Anda di halaman 1dari 368

LE

SA
R
FO
T

Teori & Aplikasi


NO
LE
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002

SA
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN

1.  Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau


R
memperbanyak suatu Ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
FO

paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak


Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2.  Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
T

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


NO
LE
SA
R
FO

Teori & Aplikasi


T

Annastasia Ediati • Dian Veronika Sakti Kaloeti


NO

• Hastaning Sakti • Kartika Sari Dewi


• YF La Kahija • Amalia Rahmandani • Salma

PENERBIT ERLANGGA
Jl. H. Baping Raya No. 100
Ciracas, Jakarta 13740
http://www.erlangga.co.id
(Anggota IKAPI)
iv

LE
007-150-010-0

Psikologi Klinis

SA
Teori dan Aplikasi

Hak Cipta ©2020 pada Penulis


Hak Terbit pada Penerbit Erlangga
ISBN: 978-623-266-361-9

Disusun oleh:
R
Annastasia Ediati
Dian Veronika Sakti Kaloeti
Hastaning Sakti
FO

Kartika Sari Dewi


YF La Kahija
Amalia Rahmandani
Salma

Editor: H.M. Wibi Hardani


T

Desain Cover: Yudi Nur Riyadi


NO

Buku ini diset dan dilayout oleh Bagian Produksi Penerbit Erlangga
dengan Power MacPro

23 22 21 20 4 3 2 1

Dilarang keras mengutip, memfotokopi, atau memperbanyak dalam bentuk


apapun, baik sebagian maupun keseluruhan isi buku ini, serta
memperjualbelikannya tanpa izin tertulis dari Penerbit Erlangga.

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


vv

Prakata

LE
Psikologi Klinis adalah salah satu cabang psikologi yang berfokus tentang perilaku ma-
nusia serta gejala-gejala yang ada, khusus dari sudut pandang klinis. Buku ini diterbitkan
dengan tujuan untuk mengisi kebutuhan akan buku ajar mata kuliah Psikologi Klinis yang
diajarkan di Fakultas Psikologi.
Buku ini dibuka dengan Bab I yang memberikan pengantar mengenai psikologi klinis,

SA
yang diikuti dengan pembahasan mengenai metodologi riset Psikologi Klinis di Bab II. Bab
III memuat keterkaitan Psikologi Klinis dengan berbagai bidang, beserta isu-isu kontemporer
yang menyertainya, sedangkan Bab IV memaparkan berbagai pendekatan dalam Psikologi
Klinis. Selanjutnya, Bab V mengupas Kekhususan Psikologi Klinis dan Bab VI mengupas
Metode Asesmennya. Berikutnya, Psikopatologi dibahas pada Bab VII. Bab VII khusus
membahas mengenai Laporan Pemeriksaan Psikologi Klinis dan pada Bab IX dipaparkan
mengenai Intervensi Klinis. Buku ini ditutup dengan Bab X yang menguraikan Psikologi
R
Komunitas.
Dalam kesempatan ini, Tim Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu terwujudnya penulisan dan penerbitan buku ini. Akhir kata, Tim
Penulis siap menerima kritik dan saran demi lebih menyempurnakan karya ini. Semoga
FO

buku ini dapat memberi manfaat dan sumbangsih demi kemajuan ilmu Psikologi di tanah
air.


Semarang, Juni 2020

Tim Penulis
T
NO
vi

Tentang Penulis

LE
Annastasia Ediati berkarya sebagai staf pengajar di Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro sejak 1999. Menempuh S1
(1991-1997) dan Program Profesi Psikologi (1997-1999) di
Fakultas Psikologi UGM. Ia menempuh pendidikan master di
bidang HRD di Faculty of Educational Science and Technology,

SA
University of Twente, the Netherlands (2001-2002) dengan
beasiswa STUNED. Pendidikan doktoral di bidang Psikologi
Medis ditempuh di Erasmus University of Rotterdam, the
Netherlands (2010-2014) dengan beasiswa Dikti-LN. Sejak
2016 terlibat dalam tim multidisiplin dalam penanganan
individu dengan disorders of sex development (dulu disebut
interseks). Ia aktif melakukan penelitian di bidang kesehatan/kedokteran, kesehatan mental,
R
dan pemberdayaan komunitas serta banyak melakukan publikasi di jurnal ilmiah internasional
dan nasional serta konferensi ilmiah. Annas aktif memberikan pelatihan-pelatihan
pengembangan kompetensi maupun pribadi, baik dalam komunitas psikologi maupun
masyarakat umum. Annas adalah pengurus di Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia dan
FO

anggota Ikatan Psikologi Klinis Wilayah Jawa Tengah serta pernah menjabat sebagai Wakil
Dekan Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (2015-
2019). Beberapa modul yang ditulisnya Modul Training Perkembangan Emosi Anak (“Anak
Tanggung”), Modul Training Regulasi Emosi Anak Sekolah Dasar, Modul Edukasi Cegah
Bunuh Diri (2019), dan Tumbuh Kembang Anak dengan Congenital Adrenal Hyperplasia
(2020). Annas dapat dihubungi melalui surel: ediati.psi@gmail.com
T

Dian Veronika Sakti Kaloeti menyelesaikan studi Sarjana


dan Magister Profesi Psikologi Klinis di Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada. Kemudian ia menamatkan studi
NO

Doktor di University of Leipzig, Germany pada tahun


2016. Hingga saat ini, ia adalah dosen di Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro. Ketertarikannya pada individu-
individu yang berhasil melalui dan beradaptasi dengan baik
terhadap tekanan hidup dan peristiwa traumatik membuatnya
melakukan riset-riset yang berkaitan dengan topik resiliensi
yang dikaji dari berbagai sudut pandang dan populasi.
Saat ini ia menjabat sebagai Wakil Dekan Akademik dan
Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (2019-2024). Vio dapat dihubungi
di dvs.kaloeti@live.undip.ac.id
vii
vii
Hastaning Sakti lahir di Semarang, 1 Juli 1960. Pendidikan
S1, S2 dan S3 ditempuhnya di Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. S1 di Fakultas Psikologi UGM, dilanjutkan di
program Magister di Clinical Epidemiology and Biostatistic
Unit (FK UGM) atas biaya Rockefeller Foundation dengan
pendalaman topik Social Science on Medico-Psychology.

LE
Program Doktoralnya diselesaikan di Fakultas Psikologi
UGM dengan topik Psikologi Klinis, dan memperdalam
topik tentang Psiko-Neuro-Imunologi (PNI) dengan
pengembangan Psikoterapi Transpersonal. Pernah menjabat
sebagai Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Wilayah Jawa
Tengah (2013-2016) dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (2015-2019).

