SA
R
FO
T
SA
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN
PENERBIT ERLANGGA
Jl. H. Baping Raya No. 100
Ciracas, Jakarta 13740
http://www.erlangga.co.id
(Anggota IKAPI)
iv
LE
007-150-010-0
Psikologi Klinis
SA
Teori dan Aplikasi
Disusun oleh:
R
Annastasia Ediati
Dian Veronika Sakti Kaloeti
Hastaning Sakti
FO
Buku ini diset dan dilayout oleh Bagian Produksi Penerbit Erlangga
dengan Power MacPro
23 22 21 20 4 3 2 1
Prakata
LE
Psikologi Klinis adalah salah satu cabang psikologi yang berfokus tentang perilaku ma-
nusia serta gejala-gejala yang ada, khusus dari sudut pandang klinis. Buku ini diterbitkan
dengan tujuan untuk mengisi kebutuhan akan buku ajar mata kuliah Psikologi Klinis yang
diajarkan di Fakultas Psikologi.
Buku ini dibuka dengan Bab I yang memberikan pengantar mengenai psikologi klinis,
SA
yang diikuti dengan pembahasan mengenai metodologi riset Psikologi Klinis di Bab II. Bab
III memuat keterkaitan Psikologi Klinis dengan berbagai bidang, beserta isu-isu kontemporer
yang menyertainya, sedangkan Bab IV memaparkan berbagai pendekatan dalam Psikologi
Klinis. Selanjutnya, Bab V mengupas Kekhususan Psikologi Klinis dan Bab VI mengupas
Metode Asesmennya. Berikutnya, Psikopatologi dibahas pada Bab VII. Bab VII khusus
membahas mengenai Laporan Pemeriksaan Psikologi Klinis dan pada Bab IX dipaparkan
mengenai Intervensi Klinis. Buku ini ditutup dengan Bab X yang menguraikan Psikologi
R
Komunitas.
Dalam kesempatan ini, Tim Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu terwujudnya penulisan dan penerbitan buku ini. Akhir kata, Tim
Penulis siap menerima kritik dan saran demi lebih menyempurnakan karya ini. Semoga
FO
buku ini dapat memberi manfaat dan sumbangsih demi kemajuan ilmu Psikologi di tanah
air.
Semarang, Juni 2020
Tim Penulis
T
NO
vi
Tentang Penulis
LE
Annastasia Ediati berkarya sebagai staf pengajar di Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro sejak 1999. Menempuh S1
(1991-1997) dan Program Profesi Psikologi (1997-1999) di
Fakultas Psikologi UGM. Ia menempuh pendidikan master di
bidang HRD di Faculty of Educational Science and Technology,
SA
University of Twente, the Netherlands (2001-2002) dengan
beasiswa STUNED. Pendidikan doktoral di bidang Psikologi
Medis ditempuh di Erasmus University of Rotterdam, the
Netherlands (2010-2014) dengan beasiswa Dikti-LN. Sejak
2016 terlibat dalam tim multidisiplin dalam penanganan
individu dengan disorders of sex development (dulu disebut
interseks). Ia aktif melakukan penelitian di bidang kesehatan/kedokteran, kesehatan mental,
R
dan pemberdayaan komunitas serta banyak melakukan publikasi di jurnal ilmiah internasional
dan nasional serta konferensi ilmiah. Annas aktif memberikan pelatihan-pelatihan
pengembangan kompetensi maupun pribadi, baik dalam komunitas psikologi maupun
masyarakat umum. Annas adalah pengurus di Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia dan
FO
anggota Ikatan Psikologi Klinis Wilayah Jawa Tengah serta pernah menjabat sebagai Wakil
Dekan Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (2015-
2019). Beberapa modul yang ditulisnya Modul Training Perkembangan Emosi Anak (“Anak
Tanggung”), Modul Training Regulasi Emosi Anak Sekolah Dasar, Modul Edukasi Cegah
Bunuh Diri (2019), dan Tumbuh Kembang Anak dengan Congenital Adrenal Hyperplasia
(2020). Annas dapat dihubungi melalui surel: ediati.psi@gmail.com
T
LE
Program Doktoralnya diselesaikan di Fakultas Psikologi
UGM dengan topik Psikologi Klinis, dan memperdalam
topik tentang Psiko-Neuro-Imunologi (PNI) dengan
pengembangan Psikoterapi Transpersonal. Pernah menjabat
sebagai Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Wilayah Jawa
Tengah (2013-2016) dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (2015-2019).
SA
Saat ini aktif sebagai konsultan pada Jasa Psikologi Undip dan Psikolog di rumah sakit
swasta di Semarang. Beberapa modul ber-HAKI lebih banyak ditulis tentang pengaruh
faktor psikologis terhadap epidemi penyakit masyarakat, antara lain: “ASA” (Ajakan Sehat
Jiwa Raga) Bagi Penderita Tuberkulosis; Modul Modifikasi Psikoedukasi Penderita Kusta;
Buku Saku Penyiapan Kehidupan Berkeluarga dari Segi Kesehatan, serta Modul Pelatihan
Pengembangan Diri Guru IDEAL (Insipratif, Dedikatif, Empati, Akhlak Mulia, Dan Luhur
Budi). Sebuah persembahan Bakti Pada Guru, sampai saat ini masih dilaksanakan dalam
R
rangka peningkatan karakter guru se-Indonesia. Hasta dapat dihubungi melalui surel ke
alamat: sakti.hasta@gmail.com
Psikologi Keluarga. Kartika menaruh minat pribadi pada ranah Kesehatan Mental, Psikologi
Keluarga, dan Psikologi Transpersonal. Ia aktif sebagai praktisi dan konsultan psikologis
di salah satu rumah sakit swasta di Semarang, dan beberapa instansi pemerintah di Jawa
Tengah, serta mengasuh kolom konsultasi di tabloid dan di radio swasta sejak Tahun 2007
hingga saat ini. Selain itu, menulis beberapa buku dan publikasi ilmiah, di antaranya: Buku
Ajar Kesehatan Mental (2012), publikasi jurnal internasional di Procedia Environmental
Science (2015), menjadi pemakalah dalam International Family Therapy Association (IFTA)
Conference 23th, di Kuala Lumpur (2015), serta menjadi pemakalah dalam The 6th ARUPS
Congress (2018) di Denpasar. Korespondensi dengan Kartika dapat dilakukan melalui surel
ke alamat: ksdewi.pklinis@gmail.com
viii
YF La Kahija adalah staf pengajar Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro sejak tahun 2005. Dia menyelesaikan
pendidikan S1-nya di Universitas Diponegoro dan kemudian
melanjutkan S2-nya di University of Northampton, Inggris,
dengan spesialisasi di bidang Psikologi Transpersonal. Dia
secara khusus tertarik dengan psikologi Timur. Beberapa
LE
bukunya yang sudah dikenal luas adalah Hipnoterapi: Prinsip-
prinsip Dasar Praktik Psikoterapi (Gramedia, 2007), Penelitian
Fenomenologis: Jalan Memahami Pengalaman Hidup
(Kanisius, 2017). Minatnya akan ajaran Timur membawanya
pada pengembangan Terapi Eling lan Awas (ELA). Untuk
mendasari Terapi ELA itu, La Kahija menulis empat buku: (1) Terapi Eling lan Awas: Jalan
SA
Membahagiakan Diri Sendiri, (2) Terapi Eling lan Awas: Membuat Catatan Manas, (3) Terapi
Eling lan Awas: Untaian Skrip, dan (4) Eling lan Awas: Kearifan Timur Nusantara untuk
Psikologi. Saat ini terapi ELA sudah bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat
lewat layanan bantuan psikologis dan layanan berbagi ilmu “Psikologi Timur” lewat situs
web www.elinglanawas.com.
Daftar Isi
Bab 1 Pengantar Psikologi Klinis 1
1.1 Pendahuluan 2
LE
1.2 Definisi Psikologi Klinis 3
1.3 Prinsip Idiografik 4
1.4 Sejarah Psikologi Klinis 4
1.5 Perkembangan Definisi Psikologi Klinis 13
1.6 Fungsi Utama Psikologi Klinis 15
SA
1.7 Empat Karakteristik Psikologi Klinis 17
1.8 Setting Pekerjaan Psikolog Klinis 18
1.9 Profesi yang Berdekatan 20
Daftar Pustaka 30
Bab 2 Metodologi Riset Dalam Psikologi
Klinis 32
R
2.1 Pendahuluan 33
2.2 Pengantar Riset dan Metode 34
Daftar Pustaka 63
FO
Daftar Istilah 63
Daftar Istilah 84
LE
5.2 Psikologi Abnormal 140
5.3 Psikologi Abnormal Anak dan Remaja 144
5.4 Psikologi Abnormal Lansia 147
5.5 Kesehatan Mental 151
5.6 Psikologi Kesehatan 159
SA
5.7 Psikologi Medis 159
5.8 Psikoneuroimunologi 161
5.9 Psikofarmakologi 165
5.10 Neuropsikologi Klinis 168
5.11 Psikologi Forensik 170
5.12 Psikologi Komunitas 173
Daftar Pustaka 176
R
Daftar Istilah 177
Klinis 180
6.1 Pendahuluan 181
6.2 Pengantar Asesmen Psikologi Klinis 182
6.3 Pengantar Metode Asesmen dalam Psikologi
Klinis 195
Daftar Pustaka 215
Daftar Istilah 216
T
LE
Pendekatan Klinis 265
Daftar Pustaka 281
Daftar Istilah 282
SA
9.2 Definisi dan Pendekatan pada Intervensi
Klinis 286
9.3 Pengantar Intervensi Klinis 309
Daftar Pustaka 325
Daftar Istilah 326
R
Bab 10 Psikologi Komunitas 328
10.1 Pendahuluan 329
10.2 Perspektif Psikologi Komunitas 330
FO
NO
T
FO
R
SA
LE
BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1 1
LE
SA
R
Bab 1
FO
PENGANTAR
T
PSIKOLOGI KLINIS
NO
2 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
1.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pada pokok pembahasan Pengantar Psikologi Klinis ini, mahasiswa dibekali
dengan pengetahuan mengenai definisi, perspektif Psikologi Klinis, sejarah
singkat dan ranah cakupan keilmuan dan profesinya, serta berbagai kegiatan,
aturan dan penempatan psikolog klinis di tempat kerja. Psikologi Klinis
SA
merupakan bidang yang kompleks, yang membahas perilaku manusia dan
emosi. Seperti bila kita membahas mengenai darah dan syaraf, emosi dan
ide, maka Psikologi Klinis merupakan usaha integratif untuk memahami
interaksi antara biologi, psikologi, dan faktor sosial.
B. Relevansi
R
Pokok bahasan Definisi dan Sejarah Psikologi Klinis ini mengawali pemahaman
mahasiswa untuk masuk pada materi yang ada pada bab berikutnya dan
FO
C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) perkembangan Psikologi Klinis, masa lalu,
kini dan kondisi masa depan.
BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 3 3
2. Mampu menjelaskan (C2) perspektif dan filosofi Psikologi Klinis dan
perkembangan antar waktu hingga berdirinya Psikologi Klinis.
D. Petunjuk belajar
LE
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
hal yang belum Anda ketahui.
SA
1.2 PRINSIP IDIOGRAFIK
masalah manusia yang kritis dan kompleks. Seorang psikolog klinis adalah
orang yang berurusan dengan proses pencegahan, estimasi, analisis, dan
penyembuhan gangguan mental yang lengkap.
Psikolog Amerika Lightner Witmer adalah orang pertama yang
menciptakan istilah ‘psikologi klinis’ dalam makalah yang ditulis pada tahun
1907. Witmer mendefinisikan subjek sebagai penelitian yang dilakukan melalui
T
‘observasi atau eksperimen’. Seorang psikolog klinis harus menjadi orang yang
sehat yang mampu berpikir secara objektif dan netral. Ia harus bijaksana
NO
LE
1.3 DEFINISI PSIKOLOGI KLINIS
SA
Fokus Psikologi klinis adalah pada asesmen, treatment, dan memahami
problem-problem psikologis dan gangguan perilaku. Pada kenyataannya
Psikologi Klinis juga harus dapat memahami jiwa manusia dengan kondisi
fisik, emosi, aspek sosial kesehatan dan disfungsinya. Menurut APA, Psikologi
Klinis mencoba untuk menggunakan prinsip psikologi untuk memahami
lebih baik, dan memprediksi aspek-aspek intelektual, emosional, biologis,
R
psikologis, sosial dan keperilakuan dari fungsi manusia.
Rodnick (dalam Plante 2005) berpendapat bahwa Psikologi Klinis
FO
adalah aspek dari ilmu psikologi dan praktek yang memperhatikan analisis,
treatment dan prevensi (pencegahan) terhadap disabilitas psikologi manusia
dan meningkatkan penyesuaian diri dalam mencapai kepuasan diri dan
hubungan dengan lingkungan lebih efektif.
Dalam perkembangannya, definisi Psikologi Klinis mengalami
perkembangan pola dari waktu ke waktu. Pemahaman tentang penyimpangan
T
LE
memperhatikan pengaruhnya terhadap faktor biologis,
psikologis dan sosial
130 – 200 A.D. Galen mengembangkan dasar pengobatan Barat
berdasarkan pengaruh Yunani 1000 tahun lalu
SA
500 – 1450 Abad Pertengahan yang mempercayai supranatural sangat
mempengaruhi kesehatan dan berbagai penyakit
1225 – 1274 Saint Thomas Aquinas menggunakan pemikiran saintifik
untuk membantu menjelaskan masalah kesehatan dan
penyakit
1490 – 1541 Paracelsus (dokter bidang toksikologi) menyatakan
R
bahwa pergerakan bintang, bulan, matahari dan planet
mempengaruhi perilaku manusia
1500 – 1700 Renaissance menjadi saksi beberapa penemuan saintifik
FO
1. Zaman Yunani
Beberapa pemikir pada zaman Yunani dianggap sangat penting dalam
perkembangan awal pendekatan integratif terhadap penyakit, dan
sebagai pelopor perspektif biopsychosocial. Konon, orang Yunani kuno
6 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
tubuh yang dimaksud adalah empedu hitam, empedu kuning, plegma
(lendir) serta darah. Keempat cairan tersebut mempengaruhi temperamen
dan kepribadian. Bila orang terlalu banyak cairan kuning dikatakan
sebagai kepribadian kolerik yang mewakili sifat pemarah dan mudah
SA
tersinggung. Bila terlalu banyak cairan empedu hitam dikatakan sebagai
kepribadian melankolik yang mewakili sifat sedih dan tanpa harapan.
Hippocrates juga mempertahankan adanya pendekatan holistik
untuk kesehatan dan penyakit seperti tercermin dalam pernyataannya:
“in order to cure the human body, it is necessary to have a knowledge of
the whole things”. Hippocrates telah mengawali pandangan bahwa faktor
R
biologis, psikologis dan faktor sosial berkontribusi terhadap penyakit
fisik maupun emosi. Pada abad pertengahan selanjutnya Plato, Aristotle
dan Galen meneruskan perspektif biopsychosocial ini.
FO
2. Abad Pertengahan
Masa abad pertengahan (500-1450 A.D) adalah awal gagasan
pengembalian hubungan antara kesehatan, penyakit, jiwa dan raga.
Penyakit fisik dan penyakit jiwa diyakini dipengaruhi oleh hal-hal spiritual
T
seperti pengaruh setan, penyihir dan akibat dari dosa. Thomas Aquinas
(1225-1274) menyatakan adanya kebenaran teologis dan kebenaran
saintifik.
NO
LE
penyakit mental, yang dapat dipahami dengan observasi saintifik dan
eksperimen, ketimbang hanya pemahaman tentang pikiran dan jiwa.
1. Perhatian terhadap perbedaan individual:
Pentingnya perbedaan individual dalam Psikologi Klinis.
SA
Berbagai pengaruh:
a. Perbedaan individual sudah diperhitungkan sejak jaman dahulu
seperti Plato, Pythagoras, pemerintahan Cina sekitar 4000 tahun
yang lalu.
b. Perkembangan pengukuran ilmiah tentang perbedaan individual
di bidang astronomi, anatomi (frenologi), fisiognomi.
R
c. Penggunaan prosedur sampling perilaku untuk menentukan
karakteristik mental individual (selanjutnya disebut mental test
pada tahun 1890).
FO
LE
Setelah Psikologi ditemukan sebagai sebuah bidang ilmu dan hingga Perang
Dunia ke-2
1879 Wilhelm Wundt mengembangkan laboratorium psikologi yang pertama
1879 William James mengembangkan laboratorium American Psychology
SA
di Harvard
1883 G. Stanley Hall mengembangkan laboratorium psikologi kedua di Johns
Hopkins
1888 James Mc Kean Cattell mengembangkan laboratorium psikologi America
ketiga
R
1890 James mempublikasikan Principles of Psychology
1890 Cattell menetapkan mental test
FO
LE
1924 Mary Cower Jones menggunakan prinsip belajar untuk menerapi rasa
takut pada anak
1935 APA komite Standard and Training menetapkan Psikologi Klinis
SA
1936 Louttit mempublikasikan text book Psikologi Klinis yang pertama
1937 Klinisi meninggalkan APA kembali dan membentuk American Association
of Applied Psychology (AAAP)
1937 Terbitnya Journal of Consulting Psychology
1939 The Wechsler-Bellevue Intelligence Scale dipublikasikan
R
1945 AAAP kembali bergabung dengan APA
(6) administrasi.
LE
Lightner Witmer (1867-1955). Witmer menjadi psikolog pertama yang
memakai pemahamannya tentang prinsip perilaku manusia untuk
membantu individu dengan problem khusus. Wilmer juga diundang
oleh beberapa guru untuk membantu murid-murid yang performanya
SA
kurang baik.
Kelahiran Psikologi Klinis (1896 -1917) oleh Lightner Witmer
(1867-1955), berawal dari penanganan kasus anak, karena sebagian
besar kasus klinis di masa itu terjadi pada anak-anak. Kasus itu ditulis
untuk pertama kalinya dalam jurnal. Saat itu direkomendasikan asesmen
diagnosis sebagai cara dalam membantu klien. Penanganan klien secara
R
tim akan lebih baik dari berbagai profesional. Ke depannya, diperlukan
upaya pencegahan (preventif) dalam deteksi dini dan remediasi. Psikologi
klinis sudah seharusnya dibangun atas dasar pinsip-prinsip psikologi
FO
LE
1945 Connecticut menerbitkan sertifikat hukum pertama untuk psikologi
1947 ABEPP memunculkan sertifikasi klinisi
1949 Halstead mepresentasikan baterai tes neurospsikologi
1949 Konferensi Boulder mendefinisikan model training saintis-praktisi
SA
Tahun 1947 APA menetapkan rekomendasi bagi pendidik klinisi:
a. Psikolog klinis seharusnya dididik dan dilatih dalam proses yang
bertahap yaitu sebagai ilmuwan psikologi dan berikutnya barulah
sebagai praktisi profesional (klinis).
b. Pelatihan Psikologi Klinis bagi non-klinisi seharusnya diperketat
dengan melewati program 4 tahun doktoral, termasuk berpraktek
R
di bawah supervisi selama 1 tahun.
c. Holy Trinity (asesment, riset dan treatment) yang diajarkan adalah
FO
1950an
1950 Dollar dan Miller mempublikasikan Personality and Psychoterapy:
An Analysis in Terms of learning, Thinking and Culture
T
1970an
LE
1970 DSM II dipublikasikan
1977 George Engel mempublikasikan paper di Science tentang model
biopsychosocial
1977 Wachtel mempublikasikan Psychoanalysis and Behavior Therapy:
Toward an Integration
SA
1980an
1980 DSM III dipublikasikan
1981 APA Ethical Standar direvisi
1982 Psikologi Kesehatan muncul
R
1987 DSM III R dipublikasikan
1988 American Psychological Society
FO
1990an
1994 DSM IV dipublikasikan
1995 APA mempublikasikan treatment empiris tervalidasi
1998 International Society of Clinical Psychology dicanangkan di San
Fransisco
T
2000an
2001 APA memberikan statement misinya untuk merefleksikan
NO
LE
alternatif pendekatan psikodinamika tradisional. Family system, behavioral,
cognitive behavioral dan pendekatan humanistic untuk intervensi muncul,
sebagai alternatif intervensi yang menarik dan popular. Selanjutnya
muncul gerakan komunitas kesehatan mental pada tahun 1960an seiring
SA
maraknya medikasi psikotropik untuk mengobati penyakit mental.
Titik balik filosofi psikologi klinis terjadi sejak 1973 pada Vail Conference.
Luaran yang paling signifikan dari konferensi tersebut adalah diterimanya
sebuah model pelatihan baru untuk psikologi klinis. Pada tahun 1977,
George Engel menawarkan pendekatan biopsikososial sebagai model
yang mungkin terbaik untuk memahami dan menyembuhkan penyakit
R
mental dan fisik. Pendekatan ini menyatakan agar seluruh penyakit dan
problem fisik dan psikologis memperhatikan elemen biologis, psikologis
dan sosial. Ini dimaksudkan agar ada strategi penanganan intervensi yang
FO
Definisi awal psikologi klinis yang dikemukakan oleh Winer (1912) adalah
metode yang digunakan untuk mengubah dan mengembangkan jiwa seseorang
NO
LE
perkembangan pribadi manusia.
Psikologi Klinis difokuskan pada aspek-aspek intelektual, emosional,
biologis, psikologis, sosial dan perilaku dari fungsi manusia seumur hidupnya,
di berbagai macam budaya dan di semua tingkat sosial-ekonomi. Nietzel, et
all., (1998) mengatakan bahwa Psikologi Klinis merupakan sub-area Psikologi
SA
yang melakukan penelitian terhadap perilaku manusia, untuk mencari aplikasi
dari hasil penelitian, dan berhubungan dengan asesmen individu. Selain itu
Psikolog Klinis juga membantu individu yang memiliki problem psikologis
dengan pendekatan klinis.
R
B. APA Division of Clinical Psychology, 2019
Psikologi Klinis adalah kekhususan psikologi yang menyediakan:
FO
LE
1.6 FUNGSI UTAMA PSIKOLOGI KLINIS
SA
1. Asesmen (Assessment)
2. Treatment
3. Penelitian (Research)
4. Pengajaran (Teaching)
5. Konsultasi (Consultation)
R
1. Asesmen
“To collect information about people…”
FO
2. Treatment
“Sesuatu yang digunakan untuk menolong individu agar lebih memahami
dan untuk mengatasi masalah distress psikologisnya”
Dalam treatment dikembangkan intervensi antara lain psikoterapi,
konseling, modifikasi perilaku. Tujuannya adalah untuk menemukan
masalah yang spesifik hingga rekonstruksi kepribadian. Kemudian membantu
eksplorasi diri, kerja sama memecahkan masalah dan mengembangkan
16 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
3. Research
LE
a. Penelitian (misalnya: Neuropsikologi, Psikofarmakologi, Psikologi
Kesehatan)
b. Setting.
c. Kepentingan: kritisi, akurasi prosedur asesmen, evaluasi efektivitas
SA
intervensi (terapi program).
d. Tujuan: asesmen (mencari penyebab), diagnose, intervensi (design,
preventif) dan evaluasi.
4. Teaching
R
Aktivitas Pendidikan, misal memberikan informasi, seminar, pelatihan,
pengembangan SDM, mengajar S1, S2, S3/profesi, supervise praktek, supervise
bidang terkait.
FO
5. Consultation
a. Pemberian saran pada organisasi/perseorangan/kelompok/badan/system.
b. Berbentuk: research, assessment, treatment, training, teaching
1. Pendidikan (pengenalan job).
T
6. Administrasi
1. Manajerial sebagai eksekutif dalam menjalankan suatu organisasi
(universitas, RS, klinik).
2. Psikolog Klinis:
BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1717
LE
Orientasi Pekerjaan Klinis (Sundber, et all, 2007):
a. Orientasi menolong yang alamiah.
b. Orientasi kuratif.
c. Orientasi belajar.
SA
d. Orientasi pertumbuhan.
e. Orientasi ekologis.
Tiga Landasan Kompetensi Psikologi Klinis (Wiramihardja, 2012) :
1. Pemahaman akademik yang memerlukan landasan teoretis umum
ke khusus.
R
2. Pengalaman riset yang terbimbing, dengan supervisi terapan ilmu
yang berkembang dan berbasis riset.
3. Pengalaman klinis yang disupervisi sehingga praktik asesmen, terapi
FO
LE
9. Kepribadian manusia berkembang bertahap
SA
1.8 SETTING PEKERJAAN PSIKOLOG KLINIS
• Psikolog Sekolah
Pada umumnya Psikolog Sekolah bekerja di sekolah formal (termasuk
LE
SLB atau sekolah khusus) untuk melayani tes kognitif, konseling
singkat, konsultasi rujukan dari guru, staf administrasi, orang tua dan
murid. Psikolog Sekolah lebih banyak menangani atau melayani anak-
anak dengan kebutuhan khusus seperti AD/HD, kesulitan belajar atau
retardasi mental. Profesi ini juga menangani permasalahan siswa dengan
SA
orangtuanya dalam hubungannya dengan permasalahan pendidikan dan
psikologisnya. Jika di dunia Barat, psikolog yang bergelar Ph.D dan
bekerja di sekolah, umumnya tertarik pada bidang riset dan akademik,
sedangkan yang bergelar MA lebih tertarik bekerja sebagai praktisi
psikolog yang berhubungan dengan anak dan orangtua.
R
• Psikiater
Psikiater adalah lulusan bidang ilmu kedokteran yang telah menyelesaikan
FO
yang sedang menjalani training psikiatri dapat pula bekerja sebagai klinisi
di klinik kesehatan mental komunitas.
Psikiater sebagai dokter jiwa mendiagnosa pasien dengan cara
NO
• Pekerja Sosial
Pekerja sosial berfokus pada penanganan manajemen kasus, advokasi
pasien, dan adanya ikatan agen pelayanan sosial agar menjadi lebih
optimal. Jika fokus garapan psikiater adalah pada teori biologi dan
intervensi, maka psikolog klinis lebih berfokus pada teori psikologi dan
LE
intervensi, sedangkan pekerja sosial memiliki fokus kerja yang didasarkan
pada teori-teori sosial dan intervensi sosial. Di negara barat, saat ini
pekerja sosial dapat melakukan psikoterapi individual, keluarga ataupun
kelompok, atau melakukan peran administrtif dalam berhubungan dengan
SA
agensi, rumah sakit atau pada setting lain seperti sekolah, klinik atau
praktek pribadi.
Area kerja, keterampilan dan keahlian mereka pada umumnya berbeda dengan
psikolog klinis, mereka tidak melakukan asesmen atau menangani pengalaman
NO
LE
B. Tempat Kerja
Pengaturan kerja psikolog klinis bervariasi, tergantung pada spesialisasi
atau area kerja. Area kerja normal untuk para psikolog penelitian adalah
SA
universitas atau perguruan tinggi. Mereka harus mengajar beberapa mata
kuliah di setiap semester selain melakukan tanggung jawab penelitian mereka.
Beberapa psikolog industri bekerja di perusahaan atau perusahaan. Mereka
membantu perusahaan untuk mengelola karyawan dan aset utama mereka
dengan lebih baik.
Neuropsikolog dan psikolog forensik terlihat bekerja dalam praktik pribadi.
R
Neuropsikolog juga bekerja di rumah sakit sementara psikolog forensik harus
melakukan proses verifikasi klinis di pengadilan dan pengadilan.
FO
pasien.
Psikolog klinis umumnya menawarkan perawatan untuk:
NO
1. Skizofrenia
2. Depresi
3. Kelainan saraf
4. Perilaku adiktif
5. Masalah hubungan pribadi, profesional, atau keluarga
6. Gangguan Makan
7. Mempelajari ketidakmampuan, dll
22 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
2. Kreatif untuk merancang dan memonitor program yang sempurna untuk
terapi dan konseling dalam kolaborasi dengan rekan kerja.
3. Mengembangkan penyediaan layanan untuk pasien.
4. Bertindak sebagai konselor dan mendukung pengasuhan.
SA
5. Melakukan penelitian praktis untuk menambah basis bukti praktik di
berbagai pengaturan sektor kesehatan.
6. Para profesional yang lebih berpengalaman dapat menyimpan dokumen
rinci tentang pasien untuk melacak kemajuan mereka.
Psikolog adalah mereka yang melakukan praktek psikologi, yang terdiri dari
banyak spesialisasi atau bidang, mulai dari psikolog klinis umum, psikolog
industri, psikolog anak, psikolog dewasa, psikolog pernikahan dan sebagainya.
Berikut ini akan dijabarkan sedikit mekanisme untuk menjadi seorang
psikolog di Indonesia.
T
LE
• Teknik konseling dan psikoterapi
• Attitude dan perilaku dalam melakukan praktek psikologi
SA
Setelah menyelesaikan 2 semester awal dengan teori dan juga praktek di
dalam laboratorium, maka kita wajib untuk mengikuti program praktek
kerja psikologi profesi. Praktek kerja ini secara teoretis hanya memakan
waktu selama 1 semester, namun pada prakteknya bisa menghabiskan 2
semester untuk menyelesaikan program ini. Praktek kerja disesuaikan dengan
spesialisasi yang diambil seperti Klinis umum, Klinis anak, Klinis dewasa,
R
industri, dan organisasi.
FO
LE
gelar sarjana psikologi, sebagian besar psikolog klinis harus menghabiskan
empat hingga enam tahun di sekolah pascasarjana.
Dua jenis gelar tersedia di bidang psikologi klinis – gelar Ph.D. dan Psy.D.
Pada Ph.D. Program bersifat teoretis dan berpusat pada penelitian. Di sisi
lain, seorang Psy.D. menempuh program yang lebih bersifat pragmatis dan
SA
berorientasi pada praktik. Tanpa mengejar dua jenis gelar ini, ada peluang
juga bagi siswa untuk mendaftar ke program pascasarjana yang memberikan
gelar master terminal.
Di AS, psikolog klinis harus mengejar gelar doktor. Mereka diberikan
pelatihan dalam pengaturan klinis. Di AS, siswa dapat mengejar gelar doktor
melalui program yang didanai oleh National Health Service. Program-program
R
ini sangat kompetitif dan berpusat pada praktik dan penelitian. Siswa yang
ingin melakukan salah satu dari program ini harus memiliki pengalaman
FO
bersama dengan gelar sarjana dalam kurikulum psikologi yang diakui oleh
British Psychological Society.
mereka yang ingin menjadi psikolog klinis tidak diperbolehkan berasal dari
jurusan lain pada jenjang sarjana selain jurusan psikologi. Mata kuliah-mata
NO
kuliah yang dipelajari untuk menjadi seorang psikolog klinis dewasa dengan
gelar M.Psi di antaranya mencakup neuropsikologi, psikopatologi dewasa,
psikodiagnostik dewasa, anamnesis observasi, konseling dan psikoterapi
dewasa, dinamika kelompok, kode etik profesi psikologi, dan lain-lain.
Sementara psikolog klinis anak mempelajari mata kuliah-mata kuliah seperti
neuropsikologi, psikopatologi anak, psikodiagnostik anak, observasi dan
wawancara klinis anak, parenting, gangguan perkembangan, kode etik profesi
psikologi, dan lain-lain. Di samping itu, mata kuliah-mata kuliah praktek
BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 25
25
lapangan juga menjadi fokus utama dalam pendidikan profesi ini.
Sekilas, berdasarkan informasi-informasi tersebut, seseorang dengan gelar
M.Psi sendiri nampaknya sudah cukup memenuhi kriteria sebagai seorang
psikolog klinis, karena mereka dibekali dengan kemampuan-kemampuan
yang diperlukan untuk mempraktekkan psikoterapi, diagnosis, asesmen, dan
LE
intervensi. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat
kesenjangan antara gelar akademik psikolog klinis di Indonesia dengan di
negara-negara lain dalam hal jenjang pendidikan. Pemberian izin praktek
untuk gelar master sesuai dengan kenyataan di Amerika di mana seseorang
SA
dengan gelar M.A. (Master of Arts in Psychology) juga dapat melakukan
praktek di bidang psikologi klinis. Hal ini menyebabkan pendidikan magister
lebih sesuai secara internasional dibandingkan dengan tradisi pendidikan
lama di Indonesia (dengan gelar Drs. atau Dra). Meski demikian, peraturan
di banyak negara bagian di Amerika saat ini menyatakan bahwa mereka
dengan gelar master tidak diperkenankan untuk melakukan praktek psikologi
R
klinis. (Trull & Prinstein, 2012). Sebuah situs psikologi (guidetopsychology.
com) menyatakan bahwa kemampuan yang dimiliki jenjang master hanyalah
kemampuan asisten psikolog dengan pemahaman yang belum mendalam
FO
seperti gelar doktoral, sehingga jenjang tersebut tidak pantas disebut sebagai
psikolog.
Minimal, mereka yang ingin berpraktek sebagai psikolog klinis di Amerika
(dan banyak negara lainnya) harus melanjutkan pendidikan dalam jenjang
doktoral (Ph.D. dan Psy.D., atau D.Clin.Psy di Inggris). Sebenarnya, terdapat
T
beberapa perbedaan antara gelar akademik untuk psikologi klinis yang bisa
didapatkan psikolog klinis di Amerika dengan psikolog klinis di Indonesia.
Perbedaan mendasarnya adalah lamanya pendidikan harus ditempuh. Di
NO
LE
berorientasi kepada praktek. Disertasinya terfokus pada pengembangan dan
penyanggahan metode-metode asesmen, diagnosis, intervensi, dan psikoterapi
yang digunakan (guidetopsychology.com). Dengan penguasaan yang lebih
mendalam dan sudah terspesialisasi berkat disertasi mereka, adalah aman
SA
bila mengatakan bahwa praktisi psikolog klinis dengan gelar doktoral cukup
berkompeten di bidangnya. Dengan kedalaman dan kekhususan yang bisa
diperoleh seorang psikolog klinis, maka tentu saja gelar doktoral jauh lebih
baik dibandingkan gelar magister.
LATIHAN
R
Carilah sebuah kasus nyata perkembangan masalah klinis di media sosial
ataupun media elektronik, kemudian analisislah kasus tersebut dengan
FO
RANGKUMAN
1. Menurut APA psikologi klinis mencoba untuk menggunakan prinsip
T
LE
dapat mendampngi pengembangan psikologi klinis.
3. Hippocrates (460 – 370 B.C) menulis tentang Hypocratic Corpus
menganggap bahwa penyakit timbul karena tidak adanya keseimbangan
cairan dalam tubuh dan tidak hanya sekadar pengaruh spiritual. Cairan
SA
tubuh yang dimaksud adalah empedu hitam, empedu kuning, plegma
(lendir) serta darah.
4. Freud (1856-1939) dan koleganya menyatukan kembali hubungan jiwa
dan raga. Freud mendemonstrasikan bahwa konflik yang tidak disadari
dan pengaruh emosional dapat menjadikan seseorang sakit. Seperti
pemikiran orang pada jaman Yunani kuno, Freud membangkitkan
R
kembali gagasan bahwa ada pandangan holistik tentang kesehatan, yang
mencakup seluruh peran kehidupan emosional.
FO
LE
TES FORMATIF
SA
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini!
1. APA dideklarasikan DSM 1 pada tahun:
a. 1947 b. 1951
c. 1963 d. 1971
R
2. Masa abad pertengahan adalah awal gagasan
a. Hubungan antara kesehatan dan sosial,
b. Hubungan penyakit dan dosa
FO
LE
6. Sebutkan fokus pada Psikologi klinis. psikologis dan gangguan perilaku.
7. Sebutkan tiga Landasan Kompetensi Psikologi Klinis (Wiramihardja,
2012)
8. Sebutkan pelopor Psikologi Klinis dengan 3 laboratorium kliniknya.
SA
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab dengan benar paling tidak 3 dari 5 soal pilihan ganda, dan 2
dari 3 soal uraian.
R
Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi berikutnya!
FO
5. C
6. Asesmen, treatment dan memahami problem-problem
NO
DAFTAR PUSTAKA
LE
mental disorders. Fourth edition. Text revision. DSM-IV-TR. Washington,
DC: American Psychiatric Association.
American Psychological Association. (2019). Clinical psychology. http://www.
apa.org/ed/graduate/specialize/clinical.aspx
SA
Plante, Thomas G. 2005. Contemporary Clinical Psychology 2nd Edition.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik, dan
budaya. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi klinis: Pengantar terapan mikro dan makro.
Jakarta: Erlangga.
R
Stricker, G., Widiger, T., & Weiner, I. 2003. The Handbook of Psychology:
Clinical Psychology. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
FO
http://educationportal.com/what_are_the_education_requirements_for_
becoming_a_psychologist.html
NO
http://www.guidetopsychology.com/be_psy.htm#whydoc
http://www.psikologi.ui.ac.id/pages/peminatan-psikologi-klinis-anak
BAB 1 PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 3131
LE
SA
R
FO
T
NO
32 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
SA
R
Bab 2
FO
METODOLOGI
T
RISET DALAM
NO
PSIKOLOGI KLINIS
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 33
33
2.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Sebagai suatu disiplin keilmuan, psikologi dianggap menarik karena membahas
mengenai manusia, di mana orang-orang dapat bercermin melalui pendekatan
keilmuan ini. Daya tarik psikologi sebagai ilmu yang semakin luas mendorong
masyakarat untuk ingin mengetahui lebih banyak mengenai eksistensinya
SA
sebagai manusia, sehingga psikolog tidak jarang diminta untuk memberikan
pandangan ilmiahnya di depan banyak orang, baik di media elektronik, cetak,
maupun dalam bentuk seminar atau pertemuan tatap muka lainnya. Tidak
asing bila kita dengar banyak psikolog klinis menghindari kata-kata sulit
dan ilmiah, demi awam dapat memahami apa yang dimaksud oleh psikolog
tersebut. Misalnya konseling sama halnya dengan mendengarkan curahan hati
R
teman, atau pengandaian lain sebenarnya tidak cukup mewakili pendapat
psikologi sebagai ilmu. Selain itu, terkadang juga sebagai praktisi, psikolog
klinis melakukan banyak aktivitas melalui pengalaman pribadinya yang dirasa
FO
efektif dalam berbagai jenis asesmen dan intervensi kepada klien. Psikolog
pun sering tidak mendasari aktivitas klinisnya sebagai aktivitas ilmiah, yaitu
dengan berhenti membaca dan mempelajari lebih lanjut mengenai penelitian
terkini (Trull, 2012).
B. Relevansi
T
Kajian dalam pokok bahasan ini mempunyai relevansi yang erat dengan
pokok bahasan pada bab-bab selanjutnya. Mahasiswa akan dibekali dengan
NO
C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu menjelaskan ragam dan jenis metodologi riset dalam
psikologi klinis
34 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
2. Kompetensi Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menerangkan kontribusi riset terhadap
perkembangan psikologi klinis dengan akurasi minimal 80%.
b. Mahasiswa dapat menerangkan metode-metode riset dalam psikologi
klinis dengan akurasi minimal 80%.
LE
c. Mahasiswa dapat menerangkan etika riset dalam psikologi klinis
dengan akurasi minimal 80%.
D. Petunjuk Belajar
SA
Metode belajar yang digunakan dalam pokok bahasan ini adalah ceramah,
presentasi mahasiswa, reviu jurnal dan diskusi kelompok kecil.
LE
diagnosis gangguan yang dialami oleh orang tersebut sama dengan klien
sebelumnya (Trull, 2012).
Adapun riset berkontribusi dalam pengembangan keilmuan psikologi.
Teori-teori klasik yang sangat besar pengaruhnya di dunia bahkan
SA
mungkin saja dipatahkan melalui peneltian terkini yang membuktikan
bahwa teori tersebut sudah tidak relevan lagi. Sebagaimana kita ketahui,
perilaku manusia sangatlah kompleks, dinamis, dan terus berkembang dari
waktu ke waktu. Hal ini tentu harus diakomodir dengan riset-riset yang
mendalam dan terkini, sehingga penerjemahan psikologi di masyarakat
dapat lebih tepat sasaran. Adapun metode-metode yang digunakan
R
dalam melakukan penelitian di bidang psikologi klinis disusun melalui
serangkaian proses yang ketat, guna mengetahui sejauh mana penelitian
yang dilakukan akurat dalam merekam fenomena yang diteliti. Hal itu
FO
2. Metode Riset
Telah disinggung sebelumnya bahwa kompleksnya perilaku manusia
mengakibatkan ketatnya metode dalam penelitian psikologi. Bahasan
NO
LE
dari berbagai metode lainnya. Metode ini dapat berdiri sendiri
sebagai sebuah metode penelitian, namun juga dapat digunakan
sebagai teknik pengambilan data pada jenis-jenis penelitian lainnya.
Adapun observasi dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
SA
1. Observasi Tak Sistematis
Observasi tak sistematis merupakan observasi yang paling
konvensional dan sudah jarang digunakan bila fenomena yang
hendak disasar tidak dapat diteliti oleh metode lain. Jenis
observasi ini dapat dikatakan sangat lemah untuk secara akurat
menggambarkan suatu fenomena secara ilmiah. Observasi ini
R
hanya menekankan pada observasi secara langsung seorang
peneliti terhadap suatu fenomena yang diamatinya. Setelah
mengamati, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan dari
FO
2. Observasi Alamiah
Observasi alamiah merupakan turunan dari observasi tak
sistematis, namun observasi ini lebih sistematis dan teliti. Peneliti
NO
LE
sejumlah kritik secara metodologis, di mana peneliti akan sangat
rentan untuk mengalami bias dalam penelitiannya. Terdapat
kecenderungan pada peneliti untuk mengamati perilaku tertentu
guna mendukung hipotesis penelitian dan cenderung untuk
SA
tidak mengobservasi kemunculan perilaku lainnya yang bertolak
belakang dengan ekspektasi peneliti terhadap hasil penelitian.
Dalam konteks penelitian, Sjödin dan Neely (2017) dalam
penelitian observasionalnya mengenai peran pola komunikasi
dan stres pada guru pra-sekolah, membuat daftar perilaku
(checklist behavior), dan melakukan pengamatan di dua waktu
R
berbeda. Melalui checklist tersebut, peneliti mengamati perbedaan
perilaku siswa sebelum dan sesudah guru datang, komunikasi
yang dilakukan oleh guru pada siswa dan kolega, dan persepsi
FO
LE
Thorndike yang merumuskan koneksionisme, dan Kohler yang
merumuskan konsep Gestalt dengan observasinya kepada
simpanse bernama Sultan. Lebih lanjut, observasi terkontrol ini
sangat banyak digunakan dalam konteks penelitan eksperimen
SA
guna mengetahui kausalitas sebuah penelitian yang dilakukan
(Trull, 2012).
4. Studi Kasus
Jenis observasi dalam konteks psikologi klinis yang terakhir
adalah studi kasus. Trull (2012) menyatakan bahwa studi
kasus secara khusus dilakukan pada seting intervensi klinis.
R
Observasi dilakukan sepanjang proses konseling, tes psikologi,
dan psikoterapi dengan memperhatikan respons-respons dalam
bentuk perilaku tertentu. Observasi dalam studi kasus pun
FO
b. Epidemiologi
Epidemiologi merupakan metode selanjutnya dalam penelitian
T
LE
faktor yang mempengaruhi kondisi masing-masing individu
hingga mengalami gangguan psikosis.
2. Apa yang membuat wilayah kecamatan ini memiliki prevalensi
yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di
SA
kabupaten, provinsi, bahkan secara nasional?
3. Hal apa saja yang mendorong terdistribusinya gangguan ini
sehingga mengalami ketimpangan yang sangat signifikan?
c. Korelasi
Penelitian korelasi sangat banyak digunakan dalam konteks psikologi
klinis. Penelitian ini mengkaji sejauh mana keterhubungan antar
faktor-faktor yang terlibat dalam suatu fenomena. Penelitian korelasi
ini dapat menghubungan dua variabel (bivariat) maupun lebih dari
LE
dua variabel (multivariat). Misalnya penelitian korelasi bivariat
mengkaji sejauh mana gender terasosiasi dengan tingkat depresi
atau tingkat sosioekonomi dengan distres psikologis. Sedangkan
penelitian korelasi multivariat mengkaji pengaruh antara pola asuh
SA
otoriter terhadap perkembangan emosi anak dan perilaku bullying di
sekolah. Penelitian korelasi tentu memiliki hipotesis, di mana hipotesis
yang diajukan dapat berupa korelasi positif maupun korelasi negatif.
Tidak hanya korelasi positif dan negatif, tak jarang pula penelitian
menghasilkan hipotesis yang ditolak, yaitu tidak adanya korelasi
antar variabel yang diteliti (Cresswell, 2009; Trull, 2012). Adapun
R
ragam korelasi tersebut digambarkan secara visual pada Gambar 1.
