko
6. Kenapa pasien mengalami ulkus pada rongga mulut?
7. Selain terapi dikasus adakah terapi yg dapat dilakukan?

STEP 3
1. Kondisi yg ditanyakan oleh saudari sofia sama dg kondisi mr.Ruslan yg sudab
dilengkapi dg tindakan yg dapat diberikan. Jadi untuk kondisi rasa sakit yg memburuk
akibat nekrosis jarintan lokal yg luas berpuncak pada saat masuk ke RS . untuk
mengontrol gejala intervensi dicoba untuk meredakan rasa sakitnya. Dg
mengkonversikan dari metadon oral menjadi infus morfin subkutan berkelanjutan (6
mg/jam) pasien terkontrol anestesi, dari morfin sulfat infus 2 mg setiap 15 menit
sesuai kebutuhan lorazepam (0,5mg setiap 4 jam) gel metronidazol dioleskan ke
jaringan yang mengalami ulserasi di wajah ( untuk mengontrol infeksi lokal dan bau
tak sedap) oksigen melalui kanula hidung dan kippas angin lembut bertiup diwajah.
2. obat yg diberikan dgn dosis, perawatan psikologis, dan perawatan nyeri
3. LO
4. LO
5. perawatan paliatif pada kasus berfokus pada pengurangan stress, mengontrol rasa
sakit, serta membuat perasaan lebih nyaman.
6. Faktor resiko yang dapat terjadi diantaranya resiko menurunnya sistem kekebalan
tubuh pada pasien, Orang yang mulai memasukin lanjut usia makin rentan trhadap
penyakit tersebut dan laki laki memiliki persentase lebih besar terkena dibanding
perempuan pengaruh individu yang meningkatkan kerentanan lingkungan, psikologi.
7. Berdasarkan kasus ulkus pada rongga mulut adalah gejala dan dampak dari karsinoma
squamosa oral. Penyebabnya adalah karena pasien dg riwayat merokok dan
menggunakan tembakau kunyah yg mengandung zat zat karsinogenik. Hingga
mencetuskan terjadinya kanker dan munculnya ulserasi pada rongga mulut.
8. ada, terapi nonfarmakologi dan Terapi imun yaitu terapi yg meningkat kan imun
dalam tubuh pasien.
STEP 4 : Mind Mapping
Mr.Ruslan
58 Tahun

MenderitaPenyakitParuObstruktifKronis

Gejala

Perasaan ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan. Kesulitan


mengunyah atau menelan. Kesulitan menggerakkan lidah.
Kesulitan mengartikulasikan kata-kata, dan Lidah mati rasa.

Pemeriksaan Diagnostik

Ditemukan adanya karsinomaskuamosa oral dari dua pertiga


anterior lidah dan dasar mulut yang
sayangnyatelahmenjalarkekelenjargetahbening.

Hipernasitas dan kehilangan lidah yang membuat ucapan sama sekali tidak
bisa dipahami. Kehilangan gigi secara ekstensif ditambah dengan hilangnya
fungsi lidah sehingga sangat sulit untuk menelan. Kerusakan wajah yang
parah, Ulkus rongga mulut nekrotik yang tidak sembuh-sembuh
menyebabkan bau tak sedap yang parah.Sakit wajah

Karsinoma Skuoamosa
Oral

Prinsip Paliatif Care

STEP 5 : Learning Objective

3. Berdasarkan kondisi pasien apakah tepat apabila pasien mendapatkan perawatan


paliative dan jelaskan alasannya.
Jawab : Tepat karena Fokus terapi pada kanker tahap akhir bersifat paliatif
(mengurangi rasa sakit). Dokter berupaya untuk memperpanjang serta
memperbaiki kualitas hidup pasien.Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit
kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas,
penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan
psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya.Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