SA
Saat ini aktif sebagai konsultan pada Jasa Psikologi Undip dan Psikolog di rumah sakit
swasta di Semarang. Beberapa modul ber-HAKI lebih banyak ditulis tentang pengaruh
faktor psikologis terhadap epidemi penyakit masyarakat, antara lain: “ASA” (Ajakan Sehat
Jiwa Raga) Bagi Penderita Tuberkulosis; Modul Modifikasi Psikoedukasi Penderita Kusta;
Buku Saku Penyiapan Kehidupan Berkeluarga dari Segi Kesehatan, serta Modul Pelatihan
Pengembangan Diri Guru IDEAL (Insipratif, Dedikatif, Empati, Akhlak Mulia, Dan Luhur
Budi). Sebuah persembahan Bakti Pada Guru, sampai saat ini masih dilaksanakan dalam
R
rangka peningkatan karakter guru se-Indonesia. Hasta dapat dihubungi melalui surel ke
alamat: sakti.hasta@gmail.com

Kartika Sari Dewi, lahir di Semarang, 20 November


FO

1977. Pendidikan sarjananya ditempuh di Program Studi


Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan
diselesaikannya pada Tahun 2000, sebagai lulusan pertama.
Pada Tahun 2003 meraih gelar Magister Profesi Psikolog Klinis
Dewasa di Universitas Indonesia. Sejak Tahun 2001, ia menjadi
pengajar tetap di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro,
turut menginisiasi Pusat Pemberdayaan Keluarga (PPK/
T

PRPK) Fakultas Psikologi Undip, dan terlibat aktif di Bagian


Psikologi Klinis. Sejak Tahun 2015, ia menempuh pendidikan
doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia di bidang
NO

Psikologi Keluarga. Kartika menaruh minat pribadi pada ranah Kesehatan Mental, Psikologi
Keluarga, dan Psikologi Transpersonal. Ia aktif sebagai praktisi dan konsultan psikologis
di salah satu rumah sakit swasta di Semarang, dan beberapa instansi pemerintah di Jawa
Tengah, serta mengasuh kolom konsultasi di tabloid dan di radio swasta sejak Tahun 2007
hingga saat ini. Selain itu, menulis beberapa buku dan publikasi ilmiah, di antaranya: Buku
Ajar Kesehatan Mental (2012), publikasi jurnal internasional di Procedia Environmental
Science (2015), menjadi pemakalah dalam International Family Therapy Association (IFTA)
Conference 23th, di Kuala Lumpur (2015), serta menjadi pemakalah dalam The 6th ARUPS
Congress (2018) di Denpasar. Korespondensi dengan Kartika dapat dilakukan melalui surel
ke alamat: ksdewi.pklinis@gmail.com
viii
YF La Kahija adalah staf pengajar Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro sejak tahun 2005. Dia menyelesaikan
pendidikan S1-nya di Universitas Diponegoro dan kemudian
melanjutkan S2-nya di University of Northampton, Inggris,
dengan spesialisasi di bidang Psikologi Transpersonal. Dia
secara khusus tertarik dengan psikologi Timur. Beberapa

LE
bukunya yang sudah dikenal luas adalah Hipnoterapi: Prinsip-
prinsip Dasar Praktik Psikoterapi (Gramedia, 2007), Penelitian
Fenomenologis: Jalan Memahami Pengalaman Hidup
(Kanisius, 2017). Minatnya akan ajaran Timur membawanya
pada pengembangan Terapi Eling lan Awas (ELA). Untuk
mendasari Terapi ELA itu, La Kahija menulis empat buku: (1) Terapi Eling lan Awas: Jalan

SA
Membahagiakan Diri Sendiri, (2) Terapi Eling lan Awas: Membuat Catatan Manas, (3) Terapi
Eling lan Awas: Untaian Skrip, dan (4) Eling lan Awas: Kearifan Timur Nusantara untuk
Psikologi. Saat ini terapi ELA sudah bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat
lewat layanan bantuan psikologis dan layanan berbagi ilmu “Psikologi Timur” lewat situs
web www.elinglanawas.com.

Amalia Rahmandani, adalah staf pengajar di Fakultas


Psikologi Universitas Diponegoro sejak tahun 2014. Amalia
R
lahir di Sukoharjo, 10 Desember 1984. Menempuh pendidikan
sarjana psikologi di Universitas Diponegoro hingga tahun 2007,
dan pendidikan magister profesi psikologi bidang klinis di
FO

Universitas Gadjah Mada hingga tahun 2011. Sebelum menjadi


staf pengajar di Undip, sempat berpraktik di Puskesmas
Gamping I Sleman selama 2 tahun 9 bulan. Amalia tertarik
dalam peminatan psikologi di bidang klinis yang diarahkan
secara spesifik pada pengalaman trauma kompleks dalam relasi,
pemaafan, dan pertumbuhan yang dikaji secara lebih luas.
Hingga saat ini sejumlah penelitian dan publikasi ilmiah bersama kolega aktif dilakukan.
Korespondensi dengan Amalia dapat dilakukan melalui alamat surel a.rahmandani@live.
T

undip.ac.id atau amalia_rahmandani07@yahoo.co.id

Salma adalah staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas


NO

Diponegoro sejak tahun 2015. Salma lahir di Demak, 17


Juli 1989 dan menempuh pendidikan sarjana (lulus tahun
2011) serta magister psikologi profesi bidang klinis (lulus
tahun 2014) di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Salma memiliki peminatan di bidang Psikologi Klinis dan
aktif melakukan sejumlah penelitian dan publikasi ilmiah
bersama kolega mengenai kesehatan mental, mindfulness, dan
ketahanan keluarga. Salma juga aktif mengelola Jurnal Psikologi
(terakreditasi Dikti; peringkat SINTA 2). Korespondensi
dengan Salma dapat dilakukan melalui alamat surel salma@
lecturer.undip.ac.id
ixix

Daftar Isi
Bab 1 Pengantar Psikologi Klinis 1
1.1 Pendahuluan 2

LE
1.2 Definisi Psikologi Klinis 3
1.3 Prinsip Idiografik 4
1.4 Sejarah Psikologi Klinis 4
1.5 Perkembangan Definisi Psikologi Klinis 13
1.6 Fungsi Utama Psikologi Klinis 15