35 35
FO
30 30
25 25
Tes Y
Tes Y
20 20
15 15
10 10
5 5
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
(A) Tes X (B) Tes X
r = +1,00 r = + –0,67
T
Perpek Moderat
35
30
NO
25
Tes Y
20
15
10
5
1 2 3 4 5 6 7
(C) Tes X
r = 0,00
Unrelated
Gambar 1. Gambaran Scatter Plots pada Penelitian Korelasi
(Sumber: Trull, 2012)
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 4141
LE
terlihat adanya korelasi negatif yang moderat (r = –0.67), artinya
sebesar 67% derajat korelasi variabel X dan Y, di mana semakin
besar variabel X maka variabel Y akan semakin rendah, hal ini
pun berlaku sebaliknya. Berbeda dengan dua gambar sebelumnya
SA
yang menunjukkan diterimanya hipotesis, gambar C menunjukkan
hipotesis ditolak. Hipotesis ditolak berarti tidak berkorelasinya kedua
variabel yang diteliti. Adapun pada gambar C diketahui derajat
korelasi berada di angka 0% (r = 0.00).
Selain itu, teknik lain dalam mengkaji suatu fenomena dalam
penelitian psikologi klinis dapat dilakukan melalui analisis faktor.
R
Contohnya, apabila variabel X memiliki tiga aspek yaitu A, B, dan
C, sedangkan variabel Y memiliki empat aspek, yaitu D, E, F, dan
G.
FO
Tes A B C D E F G
A 0,70 0,80 0,75 0,15 0,20 0,10
NO
LE
korelasi positif yang tidak signifikan pada aspek A hingga D, namun
signifikan pada aspek E. Signifikansi yang lemah pun didapati pada
korelasi antara aspek G dengan aspek A hingga D.
SA
Secara umum, penelitian dalam psikologi klinis dibagi atas cross-
sectional dan longitudinal. Pada masing-masing jenis tersebut, bisa
saja di dalamnya terdapat jenis penelitian lain seperti korelasional,
observasi, atau eksperimen. Penelitian cross-sectional mengacu pada
perbandingan antar suatu variabel karena tidak memungkinkannya
R
manipulasi waktu dalam suatu penelitian. Misalnya korelasi antara
masing-masing kategori usia dengan tingkat distres psikologis.
Berbeda dengan cross-sectional, penelitian longitudinal menekankan
FO
pada perubahan waktu pada subjek atau yang sama. Pada penelitian
longitudinal, peneliti wajib mengikuti subjek dalam periode waktu
yang lama untuk melihat perubahan yang terjadi pada variabel-
variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya, peneliti
mengukur inteligensi anak-anak di kelas 1 Sekolah Dasar. Setiap
kenaikan kelas, peneliti mengukur inteligensi anak-anak yang sama
T
LE
1900 55 60 65 70 75
1905 50 55 60 65 70
1910 a 45 50 55 60 65
1915 40 45 50 55 60
SA
1920 35 40 45 50 55
1925 30 35 40 45 50
Waktu 1955 1960 1965 1970 1975
Pengukuran
(Sumber: Trull, 2012)
R
panjang dengan label a, persegi panjang dengan label b merupakan
hasil penelitian longitudinal. Penelitian ini mengkaji variabel yang
sama dengan mengikuti subjek yang sama dari tahun 1890 sampai
FO
e. Eksperimental
Penelitian eksperimental menekankan pada kausalitas atau sebab-
akibat dari suatu fenomena. Penelitian ini sudah cukup banyak
44 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
dilakukan karena eksperimen menekankan pada validitas internal, dan
bukan eksternal seperti penelitian survei lainnya. Adapun validitas
eksternal menekankan pada besaran sampel, sedangkan validitas
internal menekankan pada seberapa ketat usaha yang dilakukan
SA
peneliti untuk melakukan kontrol terhadap ancaman validitas.
Selain kontrol, syarat wajib lainnya adalah manipulasi. Manipulasi
menekankan pada intervensi yang hendak dilakukan atau diteliti
sebagai antesenden dari suatu variabel atau fenomena yang hendak
diteliti. Sebagai contoh manipulasi antara lain, pelatihan efikasi
diri, workshop penulisan, paparan media atau gawai, dan bahkan
R
konsumsi cokelat harian. Contoh-contoh tadi merupakan antesenden
(penyebab) dari munculnya suatu fenomena, seperti motivasi belajar,
stres akademik, bahkan keadaan emosi atau suasana hati. Hal
FO
berupa “training staff” yaitu pelatihan kepada 1108 pasien rawat inap,
yang diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu 2 tahun, di mana
materinya terdiri dari pemberian keterampilan sosial kognisi dan
NO
LE
mahasiswa. Prosedur penelitian diawali dengan melakukan screening
kepada seluruh mahasiswa menggunakan skala Depression and
Anxiety Stress Scale 21 (DASS21), kemudian individu yang memiliki
level severe hingga extremely severe pada emosi negatif yang dialami
SA
(depresi, kecemasan, stres) dibagi menjadi kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan
berupa intervensi coloring mandala (mewarnai buku mandala) selama
7 hari berturut-turut, kemudian diberikan posttest dan wawancara
setelahnya, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
namun tetap diberikan posttest.
R
Dari ketiga hal tersebut, randomisasi dirasa sulit untuk
direalisasikan dalam setiap konteks penelitian. Misalnya pada
penelitian klinis dengan populasi orang dengan diagnosis gangguan
FO
LE
caregiver gangguan mood memiliki tingkat depresi yang hampir sama
dengan caregiver skizofrenia. Adapun penelitian dengan dua kelompok
penelitian sering disebut sebagai between-group design, sedangkan
within-group design merupakan eksperimen yang melibatkan satu
SA
grup saja (Shadish, Cock, & Champbell, 2002; Trull, 2012).
Adapun selain konsep kuasi-eksperimental, terdapat pula beberapa
konsep lain dalam penelitian eksperimental, yaitu riset analog (analog
research). Penelitian ini berupa eksperimen yang dilakukan secara
ketat dalam seting laboratorium, sehingga kontrol yang dilakukan
dapat dengan baik. Penelitian ini akan sangat sulit digeneralisasi,
R
karena konteks masyarakat luas akan terus berdampingan dengan
ancaman-ancaman validitas yang sebelumnya dikontrol pada
penelitian jenis ini. Misalnya, pelatihan yang dilaksanakan selama
FO
LE
dapat diisi dengan berbagai tugas yang dilakukan guna menjaga
stabilitas atau justru semakin mengubah keadaan psikologis yang
dihasilkan dari manipulasi yang dilakukan. Misalnya, pasca satu
bulan dilakukannya pelatihan regulasi emosi, subjek diberikan
SA
skala depresi. Harapan dari hasil pengukuran follow-up ini adalah
memberikan gambaran sejauh mana manipulasi yang diberikan dapat
efektif dalam jangka waktu yang lebih lama. Adapun secara visual,
hasil penelitian yang bersifat kausal dapat dilihat pada Gambar 2 di
bawah.
R
45
40 p < .001
35
FO
30
DASS-Score
25
20
15
10
5
0
T
f. Desain Single-case
Desain single-case merupakan pengembangan metode penelitian
eksperimental dan observasi studi kasus yang melibatkan hanya satu
subjek. Satu subjek dipilih karena sangat terbatasnya jumlah subjek,
sehingga apabila hanya satu subjek yang tersedia, maka penelitian
LE
dapat dilakukan dengan kontrol terhadap validitas internal yang
sangat ketat. Selain itu, desain single-case juga dapat digunakan
untuk menguji efektivitas suatu intervensi individual, di mana tidak
mungkin intervensi tersebut dilakukan dalam seting kelompok. Hal
SA
yang pertama dilakukan peneliti dalam penentuan sampel adalah
melihat baseline dari suatu variabel penelitian yang hendak diteliti.
Penentuan baseline merupakan hal yang lumrah dalam penelitian
eksperimen, yaitu dengan menentukan skor pada suatu variabel.
Namun pada single-case, baseline diukur melalui perilaku yang muncul
sebelum dan setelah intervensi diberikan. Misalnya peneliti berencana
R
melakukan manipulasi berupa cognitive behavioral therapy (CBT)
kepada seorang dengan gangguan obsesif kompulsif. Hal yang perlu
diketahui dalam mengukur baseline adalah seberapa kompulsifnya
FO
g. Desain campur
Desain campur (mixed method) merupakan gabungan beberapa jenis
penelitian dalam mengkaji suatu fenomena. Pada penelitian psikologi
klinis, penelitian eksperimental dan korelasi cukup sering dilakukan.
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 49
49
Penelitian ini dilakukan guna mendapati gambaran yang lebih holistik
mengenai suatu fenomena psikologis. Misalnya, penelitian ini dapat
berupa efektivitas pelatihan XA dibandingkan dengan pelatihan XB
dalam menurunkan variabel Y. Contoh lainnya adalah perbandingan
efektivitas pelatihan X untuk menurunkan variabel Y ditinjau dari
LE
konteks pedesaan dan perkotaan (Trull, 2012).
h. Studi deskriptif
Studi deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dirancang
untuk menggambarkan distribusi pada satu atau lebih variabel, tanpa
SA
memperhatikan hipotesis kausal atau lainnya. Melalui 5 W (What,
Who, Where, When, Why), peneliti melibatkan pengamatan dan
menggambarkan perilaku individu (subjek/klien) dengan memberikan
gambaran umum dari individu yang diamati serta menggambarkan
seting sosial dan hubungan individu dengan lingkungannya terhadap
R
fenomena tertentu. Studi ini banyak digunakan dalam penelitian
medis yang dilakukan para dokter untuk menggambarkan pasien
yang ditanganinya. Studi deskriptif juga memungkinkan para psikolog
FO
LE
seperti penyakit, prevalensi gangguan. Hal ini dapat membantu
menghasilkan hipotesis mengenai penyebab penyakit atau kondisi
gangguan tertentu, yang kemudian dapat diverifikasi menggunakan
desain lain yang lebih kompleks (Grimez & Schulz, 2002). Di lain
SA
sisi, studi deskriptif memiliki resiko menjadi tidak representatif
karena tidak dapat diandalkan dalam berbagai situasi.
i. Studi komparasi
Studi komparasi merupakan salah satu metode dengan membandingkan
dua atau lebih kelompok yang berbeda pada suatu penelitian.
R
Komparasi memberikan gambaran mengenai perbandingan data-
data untuk menemukan persamaan dari konsep yang akan dicari.
Studi komparasi dilakukan untuk mencari jawaban mendasar
FO
yang berbeda.
j. Meta analisis
Meta-analisis menjadi metode pilihan untuk mengasimilasi penelitian-
penelitian yang menyelidiki pertanyaan penelitian yang sama (Field,
2013). Meta analisis adalah metode penelitian yang merangkum
temuan-temuan dalam penelitian-penelitian berbeda dalam satu
topik yang sama sehingga diperoleh satu kesimpulan di mana hasil
analisis dari studi ini menjadi perwakilan atau representasi dari
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 5151
LE
masuk akal, penting, dan dapat diuji.
2. Mendapatkan sampel penelitian yang representatif. Tentukan
dan jelaskan kriteria yang digunakan untuk memasukkan
atau mengeluarkan studi-studi individu. Peneliti perlu
SA
mempertimbangkan laporan yang tidak dipublikasikan serta
laporan yang telah diterbitkan.
3. Mendapatkan informasi dari studi individual. Mempertimbangkan
metodologi spesifik masing-masing studi individu dan
memastikan keandalan yang memadai ketika mengkode temuan
sebelumnya.
R
4. Melakukan analisis yang pas. Saat menggabungkan ukuran efek
(effect size) dari masing-masing studi, tentukan bobot yang sesuai,
FO
k. Evaluasi temuan
Proses evaluasi dalam publikasi ilmiah seyogyanya tidak pernah
T
LE
4. Memerhatikan reputasi penerbit, apakah hasil penelitian
dipublikasikan oleh penerbit bereputasi, serta memeriksa journal
impact factor dari penerbit.
Selanjutnya, evaluasi dapat dilakukan melalui 3 aspek berikut ini:
SA
1. Memeriksa reabilitas dari penilaian teman sejawat (peer
judgements) atas kualitas artikel.
2. Membuat kriteria penilaian kualitas asesmen.
3. Memeriksa hubungan antara penilaian sejawat dari kualitas
artikel dengan jumlah sitasi artikel setelah publikasi.
R
3. Etika dalam Riset
Riset yang berkenaan dengan aktivitas klinis merupakan hal yang
FO
yang disebut Deklarasi Helsinki yang disusun pada tahun 1964 (Barker,
Pistrang, & Elliot, 2016). Hal ini pun berdampak pada riset psikologi
NO
yang terus menekankan pada etika riset yang cukup ketat, sehingga
partisipan penelitian dapat memberikan data tanpa adanya perasaan
terpaksa. Adapun beberapa isu yang berkaitan dengan etika dalam riset
adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan perjanjian tertulis yang diajukan
oleh peneliti kepada subjek penelitian untuk memilih apakah
subjek bersedia mengikuti riset yang akan dilaksanakan atau tidak.
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 53
53
Sebelum disepakatinya perjanjian, peneliti wajib menginformasikan
kepada subjek penelitian mengenai rangkaian penelitian yang akan
dilaksanakan. Selain itu, subjek pun memiliki kebebasan untuk
bertanya kepada peneliti mengenai proses penelitian yang akan di
jalani, dan peneliti wajib menjawab seinformatif mungkin sehingga
LE
subjek dapat memutuskan dengan matang keikutsertaannya dalam
penelitian. Selain itu, Barker, Pistrang, dan Elliot (2016) menyatakan
bahwa dalam informed consent diwajibkan untuk mencantumkan
hal-hal berikut, antara lain:
SA
a. Deskripsi prosedur penelitian.
b. Penjelasan mengenai potensi risiko dan juga keuntungan yang
didapatkan.
c. Pemberian kesempatan untuk bertanya kepada peneliti sepanjang
proses penelitian.
d. Pernyataan bahwa peserta dapat dengan bebas menarik diri di
R
tengah proses penelitian tanpa merasa timbulnya prasangka.
e. Pernyataan bahwa subjek mengerti dan bersedia berpartisipasi
sepanjang proses penelitian. Berikan kolom kosong untuk tanda
FO
tangan subjek.
2. Keuntungan dan Kerugian
Penelitian yang dilakukan sangat mungkin untuk menimbulkan
keuntungan atau justru kerugian. Kedua hal tersebut adalah lumrah,
karena penelitian yang dilakukan tentu akan mengorbankan waktu
T
dan tenaga dari subjek yang tentu tidak sedikit. Selain itu, sejumlah
aktivitas lain yang seharusnya dapat dilakukan oleh subjek harus
direlakan untuk mengikuti sesi penelitian yang dilakukan. Sebagai
NO
LE
3. Privasi dan Kerahasiaan
Privasi (privacy) dan kerahasiaan (confidentiality) merupakan prinsip
utama selanjutnya dalam etika penelitian. Privasi merujuk pada hak
subjek untuk tidak memberikan informasi pribadi kepada peneliti,
SA
misalnya nama, sehingga diganti dengan inisial. Senada dengan
privasi, kerahasiaan merujuk pada hak subjek dan kewajiban peneliti
untuk pihak lain tidak mengetahui informasi pribadi mengenai subjek
penelitian. Privasi dan kerahasiaan yang dijaga memungkinkan subjek
untuk lebih nyaman dalam membuka informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian. Selain itu, penelitian yang menyangkut dengan
R
masalah-masalah pribadi yang cenderung sensitif dalam konteks
budaya tertentu harus disadari betul oleh peneliti. Privasi dan
FO
LE
dianalisis dalam penelitian, misalnya penelitian survei. Selain
itu, status ini dapat diberikan dengan cukup mudah kepada
peneliti dengan metode lain seperti observasi publik di lapangan
(seperti perilaku melanggar lampu lalu-lintas) dan penelitian
SA
dengan melibatkan data publik (seperti jumlah penduduk dengan
karakter demografinya) yang tidak memperlihatkan jenis data
yang bersifat rahasia. Penelitian yang diberikan dengan status
ini biasanya akan memakan waktu yang paling singkat dari jenis
lain.
b. Expedited review (revieu cepat) dilakukan apabila penelitian
R
yang hendak dilakukan tidak menggali informasi yang terlalu
sensitif dan bukan merupakan suatu penelitan manipulasi
FO
LATIHAN
1. Carilah jurnal yang memuat isu kontemporer metode penelitian dalam
psikologi klinis, buatlah reviu atas jurnal tersebut dan berikan pendapat
Anda tentang relevansi dan kegunaan metode tersebut bila dipraktikkan
LE
dalam konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia.
2. Buatlah rancangan penelitian sederhana dengan menuliskan metode
penelitian dan informed consent-nya!
SA
RANGKUMAN
Psikologi sebagai sains tentu membutuhkan sejumlah dasar dalam praktiknya
di lapangan. Metode penelitian dalam psikologi klinis merupakan serangkaian
metode yang membantu psikolog dalam praktik di lapangan dan lebih dari
itu pengembangan ilmu pengetahuan dimungkinkan melalui metode-metode
R
yang ada. Kendati pun ilmiah, sayangnya psikolog dalam praktiknya masih
cenderung mengedepankan common sense yang merupakan logika tanpa
FO
didasari bukti ilmiah. Common sense bisa saja betul, namun pembuktian
ilmiah akan memastikan kebenaran common sense itu.
Psikologi klinis memiliki sejumlah metode di dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Metode tersebut antara lain:
1. Observasi
a. Observasi Tak Sistematis
T
- Konvensional
- Validitas lemah (banyak diragukan)
- Penelitian secara langsung tanpa panduan jelas
NO
b. Observasi Alamiah
- Lebih sistematis
- Memiliki panduan observasi
- Fenomena yang diteliti secara teliti dan spesifik
c. Observasi Terkontrol
- Validitas tinggi
- Kontrol dalam penelitian berupa manipulasi keadaan
- Banyak menghasilkan penelitian yang terkemuka
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 57
57
d. Studi Kasus
- Individual
- Dalam seting intervensi atau terapi
- Observasi dilangsungkan pada proses asesmen dan intervensi
dengan data tambahan sekunder
LE
2. Epidemiologi. Jenis penelitian ini mengkaji sejauh mana kejadian,
prevalensi, dan distribusi penyakit atau gangguan dapat terjadi di suatu
populasi tertentu. Penelitian ini bersifat mendalam dan melibatkan
sejumlah metode lain. Pelaksanaan penelitian ini biasanya berkolaborasi
SA
dengan peneliti dan displin ilmu lainnya.
3. Korelasi. Jenis penelitian ini mengkaji keterhubungan antar variabel yang
hendak diteliti.
- Bivariat merupakan penelitian korelasi dua variabel
- Multivariat merupakan penelitian korelasi tiga variabel atau lebih
- Analisis faktor merupakan suatu metode yang mengorelasikan antar
R
faktor atau aspek dalam suatu variabel penelitian secara langsung
4. Cross-sectional dan Longitudinal
FO
sebab-akibat.
- Eksperimen murni menekankan pada kontrol, manipulasi, dan
NO
randomisasi
- Kuasi-eksperimen mengacu pada terbatasnya ketersediaan subjek
penelitian sehingga tidak memungkinkan dilakukannya randomisasi.
Namun kontrol dan manipulasi tetap wajib dilakukan
- Pretest dan posttest merupakan pengukuran yang mengungkap
kausalitas penelitian. Pengukuran berganda dapat melibatkan follow-
up guna mengetahui sejauh mana dampak penelitian meskipun
manipulasi sudah tidak dilakukan dalam kurun waktu tertentu
58 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
yang sangat spesifik dan ketat. Penelitian ini biasanya dilakukan dalam
menguji efektivitas suatu intervensi individual.
7. Desain campur. Jenis penelitan ini merupakan campuran dari beberapa
metode penelitian yang sudah dibahas. Penelitian ini dimungkinkan
SA
terjadi bila peneliti ingin mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif
mengenai suatu fenomena yang kompleks. Biasanya dalam konteks
psikologi klinis, desain yang banyak digunakan adalah campuran korelasi
dan eksperimental.
Selain membahas metode, penelitian merupakan suatu aktivitas yang
harus juga mengedepankan etika. Adapun beberapa hal yang terkait
R
dengan etika antara lain:
a. Informed consent merupakan perjanjian tertulis yang diajukan oleh
FO
LE
yang berlaku.
TES FORMATIF
SA
1. Common sense adalah....
a. Anggapan logis tetapi tidak ilmiah.
b. Anggapan ilmiah yang tidak logis.
c. Anggapan logis yang didasai pada pembuktian ilmiah.
d. Logika ilmiah yang keliru.
R
2. Berikut adalah jenis-jenis observasi dalam penelitian psikologi klinis....
a. Observasi tak terstruktur; observasi terstruktur; observasi terkontrol;
studi kasus.
FO
SCATTER PLOT
NO
–1
–1,5
–2 x
x x
x xx
x
–2,5 x x
Y x x
xx
–3 x x
x x
x
xx x
–3,5 x x
–4
LE
d. Negatif
4. Interpretasi data dari gambar di atas adalah….
a. Jika semakin besar nilai X, maka nilai Y semakin besar juga
b. Jika semakin kecil nilai X, maka semakin besar nilai Y
SA
c. Jika semakin kecil nilai X, maka nilai Y tidak membesar secara
signifikan
d. Jika semakin besar nilai X, maka nilai Y akan mengecil namun tidak
signifikan
5. Ani melakukan penelitian dengan membandingkan tingkat inteligensi
R
berdasarkan usia di masing-masing tahap perkembangan pada suatu
budaya tertentu. Ani menghabiskan waktu yang cukup lama untuk
melakukan penelitian ini. Dapat diketahui bahwa jenis penelitian yang
FO
d. Preliminary research
8. Perjanjian tertulis yang diajukan oleh peneliti kepada subjek penelitian
untuk memilih keikutsertaannya di dalam penelitian disebut….
a. Privacy
LE
b. Confidential
c. Ethical clearance
d. Informed consent
9. Hak subjek dan kewajiban peneliti untuk pihak lain tidak mengetahui
SA
informasi pribadi mengenai subjek penelitian…..
a. Privacy
b. Confidential
c. Ethical clearance
d. Informed consent
10. Budi adalah mahasiswa program sarjana yang akan melakukan penelitian
R
untuk skripsinya. Budi akan melakukan penelitian di RSJ X dengan
metode observasi natural kepada pasien skizofrenia pada terapi kerja.
FO
Pihak RSJ akan memberikan ethical clearance pada Budi melalui proses….
a. Full review
b. Exempt status
c. Expedited review
d. Semua benar
11. Sebutkan tiga syarat wajib dilakukannya penelitian eksperimen!
T
12. Di suatu desa terjadi angka kelahiran anak dengan spektrum autism
yang tinggi (25 kali dari prevalensi nasional dan 15 kali dari prevalensi
NO
UMPAN BALIK
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. a
2. b
LE
3 d
4. b
5. c
6. d
SA
7. c
8. d
9. b
10. a
11. (1) kontrol; (2) manipulasi; dan (3) randomisasi
12. Kasus autisme tinggi
R
a. Epidemiologi
FO
b. (1) apa faktor yang membuat autisme tersebut dapat terjadi?; (2) apa
yang membuat wilayah kecamatan ini memiliki prevalensi kelahiran
autisme yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di
kabupaten, provinsi, bahkan secara nasional?; dan (3) hal apa yang
mendorong terdistribusinya kelahiran autisme ini yang sangat tinggi di
desa ini sehingga mengalami ketimpangan yang sangat signifikan?
T
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R., & Ranganathan, P. (2019). Study designs: Part 2-Descriptive
studies. Perspective in Clinical Research, 10 (1): 34–36. Doi: 10.4103/
LE
picr.PICR15418
Barker, C., Pistrang, N., & Elliot, R. (2016). Research methods in clinical
psychology 3rd edition. UK: Wiley.
Creswell, J. C. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches 3rd edition. California: SAGE.
SA
Field, A. P. (2013). Meta-analysis in clinical psychology research. In J. S.
Comer & P. C. Kendall (Eds.), Oxford library of psychology. The Oxford
handbook of research strategies for clinical psychology (p. 317–335). Oxford
University Press.
Grimez, D. A., & Schulz, K. (2002). Descriptive studies: What they can and
R
cannot do. The Lancet, 359 (9301), 145-149. https://doi.org/10.1016/
S0140-6736(02)07373-7
Hjorland, B. (2012). Methods for evaluating information sources: An
FO
Kurnia, A., & Ediati, A. (2018). Pengaruh coloring mandala terhadap negative
emotional state
NO
LE
Epidemiology, 185(3), 203–211, doi : 10.1093/aje/kww189
Sjödin, F & Neely, G. (2017), Communication patterns and stress in the
preschool: an observational study. Child Care in Practice, 23(2), 181-194,
doi: 10.1080/13575279.2016.1259159
SA
Tahamata, V.M., & Kaloeti, D.V.S. (2018). Pengaruh pelatihan resiliensi
bagi penurunan negative emotional states pada Caregiver Orang dengan
Skizofrenia (ODS), skripsi (tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro
Trull, T. J. (2012). Clinical psychology 7th edition. USA: Wadsworth.
Wykes,T., Csipke, E., Williams, P.,, Koeser, L., Nash, S., Rose, D., Craig, T.,
R
& McCrone. P. (2017). Improving patient experiences of mental health
inpatient care: a randomised controlled trial, Psychological Medicine,
48(03), 488-497, doi:10.1017/S003329171700188X
FO
T
NO
BAB 2 METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 65
65
DAFTAR ISTILAH
LE
2. Validitas: Kesesuaian antara yang diteliti dan yang benar-benar terjadi
3. Variabel: Konstruk psikologi yang diteliti
4. Kontrol: Upaya untuk menghindari ancaman validitas internal
5. Manipulasi: Intervensi psikologi yang digunakan dalam metode
SA
eksperimen
6. Randomisasi: Upaya mendapatkan subjek melalui pengacakan
7. Baseline: Batas tertentu pada pengukuran psikologi bagi populasi untuk
direktrut sebagai subjek penelitian
8. Pretest: Pengukuran sebelum intervensi dilakukan
R
9. Posttest: Pengukuran setelah intervensi dilakukan
10. Follow-up: Pengukuran setelah intervensi dilakukan dalam kurun waktu
tertentu
FO
T
NO
66 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
SA
R
Bab 3
FO
KETERKAITAN
T
PSIKOLOGI KLINIS
NO
DENGAN BERBAGAI
BIDANG: ISU
KONTEMPORER
BAB 3 KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 67
67
3.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai perbedaan dan keterkaitan
Psikologi Klinis dengan bidang psikologi lainnya, yang meliputi: Psikologi
Umum dan Eksperimen, Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan,
Psikologi Industri dan Organisasi, dan Psikologi Sosial.
SA
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan lanjutan dari materi pada pokok bahasan
sebelumnya yaitu metodologi riset di bidang Psikologi Klinis. Pokok bahasan
ini juga berkaitan dengan mata kuliah dasar bidang psikologi lainnya seperti
R
Proses dan Fungsi Mental, Biopsikologi, Perkembangan Sepanjang Rentang
Kehidupan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan
Psikologi Sosial.
FO
C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
1. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi klinis,
perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapan dalam berbagai
bidang psikologi lain.
T
LE
C.2. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu
menguraikan dan memberikan contoh keterkaitan Psikologi Klinis dengan
bidang psikologi lainnya.
SA
D. Petunjuk Belajar
Secara umum, pokok bahasan ini menyediakan materi pengantar atau
pemantik bagi mahasiswa untuk mempelajari dan memahami materi yang
sedang dibahas. Mahasiswa disarankan untuk membaca lebih lanjut materi
terkait pada daftar pustaka yang tercantum pada akhir pokok bahasan. Untuk
R
dapat memahami pokok bahasan ini dengan baik, mahasiswa dapat membaca
uraian dari setiap sub pokok bahasan terlebih dulu, kemudian mengerjakan
FO
LE
Divisi 12, 2019). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa
ruang lingkup Psikologi Klinis sangat luas, mulai dari aktivitas penelitian,
pengajaran, dan pelayanan, serta diterapkan pada populasi yang luas pula
tanpa dibatasi. Psikologi Klinis mengembangkan dan menerapkan prinsip-
SA
prinsip, metode, serta prosedur untuk mendukung aktivitas-aktivitas yang
memiliki tiga macam level tujuan: memahami, memprediksi, dan mengatasi
(intervensi). Objek dari aktivitas-aktivitas dalam Psikologi Klinis juga luas
mulai dari salahsuai, hendaya, hingga ketidaknyamanan pada berbagai aspek
dari diri individu (intelektual, emosional, biologis, psikologis, sosial, dan
perilaku.
R
Hingga saat ini Psikologi Klinis telah dan terus berkembang secara pesat
di berbagai spesialisasinya. Perkembangan Psikologi Klinis dapat dilihat
dari berbagai jurnal Psikologi Klinis yang ada. Salah satu jurnal resmi APA
FO
LE
SA
R
Gambar 1. Daftar Isi Journal of Consulting and
Clinical Psychology Issue 9 (2019)
FO
LE
hayat individu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perspektif yang
saat ini digunakan terkait perkembangan manusia tidak lagi mengacu pada
teori lama di mana tumbuh kembang terjadi pada masa kanak-kanak dan
remaja, stagnasi terjadi pada masa dewasa, dan penurunan terjadi pada masa
adiyuswa. Sebaliknya, dalam Psikologi Perkembangan saat ini diyakini bahwa
SA
manusia terus-menerus berkembang sepanjang hayatnya dengan karakteristik
perkembangan yang berbeda-beda pada tiap tahapnya.
Ruang lingkup kajian Psikologi Perkembangan di atas menjadi salah satu
teori yang selalu digunakan oleh berbagai sub-disiplin Psikologi lainnya,
termasuk Psikologi Klinis. Psikologi Klinis, baik dalam penelitian, pelatihan,
maupun praktiknya selalu memahami dan mempertimbangkan aspek
R
perkembangan individu yang sedang dihadapi. Hal ini berimplikasi pada
berkembangnya teknik yang beragam dan berbeda sesuai tahap perkembangan
FO
LE
Seorang psikolog pendidikan akan menangani anak berkebutuhan khusus
berkaitan dengan proses belajar atau pendidikannya. Psikolog pendidikan
dapat mengembangkan kurikulum berbasis individu sesuai dengan potensi
dan kondisi tiap anak sehingga anak kebutuhan khusus dari anak tersebut
SA
terpenuhi untuk dapat berkembang dan belajar secara optimal.
Adapun psikolog klinis tidak berfokus pada potensi dan capaian anak
berkebutuhan khusus di bidang pendidikan saja, melainkan dalam seluruh
aspek kehidupan individu secara utuh. Sebagai contoh, psikolog klinis tidak
sebatas memberikan treatment agar anak dengan autisme dapat membaca,
melainkan agar anak dengan autisme dapat berinteraksi sosial dengan
R
lebih baik (misal: melalui metode intervensi floor time). Contoh lainnya
mencakup kasus remaja dengan prestasi yang rendah. Psikolog pendidikan
lebih berfokus pada mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi prestasi
FO
LE
di setting industri, seperti motivasi kerja, sikap dan emosi dalam pekerjaan,
stres dan kesejahteraan kerja, keadilan dan keragaman, kepemimpinan, hingga
tim dalam organisasi (Landy & Conte, 2013).
Berdasarkan paparan pengertian dan ruang lingkup Psikologi Industri
SA
dan Organisasi di atas, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara Psikologi
Klinis dengan Psikologi Industri dan Organisasi terletak pada topik atau
kajian mengenai stres dan kesejahteraan karyawan. Kajian mengenai stres,
kesejahteraan, cara mengelola stres, hingga efek gangguan psikologis
terhadap performansi kerja adalah topik yang didalami oleh Psikologi Klinis.
Kajian Psikologi Klinis terkait stres dan pengelolaannya dapat digunakan
R
oleh ilmuwan atau praktisi dalam Psikologi Industri dan Organisasi untuk
mengoptimalkan performansi individu dalam industri dan organisasi. Akan
tetapi ketika sudah mengarah pada psikopatologi, maka psikolog Industri
FO
LE
teori yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (dalam Landy & Conte,
2013) akan melalui proses appraisal atau penilaian kognitif terlebih dulu
sebelum nantinya menghasilkan konsekuensi stres (strain) yang berbeda-
beda. Appraisal atau penilaian dilakukan terhadap setidaknya dua hal yaitu
SA
penilaian terhadap stressor (seberapa berbahaya, mengancam, menantangnya)
dan penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki untuk merespons stressor
(sumber daya internal maupun eksternal). Selain dimediasi oleh proses
appraisal, konsekuensi stres yang muncul dimoderatori oleh faktor internal
dan eksternal individu. Contoh faktor internal antara lain tipe kepribadian,
self-esteem, locus of control, hardiness, dan resiliensi. Adapun contoh faktor
R
eksternal adalah dukungan sosial. Faktor-faktor mediator dan moderator ini
yang selanjutnya menentukan wujud dan intensitas dari strain yang muncul,
yang dapat bersifat fisiologis (misalnya tekanan darah, perubahan hormon,
FO
ini dominan digunakan adalah teori Demand-Control Model dari Karasek dan
teori Person-Environment Fit Model dari French. Teori pertama menyatakan
bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi stres kerja, yaitu job
NO
demand dan job control. Job demand didefinisikan berdasarkan dua kriteria:
beban kerja dan kapasitas intelektual yang dibutuhkan untuk pekerjaan
tersebut, sedangkan job control adalah kombinasi antara otonomi dalam
pekerjaan dan diskresi untuk menggunakan keterampilan yang berbeda.
Pekerjaan dengan tuntutan (job demand) tinggi dan kontrol (job control)
rendah cenderung menghasilkan strain atau konsekuensi stres yang lebih
tinggi seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, maupun ketidakpuasan
kerja.
BAB 3 KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 75
75
Properties of the
person as Stress
Moderators
Type A/B
Self-esteem
LE
Locus of control
Hardiness
Stressors in Strains
Organizational Life
Physiological
Physical Cardiovascular
SA
Noise Biochemical
Light Perception and Gastrointestinal
Vibration cognition Musculoskeletal
Psychosocial The appraisal Physiological
Role ambiguity process Depression
Role conflict Anxiety
Role overload Job satisfaction
Behavioral
Turnover
R
Absenteeism
Properties of the Situation
as Stress Moderators
FO
Social support
tingkat stres (atau strain) pada individu ditentukan oleh seberapa sesuai
individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini menjadi sumber
NO
kajian teori P-E Fit dalam konteks organisasi atau pekerjaan selanjutnya
memunculkan teori Person-Job Fit (P-J Fit) dan Person-Organization Fit
(P-O Fit). P-J Fit dan P-O Fit adalah dua hal yang berbeda yang sama-sama
dialami oleh seorang karyawan. P-J Fit menunjukkan seberapa jauh kesesuaian
antara tuntutan yang dibutuhkan suatu pekerjaan dan seberapa jauh individu
LE
memiliki kualifikasi untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan P-O Fit
menunjukkan seberapa sesuai nilai organisasi dengan nilai yang dimiliki oleh
individu.
Dengan adanya kemungkinan dan kerentanan terhadap stres kerja
SA
yang dihadapi oleh karyawan, maka organisasi maupun perusahaan perlu
menerapkan intervensi untuk mengatasi stres tersebut. Intervensi yang
diterapkan dapat bersifat preventif, seperti melalui penetapan flexi-time
atau penyediaan child care untuk mengurangi konflik pekerjaan-keluarga.
Intervensi juga dapat bersifat kuratif melalui teknik-teknik penurunan stres
yang banyak dikembangkan oleh Psikologi Klinis, seperti teknik relaksasi,
R
biofeedback, dan cognitive-behavioral skills training. Selanjutnya jika kondisi
stres karyawan telah berlangsung cukup parah, maka dilakukan intervensi
yang lebih intensif lagi dan bersifat individual seperti merujuk karyawan
FO
dipengaruhi oleh kehadiran orang lain baik yang bersifat aktual maupun
imajinatif (SPSP, 2019). Definisi lain menurut Myers (2013) menyebutkan
NO
LE
Klinis berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) apa
yang memengaruhi keakuratan penilaian klinis? 2) proses kognitif apa yang
terjadi pada saat munculnya problem perilaku? 3) Apa saja pendekatan
sosiopsikologis dalam treatment? 4) apakah hubungan sosial mendukung
SA
kesehatan mental dan kesejahteraan individu? Selanjutnya akan dibahas
secara singkat sejumlah konstruk psikologis yang menunjukkan bagaimana
teori Psikologi Sosial diterapkan di setting klinis atau di bidang Psikologi
Klinis.
pada sebuah kasus, klinisi tersebut akan cenderung tetap meyakini hubungan
tersebut. Faktanya, illusory correlation tidak hanya dialami oleh psikolog
klinis tapi juga hampir semua profesi, termasuk peneliti.
Selain illusory correlation, hindsight dan overconfidence tak jarang juga
menurunkan akurasi dari penilaian klinis. Hindsight adalah kondisi di mana
LE
terdapat informasi yang tidak ketahui klinisi sedangkan overconfidence
merupakan kondisi di mana klinisi memiliki kepercayaan diri berlebih meski
dengan adanya hindsight –tidak ada klinisi yang terbebas secara absolut dari
hindsight. Sebuah eksperimen kontroversial oleh Rosenhan dan tim pada
SA
tahun 1973 (dalam Myers, 2013) mengungkap dengan gamblang faktor ini.
Sejumlah “pasien palsu” diminta untuk memeriksakan diri ke sejumlah Rumah
Sakit dan melaporkan bahwa dirinya “mendengar suara-suara”. Selain laporan
palsu terkait “mendengar suara” tersebut, klien palsu tersebut menceritakan
tentang dirinya secara jujur selama proses wawancara klinis (meski dengan
beberapa nama orang dan tempat yang tidak sama. Informasi mengenai
R
kehidupan di masa kanak-kanak, perasaan dan pikiran, serta relasi dengan
orang lain disampaikan secara apa adanya. Hasilnya sebagian besar klien palsu
tersebut didiagnosis skizofrenia dan diminta untuk rawat inap di Rumah
FO
Sakit selama dua hingga tiga minggu. Pada tahap selanjutnya, Rosenhan
menyampaikan kepada sejumlah staf medis Rumah Sakit (yang meragukan
hasil penelitian sebelumnya) bahwa selama tiga bulan ke depan akan ada
satu atau dua orang klien palsu datang ke Rumah Sakit. Staf medis tersebut
kemudian diminta menebak berapa orang di antara 193 pasien yang masuk
T
ke Rumah Sakit tersebut yang merupakan klien palsu. Staf medis tersebut
menjawab terdapat satu orang klien palsu. Faktanya tidak ada klien palsu
yang datang ke Rumah Sakit tersebut. Semuanya asli.
NO
LE
dapat terhindar dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan bias tersebut.
SA
digunakan adalah pendekatan kognitif perilaku. Pendekatan ini meyakini
bahwa pikiran mendahului perilaku. Dengan kata lain, perilaku individu
dipengaruhi oleh proses kognitif yang ada dalam diri individu tersebut.
Psikologi sosial juga mengkaji proses kognitif ini. Berikut adalah beberapa
temuan Psikologi Sosial yang memiliki keterkaitan dengan Psikologi Klinis
dalam menjelaskan faktor kognitif yang memengaruhi gangguan mental.
R
Temuan yang akan dipaparkan di sini adalah yang terkait gangguan
depresi. Orang dengan gangguan depresi secara umum digambarkan sebagai
FO
atribusi, dan prediksi yang lebih akurat alih-alih melakukan penilaian yang
mengandung self-serving bias (bias yang cenderung mengatribusikan hal
NO
negatif terhadap eksternal dan hal positif terhadap internal). Individu tanpa
gangguan depresi justru ditemukan memiliki penilaian yang kurang akurat
karena terlalu percaya diri. Selain itu, individu dengan gangguan depresi
ditemukan memiliki negative explanatory style, yaitu kebiasaan individu
untuk mengatribusikan penyebab kegagalan sebagai sesuatu yang bersifat
stabil, global, dan internal. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa
hubungan antara pikiran negatif dengan mood depresif bersifat timbal balik.
Mood yang depresif memicu pikiran negatif dan penilaian negatif, begitu
pula individu dengan pola pikir negatif (negative explanatory style), fokus
80 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
Pendekatan Sosiopsikologis dalam Menangani Gangguan
Psikologis
Sejumlah teori dalam Psikologi Sosial memberikan dasar legitimasi terhadap
praktik psikoterapi klinis. Pertama, upaya mengubah aspek internal (sikap,
perasaan) dengan mengubah terlebih dulu aspek eksternal (perilaku).
SA
Prinsip bahwa perilaku kita memengaruhi bagaimana kita memandang diri
kita, memengaruhi sikap kita, dan memengaruhi perasaan kita ini telah
dibuktikan oleh banyak penelitian di bidang Psikologi Sosial. Prinsip ini
digunakan oleh psikoterapi dengan pendekatan perilaku. Konsep lain yang
juga diterapkan dalam psikoterapi adalah menjaga atribusi internal terhadap
R
keberhasilan perubahan perilaku klien. Atribusi internal menjadi penting
untuk bertahannya perilaku tersebut di masa pasca terminasi. Terakhir,
psikoterapi juga dipandang sebagai bentuk pengaruh sosial di mana psikolog
FO
Kesejahteraan Individu
Ketika ditanya mengenai sumber tekanan terbesar yang dialami, jawaban
yang banyak muncul adalah keluarga. Begitu pula ketika ditanya mengenai
sumber kebahagiaan terbesar, jawaban mayoritasnya juga keluarga. Lantas
bagaimana studi sejauh ini menunjukkan peran hubungan dekat (termasuk
keluarga) terhadap kesehatan mental? Sejumlah studi ekstensif yang
mewawancarai ribuan orang dengan usia yang beragam menghasilkan
kesimpulan bahwa: hubungan dekat dapat memprediksi kesehatan. Sebuah
BAB 3 KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 8181
penelitian oleh Cohen dkk. (dalam Myers, 2013) menginjeksikan cold virus
terhadap subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan
yang memiliki koneksi sosial yng lebih banyak, lebih sedikit mengalami flu.
Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang menikah cenderung lebih
sehat dan memiliki usia lebih panjang dibandingkan yang tidak menikah.
LE
Memberikan dukungan sosial kepada orang lain juga menunjukkan efek
yang positif bagi kesehatan. Sebaliknya, kehilangan hubungan sosial seperti
kehilangan orang terdekat meningkatkan risiko gangguan kesehatan dan
bahkan risiko kematian.
SA
Studi lain menunjukkan manfaat dari mengekspresikan perasaan kepada
orang lain (curhat) atau sekadar diary. Curhat terbukti menurunkan tingkat
stres pada individu yang sedang mengalami stressor dalam hidupnya. Selain
itu, kemiskinan dan ketidakadilan juga berhubungan dengan tingkat kesehatan
yang lebih rendah.
R
LATIHAN
FO
Diskusikan dalam kelompok yang terdiri dari 3-5 orang mengenai bagaimana
Psikologi Klinis berkaitan dengan bidang psikologi lainnya dalam isu-isu
berikut ini:
1. Penggunaan hasil penelitian dengan hewan percobaan sebagai dasar
pengembangan terapi perilaku: Apakah Anda setuju? Berikan argumentasi!
2. Quarter life crisis, krisis di masa emerging adulthood (transisi dari remaja
T
RANGKUMAN
Psikologi Klinis memiliki keterkaitan dengan bidang Psikologi lainnya.
Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Umum dan Eksperimen adalah
dalam hal metode penelitian, etika penelitian, dan teori-teori umum yang
LE
juga digunakan dalam Psikologi Klinis. Keterkaitan Psikologi Klinis dengan
Psikologi Perkembangan adalah dalam hal penggunaan teori perkembangan
sepanjang hayat dalam menangani setiap permasalahan klien serta dalam
menangani permasalahan gangguan perkembangan maupun gangguan mental
SA
pada masa masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan adiyuswa. Keterkaitan
Psikologi Klinis dengan Psikologi Pendidikan adalah mendukung optimalisasi
aktivitas belajar mengajar dengan mengatasi problem kesehatan mental pada
siswa maupun civitas akademika lainnya. Psikologi Klinis juga memiliki
keterkaitan dengan Psikologi Industri dan Organisasi dalam topik terkait
stres kerja dan kesejahteraan karyawan. Adapun keterkaitan Psikologi Klinis
R
dengan Psikologi Sosial adalah dalam hal penggunaan hasil-hasil penelitian
dasar yang dapat menjadi landasan dalam mengkritisi, mengembangkan
maupun menjustifikasi praktik klinis.
FO
TES FORMATIF
Lengkapilah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan jawaban singkat
dan tepat!