STEP 6

A. Pengertian Karsinoma Skuamosa Oral


Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa
merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis
terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan.
Squamous Cell Carsinoma merupakan kanker kulit yang tumbuh cukup
lambat. Tidak seperti jenis kanker kulit lainnya, ia dapat menyebar ke jaringan,
tulang, dan kelenjar getah bening di dekatnya, di mana hal itu mungkin menjadi
sulit untuk diobati. Sekitar 90% kanker mulut adalah SCC, yang biasanya terlihat
pada batas lateral lidah, orofaring, dan dasar mulut, seperti lesi merah
(eritroplakia), lesi putih (leukoplakia), atau campuran keduanya
(eritroleukoplakia) dengan ulkus.
B. Etiologi Karsinoma Skuamosa Oral
Beberapa faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma adalah:
1. Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika
Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk merokok
dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok bersama-sama
secara signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada digunakan secara
terpisah. Merokok cerutu dan merokok menggunakan pipa mempunyai resiko
yang lebih tinggi terhadap kanker mulut dibandingkan dengan merokok kretek.
2. Bahan Kimia : Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan dengan
terjadinya kanker. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker di lingkungan
antara lain, seperti cool tar, polycylic aromatic hydrocarbons, aromatic amines,
nitrat, nitrit, dan nitrosamin.
3. Infeksi : Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan kanker mulut
adalah candida albicans. Hubungan antara candida albicans dengan penyakit
speckled leukoplakia pertama kali ditemukan oleh Jespen dan Winter pada
tahun 1965. Beberapa studi menunjukkan bahwa, sekitar 739% dari leukoplakia
dijumpai adanya candida hyphae. Penyakit ini mempunyai kecenderungan
berubah menjadi kanker.
4. Nutrisi : Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya kanker.
Defisiensi dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E, dan Fe
dilaporkan mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker. Vitamin-vitamin
tersebut mempunyai efek antioksidan. Defisiensi zat besi yang menyebabkan
anemia. Radiasi sinar ultraviolet adalah suatu bahan yang diketahui bersifat
karsinogenik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Takeichi dkk, (1983)
terhadap efek radiasi di Hiroshima dan Nagasaki Jepang, melaporkan bahwa
terjadi peningkatan insidensi kanker kelenjar ludah pada orang yang selamat
setelah terkena radiasi bom atom pada periode antara 1957-1970, terjadinya
kanker 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak terkena radiasi.
5. Faktor genetik : Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker
memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang
tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.
6. Sistem Kekebalan Tubuh : Dilaporkan bahwa ada peningkatan insidensi kanker
pada pasien yang mendapat penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti pada
penderita transplantasi, AIDS, dan defisiensi kekebalan genetik. Insidensi
tumor pada pasien yang mendapat tekanan sistem kekebalan tubuh sebesar
10%. Gangguan sistem kekebalan selain disebabkan kerusakan genetik juga
disebabkan oleh penuaan, obat-obatan, infeksi virus.

C. Manisfestasi Klinis
Menurut Medawati. (2013), Pembengkakan atau ulkus yang teraba, rasa nyeri
pada lidah, warna putih atau merah pada lidah, rasa nyeri menyebar ke leher atau
telinga, terdapat pembengkakan di leher dan meraskan kesukaran atau rasa nyeri
pada waktu menelan.
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa meliputi:
1. Eksofitik (pembentukan massa
Pertumbuhan eksofitik (lesi superfisial) dapat berbentuk bunga kol atau papiler,
dan mudah berdarah
2. Endofitik (berlubang dan ulserasi)
Untuk pertumbuhan endofitik biasanya terdapat batas tegas antara lesi dan
jaringan normal invasinya dapat merusak tulang yang dapat menyebabkan nyeri
dan penampakan pada radiografnya adalah radiolucency yang hampir sama
dengan penyakit osteomyelitis.Penampakan klinis berupa ulser dengan
diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa
disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang
minimal. Karakteristik dari lesi karsinoma yang berlubang dengan dasar merah
dan ditutupi oleh krusta karena hiposalivasi
3. Leukoplakia (bercak putih),
4. Eritroplakia (bercak merah),
5. Eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih.

