NIM : G1B118027
LOG BOOK TUTOR KASUS I
KELOMPOK 3
Mr Ruslan adalah seorang pria berusia 58 tahun dengan riwayat merokok seratus
bungkus per-tahun, menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sekitar dua tahun
lalu pasien menemukan bercak keperakan di lidahnya tetapi tidak segera mencari
pertolongan medis. Dia terus merokok dan menggunakan tembakau kunyah. Gejala yang
muncul: Sekitar enam bulan yang lalu pasien mencari pertolongan medis setelah ia
mengalami gejala berikut: Perasaan ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan.
Kesulitan mengunyah atau menelan. Kesulitan menggerakkan lidah. Kesulitan
mengartikulasikan kata-kata, dan Lidah mati rasa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik ditemukan adanya karsinoma skuamosa
oral dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut yang sayangnya telah menjalar ke
kelenjar getah bening. Ia dirawat dengan bedah reseksi lidah luas, reseksi tulang dan
jaringan lunak. Keganasan cancer ini berkembang pesat meskipun telah diobati dan
mengakibatkan nekrosis jaringan yang luas yang mengakibatkan gejala yang mengganggu
seperti : hipernasitas dan kehilangan lidah yang membuat ucapan sama sekali tidak bisa
dipahami. Kehilangan gigi secara ekstensif ditambah dengan hilangnya fungsi lidah
sehingga sangat sulit untuk menelan. Kerusakan wajah yang parah, Ulkus rongga mulut
nekrotik yang tidak sembuh-sembuh menyebabkan bau tak sedap yang parah. Sakit
wajah.
Pada awalnya, gejala yang di alami pasien cukup terkontrol dengan baik dengan terapi
obat Metadon (50 mg tiga kali sehari), morfin sulfat drift (50 mg setiap empat jam,) untuk
mengatasi rasa sakit dan, berdasarkan "sesuai kebutuhan", haloperidol (0,5 mg setiap
enam jam) untuk mual dan muntah, lorazepam (0,5 mg setiap empat jam) untuk
kecemasan, dan pasien menunjukkan respon cukup baik dengan rejimen ini selama
beberapa minggu, tetapi seiring berkembangnya penyakit, rasa sakitnya memburuk akibat
nekrosis jaringan lokal yang luas yang berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit untuk
mengontrol gejala. Setelah masuk rumah sakit, banyak intervensi dicoba sebagai upaya
untuk meredakan rasa sakit Mr. ruslan termasuk: konversi dari metadon oral menjadi
infus morfin subkutan berkelanjutan (6 mg / jam) pasien terkontrol anestesi (PCA) dari
morfin sulfat infus 2 mg setiap 15 menit sesuai kebutuhan lorazepam (0,5mg setiap 4
jam); gel metronidazol dioleskan ke jaringan yang mengalami ulserasi di wajah (untuk
mengontrol infeksi lokal dan dengan demikian bau tak sedap) oksigen melalui kanula
hidung; dan kipas angin lembut bertiup di wajahnya.
STEP 1
JAWABAN STEP 1
1. salah satu jenis kanker kulit, yang menyerang sel skuamosa, yaitu sel yang
membentuk lapisan tengah dan luar kulit. KSS umumnya menyerang area tubuh yang
terpapar matahari, antara lain wajah, leher, tangan dan kaki.
2. Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-
sel dan jaringan hidup.
3. Suara yg seperti sengau
4. Morfin sulfat drift obat yang digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga nyeri
berat. Obat ini mengubah cara tubuh merasakan rasa sakit. Golongan obat ini adalah
narkotik yaitu analgesik opioid. Dosis diberikan oleh dokter berdasarkan kondisi
medis.
5. Lesi berbentuk kawah pada mulut atau mukosa mulut
STEP 2
1. Bagaimana jika keadaan klien memburuk akibat nekrosis jaringan lokal yang luas
yang berpuncak pada saat masuk ke rumah sakit?? Bagaimana mengontrol gejala?
2. Intervensi pada kasus tsb
3. Berdasarkan kondisi pasien apakah tepat apabila pasien mendapatkan perawatan
paliative dan jelaskan alasannya
4. Tindakan apa yang harus dilakukan klien ketika mengalami bau mulut tak sedap yang
parah, selain ke Dokter?