T
1. Faktor kognitif yang menjadi faktor risiko depresi adalah ....., yaitu
kebiasaan individu untuk mengatribusikan penyebab kegagalan sebagai
NO
LE
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke Sub Bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam Tes Formatif dalam materi ini, paling
SA
tidak 80% benar.
TINDAK LANJUT
Berikut adalah tautan dan referensi untuk bacaan lebih lanjut:
R
Tentang Psikologi Klinis: www.div12.org
Tentang Psikologi Umum: https://www.apadivisions.org/division-1/about
Tentang Psikologi Perkembangan: https://www.apadivisions.org/division-7/
FO
about
Tentang Psikologi Pendidikan: https://apadiv15.org/
Tentang Psikologi Industri dan Organisasi: www.siop.org
Tentang Psikologi Sosial: http://www.spsp.org/about/what-
socialpersonality-psychology
T
DAFTAR PUSTAKA
LE
division-1/about
Landy, F. J., & Conte, J. M. (2013). Work in the 21st century: An introduction
to industrial and organizational psychology (Fourth edition). USA: Wiley.
Myers, D. G. (2013). Social psychology. New York: McGraw Hill.
SA
SIOP. (2019). Industrial-Organizational Psychology. www.siop.org
SPSP. (2019). Social personality psychology. http://www.spsp.org/about/
what-socialpersonality-psychology
DAFTAR ISTILAH
R
stres kerja: kondisi distres yang dialami dalam konteks pekerjaan
stressor: sumber stres
FO
task stressor (stressor tugas): sumber stres yang berasal dari tugas (contoh:
kebisingan, pencahayaan)
role stressor/psychological: sumber stres yang berasal dari peran dalam
pekerjaan
stressor (stressor peran): (contoh: ambiguitas peran, konflik peran)
strain: dampak stres
T
LE
SA
R
FO
T
NO
86 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
SA
R
Bab 4
FO
PENDEKATAN-
T
PENDEKATAN DALAM
NO
PSIKOLOGI KLINIS
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 87
87
4.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Ketika kita memperhatikan psikolog-psikolog yang menjalankan psikoterapi,
maka kita kita akan bertemu dengan kenyataan bahwa mereka menjalankan
metode-metode terapeutik yang berbeda. Metode-metode itu diturunkan dari
perspektif yang beragam dalam psikologi. Keberagaman perspektif dalam
SA
psikologi adalah fenomena yang wajar, mirip dengan keberagaman sudut
pandang dalam melihat sesuatu. Mari kita ambil peristiwa melihat rumah
sebagai contoh. Ada macam-macam sudut pandang yang bisa kita gunakan
saat melihat rumah. Sudut pandang itu tergantung pada posisi orang yang
memandang. Ada yang melihat sisi depan, ada yang melihat sisi belakang,
dan ada juga yang melihat sisi kiri atau kanan. Seperti itu jugalah yang
R
terjadi saat kita belajar psikologi klinis. Kita akan bertemu dengan macam-
macam sudut pandang. Sudut pandang itu kadang-kadang diungkapkan
FO
dengan beberapa istilah lain, seperti perspektif atau paradigma. Dalam bab
ini, istilah “pendekatan” akan secara konsisten digunakan.
Sebelum membicarakan pendekatan-pendekatan dalam psikologi klinis,
penting untuk diingat sejak awal bahwa perspektif makro yang dominan
dalam psikologi klinis adalah perspektif idiografis. Kata Yunani “idio”
berarti privat, pribadi, khas; sementara “graphein” berarti menggambarkan.
T
idiografis itu adalah perspektif nomotetis. Kata Yunani “nomos” berarti aturan
yang berlaku umum. Pendekatan nomotetis adalah pendekatan yang melihat
bahwa perilaku manusia punya hukum-hukum yang berlaku umum. Psikolog
yang memiliki perspektif nomotetis ini akan cenderung menggeneralisasi
dan mencari kemiripan antara satu individu dengan individu lain. Semakin
banyak kasus yang kita temui, semakin terlihat bahwa ada keunikan dalam
masing-masing kasus. Kasus bisa mirip, tapi tidak bisa disamakan. Inilah
alasan mengapa perspektif idiografis dominan dalam psikologi klinis.
88 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
dalam psikologi dan tren-tren pemikiran yang sedang berkembang. Nietzel,
Bernstein, dan Milich (1998), misalnya, menyebut tiga pendekatan utama,
yaitu (1) pendekatan psikoanalitis, (2) pendekatan behavioral, dan (3)
pendekatan fenomenologis. Di antara macam-macam klasifikasi yang ada,
SA
pendekatan yang sangat jarang kita temui pendekatan transpersonal.
Itulah kekhasan dalam bab ini. Psikologi transpersonal mendapat
porsi. Alasannya adalah psikologi transpersonal punya kedekatan dengan
psikologi Timur yang sarat dengan pandangan-pandangan spiritual. Psikologi
transpersonal ini sangat relevan bagi masyarakat Indonesia yang merupakan
bagian dari masyarakat Timur. Ajaran Timur sebenarnya sudah mulai masuk
R
ke dalam psikologi Barat sejak akhir tahun 1970-an. Mindfulness, misalnya,
sudah menjadi konstruk dan praktik yang belakangan popular dalam psikologi
Barat. Bila ditelusuri historisitasnya, mindfulness itu sebenarnya ditarik dan
FO
eling yang juga berarti mengingat agar selalu sadar dengan gejolak pikiran-
perasaan-emosi dalam diri sendiri.
Proses integrasi ajaran Timur ke Barat akan terus berlangsung. Karena
NO
pembaca buku ini lebih ditujukan kepada orang-orang Timur yang tinggal
di Indonesia, maka pendekatan psikologi transpersonal yang akrab dengan
masyarakat Timur perlu dibicarakan. Jadi secara keseluruhan, ada empat
pendekatan yang akan kita bicarakan: (1) pendekatan psikoanalitis, (2)
pendekatan behavioral, (3) pendekatan fenomenologis-humanistik, dan (4)
pendekatan transpersonal. Mari kita bicarakan satu per satu.
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 89
89
B. Relevansi
Materi dalam pokok bahasan ini relevan untuk menguatkan pemahaman
dasar tentang perspektif atau pendekatan yang berkembang dalam psikologi
klinis. Praktik klinis, baik dalam bentuk konseling/terapi maupun dalam
bentuk intervensi, selalu bisa ditelusuri akarnya dalam perspektif atau
LE
pendekatan psikologis yang berkembang. Dalam bab ini, mahasiswa akan
mempelajari beberapa pendekatan utama dalam psikologi klinis. Secara lebih
khusus lagi, mahasiswa akan mempelajari prinsip-prinsip yang mendasari
setiap pendekatan. Pemahaman akan prinsip-prinsip itu akan membantu
SA
mahasiswa melihat perbedaan yang mendasari keberagaman pendekatan
dalam psikologi klinis.
C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) pentingnya penggunaan berbagai pendekatan
R
dalam psikologi klinis
2. Mampu menjelaskan dan membedakan (C2) berbagai pendekatan
dalam psikologi klinis meliputi pendekatan psikodinamik, behavioral,
FO
fenomenologis/humanistik
D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
T
Pendekatan psikoanalitis akan lebih mudah dipahami bila kita sudah familiar
dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam aliran psikoanalisis.
Tokoh yang menjadi peletak dasar aliran ini adalah Sigmund Freud (1859-
90 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
Persis itulah tujuan psikoanalisis yang dikembangkan Freud: “Make the
unconscious conscious! (Jerman: Mach die Unbewusste bewusst!; Jadikan yang
tidak disadari menjadi disadari!)”. Kerja keras Freud bisa dirangkum sebagai
upaya menemukan metode khusus untuk membuat yang tidak disadari
SA
menjadi disadari. Ini jelas tantangan yang sangat besar. Terlebih lagi, Freud
menyaksikan dalam pengalaman klinisnya bahwa sebagian terbesar perilaku
digerakkan oleh dunia ketidaksadaran itu. Dunia ketidaksadaran itu memang
tidak diketahui, tetapi perlu diupayakan cara mengaksesnya. Selama kita tidak
bisa mengaksesnya, selama itu pula kita tidak tahu dan potensial sakit secara
mental. Sebelum melanjutkan, simak sebentar empat pernyataan Freud ini:
R
Teks Sumber Transkreasi
FO
LE
forth later in uglier ways mati. Mereka terkubur dalam
keadaan hidup dan ada saatnya
keluar dalam cara-cara yang buruk.
Freud dalam Rechtschaffen, 2016
SA
The interpretation of dreams is Penafsiran mimpi adalah jalan
the royal road to a knowledge of the poros (jalan utama) untuk
unconscious activities of the mind mengetahui aktivitas-aktivitas yang
terjadi dalam ketidaksadaran.
Freud, 1900
R
Keempat pernyataan di atas bisa dijadikan pondasi untuk membentuk
gambaran umum tentang pendekatan psikoanalitis. Perhatikan sebentar
FO
Dalam pernyataan yang keempat, Freud menemukan cara yang sangat bagus
untuk mengeluarkan isi-isi ketidaksadaran yang menganggu, yaitu lewat jalur
penafsiran mimpi.
Memahami dunia ketidaksadaran itu tidak mudah. Dunia ketidaksadaran
adalah tempat di mana seluruh pengalaman hidup disimpan. Ada pengalaman
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Karena misi utama Freud
adalah memahami gangguan mental, maka perhatiannya lebih ditujukan
kepada pengalaman buruk di masa lalu yang tersimpan dalam ketidaksadaran.
92 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
terdengar. Kita berhenti sebentar di simbol ini. Secara sederhana sekali, kita
bisa mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang mengatakan tentang sesuatu
yang lain. Simbol itu bisa berupa kata-kata atau gambar atau isyarat yang
dimunculkan badan. Ketika seorang psikoanalis (orang yang mendalami
SA
psikoanalisis) bertemu dengan simbol, maka dia akan berusaha mencari arti
yang berada di balik simbol itu. Dia penasaran dengan pesan yang ingin
disampaikan oleh simbol itu.
Mari kita lihat sebentar proses munculnya simbol-simbol itu. Dalam
ketidaksadaran, ada dorongan primer yang disebut dorongan libidinal. Istilah
“dorongan libidinal” di sini berarti dorongan yang digerakkan oleh libido.
R
Dalam bahasa Latin, istilah “libido” sebenarnya hanya berarti hasrat atau
energi, tetapi istilah itu kemudian dipersempit oleh Freud menjadi libido
seksual (hasrat/energi seksual). Libido seksual itu mencari kesenangan dan
FO
LE
astonishment and denials …. Its membuat kehebohan dan penolakan
principal findings are as follows: yang provokatif …. Temuan utama
a) Sexual life does not begin only psikoanalisis adalah berikut ini:
at puberty, but starts with a) Kehidupan seksual tidak dimulai
plain manifestations soon di masa puber, tetapi sudah
SA
after birth. terlihat segera sesudah kelahiran.
b) It is necessary to distinguish b) Perlu dibuat perbedaan yang
sharply between the concept tajam antara konsep “seksual” dan
of “sexual” and “genital”. The konsep “genitalia (alat kelamin)”.
former is the wider concept Konsep seksual adalah konsep
and includes many activities yang lebih luas dan meliputi
R
that have nothing to do with banyak kegiatan yang tidak ada
the genitals. hubungannya dengan genitalia.
c) sexual life includes the c) Kehidupan seksual terkait dengan
FO
seksual. Oleh karena itu, teori perkembangan Freud dikenal dengan nama
teori perkembangan psikoseksual yang terdiri dari lima tahap:
1. Tahap oral (sekitar 0– 1 tahun). Pada tahap ini, perkembangan psikologis
terhubung dengan rasa senang atau nikmat di sekitar zona oral (mulut).
2. Tahap anal (sekitar 1–3 tahun). Pada tahap ini, perkembangan psikologis
terhubung dengan rasa senang atau nikmat di sekitar zona anus (dubur).
94 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
tetapi laten (diam). Istilah lain yang boleh digunakan adalah “dorman
(tertidur)”.
5. Tahap genital (pubertas sampai akhir hayat). Pada tahap ini, perkembangan
psikologis terkait dengan fungsi reproduktif yang sudah terbentuk. Bahasa
SA
Latin genitalia berarti alat reproduktif.
Dunia Ketidaksadaran
Ada dua teori besar tentang ketidaksadaran yang berkembang dalam
psikoanalisis, yaitu ketidaksadaran menurut Sigmund Freud dan
T
ketidaksadaran menurut Carl Gustav Jung. Freud dan Jung sebenarnya adalah
dua sahabat karib yang kemudian memutuskan berpisah karena perbedaan
NO
cara pandang tentang dunia ketidaksadaran. Untuk lebih jelasnya, mari kita
lihat perbedaan konseptual yang paling dasar di antara mereka. Menurut
Freud (1989), dunia kejiwaan manusia terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu:
1. Wilayah sadar (Jerman: Bewusstsein; Inggris: the conscious). Wilayah ini
bekerja saat kita kontak dengan dunia luar saat kita terjaga. Dengan
kesadaran, kita bisa membedakan antara mobil, motor, sepeda, atau
pejalan kaki saat Anda berkendaraan di jalan.
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 95
95
2. Wilayah prasadar (Jerman: Vorbewusstsein; Inggris: the preconscious).
Dalam wilayah ini, tersimpan memori yang bisa dipanggil dengan mudah.
Dalam wilayah prasadar, tersimpan nomor telepon dan semua nama
kenalan kita yang bisa dipanggil dengan mudah sewaktu-waktu ketika
kita butuhkan.
LE
3. Wilayah tidak sadar (Jerman: Unbewusstsein; Inggris: the unconscious).
Ini wilayah yang paling luas dan paling dalam. Isinya adalah memori-
memori yang terlupakan. Memori-memori kita sebetulnya tidak ada
yang mati, hanya terlupakan. Meski terlupakan, memori itu tetap bekerja
SA
dan tersimpan dalam ketidaksadaran. Banyak dari persoalan psikologis
yang terhubung dengan memori-memori menyakitkan yang terlupakan
dan tersimpan dalam ketidaksadaran. Memori-memori menyakitkan itu
disebut memori traumatis.
superego (das Über-ich) yang merupakan suara hati yang dibentuk oleh
lingkungan di mana kita hidup. Ketiganya kadang-kadang disebut struktur
NO
LE
dorongan yang ditolak tenggelam dalam ketidaksadaran dan mengusik
dari dalam. Gangguan mental bisa disebabkan oleh energi destruktif
dari dorongan id yang direpresi itu.
2. Pandangan bahwa ego yang penting. Orang yang melihat bahwa pandangan
SA
Freud berpusat pada aktivitas ego akan menyebut teori Freud sebagai
psikologi ego (ego psychology). Ego adalah regulator yang berfungsi
mengatur lalu lintas antara id dan superego sehingga tidak berbenturan.
Bila ego merasa terancam maka muncul kecemasaan (anxiety). Kecemasan
inilah yang kemudian bisa berkembang menjadi macam-macam gangguan
psikologis. Freud mengemukakan tiga bentuk kecemasan, yatu (1)
R
kecemasan realistis, (2) kecemasan moral, dan (3) kecemasan neurotis.
Banyak gangguan psikologis bersumber dari kecemasan neurotis, yaitu
FO
Jung sepakat dengan Freud tentang adanya wilayah tidak sadar. Meski
T
kejiwaan kita dengan istilah psike. Psike ini punya tiga wilayah utama:
1. Wilayah kesadaran (Jerman: Bewusstsein; Inggris: Consciousness). Wilayah
ini bisa diparalelkan dengan wilayah kesadaran dalam pandangan Freud.
2. Wilayah ketidaksadaran pribadi (Jerman: persönliches Unbewusstsein;
Inggris: personal unconsciousness). Wilayah ini mirip dengan wilayah
ketidaksadaran yang dibicarakan Freud di atas. Dalam wilayah ini,
bisa kita temukan sumber masalah psikologis yang terhubung dengan
pengalaman masa lalu yang negatif. Pengalaman negatif itu tersimpan
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 97
97
dalam ketidaksadaran pribadi sebagai kompleks. Kompleks yang ada pada
setiap orang berbeda, tergantung pada pengalaman hidupnya masing-
masing. Kalau saya punya pengalaman negatif dengan guru, maka saya
punya kompleks guru.
3. Wilayah ketidaksadaran transpersonal (Jerman: uberpersönliches
LE
Unbewusstsein; Inggris: transpersonal unconsciousness). Wilayah
transpersonal ini berisi pengalaman-pengalaman yang diturunkan dari
leluhur kita. Pengalaman ini melampaui pengalaman pribadi dan ada
pada setiap pribadi. Pengalaman ini ada pada setiap orang. Dalam banyak
SA
buku-buku psikologi, istilah ketidaksadaran transpersonal hampir tidak
pernah digunakan, istilah yang digunakan adalah ketidaksadaran kolektif
(collective unconsciousness). Sebenarnya, terjemahan yang lebih tepat
adalah ketidaksadaran transpersonal.
arketipe yang ada, Self (Jati diri) adalah arketipe yang terpenting. Semua
arketipe lain hanya mengitari Self itu.
Dengan memahami kompleks dan arketipe itu, kita sekarang bisa
membentuk gambaran tentang orang yang sehat. Seseorang bisa dikatakan
sehat bila dia bisa membawa egonya melewati kompleks-kompleks dalam
ketidaksadaran personal dan kemudian melewati arketipe-arketipe dalam
T
Phoenix, dan lain-lain. Dalam masyarakat Jawa, arketipe itu keluar sebagai
simbol-simbol dalam pewayangan, seperti raksasa, raksesi, perwitasari,
dan sebagainya. Simbol-simbol itu juga bisa kita temukan dalam cerita-
cerita rakyat, seperti Wewe Gombel atau Dewi Sri. Salah satu kisah tentang
arketipe Self dalam pewayangan adalah lakon Bima Suci atau lakon Dewa
LE
Ruci. Dalam lakon itu, ada kisah tentang perjuangan Bima menemukan jati
dirinya yang disimbolkan sebagai Dewa Ruci (La Kahija, 2007). Orang-orang
di zaman kita saat ini yang kita sebut orang-orang modern sudah banyak
tertarik dengan arketipe yang diekspresikan leluhur kita. Meski demikian,
SA
arketipe tetap keluar dalam bentuk-bentuk yang baru. Seseorang pernah
bertanya, “Kenapa orang suka dengan film “Lord of the Rings” atau “Harry
Potter” atau “Narnia”? Ada begitu banyak arketipe dalam film-film seperti
itu. Saat menonton film itu, kita terkoneksi dengan arketipe-arketipe yang
ada dalam ketidaksadaran transpersonal (kolektif).
R
Metode Terapeutik
Sekarang, mari kita bicarakan bagaimana psikoanalisis diterapkan dalam
FO
ada dalam cerita mimpi. Oleh karena itu, mimpi tidak bisa dimengerti
secara harfiah. Mimpi butuh penafsiran. Untuk menafsirkan mimpi, kita
terlebih dahulu perlu membedakan antara cerita mimpi dan maksud
dari mimpi itu. Kemampuan menafsirkan tentu saja butuh latihan.
2. Asosiasi bebas. Asosiasi bebas adalah metode di mana klien dengan
bebas menceritakan apa saja yang muncul dalam pikirannya. Klien
diminta bercerita bebas tanpa menyensor. Saat bercerita bebas, isi-isi
ketidaksadaran keluar dengan leluasa. Ada saatnya cerita yang bebas itu
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 99
99
dilihat polanya. Dari cerita bebas itu, seorang psikoanalis mengungkap
apa yang terjadi dalam ketidaksadaran.
LE
yang juga bertujuan menarik keluar isi-isi ketidaksadaran. Dalam pandangan
Jung, penggunaan metode sangat tergantung pada wilayah ketidaksadaran
yang ingin kita ungkap: Apakah kita ingin mengungkap ketidaksadaran
personal atau ketidaksadaran kolektif?
SA
1. Pengungkapan ketidaksadaran personal. Sudah kita lihat bahwa
ketidaksadaran personal berisi kompleks. Nah, metode yang digunakan
Jung untuk kompleks-kompleks itu adalah asosiasi kata (word association).
Caranya cukup sederhana. Kita menggunakan satu kata demi satu kata
untuk melihat kompleks yang mengganggu. Jika saya membunyikan kata
“ibu” dan Anda merasakan ketidaksadaran personal Anda bergejolak,
R
maka bisa dikatakan bahwa Anda punya kompleks ibu. Kita semua
punya kompleks yang berbeda-beda tergantung pengalaman hidup kita
masing-masing. Jung menggunakan sekitar 100 kata untuk mengungkap
FO
LE
(skill) untuk menembus kesadaran menuju ketidaksadaran dan kembali lagi
membawa isi ketidaksadaran ke kesadaran sehingga bisa disadari. Prosesnya
sebenarnya mudah kalau kita punya kepekaan menangkap simbol-simbol
yang keluar dari ketidaksadaran. Pendekatan psikoanalitis ini menarik untuk
menjelaskan secara mendalam riwayat kemunculan kasus klinis. Sayangnya,
SA
psikologi yang berkembang saat ini semakin praktis dan pragmatis. Prinsip
pragmatis adalah “Cepat dan bermanfaat”. Oleh karena itu, bisa dimengerti
bila psikonalisis semakin mendapat porsi kecil dalam banyak literatur. Di
zaman Freud, prosedur menjadi seorang psikoanalis (praktisi psikoanalisis)
agak panjang. Sebelum mengenal ketidaksadaran orang lain, ketidaksadaran
R
diri sendiri perlu dikenali. Freud mewajibkan calon-calon psikoanalis untuk
mengikuti program analisis-diri sebelum menganalisis ketidaksadaran orang
lain.
FO
LE
kecemasan, ketakutan, kemarahan. Emosi-emosi destruktif seperti itu bisa
tersimpan dalam ketidaksadaran dan memberi kontribusi bagi munculnya
gangguan mental. Dengan kata lain, benih-benih gangguan mental bisa
ditransmisikan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga yang lain
SA
(bandingkan Dare, 1988).
2. Analisis transaksional. Metode ini dikembangkan oleh Eric Berne di
akhir tahun 1950-an. Berne (1992) menerapkan psikoanalisis dalam
menganalisis ego state klien yang sedang bekerja dalam interaksi sosial.
Ada tiga ego state yang bisa muncul saat kita berinteraksi, yaitu (1) ego
state orangtua yang bisa terlihat saat seseorang senang memerintah dan
R
melarang orang lain, (2) ego state anak yang bisa terlihat saat seseorang
sedang usil atau bercanda, dan (3) ego state dewasa yang bisa terlihat
FO
LE
pandangan John Broadus Watson (1878-1058) yang dikenal sebagai tokoh
psikologi yang sangat provokatif menyuarakan behaviorisme. Cermati sebentar
pernyataannya yang terkenal berikut ini:
SA
Teks Orisinal Transkreasi
Give me a dozen healthy Beri saya selusin bayi yang tidak cacat
infants, well-formed, and my dan biarkan saya menempuh cara saya
own specified world to bring untuk membesarkan mereka dan saya
them up in and I’ll guarantee jamin saya mampu mengambil seorang di
R
to take any one at random and antara mereka secara acak dan melatihnya
train him to become any type untuk menjadi orang dengan spesialisasi
of specialist I might select— pilihan saya: dokter, pengacara, seniman,
FO
bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bebas membentuk diri kita sendiri.
Kita tidak mem-bentuk, tapi di-bentuk oleh lingkungan di mana kita hidup
dengan prinsip-prinsip tertentu. Cara berpikir yang menganggap bahwa
manusia dibentuk dari luar seperti itu lingkungan disebut cara berpikir
deterministik; sementara cara berpikir yang menganggap bahwa manusia
dibentuk oleh prinsip-prinsip tertentu disebut cara berpikir mekanistik. Nah,
ciri yang kental dari kelompok behaviorisme adalah pemahaman tentang
manusia yang deterministik dan mekanisitik.
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 103
103
Bila pemahaman itu dibawa ke dalam konteks psikologi klinis, maka
perilaku manusia adalah produk atau bentukan dari relasi antara stimulus (S)
dan respons (R). Stimulus adalah apa saja yang kita terima dari lingkungan
sekitar kita. Stimuli (bentuk jamak dari stimulus) dalam lingkungan
menyebabkan kita memberikan respons tertentu. Ketika saya mengeluarkan
LE
suara (stimulus), “Apa kabar?”, Anda memberi jawaban (respons), “Baik”.
Ketika saya bertemu dengan seorang teman dari Inggris dan mengeluarkan
suara (stimulus), “How is life?”, dia memberi tanggapan (respons), “So so”.
Pertanyaannya: bagaimana mereka bisa merespons “baik” dan “so-so”? Dari
SA
mana asalnya kata-kata itu? Kata-kata itu bukan dari mereka, tetapi dari
hasil pembiasaan/pengondisian (conditioning) yang dibentuk oleh stimulus
suara di lingkungan Indonesia dan Inggris.
Memahami pengondisian sangat penting untuk memahami pendekatan
behavioral. Dalam psikologi, pendekatan behavioral banyak dijadikan
referensi untuk proses belajar manusia. Ada tiga versi pendekatan behavioral
R
yang umum dibicarakan dalam buku-buku teks psikologi klinis, yaitu (1)
pendekatan behavioral responden, (2) pendekatan behavioral operan, dan
(3) pendekatan behavioral kognitif.
FO
LE
makanan. Akibatnya, ketika bunyi bel berbunyi meski tanpa makanan, anjing
mengeluarkan saliva. Saliva yang keluar karena bunyi bel itu adalah saliva
hasil pengondisian.
Pengkondisian klasik telah diterapkan dalam psikologi dan dirasakan
SA
manfaatnya dalam mengubah atau memodifikasi perilaku, khususnya perilaku
menggunakan zat adiktif dan merokok. Berikut ini adalah tiga contoh terapi
yang dikembangkan dari pengkondisian klasik:
1. Terapi aversi. Terapi ini dirancang untuk mendorong klien melepaskan
kebiasaan yang dianggap buruk dengan menghubungkan (mengasosiasikan)
kebiasaan buruk itu dengan sesuatu yang yang tidak menyenangkan.
R
Klien yang suka alkohol misalnya dibuat mual dengan obat tertentu.
Dalam keadaan mual, dia diberi minuman alkohol. Dengan peristiwa
FO
LE
nama “pengondisian operan”.
Skinner melakukan pengondisian bukan dengan membuat asosiasi
di antara dua stimulus (makanan dan bel dalam eksperimen Pavlov),
tetapi dengan cara memberikan penguatan (reinforcement) dan hukuman
SA
(punishment) untuk perilaku yang ditentukan secara acak. Penguatan
(reinforcement) adalah peristiwa apa saja yang memungkinkan perilaku
tertentu diulangi; sementara hukuman (punishment) adalah peristiwa apa
saja yang memungkinkan perilaku tidak diulangi. Penguatan dan hukuman
akan memiliki efek yang besar bila diberikan segera sesudah munculnya
perilaku yang ingin diubah. Jika ada penundaan, kekuatan dari penguatan
R
dan hukuman tersebut akan berkurang.
Pengondisian operan sangat umum digunakan dalam psikologi klinis
sebagai metode modifikasi perilaku. Pengondisian ini banyak digunakan oleh
FO
contoh yang umum ditemui di rumah sakit jiwa adalah penggunaan token
yang bisa ditukar dengan sesuatu yang disukai pasien, misalnya rokok. Bila
pasien menyapu halaman, maka dia bisa mendapat token yang bisa ditukar
NO
LE
yang menyenangkan untuk meningkatkan berulangnya perilaku. Saat
Anda ke perpustakaan jam 11 di hari Kamis, Anda mendapat makan siang.
Penguatan itu akan mendorong Anda untuk kembali ke perpustakaan
menjelang jam 11.
SA
2. Penguatan negatif. Penguatan ini dilakukan dengan menghilangkan atau
menyingkirkan stimulus yang tidak menyenangkan untuk meningkatkan
berulangnya perilaku. Sebagai contoh, Anda belajar dengan kursi yang
tidak nyaman. Saya lalu mengambil kursi itu dan menggantinya dengan
kursi yang empuk dan ergonomis. Penguatan negatif itu akan mendorong
Anda untuk belajar.
R
3. Hukuman positif. Hukuman yang dilakukan dengan memberikan stimulus
yang tidak menyenangkan untuk menurunkan berulangnya perilaku.
FO
LE
terus-menerus setiap kali respons yang diinginkan muncul, seperti seorang
ibu yang terus-menerus memberi coklat setiap kali anaknya menyelesaikan
pekerjaan rumah. Penguatan seperti ini disebut penguatan kontinu (continuous
reinforcement). Di bagian ujung kanan, kita tidak memberikan penguatan
SA
sama sekali agar respons tidak lagi muncul. Ini disebut penghilangan respons
(extinction). Di bagian tengah, kita memberikan penguatan yang kadang-
kadang saja. Ini disebut penguatan parsial (partial reinforcement). Khusus
untuk penguatan parsial, Ferster dan Skinner (1957) mengemukakan empat
jadwal, yaitu:
1. Fixed ratio (FR), yaitu pemberian reinforcement setelah sejumlah respons
R
yang pasti (fixed). Sebagai contoh, setiap tiga kali mengerjakan pekerjaan
rumah, anak dibelikan pizza.
FO
mendapatkan nilai bagus setiap paruh semester atau buruh yang bekerja
keras untuk mendapatkan upah mingguan.
NO
LE
Model Behavioral Belajar Sosial
Bila kita memperhatikan model behavioral responden dan operan di atas, maka
muncul kesan bahwa perilaku manusia merupakan produk dari hubungan
antara stimulus dan respons. Pandangan itu kemudian dilihat masih bisa
SA
diperluas lagi dan dilengkapi dengan berfokus pada organisme. Organisme
sebenarnya tidak sebatas menerima stimulus tetapi juga memproses stimulus
itu. Dalam pemrosesan itu, ada proses kognitif yang terlibat.
Ketika kita menganggap proses kognitif dalam organisme itu penting,
maka relasi stimulus-respons (S-R) diperluas menjadi relasi stimulus-
R
organisme-respons (S-O-R). Analogi berikut bisa membantu. Relasi S-R
melihat bahwa jika Anda mendengar suara telpon atau membaca pesan di
media sosial (S), maka Anda akan mengangkatnya atau membalasnya (R).
FO
LE
vikarius (vicarious reinforcement). Konsep efikasi diri dan penguatan
vikarius itu bisa diterapkan dalam banyak bidang psikologi, termasuk
terapi.
2. Cognitive behavioral therapy. Secara sederhana, terapi behavioral kognitif
SA
atau yang lebih umum dikenal disingkat CBT adalah terapi berbicara
(talking therapy). Dalam komunikasi itu, ada proses mengidentifikasi
pikiran. Pikiran dan perilaku saling terkait. Banyak dari problem
psikologis terkoneksi dengan pikiran-pikiran negatif. Pikiran-pikiran
negatif itu biasanya sudah sering berkerja tanpa dipertanyakan. Oleh
karena itu, seorang praktisi CBT akan menantang pikiran-pikiran
R
negatif yang sudah terbentuk dan mengubahnya. Belakangan ini, CBT
disinergikan dengan mindfulness dan dikenal dengan nama mindfulness-
FO
LE
berupa aliran libido seksual yang bekerja dalam ketidaksadaran; sementara
dalam pendekatan behavioral, kekuatan itu berupa pengondisian yang kita
terima dari lingkungan luar. Bila direnungkan, kedua perspektif itu melihat
manusia sebagai makhluk yang sebenarnya tidak bebas karena dikendalikan.
SA
Sekarang, kita mau membicarakan pendekatan ketiga yang juga berbeda, yaitu
pendekatan fenomenologis-humanistik. Dalam pendekatan ini, ada sinergi
yang bagus antara filsafat fenomenologis dan psikologi humanistik yang
disingkat fenomenologis-humanistik. Kita mulai dengan filsafat fenomenologis
atau yang lebih umum disebut fenomenologi. Fenomenologi adalah filsafat
yang muncul dan berkembang di Eropa daratan, khususnya Jerman dan
R
Prancis. Fenomenologi berpandangan bahwa manusia tidak bisa dilihat dan
dibicarakan seperti membicarakan benda. Saat kita membicarakan benda, kita
membicarakan sesuatu yang tidak punya kesadaran (Inggris: consciousness;
FO
LE
A musician must make music, Seorang musisi harus bermusik, seorang
an artist must paint, a poet must seniman harus melukis, seorang pujangga
write, if he is to be ultimately at harus menulis puisi jika itu membuatnya
peace with himself. This need we merasakan sendiri rasa tenang yang sangat
may call “self-actualization dalam. Kebutuhan ini bisa kita sebut sebagai
SA
“aktualisasi-diri”.
Maslow, 1954: 91
paling sehat secara psikologis baik yang berada dalam masyarakat Timur
maupun dalam masyarakat Barat. Dia tertarik untuk memahami mengapa
mereka berbeda dari manusia pada umumnya.
Dia lalu mengembangkan teori yang berfokus pada motivasi manusia
untuk tumbuh, berkembang, dan mengaktualisasikan potensi-potensinya.
Pengembangan teori itulah yang kemudian menghasilkan hierarki kebutuhan
dasar (hierarchy of basic needs). Hierarki di sini berarti bahwa satu kebutuhan
harus dipenuhi terlebih dahulu untuk bisa naik ke kebutuhan yang lebih
112 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
tinggi. Ini mirip dengan karate yang memulai latihannya dengan sabuk putih
lalu kuning, lalu hijau, lalu biru, lalu coklat, dan kemudian hitam. Berikut
ini adalah lima kebutuhan yang tersusun secara hierarkis:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini terkiat dengan
kebutuhan fisik kita agar bisa tetap hidup, seperti makanan, minuman,
LE
sex, vitamin, matahari, dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Kebutuhan ini terkait dengan
rasa aman menjalani hidup, seperti kesehatan, bebas dari ancaman luar.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belonging).
SA
Kebutuhan ini terkait dengan rasa terhubung dengan orang lain dalam
suasana hangat, seperti rasa terhubung dalam keluarga atau persahabatan.
4. Kebutuhan akan harga diri (self-esteem). Kebutuhan ini terkait
dengan rasa dihargai oleh orang lain, seperti mendapat pengakuan atau
penghormatan.
R
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization). Kebutuhan ini
muncul sebagai upaya mewujudkan (mengaktualisasikan) potensi yang
ada dalam diri. Aktualisasi diri subjektif dan personal. Ada banyak cara
FO
LE
konsekuensinya, yaitu munculnya meta patologi atau rasa tidak puas dengan
hidup yang sedang dijalani. Sebaliknya, bila meta kebutuhan terpenuhi, maka
muncul pengalaman plateau (plateau experience). Pengalaman ini mirip
dengan pengalaman puncak (peak experience), tetapi bedanya ini berlangsung
SA
relatif lama.
Jika pandangan itu diterapkan dalam psikologi klinis, maka syarat yang
paling penting untuk dimiliki adalah perspektif bahwa setiap orang sedang
mengaktualisasikan diri, sedang membawa potensi menuju aktualitas.
Gangguan psikologis bisa muncul bila aliran aktualisasi diri itu terhambat.
Bahkan jika orang berhasil mengaktualisasikan diri, itu juga bukan jaminan
R
bagi kesehatan mentalnya. Ada kebutuhan lain yahg secara alami muncul,
yaitu kebutuhan untuk bermanfaat bagi kemanusiaan.
FO
“Saya sudah bekerja dan bergaul dengan banyak orang selama empat
puluh tahun dan ada dua hal yang tidak bisa saya ingkari. Yang pertama,
setiap pribadi dalam pengamatan saya, mempunyai kemampuan untuk
memilih tujuan hidup yang dia inginkan, mempunyai kemampuan untuk
menentukan pilihannya sendiri jika dia berada dalam situasi pribadi yang
aman, penuh penngertian. Hal kedua yang saya pelajari adalah bahwa yang
paling buruk dalam membantu seseorang adalah mengatakan kepadanya
apa yang harus dibuat ….”.
(Rogers, dalam Anh, 1985: 15-16)
114 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
Kalau kita paham betul ucapan Rogers itu, khususnya bagian yang dicetak
miring, maka kita bisa dengan mudah memahami seluruh bangunan terapi
humanistik Rogers. Metode terapeutik yang dikembangkan Rogers pada
awalnya dikenal dengan nama “client-centered therapy (terapi yang berpusat
pada klien)”. Istilah itu kemudian diganti menjadi person-centered therapy
LE
(terapi yang berpusat pada pribadi). Istilah “person” dianggap lebih cocok
untuk menggambarkan orang yang sedang berjuang mengalirkan potensinya
menuju aktualisasi.
Setiap orang pasti tumbuh dan berkembang bila diberikan kebebasan
SA
untuk mengoreksi diri sendiri dan menjadi diri sendiri. Sayangnya,
lingkungan seringkali tidak suprotif. Inilah gagasan pokok yang mendasari
terapi humanistik Rogers. Mari kita periksa sebentar hidup kita. Di masa
awal kehidupan kita sebagai anak-anak, kita menampilkan diri sebagai
pribadi sehat yang oleh Rogers disebut pribadi yang kongruen. Pribadi yang
kongruen adalah pribadi yang sejalan atau selaras antara apa yang dirasakan
R
dan apa yang ditampilkan. Perhatikan anak-anak yang lugu, spontan, ceriah,
dan apa adanya. Sayangnya, peristiwa-peristiwa hidup yang kurang suportif
membuat kita bergeser dari pribadi yang kongruen menjadi tidak kongruen.
FO
Lingkungan menerima kita dengan syarat harus begini dan harus begitu
agar bisa diterima dalam pergaulan. Rogers menyebut syarat-syarat seperti
itu conditions of worth (syarat-syarat kepantasan). Akibatnya, spontanitas
dan keceriahan kita berkurang. Untuk itu kita perlu berjuang lagi menjadi
pribadi yang kongruen. Pribadi yang kembali kongruen itu pribadi yang
T
LE
Kongruensi mendorong klien untuk terbuka dan merasa nyaman dengan
dirinya sendiri saat menampilkan diri. Tentu saja, itu baik bagi proses
penyembuhan.
2. Empati. Empati ini terkait erat dengan kemampuan terapis mendengarkan
SA
kliennya dengan penuh perhatian. Terapis masuk ke dunia pengalaman
klien dan memahaminya dari dalam. Bila empati dijalankan, pemahaman
tentang dunia kehidupan klien akan secara alamiah muncul. Ada semacam
rasa terhubung antara terapis dan klien yang melahirkan pemahaman
itu.
3. Penerimaan positif tanpa syarat. Kualitas terakhir yang juga penting adalah
R
sikap menerima klien tanpa syarat sangat yang (unconditional positive
regard). Apapun kondisinya kita terima tanpa menilai atau mengomentari
FO
LE
1. Logoterapi. terapi ini dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi
melihat bahwa persoalan psikologis seringkali terkait dengan hidup tanpa
makna. Istilah “logos” diambil dari bahasa Yunani yang berarti makna.
Selama makna itu belum ditemukan, selama itu pula kita potensial
SA
merasakan semacam frustrasi eksistensial. Makna hidup itu bervariasi
untuk setiap orang. Orang yang menemukan makna hidupnya akan
merasa betah dan nyaman dengan hidupnya sendiri. Ada beberapa
teknik yang dikembangkan oleh Frankl dalam proses terapeutik. Tiga
di antaranya yang penting adalah derefleksi, intensi paradoksikal, dan
dialog Sokratik.
R
§ Teknik derefleksi digunakan untuk mengalihkan perhatian seseorang
dari pandangan yang negatif (tidak berarti) tentang dirinya ke
FO
cara mereka melihat hidup dari pesimis dan tanpa harapan menjadi
optimis dan penuh harapan. Hidup dengan optimisme dan harapan itu
adalah ciri dari hidup yang bermakna.
2. Terapi Gestalt. Terapi ini dibawa dari Jerman ke Amerika Serikat oleh
Fritz Perls yang kemudian berganti nama menjadi Frederick Perls. Terapi
Gestalt bisa kita sebut sebagai semacam “pemberontakan” terhadap
psikoanalisis yang melihat manusia sebagai korban masa lalunya. Dalam
terapi Gestalt, masa lalu diabaikan. Penekanannya adalah pada dorongan
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 117
117
kepada klien untuk hidup di sini dan pada saat ini (here and now). Teknik
Gestalt yang sangat terkenal dalam psikologi adalah teknik kursi kosong
(empty chair) di mana klien diajak berbicara hati ke hati dengan orang
yang dipersepsikannya telah membuat dia merasa sakit. Klien diminta
untuk berbicara dengan kursi kosong seolah-olah di kursi itu saat ini
LE
sedang duduk orang yang membuatnya terganggu secara emosional.
Dalam mengikuti terapi ini, Perls menekankan betul pentingnya menjadi
diri sendiri tanpa takut akan penilaian orang lain. Terapis Gestalt harus
tampil apa adanya dan menciptakan iklim yang nyaman bagi klien untuk
SA
bercerita. Berikut ini adalah Doa Gestalt (Gestalt Prayer) dari Fritz Perls
yang kalau Anda hayati mencerminkan bentuk apa yang terjadi dalam
terapi Gestalt.
LE
berdiskusi, dan berbagi pengalaman tentang kehidupan spiritual. Ini terjadi
di tahun 1960-an. Di era itu, lahir satu lembaga yang menjadi cikal bakal
perkembangan kajian-kajian tentang spiritualitas dalam psikologi. Lembaga
itu didirikan oleh Michael Murphy dan Richard Price pada tahun 1962 di
SA
Carmel, California dan diberi nama Esalen Institute. Di lembaga ini, filsafat
Timur dan Barat dipertemukan untuk membantu menggali potensi diri
manusia yang belum disadari. Orang-orang yang tertarik dengan pengalaman
spiritual menggelar kuliah, seminar, dan latihan spiritual, seperti Zen, yoga,
dan teknik-teknik meditasi lain. Kegiatan-kegiatan itu bisa dimanfaatkan oleh
para pengunjung untuk melepaskan diri dari beban emosional.
R
Di tahun 1962 itu juga, Abraham Maslow hadir di Esalen sebagai
pendatang baru. Pada saat itu, Maslow sudah sangat dikenal luas dalam
psikologi sebagai peletak dasar aliran humanistik dan kerap menjadi
FO
dengan istilah itu. Pada bulan Februari 1968, Maslow mengganti istilah
“psikologi transhumanistik” itu dengan “psikologi transpersonal” atas usulan
Stanislav Grof. Sejak itu, psikologi transpersonal mulai dipopulerkan dan
disosialisasikan. Apakah psikologi transpersonal itu? Ada begitu banyak
definisi psikologi transpersonal yang diikemukakan. Lajoie and Saphiro (1992)
mengumpulkan 202 definisi tentang psikologi transpersonal dan kemudian
mengajukan definisi yang dianggap menyatukan semuanya. Definisi itu
berbunyi begini:
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 119
119
LE
humanity’s highest potential, and tentang potensi tertinggi manusia
with the recognition, understanding, dan juga terkait dengan pengenalan,
and realization of unitive, spiritual, p ema haman, d an p er wujud an
and transcendent states of dari kesatuan, spiritualitas, dan
consciousness transendensi.
SA
Mari kita berfokus saja pada istilah “potensi tertinggi”. Istilah ini
menunjukkan bahwa manusia punya potensi untuk berkembang penuh atau
maksimal sebagai manusia. Istilah ini muncul karena manusia seringkali
hidup tanpa memaksimalkan kemanusiaannya. Bila potensi tertinggi itu
R
terwujud, maka individu akan secara alami akan mengalami (1) apa itu
kesatuan dengan Tuhan, alam semesta, dan manusia yang lain, (2) apa itu
spiritualitas (dunia batin yang lebih dalam dan paling dalam), dan (3) apa
FO
itu transendensi (pengalaman bahwa aku lebih daripada yang selama ini aku
pikirkan).
Di bagian awal diskusi tetang psikologi transpersonal ini, penulis
mengutip pernyataan Frager bahwa psikologi transpersonal terkait dengan
transformasi manusia dari kepompong menjadi kupu-kupu. Memang, tidak
mudah menjadi kupu-kupu karena banyak tantangan yang ada dalam diri
T
LE
yang mereka lakukan bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk kemanusiaan
(humanity). Nah, manusia-manusia seperti itu kerap dijadikan referensi dalam
psikologi transpersonal untuk memahami proses melepaskan diri kekangan
ego. Penderitaan hidup kita sebenarnya adalah akibat yang ditimbulkan
SA
oleh ego kita sendiri. Orang-orang yang masih hidup dalam pengaruh ego
disebut manusia personal (personal being); sementara orang-orang yang sudah
melampaui egonya disebut manusia transpersonal (transpersonal being).