SA
1.7 Empat Karakteristik Psikologi Klinis 17
1.8 Setting Pekerjaan Psikolog Klinis 18
1.9 Profesi yang Berdekatan 20
Daftar Pustaka 30

Bab 2 Metodologi Riset Dalam Psikologi
Klinis 32
R
2.1 Pendahuluan 33
2.2 Pengantar Riset dan Metode 34
Daftar Pustaka 63
FO

Daftar Istilah 63

Bab 3 Keterkaitan Psikologi Klinis


dengan Berbagai Bidang:
Isu Kontemporer 66
3.1 Pendahuluan 67
T

3.2 Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Berbagai


Bidang 68
Daftar Pustaka 84
NO

Daftar Istilah 84

Bab 4 Pendekatan-pendekatan dalam Psikologi


Klinis 86
4.1 Pendahuluan 87
4.2 Pendekatan Psikoanalitis 89
4.3 Pendekatan Behavioral 101
4.4 Pendekatan Fenomenoloogis-Humanistik 109
4.5 Pendekatan Transpersonal 117
x
4.6 Bagaimana Memilih Pendekatan? 128
Daftar Pustaka 132
Konsep-Konsep Kunci 135

Bab 5 Kekhususan Psikologi Klinis 138


5.1 Pendahuluan 139

LE
5.2 Psikologi Abnormal 140
5.3 Psikologi Abnormal Anak dan Remaja 144
5.4 Psikologi Abnormal Lansia 147
5.5 Kesehatan Mental 151
5.6 Psikologi Kesehatan 159

SA
5.7 Psikologi Medis 159
5.8 Psikoneuroimunologi 161
5.9 Psikofarmakologi 165
5.10 Neuropsikologi Klinis 168
5.11 Psikologi Forensik 170
5.12 Psikologi Komunitas 173
Daftar Pustaka 176
R
Daftar Istilah 177

Bab 6 Pengantar dan Metode Asesmen Psikologi


FO

Klinis 180
6.1 Pendahuluan 181
6.2 Pengantar Asesmen Psikologi Klinis 182
6.3 Pengantar Metode Asesmen dalam Psikologi
Klinis 195
Daftar Pustaka 215
Daftar Istilah 216
T

Bab 7 Pengantar Psikopatologi 218


NO

7.1 Pendahuluan 219


7.2 Pengertian Psikopatologi 220
7.3 Etiologi 221
7.4 Pengantar Simtomatologi 222
7.5 Pemeriksaan Status Mental 224
7.6 Gambaran Singkat Psikopatologi 225
7.7 Sistem Klasifikasi Dsm dan Diagnosis
Multiaksial 229
Daftar Pustaka 239
Daftar Istilah 240
xixi

Bab 8 Laporan Pemeriksaan Psikologi Klinis 242


8.1 Pengertian Laporan Pemeriksaan Psikologi
Klinis 243
8.2 Penyusunan Laporan Psikologi Klinis 249
8.3 Penulisan Laporan Psikologi Berdasarkan

LE
Pendekatan Klinis 265
Daftar Pustaka 281
Daftar Istilah 282

Bab 9 Pengantar Intervensi Klinis 284


9.1 Pendahuluan 285

SA
9.2 Definisi dan Pendekatan pada Intervensi
Klinis 286
9.3 Pengantar Intervensi Klinis 309
Daftar Pustaka 325
Daftar Istilah 326
R
Bab 10 Psikologi Komunitas 328
10.1 Pendahuluan 329
10.2 Perspektif Psikologi Komunitas 330
FO

10.3 Guiding Values Psikologi Komunitas 336


10.4 Konsep-Konsep Kunci Psikologi Komunitas
341
10.5 Metode dan Area Penelitian Psikologi
Komunitas 348
10.6 Metode Intervensi dan Perubahan dalam
Psikologi Komunitas 351
T

Daftar Pustaka 354


Daftar Istilah 354
NO
xii

NO
T
FO
R
SA
LE
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1 1

LE
SA
R
Bab 1
FO

PENGANTAR
T

PSIKOLOGI KLINIS
NO
2 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

1.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pada pokok pembahasan Pengantar Psikologi Klinis ini, mahasiswa dibekali
dengan pengetahuan mengenai definisi, perspektif Psikologi Klinis, sejarah
singkat dan ranah cakupan keilmuan dan profesinya, serta berbagai kegiatan,
aturan dan penempatan psikolog klinis di tempat kerja. Psikologi Klinis

SA
merupakan bidang yang kompleks, yang membahas perilaku manusia dan
emosi. Seperti bila kita membahas mengenai darah dan syaraf, emosi dan
ide, maka Psikologi Klinis merupakan usaha integratif untuk memahami
interaksi antara biologi, psikologi, dan faktor sosial.

B. Relevansi
R
Pokok bahasan Definisi dan Sejarah Psikologi Klinis ini mengawali pemahaman
mahasiswa untuk masuk pada materi yang ada pada bab berikutnya dan
FO

memiliki relevansi yang sangat erat antar bahasan. Perkembangan metodologi


riset dalam Psikologi Klinis, keterkaitan Psikologi Klinis dalam berbagai
bidang sesuai isu-isu kontemporer akan sangat menarik untuk ditelaah.
Asesmen Psikologi Klinis dengan beberapa pendekatan serta
kekhususannya, merupakan sebuah keterampilan yang harus dimiliki
seorang sarjana psikologi dalam intervensi klinis, hingga pembuatan laporan
T

pemeriksaannya. Pengetahuan tentang perkembangan Psikologi Klinis akan


lebih mudah dipahami bila mahasiswa mempelajari definisi dan sejarah
perkembangan Psikologi Klinis pada buku ini. Gambaran awal tentang
NO

perjalanan Psikologi Klinis dari masa sebelum Masehi akan menginspirasi


pembaca untuk lebih menghargai dan mengembangkan Psikologi Klinis di
masa yang akan datang.

C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) perkembangan Psikologi Klinis, masa lalu,
kini dan kondisi masa depan.
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 3 3
2. Mampu menjelaskan (C2) perspektif dan filosofi Psikologi Klinis dan
perkembangan antar waktu hingga berdirinya Psikologi Klinis.

D. Petunjuk belajar

LE
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
hal yang belum Anda ketahui.