D. Patofisiologi
Robbins dan Cotran (2009) menyebutkan sembilan puluh lima persen semua
jenis kanker oral merupakan karsinoma skuamosa; penyakit kanker ini secara khas
didiagnosis pada usia antara 56 dan 70 tahun dan paling sering ditemukan pada
dasar mulut,lidah, palatum mole, serta bagian pangkal lidah. Lesi dapat menonjol,
keras, berulkus, atau veruksa; secara histologik, kanker tersebut merupakan
karsinoma skuamosa yang tipikal dengan berbagai diferensiasi. Kanker ini
cenderung mengadakan infiltrasi lokal sebelum bermetastasis, khususnya ke
limfonodi , paru-paru, hati, dan tulang. Prognosis yang paling baik terlihat pada
lesi bibir dan yang paling buruk pada dasar mulut serta bagian pangkal lidah
(angka kelangsungan hidup 5 tahun adalan 20-30%).
Patogenesis:
a. Tembakau dan alkohol merupakan korelasi yang paling sering ditemukan para
perokok menghadapi risiko 15 kali lipat lebih besar (daripada bukan perokok)
untuk mengalami keganasan.
b. Human papillomavirus (HPV) tipe 6, 16, dan 18 turut terlibat pada 10%
hingga 15%.
c. Kebiasaan mengunyah gambir atau menyirih marupakan merupakan
penyebab penting di India dan sebagian negara Asia.
d. Faktor genetik dapat ikut memainkan peranan (delesi pada kromosom 18q,
10q, 8q, dan 3q turut terkait.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi CT Scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan
batas dan ukuran tumor serta keterlibatan kelenjar getah bening leher.
F. Penatalaksanaan
Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan cara yang
konvensial, seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi
kombinasi.
Terapi karsinoma sel skuamosa dapat melibatkan satu atau beberapa terapi
sekaligus, terdiri dari: pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Lokasi dan luas
dari lesi berpengaruh dalam pemilihan terapi yang tepat. Terapi yang paling sering
digunakan adalah terapi menggunakan radioterapi. Kanker rongga mulut pada
lidah mempunyai invasi lokal dan metastasis regional yang tinggi ke limfonodi
servikal, dan sering menyebabkan rekurensi local.
1. Pembedahan
a) Tumor primer
Tindakan pembedahan karsinoma lidah pada bagian anterior lidah
dilakukan dengan pendekatan transoral berupa eksisi luas,
hemiglosektomi atau glosektomi subtotal. Eksisi luas merupakan teknik
pengambilan jaringan lidah kurang dari separuh lidah. Hemiglosektomi
adalah pengambilan separuh jaringan lidah.
2. Radioterapi
Karsinoma lidah dapat dilakukan dengan terapi radiasi eksternal
maupun radiasi internal. Sebelum radioterapi harus diperhatikan higiene
rongga mulut yang baik dengan membersihkan atau mencabut gigi yang
karies, mencegah dan mengeliminasi sumber infeksi dari dental.
3. Kombinasi pembedahan dan radioterapi
Terapi kombinasi pembedahan dan radioterapi memberikan hasil terapi
yang lebih baik untuk karsinoma lidah stadium III dan IV. Terapi kombinasi
dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi kombinasi terencana dan terapi
kombinasi tanpa rencana. :
a. Terapi kombinasi terencana yaitu dilakukan pembedahan untuk mengambil
semua tumor yang nampak dan teraba sampai 1–2 cm dari tepi tumor yang
merupakan jaringan normal. Selanjutnya dilakukan radioterapi untuk
eradikasi tumor residu secara mikroskopik.
b. Terapi kombinasi tanpa rencana dilakukan sebagai terapi kuratif dan belum
ada kesepakatan tentang waktu untuk dilakukan radioterapi. Keuntungan
pemberian radioterapi preoperatif adalah sel kanker pada tepi tumor
menjadi inaktif, radioterapi menyebabkan sklerosis dan menyumbat aliran
kelenjar getah bening serta mengurangi penyebaran karsinoma saat
pembedahan.
4. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium lanjut dan sebagai terapi
paliatif pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri. Regimen yang
digunakan adalah cisplatin dan 5-fluorouracil.

G. Konsep Paliatif Care


1. Definisi
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim
paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan
bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi
pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi
dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah masalah
lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO, 2002),
Definisi WHO tentang perawatan paliatif care adalah pendekatan yang
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi
masalah terkait dengan penyakit yang mengancam nyawa, melalui
pencegahan dan pengurangan penderitaan dengan cara identifikasi dini,
pemeriksaan yang baik, dan terapi rasa sakit dan masalah lainnya, fisik,
psikososial dan spiritual.
2. Prinsip
Prinsip Pelayanan Paliatif Pasien Kanker Menurut WHO (2005) dalam
Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013, adalah
mengurangi atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu,
membuat pasien mengerti bahwa proses hidup dan mati adalah sesuatu yang
wajar, tidak bermaksud untuk mempercepat ataupun menunda kematian,
mengintegrasikan aspek psikologi dan spiritual dari perawatan pasien,
menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai saat kematian.
Tujuan pelayanan paliatif bagi setiap pasien berbeda dan dibuat dengan
memperhatikan hal yang ingin dicapai oleh pasien bila memungkinkan.
Secara umum pelayanan paliatif bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan
gejala lain, meningkatkan kualitas hidup, memberikan dukungan psikososial
dan spiritual serta memberikan dukungan kepada keluarga selama pasien sakit
dan selama masa dukacita.
3. Indikasi pelayanan paliatif
Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif
Kemenkes RI Tahun 2013, pelayanan paliatif dimulai sejak diagnosis kanker
ditegakkan bila didapatkan satu atau lebih kondisi yaitu :nyeri atau keluhan
fisik lainnya yang tidak dapat diatasi; stres berat sehubungan dengan
diagnosis atau terapi kanker; penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial
yang diakibatkannya; permasalahan dalam pengambilan keputusann tentang
terapi yang akan atau sedang dilakukan; pasien/keluarga meminta untuk
dirujuk ke perawatan paliatif; angka harapan hidup lebih dari 12 bulan yaitu
skor ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) lebih dari 3 atau skor
Karnofsky (Karnofsky Performance Score) kurang dari 50%, metastasis otak,
dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena cava superior
sindrom, kaheksia.

4. Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif]


Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif
Kemenkes RI Tahun 2013 adalah: menentukan tujuan perawatan dan harapan
pasien, membantu pasien dalam membuat advanced care planning (wasiat
atau keinginan terakhir), pengobatan penyakit penyerta dan aspek sosial yang
muncul, tata laksana gejala, informasi dan edukasi perawatan pasien,
dukungan psikologis, kultural dan sosial, respon pada fase terminal yaitu
memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan keluarga bila wasiat
belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak memberikan pengobatan yang
memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator, cairan, dll)
dan pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal.
5. Tim dan tempat pelayanan paliatif
Dalam mencapai tujuan pelayanan paliatif pasien kanker, yaitu
mengurangi penderitaan pasien , beban keluarga, serta mencapai kualitas
hidup yang lebih baik, diperlukan sebuah tim yang bekerja secara terpadu.
Komposisi tim perawatan paliatif
Menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis Pelayanan Paliatif Kemenkes
RI Tahun 2013 terdiri dari:
a) Dokter
Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif interdisipliner,
harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian rasa
sakit dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip
pengelolaan penyakit pasien. Dokter yang bekerja di pelayanan paliatif
mungkin bertanggung jawab untuk penilaian, pengawasan dan
pengelolaan dari banyak dilema pengobatan sulit.
b) Perawat
Perawat merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak
terlama dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk
mengetahui pasien dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang
terjadi dan apa yang penting bagi pasien, dan untuk membantu pasien
mengatasi dampak kemajuan penyakit. Perawat dapat bekerja sama
dengan pasien dan keluarganya dalam membuat rujukan sesuai dengan
disiplin ilmu lain dan pelayanan kesehatan
c) Pekerja Sosial dan Psikolog
Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah
pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan
emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan proses
berkabung. Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama
karena keluarga mulai merencanakan masa depan.
d) Konselor Spiritual
Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan tidak
menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang berkaitan dengan
makna kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai orang yang dipercaya
sekaligus sebagai sumber dukungan terkait tradisi keagamaan,
pengorganisasian ritual keagamaan dan sakramen yang berarti bagi pasien
kanker. Sehingga konselor spiritual perlu dilatih dalam perawatan akhir
kehidupan.
e) Relawan
Peran relawan dalam tim perawatan paliatif akan bervariasi sesuai dengan
pengaturan. Di negara sumber daya rendah atau menengah, relawan dapat
menyediakan sebagian besar pelayanan untuk pasien. Relawan yang
termasuk dalam rumah sakit dan tim pelayanan paliatif membantu
profesional kesehatan untuk memberikan kualitas hidup yang optimal bagi
pasien dan keluarga. Relawan datang dari semua sektor masyarakat, dan
sering menyediakan link antara institusi layanan kesehatan dan pasien.
Memasukkan relawan dalam tim pelayanan paliatif membawa dimensi
dukungan masyarakat dan keahlian masyarakat. Dengan pelatihan dan
dukungan tepat, relawan dapat memberikan pelayanan langsung kepada
pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas administratif, atau bahkan
bekerja sebagai konselor. Selain itu, dapat berperan membantu
meningkatkan kesadaran, memberikan pendidikan kesehatan,
menghasilkan dana, membantu rehabilitasi, atau bahkan memberikan
beberapa jenis perawatan medis.
f) Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala dalam
pelayan paliatif, sehingga apoteker memainkan peranan penting. Apoteker
memastikan bahwa pasien dan keluarga memiliki akses penting ke
obatobatan untuk pelayanan paliatif. Keahlian apoteker juga dibutuhkan
untuk mendukung tim kesehatan dengan memberikan informasi mengenai
dosis obat, interaksi obat, formulasi yang tepat, rute administrasi, dan
alternatif pendekatan. Morfin dan obat-obatan lain yang sesuai diperlukan
untuk pelayanan paliatif. Banyak negaranegara berpenghasilan rendah dan
menengah, akses terhadap obat-obatan tidak hanya dibatasi oleh
kurangnya apoteker untuk mengeluarkan obat-obatan, tetapi juga oleh
biaya obatobatan yang relatif tinggi sehingga sulit dijangkau bagi banyak
pasien kanker. Untuk itu, apoteker, bahkan mereka dengan keterampilan
dasar yang cukup dan pelatihan yang terbatas sangat penting untuk
pelayanan paliatif.
g) Dukun
Peran obat tradisional dan dukun juga diakui. Di seluruh dunia, sekitar
dua pertiga dari pasien kanker meminta pertolongan berobat pada terapi
komplementer atau alternatif. Dalam banyak hal, dukun biasanya tidak
menjadi anggota tim perawatan paliatif. Namun demikian, harus ada
ruang untuk sebuah wacana terbuka antara penyedia layanan kesehatan
dan dukun dengan maksud untuk mengkoordinasikan upaya-upaya
mereka dalam mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka, yang
sensitif dan menghormati, dengan mempertimbangkan beragam budaya
masyarakat dan individu.