1. Tradisi yoga. Tradisi Yoga bisa disebut sebagai tradisi spiritual tertua.
Fondasi ajaran Yoga bisa ditemukan dalam Kitab-kitab kuno yang
NO
disebut Upanishads yang secara harfiah berarti “duduk dekat kaki sang
guru”. Dalam ajaran Timur, guru adalah istilah yang sakral. Gu berarti
kegelapan dan ru berarti cahaya. Guru adalah orang yang membawa
sinar dalam dirinya dan dengan sinar itu dia bisa menyingkirkan
kegelapan dalam muridnya. Tradisi yoga adalah tradisi yang mengalir
dari guru ke murid selama ribuan tahun. Ajaran yoga kemudian ditulis
dan menjadi sistematis lewat karya besar Patanjali yang berjudul “Yoga
Sutra”. Siapapun yang mengaku paham yoga pasti pernah membaca
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 121
121
kitab itu. Yoga berasal dari kata yuj yang berarti penyatuan (union).
Tujuan dari yoga adalah menyatukan diri dengan Yang Ilahi. Untuk
bisa menyatukan diri, perjuangan kita adalah mengakses “atman (diri
yang suci)” dalam diri kita. Tidak mudah dan butuh latihan spiritual.
Ada banyak latihan spiritual yang ditawarkan dalam yoga. Seorang
LE
guru tahu latihan yang cocok buat muridnya. Dalam masyarakat Barat,
salah satu bentuk yoga yang popular adalah hathayoga di mana mereka
berlatih dengan postur-postur tertentu untuk membantu kesehatan fisik
dan psikologis mereka. Latihan seperti itu bermanfaat, tapi ingat bahwa
SA
yoga bukan untuk kebugaran fisik, tetapi jalan mengakses atman. Atman
inilah yang menyatukan kita dengan Yang Ilahi (Paramatman).
orang di Barat banyak mengenal ajaran mindfulness lewat aliran Zen dan
Tibet. Dalam bahasa aslinya, mindfulness itu disebut smrti dalam bahasa
Sanskerta atau sati dalam bahasa Pali. Smrti/sati itu berarti ingat untuk
selalu menjaga diri dari pikiran-pikiran liar yang menyeret kita jauh
dari kedamaian. Dalam bahasa Jawa, smrti/sati itu bisa kita paralelkan
LE
dengan eling yang juga berarti mengingat untuk selalu sadar.
3. Tradisi Sufi. Tradisi spiritual dalam Islam yang juga berkembang dalam
psikologi transpersonal adalah tradisi Sufi atau yang dalam komunitas
Islam di Indonesia lebih umum dikenal dengan nama “tasawuf ”. Pada
SA
tahun 1975, Institut Psikologi Transpersonal berdiri di Amerika Serikat.
Insitut itu sekarang bernama Universitas Sofia. Pendirinya adalah seorang
guru Sufi. Kalau kita masuk ke dalam ajaran Sufi (tasawuf), kita akan
bertemu dengan sisi Islam yang lembut. Secara umum dan sederhana
sekali, inti ajaran sufi bisa dirumuskan sebagai upaya melemahkan
nafs (nafsu/hasrat) dan menghidupkan qalb (kalbu/hati). Tentu saja,
R
melemahkan nafs itu butuh tahapan karena nafs itu banyak jenisnya,
mulai dari yang bekerja sangat kasar sampai yang bekerja dengan halus.
FO
masing. Penghalang sinar Ilahi itu adalah nafs kita sendiri yang dalam
psikologi Barat disebut ego.
NO
Terapi dalam Psikologi Transpersonal
Sampai di sini, perlu ditekankan bahwa psikologi transpersonal pada dasarnya
adalah psikologi transegoik. Psikologi transpersonal mengajak kita melampaui
persona; sementara psikologi transegoik mengajak kita melampaui ego. Kita
mungkin sudah sering menggunakan istilah personal sebagai pribadi. Di sini
istilah “personal” mengarah pada kata “persona” dalam bahasa Yunani yang
berarti topeng (mask). Topeng berarti adalah tipuan. Manusia personal adalah
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 123
123
manusia yang hidup dalam keadaan tertipu. Pertanyaannya, siapa penipunya?
Dalam psikologi Timur, penipunya adalah ego. Coba simak sebentar beberapa
ucapan bijak dari beberapa guru spiritual di Timur berikut ini:
LE
The ego is a veil between humans and God.
Jalaluddin Rumi
Ego adalah penghalang antara manusia dan Allah.
The battle of yoga is with the body and with the ego. You
must conquer your ego, or small self, so that you can let
SA
your soul, your big Self, be victorious.
Iyengar
Yoga adalah perang dengan badan dan ego. Kamu
harus menaklukkan egomu supaya rohmu bisa menjadi
pemenang.
Ego is just like dust in the eyes, without clearing the dust, we
R
can’t see anything clearly. So clear the ego and see the world.
Buddha Gautama Ego itu ibarat debu di mata. Kalau tidak dibersihkan, kita
FO
Keempat tokoh itu berasal dari empat tradisi spiritual yang berbeda
(Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen), tapi mereka sepakat bahwa tantangan
NO
terbesar untuk bahagia adalah ego. Penulis hanya ingin mengatakan bahwa
kita pada dasarnya adalah makhluk spiritual. Sayangnya, spiritualitas kita
tidak terpancar karena terhalang oleh ego. Dengan pemahaman tentang ego
yang seperti itu, kita sekarang bisa membicarakan terapi transpersonal.
Terapi transpersonal adalah terapi apa saja yang bertujuan memfasilitasor
seseorang berkembang dari hidup yang dikendalikan ego menuju hidup yang
lepas dari kendali ego. Masyarakat Timur sebenarnya menyediakan macam-
macam teknik untuk menghancurkan ego. Kita hanya perlu menariknya
124 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
tiga terapi yang bisa disebut sebagai transpersonal:
1. Jungian therapy. Seluruh rangkaian terapi yang dikembangkan Jung
bisa dilihat sebagai rangkaian yang mengarahkan kita pada inti dari
manusia. Inti dari manusia itu adalah Self. Jung (1964) mengagumi candi
SA
Borobudur sebagai simbol perjalanan menuju diri spiritual yang disebut
Self (Jerman: Selbst). Stupa Induk di puncak Boroudur adalah simbol
Self. Selama kita tidak mengakses Self itu, maka selama itu pula kita
masih dalam kendali ego. Ego perlu dibawa dan dileburkan ke dalam
Self itu. Untuk membawa ego dan meleburkannya ke Self, kita butuh
tahapan mulai dari mengenal kompleks dalam ketidaksadaran personal
R
dan kemudian mengenal arketipe dalam ketidaksadaran kolektif. Bila
waktunya tiba, Self akan terakses. Self itulah yang terhubung dengan
FO
orang yang punya pengalaman pribadi tentang Tuhan yang tidak perlu
diekspresikan atau diungkapkan ke orang lain. Jauh lebih penting daripada
NO
LE
menggambarkan dunia kejiwaan manusia yang dikenal dengan nama egg
diagram karena bentuknya yang menyerupai telur. Dalam diagram itu,
sangat jelas terlihat bagaimana psikonalisis disintesiskan dengan ajaran
Timur. Assagioli memilih kata “sintesis” untuk teori dan terapi yang dia
SA
kembangkan. Dia melihat bahwa dalam diri setiap orang, ada macam-
macam aspek kepribadian yang berusaha membentuk harmoni. Selama
harmoni itu belum tercapai, kita tidak akan merasa “penuh”. Proses terapi
yang dijalankan bisa disebut sebagai terapi berbicara (talk therapy) yang
mengajak klien untuk berintrospeksi tentang dirinya sendiri. Beberapa
alat bantu yang digunakan adalah guided imagery, karya seni dalam
R
bentuk simbol (symbolic artwork), atau buku harian. Teknik lain yang bisa
digunakan adalah meditasi. Praktisi psikosintesis biasanya terbuka pada
macam-macam teknik sejauh bisa membantu perkembangan seseorang
FO
Ajaran seperti itu adalah ajaran yang umum dan biasa ditemui di Timur.
Latihan-latihan mindfulness sudah dirasakan manfaatnya dalam mengurangi
kecemasan, stres, dan depresi. Bahkan terakhir dikembangkan oleh Fadel
126 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
atau konstruk atau konsep. Dampak yang dirasakan secara alamiah bila kita
tidak menilai adalah kita benar-benar hidup saat ini. Masa lalu dan masa
depan itu sebenarnya tidak ada. Masa lalu adalah buatan kekecewaan kita
dan masa depan adalah buatan kekhawatiran kita. Begitu kekecewaan dan
SA
kekhawatiran hilang, maka yang tersisa adalah aku di sini dan saat ini (here
and now). Hidup di sini dan saat ini (here and now) hanya bisa terjadi kalau
kita berlatih. Menjalaninya tidak mudah dan butuh latihan bertahap. Durasi
yang ditetapkan oleh Kabat-Zinn adalah delapan minggu. Hari demi hari,
diri sendiri diharapkan bisa dilihat semakin jernih. Dalam bahasa yang lebih
ringkas lagi, mindfulness bertujuan melihat diri sendiri apa adanya.
R
Refleksi: Mengangkat Terapi Timur
FO
LE
besar di Timur dari aliran Buddhisme Tibet yang bernama Dalai Lama XIV
(2003:77) mengeluarkan pernyataan yang sangat menantang bagi ilmuwan:
SA
My confidence in venturing into Keyakinan saya untuk mengambil risiko
science lies in my basic belief that masuk ke dalam sains (ilmu pengetahuan)
as in science so in Buddhism, karena saya punya keyakinan dasar bahwa
understanding the nature of bahwa sains sejalan dengan Buddhisme,
reality is pursued by means of [yaitu bahwa] pemahaman akan kenyataan
critical investigation: if scientific yang sesungguhnya didapatkan melalui
R
analysis were conclusively to penelitian yang kritis. Jika analisis ilmiah
demonstrate certain claims in secara konklusif (bulat) menunjukkan bahwa
FO
Perhatikan bagian yang dicetak miring. Sikap ilmiah seperti itu bisa kita
miliki kalau kita mau membawa ajaran spiritual dalam kearifan Nusantara ke
T
dalam psikologi yang ilmiah. Indonesia adalah bagian dari masyarakat Timur
yang seharusnya bisa menjadi lahan yang kondusif untuk mengembangkan
NO
psikologi Timur. Kita hanya perlu berani mengeksplorasi lebih jauh kekayaan
ajaran spiritual yang berkembang di Nusantara dan membawanya ke dalam
psikologi untuk dikembangkan tanpa harus menunggu persetujuan Barat.
Ada baiknya untuk selalu mengingat bahwa metode terapi itu hanya
turunan dari suatu paradigma. Paradigma Timur itu sudah mapan dan
sudah jadi. Kebenarannya sudah teruji selama berabad-abad. Kalau kita
paham, kita sebenarnya hanya perlu memodifikasi dan menyesuaikannya
dengan perkembangan zaman. Perhatikan tulisan dari dua tokoh besar dalam
psikologi tentang psikologi Timur berikut ini:
128 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
What the East knows about Apa yang [psikologi] Timur ketahui tentang
the human mind is at least pikiran manusia, sedikitnya 2000 tahun lebih
LE
2000 years ahead of western maju daripada psikologi Barat.
psychology.
(Carl Gustav Jung
dalam buku Anand Krishna
NeoSpiritual Hypnotherapy, 2012:41)
SA
Teks Orisinal Transkreasi
LE
menentukan preferensi. Belajar dari tokoh-tokoh penting dalam psikologi,
kita bisa melihat banyak pergeseran yang terjadi. Sigmund Freud, misalnya,
dulunya adalah seorang dokter saraf yang kemudian tertarik dengan dunia
kejiwaan, khususnya ketidaksadaran. Frederick Perls awalnya tertarik
SA
berkenalan dengan psikoanalisis, tetapi kemudian mengembangkan sendiri
terapi yang disebut terapi Gestalt. Begitu juga dengan Maslow yang dulunya
adalah tokoh behavioral tulen dan Carl Rogers yang dulunya akrab dengan
psikoanalisis.
Beberapa literatur memperkenalkan kita dengan model eklektik yang
berarti mengambil dan memilih dari berbagai pendekatan. Ini tentu saja
R
baik, tetapi tetap saja ada yang mengemukakan kritik. Orang-orang yang
menggunakan pendekatan eklektik kerap dianggap sebagai orang-orang yang
bingung dan tidak bisa membuat pilihan karena pemahaman teoretisnya yang
FO
LATIHAN
Carilah contoh-contoh kasus klinis yang merupakan penerapan dari masing-
masing pendekatan dalam psikologi klinis yang sudah dibicarakan di atas. Buat
alasan yang mendasari mengapa kasus yang Anda pilih itu bisa dihubungkan
pendekatan tertentu.
130 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
RANGKUMAN
Kita sudah membicarakan empat pendekatan yang berkembang dalam
psikologi sejauh ini. Kekhasan yang kita tampilkan dalam bab ini adalah
psikologi transpersonal. Dengan sengaja psikologi transpersonal mendapat
LE
porsi di sini karena punya kaitan erat dengan psikologi Timur yang menjadi
habitat hidup kita sehari-hari. Untuk sekedar membentuk gambaran umum
tentang keempat pendekatan itu, kita bisa membuat kesimpulan sebagai
berikut:
SA
1. Pendekatan psikoanalitis. Dalam pendekatan ini, khususnya versi
Freudian, masa lalu dilihat sebagai penentu kondisi psikologis saat ini.
Semua pengalaman masa lalu tersimpan dalam ketidaksadaran. Problem
psikologis adalah dampak dari memori-memori traumatis yang direpresi.
Kita pada dasarnya adalah makhluk yang tidak bebas karena dibentuk oleh
pengalaman masa lalu kita. Menjadi manusia sehat berarti menjadikan
R
sadar apa yang tidak disadari. Pada Jung, dunia ketidaksadaran Freud
diperluas dan menjangkau dunia ketidaksadaran transpersonal (kolektif).
FO
Pusat dari ketidaksadaran kolektif itu adalah Self (jatidiri). Kalau Self
ini bisa diakses, maka secara alami kepribadian kita menjadi sehat.
Seluruh terapi Jungian pada dasarnya adalah upaya membawa klien
menuju penyatuan dengan Self-nya. Pandangan Jung tentang lapisan
ketidaksadaran transpersonal dekat dengan pemahaman psikologi Timur.
2. Pendekatan behavioral. Dalam pendekatan ini, yang disebut kepribadian
T
LE
lalu maupun oleh pengondisian. Manusia adalah makhluk yang bisa
menentukan dirinya sendiri menuju pertumbuhan maksimal asalkan iklim
sekitarnya mendukung bagi pertumbuhan itu. Oleh karena itu, seorang
terapis humanistik akan menyediakan lingkungan yang nyaman bagi
SA
klien untuk mengeluarkan apa saja yang menghambatnya berkembang
maksimal. Psikologi humanistik adalah aliran yang dekat dengan filsafat
fenomenologis dan psikologi Timur.
4. Pendekatan transpersonal. Pendekatan ini memberi penekanan pada
pandangan holistik (menyeluruh) dalam psikologi humanistik dengan
mengedepankan pandangan yang integral (utuh). Psikologi bisa
R
disebut sebagai kelanjutan dari psikologi humanistik. Dalam psikologi
transpersonal, spiritualitas mendapat tempat khusus sebagai bidang
FO
TES FORMATIF
1. Perspektif dalam psikologi klinis yang melihat setiap klien sebagai pribadi
yang unik dikenal dengan sebutan:
a. perspektif makro
LE
b. perspektif mikro
c. perspektif idiografis
d. perspektif nomotetis
e. perspektif idiosinkretis
SA
2. Berikut ini adalah konsep yang menjadi kunci munculnya psikoanalisis:
a. supresi
b. represi
c. struktur tripartite
d. libido
R
e. libido seksual
3. Tujuan utama terapi psikoanalisis adalah:
a. membuat kesadaran disadari
FO
psikoanalitis, kecuali:
a. kesadaran
NO
b. prasadar
c. ketidaksadaran personal
d. ketidaksadaran transpersonal
e. bawah-sadar
5. Berikut ini adalah pendekatan behavioral yang bertujuan memodifikasi
perilaku lewat pembentukan asosiasi dengan stimulus tertentu:
a. pengondisian operan
b. pengondisian responden
c. belajar sosial
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 133
133
d. sosial kognitif
e. token economy
6. Dulu orang menghindari naik kereta api karena di tengah jalan banyak
warga yang masuk berjualan ke dalam gerbong kereta. Penjualan dalam
LE
gerbong kemudian dihentikan dan banyak orang kembali meminati
bepergian dengan kereta api. Teknik operan yang digunakan dalam
contoh itu adalah:
a. penguatan positif
b. penguatan negatif
SA
c. hukuman positif
d. hukuman negatif
e. penguatan positif dan negatif
7. Saat Anda mengatakan sedih melihat ketidakadilan dan ketidakjujuran
dalam masyarakat dan merasakan dorongan untuk melakukan sesuatu
R
untuk perbaikan, maka Anda digerakkan oleh:
a. kebutuhan aktualisasi diri
b. kebutuhan rasa aman
FO
dalam dunia pengalaman pribadi klien Anda. Dalam contoh itu, kualitas
yang Anda tampilkan adalah:
a. pengondisian
NO
b. empati
c. unconditional positive regard
d. epoche
e. simpati
9. Saat Anda benar-benar asyik dan larut menikmati sesuatu yang sedang
Anda lakukan tanpa terusik oleh pikiran-perasaan-emosi apapun yang
berseliweran dalam diri Anda, maka Anda berada dalam kondisi:
134 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
a. trans d. konsentrasi
b. meditasi e. kontemplasi
c. mindfulness
10. Dalam psikologi transpersonal, kita sebenarnya adalah makluk yang sudah
LE
spiritual. Hanya saja spritualitas kita tidak terpancar keluar. Penyebabnya
adalah:
a. represi d. superego
b. kompleks e. id
c. ego
SA
UMPAN BALIK
1. C 6. B
R
2. B 7. E
3. D 8. B
4. E 9. C
FO
5. B 10. C
T
NO
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 135
135
DAFTAR PUSTAKA
LE
Berne, E. 1992. Games people play: The psychology of human relationship.
New York: Ballantine Books.
Dare, C. 1988. Psychoanalytic family therapy. In: E. Street and W. Dryden
(eds) Famiy Therapy in Britain, Chapter 2: 23–50. Milton Keynes: Open
SA
University Press.
Dalai Lama. 2003. The Universe in a Single Atom: The Convergence of Science
and Spirituality. New York: Morgan Road Books.
Freud, S. 1914. On the history of the psychoanalytic movement. Standard
Edition, vol. XIV. London: Hogarth.
Freud, S. 1989. An outline of Psycho-anaysis. New York: WW. Norton &
R
Company
Freud, S. 1926. Inhibitions, symptoms and anxiety. Standard Edition, vol.
XX. London: Hogarth.
FO
Freud, S. 1923. The ego and the id. Standard Edition, vol. XIX. London:
Hogarth.
Freud, S. 1900. The interpretation of dreams. Standard Edition, vols. IV &
V. London: Hogarth.
Goleman, D. 1984. Meditative mind. New York: G.P. Putnam’s Sons
Jung, C.G. 1968. Analytical psychology: Its theory & practice. Londoon:
T
Routledge
Kabat-Zinn, J. 1982. An outpatient program in behavioral medicine for chronic
NO
LE
Pavlov, I.P. 1927. Conditioned reflexes. London: Clarendon Press.
Rogers CR. 1957. The necessary and sufficient conditions of therapeutic
personality change. Journal of Consulting Psychology, 21(2), 95-103.
Rogers, C.R. (1989). On becoming a person: A therapist’s view of psychotherapy.
SA
New York: Houghton Mifflin Company
Watson, J.B. (1924). Behaviorism. New York: Norton.
[THE HIGHER YOU]. (2020, January 29). Do YOU Believe in GOD [Video
File]. Retrieved from R
FO
T
NO
BAB 4 PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 137
137
KONSEP-KONSEP KUNCI
LE
§ Prinsip dasar psikoanalisis § Belajar dengan observasi
§ Represi § Psikologi humanistik
§ Wilayah psike Freud § Hierarki kebutuhan dasar
§ Model tripartit Freud § Metakebutuhan
SA
§ Metode terapeutik Freudian § Person-centered therapy
§ Wilayah psike Jung § Medan fenomenal
§ Ketidaksadaran personal dan § Kualitas terapis humanistik
kompleks § Psikologi transpersonal
§ Ketidaksadaran transpersonal § Psikologi Timur
dan arketipe § Ego
R
§ Metode terapeutik Jungian § Transegoik
§ Analisis transaksional § Psikologi buddhis
§ Terapi keluarga § Psikologi yoga
FO
LE
SA
R
Bab 5
FO
KEKHUSUSAN
T
PSIKOLOGI KLINIS
NO
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 139
139
5.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pokok bahasan ini berisi tentang berbagai kekhususan dalam psikologi
klinis. Dalam perkembangannya, psikologi klinis tidak dapat dilepaskan
perannya dalam bidang-bidang lain seperti bidang terkait abnormalitas
kejiwaan, fungsi manusia secara penuh, bidang kesehatan, neurosains, hukum,
maupun komunitas. Kondisi tersebut yang kemudian memunculkan berbagai
SA
kekhususan studi dalam psikologi klinis, yaitu psikologi abnormal (pada anak
dan remaja, dewasa, lansia), kesehatan mental, psikologi kesehatan, psikologi
medis, psikoneuroimunologi, psikofarmakologi, neuropsikologi klinis,
psikologi forensik, dan psikologi komunitas. Bab ini akan memperkenalkan
secara singkat kepada mahasiswa mengenai pengertian dan ruang lingkupnya,
R
sehingga membantu mahasiswa memahami terapan nyata dari masing-masing
studi tersebut.
FO
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan berbagai penerapan konsep-konsep psikologi
klinis secara menyeluruh, dalam studi-studi yang lebih khusus. Dengan
demikian, pokok bahasan ini terkait dengan seluruh pokok bahasan lain
dalam buku ajar ini, dari konsep-konsep dasar hingga intervensi. Pengertian
dan ruang lingkup yang dijelaskan secara singkat dan spesifik pada masing-
T
C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan membedakan
berbagai kekhususan dalam bidang psikologi klinis.
2. Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana dari penerapan Psikologi Abnormal, Psikologi
140 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
c. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana dari penerapan Neuropsikologi Klinis dan
Psikofarmakologi.
d. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
SA
contoh sederhana dari penerapan Psikologi Forensik.
e. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana penerapan dari Psikologi Komunitas.
D. Petunjuk Belajar
R
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
FO
LE
kesedihan.
2. Perilakunya menunjukkan sejumlah tingkat disabilitas, seperti pelemahan
yang cukup mengganggu atau membatasi aktivitas pada satu atau lebih
bidang fungsi yang penting, termasuk area fisik, emosi, kognitif, dan
SA
perilaku.
3. Distres dan disabilitas tersebut di atas meningkatkan risiko penderitaan
atau bahaya lebih lanjut, seperti kematian, sakit, ketidakmampuan, atau
hilangnya kebebasan yang penting.
secara statistik.
2. Perilaku yang melanggar norma sosial, tidak dapat diterima atau
NO
LE
Gangguan Jiwa (PPDGJ, merupakan kombinasi dari DSM dan ICD) yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dari masa ke masa, penjelasan mengenai penyebab gangguan psikologis
semakin menemui titik terang. Perilaku abnormal dikaji menggunakan
SA
beragam perspektif, meliputi perspektif biologis, psikologis, sosial budaya,
serta biopsikososial. Perspektif biopsikososial (interaksionis) merupakan
model yang paling diperhitungkan untuk memahami perkembangan gangguan
psikologis, yaitu dengan mempertimbangkan interaksi faktor biologis,
psikologis, maupun sosiokultural (Nevid dkk., 2014). Selain berimplikasi
pada proses penggalian data (anamnesa) dalam rangka memahami sebab
R
munculnya gangguan, beragam perspektif di atas juga membantu memahami
dinamika psikologis, perencanaan penanganan, hingga ramalan kesembuhan
gangguan (prognosis).
FO
LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada orang dewasa di
media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian
berilah penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
T
RANGKUMAN
Psikologi abnormal mempelajari perilaku abnormal atau dalam hal ini
gangguan psikologis (psychological disorder) atau gangguan mental (mental
disorder) atau psikopatologi; meliputi penyebab terjadinya gangguan
(etiologi), gejala-gejala gangguan (simtomatologi), hingga klasifikasi gangguan
(diagnosis). Diagnosis gangguan diterjemahkan dalam sejumlah kriteria yang
dapat ditemukan dalam panduan pedoman diagnosis gangguan seperti DSM
yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association, ICD yang diterbitkan
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 143
143
oleh WHO, atau PPDGJ yang diterbitkan oleh Depkes RI. Psikologi abnormal
juga membantu menangani (memberikan intervensi) agar orang tersebut
dapat kembali ke fungsi normal. Perspektif interaksionis (biopsikososial)
paling diperhitungkan untuk memahami gangguan secara menyeluruh hingga
membantu proses kesembuhan gangguan.
LE
TES FORMATIF
1. Di bawah ini, tidak termasuk dalam ciri dari perilaku abnormal, yaitu...
a. Perilaku di luar kebiasaan
SA
b. Kekeliruan dalam memberi penilaian terhadap realitas
c. Perilaku tunduk pada norma sosial
d. Perilaku yang merusak diri
2. Penyebab terjadinya gangguan, disebut...
a. Etiologi
R
b. Simtomatologi
c. Diagnosis
d. Prognosis
FO
LE
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Abnormal Anak dan
Remaja
Psikologi abnormal pada anak dan remaja (atau disebut sebagai psikologi
SA
klinis anak) meliputi kajian mengenai gangguan psikologis pada anak
dan remaja hingga penanganannya. Beberapa pertimbangan yang dinilai
turut mempengaruhi adalah tahap perkembangan anak, faktor-faktor yang
mempengaruhi temperamen bayi, kualitas kelekatan awal bayi, interaksi
orangtua-anak, dan dampak dari stresor di masa kanak-kanak. Sejumlah
penelitian terdahulu (dalam Mash & Wolfe, 2016) menjelaskan bahwa anak-
R
anak dan remaja yang berisiko mengalami perkembangan kesehatan yang
buruk, hingga menunjukkan perilaku abnormal atau mengalami gangguan
FO
psikologis adalah:
1. Anak-anak dari keluarga dan lingkungan yang kurang beruntung, seperti
adanya kemiskinan atau kondisi sosial ekonomi yang buruk.
2. Anak-anak dari keluarga yang kasar (abusive) atau mengabaikan.
3. Anak-anak menerima perawatan secara tidak memadai.
4. Anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir sangat rendah karena
T
LE
dan gangguan perilaku (conduct disorder).
2. Gangguan emosi, yang termanifestasi dalam masalah internalizing; dalam
bentuk perilaku yang tidak mudah terlihat dan sulit dikenali/teramati,
termasuk kecemasan, depresi, keluhan somatik, perilaku menarik diri.
SA
3. Gangguan perkembangan dan belajar termasuk disabilitas intelektual,
gangguan belajar, gangguan komunikasi, gangguan perkembangan
pervasif seperti autisme dan skizofrenia dengan onset masa kanak-kanak.
4. Masalah terkait kesehatan fisik dan mental termasuk anak dengan
penyakit kronis, penyalahgunaan zat, gangguan tidur, gangguan eliminasi,
R
gangguan makan, obesitas.
5. Trauma akibat maltreatment dan bukan kecelakaan termasuk masalah
perkembangan kognitif dan moral, insensitif, masalah kelekatan, perilaku
FO
impulsif, gangguan suasana hati dan afek, gangguan stres pasca trauma,
perilaku kriminal dan antisosial, kesulitan dalam penyesuaian seksual.
yang akurat sulit didapat dari anak-anak, karenanya kerja sama dan motivasi
orangtua memegang andil besar.
NO
LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada anak atau remaja di
media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian
berilah penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Abnormal Anak dan Remaja dengan memperhatikan pengertian
dan ruang lingkupnya!
146 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
RANGKUMAN
Psikologi abnormal pada anak dan remaja (psikologi klinis anak) mempelajari
gangguan psikologis pada anak dan remaja hingga penanganannya; terbagi
ke dalam beberapa tipe, yaitu gangguan perilaku, gangguan emosi, gangguan
LE
perkembangan dan belajar, masalah terkait kesehatan fisik dan mental, serta
trauma akibat maltreatment dan bukan kecelakaan. Perilaku abnormal pada
anak dan remaja mungkin ditunjukkan sebagai akibat kondisi fisik anak
saat dilahirkan (BBLR), pengalaman pengasuhan dan perawatan yang tidak
SA
memadai (kasar atau mengabaikan), lingkungan yang tidak mendukung bagi
pertumbuhan optimal anak (kemiskinan), serta riwayat gangguan psikologis
pada orangtua. Proses penilaian (asesmen) dan penanganan (treatment)
memiliki kekhasan tersendiri sehingga sangat memerlukan kerja sama dan
motivasi tinggi orangtua.
R
TES FORMATIF
1. Orangtua atau keluarga termasuk faktor penting penyumbang munculnya
FO
gangguan psikologis pada anak atau remaja. Alasan di bawah ini kurang
tepat, yaitu...
a. Orangtua menyandang gangguan mental
b. Orangtua mengabaikan
c. Orangtua penyalahguna zat
d. Orangtua demokratis
T
a. GPPH
b. Autisme
c. Disabilitas intelektual
d. Perilaku antisosial
3. Jelaskan yang dimaksud dengan perilaku internalizing dan perilaku
externalizing sebagai manifestasi gangguan psikologis pada anak dan
remaja! Berikan masing-masing contohnya!
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 147
147
LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. D
2. B
SA
3. Perilaku internalizing adalah manifestasi gangguan emosi pada anak
dalam bentuk perilaku yang tidak mudah terlihat dan sulit dikenali/
teramati, seperti kecemasan, depresi, keluhan somatik, perilaku menarik
diri.
Perilaku externalizing adalah manifestasi gangguan perilaku pada anak
dalam bentuk perilaku yang ditampilkan keluar atau mudah teramati,
R
seperti agresi dan kenakalan.
FO
LE
salah satu penyebab lain yang lazim pada pengalaman psikopatologi
lansia.
Dalam perspektif perkembangan, psikopatologi dapat dialami
oleh lansia yang merasakan keputusasaan (despair) sebagai akibat dari
SA
kegagalan dalam memenuhi harapan-harapan sosial semasa hidupnya.
2. Gangguan Perilaku. Termasuk dalam gangguan perilaku yang mungkin
dialami oleh lansia, yaitu penyalahgunaan alkohol dan obat, masalah
fungsi seksual, agitasi dan perilaku agresif, gangguan tidur, serta
kepatuhan terhadap treatment.
3. Masalah Fungsi Kognitif. Penilaian (asesmen) terhadap fungsi kognitif
R
lansia bermaksud mengevaluasi demensia dan melacak perubahan terkait
demensia.
FO
4. Fungsi Keseharian
Fungsi keseharian yang dimaksud merujuk pada ‘kapasitas’ atau
NO
LE
LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada lansia di media
SA
massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian berilah
penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Abnormal Lansia dengan memperhatikan pengertian dan ruang
lingkupnya!
RANGKUMAN
R
Psikologi abnormal lansia (gerontologi klinis) melakukan kajian mengenai
psikopatologi, gangguan perilaku, masalah fungsi kognitif, dan fungsi
FO
suatu tugas, mobilitas dan kemandirian. Selain pelemahan kondisi fisik dan
psikologis seiring bertambahnya usia, maka abnormalitas pada lansia mungkin
NO
TES FORMATIF
1. Gangguan pada fungsi otak yang bersifat kronik-progresif sehingga
memengaruhi beberapa fungsi kognitif pada lansia, disebut…
150 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
a. Gangguan psikotik
b. Demensia
c. Gangguan belajar
d. Deteriorasi
LE
2. Di bawah ini merupakan pernyataan yang kurang tepat tentang
psikopatologi pada lansia...
a. Dapat muncul dalam bentuk depresi akibat duka cita
b. Menjadi rumit karena dapat bersifat komorbid
c. Dapat muncul dalam bentuk ketidakpatuhan terhadap treatment.
SA
d. Dapat terjadi akibat kegagalan pemenuhan harapan sosial semasa
hidup.
3. Jelaskan mengenai gambaran pengalaman rasa nyeri pada lansia dan
keterkaitannya dengan abnormalitas pada lansia!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
FO
LE
Kesehatan mental merupakan pengembangan psikologi klinis yang lebih
berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang; yaitu dengan
menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa individu memiliki
hak yang sama untuk optimal dalam berkarya dan berkembang. Terdapat
beberapa cara untuk memberikan pengertian mental yang sehat (Notosoedirdjo
SA
& Latipun, 2017), yaitu:
1. Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental.
2. Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stresor.
3. Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan
lingkungannya.
R
4. Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif.
Kesehatan mental adalah kondisi sehat yang paling optimal dan menjadi
tujuan yang amat tinggi bagi seseorang.
NO
LE
daya dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat.
5. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya
gangguan mental masyarakat.
SA
(dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2017):
1. Promosi kesehatan mental, yaitu usaha-usaha peningkatan kesehatan
mental. Kesehatan mental bersifat kualitatif dan kontinum dan dapat
ditingkatkan sampai batas optimal.
2. Prevensi primer, yaitu usaha kesehatan mental untuk mencegah timbulnya
R
gangguan dari sakit mental. Upaya ini dilakukan sebagai proteksi agar
gangguan dan sakit mental itu tidak terjadi.
3. Prevensi sekunder, yaitu usaha kesehatan mental menemukan kasus dini
FO
dihindari.
NO
LATIHAN
Carilah sebuah profil kehidupan/narasi pengalaman seseorang yang
menunjukkan ciri sehat mental di media massa yang mudah Anda akses
(cetak maupun elektronik), kemudian berilah penjelasan mengapa hal tersebut
relevan dengan sub-pokok bahasan Kesehatan Mental dengan memperhatikan
pengertian dan ruang lingkupnya!
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 153
153
RANGKUMAN
Kesehatan mental berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang;
yaitu dengan menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa
individu memiliki hak yang sama untuk optimal dalam berkarya dan
LE
berkembang. Pengertian kesehatan mental lebih dari sekadar tidak adanya
perilaku abnormal, yaitu merupakan bagian dan karakteristik dari kualitas
hidup karena menjadi konsep yang ideal. Selain dicirikan dengan tidak
adanya gangguan mental, individu yang sehat mental juga tidak mengalami
SA
sakit saat dihadapkan pada stresor, bahkan selaras dengan lingkungan dan
berkembang secara positif. Mempelajari kesehatan mental diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman, melakukan upaya penanganan, pencegahan yang
diperlukan, bahkan bersikap proaktif mempromosikan kesehatan mental
pada orang-orang yang telah berfungsi baik.
R
TES FORMATIF
1. Pernyataan yang kurang tepat tentang kesehatan mental …
FO
b. Pencegahan primer
c. Pencegahan sekunder
d. Pencegahan tersier
3. Jelaskan mengenai fokus kesehatan mental!
154 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. D
2. C
SA
3. Kesehatan mental berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang;
yaitu dengan menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa
individu memiliki hak yang sama dalam berkarya, bertumbuh, dan
berkembang secara positif dan optimal, mencapai tujuan yang ideal.
adanya hubungan antara pikiran manusia (mind) dan tubuhnya, yaitu bahwa
pikiran berperan, baik dalam penyebab terjadinya maupun dalam perawatan
(treatment) penyakit. Pikiran seseorang mungkin untuk memicu munculnya
bentuk-bentuk perilaku tertentu yang dapat meningkatkan kesehatan, atau
sebaliknya meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, kecelakaan, dan
cedera.
Dalam sejarah perkembangannya, memasuki abad ke-20, istilah psikologi
kesehatan seringkali dikaitkan dengan psychosomatic medicine dan behavioral
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 155
155
medicine (Ogden, 2012). Psychosomatic medicine muncul sebagai respons
terhadap analisis Freud tentang hubungan antara pikiran dan penyakit tubuh,
sedangkan behavioral medicine merupakan disiplin ilmu yang dikembangkan
lebih lanjut dan mengacu pada integrasi ilmu-ilmu keperilakuan (psikologi,
sosiologi, pendidikan kesehatan) dengan yang berfokus pada perawatan
LE
kesehatan, pengobatan dan pencegahan penyakit.
Secara spesifik Sanderson (2013) menambahkan bahwa psikologi
kesehatan mempelajari tentang bagaimana faktor-faktor psikologis:
1. Mempengaruhi pengalaman terhadap stres dan reaksi fisiologis seseorang
SA
terhadap stres,
2. Mempengaruhi upaya peningkatan dan mempertahankan kesehatan,
3. Mempengaruhi penanganan (coping) serta pengobatan rasa nyeri dan
penyakit, sebaliknya juga mempelajari pengaruh rasa nyeri dan penyakit
terhadap fungsi psikologi,
4. Mempengaruhi bagaimana individu merespons anjuran perawatan
R
kesehatan dan menerima pesan promosi kesehatan.
bersifat preventif.
LE
Bio: Psiko: Social:
• Virus • Perilaku • Kelas
• Bakteri • Keyakinan • Pekerjaan
• Lesi • Coping • Etnis
SA
• Stress
• Rasa sakit
dan sakit.
LATIHAN
LE
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda yang mencerminkan penerapan Psikologi Kesehatan, kemudian berilah
penjelasan mengapa pengalaman tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Kesehatan dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!
SA
RANGKUMAN
Psikologi kesehatan menjelaskan hubungan antara pikiran manusia (mind)
dan tubuhnya, khususnya dalam hal kondisi kesehatan, terjadinya penyakit,
perawatan, hingga upaya meningkatkan dan mempertahankan kesehatan.
R
Hubungan pikiran dan tubuh dalam kaitannya dengan kesehatan sebelumnya
telah dipelajari dalam psychosomatic medicine dan behavioral medicine. Selain
gaya hidup dan perilaku sehat, faktor psikologis diidentifikasi sebagai faktor
FO
TES FORMATIF
1. Psikologi kesehatan memanfaatkan peran hubungan antara pikiran
manusia (mind) dan tubuhnya, kecuali dalam hal…
a. Memahami penyebab penyakit dari sudut pandang medis.
b. Memprediksi perilaku tidak sehat yang potensial mengakibatkan
penyakit.
158 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
sehat dan sakit.
b. Bahwa kondisi psikologis mempengaruhi status kesehatan, langsung
maupun tidak langsung.
c. Bahwa keadaan sehat dan sakit hanya menunjukkan derajat
(tingkatan) status kesehatan seseorang.
SA
d. Bahwa kondisi kesehatan dijelaskan secara komprehensif meliputi
pendekatan biopsikososial.
3. Jelaskan bagaimana perbedaan disiplin psychosomatic medicine dan
behavioral medicine turut memberikan kontribusi dalam pengembangan
psikologi kesehatan!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
FO
1. A
2. C
NO
LE
Psikologi medis merupakan subspesialisasi dari psikologi kesehatan mengenai
kontribusi psikologi atau penerapan prinsip-prinsip psikologis (pikiran,
perasaan, dan perilaku) pada praktik kedokteran atau situasi medis (King
dalam Khanfer dkk., 2013). Sejumlah literatur menyebut bidang ini sebagai
psikologi kesehatan klinis (clinical health psychology). Sebagaimana psikologi
SA
kesehatan, psikologi medis ini juga mempertimbangkan bagaimana faktor-
faktor biologis, psikologis, dan sosial saling berinteraksi untuk mempengaruhi
kesehatan.
Profesi psikolog medis menggunakan teori dan prinsip psikologis
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien dengan
R
penyakit fisik. Secara lebih spesifik, psikologi medis berfokus pada upaya
pengembangan strategi intervensi dan sistem pendidikan yang diarahkan
untuk mengoptimalkan pencegahan, diagnosis, penanganan, pengelolaan,
FO
dan rehabilitasi pasien dengan sakit fisik (Masur, dalam Bradley & Prokop,
1981). Mereka mencakup psikolog klinis yang bekerja di rumah sakit, pusat
kesehatan, dan fasilitas perawatan kesehatan. Psikolog medis menggunakan
berbagai teknik psikoterapi untuk membantu pasien dalam mengelola
penyakit kronis, mengurangi gejala fisik penyakit atau akibat pengobatan,
dan mengelola aspek emosi dari penyakit yang diderita.
T
LE
LATIHAN
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda dalam berhubungan dengan petugas medis (seperti dokter atau perawat).
SA
Berikan evaluasi tentang hubungan dan bentuk komunikasi yang Anda jalin
dengan petugas medis menurut prinsip-prinsip dalam Psikologi Medis!
RANGKUMAN
Psikologi medis adalah penerapan subspesialisasi dari psikologi kesehatan
R
pada praktik kedokteran atau situasi medis (atau dalam pendidikan/
sekolah kedokteran), yaitu penggunaan teori dan prinsip psikologis untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien yang menderita penyakit
FO
TES FORMATIF
1. Bukan termasuk peran psikologi medis, yaitu…
a. Membantu pengelolaan penyakit kronis melalui teknik psikoterapi
b. Mengurangi dampak gejala fisik atau pengobatan melalui pendekatan
psikologis
c. Mengatasi kelelahan pada petugas medis sehingga terhindar dari
burnout
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 161
161
d. Mengelola kondisi emosi pasien akibat penyakit yang diderita
2. Peran psikologi medis menjadi penting khususnya dalam menghadapi
pasien dengan perilaku, kecuali...
a. Patuh terhadap pengobatan
b. Menolak pengobatan
LE
c. Memiliki kondisi emosi labil
d. Enggan mencari perawatan medis
3. Jelaskan bentuk penerapan psikologi medis pada tenaga kesehatan (seperti
dokter atau perawat) dalam membina hubungan dengan pasien!
SA
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
R
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C
FO
2. A
3. Perilaku pasien dipandang secara holistik dengan mempertimbangkan
aspek sosial dan psikologis; pasien diperlakukan dengan pendekatan
humanistik yaitu melalui hubungan yang dibangun secara bijaksana dan
konstruktif dalam proses diagnosis dan pengelolaan penyakit.
T
NO
5.8 PSIKONEUROIMUNOLOGI
LE
penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis. Hal inilah yang kemudian
menjelaskan bahwa pandangan psikoneuroimunologi memberikan dasar
ilmiah bagi pendekatan hidup yang mengedepankan cara berpikir, “berpikir
bahwa diri baik-baik saja”, dan “berpikir positif maka sehat”.
SA
Psikoneuroimunologi dapat dipahami melalui empat hal (Ogden, 2012),
yaitu (1) Pengertian sistem kekebalan tubuh, (2) Pengondisian sistem
kekebalan tubuh, (3) Pengukuran perubahan sistem kekebalan tubuh, (4)
Keadaan psikologis dan kekebalan tubuh.
1. Pengertian Sistem Kekebalan Tubuh. Sistem kekebalan tubuh berperan
untuk membedakan antara tubuh dengan apa yang menyerang tubuh,
R
dan untuk memberikan perlawanan dan perlindungan terhadap tubuh
dari apapun yang dianggap asing. Penyerang tersebut disebut sebagai
FO
LE
psikologis berpengaruh terhadap perkembangan penyakit, disabilitas, dan
kelangsungan hidup pada pasien. Baik suasana hati maupun keyakinan
yang positif berkaitan dengan fungsi kekebalan tubuh yang lebih baik.
Sebaliknya, suasana hati maupun keyakinan yang negatif terkait dengan
SA
fungsi yang lebih buruk. Demikian pula gaya penanggulangan masalah
tertentu juga diduga turut mempengaruhi munculnya dan perkembangan
penyakit, seperti dalam penggunaan supresi, penyangkalan, atau
penekanan ekspresi emosi.
LATIHAN
R
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda terkait Psikoneuroimunologi, yaitu dengan menceritakan sakit yang
FO
RANGKUMAN
Psikoneuroimunologi menjelaskan interaksi antara proses adaptasi
T
TES FORMATIF
LE
1. Pernyataan yang benar mengenai pengertian sistem kekebalan tubuh,
yaitu…
a. Sistem kekebalan tubuh mengidentifikasi tubuh sebagai ‘antigen’
b. Sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan terhadap apapun
SA
yang dianggap asing
c. Sistem kekebalan tubuh melindungi tubuh dari penyakit, namun
tidak mencegah infeksi
d. Alergi disebabkan karena sistem kekebalan tubuh tidak tahan terhadap
‘antigen’
2. Pernyataan yang tidak tepat tentang penerapan psikoneuroimunologi
R
pada pasien, yaitu…
a. Kondisi depresif pada seseorang mengakibatkan perkembangan
FO
hidup
3. Jelaskan dengan contoh bagaimana sistem kekebalan tubuh dapat
NO
LE
melalui proses pengondisian (membiasakan) kondisi psikologis (pikiran
atau suasana hati) tertentu sehingga mengubah respons kekebalan tubuh
seseorang. Contoh: individu yang mudah terserang penyakit flu dapat
mengurangi peluang terkena penyakit tersebut dengan membiasakan
SA
berpikir positif, bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja.