SA
1.2 PRINSIP IDIOGRAFIK

A. Pengertian tentang Psikologi Klinis


R
Psikologi klinis mengacu pada cabang psikologi yang berhubungan dengan
diagnosis dan pengobatan gangguan mental, disposisi abnormal, dan masalah
kejiwaan. Ini adalah kombinasi ilmu psikologi dan prosedur perawatan
FO

masalah manusia yang kritis dan kompleks. Seorang psikolog klinis adalah
orang yang berurusan dengan proses pencegahan, estimasi, analisis, dan
penyembuhan gangguan mental yang lengkap.
Psikolog Amerika Lightner Witmer adalah orang pertama yang
menciptakan istilah ‘psikologi klinis’ dalam makalah yang ditulis pada tahun
1907. Witmer mendefinisikan subjek sebagai penelitian yang dilakukan melalui
T

‘observasi atau eksperimen’. Seorang psikolog klinis harus menjadi orang yang
sehat yang mampu berpikir secara objektif dan netral. Ia harus bijaksana
NO

dan cukup bijaksana untuk menyelesaikan masalah orang-orang yang sedang


melewati tahap-tahap sulit dalam hidup mereka dan membimbing mereka
ke jalan yang benar, sehingga mereka dapat mengatasi masalah mereka.

B. Beda Psikologi Klinis dengan Bidang Ilmu Serupa


Banyak orang belum memahami kesamaan dan perbedaan antara Psikologi
Klinis dan bidang ilmu sejenisnya, contoh pertanyaan yang sering kita
dengar: “Apa bedanya psikolog dan psikiater?”. Tidak jarang masyarakat
4 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

mengalami kesulitan untuk memahami apa kesamaan dan perbedaan antara


disiplin ilmu yang sama-sama membahas isu kesehatan mental ini. Hampir
semua disiplin ilmu tentang kesehatan mental mengembangkan aktivitas
psikoterapi, sehingga pemahaman tentang perbedaan psikolog dan psikiater
kini semakin menantang.

LE
1.3 DEFINISI PSIKOLOGI KLINIS

SA
Fokus Psikologi klinis adalah pada asesmen, treatment, dan memahami
problem-problem psikologis dan gangguan perilaku. Pada kenyataannya
Psikologi Klinis juga harus dapat memahami jiwa manusia dengan kondisi
fisik, emosi, aspek sosial kesehatan dan disfungsinya. Menurut APA, Psikologi
Klinis mencoba untuk menggunakan prinsip psikologi untuk memahami
lebih baik, dan memprediksi aspek-aspek intelektual, emosional, biologis,
R
psikologis, sosial dan keperilakuan dari fungsi manusia.
Rodnick (dalam Plante 2005) berpendapat bahwa Psikologi Klinis
FO

adalah aspek dari ilmu psikologi dan praktek yang memperhatikan analisis,
treatment dan prevensi (pencegahan) terhadap disabilitas psikologi manusia
dan meningkatkan penyesuaian diri dalam mencapai kepuasan diri dan
hubungan dengan lingkungan lebih efektif.
Dalam perkembangannya, definisi Psikologi Klinis mengalami
perkembangan pola dari waktu ke waktu. Pemahaman tentang penyimpangan
T

manusia merupakan bagian penting bidang ini. Psikologi Klinis telah


menjangkau arena yang jauh lebih luas daripada sekadar perilaku abnormal
atau sakit mental yang bersifat individual.
NO

1.4 SEJARAH PSIKOLOGI KLINIS

Berikut ditampilkan sejarah psikologi sebelum ditemukan sebagai bidang


ilmu, kemudian disambung perkembangan psikologi di jaman Yunani, abad
pertengahan, masa Renaissance, kemudian kondisi psikologi setelah perang
dunia ke-2.
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 5 5

A. Sebelum Psikologi Ditemukan sebagai Sebuah Bidang Ilmu


2500 – 500 B.C. Supranatural, magic, herbal dan alasan lain yang dianggap
sebagai pendekatan kepada penyakit mental dan fisik
470 – 322 B.C. Bangsa Yunani memakai pendekatan holistik yang sangat

LE
memperhatikan pengaruhnya terhadap faktor biologis,
psikologis dan sosial
130 – 200 A.D. Galen mengembangkan dasar pengobatan Barat
berdasarkan pengaruh Yunani 1000 tahun lalu

SA
500 – 1450 Abad Pertengahan yang mempercayai supranatural sangat
mempengaruhi kesehatan dan berbagai penyakit
1225 – 1274 Saint Thomas Aquinas menggunakan pemikiran saintifik
untuk membantu menjelaskan masalah kesehatan dan
penyakit
1490 – 1541 Paracelsus (dokter bidang toksikologi) menyatakan
R
bahwa pergerakan bintang, bulan, matahari dan planet
mempengaruhi perilaku manusia
1500 – 1700 Renaissance menjadi saksi beberapa penemuan saintifik
FO

yang menyarankan bahwa faktor biologis mempengaruhi


kesehatan dan penyakit
1596 – 1650 René Descartes mengembangkan mind/body dualism yaitu
2 substansi yang berbeda
1745 – 1826 Pinel (Perancis) mengembangkan terapi moral manusia
untuk menerapi orang yang mentalnya sakit
T

1802 – 1887 Dorothea Dix mengadvokasi treatment pada manusia dari


penyakit mental di Amerika
NO

1848 New Jersey menjadi negara bagian USA yang pertama


dalam membangun RS untuk pasien yang mengalami
penyakit mental

1. Zaman Yunani
Beberapa pemikir pada zaman Yunani dianggap sangat penting dalam
perkembangan awal pendekatan integratif terhadap penyakit, dan
sebagai pelopor perspektif biopsychosocial. Konon, orang Yunani kuno
6 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

masih mempercayai adanya kekuatan supranatural yang mempengaruhi


kesehatan dan penyakit.
Hippocrates (460 - 370 B.C) menulis tentang Hypocratic Corpus, yang
menganggap bahwa penyakit timbul karena tidak adanya keseimbangan
cairan dalam tubuh dan tidak hanya sekadar pengaruh spiritual. Cairan

LE
tubuh yang dimaksud adalah empedu hitam, empedu kuning, plegma
(lendir) serta darah. Keempat cairan tersebut mempengaruhi temperamen
dan kepribadian. Bila orang terlalu banyak cairan kuning dikatakan
sebagai kepribadian kolerik yang mewakili sifat pemarah dan mudah