6. Atribut perawatan paliatif


Atribut perawatan paliatif telah diartikulasikan dalam sebuah dokumen
konsensus dari kanada. Atribut ini mendukung definisi menurut WHO dan
membimbing semua aspek perawatan di akhir kehidupan, yaitu:
a. Berfokus kepada pasien dan keluarga nya (Patient family focused)
Karena pasien biasanya bagian dari keluarga, saat perawatan diberikan,
pasien dan keluarga diperlakukan sebagai unit atau satu kesatuan. Semua
aspek perawatan disediakan dengan cara yang sensitif terhadap keyakinan
dan praktik pribadi, budaya, dan kepercayaan keluarga, perkembangan
negara mereka, dan kesiapan mereka untuk menghadapi proses kematian.
b. Berkualitas tinggi (High quality)
Semua aktivitas perawatan paliatif di rumah sakit dipandu oleh hal-hal
berikut, prinsip-prinsip: autonomy, beneficence, non maleficence, justice,
truth telling, dan confidentiality.
c. Safe and effective
Semua kegiatan perawatan paliatif hosip dilakukan dengan cara yang
kolaboratif, memastikan kerahasiaan dan privasi tanpa paksaan,
diskriminasi, pelecehan atau prasangka, menjamin keselamatan dan
keamanan bagi semua peserta. memastikan kontinuitas dan kesabaran,
bertujuan untuk meminimalkan dulpikasi dan pengulangan yang tidak
perlu dan mematuhi undang-undang, peraturan dan kebijakan yang berlaku
di dalam yurisdiksi, tuan rumah, dan organisasi.
d. Accesible
Semua pasien dan keluarga memiliki akses yang sama ke layanan
perawatan paliatif hospice dimana pun mereka tinggal di rumah, atau
berada dalam jarak terjangkau dari rumah mereka dan pada waktu yang
tepat.
e. Adequately resource
Sumber daya keuangan, manusia, informasi, fisik dan masyarakat cukup
untuk menopang aktivitas organisasi dan rencana strategis dan rencana
bisnis. Sumber yang memadai terletak pada masing-masing kegiatan
organisasi yaitu:
f. Collaborative
Setiap komunitas membutuhkan perawatan paliatif hospice yang
diperhatikan dan ditambahkan melalui upaya kolaborasi dari organisasi
dan layanan yang ada dalam kemitraan.
g. Knowledge based
Untuk memberikan pendidikan kepada semua pasien, keluarga, perawat,
staf, dan pemangku kepentingan yang merupakan bagian integral dari
penyediaan dan kemajuan perawatan paliatif hospice berkualitas tinggi.
h. Advocacy based
Interaksi reguler dengan legislator, regulator, pembuat kebijakan,
penyandang dana perawatan kesehatan, perawatan paliatif lainnya
menyediakan, masyarakat profesional, dan asosiasi dan masyarakat secara
esensial untuk meningkatkan kesadaran dan mengembangkan, aktivitas
perawatan intensif dan sumber daya yang mendukungnya. semua advokasi
didasarkan pada praktik norma yang berlaku secara nasional
i. Researceh based
Pengembangan, diseminasi, dan integrasi pengetahuan baru sangat penting
untuk kemajuan perawatan paliatif hospit berkualitas tinggi. Bila mungkin,
semua aktivitas didasarkan pada bukti terbaik yang ada. adalah protokol
penelitian yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di dalam yurisdiksi yang mengatur penelitian dan keterlibatan subjek
manusia.

7. Dasar- dasar perawatan paliatif


a. Komunikasi dan pembuatan keputusan ( dengan penderita dan keluarga)
Berdasarkan buku Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker (2013),
komunikasi antara dokter dan petugas kesehatan lain dengan pasien dan
keluarga serta antara pasien dan keluarga merupakan hal yang penting
dalam perawatan paliatif. Pasien adalah pribadi yang harus dihargai
haknya untuk mengetahui atau tidak mengatahui kondisi penyakitnya.
Pasien juga merupakan individu yang berhak menentukan tindakan yang
akan dilakukan terhadapnya jika pasien masih memilki kompetensi untuk
membuat keputusan. Pada fase akhir kehidupan banyak pasien yang tidak
lagi mampu membuat keputusan, sehingga pembicaraan tentang apa yang
akan atau tidak dilakukan sebaiknya diputuskan pada saat pasien masih
memiliki kesadaran penuh.
b. efektif yaitu: hambatan pasien dalam berkomunikasi, hambatan masyarakat
dalam berkomunikasi dan hambatan tenaga kesehatan dalam
berkomunikasi
c. Tantangan dalam berkomunikasi yaitu mengabarkan berita buruk,
menghadapi tanggapan emosional, menghentikan atau menahan perawatan
aktif, menghindari keheningan dan mempromosikan keterbukaan diantara
pasien kerabat, dan profesional, membahas keinginan pasien yang
mengatakan “jangan melakukan resusitasi, tanggapan yang sesuai untuk
melakukan euthanasia, membahas tentang kematian dan prosesnya,
berbicara kepada anak anak mereka, berkomunikasi dengan kolega.
d. Penghalang untuk komunikasi yang baik yaitu: kurangnya waktu,
kurangnya privacy, ketidakpastian, malu, kolusi ,mempertahankan
harapan, kemarahan, penyangkalan, tidak didepan anak-anak