5.9 PSIKOFARMAKOLOGI
R
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikofarmakologi
Psikofarmakologi termasuk ke dalam bidang studi yang memeriksa efek
FO
LE
Penggunaannya untuk pasien dengan depresi.
2. Obat antianxietas (anxiolitik atau tranqulizer): mempunyai efek anticemas,
antitegang, antiagitasi. Penggunaannya adalah untuk pasien dengan
gejala-gejala kecemasan yang bukan karena psikosis.
SA
3. Obat antipsikotik (neuroleptic): mempunyai efek antipsikosis dan
antiskizofrenia, serta juga efek anticemas, antitegang, antiagitasi.
Penggunaan untuk pasien dengan delirium, skizofrenia, psikosis manik-
depresif jenis mania.
4. Stabilisator mood: dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis, tetapi
reversible, misalnya: lithium, antikonvulsan. Penggunaan untuk pasien
R
dengan gangguan bipolar.
FO
LATIHAN
Jelaskan kemanjuran pengobatan psikotropika dalam penanganan gangguan
mental yang disebabkan oleh masalah psikologis atau pun masalah sosial!
RANGKUMAN
T
langsung pada proses mental pasien karena efeknya pada otak. Terapi
pendekatan biomedis, khususnya pada penggunaan obat psikoterapeutik
(psikotropika) disebut psikofarmakoterapi. Terdapat empat kelompok utama
obat psikotropik, yaitu obat antidepresi, antianxietas, antipsikotik, dan
stabilisator mood. Masing-masing golongan tersebut digunakan tergantung
pada jenis gangguan metal yang dialami. Kemanjuran pengobatan psikotropika
tergantung pada kesesuaian dosis serta kurun waktu pemberian. Penggunaan
obat psikotropika mengandung efek samping, tergantung pada sensitivitas
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 167
167
dan keadaan tubuh pasien. Obat psikotropika tidak menjadi satu-satunya
penanganan. Adanya masalah psikososial sebagai sumber gangguan mental
tetap membutuhkan penanganan tersendiri.
TES FORMATIF
LE
1. Efek penggunaan obat psikotropika tergantung pada …
a. Jenis gangguan mental yang dialami
b. Sensitivitas dan keadaan tubuh pasien
SA
c. Pemakaian yang terus menerus
d. Penggunaan dalam dosis yang tetap
2. Pernyataan yang kurang tepat tentang golongan obat psikotropik, yaitu…
a. Stabilisator mood digunakan pada pasien dengan gangguan bipolar
b. Neuroleptic mempunyai efek antipsikosis dan antiskizofrenia
c. Kecemasan karena gejala psikosis dapat diberikan obat antianxietas
R
d. inhibitor monoaminoksidase dan SSRI termasuk golongan obat
antidepresi
FO
1. B
2. C
3. Obat psikotropika adalah obat-obatan yang memberikan efek mengubah
aktivitas-aktivitas yang dikontrol oleh sistem syaraf atau mempunyai efek
terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efeknya pada otak.
Penggunaan obat psikotropika atau psikoterapeutik berkaitan dengan
terapi pendekatan biomedis (psikofarmakoterapi).
168 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
neurologi dan psikologi. Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara proses dalam otak dan perilaku atau fungsi psikologis
lainnya (kemampuan motorik dan kognitif, karakteristik emosi, sifat-
kepribadian, gangguan mental), disfungsi otak dan defisit perilaku, serta
SA
melakukan asesmen dan perlakuan (treatment) untuk perilaku yang berkaitan
dengan fungsi otak yang terganggu. Menurut Phares (dalam Markam, 2009),
neuropsikologi dianggap sebagai salah satu di antara kekhususan psikologi
klinis.
Neuropsikologi klinis (Lezak dalam Markam 2009) adalah ilmu terapan
yang mempelajari ekspresi perilaku dari disfungsi otak. Bidang ini muncul
R
akibat adanya kebutuhan untuk melakukan deteksi dini/skrining dan diagnosis
atas mereka yang mengalami cedera otak dan gangguan perilaku, sehingga
FO
dapat dilakukan perawatan dan terapi klien, untuk rehabilitasi, dan untuk
penelitian:
1. Diagnosis. Pemeriksaan neuropsikologis membantu mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya gangguan neuroplogis pada pasien non psikiatrik
(membedakan bahwa gejala yang dialami merupakan gejala neurologis,
dan bukan gejala psikiatrik), serta membantu melokalisasi letak kerusakan
T
pada otak.
2. Perawatan Pasien dan Perencanaan Treatment. Pemeriksaan neuropsikologis
NO
LE
LATIHAN
Carilah informasi tentang contoh-contoh gangguan psikologis yang disebabkan
SA
karena masalah neurologis di media massa yang mudah Anda akses (cetak
maupun elektronik), kemudian berikanlah penjelasan mengapa gangguan
psikologis tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan Neuropsikologi Klinis
dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!
RANGKUMAN
R
Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara proses dalam
otak dan perilaku atau fungsi psikologis lainnya. Sedangkan neuropsikologi
FO
klinis adalah ilmu terapan yang mempelajari ekspresi perilaku dari disfungsi
otak, yaitu dengan melokalisasi letak kerusakan pada otak yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perilaku. Penggalian data dilakukan untuk deteksi dini
atau skrining dan diagnosis atas mereka yang mengalami cedera otak dan
gangguan perilaku, sehingga dapat dilakukan perawatan dan terapi klien,
untuk rehabilitasi, dan untuk penelitian. Perencanaan rehabilitasi dapat
T
meliputi kerja sama treatment antara berbagai bidang keilmuan yang relevan.
Sedangkan penelitian mendukung upaya mempelajari kondisi/gangguan otak
NO
TES FORMATIF
1. Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara proses
dalam otak dan perilaku atau fungsi psikologis lainnya, kecuali…
a. Kemampuan motorik dan kognitif c. Sifat penampilan fisik
b. Karakteristik emosi d. Gangguan mental
170 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
3. Jelaskan mengapa neuropsikologi klinis diperlukan dalam deteksi dini/
skrining!
SA
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
dan diagnosis bagi orang yang mengalami cedera otak dan gangguan
perilaku, sehingga dapat dilakukan perawatan dan terapi klien, baik
untuk rehabilitasi, maupun untuk penelitian.
LE
2. Penilai dalam kasus-kasus kriminal, misalnya menentukan waras atau
tidaknya pelaku kriminal.
3. Penilai dalam kasus-kasus sipil, misalnya menentukan layak atau tidaknya
seseorang masuk rumah sakit jiwa, ada tidaknya kekerasan dalam
SA
keluarga.
4. Memperjuangkan hak untuk memberi atau menolak pengobatan bagi
seseorang.
5. Memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang, misalnya
terkait dengan kepemilikan senjata.
6. Memberikan penanganan sesuai dengan kebutuhan.
R
7. Sebagai konsultan dan peneliti di bidang forensik.
LE
yang ditinggalkan.
5. Kelayakan orangtua (parental fitness) dan hak asuh anak.
Dalam kelayakan orangtua, evaluator memutuskan apakah hak asuh
orangtua atas anak harus diakhiri karena dirinya tidak layak menjadi
SA
orangtua. Dalam hak asuh anak, klinisi melakukan evaluasi hak asuh
anak dan memberikan rekomendasi pada pengadilan mana di antara
kedua orangtua, yang mana yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan
anak dan dialah yang memperoleh hak asuh anaknya.
LATIHAN
R
Carilah melalui media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun
elektronik) tentang penerapan Psikologi Forensik, kemudian berilah penjelasan
FO
RANGKUMAN
Psikologi forensik adalah penerapan pengetahuan psikologi, khususnya
T
psikologi klinis, dalam hal metode, teori, dan konsep, pada sistem legal,
atau pada masalah-masalah yang dihadapi oleh jaksa, polisi, dan lain-lain
NO
untuk penyelesaian masalah, baik dalam ranah sistem hukum sipil, hukum
kriminal (pidana), maupun hukum administratif. Beberapa hal penting
yang dapat dilakukan oleh psikolog dalam bidang psikologi forensik adalah
menjadi saksi ahli, penilai dalam kasus-kasus kriminal atau sipil, maupun
TES FORMATIF
1. Contoh penerapan psikologi forensik dalam penanganan/pengadilan
sipil, kecuali…
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 173
173
a. Penilaian kemampuan mental seseorang pada kasus-kasus non
kriminal
b. Otopsi psikologis dan criminal profiling
c. Penilaian kasus sipil tentang perbuatan yang membahayakan orang
lain
LE
d. Evaluator untuk penilaian kelayakan orangtua dan hak asuh anak
2. Melakukan asesmen untuk mencari pelaku dan penyebab berdasarkan
tanda-tanda yang ditinggalkan, disebut…
a. Otopsi psikologi
SA
b. Parental fitness
c. Wrongful act
d. Criminal profiling
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan saksi ahli!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
FO
LE
lingkungan, mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat
menciptakan atau mengurangi masalah individu, dan kemudian berfokus
diri pada pemberdayaan individu dan kelompok individu untuk lebih dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya (Rapaport dalam
SA
Markam, 2008). Dengan demikian, psikologi komunitas berkembang di atas
dasar bahwa permasalahan psikologis individu dapat dipahami dan dapat
dicegah melalui pendekatan komunal.
Terdapat setidaknya dua konsep besar dalam psikologi komunitas yang
menjadi perhatian (Markam, 2008), yaitu:
1. Pencegahan, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
R
a. Pencegahan primer adalah upaya melawan keadaan yang
memungkinkan timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi.
FO
LATIHAN
Permasalahan di kelompok komunitas tertentu diidentifikasi, dijelaskan
faktor resiko dan faktor pencegahnya, sehingga dapat dilakukan intervensi
BAB 5 KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 175
175
terhadapnya. Jelaskan pernyataan ini dengan contoh komunitas mahasiswa
secara sederhana, menggunakan bahasa yang Anda pahami!
RANGKUMAN
LE
Psikologi komunitas berfokus pada upaya peningkatan kesehatan mental
melalui peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah,
yaitu berfokus pada interaksi orang dengan lingkungan, memahami dan
mencegah permasalahan psikologis individu melalui pendekatan komunal
SA
(memberdayakan individu dan kelompok individu untuk lebih dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya). Terdapat tiga macam
pencegahan yang menjadi perhatian utama dalam psikologi komunitas,
yaitu pencegahan primer (upaya melawan keadaan yang memungkinkan
timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi), pencegahan sekunder
(usaha diagnosis dini atas suatu keadaan dan bertujuan agar dapat dilakukan
R
penanganan tahap dini atau tahap awal gangguan), dan pencegahan tersier
(upaya rehabilitasi terhadap orang-orang yang memerlukan penyesuaian
kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya).
FO
TES FORMULATIF
1. Di bawah ini merupakan prinsip dalam pendekatan psikologi komunitas,
kecuali…
a. Memanfaatkan peran daya lingkungan dalam mengurangi masalah
T
komunal
d. Melakukan penanganan secara individual pada anggota masyarakat
2. Melakukan tindakan pencegahan melalui diagnosis dini dan penanganan
pada tahap awal gangguan disebut pencegahan…
a. Tersier c. Primer
b. Sekunder d. Preliminary
3. Jelaskan bagaimana upaya psikologi komunitas dalam penggalian data
pada masalah yang dihadapi oleh individu!
176 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
KUNCI JAWABAN TES FORMULATIF
1. D
2. B
3. Fokus psikologi komunitas adalah interaksi orang dengan lingkungan,
SA
sehingga penggalian data pada masalah yang dihadapi individu
dilakukan dengan mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang
dapat menciptakan/mengurangi masalah individu (memahami individu
melalui pendekatan komunal).
R
DAFTAR PUSTAKA
FO
LE
Boston: Cengage Learning.
Maslim, R. (2015). Buku saku diagnosis gangguan jiwa: Rujukan ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM 5. Jakarta: FK Unika Atma Jaya.
Nevid, J.S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2014). Abnormal psychology in a
SA
changing world. Ninth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Nietzel, M. T., Bernstein, D. A., & Milich, R. (1998). Introduction to clinical
psychology, 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Notosoedirdjo, M., & Latipun. (2017). Kesehatan mental: Konsep dan
penerapan. Edisi Keempat. Malang: UMM Press.
Ogden, J. (2012). Health psychology: A textbook, 5th edition. London: Open
R
University Press, McGraw-Hill Education.
Sanderson, C. A. (2013). Health psychology, 2nd edition. John Wiley & Sons,
Inc.
FO
DAFTAR ISTILAH
T
LE
seseorang berdasarkan penyakit atau abnormalitas yang diidapnya
DSM: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders yang diterbitkan
oleh American Psychiatric Association
Etiologi : Ilmu yang mempelajari tentang sebab terjadinya gangguan
SA
Faktor pencegah: faktor pelindung yang mengecilkan peluang seorang
individu untuk terkena suatu gangguan kesehatan atau penyakit
Faktor risiko: faktor kerentanan yang memperbesar peluang seorang individu
untuk terkena suatu gangguan kesehatan atau penyakit
Gangguan perkembangan pervasif: sekelompok gangguan yang ditandai
oleh keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosialisasi dan
R
komunikasi, atau gangguan dengan keterlambatan perkembangan yang
bersifat menyeluruh
ICD: International Classification of Diseases yang diterbitkan oleh World
FO
Health Organization
Intervensi: Suatu kegiatan yang sistematis dan terencana berdasarkan hasil
asesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok atau masyarakat
yang menuju pada perbaikan atau mencegah memburuknya suatu keadaan
Komorbid: adanya satu atau lebih kondisi tambahan berupa gangguan atau
T
penyakit yang terjadi bersamaan dengan kondisi primer baik pada saat
yang bersamaan atau dalam urutan sebab akibat
Kuratif: (dapat) menolong menyembuhkan (penyakit dan sebagainya);
NO
LE
Pemberdayaan: proses, cara. perbuatan untuk meningkatkan kemampuan
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak.
PPDGJ: Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
SA
Prevensi primer: usaha pencegahan timbulnya gangguan dari sakit mental,
melawan keadaan yang memungkinkan timbulnya gangguan sebelum
gangguan itu terjadi.
Prevensi sekunder: usaha menemukan kasus dini (early case detection) dan
melakukan penanganan tahap dini atau tahap awal gangguan.
Prevensi tersier: usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan terhadap
R
orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, atau memerlukan
penyesuaian kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya
Prognosis: ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang
FO
LE
SA
R
6
FO
Bab
PENGANTAR DAN
T
METODE ASESMEN
NO
PSIKOLOGI KLINIS
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 181
181
6.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pokok bahasan ini mencakup berbagai informasi prinsip dasar asesmen
dan infomasi pengantar tentang beragam metode yang dapat digunakan
secara khusus dalam psikologi klinis. Sebagai upaya membantu memberikan
keputusan atas pengalaman gangguan mental pada seseorang, suatu prosedur
SA
yang formal dan sistematis perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang dapat diandalkan. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu
memenuhi tujuan dari asesmen yang telah ditetapkan sebelum perencanaan
dilakukan. Selain prinsip dasar seperti definisi, tujuan, tahap, sasaran,
pertimbangan, isu etis dalam asesmen psikologi klinis, mahasiswa juga akan
diperkenalkan pada beragam metode asesmen, sehingga dapat terbantu
R
dalam memperoleh gambaran dan terapan nyata dari kegiatan asesmen di
bidang psikologi klinis.
FO
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan penerapan konsep-konsep psikologi klinis
khususnya dalam hal penggalian informasi yang akurat tentang suatu
permasalahan untuk membantu mengambil keputusan dan memecahkan
masalah. Dengan demikian, pokok bahasan ini terkait dengan seluruh
T
pokok bahasan lain dalam buku ajar ini, dari konsep-konsep dasar hingga
intervensi. Latihan memperoleh kasus dan membuat rancangan asesmen
sederhana akan membantu mahasiswa mendapatkan gambaran terapan yang
NO
nyata dari asesmen psikologi klinis dalam kehidupan nyata secara langsung.
C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan contoh
penerapan asesmen psikologi klinis secara sederhana.
182
182 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
2. Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip-prinsip dasar
perencanaan dan proses asesmen psikologi klinis
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan permasalahan etis dalam
asesmen psikologi klinis
LE
c. Mahasiswa diharapkan mampu menyebutkan dan menjelaskan
beragam metode yang dapat digunakan dalam asesmen psikologi
klinis
SA
D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
R
hal yang belum Anda ketahui.
FO
LE
keragaman karakteristik dan berasal dari berbagai setting. Hal inilah yang
kemudian menghendaki klinisi berhadapan dengan kompleksitas dalam
proses pengumpulan informasi untuk memahami tindakan, perasaan, dan
proses berpikir dari klien yang ditanganinya. Asesmen kepribadian adalah
SA
seperangkat proses yang digunakan oleh seseorang atau beberapa orang untuk
mengembangkan kesan dan citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis
tentang pola karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungannya (Sundberg dalam Wiramihardja, 2012;
Markam, 2008; Ardani dkk., 2007).
R
Kontak dengan klien dalam setiap pekerjaan klinis selalu melibatkan
asesmen. Termasuk dalam proses intervensi yang sedang berjalan, maka
FO
asesmen itu dapat saja terjadi (Sundberg, Winebarger, & Taplin, 2007).
LE
Ardani dkk., 2007) membagi tiga tujuan utama dari asesmen menurut
pengertian yang telah disampaikan:
a. Pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan terjadi pada
setiap kontak dengan seorang klien, termasuk kontak yang pertama;
serta terjadi sepanjang proses asesmen dan intervensi. Pengambilan
SA
keputusan yang dimaksud dapat meliputi apakah kompetensi
klinis cukup untuk melayani klien sendiri, atau perlu dilakukan
rujukan ke profesional lain, bagaimana membuat perencanaan,
mengorganisasikan dan menyampaikan informasi kepada orang
lain, membuat formulasi klinis, membuat desain dan melaksanakan
R
intervensi.
b. Mengembangkan citra atau gambaran (model kerja mengenai klien).
Proses ini dimulai sejak pertemuan pertama dan berlanjut sepanjang
FO
informasi baru.
c. Pengujian hipotesis, dapat berlaku pada penelitian maupun situasi
NO
LE
taraf gangguan jiwa secara akurat. Keputusan mengenai diagnosis
dan tingkat keparahan gangguan bertujuan: (1) membantu efisiensi
komunikasi dengan profesional lain, (2) membantu menentukan
intervensi yang tepat berdasarkan informasi yang akurat, dan (3)
SA
dalam situasi hukum, menentukan hukuman yang sesuai bagi
terdakwa.
b. Evaluasi atas intervensi klinis, yaitu dengan membuat deskripsi
individu, menentukan kekuatan, kelemahan, dan keparahan
permasalahan psikologis klien sebelum, sewaktu, dan setelah
intervensi dilakukan. Hasil evaluasi akan menentukan apakah
R
intervensi yang telah diberikan dapat membantu memperingan
permasalahan yang dialami, sehingga dapat diambil tindak lanjut
penanganan.
FO
LE
mengelaborasi deskripsi tentang klien sehingga membantu
mendapatkan pemahaman yang lebih penuh. Hal ini juga didasari
oleh meningkatnya keyakinan bahwa orang tidak dapat dipahami
secara sederhana berdasarkan interviu atau tes, melainkan perlu
SA
juga diketahui lebih dalam tentang ‘isi’ perilaku klien yang juga
mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan lingkungan
fisik. Dengan demikian, asesmen lebih banyak dilakukan untuk
menggambarkan kepribadian orang secara lengkap dengan melihat
interaksi individu lingkungan (person-environment interactions).
Asesmen yang berorientasi deskripsi juga mempermudah klinisi
R
untuk memperhatikan aset dan fungsi adaptif klien; tidak sekadar
kelemahan dan permasalahannya. Deskripsi menyediakan pengukuran
perilaku klien sebelum treatment, memandu perencanaan treatment,
FO
LE
kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya.
2. Kekuatan klien; dalam hal kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas
yang menjadi target evaluasi.
3. Kepribadian subjek; seperti dalam hal kebutuhan, motivasi, pertahanan,
SA
dan pola perilaku subjek.
4. Kekuatan dan kelemahan lingkungan sosial individu dan efek lingkungan
sosial terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku klien/analisis fungsional.
Perencanaan Pemrosesan
T
Pengumpulan Penyampaian
dalam data dan hasil
data untuk
pengumpulan pembentukan asesmen
asesmen
data hipotesis
NO
data
LE
klien.
b. Asesmen untuk setiap kasus bisa sangat beragam dari perencanaan,
pengorganisasian, dan implementasi strategi asesmen yang efisien
dan bermanfaat. Efisien yang dimaksud adalah yang sesuai dengan
SA
kebutuhan, tidak menggunakan banyak waktu dan biaya. Meski
mendapatkan terlalu banyak data mungkin dilakukan, namun
data yang diperoleh dapat bersifat sepele, berlebihan, dan menjadi
ketinggalan jaman saat digunakan lebih lanjut.
Selain beberapa hal yang akan dijelaskan dalam sub-sub pokok
bahasan setelah ini, maka proses pemeriksaan perlu mempertimbangkan
R
tujuan asesmen, apakah dilakukan untuk klasifikasi (diagnosis medis),
deskripsi variabel, atau untuk prediksi sebagaimana yang telah dijelaskan
FO
LE
terlibat di dalamnya. Pengambilan kesimpulan dilakukan dari data yang
diketahui, menjadi apa yang diduga benar berdasarkan data tersebut.
Proses pengambilan kesimpulan perlu dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari kesalahan (error). Kesalahan mungkin terjadi apabila
SA
elaborasi kesimpulan dilakukan berdasarkan data yang minimal. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan kesimpulan,
adalah kesimpulan seperti apa yang ingin digambarkan, bagaimana klinisi
melakukannya, seakurat apa hal itu dapat dilakukan, serta bagaimana
kesalahan dapat diminimalkan.
4. Penyampaian hasil asesmen klinis dan laporan pemeriksaan psikologi
R
klinis
Upaya untuk menampilkan hasil asesmen secara terorganisasi disebut
FO
dari klien (yang tidak secara umum diungkapkan pada situasi lain)
perlu dilakukan secara bijak dalam hal (1) bagaimana data asesmen
NO
LE
asesmen. Faktor spesifik klinisi dan keluasan serta kedalaman cakupan juga
menjadi perhatian (Nietzel dkk., 1998).
1. Reliabilitas, yaitu mengacu pada konsistensi atau kesesuaian di antara
data asesmen. Dapat dievaluasi dengan beberapa cara:
SA
a. Stabilitas temporal, yaitu kemiripan hasil dari pengukuran berulang
pada klien yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur asesmen
memiliki reliabilitas tes-retes yang tinggi.
b. Konsistensi internal, yaitu apabila data dari hasil sebagian asesmen
serupa dengan data dari sebagian yang lain. Selain menunjukkan
konsistensi internal, hal ini juga terkadang disebut reliabilitas split-
R
half/ (interkorelasi butir tes).
c. Reliabilitas interrater, yaitu apabila data hasil pengukuran antar penilai
FO
LE
Pengalaman dan pilihan pribadi turut mempengaruhi pilihan asesmen
klinisi berdasarkan kenyamanan atau kemudahan memperoleh jawaban
asesmen. Selain mempengaruhi pilihan asesmen, faktor personal juga
menentukan kecenderungan penggunaan metode asesmen tertentu
secara terus menerus, bahkan ketika beberapa bukti penelitian kurang
SA
mendukung reliabilitas dan validitasnya.
4. Bandwidth-Fidelity
Baik bandwidth maupun fidelity juga perlu diperhatikan guna efisiensi
dalam proses asesmen. Bandwidth mengacu pada keluasan cakupan
hasil dari alat asesmen, sedangkan fidelity mengacu pada kedalaman
R
dan ketuntasan. Sebuah hasil asesmen dapat luas cakupannya, namun
bisa dangkal/tidak mendalam (misalnya pada daftar wawancara dengan
banyak topik dan waktu terbatas); begitu pun sebaliknya (misalnya
FO
Menurut Pomerantz (2014), isu etis dalam kegiatan asesmen psikologi klinis
berdasar Kode Etik Asosiasi Psikologi Amerika secara khusus setidaknya
meliputi tiga hal, yaitu:
1. Pemilihan tes. Pemilihan tes dilakukan dengan memperhatikan beberapa
hal, yaitu kompetensi penilai; budaya, bahasa, dan usia klien; kebaruan tes;
reliabilitas dan validitas tes, meminimalkan bias tes, serta menggunakan
prosedur yang sesuai dan ramah pengguna.
192
192 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
yang tidak tepat.
3. Perlakuan terhadap hasil tes. Data tes dapat dirilis kepada klien
berdasarkan permintaan, dengan menjamin bahwa data tersebut tidak
akan disalahgunakan atau akan merugikan klien.
SA
Selain beberapa kriteria di atas, secara umum etika kegiatan dalam
psikologi klinis berdasar Kode Etika Asosiasi Psikologi Amerika (dalam
Pomerantz, 2014), meliputi beberapa hal seperti: jaminan kerahasiaan,
persetujuan tertulis (informed consent), batas-batas dan hubungan ganda,
serta kompetensi.
R
Kode Etik Psikologi Indonesia yang dirumuskan oleh HIMPSI (2010)
menjelaskan beberapa isu etis terkait dengan kegiatan asesmen dalam
psikologi, yaitu:
FO
LATIHAN
Carilah sebuah uraian kasus nyata mengenai abnormalitas pada seseorang,
pada pada anak/remaja, dewasa, atau lansia, di media massa yang mudah
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 193
193
Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian cobalah untuk menentukan
tujuan dan sasaran asesmen!
RANGKUMAN
LE
Asesmen klinis adalah proses pengumpulan informasi mengenai klien atau
subjek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai seseorang,
secara lebih formal dan sistematis yang bertujuan untuk memecahkan
suatu permasalahan sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan. Asesmen
SA
klinis memiliki tujuan yang beragam, di antaranya pengambilan keputusan,
pengembangan deskripsi atau gambaran (model kerja mengenai klien),
penyaringan dan klasifikasi diagnosis, pengujian hipotesis (dalam penelitian
atau situasi klinis), prediksi, evaluasi atas intervensi klinis, dan riset. Adapun
ranah penggalian data, atau merupakan sasaran atau target yang mungkin
diusahakan dalam asesmen psikologi klinis, adalah disfungsi (psikologis)
R
individual, kekuatan klien, kepribadian subjek, maupun kekuatan dan
kelemahan lingkungan sosial individu dan efeknya bagi psikologis individu.
Proses asesmen klinis terdiri dari beberapa tahapan yaitu perencanaan dalam
FO
TES FORMATIF
1. Disfungsi (psikologis) individual merupakan salah satu dari sasaran atau
target asesmen psikologi klinis, meliputi...
a. Kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas
b. Kebutuhan, motivasi, pertahanan, dan pola perilaku
194
194 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
menguatkan atau bahkan menggugurkan sebuah teori, dalam hal ini
adalah informed guess atau diagnosis, merupakan tujuan…
a. Pengujian hipotesis
b. Prediksi
SA
c. Evaluasi atas intervensi klinis
d. Riset
3. Pengalaman dan pilihan pribadi turut mempengaruhi pilihan asesmen
klinisi berdasarkan kenyamanan atau kemudahan memperoleh jawaban
asesmen, menentukan pilihan metode asesmen. Pertimbangan ini
termasuk ke dalam faktor… dalam pemilihan asesmen.
R
a. Bandwidth-Fidelity
b. Spesifik klinis
FO
c. Validitas
d. Reliabilitas
4. Beberapa hal di bawah merupakan isu etis terkait kegiatan asesmen
dalam psikologi, kecuali…
a. Kesesuaian antara kategori instrumen tes dengan kompetensi penilai
b. Hasil asesmen adalah kewenangan psikolog dan dapat disampaikan
T
LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C
2. A
SA
3. B
4. D
5. Asesmen klinis adalah proses pengumpulan informasi mengenai
klien atau subjek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
mengenai seseorang, secara lebih formal dan sistematis yang bertujuan
untuk memecahkan suatu permasalahan sesuai dengan tujuan yang
R
dimaksudkan.
FO
LE
seseorang, khususnya di dalam jenis-jenis subjek (mata pelajaran) yang
dipelajarinya di sekolah. Prestasi “diprediksi” oleh IQ, atau keduanya
saling berkorespondensi. Ketidaksesuaian antara prestasi dengan IQ
dapat ditemukan pada academic overachiever (prestasi lebih tinggi dari
SA
IQ) atau siswa dengan disabilitas belajar (prestasi lebih rendah dari IQ).
Sehingga, tes prestasi bersama-sama dengan tes inteligensi digunakan
untuk mengevaluasi disabilitas belajar.
2. Asesmen neuropsikologi
Tes neuropsikologis dimaksudkan untuk mengukur fungsi kognitif
atau gangguan otak, dan komponen atau struktur spesifiknya, serta
R
bagaimana bagian-bagian otak berfungsi. Tes neuropsikologis berguna
dalam penilaian masalah-masalah yang mungkin timbul dari cedera
FO
kepala, pemakaian jangka panjang alkohol atau obat, atau penyakit otak
degeneratif. Selain itu juga dapat digunakan untuk pembuatan prognosis
demi kemajuan, merencanakan rehabilitasi, menentukan kelayakan atau
kesiapan bersekolah atau bekerja, dan menetapkan garis-dasar (baseline)
berbagai kemampuan neuropsikologis untuk kelak digunakan sebagai
pembanding.
T
3. Asesmen kepribadian
Kepribadian sebaiknya dinilai dengan menggunakan metode majemuk,
NO
LE
anak bertengkar dengan guru, maka penilai perilaku menganggap bahwa
masalahnya adalah “bertengkar dengan guru” itu sendiri, bukan karena
adanya gangguan pembangkangan oposisi (oppositional deviant disorder).
Penilaian perilaku merupakan pendekatan empiris yang mengukur
SA
perilaku, yang telah didefinisikan terlebih dahulu secara baik, sehingga
dapat dilakukan pencatatan yang valid, tepat, dan sensitif terhadap
perilaku yang dimaksud, sebagai hasil interaksi perilaku-lingkungan.
B. Wawancara Klinis
R
Definisi wawancara menurut Matarazzo (dalam Nietzel, dkk., 1998) adalah
“a conversation with a purpose or goal”. Wawancara dalam psikologi klinis
merupakan alat asesmen yang paling luas digunakan; menjadi komponen
FO
LE
memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi klien,
dan membantu klinisi memutuskan tindakan selanjutnya. Tindakan
selanjutnya dapat berupa penjadwalan untuk sesi berikutnya, atau
sebaliknya rujukan ke profesional lain. Intake interviews merupakan
SA
bagian penting untuk keberhasilan treatment, karena menentukan persepsi
klien terhadap pewawancara.
2. Problem identification interviews
Situasi ini terjadi saat wawancara difokuskan sepenuhnya pada
identifikasi atau elaborasi permasalahan yang dihadapi oleh klien.
R
Seringkali pertanyaan terstruktur dan sistematis, diarahkan untuk
menjawab klasifikasi atau diagnosis dari permasalahan yang dihadapi,
dihubungkan dengan deskripsi dan aksis menurut sistem klasifikasi
FO
3. Orientation interviews
Situasi ini terjadi saat klinisi memberikan informasi atau mengenalkan
kepada klien tentang prosedur asesmen, treatment, atau penelitian yang
akan dijalani. Wawancara ini memiliki manfaat dalam dua cara, yaitu
(a) klien didorong untuk bertanya dan memberikan komentar, sehingga
dapat mendiskusikan atau membenarkan pemahaman yang keliru
yang dikhawatirkan dapat mengacaukan progres treatment selanjutnya,
dan (b) membantu klien memahami prosedur asesmen dan treatment
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 199
199
selanjutnya, serta peran mereka dalam prosedur yang akan dijalankan.
Klien selanjutnya dapat lebih optimal bekerja sama hingga proses
treatment dijalankan.
4. Termination interviews
Situasi ini terjadi saat klinisi mengakhiri asesmen, treatment, atau
LE
penelitian yang telah dijalani. Termination interviews dalam asesmen
membantu mengurangi kecemasan klien akibat proses asesmen,
yaitu dengan merangkum prosedur dan menjelaskan perlindungan
informasi yang diperoleh dari klien, serta menyediakan kesimpulan
SA
dan interpretasi hasil asesmen. Termination interviews dalam penelitian
klinis disebut debriefing, yang berisi penjelasan tentang proyek penelitian
dan prosedur yang telah dilalui, memberikan kesempatan partisipan
untuk bertanya dan memberikan komentar tentang pengalaman
penelitian mereka, mendapatkan kejelasan bagaimana perasaan klien
dalam menjalani eksperimen dan faktor eksternal yang mungkin turut
R
mempengaruhi, memastikan bahwa pengalaman penelitian telah selesai
tanpa membahayakan dan bahwa partisipan merasa nyaman dengan
FO
5. Crisis interviews
Crisis interviews dilakukan sebagai upaya untuk menyediakan dukungan,
NO
6. Observational interviews
Wawancara memberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan
terhadap perilaku klien dalam menghadapi proses wawancara; atau
perilaku tertentu, seperti pada bagaimana seseorang menghadapi situasi
penuh tekanan, membingungkan, atau sarat konflik.
LE
Beberapa teknik bertanya yang dikemukakan oleh Wallen (dalam Markam,
2008) dalam proses pengambilan anamnesis, yaitu:
1. Narrowing questions, yaitu mulai dengan mengajukan pertanyaan luas,
SA
kemudian disusul dengan pertanyaan yang lebih mendetail. Fungsinya
adalah untuk mengetahui sikap klien yang spontan atau yang sejujur-
jujurnya.
2. Progressing questions, yaitu mulai dengan memberikan pertanyaan
tentang suatu yang dekat dengan apa yang sesungguhnya ingin diketahui,
kemudian meneruskannya dengan pertanyaan yang secara progresif
R
mengarah pada hal yang sesungguhnya ingin diketahui.
3. Embedding questions, yaitu menyembunyikan pertanyaan yang lebih
FO
suatu peristiwa; mencari saat yang lebih baik untuk menanyakan hal
tersebut.
6. Projective questions, yaitu menanyakan pendapat klien tentang hal-hal
tertentu atau orang lain, untuk mengetahui sistem nilai klien yang
diterapkan terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain. Hal ini dapat
diketahui dari pendapat klien tentang keadaan, orang, atau hal-hal di
luar dirinya, yang diasumsikan merupakan proyeksi dari pendapat klien
sendiri.
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 201
201
C. Observasi Klinis
Pengamatan atau observasi sering dibicarakan bersama-sama dengan
wawancara dan tes karena kegiatannya pun sering dilakukan bersama-sama,
atau dengan kata lain tes dan wawancara menyediakan semacam setting untuk
observasi. Observasi sebagai metode pengambilan data oleh klinisi dilakukan
LE
dengan cara yang lebih sistematis, baik dalam proses pengumpulan data
itu sendiri maupun proses analisisnya (Nietzel dkk., 1998). Yang mendasari
penilaian observasi ini adalah pemahaman bahwa perilaku yang dilakukan
dengan ataupun tanpa intensionalitas mengartikan atau menjadi tanda dari
SA
suatu situasi kejiwaan (Wiramihardja, 2012). Pada dasarnya dikenal tiga jenis
perilaku dalam hubungan dengan hal tersebut, yaitu:
1. Perilaku yang terbuka (overt), yaitu perilaku yang memperlihatkan
maksudnya secara jelas dan kasat mata, misalnya makan, memukul.
2. Perilaku yang tertutup (covert), yaitu perilaku yang gerak geriknya tidak
langsung menyatakan maksudnya, misal rasa marah atau malu yang
R
diperlihatkan dengan wajah memerah.
3. Perilaku simbolik (symbolic), yaitu cara berperilaku tertentu atau
FO
LE
3. Mengintegrasikan pengamatan
a. Mood. Integrasi pengamatan baik verbal (isi) maupun non-verbal
(misal, nada, gerak tubuh, postur) dapat membangun kesan
mood (suasana perasaan); bagaimana aktivitasnya, konsistensi/
SA
perubahannya, kesesuaiannya.
b. Perkembangan fisik dan neurologis. Integrasi pengamatan dari
postur (tinggi, berat badan), penampilan secara umum, cara berjalan,
koordinasi motorik kasar dan halus, kualitas dan nada suara, dapat
membantu menunjukkan ada tidaknya ketidaknormalan fisik atau
neurologis, termasuk efek samping pengobatan.
R
Observasi sebagai metode asesmen klinis memberikan sejumlah
keuntungan (Nietzel dkk., 1998), yaitu:
FO
LE
interpretasi tes proyektif; sebaliknya spesifik anteseden dan konsekuensi
terkait munculnya permasalahan dapat teramati dengan data observasi
sehingga hipotesis yang dibangun dapat diminimalkan dari praduga
atau kesimpulan.
SA
4. Meningkatkan validitas ekologis
Melalui observasi dapat diperoleh data berupa gambaran klien dan
permasalahannya, termasuk lingkungan fisik dan sosial tempat
tinggal klien, secara lebih jelas. Detail situasional juga mempermudah
perencanaan program treatment yang diterapkan di lingkungan rumah,
sekolah, atau pekerjaan klien; sehingga memperbesar peluang sukses.
R
Ragam observasi yang dapat dilakukan (Nietzel dkk., 1998), di antaranya
sebagai berikut:
FO
LE
tertentu pada klien.
e. Self observation, yaitu meminta klien untuk mengobservasi dan
mencatat perilaku mereka sendiri menggunakan prosedur yang
dinamakan self-monitoring. Pencatatan dapat dilakukan mengenai
SA
frekuensi, durasi, atau intensitas perilaku atau peristiwa tertentu,
seperti sakit kepala, munculnya pikiran tidak menyenangkan, menarik
rambut. Pencatatan juga dapat berupa detail anteseden, konsekuensi,
dan perilaku spesifik lain misal pada perilaku merokok, makan, stres,
gangguan tidur, kecemasan.
R
2. Controlled observation, yaitu melakukan pengamatan terhadap reaksi klien
pada situasi khusus yang sengaja dibuat, terencana, terstandar. Klinisi
dapat mempertahankan kontrol/ kendali atas situasi atau stimulus yang
FO
LE
anteseden dan perilaku.
Pada awalnya asesmen perilaku menggunakan model operant
conditioning Skinner atau model classical conditioning Pavlov seperti di
adaptasi oleh Wolpe. Namun dalam perkembangannya turut didukung
SA
juga oleh pakar penganut behavioral lain seperti pakar teori belajar sosial
dan teori kognitif.
2. Identifikasi pola tersebut seringkali memfasilitasi pemilihan strategi
intervensi atau penanganan yang efektif.
3. Menjadi sumber informasi berkelanjutan dalam kaitannya dengan
efektivitas intervensi dan pengujian hipotesis penanganan.
R
Asesmen perilaku dilakukan dengan observasi perilaku secara sistematis
dalam situasi alamiah, namun juga dapat dilakukan dalam situasi replikasi
FO
dari klien.
2. Melakukan observasi sistematis terhadap perilaku target yang telah
NO
LE
E. Tes
Tes adalah prosedur sistematis untuk mengamati dan menjelaskan perilaku
individu dalam situasi yang terstandar (Cronbach dalam Nietzel dkk., 1998).
Tes dilakukan dengan memberikan seperangkat stimulus terencana (seperti
bercak tinta, gambar, atau pertanyaan benar-salah) dan meminta klien untuk
SA
meresponnya dalam cara-cara tertentu. Reaksi klien adalah hasil tes atau
skor yang digunakan sebagai sampel atau tanda yang berhubungan dengan
maksud asesmen. Hasil tes memandu pengambilan kesimpulan mengenai
klien. Untuk dapat mengambil kesimpulan secara tepat, maka tes yang baik
memiliki syarat, yaitu reliabel, valid, spesifik, dan bebas budaya. Klien yang
R
dilibatkan bisa sangat beragam, dimulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
lansia, serta subjek khusus (seperti tentara, siswa, pegawai, pasien psikiatri).
Tes berbeda dengan teknik asesmen yang lain (Nietzel dkk., 1998), misalnya:
FO
LE
melakukan interpretasi. Bentuk dari tes tidak terstruktur misalnya berupa
tes proyektif.
SA
tes, yaitu:
1. Fungsi intelektual/ inteligensi
Inteligensi adalah satu aspek dari kemampuan mental dan tes inteligensi
dapat dipandang sebagai instrumen untuk mengukur kemampuan
mental umum. Inteligensi dikonseptualisasikan dan didefinisikan dengan
banyak cara. Perkembangan pengukuran inteligensi didasarkan pada
R
penekanan bahwa inteligensi sebagai karakteristik tunggal (General Factor
Theory/ faktor “g”), atau sebaliknya merupakan dimensi yang majemuk
berupa berbagai kekuatan dan kelemahan relatif (Spesific Factor/ faktor
FO
dan dewasa.
2. Tes kemampuan
NO
LE
memahami sikap, minat, ketertarikan, maupun nilai klien tentang suatu
hal (contoh, mengetahui sikap terhadap pernikahan pada pasangan
yang mengalami distres dalam hubungan). Tes-tes tersebut juga akan
mendorong klien melakukan eksplorasi diri mereka sendiri sehubungan
SA
dengan keputusan yang diambil, misal dalam hal karir.
4. Karakteristik kepribadian
Sikap, minat, ketertarikan, dan nilai seseorang dapat dilihat sebagai
satu aspek dari kepribadian mereka. Kepribadian dapat didefinisikan
sebagai pola karakteristik perilaku dan psikologis sehingga seseorang
dapat dibandingkan dan dibedakan dari orang lain. Ada dua jenis utama
R
dari tes kepribadian, yaitu objektif dan proyektif. Tes objektif memiliki
stimulus yang relatif jelas dan spesifik seperti dalam bentuk pertanyaan,
FO
bersalah yang muncul akibat rangsang atau harapan yang tidak dapat diterima.
Proyeksi menunjukkan bahwa kepribadian individu akan menentukan cara
seseorang dalam menginterpretasi sesuatu. Tes proyektif menuntut klien
untuk merespons stimulus yang ambigu atau tidak terstruktur, dan respons
mereka diinterpretasi sebagai refleksi dari baik aspek kesadaran maupun
ketidaksadaran dari struktur dan dinamika kepribadian mereka.
Selain empat kategori umum di atas, tes juga dapat dilakukan untuk
mengetahui dan memahami defisiensi intelektual yang disebabkan oleh
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 209
209
adanya kerusakan otak organik, yang disebut sebagai neuropsychological
testing (Pomerantz, 2014). Perlu diperhatikan bahwa keterkaitan antara
kerusakan otak dengan gangguan intelektual bersifat kompleks, artinya tidak
selalu gangguan neurologis menyebabkan gangguan intelektual. Dasar tes
neuropsikologis adalah memahami fungsi otak sebagai “model komputer”:
LE
MASUKAN OTAK LUARAN
Bank Program
Memori Respons
SA
Stimuli dari indra Verbal atau
behavioral
Pemrosesan stimuli
F. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah bagi klinisi dianggap penting untuk beberapa alasan
(dalam Wiramihardja, 2012; Ardani dkk., 2007), yaitu:
1. Memahami kehidupan alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola
LE
kehidupan keluarga klien, termasuk pola relasi antar anggota keluarga
dan perannya masing-masing.
2. Persiapan dan/atau penyelenggaraan terapi keluarga.
SA
dalam Ardani dkk., 2007), adalah:
1. Fungsi keseluruhan keluarga terlihat sebagaimana adanya.
2. Setiap anggota keluarga lebih berpeluang untuk melaksanaan peran
sehari-harinya.
3. Terdapat lebih sedikit kemungkinan untuk tidak hadirnya anggota
keluarga dalam sesi terapi.
R
4. Terdapat peluang untuk melihat seluruh keluarga dalam permasalahan,
bukan hanya seseorang anggota saja.
FO
G. Catatan Kehidupan
T
bentuk buku harian dapat berisikan catatan peristiwa kehidupan maupun dan
kesan-kesan pribadi yang diasumsikan membangun gambaran pribadi yang
bersangkutan, serta mempengaruhi keadaan saat ini (Wiramihardja, 2012).