SA
tersinggung. Bila terlalu banyak cairan empedu hitam dikatakan sebagai
kepribadian melankolik yang mewakili sifat sedih dan tanpa harapan.
Hippocrates juga mempertahankan adanya pendekatan holistik
untuk kesehatan dan penyakit seperti tercermin dalam pernyataannya:
“in order to cure the human body, it is necessary to have a knowledge of
the whole things”. Hippocrates telah mengawali pandangan bahwa faktor
R
biologis, psikologis dan faktor sosial berkontribusi terhadap penyakit
fisik maupun emosi. Pada abad pertengahan selanjutnya Plato, Aristotle
dan Galen meneruskan perspektif biopsychosocial ini.
FO

2. Abad Pertengahan
Masa abad pertengahan (500-1450 A.D) adalah awal gagasan
pengembalian hubungan antara kesehatan, penyakit, jiwa dan raga.
Penyakit fisik dan penyakit jiwa diyakini dipengaruhi oleh hal-hal spiritual
T

seperti pengaruh setan, penyihir dan akibat dari dosa. Thomas Aquinas
(1225-1274) menyatakan adanya kebenaran teologis dan kebenaran
saintifik.
NO

Freud (1856-1939) dan koleganya menyatukan kembali hubungan


jiwa dan raga. Freud mendemonstrasikan bahwa konflik yang tidak
disadari dan pengaruh emosional dapat membuat seseorang sakit. Seperti
pemikiran orang pada zaman Yunani kuno, Freud membangkitkan
kembali gagasan bahwa ada pandangan holistik tentang kesehatan, yang
mencakup seluruh peran kehidupan emosional.
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 7 7
3. Masa Renaissance
Pada masa Renaissance, pembaharuan ketertarikan dunia fisik dan
medis muncul kembali dengan berkurangnya pengaruh supranatural
atau sudut pandang religius. Temuan medis selama masa Renaissance
dihasilkan melalui reductionisme biomedis pada penyakit, termasuk

LE
penyakit mental, yang dapat dipahami dengan observasi saintifik dan
eksperimen, ketimbang hanya pemahaman tentang pikiran dan jiwa.
1. Perhatian terhadap perbedaan individual:
Pentingnya perbedaan individual dalam Psikologi Klinis.

SA
Berbagai pengaruh:
a. Perbedaan individual sudah diperhitungkan sejak jaman dahulu
seperti Plato, Pythagoras, pemerintahan Cina sekitar 4000 tahun
yang lalu.
b. Perkembangan pengukuran ilmiah tentang perbedaan individual
di bidang astronomi, anatomi (frenologi), fisiognomi.
R
c. Penggunaan prosedur sampling perilaku untuk menentukan
karakteristik mental individual (selanjutnya disebut mental test
pada tahun 1890).
FO

d. Ide Charles Darwin (1859) tentang variasi perbedaan individual.


e. Pengembangan tes kapasitas sensorimotor oleh Galton dan
Cattell.
f. Pengukuran kemampuan mental kompleks pada anak normal
dan cacat (Alfred Binet).
T

2. Pengembangan berbagai pengukuran fungsi mental kompleks yang


lain:
Bersamaan dengan perubahan konsep tentang Gangguan Perilaku
NO

oleh Phillipe Pinel (Perancis) dan William Tuke (Inggris).


1. Supernatural concept adalah gangguan perilaku karena kekuatan
magis, supranatural, kesurupan setan. Untuk penanganannya
dilakukan exorcism (pengusiran roh jahat)
2. Perawatan dalam asylum (akhir abad 15 dan awal abad 16).
3. Penanganan yang lebih manusiawi diyakini akan mengembalikan
fungsi yang normal (akhir abad 18 dan awal abad 19).
8 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

4. Kini: abnormalitas diyakini berhubungan dengan gangguan


fungsi mental.

B. Gambaran Psikologi sebagai Bidang Ilmu

LE
Setelah Psikologi ditemukan sebagai sebuah bidang ilmu dan hingga Perang
Dunia ke-2
1879 Wilhelm Wundt mengembangkan laboratorium psikologi yang pertama
1879 William James mengembangkan laboratorium American Psychology

SA
di Harvard
1883 G. Stanley Hall mengembangkan laboratorium psikologi kedua di Johns
Hopkins
1888 James Mc Kean Cattell mengembangkan laboratorium psikologi America
ketiga
R
1890 James mempublikasikan Principles of Psychology
1890 Cattell menetapkan mental test
FO

1892 APA didirikan


1896 Lightner Witmer mendirikan Psikologi Klinis pertama di University of
Pennsylvania
1900 Freud memublikasikan The Interpretation of Dreams
1904 Alfred Binet mulai mengembangkan tes inteligensi
T

1905 Binet dan Theodore Simon menawarkan Skala Inteligensi Binet-Simon


1905 Carl Jung mengkreasikan word association test
NO

1907 Psikologi Klinis, jurnal klinis pertama dipublikasikan


1908 Clifford Beers memulai gerakan mental hygiene
1909 Psikologi Klinis dibentuk sebagai bagian di APA
1909 Freud mengunjungi Clark Universitas di America
1916 William Healy mengembangkan child guidance clinic di Chicago
1917 Lewis Terman mengembangkan Stanford-Binet Intelligence Test
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 99

1917 Rober Yerkes dan komite mengembangkan Army Alpha Test


1919 AACP ikut APA
1921 Cattell mengembangkan Psychological Corporation
1921 Herman Rorschach mempresentasikan inkblot test

LE
1924 Mary Cower Jones menggunakan prinsip belajar untuk menerapi rasa
takut pada anak
1935 APA komite Standard and Training menetapkan Psikologi Klinis

SA
1936 Louttit mempublikasikan text book Psikologi Klinis yang pertama
1937 Klinisi meninggalkan APA kembali dan membentuk American Association
of Applied Psychology (AAAP)
1937 Terbitnya Journal of Consulting Psychology
1939 The Wechsler-Bellevue Intelligence Scale dipublikasikan
R
1945 AAAP kembali bergabung dengan APA

1. Masa Tenang /Pasca Perang Dunia I (1918 -1941)


FO

a. Diperluasnya ranah penelitian dan pengembangan psikologi klinis,


mendalami individu dewasa, baik dalam hal seleksi, pemahaman
minat, inteligensi, sifat, kemampuan khusus dan emosi.
b. Tahun 1930, ditetapkan 6 fungsi dalam Psikologi Klinis modern, yaitu
(1) asesmen; (2) treatment; (3) riset; (4) pengajaran; (5) konsultasi;
T

(6) administrasi.

2. Pasca Perang Dunia II (1994 -1990)


NO

Terjadi kebutuhan besar Psikologi Klinis (klinisi) sepanjang dan setelah


perang dunia untuk kebutuhan: seleksi, diagnosa dan terapi kasus-kasus
pasca perang dan kasus-kasus di masyarakat.