5. Berdasarkan kasus, apa yang menjadi fokus utama dalam pemberian tindakan paliatif?
Berdasarkan kondisi pasien, apa saja faktor resiko
6. Kenapa pasien mengalami ulkus pada rongga mulut?
7. Selain terapi dikasus adakah terapi yg dapat dilakukan?
STEP 3
1. Kondisi yg ditanyakan oleh saudari sofia sama dg kondisi mr.Ruslan yg sudab
dilengkapi dg tindakan yg dapat diberikan. Jadi untuk kondisi rasa sakit yg memburuk
akibat nekrosis jarintan lokal yg luas berpuncak pada saat masuk ke RS . untuk
mengontrol gejala intervensi dicoba untuk meredakan rasa sakitnya. Dg
mengkonversikan dari metadon oral menjadi infus morfin subkutan berkelanjutan (6
mg/jam) pasien terkontrol anestesi, dari morfin sulfat infus 2 mg setiap 15 menit
sesuai kebutuhan lorazepam (0,5mg setiap 4 jam) gel metronidazol dioleskan ke
jaringan yang mengalami ulserasi di wajah ( untuk mengontrol infeksi lokal dan bau
tak sedap) oksigen melalui kanula hidung dan kippas angin lembut bertiup diwajah.
2. obat yg diberikan dgn dosis, perawatan psikologis, dan perawatan nyeri
3. LO
4. LO
5. perawatan paliatif pada kasus berfokus pada pengurangan stress, mengontrol rasa
sakit, serta membuat perasaan lebih nyaman.
6. Faktor resiko yang dapat terjadi diantaranya resiko menurunnya sistem kekebalan
tubuh pada pasien, Orang yang mulai memasukin lanjut usia makin rentan trhadap
penyakit tersebut dan laki laki memiliki persentase lebih besar terkena dibanding
perempuan pengaruh individu yang meningkatkan kerentanan lingkungan, psikologi.
7. Berdasarkan kasus ulkus pada rongga mulut adalah gejala dan dampak dari karsinoma
squamosa oral. Penyebabnya adalah karena pasien dg riwayat merokok dan
menggunakan tembakau kunyah yg mengandung zat zat karsinogenik. Hingga
mencetuskan terjadinya kanker dan munculnya ulserasi pada rongga mulut.
8. ada, terapi nonfarmakologi dan Terapi imun yaitu terapi yg meningkat kan imun
dalam tubuh pasien.
STEP 4 : Mind Mapping
Mr.Ruslan
58 Tahun
MenderitaPenyakitParuObstruktifKronis
Gejala
Pemeriksaan Diagnostik
Hipernasitas dan kehilangan lidah yang membuat ucapan sama sekali tidak
bisa dipahami. Kehilangan gigi secara ekstensif ditambah dengan hilangnya
fungsi lidah sehingga sangat sulit untuk menelan. Kerusakan wajah yang
parah, Ulkus rongga mulut nekrotik yang tidak sembuh-sembuh
menyebabkan bau tak sedap yang parah.Sakit wajah
Karsinoma Skuoamosa
Oral
STEP 6
C. Manisfestasi Klinis
Menurut Medawati. (2013), Pembengkakan atau ulkus yang teraba, rasa nyeri
pada lidah, warna putih atau merah pada lidah, rasa nyeri menyebar ke leher atau
telinga, terdapat pembengkakan di leher dan meraskan kesukaran atau rasa nyeri
pada waktu menelan.