H. Dokumen Pribadi
Lebih luas cakupannya dari catatan kehidupan, dokumen pribadi dapat
berwujud banyak hal. Dokumen dapat berupa catatan self-monitoring
sepanjang pelaksanaan treatment (peristiwa, perasaan, pemikiran, kesan
BAB 6 PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 211
211
pribadi), foto, gambar, koleksi, hasil pemeriksaan oleh tenaga profesional.
Catatan pribadi dapat membantu klinisi mengetahui motif utama, hal-hal yang
disembunyikan, penyangkalan, hambatan, dan kesulitan dalam membicarakan
permasalahannya (Wiramihardja, 2012).
LE
I. Pemfungsian Psikofisiologis
Metode asesmen pemfungsian psikofisiologis memperhatikan kondisi faal
organ tubuh yang sangat erat kaitannya dengan psikis/kejiwaan seseorang.
Kondisi faal organ tubuh tertentu menunjukkan gejala-gejala fisiologis (simtom
SA
dan sindrom) sebagai dampak kondisi psikologis (Wiramihardja, 2012).
Sebagai contoh adalah bahwa munculnya kecemasan atau kondisi psikologis
yang tertekan akan turut meningkatkan tekanan darah, mempercepat
pernafasan, menurunkan produksi saliva, serta mengubah gerak peristaltik
dalam organ pencernaan kita.
R
J. Wawancara Kelompok (dalam Penerapan Psikologi Klinis
Makro)
FO
a. Klarifikasi terhadap data yang kurang jelas, serta tindak lanjut lebih
memungkinkan.
b. Dapat dilakukan pengamatan komunikasi nonverbal yang menjelaskan
kondisi psikologis responden, serta kesesuaian dengan komunikasi
verbal.
LE
3. Data yang diperoleh banyak dan kaya, mendalam, serta dapat memperjelas
keterkaitan informasi.
4. Responden dapat mengemukakan pendapat setelah mendengarkan
pendapat anggota lain dalam kelompok.
SA
5. Fleksibel dengan beragam topik, karakteristik individu, tempat.
6. Dapat digunakan pada populasi khusus, seperti anak-anak, buta huruf.
7. Hasilnya mudah dimengerti.
RANGKUMAN
T
LE
terpisah dan menjadi unsur penting dalam asesmen perilaku. Asesmen
perilaku dilakukan dengan observasi perilaku secara sistematis dalam situasi
alamiah maupun situasi replikasi di klinis. Di antara semua metode asesmen,
tes psikologi memiliki kekhasan karena mengikuti suatu prosedur sistematis
SA
dalam situasi yang terstandar. Tes yang baik harus reliabel, valid, spesifik, dan
bebas budaya, meliputi tes fungsi intelektual/inteligensi, tes kemampuan, tes
sikap, minat, ketertarikan, dan nilai, tes kepribadian, dan tes neuropsikologi.
Metode asesmen lain seperti kunjungan rumah, catatan kehidupan, dokumen
pribadi, pemfungsian psikofisiologis, bisa juga dilakukan untuk memperkaya
data asesmen, dalam situasi yang lebih alamiah, atau memperhatikan catatan-
R
catatan dari sudut pandang orang yang diases, atau objektif berdasarkan
pengukuran fisiologis yang akurat. Kini, wawancara tidak lagi selalu dilakukan
secara individual, melainkan juga dilakukan dalam seting kelompok.
FO
TES FORMATIF
1. Tes inteligensi termasuk ke dalam asesmen…
a. Intelektual
b. Neuropsikologis
T
c. Kepribadian
d. Perilaku
NO
LE
c. Crisis interview
d. Termination interview
4. Di bawah ini merupakan hal-hal yang menjadi amatan dalam proses
observasi, kecuali…
SA
a. Perilaku
b. Penampilan
c. Hubungan interpersonal
d. Isi bicara
5. Salah satu metode asesmen yang membantu klinisi mengamati fungsi
R
keseluruhan keluarga dan bermanfaat bagi penyelenggaraan terapi
keluarga, adalah…
a. Kunjungan rumah
FO
b. Dokumen pribadi
c. Pemfungsian psikofisiologis
d. Focused Group Discussion (FGD)
6. Jelaskan tentang analisis fungsional dalam asesmen perilaku!
7. Jelaskan yang dimaksud dengan neuropsychological testing?
T
LE
reinforcer) hubungan antara anteseden dan perilaku.
7. Berbagai tes yang mengevaluasi fungsi berbagai bagian dari sistem kerja
otak untuk mengetahui penyebab dari berbagai gangguan yang mungkin
terjadi (mendeteksi lokasi kerusakan penyebab gangguan).
SA
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: Erlangga.
Sundberg, N. D., Winebarger, A. A., & Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis:
Perkembangan teori, praktik, dan penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta:
NO
Pustaka Pelajar.
Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar psikologi klinis. Edisi ketiga. Bandung:
PT Refika Aditama.
216
216 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
DAFTAR ISTILAH
LE
Anamnesis: keterangan tentang kehidupan seseorang (klien) yang diperoleh
melalui wawancara dan sebagainya; riwayat orang sakit dan penyakitnya
pada masa lampau
Anteseden: hal-hal yang terjadi sebelumnya/terjadi lebih dahulu
SA
Autoanamnesis: keterangan tentang kehidupan seseorang yang diperoleh
dari orang yang bersangkutan
Bandwidth: keluasan cakupan hasil dari alat asemen
Baseline: informasi dasar yang dihimpun sebelum suatu program dimulai
Covert behavior: perilaku yang gerak geriknya tidak langsung menyatakan
R
maksudnya
Diagnosis: penentuan sifat suatu abnormalitas atau satu penyakit; klasifikasi
seseorang berdasarkan penyakit atau abnormalitas yang diidapnya
FO
LE
Rehabilitasi: pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang
dahulu (semula)
Reinforcer: penguat, untuk meningkatkan pengaruh
SA
Reliabilitas: konsistensi atau kesesuaian di antara data asesmen
Symbolic behavior: cara berperilaku tertentu atau kebiasaan yang artinya
harus ditafsirkan
Teknik proyeksi: prosedur penilaian biasanya menggunakan serangkaian
stimulus yang relatif ambigu yang dirancang untuk memperoleh respons
yang unik, terkadang sangat istimewa, yang mencerminkan kepribadian,
R
gaya kognitif, dan karakteristik psikologis responden
Treatment: cara yang dikenakan untuk meringankan suatu kondisi patologis
FO
LE
SA
R
Bab 7
FO
PENGANTAR
T
PSIKOPATOLOGI
NO
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 219
219
7.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Definisi tentang psikopatologi dan terminologi gangguan mental merupakan
tema diskusi yang selalu terbuka hingga saat ini untuk diperdebatkan dalam
ranah psikologi dan psikiatri. Dari berbagai diskusi, muncul pertanyaan
apakah psikopatologi atau gangguan mental dapat didefinisikan secara objektif
melalui kriteria ilmiah atau apakah psikopatologi ini merupakan bagian dari
SA
konstruksi sosial yang berangkat dari definisi sosial atau nilai budaya?
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai konsepsi dasar psikopatologi,
etiologi, simtomatologi, dan pemeriksaan mental untuk menegakkan
kesimpulan sementara atas berbagai gejala yang dialami oleh subjek.
R
B. Relevansi
Kajian dalam pokok bahasan ini mempunyai relevansi yang erat dengan pokok
bahasan pada bab-bab selanjutnya. Mahasiswa akan dibekali dengan bahasan
FO
C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) beberapa informasi dasar mengenai
T
psikopatologi
2. Mampu memberikan contoh (C2) penulisan diagnosis secara multiaksial
NO
D. Petunjuk belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan, Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
hal yang belum Anda ketahui.
220 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
Gejala gangguan mental tanpa disadari mudah sekali muncul dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, tidak akan sulit bagi kita untuk menemukan orang-
LE
orang yang mengalami kecemasan, depresi, terlibat dengan minum-minuman
beralkohol, bahkan narkotika. Gangguan mental timbul dalam bentuk masalah
pada perasaan, pikiran, dan perilaku individu. Masalah ini nantinya akan
berdampak pada kehidupan sosial dan juga kesehatan fisik penderitanya.
SA
(Oltmanns & Emery, 2015).
1. Terminologi Psikopatologi dan Psikologi Abnormal
Lebih lanjut, Oltmanns dan Emery (2015) merumuskan terminologi
psikopatologi dan abnormal. Psikopatologi diambil dari kata psiko
dan patologi, di mana psiko merujuk pada mental dan patologi adalah
ilmu mengenai penyakit, sehingga psikopatologi memiliki arti ilmu yang
R
mempelajari mengenai penyakit mental atau ganguan mental. Selain
itu, terminologi lain yang berkaitan erat dengan psikopatologi adalah
FO
LE
d. Konsep Normatif berkenaan dengan norma atau standar moral yang
menjadi acuan bagi seseorang dalam berperilaku (Kring, Johnson,
Davidson, & Neale, 2012). Standar ini dipakai dalam menentukan
seberapa menyimpangkah perilaku seseorang dalam konteks sosial,
SA
di mana semakin menyimpang seseorang dari standar moral atau
norma itu, maka semakin besarlah tendensi psikopatologinya (Barlow
& Durand, 2015).
R
7.3 ETIOLOGI
FO
harus ada demi suatu diagnosis dapat ditegakkan. Sufficient cause merupakan
faktor yang dalam kadar tertentu seseorang dapat dikatakan normal, namun
dalam kadar yang di luar kewajaran seseorang dapat dikatakan abnormal.
NO
Dengan kata lain, faktor ini menjamin timbulnya suatu gangguan dalam level
tertentu. Selanjutnya, contributive cause merupakan faktor yang meningkatkan
kemungkinkan munculnya suatu gangguan. Selain faktor-faktor tadi, terdapat
pula faktor risiko yang muncul berdasarkan waktu. Faktor-faktor risiko
yang menunjukkan perbedaan waktu tersebut antara lain, faktor risiko
distal (distal risk factor), faktor risiko proksimal (proximal risk factor), dan
faktor risiko penguat (reinforcing) pada contributive cause. Faktor risiko
distal merupakan terjadinya faktor-faktor yang berpengaruh paling kecil
222 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
pada gangguan mental karena terjadi pada waktu yang sudah sangat lama.
Faktor ini biasanya merupakan faktor yang tercetus pada masa kanak-kanak,
seperti kehilangan sosok orangtua di masa kanak-kanak dan anak tumbuh
menjadi pribadi dewasa yang cenderung depresif. Selain itu, faktor risiko
proksimal menunjukkan waktu yang relatif singkat pada terjadinya faktor
LE
yang menyebabkan gangguan mental dengan kemunculan pertama pada
gangguan mental yang dialami. Sedangkan faktor penguat (reinforcement)
pada contributive cause merupakan faktor yang cenderung memperkuat atau
mempertahankan suatu gangguan yang dialami oleh individu (Trull, 2012).
SA
7.4 PENGANTAR SIMTOMATOLOGI
dari beberapa tanda dan gejala kejiwaan pada individu yang dapat digunakan
sebagai metode diagnosis (Carr, 2016). Klasifikasi gangguan kejiwaan memiliki
tiga fungsi utama. Fungsi pertamanya adalah untuk memberikan informasi
mengenai permasalahan psikologis, faktor resiko, dan faktor protektif yang
dapat digunakan untuk melakukan upaya pencegahan secara efektif (Carr,
2016). Fungsi kedua sebagai sarana pengembangan informasi epidemiologis
T
2016). Fungsi ketiga adalah sebagai sarana komunikasi antara klinisi dan
peneliti (Carr, 2016). Contoh sistem klasifikasi gangguan mentalnya adalah
International Classification of Diseases (ICD-10), Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM5) dan the National Institute of Mental
Healths Research Domain Criteria (RDoC) (Clark, Cuthbert, Lewis-Fernández,
Narrow, & Reed, 2017). Selanjutnya, Clark dkk (2017) juga mengenalkan
empat kunci dalam memahami gangguan mental individu secara etiologi
yaitu mengkaji berbagai penyebab munculnya gangguan mental, kategori
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 223
223
atau dimensi, dan melalui ambang batas sebuah gangguan dan komorbiditi
yaitu melihat bahwa individu dengan gangguan mental seringnya memenuhi
beberapa diagnosis pada berbagai kondisi.
Saat ini, International Classification of Diseases (ICD-10) dari World
Health Organization’s (1996) dan Diagnostic and Statistical Manual of
LE
Mental Disorders (DSM5) dari American Psychiatric Association (2013)
menjadi panduan yang paling banyak digunakan untuk mengklasifikasikan
permasalahan psikologis pada individu. ICD diterbitkan oleh WHO dalam
41 bahasa. Versi awal ICD digunakan untuk mengklasifikasikan penyebab
SA
kematian, sedangkan klasifikasi gangguan kejiwaan mulai terdaftar pada ICD-6
dan mulai dijabarkan lebih rinci pada ICD-10 dalam bentuk daftar masalah
psikologis. Hampir mirip dengan DSM-III dan IV, ICD-10 mencantumkan
sistem multiaksial untuk mengklasifikasikan permasalahan psikologis yaitu
sindrom klinis yang dikodekan pada Aksis I, keterlambatan perkembangan
pada Aksis II, tingkat intelektual pada Aksis III, kondisi medis pada Aksis
R
IV, masalah psikososial pada Aksis V dan fungsi global pada Aksis VI.
DSM pertama kali dikenalkan pada tahun 1952 oleh APA (American
Psychiatric Association). DSM-I dan DSM-II memiliki jangkauan yang terbatas
FO
pada individu (personality disorder pada aksis II, medical conditions pada
aksis III, psychosocial problems pada aksis IV dan global functioning pada
aksis V). DSM-V, menghilangkan sistem diagnosis multiaksial karena tidak
NO
adanya dasar saintifik yang digunakan dalam pembagian aksis (APA, 2013).
Di samping banyaknya manfaat dari adanya DSM, telah muncul berbagai
telaah kritis mengenai penggunaannya. Beberapa keterbatasan pada klasifikasi
gangguan kejiwaan pada DSM adalah adanya interpretasi subjektif yang
disajikan sebagai fakta objektif, kurangnya reliabilitas dan validitas, terlalu
banyaknya penekanan pada faktor biologis dan kurangnya penekanan pada
faktor kontekstual, serta kurangnya sensitivitas terhadap budaya (Pickersgill,
2013).
224 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
pemeriksaan status mental. Barlow dan Durand (2015) merumuskan sejumlah
rambu dalam melakukan pemeriksaan mental, antara lain:
1. Tampilan dan perilaku
Tampilan dan perilaku yang dimaksud bersifat kelihatan (observable)
meliputi pakaian yang dipakai, tampilan umum fisik, postur, ekspresi
SA
wajah dan lain sebagainya.
2. Proses berpikir
Proses berpikir dapat dilihat melalui cara seseorang berbicara. Alur
dalam pembicaraan dapat mengindikasikan proses berpikir ini, apakah
seseorang berbicara sesuai secara runtut atau justru tidak beraturan.
R
Selain itu, beberapa informasi yang mengada-ada dalam pembicaraan
dapat diindikasikan sebagai halusinasi.
3. Suasana hati dan perasaan
FO
4. Fungsi intelektual
Fungsi intelektual dapat dilihat secara jelas melalui alat tes inteligensi.
Namun, secara umum kemampuan inteligensi seseorang dengan gangguan
inteligensi dapat terlihat melalui sejumlah aktivitas sederhana dan
percakapan yang dilangsungkan, di mana seseorang biasanya kesulitan
dalam memberikan umpan balik atau sekedar melakukan aktivitas
sederhana secara tepat.
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 225
225
5. Sensorium
Sensorium mengacu pada kemampuan seseorang dalam menangkap
(menyensor) stimulus dan melakukan proses mental dan perilaku dengan
tepat. Gangguan ini biasanya ditandai dengan ketidakmampuan alat
indra dalam menangkap dan menginterpretasi informasi dengan tepat,
LE
seperti apabila seseorang melihat suatu benda berwarna hijau, namun
ia melihatnya berwarna biru.
SA
7.6 GAMBARAN SINGKAT PSIKOPATOLOGI
1. Sejarah
Psikopatologi bukan merupakan bahasan yang baru dalam kajian
psikologi. Setidaknya terdapat dua periode utama dalam perkembangan
R
psikopatologi, yaitu periode klasik yang berisi paham mengenai
psikopatologi dan intervensi yang belum didasari pada kajian empirik,
FO
tokoh tiga serangkai filsafat Yunani Kuno yaitu Socrates, Plato, dan
Aristoteles memberikan pendapatnya tersendiri mengenai keadaan mental
manusia berikut dengan psikopatologi yang potensial terjadi. Pandangan-
NO
LE
periode selanjutnya, yaitu renaisans. Pandangan renaisans menolak bahwa
gangguan mental disebabkan oleh roh jahat, melainkan permasalahan
kerentanan biologis yang selanjutnya tidak dapat adaptif di tengah
lingkungan sosial. Permasalahan ini diyakini dapat diatasi dengan
SA
mengisolasi para penderita dalam suatu lingkungan khusus yang lebih
bersahabat, yang disebut sebagai asylum (Hooley, Butcher, Nock, &
Mineka, 2017; Kring, Johnson, Davidson, & Neale, 2012).
Di abad ke-19, proses dan fungsi mental coba dirumuskan dan
diketahui bahwa faktor biologis bukanlah satu-satunya penyebab gangguan
mental. Permasalahan mental terjadi dalam bentuk masalah inteligensi,
R
emosi, dan perilaku yang selanjutnya menimbulkan abnormalitas. Orang
dengan gangguan mental masih ditangani di dalam asylum dengan
terapi pendekatan moral yang disebut retreat. Pendekatan ini dilakukan
FO
LE
manusia, kendati banyak teorinya yang mengundang kritik tajam dari
banyak kalangan. Namun pandangan ini selanjutnya memicu semangat
berbagai peneliti untuk memandang psikopatologi dalam perspektif
yang lebih luas dalam konteks yang kontemporer dan empiris (Barlow
SA
& Durand, 2015; Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Kemunculan perspektif kontemporer diawali dengan model biologi
dalam penjelasan fenomena psikopatologi. Model ini menjelaskan
mengenai etiologi gangguan mental yang disebabkan oleh kerentanan
genetis, disfungsi dan plastisitas otak, temperamen, serta ketidak-
seimbangan neurotransmiter dan hormon di otak dan bagian lain pada
R
sistem saraf pusat. Selain penjelasan secara psikofisiologis, pendekatan
kontemporer lainnya merupakan model perilaku. Model ini merupakan
kritik bagi psikoanalisis yang berkembang pesat di Amerika Serikat. Model
FO
ini menekankan pada hasil temuan Pavlov dan Skinner mengenai perilaku
yang terkondisi. Para ilmuan dengan perspektif ini menganggap bahwa
perilaku manusia terbentuk karena adanya stimulasi yang dikondisikan
serta penguatan dari lingkungan. Pendekatan ini selanjutnya menjelaskan
berbagai jenis perilaku abnormal dan berbagai jenis intervensi bagi
T
atas kognitif sosial dan kognitif perilaku. Perilaku yang maladaptif diyakini
sebagai konsekuensi aktivitas kognitif yang juga maladaptif, sehingga
mengubah seseorang secara kognitif dipercaya dapat mengubah perilaku
dan implikasinya secara psikopatologis (Beidel, Bulik, & Stanley, 2017;
Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Di samping model-model sebelumnya, perspektif kontemporer
memuat model pengasuhan dan sistem keluarga dalam menjelaskan
psikopatologi. Gaya pengasuhan tertentu, seperti yang diajukan oleh
228 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
adalah pada fenomena kesurupan (trance), di mana hal ini dirasa wajar
pada pertunjukan seni tari Reog. Banyak kalangan budaya menganggap
fenomena ini sebagai masuknya roh jahat, sedangkan perspektif psikologi
modern cenderung menolak konsep ini walaupun tetap mengonfirmasi
SA
bahwa faktor kebudayaan sangat kuat dalam pembentukan fenomena
psikopatologis ini (Barlow & Durand, 2015; Beidel, Bulik, & Stanley,
2017; Kring, Johnson, Davidson, & Neale, 2012).
2. Isu-isu dalam Klasifikasi
Mengingat banyaknya perilaku abnormal yang muncul di sekitar kita,
mengelompokkan perilaku-perilaku tersebut adalah hal yang penting
R
untuk dilakukan. Klasifikasi atau bisa disebut juga nomenklatur (sistem
penamaan) gangguan mental dan perilaku abnormal sangat penting
FO
LE
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) merupakan yang paling
masif digunakan oleh ilmuan terkait di seluruh dunia. DSM disusun
oleh American Psychiatric Association serta telah direvisi hingga lima kali
(DSM versi kelima telah diterbitkan pada tahun 2013 lalu). Selain DSM,
SA
dalam dunia medis dikenal The Classification of Diseases (ICD) yang di
dalamnya terdapat pedoman khusus dalam ganguan mental. Adapun
pedoman ini diterbitkan oleh World Health Organization (WHO) yang
telah 11 kali mengalami revisi dan revisi ke-11 diterbitkan pada tahun
2018. Di Indonesia sendiri terdapat Pedoman Penggolongan Diagnostik
Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang telah direvisi hingga tiga kali dengan revisi
R
terakhirnya di tahun 1993 (Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Adapun sejumlah kritik dialamatkan kepada DSM. DSM dirasa
memiliki terlalu banyak diagnosis. Banyaknya diagnosis ini dirasa justru
FO
Psychological Association pada tahun 1940an, yang dapat dilihat pada tabel
7.1 di bawah. DSM selanjutnya mengalami sejumlah adaptasi hingga di
tahun 1994 DSM-IV diterbitkan dan mengalami revisi di tahun 2000 menjadi
DSM-IV-TR (text revised). Sistem klasifikasi diagnosis pada terbitan DSM
ini memiliki kekhasan dari terbitan sebelumnya (dan juga selanjutnya), yaitu
LE
mengusung konsep diagnosis multiaksial.
SA
A. Oligofrenia (amnesia, Idiot
keterbelakangan mental) Imbisil
Moron
Keterbelakangan moral
B. Neurosis dan Psikoneurosis Kelelahan mental
Keadaan cemas
Kompulsi, obsesi, fobia
R
Histeria
Gejala Campuran
C. Psikosis Skizofrenia Demensia Praecox (jenis sederhana, hebrefenik,
FO
katatonik, paranoid)
Parapfrenia
Jenis lainnya
D. Psikopatik Konstitusi
(termasuk paranoia)
E. Psikosis Afektif Manik-depresif psikosis/cyclothymia (elation,
depression, stupor)
T
Involusi Melankolia
F. Konfusional (kebingungan)
NO
G. Psikosis Epilefsi
H. Kelumpuhan Umum
I. Jenis Psikosis lain yang
berhubungan dengan
Gangguan Otak
J. Demensia
K. Tipe yang tidak dapat
ditentukan
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 231
231
Diagnosis multiaksial dimunculkan guna memberikan gambaran etiologis
suatu gangguan berdasarkan sejumlah faktor yang selanjutnya dikelompokkan
ke dalam aksis-aksis gangguan (Trull, 2012). Adapun penjelasan masing-
masing aksis dalam DSM-IV-TR dapat dilihat pada Tabel 7.2. Aksis I
merupakan gangguan mental umum kecuali retardasi mental dan gangguan
LE
kepribadian, di mana pada aksis ini diagnosis dapat ditegakkan oleh psikiater.
Pada aksis II terdapat gangguan kepribadian dan retardasi mental yang dapat
dilakukan asesmen oleh psikolog. Aksis III dapat dilakukan oleh dokter
umum, yaitu kondisi medis umum. Aksis IV yaitu kondisi psikososial dan
SA
permasalahan lingkungan, asesmen pada aksis ini dapat dilakukan oleh
psikolog atau pekerja sosial. Aksis akhir merupakan Global Assessment
of Functioning (GAF) yang menggambarkan fungsi mental pasien secara
kuantitatif dari 0-100.
pervasif)
§ Delirium, demensia, amnesia, dan gangguan kognitif lainnya
§ Gangguan yang berhubungan dengan zat
§ Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
§ Gangguan suasana hati (mood)
§ Gangguan kecemasan
§ Gangguan somatoform
§ Gangguan buatan
T
§ Gangguan disosiatif
§ Gangguan makan
§ Gangguan implus kontrol
§ Gangguan penyesuaian
§ Kondisi lain yang menjadi perhatian klinis kejiwaan
Aksis II Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
§ Gangguan Kepribadian
§ Retardasi Mental
Aksis III Kondisi medis umum yang berpotensi menimbulkan gangguan mental
232 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
§ Masalah ekonomi
§ Permasalahan terhadap akses layanan kesehatan
§ Masalah yang berhubungan dengan sistem hukum dan kejahatan
§ Masalah psikososial dan lingkungan lainnya
Aksis V Skala Global Assessment of Functioning (GAF)
SA
Kode Deskripsi
100-91 Fungsi yang sangat baik di aspek kehidupan yang luas
81-90 Ketiadaan atau terdapatnya simtom minimal (contoh:
kecemasan ringan sebelum menghadapi ujian), berfungsi
dengan baik dalam semua bidang, memiliki minat dan
terlibat dalam berbagai aktivitas, secara sosial efektif,
R
secara umum puas dengan kehidupannya, mengalami tidak
lebih dari masalah sehari-hari
71-80 Jika terdapat simtom, simtom tersebut dialami secara
FO
singkat dan merupakan reaksi wajar terhadap stresor
psikososial
61-70 Beberapa simtom ringan atau beberapa kesulitan dalam
fungsi sosial, okupasional (pekerjaan), dan sekolah, namun
secara umum berfungsi cukup baik, memiliki beberapa
hubungan interpersonal yang bermakna
51-60 Simtom sedang (contoh: terkadang mengalami serangan
panik) atau hendaya tingkat sedang dalam fungsi sosial,
T
LE
11-20 Beberapa bahaya untuk melukai diri sendiri atau orang
lain (contoh: upaya bunuh diri), kadang kala gagal menjaga
kebersihan pribadi, atau berat dalam berkomunikasi
1-10 Bahaya yang menetap untuk melukai diri sendiri atau
orang lain secara parah, ketidakmampuan menjaga
kebersihan diri, atau bunuh diri dengan niat jelas untuk
SA
mati
0 Informasi tidak memadai
gunakan.
2. Penjelasan kultural mengenai permasalahan yang klien hadapi, misalnya
adanya simtom klinis yang biasanya hadir secara kultural dalam konteks
adat klien.
3. Faktor kultural yang berhubungan dengan lingkungan psikososial,
misalnya kecenderungan untuk hanya untuk menyatu dengan komunitas
T
LATIHAN
Carilah film yang menceritakan tentang salah satu kondisi psikopatologi dan
buatlah resume berdasarkan film tersebut. Kaitkan kondisi psikopatologi
tersebut dengan kondisi yang terjadi di masyarakat dan atau budaya Indonesia.
LE
Apakah simtom yang dialami secara umum juga ditemui di Indonesia atau
ada perilaku khas, dan bagaimana relevansinya dengan pandangan kultur
Indonesia?
SA
RANGKUMAN
Psikopatologi merupakan bahasan yang sudah mengalami proses yang
panjang. Hingga hari ini, psikopatologi dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari mengenai penyakit mental atau gangguan mental. Terminologi
lain yang berkaitan erat dengan psikopatologi adalah psikologi abnormal yang
R
berarti penerapan psikologi sebagai ilmu untuk membahas berbagai masalah
dalam gangguan mental. Adapun dalam dalam mendefinisikan psikopatologi
secara spesifik, terdapat sejumlah karakteristik yang perlu muncul, yaitu (1)
FO
disfungsi psikologis; (2) distres pribadi; (3) perilaku atipikal/devian; dan (4)
konsep normatif.
Selanjutnya, bahasan penting dalam psikopatologi adalah faktor yang
memunculkan gangguan mental, atau biasa disebut etiologi. Faktor-faktor
tersebut, yaitu faktor yang harus ada (necessary cause), faktor yang perlu ada
dalam level yang cukup (sufficient cause), dan faktor yang meningkatkan
T
LE
ini, gangguan mental kembali diasosiasikan dengan masuknya roh jahat ke
dalam diri suatu individu. Hal ini dikarenakan paham gereja yang masih
dominan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada saat itu, sehingga
meluasnya praktik eksorsisme (pengusiran setan) di seluruh penjuru Eropa.
SA
Pandangan renaisans menolak bahwa gangguan mental disebabkan oleh roh
jahat, melainkan permasalahan kerentanan biologis yang selanjutnya tidak
dapat adaptif di tengah lingkungan sosial. Di abad ke-19, proses dan fungsi
mental coba dirumuskan dan diketahui bahwa faktor biologis bukanlah
satu-satunya penyebab gangguan mental. Permasalahan mental terjadi
dalam bentuk masalah inteligensi, emosi, dan perilaku yang selanjutnya
R
menimbulkan abnormalitas. Orang dengan gangguan mental masih ditangani
di dalam asylum dengan terapi pendekatan moral bernama retreat. Mulai
di abad ke-20, mental hygiene movement mulai digalakkan oleh Dorothea
FO
LE
panduan yang paling umum digunakan pada penegakan diagnosis gangguan
mental di seluruh dunia. Namun, DSM tetap menghadapi sejumlah kritik,
antara lain soal banyaknya diagnosis yang ada, serta validitas dan reliabilitas
klasifikasi gangguan.
SA
TES FORMATIF
1. Keadaan tidak berfungsinya kognitif, afek, dan perilaku sebagaimana
mestinya pada karakteristik psikopatologi disebut...
a. Perilaku atipikal/devian
R
b. Konsep normatif
c. Disfungsi psikologis
FO
d. Distres pribadi
2. Faktor yang wajib ada dalam menegakkan suatu diagnosis adalah....
a. Sufficient cause c. Contributive cause
b. Necessary cause d. Distal risk factor
3. Berikut ini yang bukan merupakan rambu-rambu dalam pemeriksaan
mental adalah....
T
a. (1) tampilan dan perilaku; (2) proses berpikir; (3) suasana hati dan
perasaan; (4) fungsi intelektual
NO
b. (1) tampilan dan perilaku; (2) hasil pencitraan otak; (3) suasana hati
dan perasaan; (4) sensorium
c. (1) tampilan dan perilaku; (2) sensorium; (3) suasana hati dan
perasaan; (4) fungsi intelektual
d. (1) sensorium; (2) proses berpikir; (3) suasana hati dan perasaan;
(4) fungsi intelektual
4. Melubangi tengkorak pada masa Yunani Kuno sebagai intervensi gangguan
mental disebut....
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 237
237
a. Trephening c. Mental Health Hygiene
b. Retreat d. Exorsisme
5. Cikal bakal dari rumah sakit jiwa disebut....
a. Retreat c. Trephening
LE
b. Mental Health Hygiene d Asylum
6. Berikut jenis oligofrenia, kecuali....
a. Imbisil c. Autisme
b. Moron d. Keterbelakangan moral
SA
7. Gangguan kepribadian dan retardasi mental termasuk ke dalam aksis...
a. I c. III
b. II d. IV
8. Adanya infeksi di selaput otak sehingga menimbulkan perilaku maladaptif
termasuk ke dalam aksis....
R
a. I c. III
b. II d. IV
9. Sebutkan dan jelaskan karakteristik psikopatologi!
FO
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
T
LE
konteks budaya tertentu, di mana deviansi statistik menjadi acuan
dalam penentuan gangguan mental pada karakteristik ini.
4) Konsep Normatif berkenaan dengan norma atau standar moral
yang menjadi acuan bagi seseorang dalam berperilaku. Standar ini
SA
dipakai dalam menentukan seberapa menyimpang perilaku seseorang
dalam konteks sosial, di mana semakin menyimpang seseorang dari
standar moral atau norma itu, maka semakin besar pula tendensi
psikopatologi.
10. Jenis gangguan aksis I (pilih 5)
• Gangguan mental pada anak dan remaja (Gangguan perkembangan
R
pervasif)
• Delirium, demensia, amnesia, dan gangguan kognitif lainnya
FO
• Gangguan disosiatif
• Gangguan seksual dan identitas gender
NO
• Gangguan makan
• Gangguan implus kontrol
• Gangguan penyesuaian
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 239
239
DAFTAR PUSTAKA
LE
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (5th ed.). Washington, DC: Author
Barlow, D.H., & Durand, V.M. (2015). Abnormal psychology : an Integrative
Approach. USA: Wadsworth.
SA
Beidel, D.C., Bulik, C.M., & Stanley, M.A. (2017). Abormal psychology:
Scientist-Practitioner Approach. USA: Pearson.
Carr, A. (2016). Child and adolescent clinical psychology (3th ed.). London
& New York: Routledge Taylor & Francis Group
Clark, L. A., Cuthbert, B., Lewis-Fernández, R., Narrow, W. E., & Reed, G.
M. (2017). Three approaches to understanding and classifying mental
R
disorder: ICD-11, DSM-5, and the national institute of mental health’s
research domain criteria (rdoc). Psychological Science in the Public Interest,
18(2), 72–145. doi:10.1177/1529100617727266
FO
Hooley, J.N., Butcher, J.M., Nock, M., & Mineka, S. (2017). Abormal Psychology.
USA: Pearson.
Kring, A. M., Johnson, S.L., Davidson, G.C., & Neale, J.M. (2012). Abnormal
Psychology 12th edition. USA: Wiley.
Oltmanns, T. F., & Emery, R. E. (2010). Abnormal Psychology. USA: Prentice
Hall.
T
medethics-2013-101762
Trull, T. J. (2012). Clinical Psychology 7th edition. USA: Wadsworth.
World Health Organization. (1996). Diagnostic and management guidelines
for mental disorders in primary care: ICD10 Chapter V Primary Care
Version. Göttingen, Germany: WHO - Hogrefe and Huber.
240 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
DAFTAR ISTILAH
LE
2. Distres pribadi: suasana hati yang depresif, respons fisiologis tertentu,
seperti sesak atau sakit kepala.
3. Perilaku atipikal/devian: perilaku yang menunjukkan ketidaksesuaian
dengan perilaku yang dikatakan normal dalam konteks budaya tertentu
SA
di mana deviansi statistik menjadi acuan dalam penentuan gangguan
mental pada karakteristik ini.
4. Necessary cause: faktor yang harus ada agar suatu diagnosis dapat
ditegakkan.
5. Sufficient cause: merupakan faktor yang dalam kadar tertentu seseorang
yang memilikinya dapat dikatakan normal, namun dalam kadar yang di
R
luar kewajaran seseorang dapat dikatakan abnormal.
6. Contributive cause: faktor yang meningkatkan kemungkinkan munculnya
FO
suatu gangguan.
7. Distal risk factor: faktor-faktor yang berpengaruh paling kecil pada
gangguan mental karena terjadi pada waktu yang sudah sangat lama.
8. Proximal risk factor: faktor yang menyebabkan gangguan mental dengan
kemunculan pertama pada gangguan mental yang dialami dalam kurun
waktu relatif singkat.
T
pasien.
10. Asylum: tempat dilaksanakannya retreat yang selanjutnya menjadi cikal
bakal dari rumah sakit jiwa.
11. DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder): pedoman
diagnosis gangguan mental yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia, disusun dan diterbitkan oleh American Psychiatric Association.
BAB 7 PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 241
241
LE
SA
R
FO
T
NO
242 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
SA
R
Bab 8
FO
LAPORAN
T
PEMERIKSAAN
NO
PSIKOLOGI KLINIS
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 243
243
A. Pendahuluan
LE
1. Deskripsi singkat
Penulisan laporan psikologi dalam bidang klinis merupakan puncak dari
serangkaian proses asesmen yang telah dilakukan seorang klinisi. Laporan
psikologi yang efektif dijelaskan Weiner dan Costaris (2012) memiliki
keterhubungan dalam konteks milik klien, memiliki tautan yang jelas
SA
antara pertanyaan rujukan dan jawabannya, memiliki interpretasi yang
terintegrasi, memuat kekuatan klien yang relevan dengan bidang masalah
yang dialaminya, memiliki rekomendasi spesifik-konkret-layak, serta
disusun menyesuaikan dengan tingkat bahasa dan literasi pembacanya.
Seorang klinisi dituntut untuk mampu merumuskan kasus,
R
sekaligus memikirkan cara mengkomunikasikan ide-ide mereka secara
efektif. Untuk menulis laporan psikologis yang efektif, klinisi perlu
mengembangkan berbagai keterampilan, seperti mencapai rapport
FO
2. Relevansi
Diharapkan setelah mengikuti Pokok Bahasan mengenai Pengertian
Laporan Psikologi Klinis, mahasiswa dapat menguraikan pengertian
mengenai laporan psikologi klinis, membedakan antara penyusunan
laporan psikologi klinis yang efektif dan yang bukan, serta menjelaskan
relevansi konsep-konsep penyusunan laporan psikologi klinis dengan
kondisi-kondisi real saat ini.
244 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
3. Kompetensi
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat mencapai
standar kompetensi berikut dengan kompetensi dasar yang dikuasai di
bawah ini.
LE
4. Standar Kompetensi
Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi klinis,
perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapannya dalam
berbagai bidang psikologi lain.
SA
5. Kompetensi Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapannya dalam
berbagai bidang psikologi lain, apabila:
a. mampu menguraikan konsep-konsep penyusunan laporan psikologi
klinis, baik dari rangkaian format yang harus dicantumkan hingga
R
keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki seorang klinisi.
b. mampu membedakan dan menjelaskan laporan psikologi klinis yang
efektif dan yang bukan.
FO
B. Penyajian
1. Definisi Laporan Psikologi Klinis
T
LE
pengamatan umum mengenai klien, hasil test dan interpretasi,
kesimpulan, serta rekomendasi. Laporan psikologi lengkap biasanya
berupa laporan setebal tiga sampai dua puluh halaman, bahkan untuk
beberapa kasus khusus dapat lebih (Wilhmhurst & Brue, 2010).
SA
b. Rekam psikologi untuk kepentingan khusus
Laporan pemeriksaan psikologi untuk kepentingan khusus
hanya dapat diberikan kepada personal atau organisasi yang
membutuhkannya, serta berorientasi untuk kepentingan atau
kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi. Laporan
pemeriksaan psikologi untuk kepentingan khusus dibuat sesuai
R
kebutuhan dan tetap mempertimbangkan unsur-unsur ketelitian dan
ketepatan hasil pemeriksaan serta menjaga kerahasiaan orang yang
mengalami pemeriksaan psikologi. Contoh dari rekam psikologi
FO
LE
3. Sifat Laporan Psikologi Klinis
Laporan Psikologi Klinis harus memiliki karakteristik jelas, relevan
dengan tujuan, memiliki manfaat, dan terjamin kerahasiaannya. Secara
lebih terperinci, sifat laporan tertuang dalam prosedur pembuatan rekam
SA
psikologis yang dijelaskan berikut (SPPK, 2008):
1. Sistematis, terinci dan jelas
2. Merupakan kriteria utama dalam hal ini: bentuk laporan, relevansi
isi dengan tujuan, serta kejelasan bahasa.
3. Menjelaskan aspek-aspek psikologis (kognisi, afeksi, perilaku dan
sosial) termasuk dinamika psikologis yang terjadi.
R
4. Menggunakan istilah baku sehingga terjadi pemahaman yang standar.
5. Terjamin kerahasiaannya.
FO
6. Dapat dipertanggungjawabkan.
4. Latihan
Bergabunglah dalam kelompok kecil (3-5 orang), lalu diskusikanlah
mengenai persoalan berikut dan berilah fakta real yang kelompok Anda
ketahui:
1. Carilah di internet contoh laporan psikologi klinis (berbahasa Inggris/
T
C. Penutup
1. Tes formatif
Uraikan jawaban Anda dengan singkat dan sistematis!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan laporan Psikologi Klinis?
LE
2. Mengapa seorang psikolog/klinisi perlu memiliki keterampilan
menyusun laporan psikologi klinis?
3. Sebutkan ciri laporan psikologi klinis yang efektif !
4. Uraikan prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam
psikologis menurut SPPK!
SA
5. Keterampilan apa saja yang perlu dikuasai seorang klinisi/psikolog
sebelum menyusun laporan psikologi klinis? Uraikan juga alasannya!
2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau
melalui internet untuk menambah wawasan mengenai dinamika psikologi
R
dan format pelaporan psikologi klinis, sebagai bahan referensi mengenai
pokok bahasan selanjutnya. Untuk dapat melanjutkan ke Sub Pokok
Bahasan 2, mahasiswa harus mampu menjawab semua pertanyaan dalam
FO
LE
Laporan Psikologi Klinis adalah kumpulan informasi dan data yang
telah diinterpretasi, diintegrasikan dan diorganisasikan, sehingga
dapat dikomunikasikan dengan sejawat atau pihak-pihak yang
berkepentingan.
SA
2. Mengapa seorang psikolog/klinisi perlu memiliki keterampilan
menyusun laporan psikologi klinis?
Seorang klinisi/psikolog perlu memiliki keterampilan menyusun
laporan psikologi klinis agar mampu mengkomunikasikan hasil
asesmen dan diagnosa mengenai kliennya dan memberikan
pertanggungjawaban profesional kepada klien, institusi, rekan sejawat
R
dan masyarakat.
3. Sebutkan ciri laporan psikologi klinis yang efektif!
Laporan psikologis akan efektif apabila:
FO
pembacanya.
4. Uraikan prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam
psikologis menurut SPPK!
Prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam psikologis
menurut SPPK, adalah:
a. Sistematis, terinci dan jelas
b. Menjelaskan aspek-aspek psikologis (kognisi, afeksi, perilaku
dan sosial) termasuk dinamika psikologis yang terjadi
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 249
249
c. Menggunakan istilah baku sehingga terjadi pemahaman yang
standar
d. Terjamin kerahasiaannya
e. Dapat dipertanggungjawabkan.
5. Keterampilan apa sajakah yang perlu dikuasai seorang klinisi/psikolog
LE
sebelum menyusun laporan psikologi klinis? Uraikan juga alasannya!
Keterampilan yang diperlukan seorang klinisi/psikolog sebelum
menyusun laporan psikologi klinis adalah:
a. Mencapai rapport dengan klien, administrasi dan penilaian norma
SA
dalam tes psikologi, dan keterampilan melakukan observasi dan
interviu: sebagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
menggali data dan riwayat klien terkait permasalahannya.
b. Memiliki dasar-dasar pengetahuan yang kuat dalam praktik etis
dan profesional: alasannya adalah untuk menjamin kerahasiaan,
kenyamanan, dan pertanggungjawaban profesional antara klinisi/
R
psikolog dengan klien.
c. Memahami perkembangan manusia secara umum dan memahami
psikopatologi: sebagai dasar dalam menentukan diagnosa dan
FO
A. Pendahuluan
1. Deskripsi singkat
Kejelasan dalam penulisan merupakan syarat utama dalam penyusunan
sebuah laporan psikologi klinis. Tanpa kejelasan, relevansi dan kegunaan
laporan tersebut menjadi sulit untuk dievaluasi. Selain itu, relevansi
dengan tujuan utama yang diinginkan dari asesmen menjadi fokus dalam
penyusunan sebuah laporan psikologi klinis. Meskipun tidak ada format
penulisan laporan psikologi klinis yang baku dan universal, kaidah-
250 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
krusial, yaitu saat klinisi/psikolog melakukan inferensi atau interpretasi
hasil-hasil asesmen, seperti: skor psikotes, data observasi dan interviu,
atau pencatatan dokumen. Sebelum dikomunikasikan dalam sebuah
laporan, hasil-hasil interpretasi tersebut memerlukan pengorganisasian
SA
dan pengintegrasian. Hasilnya dapat menuntun psikolog/klinisi untuk
menyusun suatu dinamika psikologi mengenai klien, sehingga menjelaskan
bagaimana keluhan utama, simtom, atau masalah utama klien terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
proses penyusunan laporan psikologi klinis merupakan rangkaian proses
panjang dari asesmen hingga mengkomunikasikan suatu kasus, sebelum
R
masuk pada rencana intervensi.
2. Relevansi
FO
a. Standar Kompetensi
1. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapan
dalam berbagai bidang psikologi lain.
2. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,
klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis, dan menjadikannya
sebagai dasar pengerjaan tugas mata kuliah tentang asesmen
bidang klinis.
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 251
251
Dinamika Interviu
Laporan Psikologi Psikologis
LE
Klinis Observasi
Psikogram* Psikotes
SA
3. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan
intervensi dalam psikologi klinis.
b. Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari
R
psikologi klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan
terapan dalam berbagai bidang psikologi lain, apabila:
– Mampu menjelaskan tahapan dalam proses menuju pelaporan
FO
psikologi klinis
– Dapat menjelaskan konsep-konsep dalam penyusunan
laporan psikologi klinis
– Mampu menguraikan tahapan-tahapan umum dalam
penyusunan laporan psikologi klinis.