3. Masa Kelahiran Psikologi


Psikologi lahir saat laboratorium psikologi pertama dikembangkan oleh
Wilhelm Wundt di Leipzig Jerman tahun 1979. Pada tahun 1890 William
10 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

James mempublikasikan Principle of Psychology yang menjadi buku teks


psikologi klasik yang petama, dan pada tahun 1892 APA didirikan dengan
G. Stanley Hall sebagai presidennya.
Kemunculan Psikologi Klinis pertama terjadi tahun 1896 saat
pembukaan Psikologi Klinis pertama di Universitas Pennsylvania oleh

LE
Lightner Witmer (1867-1955). Witmer menjadi psikolog pertama yang
memakai pemahamannya tentang prinsip perilaku manusia untuk
membantu individu dengan problem khusus. Wilmer juga diundang
oleh beberapa guru untuk membantu murid-murid yang performanya

SA
kurang baik.
Kelahiran Psikologi Klinis (1896 -1917) oleh Lightner Witmer
(1867-1955), berawal dari penanganan kasus anak, karena sebagian
besar kasus klinis di masa itu terjadi pada anak-anak. Kasus itu ditulis
untuk pertama kalinya dalam jurnal. Saat itu direkomendasikan asesmen
diagnosis sebagai cara dalam membantu klien. Penanganan klien secara
R
tim akan lebih baik dari berbagai profesional. Ke depannya, diperlukan
upaya pencegahan (preventif) dalam deteksi dini dan remediasi. Psikologi
klinis sudah seharusnya dibangun atas dasar pinsip-prinsip psikologi
FO

ilmiah yang menyeluruh.


Alfred Binet dan Theodore Simon mengembangkan tes inteligensi
Binet-Simon yang pada tahun 1908 disusun khusus untuk sekolah. Pada
tahun 1916, psikolog Stanford University Lewis Terman merevisi skala
dan mengganti nama tes itu menjadi Stanford-Binet. Pendekatan Binet
T

dalam mengetes menjadi sangat popular di US.


Selama Perang Dunia pertama, berjuta-juta rekrutan perlu
dievaluasi fungsi intelektual dan psikologisnya. Pihak militer kemudian
NO

menggunakan tes psikologi untuk mengevaluasi pasukan militernya.


Selanjutnya pada Perang Dunia kedua lebih dari 40.000 veteran dirawat
di Veteran’s Administration (VA) Hospital karena alasan psikologis.
Kebutuhan yang luar biasa banyak untuk pelayanan klinis membutuhkan
pelayanan yang komprehensif, yang mencakup psikotes, psikoterapi,
konsultasi dan riset. Pada tahun 1946 RS Veteran’s Administration meminta
4.700 psikolog klinis untuk menangani pasien veteran perang.
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1111

Kejadian signifikan dalam bidang Psikologi Klinis setelah perang


Dunia ke-2
1940-an
1945 AAAP bergabung dengan APA

LE
1945 Connecticut menerbitkan sertifikat hukum pertama untuk psikologi
1947 ABEPP memunculkan sertifikasi klinisi
1949 Halstead mepresentasikan baterai tes neurospsikologi
1949 Konferensi Boulder mendefinisikan model training saintis-praktisi

SA
Tahun 1947 APA menetapkan rekomendasi bagi pendidik klinisi:
a. Psikolog klinis seharusnya dididik dan dilatih dalam proses yang
bertahap yaitu sebagai ilmuwan psikologi dan berikutnya barulah
sebagai praktisi profesional (klinis).
b. Pelatihan Psikologi Klinis bagi non-klinisi seharusnya diperketat
dengan melewati program 4 tahun doktoral, termasuk berpraktek
R
di bawah supervisi selama 1 tahun.
c. Holy Trinity (asesment, riset dan treatment) yang diajarkan adalah
FO

psikologi umum, psikodinamika, teknik asesmen, metode riset dan


terapi.

1950an
1950 Dollar dan Miller mempublikasikan Personality and Psychoterapy:
An Analysis in Terms of learning, Thinking and Culture
T

1951 Rogers mempublikasikan Client-Centered Therapy


1952 Eysenck mempublikasikan The Effects of Psychoterapy: An Evaluation
NO

1952 APA mempublikasikan kategori diagnostic DSM-1


1953 APA mempublikasikan Ethical Standards
1953 Skinner mempresentasikan operant principles
1958 Wolpe mempublikasikan Psychotherapy by Reciprocal Inhibition
1959 Mental Research Institute didirikan
1960an
1960 Eysenck mempublikasikan Handbook of Abnormal Psychology: An
Experimental Approach
12 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

1967 Munculnya Association for Advancement in Behavior Therapy


1968 Program PsyD pertama di Univerity of Illinois

1970an

LE
1970 DSM II dipublikasikan
1977 George Engel mempublikasikan paper di Science tentang model
biopsychosocial
1977 Wachtel mempublikasikan Psychoanalysis and Behavior Therapy:
Toward an Integration

SA
1980an
1980 DSM III dipublikasikan
1981 APA Ethical Standar direvisi
1982 Psikologi Kesehatan muncul
R
1987 DSM III R dipublikasikan
1988 American Psychological Society
FO

1990an
1994 DSM IV dipublikasikan
1995 APA mempublikasikan treatment empiris tervalidasi
1998 International Society of Clinical Psychology dicanangkan di San
Fransisco
T

2000an
2001 APA memberikan statement misinya untuk merefleksikan
NO

psikologi sebagai disiplin health care


2002 APA ethic direvisi

The APA Committee on Training in Clinical Psychology mengadakan


pertemuan pada tahun 1947 dan mengembangkan standar pelatihan dan
panduan bagi psikolog klinis. Akhirnya, panduan tersebut menjadi “gold
standard” untuk pelatihan klinis. Komite Training in Clinical Psychology
merekomendasikan riset, treatment dan asesmen. Pada tahun 1949 komite
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1313

mengadakan pertemuan di Boulder Colorado dan mengembangkan


Boulder Model yang kemudian dikenal sebagai model saintis praktisi
dari training klinis.
Selama tahun 1950 hingga 1970 muncul model pendekatan dan
perspektif treatment dan intervensi baru yang ditawarkan sebagai sebuah