8. Perawatan Kehilangan
Kehilangan adalah pengalaman manusia yang universal. Pengalaman
ini dialami dan diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda, mencerminkan
faktor-faktor seperti relasi yang hilang, kepribadian, dan cara-cara untuk
mengatasinya. Duka cita adalah hal yang multidimensi, pikiran, perasaan dan
perilaku seseorang sebagai pengalaman setelah kehilangan. Intervensi paliatif
pada masa berduka adalah:Berkabung adalah proses yang dialami seseorang
untuk beradaptasi dengan kehilangan. Hal hal yang perlu dilakukan pada
masa berkabung adalah: Menerima kenyataan kehilangan, Mengalami rasa
sakit akibat kehilangan, Menyesuaikan diri dengan kehilangan, Menyesuiakan
diri dengan lingkungan dimana almarhum hilang, Mencari ruang dalam
kehidupan seseorang untuk almarhum sehingga ia dapat mengenang
almarhum dan secara 36 tepat mengabadikannya, atau merelokasi orang itu
sehingga ia dapat bergerak maju dalam kehidupan
9. Peranan Palliative Pada Penyakit Kanker
Menurut DR. Dr. Imam Rasjidi, SPOG (K) Onk (2010), dalam buku
perawatan paliatif supportif dan bebas nyeri pada kanker, terdapat banyak
alasan mengapa pasien dengan penyakit kanker stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada
akhirnya berakar pada konsep terapi yang ekslusif pada menyembuhkn
penyakit dan memperpanjang nyawa daripada meningkatkan kualitas hidup
dan mengurangi penderitaan.
10. Tata laksana gejala
Prinsip tata laksana gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit
stadium lanjut bervariasi, menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis
Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013 Prinsip tata laksananya adalah
sebagai berikut:
 Evaluasi
Evaluasi terhadap gejala yang ada: Apa penyebab gejala tersebut
(kanker, anti kanker dan pengobatan lain, tirah baring, kelainan yang
menyertai): mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul?
(misalnya: muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat berlainan
dengan muntah karena obstruksi gastrointestinal), adakah hal yang
memperberat gejala yang ada (cemas, depresi, insomnia, kelelahan),
apakah dampak yang muncul akibat gejala tersebut? (misalnya: tidak bisa
tidur, tidak nafsu makan, tidak dapat beraktifitas), pengobatan atau
tindakan apa yang telah diberikan?, mana yang tidak bermanfaat?, tindakan
apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebabnya? Evaluasi
terhadap pasien: seberapa jauh progresifitas penyakit? apakah gejala yang
ada merupakan gejala terminal atau sesuatu yang bersifat reversible?, apa
pendapat pasien terhadap gejala tersebut? , bagaimana respon pasien?,
bagaimana fungsi tubuh? (gunakan karnofsky rating scale).
 Penjelasan
Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat bermanfaat
untuk mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak menjelaskan,
mungkin pasien bertambah cemas karena menganggap dokter tidak tahu
apa yang telah terjadi dalam dirinya.
 Diskusi
Diskusikan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang dapat
dicapai dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang diperlukan, dan
apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.
 Pengelolaan secara individu
Pengobatan bersifat individual, tergantung pada pilihan yang tersedia,
manfaat dan kerugian pada masing masing pasien dan keinginan pasien
dan keluarga. Pengobatan yang diberikan terdiri dari: Atasi masalah
berdasarkan penyebab dasar yaitu atasi penyebabnya bila memungkinkan
(Pasien dengan nyeri tulang karena metastase, lakukan radiasi bila
memungkinkan. Pasien dengan sesak nafas karena spasme bronkus,
berikan bronkodilator. Prinsip pengobatan : Setiap obat opioid dimulai
dengan dosis terendah, kemudian lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek
yang optimal dan dapat mencegah penderitaan dan penurunan kualitas
hidup akibat efek samping obat tersebut. Terapi fisik : Selain dengan obat,
modalitas lain diperlukan untuk mengatasi gejala misalnya relaksasi,
pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.
 Perhatian Khusus
Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi
keluhan secara simtomatis dengan memperhatikan hal hal kecil sangat
bermanfaat (misalnya jika operasi, kemoterapi atau radiasi pada kanker
esofagus tidak dapat lagi diberikan, pengobatan untuk jamur di mulut akan
bermafaat bagi pasien). Gunakan kata tanya “Mengapa” untuk dapat
mengatasi mencari penyebab gejala. (misalnya: seorang pasien kanker paru
muntah. Pasien tidak hiparkalsemia atau dengan opioid. Mengapa pasien
muntah?)
 Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan
yang diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut,karena
keadaan tersebut dapat berubah dengan cepat
Asuhan Keperawatan Pada Kasus

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Klien : Ruslan
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status marital : Tidak terkaji.
Agama : Tidak terkaji.
Suku/Bangsa : Tidak terkaji / Indonesia.
Pendidikan : Tidak terkaji.
Pekerjaan : Tidak terkaji.
Alamat Rumah : Tidak terkaji.

Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji.
Alamat Rumah : Tidak terkaji.
Hubungan dengan klien : Tidak terkaji

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Karsinoma Skuamosa Oral dari 2/3 anterior lidah dan dasar mulut yang menjalar
KGB, hipernasitas, kehilangan gigi secara ekstensif, hilangnya fungsi lidah,
kerusakan wajah yang parah, ulkus rongga mulut nekrotik yang tidak sembuh
menyebabkan bau tak sedap yang parah, sakit wajah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


PPOK, bercak keperakan di lidahnya, perokok aktif (100
bungkus/tahun),konsumsi tembakau kunyah, sulit menelan atau mengunyah,
kesulitan menggerakkan lidah, sulit mengartikulasikan kata-kata dan lidah mati
rasa
4. Riwayat penyakit Keluarga:
Tidak terkaji
5. Pemeriksaan Diagnostik:
Ditemukan Karsinoma Skuamosa Oral dari 2/3 anterior lidah dan dasar mulut
yang telah menjalar kekelenjar getah bening. Dirawat dengan bedah reseksi lidah
luas,reseksi tulang dan jaringan lunak.

6. Pemeriksaan Fisik :
Terdapat Nekrosis jaringan yangluas, Hipernasitas, kehilangan lidah yang
membuat ucapan sama sekali tidakbisa di pahami, Kehilangan gigi secara
ekstensif ditambah hilangnya fungsi lidah yang dapat menyebabkan klien
kesulitan untuk menelan, kerusakan wajah yang parah, ulkus rongga mulut
nekrotik yang tidak sembuh-sembuhmenyebabkan bau tak sedap yang parah, sakit
wajah

7. Terapi:
Metadon (50 mg 3x sehari), morfin sulfat drift (50mg/4jam),
haloperidol(0.6mg/6jam), lorazepam (0,5mg/4jam), konversi dari metadon oral
menjadi infus morfin sulfat infus 2 mg/15 menit

B. Analisa Data

NAMA PASIEN : Ruslan

UMUR : 58 Tahun

DATA PENYEBAB MASALAH

DS : Nekrosis jaringan lokal yang Nyeri akut.


meluas dan berpuncak.
- Sakit wajah.
DO :

- Setelah MRS banyak


intervensi yang dicoba
sebagai upaya untuk
meredakan rasa sakit klien,
sayangnya tidak ada
pengobatan yang dapat
meringankan atau
mengurasi rasa sakitnya
yang parah.
DS : Karsinoma skuamosa oral  Gangguan menelan.
kerusakan anatomi.
- Perasaan ada tersangkut di
tenggorokan.
DO :

- Kesulitan mengunyah dan


menelan.
- Kehilangan gigi secara
ekstensif ditambah dengan
hilangnya fungsi lidah
sehingga sangat sulit untuk
menelan.
DS : Proses penyakit (karsinoma Gangguan komunikasi
skuamosa oral dari dua verbal.
- Lidah mati rasa.
pertiga anterior lidah dan
DO :
dasar mulut).
- Kesulitan menggerakkan
lidah.
- Kesulitan mengartikulasikan
kata-kata.
- Hipernasitas.
- Kehilangan lidah membuat
ucapan sama sekali tidak
bisa dipahami.
DS : Karsinoma skuamosa oral. Gangguan integritas
kulit.
-

DO :

- Kerusakan wajah yang


parah
- Ulkus rongga mulut
nekrotik

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d nekrosis jaringan lokal yang meluas dan berpuncak.
2. Gangguan menelan b.d terjadi kerusakan sistem anatomi.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d proses penyakit (karsinoma skuamosa oral
dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut).
4. Gangguan integritas kulit b.d karsinoma skuamosa oral.

D. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSIS TUJUAN INTERVENSI

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri [1400]


nekrosis jaringan keperawatan palliatif selama
1. Lakukan pengkajian
lokal yang meluas 5x24 jam diharapkan nyeri
nyeri secara
dan berpuncak. dapat diatasi dengan kriteria
komperehensif yang
hasil :
meliputi lokasi,
1. Pasien dapat mengontrol karakteristik, onset/
nyeri durasi, frekuensi,
 Melaporkan nyeri kulaitas, intensitas, skala,
yang terkontrol faktor pencetus.
ditingkatkan dari tidak 2. Observasi adanya
pernah menujukkan ke petunjuk non-verbal
sering menunjukkan. mengenai
 Mengenali kapan nyeri ketidaknyamanan trutama
terjadi ditingkatkan pada mereka yang tidak
dari tidak pernah dapat berkomunikasi
menujukkan ke sering secara efektif.
menunjukkan. 3. Berikan penurun nyeri
 Menggunakan yang optimal dengan
analgesic yang peresepan analgetik.
direkomendasikan 4. Berikan informasi
dipertahankan pada mengenai nyeri yang
secara konsisten dialami.
menunjukkan. 5. Ajarkan prinsip-prinsip
 TTV dalam rentang menejemen nyeri.
normal. Pengaturan posisi [0840]