T
B. Penyajian
1. Integrasi Data Asesmen
Integrasi data asesmen dilakukan untuk menjawab pertanyaan referal,
mengetahui potensi dan performa klien saat ini, serta stresor yang dialami
klien. Dalam melakukan integrasi data asesmen dibutuhkan pengetahuan
LE
mengetahui konsep-konsep asesmen dan metode asesmen yang dilakukan
agar klinisi/psikolog dapat memenuhi kongruensi dalam pelaporan
psikologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan integrasi data
asesmen seringkali digunakan metode asesmen yang berbeda (misalnya
SA
metode kuantitatif dengan skor dan metode kualitatif untuk interviu),
sehingga dalam menyusun integrasi data asesmen, kita tetap memerlukan
pemisahan data yang berbeda metode, namun tetap dapat menyusun
suatu gambaran umum yang komprehensif mengenai klien.
Dalam integrasi data asesmen disusun keterhubungan antara riwayat
kesehatan mental, kondisi medis dan perkembangan klien yang terkait
R
dengan keluhan atau problem psikologisnya dengan fungsi dan performa
klien saat ini dalam area yang bervariasi (misalnya: kemampuan kognitif,
FO
LE
” X memiliki kesulitan dalam mempercayai pihak lain dan konsekuensinya
X merasa perlu melakukan manipulasi dalam berelasi untuk memenuhi
kebutuhannya.”
Maka kondisi yang disampaikan akan jauh lebih mudah dipahami dan
SA
diterima oleh klien, serta dapat dikaitkan dengan riwayat masa kanak-
kanak klien yang memiliki pengalaman kondisional yang memicunya
untuk tumbuh sebagai individu yang tidak memiliki kepercayaan pada
orang lain (distrust). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa
integrasi data asesmen yang baik adalah yang berorientasi pada integrasi
R
klien sehingga suatu laporan psikologi klinis merupakan validasi bagi
klien dan memfasilitasi perubahan terapeutik (Beutler & Groth-Marnat,
2005).
FO
2. Dinamika Psikologis
Inti dari suatu laporan psikologi klinis adalah dinamika psikologis.
Dinamika psikologis merupakan suatu pendekatan atau sistem psikologis
yang menegaskan bahwa kondisi dan tindakan manusia dapat dipahami
dan diprediksi melalui suatu analisis pengalaman sebelumnya, kondisi
T
klien yang terekam dari hasil asesmen yang terjadi di dalam atau melintasi
konteks waktu pada individu berdasar sudut pandang psikologi klinis.
Contoh-contoh klinis spesifik seringkali dijelaskan dalam dinamika
psikologi seperti: disregulasi, mekanisme pertahanan ego, mood lability,
regulasi diri maladaptif, rigiditas, habituasi, aktivasi perilaku, dan respons
terhadap pengobatan. Sebagian besar penggunaan dinamika psikologis
digunakan dalam upaya menjelaskan kecenderungan psikopatologis klien
(Wright & Hopwood, 2016).
254 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
(2009), dianalogikan bahwa berbeda dengan pemaparan deskriptif yang
terbatas menguraikan ”siapa”, ”apa”, ”di mana” dan ”kapan”, dinamika
psikologis memberikan informasi mengenai ”bagaimana” dan ”mengapa”
sehingga diperoleh penjelasan bertahap mengenai komponen-komponen
SA
personal dalam diri klien yang mencetuskan kondisi-kondisi psikologis
maupun psikopatologis klien saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu
dinamika psikologis dibuat untuk memberikan penjelasan mengenai
diagnosa kondisi klien saat ini berdasarkan pendekatan psikologi klinis
yang sesuai dengan tujuan referal. Memahami mekanisme perilaku klien
R
memungkinkan klinisi/psikolog untuk mengidentifikasi target intervensi
dan meningkatkan kesehatan psikologis klien.
FO
dari istilah teknis yang sulit dipahami dan tidak umum bagi lintas
profesi
• tidak jelasnya rekomendasi yang diberikan
• tidak tersedianya cukup data yang menjadi dasar kesimpulan dan
penilaian.
Oleh karena itu, seorang calon klinisi/psikolog sebaiknya berlatih
menyusun laporan psikologi klinis dengan cara secara spesifik menyatakan
tujuan pelaporan di awal laporan, menggunakan kosa kata yang dipahami
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 255
255
oleh sumber rujukan dan konsumen lain dari laporan tersebut (termasuk
klien). Selain itu, calon klinisi juga harus membiasakan diri untuk menulis
dengan sistematika yang teratur, menyusun suatu konseptualisasi dan
rekomendasi secara spesifik dan memahami pertanyaan rujukan, serta
memberikan contoh-contoh perilaku atau data pendukung yang menjadi
LE
dasar kesimpulan laporan.
Tidak ada format yang baku untuk penulisan laporan psikologi
klinis, namun ada satu standar umum yang seringkali digunakan oleh
klinisi/psikolog secara luas. Salah satunya adalah format umum laporan
SA
psikologi yang disampaikan oleh Kendall (dalam Nietzel, Bernstein, &
Milich, 1998) dan masih relevan, yaitu:
a. Data Identitas
Data identitas klien seharusnya dilaporkan sedetil mungkin, namun
sejumlah identitas yang wajib ada, yaitu: nama, tanggal lahir dan
usia, pendidikan, pekerjaan, alamat dan tanggal pemeriksaan.
R
b. Tujuan
Tujuan penulisan laporan berisi permintaan rujukan (apa kebutuhan-
FO
• Observasi perilaku
Dalam melakukan pengamatan perilaku klien, yang diperhatikan
dan menjadi catatan, antara lain: penampilan fisik, pola perilaku
umum, pola reaksi, dan penyimpangan yang ditampilkan klien.
• Anamnesa
LE
Hasil interviu langsung kepada klien (autoanamnesa) maupun
dengan pihak lain (alloanamnesa) yang terkait dengan kasus
klien, misal: orangtua, keluarga, pihak sekolah, atasan.
• Psikotes
SA
Dalam melaporkan hasil psikotes perlu diantumkan bagaimana
pengadministrasian tes, hasil interpretasi tes, dan intergrasi tes
(jika diambil data dari lebih satu alat psikotest/baterai tes).
• Dokumen
Data dokumen yang terkait dengan kasus klien, seringkali dapat
menjadi data tambahan untuk memperkuat kesimpulan atau
R
menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil rekomendasi,
misal: rekam medis/riwayat kesehatan klien, laporan akademik.
FO
e. Simpulan
Kesimpulan dalam laporan psikologi klinis berisi jawaban dari
pertanyaan referral. Secara spesifik simpulan berisi: diagnosa,
prognosa dan rencana tretmen. Beberapa tipe laporan psikologi
klinis juga mencantumkan potensi dan keterbatasan klien secara
spesifik dan ringkas.
T
f. Rekomendasi
Rekomendasi adalah tujuan akhir dari penyusunan laporan psikologi
NO
LE
mencantumkan hal baru yang tidak pernah diungkapkan sebelumnya.
Dalam rangkuman, dinamika psikologis klien diuraikan. Tidak
jarang, dalam rangkuman laporan psikologi dicantumkan psikogram
sebagai penjelasan ringkas dalam bentuk diagram mengenai dinamika
SA
psikologis klien.
Pendekatan Medis/Biologis
Gejala (Simtom)/
Penyebab Medis Terganggunya
Kumpulan Gejala
yang Mendasari Fungsi Individu
(Sindroma)
R
Psikodinamik
FO
Pendekatan Interaksi
T
Lingkungan
NO
LE
• Tanda tangan
• Nama terang dengan gelar dalam profesinya
• Jabatan atau posisi dalam lembaga/instansi yang menerima
rujukan.
SA
• Pada beberapa negara, pencantuman nomor izin praktek juga
diminta.
Format laporan psikologi klinis atau disebut juga Rekam Psikologis
di Indonesia juga tercantum dalam Standar Pelayanan Psikologi
Klinis (IPK, 2008), yang dibedakan menjadi rekam psikologis awal
dan follow up (terlampir) serta rekam psikologis anak. Namun
R
demikian, tidak ada cara terbaik yang dikenal secara universal dalam
pengorganisasian laporan psikologi klinis.
FO
4. Sumber Bias
T
LE
simtom untuk metabolik, inap/jalan, simtom karena
menentukan biokimia/fisik terapi medis gangguan jiwa
diagnosa adalah penyakit.
Psikodinamik Ketidakmampuan Konflik, represi, Psikoterapi Membebaskan
dalam frustrasi individual; individu
SA
menyesuaikan (kebutuhan Hipnoterapi dari represi,
diri aktualisasi), membantu
kesalahan asuh optimal/
orangtua mencapai cita-
cita
Pendekatan Kesalahan Tingkah laku Terapi Menghilangkan
Belajar mempelajari abnormal sebagai perilaku; perilaku yang
R
kebiasaan yang hasil belajar Modifikasi tidak fungsional
maladjustment perilaku
Pendekatan Tidak berhasil/ Lingkungan Unconditional Mengoptimalkan
FO
sosial
LE
identitas dapat dilakukan ketika mempresentasikan/mendiskusikan kasus
dalam forum pendidikan/ilmiah. Terjaganya penyimpanan dokumen
laporan psikologi secara akurat dan objektif menunjukkan pada klien
bahwa pelayanan kesehatan mental telah dilakukan dengan baik.
SA
Etika dalam pelaporan psikologi dan kerahasiaannya di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia HIMPSI (Himpunan
Psikologi Indonesia, 2010) pada Pasal 23 mengenai Rekam Psikologi;
Pasal 24 mengenai Mempertahankan Kerahasiaan Data; Pasal 25
mengenai Mendiskusikan Batasan Kerahasiaan Data kepada Pengguna
Layanan Psikologi; Pasal 26 mengenai Pengungkapan Kerahasiaan Data;
R
dan Pasal 27 mengenai Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan
Psikologi untuk Tujuan Pendidikan dan Tujuan Lain. Namun dijelaskan
Pedersen (2014), kerahasiaan laporan psikologi dapat di ”langgar” dengan
FO
6. Latihan
Bentuklah kelompok kecil (3-5 orang), lalu diskusikanlah dan susunlah
sebuah laporan psikologi dengan format umum (Kendall) mengenai
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 261
261
film kasus ”Antwone Fisher” (film disediakan) yang menceritakan kisah
nyata seorang kelasi angkatan laut yang memiliki problem psikologis dan
harus menjalani sesi konseling dengan seorang psikiater. Format laporan,
diketik dengan font Arial 11, spasi 1.5, dalam kertas A4 dengan margin
kiri-kanan-atas-bawah 3 cm, jumlah halaman 3-8 halaman, laporan dilipat
LE
dalam amplop (bubuhkan nama anggota kelompok di bagian belakang
dan di bagian depan bubuhkan sumber rujukan).
C. Penutup
SA
1. Tes formatif
Instruksi: Pilihlah jawaban yang paling tepat, dengan membubuhkan
tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban!
1. Sebuah laporan psikologi klinis harus memenuhi syarat utama, yaitu
...
R
a. Mudah dievaluasi d. Mudah dipahami
b. Jelas e. Lengkap
c. Relevan
FO
nya
e. Disusun untuk komunikasi internal psikolog/klinisi
NO
LE
4. Integrasi data asesmen yang baik adalah ........
a. Terdiri dari berbagai sumber asesmen lengkap
b. Berdasarkan kaidah pengukuran dan berbagai pendekatan
psikologi klinis
SA
c. Berorientasi pada klien dan memfasilitasi perubahan terapeutik
d. Ringkas, sistematis, dan memberi rekomendasi yang konkret
e. Mengandung autoanamnesa dan persetujuan klien
5. Dinamika psikologis adalah .....
a. Gambaran profil kemampuan psikologis atau beberapa aspek
R
psikologis yang relevan dengan tujuan pemeriksaan.
b. Kumpulan informasi dan data yang telah diinterpretasi,
diintegrasikan, dan diorganisasikan, sehingga dapat dikomunikasi-
FO
kan.
c. Uraian teoretis mengenai gambaran umum klien sebagai dasar
pembuatan diagnosa dan prognosa.
d. Urutan pemikiran, perasaan, dan perilaku klien yang terekam
dari hasil asesmen yang terjadi di dalam atau melintasi konteks
waktu berdasar sudut pandang psikologi klinis tertentu.
T
LE
pada kasus anak maupun dewasa. Pandangan tersebut merupakan
pemahaman mengenai penyebab munculnya gejala psikopatologis
pada pendekatan ....
a. Teori Belajar
b. Biologis
SA
c. Kognitif
d. Perilaku/Behavioral
e. Psikodinamik
8. Salah satu upaya untuk menjaga kerahasiaan klien dalam pelaporan
psikologi adalah ...
R
a. Tidak mencantumkan identitas klien/mengganti nama klien saat
diskusi mengenai kasus
b. Tidak menyampaikan informasi kepada pihak berwajib ketika
FO
10. Berikut ini hal-hal yang tidak terkait dengan rekomendasi dalam
laporan psikologi klinis, adalah ...
a. Rekomendasi disusun secara praktis, realistis, dan spesifik
b. Rekomendasi merupakan tujuan akhir dari laporan psikologi
c. Rekomendasi ditujukan kepada sumber rujukan
LE
d. Rekomendasi bersifat ateoris dan berisi opini profesional
e. Rekomendasi disesuaikan dengan hasil dan kesimpulan
pemeriksaan
SA
Mahasiswa diminta mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet untuk menambah wawasan mereka mengenai perbedaan dan
ciri khas berbagai pendekatan psikologi klinis dalam penulisan laporan
psikologi klinis, sebagai bahan referensi mengenai pokok bahasan
selanjutnya. Untuk dapat melanjutkan ke Sub Pokok Bahasan 3, mahasiswa
R
harus mampu menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif di Sub
Pokok Bahasan 2, paling tidak 80% benar.
FO
3. Rangkuman
Penyusunan laporan psikologi klinis merupakan tahapan akhir dari
asesmen dan tahapan awal dalam menuju intervensi klinis. Laporan
psikologi klinis merupakan upaya mengkomunikasikan kondisi
psikologis klien berdasar integrasi data asesmen dan penjelasan dinamika
psikologisnya kepada sumber rujukan. Dalam penyusunan laporan
T
A. Pendahuluan
LE
1. Deskripsi singkat
Penulisan laporan psikologi yang didasari salah satu pendekatan dalam
psikologi klinis merupakan solusi dari munculnya banyak pendapat dari
berbagai sudut pandang yang tidak jarang mengakibatkan kerancuan
dan perdebatan, dan menjadi strategi dalam pengumpulan data asesmen
SA
baik di pihak klien maupun di pihak lain, serta memberikan acuan
yang mudah dipahami dalam menyusun dinamika psikologis dan
rencana treatment/intervensi psikologis terhadap sebagai klien. Klinisi/
psikolog berperan dalam merumuskan hasil asesmen dengan pendekatan
teoretis tertentu. Dalam Psikologi Klinis ini dikenal pendekatan klinis,
R
seperti: Psikodinamik, Pendekatan Perilaku dan Kognitif, Pendekatan
Humanistik/Fenomenologis. Dalam perkembangannya, saat ini digunakan
juga pendekatan sistem keluarga (untuk kasus-kasus interaksi keluarga
FO
2. Relevansi
Setelah mempelajari sub bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
T
case yang ada dan menyusun sebuah laporan psikologi klinis secara
sederhana sesuai dengan kaidah-kaidah dan etika dalam penyusunan
laporan psikologi klinis yang benar.
3. Kompetensi
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat mencapai
standar kompetensi berikut, dengan penguasaan kompetensi dasar di
bawah ini:
266 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
a. Standar Kompetensi
1. Mahasiswa mampu membedakan penerapan psikologi klinis
menurut berbagai pendekatan yang ada.
2. Mahasiswa mampu menguraikan dan memberikan contoh
penerapan asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis
LE
sederhana, melakukan klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis,
dan menjadikannya sebagai dasar pengerjaan tugas mata kuliah
tentang asesmen bidang klinis.
3. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan
SA
intervensi dalam psikologi klinis.
b. Kompetensi Dasar
1. Mampu membedakan penerapan psikologi klinis menurut
berbagai pendekatan yang ada, apabila:
• Mampu membedakan kekhasan dan keterbatasan masing-
masing model pelaporan psikologi klinis berdasarkan
R
pendekatan dalam psikologi klinis yang dipelajari.
• Mampu menentukan model pelaporan psikologi klinis
FO
kasus/studi kasus).
2. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,
NO
LE
• Mampu menuangkan pengetahuan mengenai etika psikologi
dalam penyusunan laporan psikologi klinis
• Mampu mengidentifikasi resiko bias yang muncul saat
menyusun laporan psikologi klinis yang dibuatnya.
SA
• Mampu menyampaikan rekomendasi sederhana dan konkret
terkait contoh kasus yang ditangani.
B. Penyajian
1. Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan Psikodinamik merupakan pendekatan yang berpegang pada
R
kaidah-kaidah Psikoanalis, yang meyakini faktor intrapsikis individu
mempengaruhi kondisi kesehatan mentalnya (normal-abnormal). Perilaku
FO
moving tuntutan
away, sosial
moving
towards,
moving
away
LE
Masa Dini 0-5 tahun – Penting Penting –
penting
Masa Kini Bukan Usia 40 tahun Penting Penting –
penentu penting
SA
Alam Tak Sadar Utama, Utama, bersifat Penting Penting Penting
bersifat kolektif
pribadi
Alam Sadar Kurang – Penting Penting –
penting
Abnormalitas Akibat Ketidak- Complex Basic Tidak
kondisi seimbangan yang anxiety tercapainya
R
neurotik antara muncul yang relatedness
yang ketidaksadaran dari tidak tidak &
direpresi dengan teratasinya teratasi rootedness
ketidaksadaran inferiority
FO
kolektif feeling
(Sumber: Pervin dan Hall, dalam Markam, 2008)
LE
event atau precipitating event dari abnormalitas klien.
c. Fungsi Kognitif
Data-data asesmen mengenai fungsi kognitif klien secara performa
merupakan data penunjang dalam upaya memahami seberapa
SA
optimalnya fungsi keseharian klien, apa saja yang menjadi ke-
terbatasannya, serta keterkaitannya dengan kondisi psikopatologis
klien (jika ada).
d. Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan ego (defense mechanism), merupakan strategi
psikologis yang secara tidak sadar digunakan untuk melindungi
R
seseorang dari kecemasan yang timbul dari pikiran atau perasaan
yang tidak dapat diterima. Dalam mengungkapkan mekanisme
pertahanan ego klien, diperlukan penjelasan mengenai ada/tidaknya
FO
abnormal dianggap berasal dari hasil belajar yang keliru dan model yang
tidak adekuat (mencukupi). Tabel 8.3 halaman berikut ini menjelaskan
beberapa konsep pendekatan perilaku dan belajar.
Dalam penyusunan format laporan psikologi klinis, pendekatan
perilaku dan belajar menekankan pada situasi “here and now” yang
terjadi pada klien dan berfokus pada perilaku yang dianggap bermasalah
dan penanganan untuk merubah perilaku tersebut. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam format laporan psikologis klinis dengan
pendekatan ini, antara lain:
270 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
Dinamika Operant Classical Modeling/social
Kepribadian conditioning conditioning learning
Masa Lalu Tidak penting Tidak penting Tidak penting
Masa Kini Penting Penting Penting
SA
Alam Tak Sadar – – –
Alam Sadar Penting Penting Penting
Perilaku Hasil belajar yang Hasil belajar yang Model yang tidak
Abnormal salah salah adekuat
LE
masalah dan rancangan intervensi.
3. Pendekatan Kognitif
Pendekatan Kognitif merupakan pengembangan pendekatan perilaku
SA
yang tidak hanya mementingkan adanya stimulus-respons dan proses
belajar sosial, namun juga memberi perhatian khusus pada proses-proses
mental dan pikiran individu. Diuraikan bahwa perilaku individu adalah
proses yang kompleks, diawali dari diterimanya stimulus lalu terjadi
proses mental sebelum individu memberikan reaksi atas stimulus yang
datang. Perilaku dianggap sebagai hasil proses mental, seperti persepsi,
R
penilaian, reasoning, belief. Respons maladaptif berasal dari kesalahan
berpikir (distorsi kognitif), kesalahan mencari alasan atau pandangan
individu yang tidak berpikir secara realistis (Hartati, 2012). Proses
FO
Pikiran-pikiran
Menafsirkan peristiwa yang terjadi dengan
sederetan pikiran yang mengalir terus,
disebut dialog internal
LE
dunia mood
Sederetan peristiwa Perasaan-perasaan yang
yang positif, netral Individu diciptakan oleh pikiran bukan oleh
SA
dan negatif peristiwanya, semua pengalaman
harus diproses melalui otak
dan diberi makna secara sadar
sebelum mengalami respons
emosional apapun
c. Filter mental: ketika klien merasakan hal kecil yang sifatnya negatif
FO
telah dibuat.
f. Pembesaran dan pengecilan: klien memberikan penilaian yang tidak
proporional pada suatu peristiwa, di mana ia cenderung secara
memaknai berlebihan atau sebaliknya.
g. Penalaran emosional: klien cenderung menggunakan emosinya dan
merealisasikannya dalam perbuatan.
h. Pernyataan harus: klien mencoba memotivasi diri sendiri dan
terbebani oleh kata-kata “saya harus mampu” atau “saya harus dapat”,
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 273
273
sehingga pernyataan tersebut justru menyebabkan dirinya merasa
tertekan dan tidak termotivasi.
i. Labeling dan salah memberi penilaian: suatu bentuk ekstrem dari
over-generalisasi. Terjadi ketika klien mengklaim gambaran dirinya
yang negatif, misalnya “saya seorang yang bodoh”.
LE
j. Personalisasi: klien memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu
peristiwa eksternal yang negatif.
SA
pendekatan kognitif akan menerangkan alur dari stimulus diterima,
bagaimana gambaran fungsi mental dan kognitifnya, sampai pada output
berupa bagaimana klien memahami peristiwa yang terjadi pada dirinya
sehingga memunculkan problem psikologis. Sebagai bahan pendukung
laporan tersebut, biasanya tersedia data asesmen berupa tes kecerdasan
R
umum, kepribadian, serta anamnesa. Kekuatan anamnesa khususnya pada
autoanamnesa, menjadi prioritas karena klinisi perlu mendalami betul
cara berpikir klien secara real untuk mengidentifikasi distorsi kognitif
FO
4. Pendekatan Humanistik/Fenomenologis
Pendekatan Humanistik-Fenomenologis, yang seringkali juga dikenal
dengan pendekatan Eksistensialis (di Eropa), meyakini bahwa manusia
memiliki persepsi yang unik terhadap dunianya. Manusia merupakan
T
LE
Depan
Alam Tak Sadar Tidak disimbolisasikan –
Kesadaran Disimbolisasikan –
Abnormalitas Incongruency antara Terhambatnya terpenuhinya
organisme dengan self kebutuhan untuk beraktualisasi
SA
Penyusunan laporan psikologi klinis dengan pendekatan Humanistik
menolak laporan asesmen yang bersifat formal dan kaku. Namun,
beberapa hal yang harus dicantumkan dalam pelaporan adalah:
a. Gambaran klien mengenai dirinya
b. Refleksi gambaran klien dalam tes
R
c. Gambaran klien menurut klinisi/psikolog
Ketiganya merupakan bahan pemahaman bagi klinisi/psikolog untuk
FO
a. Langsung (direct)
Terdapat penyebab langsung kondisi biologis, genetik, atau penyakit
yang menyebabkan munculnya gejala psikopatologis pada klien,
seperti: penyakit yang menyerang susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan perkembangan.
b. Beberapa jalur yang berkaitan (multiple pathways)
Klien mengalami gangguan psikopatologis karena beberapa faktor
internal dan eksternal yang saling mempengaruhi kondisi mentalnya.
BAB 8 LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 275
275
Seperti: kondisi kurangnya stimulus lingkungan yang cocok,
kekurangan gizi dan faktor genetik yang membuat klien mengalami
gangguan kesulitan belajar.
c. Kerentanan (vulnerability)
LE
Terjadinya gangguan psikopatologis akibat kerentanan biologis yang
dimiliki klien, seperti klien yang menderita gangguan anoreksia
nervosa akibat gangguan pada hormon norepinefrin dan MPHG yaitu
produk akhir dari norepinefrin pada urine dan cairan serebrospinal,
selain adanya gangguan pada serotonin, dopamin, dan norepinefrin
SA
juga menyebabkan masalah pola makan. Gangguan hormonal tersebut
memang tidak secara langsung membuat seseorang mengalami
anoreksia nervosa, namun membuatnya mudah cemas dan memiliki
masalah pada pola makannya, kedua hal ini meningkatkan resiko
seseorang menderita anoreksia nervosa.
R
Diathesis-stress model adalah penjelasan teoretis yang menguraikan
bahwa gangguan mental dan fisik berkembang dari kecenderungan genetik
atau biologis untuk penyakit itu (diatesis), yang dikombinasikan dengan
FO
Faktor Risiko
– Biogenetik
– Somatik
– Psikologi
Faktor Pelindung
– Sosial Budaya
LE
Kerentanan Biologis
Kerentanan Psikologis
SA
Distres
Suasana hati Depresi
Depresi
Idiosyncratic Meaningful
Stresor
R
Gambar 8.4 Diathesis-stress Model pada Gangguan Depresi
Sumber: Schotte, dkk (2006): 319
FO
LE
kasus-kasus relasional, perilaku maladaptive diyakini merupakan produk
dari relasi yang patologis atau dari sistem (seperti dalam keluarga) yang
tidak fungsional. Secara khusus, pendekatan sistem dan interpersonal
berkembang dalam kajian mengenai keluarga dan relasi interpersonal.
SA
Ada banyak pengembangannya, namun yang akan dibahas di sini adalah
FST (Family System Theory) dan IST (Interpersonal System Theory).
Pendekatan Sistem dan Interpersonal akan dikupas tuntas pada mata
kuliah Psikologi Keluarga, dalam sub bab ini hanya diberikan gambaran
konsep dan contoh pelaporan psikologi klinis dari pendekatan ini.
IST berkembang dalam ranah ilmu komunikasi, khususnya komunikasi
R
interpersonal. IST berfokus pada pembahasan mengenai ranah pertukaran
pesan dalam lingkup relasi di luar keluarga. Relasi dipahami sebagai
sebuah sistem interpersonal, memiliki elemen-elemen yang bersifat
FO
LE
SA
Gambar 8.5 Contoh Genogram dengan Relasi Emosional
Sumber: https://www.genopro.com/genogram/
7. Latihan
LE
Buatlah kelompok kecil (3-6 orang) usahakan kelompok ini merupakan
kelompok yang sama dengan kelompok pada latihan sub-Bab 2.
Mintalah masing-masing kelompok untuk membuat dinamika psikologis
kasus berdasarkan enam model pendekatan Psikologi Klinis yang ada
SA
berdasarkan kasus dalam Film Antwone Fisher yang telah dijelaskan
dalam latihan sub bab sebelumnya. Selanjutnya, diskusikan dalam
kelompok kecil, pendekatan apa yang paling sesuai dengan kasus yang
ada dan pilihlah satu di antaranya beserta alasan pemilihannya, lalu
buatlah satu laporan utuh mengenai kasus tersebut dari identitas klien
sampai rangkuman dan rekomendasi penanganan.
R
TES FORMATIF
FO
Soal:
1. Distorsi kognitif pada proses mental klien mengakibatkan munculnya
perilaku bermasalah
SEBAB
Setiap manusia memiliki perilaku yang keliru akibat kesalahan dalam
belajar, namun dapat diperbaiki dengan mengubah kebiasaan tersebut.
2. Pendekatan perilaku dan belajar menekankan pada situasi “here and now”
280 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
yang terjadi pada klien sebagai fokus dalam pelaporan psikologi klinis
SEBAB
Over-generalisasi muncul sebagai distorsi kognitif saat klien men-
dapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan dianggap sebagai
LE
sesuatu hal yang sangat mengganggu.
SA
Pada dasarnya semua manusia memiliki kondisi neurotik yang sulit
dikendalikan.
RANGKUMAN
Secara umum, terdapat enam pendekatan psikologi klinis yang memiliki
corak berbeda dalam fokus dan penyampaian dinamika psikologis untuk
pelaporan psikologi klinis. Dinamika psikologis yang khas tersebut akan
LE
membantu klinisi/psikolog untuk mengkomunikasikan kondisi klien
dan merancang strategi penanganan yang tepat. Pemilihan salah satu
pendekatan psikologi klinis untuk penulisan laporan psikologi sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan data, kesesuaian kasus, serta kemampuan
SA
psikolog/klien dalam memahami teori yang menjelaskan pendekatan
psikologi klinis tertentu. Kunci untuk valid dan reliabelnya suatu
pelaporan terletak pada pemilihan dan penerapan pendekatan psikologi
klinis dalam penyusunan suatu laporan psikologi.
R
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C 4. A
FO
2. B 5. A
3. E
DAFTAR PUSTAKA
T
LE
Himpunan Psikologi Indonesia.
IPK (2008). Standar Pelayanan Psikologi Klinis (SPPK). Yogyakarta: IPK
Indonesia.
Klein, David M, White, James M., Martin, Tood F. (2015). Family Theories:
SA
An Introduction. Fourth edition. London: Sage.
Markam, Suprapti S. (2008). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press.
Nietzel, M. T., Bernstein, D. A., & Milich, R. (1998). Introduction to Clinical
Psychology, 5th Edition. NJ: Prentice Hall.
Pedersen, Darlene D.(2014). Psych notes: Clinical Pocket Guide. PA: Davis
Company.
R
Schotte, Chris, K.W; Bossche, Bart; Doncker, Dirk; Claes, Stephan; & Cosyns,
Paul (2006). Theoretical review: A Biopsychosocial Model as a Guide for
FO
DAFTAR ISTILAH
LE
Interpretasi data: teknik/metode adaptasi tertentu dari suatu data yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi yang diwakili
dari kumpulan data-data tersebut
Integrasi data: penggabungan data secara sederajat ke organisasi/kesatuan
SA
yang dapat dipahami dari jenis data yang berbeda
Neurotik (Neuroticism): umumnya berhubungan dengan sensitivitas sistem
pengaruh negatif; seseorang dengan karakteristik mudah khawatir, mudah
marah, sering kecewa, atau mudah marah, dan menunjukkan reaktivitas
emosional yang tinggi terhadap stres.
R
Personality disorder: pola perilaku yang sudah berurat berakar dari jenis
tertentu yang menyimpang dari norma-norma perilaku yang diterima
secara umum, biasanya terlihat pada saat remaja, dan menyebabkan
FO
Referral letter: surat rujukan yang ditujukan untuk profesi lain yang berkaitan
dengan kasus.
Rapport: hubungan yang dekat dan harmonis di mana orang-orang atau
kelompok yang bersangkutan memahami perasaan atau gagasan masing-
masing dan berkomunikasi dengan baik.
Simtom: gejala subjektif dari suatu gangguan atau penyakit.
Sindrom(a): sekelompok tanda dan gejala yang muncul bersamaan dan
menjadi ciri kelainan, gangguan, penyakit atau kondisi tertentu.
284 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
SA
R
Bab 9
FO
PENGANTAR
T
INTERVENSI KLINIS
NO
BAB 9 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 285
285
9.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pada pokok pembahasan ini, mahasiswa dibekali dengan pengetahuan
mengenai dasar-dasar konseling dan psikoterapi, serta pendekatan-
pendekatan berbasis teori psikoanalisis, behavioristik, kognitif behavioral,
dan fenomenologis-humanistik yang digunakan dalam upaya melakukan
intervensi. Dipaparkan juga mengenai jenis-jenis intervensi, baik di level
SA
mikro maupun makro, yaitu intervensi kelompok/sebaya, keluarga, orangtua,
dan intervensi marital. Bab ini juga membahas mengenai gambaran praktik
psikologi di layanan kesehatan primer (primary care) yang akan menambah
pemahaman mahasiswa mengenai implementasi ilmu psikologi di dalam
lingkungan sosial.
R
B. Relevansi
Kajian dalam pokok bahasan ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan
FO
materi yang ada pada bab berikutnya. Uraian teori-teori psikologi membantu
mempertajam dan memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai beberapa
pendekatan intervensi. Pada bab ini, mahasiswa juga akan belajar bagaimana
intervensi psikologi diterapkan dalam lingkup kecil hingga komunitas dengan
disertai hasil-hasil penelitian. Hal ini membantu mahasiswa untuk memiliki
gambaran yang lebih konkret mengenai praktik intervensi psikologi.
T
C. Kompetensi
NO
D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
LE
hal yang belum Anda ketahui.
SA
9.2
INTERVENSI KLINIS
LE
3. Hubungan konseling itu bersifat membantu.
Hubungan membantu itu berbeda dengan memberi atau mengambil
alih pekerjaan orang lain. Membantu berarti tetap memberi kepercayaan
kepada konseli untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan segala
SA
masalahnya. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan
pekerjaan konseli kepada konselor, tetapi sebaliknya memotivasi konseli/
klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
4. Konseling mengarah pada tujuan tertentu
Penyelenggaraan konseling mengarah pada tujuan utama, yaitu adanya self
exploration, problem solving, melakukan proses belajar dari berperilaku
R
maladaptive menjadi well-adaptive dan belajar melakukan pemahaman
yang lebih luas tentang dirinya, tidak hanya know about tetapi juga
FO
LE
orang atau masyarakat, menuju ke arah yang lebih baik atau mencegah
memburuknya suatu keadaan, atau sebagai usaha preventif maupun kuratif.
Intervensi dalam bidang psikologi dapat berbentuk individual, kelompok,
komunitas, organisasi, dan sistem yang dilakukan melalui psikoedukasi,
konseling, dan terapi. Beberapa pendekatan psikologis yang digunakan dalam
SA
melakukan intervensi adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan Psikodinamika
Terapi psikodinamika berasal dari upaya Sigmund Freud untuk memahami
dan mengobati berbagai psikopatologi berat yang didiagnosis sebagai
histeria pada abad ke-19. Freud mulai bereksperimen dengan hipnosis
R
terhadap pasien yang mengalami histeria dan dia menemukan bahwa
gejala histeris mengungkapkan ingatan traumatis yang perlu disingkirkan
yaitu, diingat dan dialami dalam intensitas aslinya.
FO
LE
dengan melakukan mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanism).
Bentuk-bentuk dari mekanisme pertahanan diri adalah distorsi, proyeksi,
regresi, rasionalisasi, sublimasi, displacement, identifikasi, dan kompensasi.
Terapi psikodinamika membantu individu memperoleh insight, dan
SA
mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Dengan mengatasi konflik-konflik ini, ego dibebaskan
dari kebutuhan untuk mempertahankan perilaku defensif—seperti
fobia, perilaku obsesif-kompulsif, keluhan histeria, dan sejenisnya yang
menghambat pengenalan tentang gangguan dari dalam.
Asumsi-asumi yang muncul dalam pendekatan psikodinamika ialah
R
bahwa:
a. Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-
FO
kanak.
b. Sebagian besar perilaku terintegrasi melalui proses mental yang tidak
disadari.
c. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yang sudah
diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri
melalui dorongan libido dan agresivitasnya.
T
kenikmatan.
e. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada
perilaku neurosis.
f. Pembentukan simtom merupakan bentuk defensif.
g. Pengalaman tunggal hanya dapat dipahami dengan melihat
keseluruhan pengalaman seseorang.
h. Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting
290 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
prinsip-prinsip belajar untuk menangani gangguan psikologis. Karena
fokusnya pada perubahan perilaku, bukan perubahan kepribadian atau
menggali masa lalu secara mendalam, terapi perilaku ini berlangsung
relatif singkat, umumnya dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, terapi
SA
perilaku ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian kepada perilaku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan
masalah.
d. Penaksiran yang objektif atas hasil-hasil terapi
R
Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang berlandaskan
pada eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada proses
FO
LE
dan respons yang terjadi akibat pengkondisian CS disebut conditioning
response (CR). Eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov ini sekaligus
digunakan untuk menjelaskan pembentukan perilaku pada manusia,
seperti gangguan neurosis, khususnya gangguan kecemasan dan phobia,
SA
yang banyak terjadi karena asosiasi antara stimulus dengan respons
individu. Pada mulanya lingkungan yang menjadi sumber gangguan itu
bersifat netral bagi individu, tetapi karena terpapar bersamaan dengan
UCS tertentu, akhirnya dapat membuat perilaku penyesuaian yang salah.
Pembentukan secara asosiasi ini, selain pada pembentukan perilaku yang
neurologis, juga terjadi pada perilaku yang normal. Sebagai contoh,
R
perilaku rajin belajar juga dapat terbentuk akibat adanya asosiasi S-R
(Stimulus – Response).
Pengondisian Operan (Operant Conditioning) dikemukakan oleh
FO
Ini berarti bahwa belajar operan sedikit berbeda dengan belajar klasik.
Menurut Skinner, perilaku operan sebagai perilaku belajar merupakan
perilaku yang non-reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih
aktif dibandingkan dengan perilaku klasik.
Teori lain yang merupakan pengembangan dari teori behavioral
LE
(keperilakuan) adalah teori belajar dengan mencontoh (observational
learning) yang dikemukakan oleh Bandura. Menurut Bandura, perilaku
dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut
dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut
SA
dengan vicarious conditioning. Perilaku manusia dapat terjadi dengan
mencontoh perilaku di lingkungannya. Baik perilaku mencontoh langsung
(modelling) maupun mencontoh tidak langsung (vicarious), keduanya
dapat menjadi kuat ketika mendapatkan ganjaran.
Bandura mengemukakan teori social learning setelah melakukan
penelitian terhadap perilaku agresif di kalangan anak-anak. Menurutnya,
R
anak-anak berperilaku agresif setelah mencontoh perilaku modelnya.
Berdasarkan uraian tentang teori-teori behavioral, dapat ditekankan di
sini bahwa perilaku yang tampak lebih diutamakan dibanding dengan
FO
LE
behavioral sebagai basis pelatihan dengan menggunakan teknik
role-playing, behavior modification, dan modeling. Para subjek akan
diarahkan untuk saling berbincang dan mendukung satu sama lain agar
conversational skill (ketersampilan bercakap-cakap) mereka dapat terlatih.
SA
Setelah mengamati dan melakukan modeling terhadap peneliti dan
rekan peneliti yang mencontohkan cara untuk melakukan percakapan,
subjek pun selanjutnya diminta untuk melakukan role play. Subjek akan
berpasangan dan melakukan percakapan sesuai dengan topik yang sudah
ditentukan oleh peneliti. Subjek yang berhasil melakukan percakapan
dengan lancar akan mendapatkan reward berupa pujian dari peneliti
R
dan subjek lainnya, dengan harapan bisa menjadi positive reinforcement
bagi subjek yang berhasil. Dalam behavior therapy, metode ini disebut
sebagai shaping.
FO
(2004).
LE
(Dobson & Dozois dalam Nevid, Rathus & Green, 2005).
Berikut ini adalah contoh penelitian yang menggunakan pendekatan
kognitif-behavioral untuk mengurangi depresi pada pecandu cybersex
dengan judul Pengaruh terapi kognitif perilaku untuk mengurangi
SA
depresi pada pecandu cybersex. Terapi ini berfokus pada melatih subjek
agar memiliki kemampuan mengatasi masalah (coping) dan mengubah
cara berpikirnya agar menjadi lebih adaptif, dilatih untuk mengatur
suasana negatif dalam mengurangi depresi, mengenali dan mengatasi
berbagai stimulan depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek terapi kognitif perilaku dalam mengurangi depresi
R
pecandu cybersex, sehingga berdampak pada turunnya tingkat kecanduan
perilaku cybersex.
Prosedur penelitiannya dilakukan sebagai berikut:
FO
LE
f. Melakukan follow up untuk melihat perkembangan perubahan setelah
diberi perilaku.
SA
dan disadari. Seperti terapis perilaku, terapis humanistik juga lebih
berfokus pada apa yang dialami klien saat ini – di sini dan sekarang –
ketimbang di masa lalu. Akan tetapi, ada juga persamaan antara terapis
psikodinamika dan humanistik. Keduanya mengasumsikan bahwa
masa lalu mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan
R
keduanya mencoba memperluas self-insight klien. Bentuk utama dari
terapi humanistik adalah terapi terpusat pada individu (person centered
therapy) yang disebut juga terapi terpusat pada klien (client centered
FO
makhluk hidup yang menentukan sendiri apa yang ingin dia lakukan
dan apa yang tidak ingin dia lakukan, karena manusia adalah makhluk
NO
LE
Keotentikan dipandang sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai
eksistensial pokok”. Ada tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
(1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
(2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
SA
(3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab
atas arah hidupnya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan
dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa
R
dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik
di luar dirinya
FO
LE
b. George A. Kelly (personal construct)
Rogers dan Kelly memiliki kemiripan dalam beberapa segi, di mana
keduanya menaruh perhatian pada penciptaan teori tentang person yang
utuh. Kelly mengeksplorasi proses kognitif tertentu yang menjadi alat
individu untuk mengategorikan orang atau benda mengkonstruk makna
SA
dari peristiwa harian mereka dengan mendetail.
Kelly menggunakan kata konstruk untuk merujuk ide atau kategori
yang digunakan orang untuk menginterpretasi dunia mereka. Orang-
orang menggunakan konsep ini untuk menggolongkan peristiwa demi
peristiwa dan memetakan serangkaian perilaku. Menurut Kelly, orang-
R
orang mengantisipasi peristiwa mereka dengan mengobservasi pola dan
regularitas. Seseorang merasakan peristiwa, menginterpretasikannya dan
menempatkan struktur dan makna pada peristiwa itu. Dalam mengalami
FO
LE
mampu menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain.
c. Mereka dapat merespons keunikan orang dan situasi ketimbang
merespons dengan cara mekanis atau stereotip.
d. Mereka dapat menjalin hubungan akrab, setidaknya dengan beberapa
SA
orang yang istimewa.
e. Mereka dapat menjadi kreatif dan spontan.
f. Mereka dapat menolak kompromi dan bersikap tegas saat merespons
tuntutan realitas.
Self
Actualisation
(Kebutuhan
Aktualisasi Diri)
Esteem
(Kebutuhan akan Harga Diri)
T
Love Needs
(Kebutuhan Dicintai)
NO
Safety Needs
(Kebutuhan akan Keselamatan)
Physiological Needs
(Kebutuhan Fisiologis)
LE
bekerja di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt ini berfokus pada apa
dan bagaimananya perilaku dan pengalaman di sini dan sekarang
dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian
yang terpecah dan tidak diketahui. Asumsi dasar terapi Gestalt adalah
SA
bahwa setiap individu mampu menangani sendiri masalah-masalah
hidupnya secara efektif.
Berikut ini adalah contoh penerapan intervensi dengan pendekatan
humanistik. Penelitian ini berjudul Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT) sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes mellitus. REBT adalah humanistic existential-constructivist,
R
active-directive, filosofi dan empirik sebagai dasar psychotherapeutic dan
psychological system of theory and practices yang dikembangkan oleh
Albert Ellis (Corey, 2010). Eksistensial dalam terapi REBT memiliki
FO
LE
2. Terapi dilakukan di puskesmas. Terapi untuk sesi I, II, III
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Pada pertemuan pertama
subjek diberikan tugas, dan tugas tersebut dijadikan bahan untuk
sesi II, III, dan sesi IV. Pemberian tugas tersebut dilakukan sebagai
upaya meringankan beban subjek terhadap tugas. Kemudian untuk
SA
pelaksanaan sesi II kognitif dan sesi III emotif dilaksanakan satu
kali pertemuan. Hal tersebut disebabkan karena dalam terapi
REBT, sesi kognitif dan emotif sangat erat sekali kaitannya. Sesi
kognitif dan emotif yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
diharapkan akan mempermudah subjek untuk mencerna, melakukan
internalisasi tentang apa yang disampaikan terapis dan dapat
R
mempraktikannya. Namun apabila dua sesi dilaksanakan terpisah
sendiri-sendiri, dikhawatirkan subjek akan kesulitan mencerna, juga
FO
LE
tergantung pada orang lain. Dengan kata lain, peserta dapat berteman
dengan diabetes mellitus, dan memiliki kualitas hidup lebih baik.
SA
1. Kompetensi
a. Ruang lingkup
Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar,
melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area yang
sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau
R
pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang
FO
dipertanggungjawabkan.
Dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus
NO
LE
pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi
psikologi sebagaimana tersebut di atas, psikolog perlu memahami
hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana,
SA
sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan
upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi mereka.
LE
Kerahasiaan adalah hal yang sangat penting dalam psikologi klinis.
karena hampir semua materi klinis mengandung potensi bahaya jika
tidak diungkapkan dengan benar. Tanpa keyakinan bahwa privasi mereka
akan dihormati, klien tidak akan dapat memberikan informasi yang
sangat penting bagi keberhasilan suatu intervensi. Psikologi telah lama
SA
mengakui pentingnya kerahasiaan dan senantiasa menempatkan nilai
etis yang tinggi dalam menjaga kerahasiaan.