LE
alternatif pendekatan psikodinamika tradisional. Family system, behavioral,
cognitive behavioral dan pendekatan humanistic untuk intervensi muncul,
sebagai alternatif intervensi yang menarik dan popular. Selanjutnya
muncul gerakan komunitas kesehatan mental pada tahun 1960an seiring

SA
maraknya medikasi psikotropik untuk mengobati penyakit mental.
Titik balik filosofi psikologi klinis terjadi sejak 1973 pada Vail Conference.
Luaran yang paling signifikan dari konferensi tersebut adalah diterimanya
sebuah model pelatihan baru untuk psikologi klinis. Pada tahun 1977,
George Engel menawarkan pendekatan biopsikososial sebagai model
yang mungkin terbaik untuk memahami dan menyembuhkan penyakit
R
mental dan fisik. Pendekatan ini menyatakan agar seluruh penyakit dan
problem fisik dan psikologis memperhatikan elemen biologis, psikologis
dan sosial. Ini dimaksudkan agar ada strategi penanganan intervensi yang
FO

efektif. Model biopsikososial telah diterima secara luas baik di bidang


medis dan psikologi dengan ditunjang riset yang tepat.

1.5 PERKEMBANGAN DEFINISI PSIKOLOGI KLINIS


T

Definisi awal psikologi klinis yang dikemukakan oleh Winer (1912) adalah
metode yang digunakan untuk mengubah dan mengembangkan jiwa seseorang
NO

berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan teknik


penanganan pedagogis dengan melibatkan aspek penanganan, pendidikan
dan isu-isu interpersonal. Hal ini tidak disetujui oleh Woodworth (1937)
karena terlalu berkonotasi medis.
Psikologi Klinis di masa depan harus berusaha memberikan bantuan
kepada individu dalam menyelesaikan masalah seleksi untuk keperluan
pendidikan dan pekerjaan, penyesuaian keluarga dan sosial, kondisi-kondisi
kerja dan aspek kehidupan lain.
14 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

A. APA Division of Clinical Psychology, 1992


Bidang Psikologi Klinis mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teori dan
praktek memahami, memprediksi dan mengurangi maladjustment, disabilitas
dan ketidaknyamanan serta memperbaiki adaptasi, penyesuaian dan

LE
perkembangan pribadi manusia.
Psikologi Klinis difokuskan pada aspek-aspek intelektual, emosional,
biologis, psikologis, sosial dan perilaku dari fungsi manusia seumur hidupnya,
di berbagai macam budaya dan di semua tingkat sosial-ekonomi. Nietzel, et
all., (1998) mengatakan bahwa Psikologi Klinis merupakan sub-area Psikologi

SA
yang melakukan penelitian terhadap perilaku manusia, untuk mencari aplikasi
dari hasil penelitian, dan berhubungan dengan asesmen individu. Selain itu
Psikolog Klinis juga membantu individu yang memiliki problem psikologis
dengan pendekatan klinis.
R
B. APA Division of Clinical Psychology, 2019
Psikologi Klinis adalah kekhususan psikologi yang menyediakan:
FO

1. Perawatan kesehatan mental dan perilaku bagi individu dan keluarga


secara berkelanjutan dan komprehensif;
2. Konsultasi bagi institusi dan komunitas;
3. Pelatihan, pendidikan dan supervisi;
4. Praktik berbasis riset;

Kekhususannya adalah dalam keluasannya, yang mencapai psikopatologi


T

berat dan ditandai oleh kekomprehensifan dan integritas pengetahuan dan


keterampilan dari berbagai disiplin ilmu yang relevan di dalam dan di luar
NO

psikologi. Ruang lingkup psikologi klinis mencakup semua umur, berbagai


keragaman, dan system.

C. Psikologi Klinis abad ke-21


Pelayanan kesehatan yang lebih terpadu mencegah:
a. Munculnya gangguan.
b. Memelihara kesehatan mental.
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1515

c. Intervensi psikologis pada penyakit-penyakit terminal.


d. Praktek psikologi.
e. Terapi.
f. Ranah pelatihan rehabilitatif.

LE
1.6 FUNGSI UTAMA PSIKOLOGI KLINIS

Ruang lingkup Psikologi Klinis:

SA
1. Asesmen (Assessment)
2. Treatment
3. Penelitian (Research)
4. Pengajaran (Teaching)
5. Konsultasi (Consultation)
R
1. Asesmen
“To collect information about people…”
FO

Dalam asesmen, yang diungkap adalah perilaku, masalah, karakteristik yang


unik, kemampuan dan fungsi inteligensi. Alat ukur yang digunakan adalah
tes psikologi, interview dan observasi. Tujuan asesmen adalah untuk:
a. Pemilihan pekerjaan yang cocok.
b. Gambaran lengkap masalah klien.
c. Deskripsi karakteristik kepibadian.
T

d. Memilih, mengevaluasi teknik treatment.


e. Landasan ilmiah bagi riset klinis.
NO

2. Treatment
“Sesuatu yang digunakan untuk menolong individu agar lebih memahami
dan untuk mengatasi masalah distress psikologisnya”
Dalam treatment dikembangkan intervensi antara lain psikoterapi,
konseling, modifikasi perilaku. Tujuannya adalah untuk menemukan
masalah yang spesifik hingga rekonstruksi kepribadian. Kemudian membantu
eksplorasi diri, kerja sama memecahkan masalah dan mengembangkan
16 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

fungsi, mengajarkan skills menanggulangi stress dan mengendalikan


kehidupan. Banyaknya klien, tipikal klien perlu diperhatikan waktu dam
biaya treatmentnya.

3. Research

LE
a. Penelitian (misalnya: Neuropsikologi, Psikofarmakologi, Psikologi
Kesehatan)
b. Setting.
c. Kepentingan: kritisi, akurasi prosedur asesmen, evaluasi efektivitas

SA
intervensi (terapi program).
d. Tujuan: asesmen (mencari penyebab), diagnose, intervensi (design,
preventif) dan evaluasi.

4. Teaching
R
Aktivitas Pendidikan, misal memberikan informasi, seminar, pelatihan,
pengembangan SDM, mengajar S1, S2, S3/profesi, supervise praktek, supervise
bidang terkait.
FO

5. Consultation
a. Pemberian saran pada organisasi/perseorangan/kelompok/badan/system.
b. Berbentuk: research, assessment, treatment, training, teaching
1. Pendidikan (pengenalan job).
T

2. Saran (kasus dan program).


3. Pelayanan terstruktur (asesmen, treatment, evaluasi).
NO

4. Reduksi masalah organisasi.


5. Mengoptimalkan pekerjaan, puas, lebih efektif.

6. Administrasi
1. Manajerial sebagai eksekutif dalam menjalankan suatu organisasi
(universitas, RS, klinik).
2. Psikolog Klinis:
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1717

a. Sensitivitas terhadap issue tinggi (individual differences).


b. Keterampilan interpersonal, komunikasi, sosial.
c. Kemampuan riset.
d. Kemampuan berorganisasi (prosedur seleksi dan evaluasi personil).
e. Mewaspadai disfungsi psikologis.