1. Posisikan pasien semi


fowler.
Monitor tanda-tanda vital
[6680]

1. Monitor tekanan darah,


nadi, dan status
pernapasan dengan tepat.
2. Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan Swallowing Therapy (1860)
b.d terjadi keperawatan selama 3x24 1. Memantau hidrasi tubuh
kerusakan sistem jam kemampuan menelan (misalnya intake, output,
anatomi. klien dapat ditingkatkan, turgor kulit, membran
dengan kriteria hasil: mukosa).
2. Berikan perawatan mulut
- Makanan dapat masuk ke
yang diperlukan.
lambung.
3. Konsultasikan dengan
terapis dan / atau dokter
untuk secara bertahap
meningkatkan konsistensi
makanan pasien.
4. Membantu pasien untuk
menempatkan makanan di
belakang mulut dan di sisi
yang tidak terganggu (yang
tidak sakit).
Enteral Tube Feeding (1056)
1. Masukkan selang
nasogastrik, nasoduodenal,
atau nasojejunal, sesuai
dengan prosedur.
2. Memantau untuk
penempatan yang tepat dari
selang dengan memeriksa
rongga mulut, memeriksa
residu lambung, atau
mendengarkan udara yang
disuntikkan sementara dan
ditarik sesuai dengan
prosedur
3. Monitor adanya bising usus
setiap 4-8 jam sesuai
dengan kondisi.
4. Pantau status cairan dan
elektrolit.
5. Konsultasikan dengan
anggota tim perawatan
kesehatan lainnya dalam
memilih jenis dan kekuatan
makanan enteral.
6. Pantau adanya sensasi
kenyang, mual, dan muntah
7. Monitor berat badan
setidaknya tiga kali
seminggu, yang sesuai
dengan usianya.
3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Communication
komunikasi verbal keperawatan selama 3x24 Enhancement : Speech
b.d proses penyakit jam komunikasi verbal klien Deficit (4976)
(karsinoma dapat meningkat, dengan
1. Memberikan metode
skuamosa oral dari kriteria hasil:
alternatif komunikasi
dua pertiga
- Klien mampu bicara (misalnya, menulis
anterior lidah dan berkomunikasi dengan tablet, berkedip mata,
dasar mulut). orang lain dengan papan komunikasi dengan
menggunakan bahasa gambar dan huruf, kode
bicara lain ; isyarat. tangan atau gerakan
lainnya, dan komputer)
2. Anjurkan pasien untuk
berbicara perlahan
3. Kolaborasikan dengan
keluara dan terapi untuk
menyusun rencana
komunikasi efektif.
4. Gangguan Pengecekan Kulit [3590]
integritas kulit b.d
1. Amati warna, kehangatan,
karsinoma
bengkak, pulsasi, tekstur,
skuamosa oral.
edema, dan ulserasi pada
kerusakan.
2. Dokumentasikan
perubahan membrane
mukosa.
3. Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut [misal :
melapisi kasur dan
menjadwalkan posisi].
4. Ajarkan angora
keluarga/pemberi asuhan
mengeal tanda-tanda
kerusakan kulit dengan
tepat.
5. Kolaborasi pemberian obat
(dokter).

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, M. L. (2014). Nurse to Nurse Palliative Care. Jakarta: Salemba Medika.

Driemel, O., Kunkel, M., Hullmann, M., Eggeling, F., Müller-Richter, U., Kosmehl,
H. and Reichert, T. (2007). Diagnosis of oral squamous cell carcinoma and its precursor
lesions. JDDG, [online] 5(12), pp.1096-1100. Diakses pada:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/.pdf

Jong, Win de Prof. dr. 2005. Kanker, Apakah Itu?. Jakarta: Arcan.

Medawati, A. (2013). Karsinoma Sel Skuamosa Sebagai Salah Satu Kanker Rongga
Mulut Dan Permasalahannya. Insisiva Dental Journal, 2(1).

Rasjidi, I. (2010). Perawatan Palliatif Suportif & Bebas Nyeri pada Kanker. Jakarta:
Sagung Seto.

Robbins & Cotran. 2009 Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.

Suhartiningtyas, D., Chrismawaty, B. E., Agustina, D., & Subagyo, G. (2012).


Toluidine Blue Vital Staining sebagai Alat Bantu Diagnostik pada Karsinoma Sel Skuamosa
Lidah. Majalah Kedokteran Gigi, 19(2012).

Wahyuni, A. (2012). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Karsinoma Lidah. Vol 1. Jurnal


THT Universitas Airlangga, 44-61

Anda mungkin juga menyukai