Namun demikian, ada kompromi dalam prinsip ini, dan kode etik
psikologi pun telah mengakui batasan ini. Sementara para psikolog
mengeluh bahwa kompromi semacam itu merupakan masalah, tampaknya
ada sedikit pilihan berdasarkan jenis situasi yang memicu kompromi.
R
Contohnya, ketika klien ingin bunuh diri dan tidak mau membuat
perjanjian untuk melindungi dirinya sendiri, psikolog mungkin perlu
FO
LE
informasi juga dapat memiliki fungsi klinis dan manajemen risiko.
Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani
proses di bidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/
asesmen dan intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk
SA
tertulis dan ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang
menjadi subjek penelitian dan saksi. Aspek-aspek yang perlu dicantumkan
dalam informed consent adalah:
a. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa paksaan.
b. Perkiraan waktu yang dibutuhkan.
c. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan.
R
d. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut.
e. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut.
FO
LE
kalangan psikolog pedesaan yang mungkin terlibat dengan klien dalam
berbagai situasi yang tidak dapat dihindari. Ini mungkin juga berlaku
ketika psikolog berhadapan dengan etnis kecil atau budaya lain di dalam
wilayah metropolitan.
SA
Para psikolog yang memiliki kekhawatiran seperti itu perlu mengakui
bahwa masalah sebenarnya bukanlah kode etik, tetapi bahaya nyata dari
berbagai hubungan. Dalam sebagian besar situasi, sebaiknya gunakanlah
aturan yang lebih praktis daripada kode etik: Jika ragu, hindari hubungan
ganda apa pun yang memiliki kemungkinan menciptakan masalah yang
terkecil sekali pun.
R
Kode Etik Psikologi Indonesia (2010) menyatakan bahwa hubungan
majemuk terjadi apabila:
a. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sedang dalam peran
FO
D. Latihan
Carilah sebuah kasus nyata di media sosial ataupun media elektronik,
NO
E. Rangkuman
• Konseling adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu mengatasi
masalah psikologis yang berfokus pada aktivitas preventif dan
pengembangan potensi positif yang dimiliki dengan menggunakan
306 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
LE
• Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dibantu oleh psikoterapi, yaitu
perilaku abnormal, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.
• Intervensi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis &
terencana berdasarkan hasil asesmen untuk mengubah keadaan seseorang,
SA
kelompok orang atau masyarakat yang menuju kepada perbaikan atau
mencegah memburuknya suatu keadaan atau sebagai usaha preventif
maupun kuratif.
• Empat pendekatan dalam intervensi klinis adalah:
– Pendekatan Psikodinamika
– Pendekatan Behavioristik
R
– Pendekatan Kognitif Behavioral
– Pendekatan Fenomenologis-Humanistik
• Pengondisian operan dikemukakan oleh B.F Skinner dengan penekanan
FO
F. Tes Formatif
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
BAB 9 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 307
307
ini!
1. Pendekatan psikologis yang berfokus pada perilaku, pemikiran dan
keyakinan serta sikap yang mendasari seseorang disebut?
a. Pendeketan psikodinamika
b. Pendekatan behavioral
LE
c. Pendekatan kognitif – behavioral
d. Pendekatan humanistik
2. Sulis marah kepada sahabat yang mengkhianatinya. Dia merasa
sahabatnya itu telah merebut kekasih yang dicintainya. Sulis tidak
SA
mau menunjukkan rasa benci di depan sahabatnya itu, tetapi dia
melampiaskan kebenciannya itu dengan cara bermain futsal. Cara
Sulis untuk menghindari kecemasannya ini disebut ...
a. Sublimasi
b. Proyeksi
c. Rasionalisasi
R
d. Displascement
3. Berdasarkan pendekatan humanistik, tokoh yang menyatakan bahwa
FO
dapat dipertanggungjawabkan
c. Memiliki banyak sertifikat training
d. Memiliki pengalaman mengenai berbagai ilmu psikologi
5. Hal yang sangat penting dalam psikologi klinis karena hampir semua
materi klinis mengandung potensi bahaya jika tidak diungkapkan
dengan benar disebut:
a. Kompetensi
308 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi
b. Kerahasiaan
c. Informed consent
d. Hubungan ganda
6. Sebutkan 5 asumsi psikoanalisis!
LE
7. Bagaimana fokus konseling pada terapi humanistik?
8. Bagaimana kompetensi yang harus dimiliki oleh psikolog klinis?
SA
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab dengan benar paling tidak 3 dari 5 soal pilihan ganda, dan
2 dari 3 soal uraian. Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi
berikutnya!
3. B
4. B
5. B
6. 5 asumsi psikoanalisis
a. Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-
kanak.
T
LE
Selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas,
psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya
hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran
yang dijalankannya.
SA
9.3 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS
A. Jenis-Jenis Intervensi
R
1. Peer Intervention (Intervensi sebaya)
Meskipun intervensi sebaya paling sering digunakan pada anak-anak
FO
usia sekolah dan remaja, intervensi ini juga menargetkan anak-anak pra-
sekolah, dan orang dewasa. Cakupan luas intervensi sebaya dibuktikan
dalam beragam bidang masalah klinis yang ditargetkan dan gangguan
(bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial dan komunikasi
anak-anak dengan autisme, mengurangi ketakutan medis, mengurangi
kenakalan dan agresi, menyelesaikan konflik, mempromosikan perilaku
T
LE
Satu atau lebih anak yang kompeten digunakan untuk mencontohkan
perilaku yang diinginkan.
2. Dorongan dan penguatan teman (Peer prompting and reinforcement)
Prompting mencakup instruksi dan penguatan untuk mengikuti
instruksi dengan tepat.
SA
3. Inisiasi sebaya (Peer initiation)
Anak-anak lain digunakan untuk memulai atau mempertahankan
interaksi sosial, seperti bermain dan percakapan dengan target.
4. Bimbingan belajar sebaya (Peer tutoring)
Bimbingan teman sebaya perlu menyertakan dua atau lebih dari
yang berikut: instruksi kepada siswa, meminta tanggapan yang
R
benar, pujian, umpan balik korektif, dan mengabaikan perilaku siswa
tertentu.
FO
LE
suatu hubungan, keputusan untuk membesarkan anak-anak dan
peningkatan tanggung jawab di dalamnya, perubahan batas ketika anak-
anak masuk sekolah dan dunia luar, meningkatkan kemandirian anggota
keluarga ketika anak-anak memasuki masa remaja, dan negosiasi ulang
SA
hubungan orangtua ketika anak-anak meninggalkan rumah.
Perkembangan keluarga tidak selalu mengikuti jalan yang mulus,
tetapi seringkali tidak berkesinambungan. Secara berkala, keluarga harus
menegosiasikan kembali aturan implisit seputar perilaku (misalnya, berapa
banyak waktu yang diizinkan seorang anak untuk dihabiskan jauh dari
keluarga dengan teman sebaya).
R
Disfungsi keluarga terjadi ketika keluarga tidak mampu beradaptasi
dengan tuntutan perkembangan normatif atau lingkungan. Pola dan
struktur interaksi keluarga menjadi sangat kaku sehingga sistem keluarga
FO
LE
adaptif dan perubahan individu.
Teori sistem keluarga juga mengasumsikan bahwa sistem keluarga
secara keseluruhan berinteraksi dengan sistem luar lainnya (misalnya,
sistem pendidikan, komunitas, pemerintah, lingkungan kerja).
SA
Keluarga secara keseluruhan dipengaruhi oleh, dan mungkin memiliki
beberapa pengaruh pada, sistem di sekitarnya. Seorang terapis
keluarga harus selalu menentukan sejauh mana keluarga terlibat
dalam sistem luar dan sejauh mana fungsi keluarga dipengaruhi
oleh interaksi ini
R
3. Intervensi orangtua (Parents Intervention)
Intervensi berbasis orangtua untuk mencegah atau mengurangi perilaku
minum (minuman keras) pada remaja umumnya mengambil tiga
FO
LE
terapi singkat pasangan berfokus pada masalah depresi adalah untuk
meningkatkan pemahaman depresi sebagai penyakit, mengurangi
sikap negatif dan perilaku menuju depresi, meningkatkan empati dan
saling mendukung antar mitra. Manual (Petunjuk) yang berisi protokol
SA
perawatan lengkap disediakan untuk semua terapis dalam penelitian ini.
Tinjauan singkat komponen perawatan utamanya adalah sebagai berikut:
§ Sesi pertama, terapis melakukan penilaian rinci tentang kekuatan
pasangan dan defisit dalam area yang dijelaskan di atas (misalnya,
pengetahuan tentang depresi, perilaku dan sikap terhadap depresi,
serta tingkat negativitas, empati, dan mendukung).
R
§ Sesi kedua berfokus pada psikoedukasi tentang gejala, kursus,
etiologi, dan pengobatan depresi, termasuk fokus pada bagaimana
gejala tertentu dapat memengaruhi fungsi pasien, pasangan, dan
FO
pernikahan.
§ Sesi ketiga menekankan coping dan komunikasi strategi yang dapat
membantu suami dalam mengurangi beban spesifik dan tekanan
psikologis yang terkait dengan depresi istri mereka. Teknik kognitif-
perilaku digunakan untuk membantu pasangan menggantikan
berpikir negatif dengan pandangan yang lebih konstruktif, optimis,
T
LE
melemahkan. Sesi terapi menunjukkan tingkat ketepatan yang tinggi
untuk tujuan terapi utama dan kecakapan umum lintas terapis (Cohen
et al., 2014).
SA
Psikologi klinis terapan lebih sering ditemukan dan dipersepsikan oleh
masyarakat umum dalam konteks terapan mikro daripada makro. Hidajat
(dalam Prawitasari, 2012) menggarisbawahi perbedaan mendasar antara
psikologi klinis terapan mikro dan makro seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 9.2. Pada level mikro, psikologi klinis diterapkan dalam
R
menyelesaikan kasus individual, pasangan suami-istri, dan keluarga.
Pada umumnya, psikolog klinis menggunakan pendekatan organik dan
bekerja sendiri dalam memberikan layanan psikologi di level mikro.
FO
Terapan Mikro
•Fokus pada kebutuhan individual
•Fungsi psikolog sebagai konselor
T
•Pendekatan organismik
•Bekerja sendiri
NO
PSIKOLOGI KLINIS
Terapan Makro
•Fokus pada kebutuhan masyarakat
•Fungsi psikolog sebagai fasilitator
•Pendekatan multidimensional
•Bekerja antar disiplin & antar sektor
Gambar 9.2 Konsep terapan mikro dan makro dari Psikologi Klinis
(diadaptasi dari Prawitasari, 2012)
BAB 9 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 315
315
cenderung menjadi fasilitator, bukan terapis/konselor. Seorang psikolog
klinis yang bekerja di level terapan makro, harus dapat berjejaring
(menjalin networking) dengan pakar dari profesi atau bidang ilmu lain,
misalnya dokter, ahli gizi, perawat, dan ahli kesehatan masyarakat dalam
rangka menurunkan angka kematian bayi (Prawitasari, 2003), stunting,
LE
dan problem kesehatan masyarakat lainnya.
Intervensi psikologi klinis di level makro dapat dilakukan dengan
mengambil peran mempengaruhi kebijakan daerah atau nasional dengan
pendekatan multidimensional yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
SA
masyarakat luas dalam bidang kesehatan jiwa. Sebagai contoh, peneliti
dari Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik di Universitas Diponegoro melakukan penelitian bersama
dengan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Grobogan
Jawa Tengah untuk mengkaji tingginya angka bunuh diri di Kabupaten
Grobogan. Hasil penelitian tersebut dijadikan dasar kebijakan pemerintah
R
daerah untuk menekan angka kejadian bunuh diri di daerah tersebut
(Ediati, dkk, 2019).
Beberapa contoh penerapan psikologi klinis di level makro banyak kita
FO
LE
blog/materi-edukasi-covid-19-5/post/himbauan-3- hal-sederhana-himpsi-
dan-pdskji-95)
Ikatan Psikologi Sosial memberikan masukan kepada pengambil
kebijakan jika karantina wilayah diperluas dengan mengeluarkan policy
SA
brief yang menawarkan karantina wilayah dengan mengaktifkan peran
komunitas lokal agar penanganan lebih efektif dan beban penanganan
lebih terdistribusi (https://himpsi.or.id/blog/materi-edukasi-covid-19-5/
post/policy-brief-ikatan-psikologi-sosial-99)
HIMPSI pun aktif memberikan masukan kepada Presiden Republik
Indonesia dan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dalam
R
menyusun Sistem Layanan nasional untuk kesehatan jiwa selama
masa pandemi Covid-19 (https://himpsi.or.id/blog/pengumuman-2/
post/materi-edukasi-covid-19-60). Dalam sistem layanan nasional ini,
FO
blast, dan infografis untuk disebar melalui grup WA dan media sosial.
Konsultasi awal psikologis yang dapat diakses publik dilakukan antara
lain melalui Chatbot 081133399000, layanan telemedicine, call center 119,
NO
LE
perspektif dari yang awal mulanya berfokus pada penanganan (kuratif)
menjadi berfokus pada pencegahan (preventif). Konsep pencegahan
gangguan kejiwaan pada waktu itu dimunculkan oleh disiplin ilmu
Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang tidak lagi sepaham dengan
SA
pendekatan medis dalam penanganan kasus-kasus gangguan mental yang
terutama disebabkan oleh problem sosial yang marak, seperti kemiskinan,
pengangguran, gelandangan, dan sebagainya.
Ada dua hal penting yang perlu dipahami dalam konteks pencegahan,
yaitu insiden dan prevalensi. Insiden (incidence) merupakan jumlah kasus
baru yang terjadi dalam rentang waktu tertentu (contoh: jumlah kasus
R
baru penderita depresi dalam setahun). Prevalensi (prevalence) merupakan
total jumlah kasus dalam populasi (contoh: jumlah total penduduk yang
menderita depresi dalam suatu populasi). Pemahaman mengenai insiden
FO
LE
• Intervensi awal yang ditujukan
Pencegahan untuk mengurangi atau
menurunkan prevalensi gangguan
Sekunder psikologis tertentu
• Tidak menurunkan insiden
maupun prevalensi
SA
• Intervensi yang ditujukan untuk
Pencegahan mencegah terjadinya suatu kasus
(onset) dan bertambahnya insiden
R Primer kasus psikologis tertentu
LE
kekuatan, dan kompetensi individu dan lingkungan untuk mengurangi risiko
timbulnya masalah. Analisis biaya-manfaat (cost-benefit) dari promosi telah
menunjukkan bahwa upaya yang berfokus pada promosi kesehatan sangat
hemat, jika dibandingkan dengan pendekatan yang reaktif atau berorientasi
SA
pada perawatan/kuratif (Durlak & Wells, 1997).
Psikologi rehabilitasi (rehabilitation psychology) adalah bidang khusus
psikologi yang bertujuan memaksimalkan kemandirian, status fungsional,
kesehatan, dan partisipasi sosial individu penyandang cacat dan penderita
sakit kronis (Cox, et al., 2010). Asesmen dan intervensi dalam rehabilitasi
mencakup: status psikososial, kognitif, perilaku, dan status fungsional, harga
R
diri, keterampilan coping, dan kualitas hidup (Scherer, 2010). Karena kondisi
yang dialami oleh pasien sangat bervariasi, psikolog rehabilitasi menawarkan
pendekatan perawatan individual. Disiplin mengambil pendekatan holistik,
FO
LE
b. Membutuhkan respons cepat untuk melakukan asesmen, diagnosa, dan
membuat keputusan treatment (brief intervention); jarang ditemukan
psikoterapi 50 menit tanpa adanya interupsi; penentuan dibuat tanpa
memanfaatkan keuntungan “full batery” dari tes psikologis.
SA
c. Gejala yang ditampilkan pasien berbeda-beda; sebagai bagian dari
gambaran klinis yang mencakup hipertensi, asma, diabetes, atau masalah
fisik lain.
d. Masalah kesehatan umum (obesitas, merokok, kurang olahraga, pola
makan buruk, penggunaan alkohol), merupakan faktor gaya hidup yang
dipertimbangkan sebagai penyebab meningkatnya prevalensi penyakit
R
kronis.
e. Lebih heterogennya pasien.
FO
LE
Carilah contoh kasus-kasus psikologis nyata di internet, kemudian
rancanglah program pencegahan dengan melibatkan peran lingkungan
sosial sekitarnya!
SA
RANGKUMAN
§ Intervensi teman sebaya (peer intervention) sering digunakan pada anak-
anak usia sekolah dan remaja, namun intervensi ini juga dapat digunakan
pada anak-anak usia prasekolah dan orang dewasa.
R
§ Terdapat dua model peran dalam intervensi sebaya: pendekatan kader,
dan pendekatan tubuh siswa.
§ Teori terapi keluarga mengasumsikan bahwa keluarga berubah dan
FO
fisik
§ Munculnya efek samping dari obat psikotropika sehingga diperlukan
intervensi dampingan.
§ Ketika ada kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, penggunaan
obat-obatan akan berbahaya karena dapat berdampak overdosis untuk
LE
meningkatkan kepatuhan akan pengobatan.
TES FORMATIF
SA
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini!
1. Aspek fungsi keluarga yang di dalamnya terdapat suatu aturan dan peran
sistem keluarga disebut sebagai:
a. Comunication
b. Cohesion
R
c. Organization
d. Adaptability
FO
LE
a. Pendekatan kader dan pendekatan tubuh siswa
b. Pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif
c. Pendekatan komprehensif dan pendekatan holistik
d. Pendekatan humanistik dan pendekatan manusiawi
6. Jelaskan tiga jenis-jenis intervensi sebaya yang kedua!
SA
7. Jelaskan empat aspek fungsi dari teori sistem keluarga!
8. Mengapa perlu ada layanan psikoterapi di layanan kesehatan primer?
4. B
5. A
NO
LE
masalah.
7. Empat aspek fungsi dari teori sistem keluarga:
a. Cohesion, tingkat saling ketergantungan antara anggota keluarga dan
biasanya dilihat pada kontinum dari keterlibatan berlebihan.
SA
b. Adaptability, mulai dari kacau hingga kaku, menunjukkan kemampuan
keluarga untuk membuat perubahan dalam keadaan tertentu sambil
mempertahankan stabilitas nilai dan aturan perilaku.
c. Communication, mungkin melibatkan ekspresi verbal dari isi dan
emosi atau ekspresi nonverbal, perasaan dan hubungan yang tidak
langsung.
R
d. Organization, struktur, aturan, dan peran sistem keluarga
8. Perlu adanya layanan psikoterapi di layanan kesehatan primer:
FO
DAFTAR PUSTAKA
American Psychological Association. (2014). Guidelines for prevention in
psychology. American Psychologists, 69(3), 285-296.
Cohen,S., O’Leary, K. D., Foran, H. M., & Kliem, S. (2014). Mechanisms of
LE
Change in Brief Couple Therapy for Depression. Behavior Therapy, 45,
402–417.
Corey, G. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama.
SA
Cox, D. R., Hess, D. W., Hibbard, M. R., Layman, D. E., Stewart, R. K. (2010).
Specialty practice in rehabilitation psychology. Professional Psychology:
Research and Practice. 41 (1): 82–88.
Durlak, J. A., & Wells, A. M. (1997). Primary prevention mental health programs
for children and adolescents: A meta-analytic review. American Journal of
Community Psychology, 25, 115-152.
Ediati, A., Wardani, N. D., Margawati, A., Santoso, S. (2019). Senyum, Sapa,
R
Sayangi, Semangati: Buku edukasi cegah bunuh diri untuk Kabupaten
Grobogan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
FO
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima.
Jilid 1. Jakarta : Erlangga
NO
DAFTAR ISTILAH
LE
membenarkan tindakannya yang salah atau meminimalkan konsekuensi
kejiwaan yang didapatkan karena kesalahannya, sehingga apa yang
dialaminya dapat diterima oleh orang lain dan terhindar dari rasa
cemasnya.
SA
Displacement: yaitu menggantikan perasaan bermusuhan atau agresivitasnya
dari sumber-sumber aslinya ke orang atau objek lain yang biasanya
kurang penting.
Kompensasi: yaitu menutupi kelemahan dengan jalan memuaskan atau
menunjukkan sifat tertentu secara berlebihan karena frustrasi dalam
bidang lain.
R
Distorsi: yaitu melakukan penyangkalan terhadap kenyataan hidupnya, dengan
tujuan untuk menghindari kecemasannya.
FO
T
NO
BAB 9 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 327
327
LE
SA
R
FO
T
NO
328 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS
LE
SA
R
10
FO
Bab
PSIKOLOGI
T
KOMUNITAS
NO
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 329
329
10.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
LE
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai perspektif psikologi komunitas
(pengertian dan prinsip), guiding values, konsep-konsep kunci, metode dan
area penelitian, serta metode intervensi dan perubahan dalam psikologi
komunitas.
SA
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan lanjutan dari materi pada pokok bahasan
sebelumnya yaitu kekhususan psikologi klinis. Pokok bahasan ini juga
berkaitan dengan mata kuliah lain yang melibatkan penerapan psikologi
komunitas, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN).
R
C. Kompetensi
FO
1. Standar Kompetensi
a. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis dan terapan
dalam berbagai bidang psikologi lain.
b. Mampu membedakan penerapan psikologi klinis menurut
berbagai pendekatan yang ada.
T
LE
mampu menguraikan tentang psikologi komunitas sebagai salah
satu kekhususan psikologi klinis, menguraikan dan memberi contoh
metode penelitian dalam psikologi komunitas, serta menguraikan
dan memberi contoh penerapan intervensi psikologi klinis komunitas
yang beretika.
SA
D. Petunjuk Belajar
Secara umum, pokok bahasan ini menyediakan materi pengantar atau
pemantik bagi mahasiswa untuk mempelajari dan memahami materi yang
sedang dibahas. Mahasiswa disarankan untuk membaca lebih lanjut materi
R
terkait pada daftar pustaka yang tercantum pada akhir pokok bahasan. Untuk
dapat memahami pokok bahasan ini dengan baik, mahasiswa dapat membaca
uraian dari setiap sub pokok bahasan terlebih dulu kemudian mengerjakan
FO
Uraian
Psikologi komunitas merupakan salah satu kekhususan dalam ilmu psikologi.
Karena sifatnya yang aplikatif (terapan/applied) dan interdisipliner, agak sulit
sesungguhnya menentukan Psikologi Komunitas merupakan kekhususan dari
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 331
331
ilmu psikologi yang mana. Akan tetapi sejumlah ahli mengkategorikan Psikologi
Komunitas sebagai kekhususan (bagian) dari Psikologi Klinis. Hal ini tidak
mengherankan karena menurut kronologi atau sejarah perkembangannya, isu
yang mendominasi dan mendorongnya berkembangnya Psikologi Komunitas
adalah isu kesehatan mental masyarakat, khususnya berkaitan dengan kritik
LE
terhadap layanan Rumah Sakit Jiwa di Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
Pada masa tersebut, beban biaya perawatan di Rumah Sakit Jiwa ditambah
kualitas layanan yang dianggap kurang mendorong gerakan masyarakat dan
kebijakan pemerintah atau Presiden untuk mengembangkan sistem layanan
SA
kesehatan mental yang berpusat pada masyarakat. Meski demikian, perlu
dipahami bahwa dalam perkembangan selanjutnya, Psikologi Komunitas
berkembang menjadi suatu pendekatan terapan dalam psikologi yang tidak
terbatas menangani isu kesehatan mental saja, melainkan isu kesejahteraan
masyarakat secara umum. Psikologi Komunitas berkontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui intervensi kolaboratif yang menyasar tiga hal:
R
a) Mencegah masalah-masalah psikologis dan sosial,
b) Meningkatkan kesejahteraan pribadi dan komunitas, dan
FO
Jika didefinisikan, hal yang menjadi ciri khas Psikologi Komunitas adalah
perhatiannya terhadap hubungan antara individu dengan lingkungan sosial
dan komunitasnya (Maton, 2004). Senada dengan pengertian tersebut, Zax
& Specter (dalam Trull & Prinstein, 2013) menyebutkan bahwa Psikologi
Komunitas adalah suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang
T
belum.
2. Psikolog komunitas menekankan pada penciptaan alternatif melalui
indentifikasi dan pengembangan sumber daya dan kekuatan yang
ada pada individu maupun komunitas. Dengan demikian, psikolog
komunitas lebih mengarahkan tindakan atau intervensinya secara
LE
langsung pada kompetensi individu dan lingkungannya (alih-alih fokus
pada kekurangannya).
3. Psikolog komunitas meyakini bahwa perbedaan yang ada di antara individu
maupun komunitas justru diharapkan dan merupakan keniscayaan yang
SA
bersifat positif. Alokasi sumber daya sosial yang ada dengan demikian
tidak diharapkan dilakukan berdasarkan satu standar kompetensi atau
norma kelompok tertentu semata. Sebaliknya keragaman yang ada di
dalam masyarakat harus diperhatikan.
LE
Intervensi dalam Psikologi Komunitas banyak menerapkan pembagian
peran kepada masyarakat non-profesional seperti melalui program
bantu-diri (self-help program) atau dengan melatih non-profesional untuk
melakukan intervensi sederhana kepada komunitasnya.
SA
LATIHAN
Saat ini kita mengenal yang namanya Sustainable Development Goals (SDG)
yang merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDG). SDG
merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh negara-negara yang tergabung
R
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa/ United Nations (PBB/UN) terkait isu-isu
kemasyarakatan yang dirasa penting untuk diselesaikan. Diskusikan dalam
kelompok yang terdiri dari 3-4 orang satu saja isu SDG dengan menggunakan
FO
LE
13. Penanganan perubahan iklim
14. Ekosistem laut
15. Ekosistem daratan
16. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh
SA
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan
RANGKUMAN
Psikologi komunitas merupakan salah satu kekhususan dalam psikologi
klinis dengan ciri khas menekankan perhatian pada hubungan antara
R
individu dengan lingkungan sosial dan komunitasnya. Psikologi komunitas
merupakan bidang psikologi terapan yang berkontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui intervensi kolaboratif yang menyasar tiga
FO
TES FORMATIF
Pilihan Ganda
1. Ciri khas Psikologi komunitas adalah fokus perhatiannya pada hal-hal
berikut ini, kecuali ...
a. Kesehatan mental
b. Hubungan individu dan lingkungan
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 335
335
c. Peran lingkungan dalam memunculkan masalah
d. Peran lingkungan dalam meminimalisir masalah
e. Kekurangan dalam masyarakat
2. Berikut ini yang tidak termasuk sasaran dari Psikologi komunitas adalah
LE
...
a. Mencegah masalah fisik
b. Mencegah masalah sosial
c. Memberdayakan kelompok marginal
d. Meningkatkan kesejahteraan individu
SA
e. Meningkatkan kesejahteraan komunitas
3. Pernyataan di bawah ini yang sesuai dengan perspektif Psikologi
komunitas adalah ...
a. Keragaman dalam masyarakat berisiko menimbulkan masalah dalam
komunitas.
R
b. Identifikasi kekurangan dalam komunitas perlu lebih penting
dibandingkan identifikasi kelebihan dalam komunitas.
c. Masyarakat yang sedang memiliki permasalahan merupakan
FO
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.
336 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS
TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau
melalui internet untuk mencari contoh program-program berbasis Psikologi
Komunitas untuk membantu memahami sub bahasan Psikologi Komunitas
LE
berikutnya.
SA
Pilihan Ganda
1. E
2. A
3. C
Benar Atau Salah
4. Salah
R
5. Benar
FO
Uraian
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa Psikologi Komunitas lebih dijelaskan
T
LE
yang Lebih Besar.
Psikologi Komunitas melihat penurunan kohesi komunitas sebagai
kontributor utama bagi masalah-masalah individu & sosial, & peningkatan
rasa komunitas sebagai kontributor kunci bagi kesehatan individu &
vitalitas masyarakat.
SA
3. Keadilan dan Pemberdayaan Sosial: Distribusi Sumber Daya Ekonomi,
Politik, dan Psikologis yang Setara dalam Masyarakat.
Psikologi Komunitas memberikan perhatian terhadap upaya pengatasan
isu-isu sosial terkini yang mendesak, & terutama terhadap pemberdayaan
kelompok marjinal melalui peningkatan akses mereka ke sumber daya
R
ekonomi, politik, & psikologis.
4. Partisipasi Warga: Keterlibatan Aktif Warga di Semua Aspek
FO
Kehidupan Masyarakat.
Psikologi Komunitas waspada terhadap solusi top-down (dari ahli)
untuk pengatasan masalah yang dihadapi masyarakat. Psikologi
Komunitas melihat bahwa pendekatan tersebut seringkali tidak efektif &
menimbulkan keterasingan serta ketergantungan warga terhadap program
yang dijalankan untuk mereka. Sebaliknya, keterlibatan warga dipandang
T
LE
keragaman adalah kebaikan publik dan sumber daya yang tak ternilai.
7. Empirical Grounding: Dasar Penelitian untuk Upaya Membuat
Perbedaan Positif di Komunitas dan Masyarakat yang Lebih Luas.
Psikologi Komunitas melihat bukti sistematis sebagai kunci untuk
SA
memahami masalah-masalah individu dan sosial, dan memandang bahwa
pemahaman tersebut sebagai pusat untuk pengembangan program,
tindakan komunitas, dan kebijakan sosial yang efektif.
LATIHAN
R
Masih menggunakan isu SDG dan contoh program komunitas pada sub bab
sebelumnya, diskusikan bagaimana tujuh nilai pemandu (guiding values)
FO
RANGKUMAN
Terdapat tujuh nilai pemandu dalam Psikologi Komunitas sebagaimana
disarikan Maton (2004) yaitu: 1) kesehatan individu (fisik, psikologis, sosial,
T
TES FORMATIF
Pilihan Ganda
1. Saat situasi bencana, organisasi profesi Psikologi bekerja sama dengan
institusi layanan kesehatan terdekat (Rumah Sakit dan Puskesmas)
menyediakan shelter atau layanan kesehatan mental di pengungsian. Hal
tersebut merupakan wujud dari guiding value Psikologi Komunitas ...
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 339
339
a. Peningkatan sense of community
b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia
e. Kolaborasi dan kekuatan komunitas
LE
2. Pelatihan kader kesehatan jiwa di masyarakat untuk membantu deteksi
dini problem kesehatan mental di masyarakat merupakan wujud
penerapan guiding value Psikologi Komunitas ...
a. Peningkatan sense of community
SA
b. Kolaborasi dan kekuatan komunitas
c. Menghormati keragaman manusia
d. Penggunaan dasar penelitian
e. Keadilan dan pemberdayaan sosial
LE
a. Peningkatan sense of community
b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia
SA
e. Penggunaan dasar penelitian
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
R
tidak 80% benar.
TINDAK LANJUT
FO
Pilihan Ganda
1. B
2. B
3. C
4. E
5. D
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 341
341
Uraian
LE
Terdapat enam konsep utama (konsep kunci) dalam Psikologi Komunitas
menurut Trull & Prinstein (2013). Enam konsep utama ini memaparkan
lebih mendalam mengenai bagaimana perpektif dan nilai pemandu dalam
Psikologi Komunitas diterapkan saat mengembangkan maupun menerapkan
program intervensi psikologi komunitas.
SA
1. Kerangka dan analisis multilevel ekologis
Dalam melihat suatu masalah dalam komunitas, Psikologi Komunitas
menekankan adanya pengaruh timbal balik antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang melingkupi individu tersebut dapat
R
Makrosistem
Lokalitas
FO
Organisasi
Mikrosistem
Individu
T
NO
LE
microsystem, 3) level organisasi, 4) level lokalitas masyarakat, dan 5) level
macrosystem (lihat Gambar 1).
Pada level individu, psikolog komunitas menilai hubungan timbal
balik antara individu dengan lingkungan secara umum. Faktor lingkungan
SA
apa saja yang mempengaruhi individu mengembangkan perilaku protektif
maupun perilaku resiko tertentu. Pada level microsystem, psikolog
komunitas tertarik melihat interaksi individu dengan sistem terdekatnya
secara langsung seperti keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan rekan
kerja. Selanjutnya pada level organisasi, psikolog komunitas melakukan
analisis peran microsystem yang lebih besar seperti sekolah, organisasi
R
keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan. Pada level lokalitas, penting
melihat nilai-nilai dan norma-norma yang khas dari masyarakat setempat.
Pada level organisasi ini terdapat sekumpulan organisasi yang terlibat.
FO
LE
ini diwujudkan melalui pendirian community mental health centers di
seluruh wilayah Amerika. Layanan kesehatan mental komunitas ini
menyediakan lima layanan utama, meliputi: layanan rawat inap, layanan
rawat jalan, partial hospitalization (misal: pasien hanya berada di layanan
SA
kesehatan di malam hari), layanan gawat darurat 24 jam, dan layanan
konsultasi yang beragam. Di samping kelima layanan tersebut, layanan
kesehatan mental komunitas juga diharapkan dapat memberikan layanan
diagnosis, rehabilitasi, penelitian, pelatihan, dan evaluasi. Pada intinya
layanan kesehatan mental komunitas diharapkan memegang peran sentral
sehingga dapat menutup treatment gap dan meningkatkan akses kelompok
R
yang selama ini kurang terlayani terhadap layanan kesehatan mental yang
dibutuhkan. Konsep utama yang perlu dipahami dari konsep kesehatan
mental komunitas adalah pentingnya pengembangan layanan kesehatan
FO
mental yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali, baik
melalui pendirian fasilitas layanan kesehatan mental komunitas maupun
program-program berbasis komunitas.
3. Konsep pencegahan
Konsep utama ketiga dalam Psikologi Komunitas adalah konsep
T
LE
Alternatif model prevensi lain adalah yang dikemukakan oleh Institute
of Medicine (IOM), yaitu: 1) universal preventive intervention, 2) selective
preventive intervention, dan 3) indicated preventive intervention. Universal
preventive intervention memiliki karakteristik menyasar seluruh populasi
SA
secara keseluruhan tanpa terkecuali. Selective preventive intervention
menyasar kelompok resiko dalam populasi dengan tingkat resiko
setidaknya di atas rata-rata populasi umum. Terakhir, indicated preventive
intervention menyasar kelompok resiko tinggi yang telah menunjukkan
gejala gangguan mental meskipun masih ringan atau belum terkategori
klinis.
R
4. Promosi dan pemberdayaan
Konsep utama keempat dari Psikologi Komunitas adalah promosi dan
FO
LE
6. Konsep intervensi sosial dan perubahan komunitas
Konsep intervensi konvensional menekankan pada peran individu dalam
mengatasi masalahnya sendiri. Ketika seorang individu masih belum
mampu menyelesaikan masalahnya, maka kesalahan dan tanggung
SA
jawab ada pada individu tersebut. Dalam Psikologi Komunitas, tanggung
jawab pribadi tetap ada, tetapi Psikologi Komunitas juga melihat bahwa
individu tidak berada di ruang hampa, tetapi dipengaruhi juga oleh
lingkungan sosialnya. Untuk dapat membantu mengatasi problem
individu, lingkungan sosial yang merugikan dan melemahkan individu
perlu diubah. Sebaliknya lingkungan sosial yang berpotensi menguatkan
R
individu perlu ditingkatkan. Dengan demikian, perilaku “menyalahkan
korban” tidak relevan lagi untuk dilakuan dalam kerangka intervensi
FO
LATIHAN
T
RANGKUMAN
Terdapat enam konsep utama dalam Psikologi Komunitas menurut Trull
& Prinstein (2013), yaitu: 1) kerangka dan analisis multilevel ekologis, 2)
konsep kesehatan mental komunitas, 3) konsep pencegahan, 4) promosi dan
LE
pemberdayaan, 5) keragaman/diversity, dan 6) konsep intervensi sosial dan
perubahan komunitas.
TES FORMATIF
SA
Pilihan Ganda
1. Berikut ini merupakan level ekologis dalam suatu komunitas, kecuali:
a. Individu
b. Mikrosistem
c. Monosistem
R
d. Makrosistem
e. Organisasi
FO
2. Menutup treatment gap adalah inti tujuan dari konsep utama ... dalam
Psikologi Komunitas.
a. Kesehatan mental komunitas
b. Pencegahan
c. Promosi dan pemberdayaan
d. Keragaman
T
e. Intervensi sosial
3. Program peningkatan kemampuan coping pada remaja dalam menghadapi
NO
LE
e. Selektif
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari konsep
utama ... dalam Psikologi Komunitas.
a. Kesehatan mental komunitas
SA
b. Pencegahan
c. Promosi dan pemberdayaan
d. Keragaman
e. Intervensi sosial
R
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
FO
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.
TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet mengenai contoh program prevensi, promosi, dan konsep kesehatan
T
Uraian
LE
Area penelitian Psikologi Komunitas bersifat luas mulai dari kuantitatif
hingga kualitatif, mulai dari desain eksperimen hingga riset aksi (action
research). Tujuan penelitian dalam Psikologi Komunitas tak lain adalah
untuk memahami fenomena yang terjadi di komunitas. Metode penelitian
SA
kualitatif digunakan dalam Psikologi Komunitas untuk mendeskripsikan
fenomena secara mendalam, memahami konteks, memperoleh insight baru,
dan memberikan kesempatan bagi populasi marginal untuk menyuarakan
pendapatnya. Contoh dari metode penelitian kualitatif yang dapat diterapkan
dalam Psikologi Komunitas antara lain adalah wawancara kualitatif, observasi
partisipan, dan diskusi kelompok terarah.
R
Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis,
melakukan asesmen kebutuhan, dan melakukan evaluasi program. Desain
penelitian kuantitatif dalam Psikologi Komunitas dapat berupa penelitian
FO
LE
seperti meningkatkan kohesivitas masyarakat, menciptakan sistem dukungan
masyarakat, mengembangkan struktur peran dan menciptakan kepemimpinan
yang berkontribusi bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pelibatan
struktur organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan yang ada menjadi
SA
poin penting di sini.
Area atau topik selanjutnya yang juga banyak diteliti dalam Psikologi
Komunitas adalah rasa komunitas/sense of community. Rasa komunitas
terbukti menjadi indikator yang baik dari keberhasilan suatu program
intervensi komunitas. Masyarakat dengan rasa komunitas yang tinggi dicirikan
memiliki rasa keanggotaan, pengaruh, integrasi, pemenuhan kebutuhan, dan
R
dapat berbagi hubungan emosional dengan komunitasnya, baik komunitas
berbasis relasional (misalnya: organisasi profesi) maupun berbasis geografis.
FO
LATIHAN
Carilah satu artikel jurnal mengenai kajian Psikologi Komunitas kemudian
lakukan reviu terhadap artikel jurnal tersebut!
T
RANGKUMAN
Metode penelitian yang digunakan dalam Psikologi Komunitas terdiri dari
NO
TES FORMATIF
Isian Singkat
1. Metode penelitian yang lebih sesuai digunakan ketika psikolog komunitas
hendak mengetahui sudut pandang dari kelompok marginal dalam suatu
LE
komunitas adalah metode penelitian ...
2. Menguji hipotesis dalam intervensi Psikologi Komunitas adalah tujuan
dari metode penelitian ...
3. Metode penelitian yang digunakan dengan tujuan saling melengkapi
SA
informasi dan data yang dibutuhkan dalam program Psikologi Komunitas
adalah metode penelitian ...
4. Seorang psikolog komunitas tinggal di komunitas yang menjadi target
program selama beberapa hari untuk mengetahui kebutuhan dan kekuatan
yang terdapat dalam komunitas tersebut, merupakan bentuk metode
penelitian dengan teknik ...
R
5. Psikolog komunitas menyebarkan kuesioner untuk mengetahui kualitas
hidup masyarakat pasca program intervensi komunitas, merupakan
FO
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
T
TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet mengenai contoh topik dan metode penelitian Psikologi Komunitas
untuk meningkatkan pemahaman terkait sub bab ini.
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 351
351
LE
3. Campuran (mixed methods)
4. Observasi partisipan
5. Survei
SA
10.6 METODE INTERVENSI DAN PERUBAHAN
DALAM PSIKOLOGI KOMUNITAS
Uraian
Terdapat banyak metode intervensi dan perubahan yang diterapkan dalam
R
Psikologi Komunitas. Berikut adalah beberapa contoh metode yang biasa
digunakan dalam program intervensi komunitas.
1. Konsultasi
FO
2. Hospitalisasi
Alternatif dari hospitalisasi konvensional (rawat inap di Rumah Sakit)
NO
LE
4. Self-help
Psikologi Komunitas mendorong masyarakat untuk dapat berdaya dan
tidak bergantung pada profesional kesehatan mental yang jumlahnya
terbatas. Salah satu metode intervensi yang dikembangkan untuk tujuan
ini adalah pengembangan program self-help atau bantu diri. Dengan
SA
disusunnya panduan sederhana yang mudah dipahami masyarakat,
masyarakat dengan problem kesehatan mental tertentu dapat mencoba
membantu dirinya sendiri secara mandiri dengan mempraktikkan saran-
saran praktis dari program bantu diri tersebut. Ketika sudah mencoba
mempraktikkan program bantu diri dan masih merasa kesulitan,
masyarakat dapat mencoba meminta bantuan terlebih dulu kepada
R
paraprofesional.
5. Paraprofesional
FO
LATIHAN
Carilah satu contoh metode intervensi dalam Psikologi Komunitas berdasarkan
materi yang telah disampaikan. Paparkan penerapan metode intervensi
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 353
353
tersebut. Diskusikan mengapa metode intervensi tersebut tepat (atau kurang
tepat) dalam mengatasi problem komunitas yang disasar!
RANGKUMAN
LE
Sejumlah metode intervensi dan perubahan dalam Psikologi Komunitas yang
biasa diterapkan adalah sebagai berikut: konsultasi, hospitalisasi, intervensi
dini pada masa kanak, self-help, dan paraprofesional.
TES FORMATIF
SA
Memasangkan
Berikut ini adalah bentuk-bentuk metode intervensi dalam Psikologi
Komunitas. Pasangkan pernyataan yang ada di kolom kiri dengan istilah
atau nama metode intervensi yang tepat di kolom kanan.
R
Soal Jawaban
1. Memberikan informasi mengenai cara A. Konsultasi
merawat orang dengan gangguan jiwa B. Hospitalisasi
FO
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.
LE
TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
SA
internet mengenai contoh penerapan metode intervensi dan perubahan dalam
Psikologi Komunitas untuk meningkatkan pemahaman terkait sub bab ini.
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. A 4. D
2. E 5. B
R
3. C
FO
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISTILAH
Psikologi komunitas: kekhususan psikologi klinis yang berfokus pada
hubungan antara individu dan lingkugan sosialnya.
Sense of community: rasa keterikatan individu terhadap komunitasnya.
Treatment gap: jarak antara jumlah masyarakat yang membutuhkan treatment/
layanan psikologis dengan jumlah masyarakat yang telah menerima
treatment/layanan psikologis.
BAB 10 PSIKOLOGI KOMUNITAS 355
355
Prevensi primer: level pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi
kemunculan kasus kesehatan mental di masyarakat.
Prevensi sekunder: level pencegahan yang bertujuan untuk melakukan
deteksi dini anggota masyarakat yang memiliki problem kesehatan mental
sehingga tidak berkembang menjadi gangguan mental.
LE
Prevensi tersier: level pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi
keparahan dan mempercepat rehabilitasi pada anggota masyarakat yang
telah mengalami gangguan kesehatan mental.
Universal preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar
SA
seluruh anggota populasi.
Selective preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar
kelompok dengan risiko di atas rata-rata populasi umum.
Indicated preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar
kelompok risiko tinggi dalam populasi.
Promosi: program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
R
masyarakat.
Kelompok marginal: kelompok masyarakat yang kurang beruntung atau
terpinggirkan di dalam populasi.
FO
INDEKS
LE
Ajaran timur 120 Proses intrapsikis 92
APA 10, 14 Psikofarmakologi 164
Asesmen klinis 182, 183, 184 Psikologi abnormal 140, 144, 147
DSM 142, 229 Psikologi forensik 169
Epidemiologi 38 Psikologi humanistik 113
SA
Etika 52 Psikologi kesehatan 154
Freud 6 Psikologi klinis 3, 10, 68, 76, 244
Freud 96, 100 Psikologi komunitas 172
HIMPSI 23, 24 Psikologi perkembagan 71
Hippocrtes 6 Psikologi Sosial 76
Informed consent 53 Psikologi transpersonal 122
R
Jung 96 Psikologi umum 69
Kesehatan mental 150 Psikoneuroimunologi 161
Ketidaksadaran 94 Psikopatologi 220
FO