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa meliputi:
1. Eksofitik (pembentukan massa
Pertumbuhan eksofitik (lesi superfisial) dapat berbentuk bunga kol atau papiler,
dan mudah berdarah
2. Endofitik (berlubang dan ulserasi)
Untuk pertumbuhan endofitik biasanya terdapat batas tegas antara lesi dan
jaringan normal invasinya dapat merusak tulang yang dapat menyebabkan nyeri
dan penampakan pada radiografnya adalah radiolucency yang hampir sama
dengan penyakit osteomyelitis.Penampakan klinis berupa ulser dengan
diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa
disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang
minimal. Karakteristik dari lesi karsinoma yang berlubang dengan dasar merah
dan ditutupi oleh krusta karena hiposalivasi
3. Leukoplakia (bercak putih),
4. Eritroplakia (bercak merah),
5. Eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih.
D. Patofisiologi
Robbins dan Cotran (2009) menyebutkan sembilan puluh lima persen semua
jenis kanker oral merupakan karsinoma skuamosa; penyakit kanker ini secara khas
didiagnosis pada usia antara 56 dan 70 tahun dan paling sering ditemukan pada
dasar mulut,lidah, palatum mole, serta bagian pangkal lidah. Lesi dapat menonjol,
keras, berulkus, atau veruksa; secara histologik, kanker tersebut merupakan
karsinoma skuamosa yang tipikal dengan berbagai diferensiasi. Kanker ini
cenderung mengadakan infiltrasi lokal sebelum bermetastasis, khususnya ke
limfonodi , paru-paru, hati, dan tulang. Prognosis yang paling baik terlihat pada
lesi bibir dan yang paling buruk pada dasar mulut serta bagian pangkal lidah
(angka kelangsungan hidup 5 tahun adalan 20-30%).
Patogenesis:
a. Tembakau dan alkohol merupakan korelasi yang paling sering ditemukan para
perokok menghadapi risiko 15 kali lipat lebih besar (daripada bukan perokok)
untuk mengalami keganasan.
b. Human papillomavirus (HPV) tipe 6, 16, dan 18 turut terlibat pada 10%
hingga 15%.
c. Kebiasaan mengunyah gambir atau menyirih marupakan merupakan
penyebab penting di India dan sebagian negara Asia.
d. Faktor genetik dapat ikut memainkan peranan (delesi pada kromosom 18q,
10q, 8q, dan 3q turut terkait.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi CT Scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan
batas dan ukuran tumor serta keterlibatan kelenjar getah bening leher.
F. Penatalaksanaan
Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan cara yang
konvensial, seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi
kombinasi.
Terapi karsinoma sel skuamosa dapat melibatkan satu atau beberapa terapi
sekaligus, terdiri dari: pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Lokasi dan luas
dari lesi berpengaruh dalam pemilihan terapi yang tepat. Terapi yang paling sering
digunakan adalah terapi menggunakan radioterapi. Kanker rongga mulut pada
lidah mempunyai invasi lokal dan metastasis regional yang tinggi ke limfonodi
servikal, dan sering menyebabkan rekurensi local.
1. Pembedahan
a) Tumor primer
Tindakan pembedahan karsinoma lidah pada bagian anterior lidah
dilakukan dengan pendekatan transoral berupa eksisi luas,
hemiglosektomi atau glosektomi subtotal. Eksisi luas merupakan teknik
pengambilan jaringan lidah kurang dari separuh lidah. Hemiglosektomi
adalah pengambilan separuh jaringan lidah.
2. Radioterapi
Karsinoma lidah dapat dilakukan dengan terapi radiasi eksternal
maupun radiasi internal. Sebelum radioterapi harus diperhatikan higiene
rongga mulut yang baik dengan membersihkan atau mencabut gigi yang
karies, mencegah dan mengeliminasi sumber infeksi dari dental.
3. Kombinasi pembedahan dan radioterapi
Terapi kombinasi pembedahan dan radioterapi memberikan hasil terapi
yang lebih baik untuk karsinoma lidah stadium III dan IV. Terapi kombinasi
dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi kombinasi terencana dan terapi
kombinasi tanpa rencana. :
a. Terapi kombinasi terencana yaitu dilakukan pembedahan untuk mengambil
semua tumor yang nampak dan teraba sampai 1–2 cm dari tepi tumor yang
merupakan jaringan normal. Selanjutnya dilakukan radioterapi untuk
eradikasi tumor residu secara mikroskopik.
b. Terapi kombinasi tanpa rencana dilakukan sebagai terapi kuratif dan belum
ada kesepakatan tentang waktu untuk dilakukan radioterapi. Keuntungan
pemberian radioterapi preoperatif adalah sel kanker pada tepi tumor
menjadi inaktif, radioterapi menyebabkan sklerosis dan menyumbat aliran
kelenjar getah bening serta mengurangi penyebaran karsinoma saat
pembedahan.
4. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan pada karsinoma stadium lanjut dan sebagai terapi
paliatif pada tumor rekuren untuk mengurangi rasa nyeri. Regimen yang
digunakan adalah cisplatin dan 5-fluorouracil.
8. Perawatan Kehilangan
Kehilangan adalah pengalaman manusia yang universal. Pengalaman
ini dialami dan diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda, mencerminkan
faktor-faktor seperti relasi yang hilang, kepribadian, dan cara-cara untuk
mengatasinya. Duka cita adalah hal yang multidimensi, pikiran, perasaan dan
perilaku seseorang sebagai pengalaman setelah kehilangan. Intervensi paliatif
pada masa berduka adalah:Berkabung adalah proses yang dialami seseorang
untuk beradaptasi dengan kehilangan. Hal hal yang perlu dilakukan pada
masa berkabung adalah: Menerima kenyataan kehilangan, Mengalami rasa
sakit akibat kehilangan, Menyesuaikan diri dengan kehilangan, Menyesuiakan
diri dengan lingkungan dimana almarhum hilang, Mencari ruang dalam
kehidupan seseorang untuk almarhum sehingga ia dapat mengenang
almarhum dan secara 36 tepat mengabadikannya, atau merelokasi orang itu
sehingga ia dapat bergerak maju dalam kehidupan
9. Peranan Palliative Pada Penyakit Kanker
Menurut DR. Dr. Imam Rasjidi, SPOG (K) Onk (2010), dalam buku
perawatan paliatif supportif dan bebas nyeri pada kanker, terdapat banyak
alasan mengapa pasien dengan penyakit kanker stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada
akhirnya berakar pada konsep terapi yang ekslusif pada menyembuhkn
penyakit dan memperpanjang nyawa daripada meningkatkan kualitas hidup
dan mengurangi penderitaan.
10. Tata laksana gejala
Prinsip tata laksana gejala yang muncul pada pasien dengan penyakit
stadium lanjut bervariasi, menurut WHO (2005) dalam Pedoman Tekhnis
Pelayanan Paliatif Kemenkes RI Tahun 2013 Prinsip tata laksananya adalah
sebagai berikut:
Evaluasi
Evaluasi terhadap gejala yang ada: Apa penyebab gejala tersebut
(kanker, anti kanker dan pengobatan lain, tirah baring, kelainan yang
menyertai): mekanisme apa yang mendasari gejala yang muncul?
(misalnya: muntah karena tekanan intrakranial yang meningkat berlainan
dengan muntah karena obstruksi gastrointestinal), adakah hal yang
memperberat gejala yang ada (cemas, depresi, insomnia, kelelahan),
apakah dampak yang muncul akibat gejala tersebut? (misalnya: tidak bisa
tidur, tidak nafsu makan, tidak dapat beraktifitas), pengobatan atau
tindakan apa yang telah diberikan?, mana yang tidak bermanfaat?, tindakan
apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebabnya? Evaluasi
terhadap pasien: seberapa jauh progresifitas penyakit? apakah gejala yang
ada merupakan gejala terminal atau sesuatu yang bersifat reversible?, apa
pendapat pasien terhadap gejala tersebut? , bagaimana respon pasien?,
bagaimana fungsi tubuh? (gunakan karnofsky rating scale).
Penjelasan
Penjelasan terhadap penyebab keluhan yang muncul sangat bermanfaat
untuk mengurangi kecemasan pasien. Jika dokter tidak menjelaskan,
mungkin pasien bertambah cemas karena menganggap dokter tidak tahu
apa yang telah terjadi dalam dirinya.
Diskusi
Diskusikan pasien pilihan pengobatan yang ada, hasil yang dapat
dicapai dengan pilihan yang tersedia, pemeriksaan yang diperlukan, dan
apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan pengobatan.
Pengelolaan secara individu
Pengobatan bersifat individual, tergantung pada pilihan yang tersedia,
manfaat dan kerugian pada masing masing pasien dan keinginan pasien
dan keluarga. Pengobatan yang diberikan terdiri dari: Atasi masalah
berdasarkan penyebab dasar yaitu atasi penyebabnya bila memungkinkan
(Pasien dengan nyeri tulang karena metastase, lakukan radiasi bila
memungkinkan. Pasien dengan sesak nafas karena spasme bronkus,
berikan bronkodilator. Prinsip pengobatan : Setiap obat opioid dimulai
dengan dosis terendah, kemudian lakukan titrasi, untuk mendapatkan efek
yang optimal dan dapat mencegah penderitaan dan penurunan kualitas
hidup akibat efek samping obat tersebut. Terapi fisik : Selain dengan obat,
modalitas lain diperlukan untuk mengatasi gejala misalnya relaksasi,
pengaturan posisi, penyesuaian lingkungan dll.
Perhatian Khusus
Walaupun gejala yang ada tidak dapat diatasi penyebabnya, mengatasi
keluhan secara simtomatis dengan memperhatikan hal hal kecil sangat
bermanfaat (misalnya jika operasi, kemoterapi atau radiasi pada kanker
esofagus tidak dapat lagi diberikan, pengobatan untuk jamur di mulut akan
bermafaat bagi pasien). Gunakan kata tanya “Mengapa” untuk dapat
mengatasi mencari penyebab gejala. (misalnya: seorang pasien kanker paru
muntah. Pasien tidak hiparkalsemia atau dengan opioid. Mengapa pasien
muntah?)
Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien, gejala yang ada dan dampak pengobatan
yang diberikan sangat diperlukan karena pada stadium lanjut,karena
keadaan tersebut dapat berubah dengan cepat
Asuhan Keperawatan Pada Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Klien : Ruslan
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status marital : Tidak terkaji.
Agama : Tidak terkaji.
Suku/Bangsa : Tidak terkaji / Indonesia.
Pendidikan : Tidak terkaji.
Pekerjaan : Tidak terkaji.
Alamat Rumah : Tidak terkaji.
Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji.
Alamat Rumah : Tidak terkaji.
Hubungan dengan klien : Tidak terkaji
6. Pemeriksaan Fisik :
Terdapat Nekrosis jaringan yangluas, Hipernasitas, kehilangan lidah yang
membuat ucapan sama sekali tidakbisa di pahami, Kehilangan gigi secara
ekstensif ditambah hilangnya fungsi lidah yang dapat menyebabkan klien
kesulitan untuk menelan, kerusakan wajah yang parah, ulkus rongga mulut
nekrotik yang tidak sembuh-sembuhmenyebabkan bau tak sedap yang parah, sakit
wajah
7. Terapi:
Metadon (50 mg 3x sehari), morfin sulfat drift (50mg/4jam),
haloperidol(0.6mg/6jam), lorazepam (0,5mg/4jam), konversi dari metadon oral
menjadi infus morfin sulfat infus 2 mg/15 menit
B. Analisa Data
UMUR : 58 Tahun
DO :
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d nekrosis jaringan lokal yang meluas dan berpuncak.
2. Gangguan menelan b.d terjadi kerusakan sistem anatomi.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d proses penyakit (karsinoma skuamosa oral
dari dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut).
4. Gangguan integritas kulit b.d karsinoma skuamosa oral.
D. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSIS TUJUAN INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, M. L. (2014). Nurse to Nurse Palliative Care. Jakarta: Salemba Medika.
Driemel, O., Kunkel, M., Hullmann, M., Eggeling, F., Müller-Richter, U., Kosmehl,
H. and Reichert, T. (2007). Diagnosis of oral squamous cell carcinoma and its precursor
lesions. JDDG, [online] 5(12), pp.1096-1100. Diakses pada:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/.pdf
Jong, Win de Prof. dr. 2005. Kanker, Apakah Itu?. Jakarta: Arcan.
Medawati, A. (2013). Karsinoma Sel Skuamosa Sebagai Salah Satu Kanker Rongga
Mulut Dan Permasalahannya. Insisiva Dental Journal, 2(1).
Rasjidi, I. (2010). Perawatan Palliatif Suportif & Bebas Nyeri pada Kanker. Jakarta:
Sagung Seto.