LE
Orientasi Pekerjaan Klinis (Sundber, et all, 2007):
a. Orientasi menolong yang alamiah.
b. Orientasi kuratif.
c. Orientasi belajar.

SA
d. Orientasi pertumbuhan.
e. Orientasi ekologis.
Tiga Landasan Kompetensi Psikologi Klinis (Wiramihardja, 2012) :
1. Pemahaman akademik yang memerlukan landasan teoretis umum
ke khusus.
R
2. Pengalaman riset yang terbimbing, dengan supervisi terapan ilmu
yang berkembang dan berbasis riset.
3. Pengalaman klinis yang disupervisi sehingga praktik asesmen, terapi
FO

dan riset klinis dengan klien.

1.7 EMPAT KARAKTERISTIK PSIKOLOGI KLINIS


T

1. Merupakan bagian dari psikologi yaitu mempelajari proses mental dan


perilaku manusia.
NO

2. Penelitian dalam bidang perilaku manusia dan proses mental.


3. Asesmen (pengukuran) terhadap kemampuan dan karakteristik individu.
4. Ada usaha menolong individu yang mengalami distress psikologis dengan
intervensi dan treatment.
Asumsi tentang manusia:
1. Perilaku manusia dapat ditentukan
2. Perilaku manusia bersifat plastis
3. Setiap perilaku manusia dimotivasi & bertujuan
18 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

4. Perilaku manusia diatur secara sentral


5. Perilaku manusia bersifat adaptif
6. Manusia diyakini sebagai makhluk unik
7. Manusia reaktif & proaktif
8. Manusia merupakan makhluk Biopsikososial

LE
9. Kepribadian manusia berkembang bertahap

SA
1.8 SETTING PEKERJAAN PSIKOLOG KLINIS

Banyak profesional dan anggota masyarakat bertanya-tanya di mana letak


perbedaan psikologi klinis dengan bidang ilmu kesehatan mental seperti
psikologi konseling, psikologi sekolah, psikiatri, perawat, pekerja sosial dan
konseling.
R
• Psikolog Konseling
Dari semua perbedaan profesi yang berhubungan dengan kesehatan
FO

mental, psikolog konseling mungkin adalah yang paling menyerupai


psikolog klinis dalam praktek sehari-harinya. Perbedaannya pada
umumnya adalah di filosofinya, titik berat pelatihannya dan kurikulum
pada psikolog klinis dan lulusan progam konseling. Perbedaan psikolog
klinis dan psikolog konseling sangat tipis. Di Barat, layaknya psikolog
klinis, pada umumnya psikolog konseling major psikologinya pada
T

undergraduate, mengikuti 4 tahun belajar hingga lulus, kemudian


menyelesaikan 1 tahun internship di bagian klinis dan menyelesaikan
NO

training post-doctoral untuk mendapatkan lisensi sebagai seorang psikolog.


Psikolog konseling bekerja sebagai psikolog pada rawat jalan,
kampus, dan setting vokasi dan tentunya berhadapan dengan orang-
orang yang tidak mempunyai masalah psikiatrik (kejiwaan). Mereka
lebih memberikan pelayanan pendidikan dan konseling kerja kepada
mahasiswa, murid ataupun pegawai. Tes yang dilakukan oleh psikolog
konselor pada umumnya melibatkan minat dan keterampilan karir serta
vokasi. Saat ini psikolog konseling dapat ditemui di Rumah Sakit, klinik,
perusahaan, dan di klinik privat atau biro konsultasi. Pada kenyataannya,
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 1919

di banyak negara psikolog konseling berpraktek seperti layaknya psikolog


klinis.

• Psikolog Sekolah
Pada umumnya Psikolog Sekolah bekerja di sekolah formal (termasuk

LE
SLB atau sekolah khusus) untuk melayani tes kognitif, konseling
singkat, konsultasi rujukan dari guru, staf administrasi, orang tua dan
murid. Psikolog Sekolah lebih banyak menangani atau melayani anak-
anak dengan kebutuhan khusus seperti AD/HD, kesulitan belajar atau
retardasi mental. Profesi ini juga menangani permasalahan siswa dengan

SA
orangtuanya dalam hubungannya dengan permasalahan pendidikan dan
psikologisnya. Jika di dunia Barat, psikolog yang bergelar Ph.D dan
bekerja di sekolah, umumnya tertarik pada bidang riset dan akademik,
sedangkan yang bergelar MA lebih tertarik bekerja sebagai praktisi
psikolog yang berhubungan dengan anak dan orangtua.
R
• Psikiater
Psikiater adalah lulusan bidang ilmu kedokteran yang telah menyelesaikan
FO

fase residensial di bidang ilmu psikiatri. Di Barat, seorang psikiater harus


menempuh jenjang bachelor premedik dengan bidang terkait seperti
biologi dan kimia serta menyelesaikan empat tahun kuliah di fakultas
kedokteran untuk mendapatkan gelar MD (S.Ked -Indonesia). Ada medical
internship 1 tahun sebagai residen di bagian psikiatri. Berbeda dengan
psikolog klinis, medical internship berfokus sebagai dokter umum. Residen
T

yang sedang menjalani training psikiatri dapat pula bekerja sebagai klinisi
di klinik kesehatan mental komunitas.
Psikiater sebagai dokter jiwa mendiagnosa pasien dengan cara
NO

medis dan membuat resep untuk mengatasi penyakit pasien. Diagnosis


klinis dan treatment biasanya digunakan psikiater untuk kasus-kasus
psikopatologi seperti affective mood disorders, bipolar disorder dan
schizophrenia. Psikiater tidak berfokus pada perilaku manusia secara
umum dan psikoterapi. Psikiater juga tidak dilatih intensif untuk
melakukan psikotes dan asesmen serta tidak diajarkan pelatihan yang
ekstensif seperti metodologi penelitian yang ketat seperti pada psikolog
klinis.
20 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

• Pekerja Sosial
Pekerja sosial berfokus pada penanganan manajemen kasus, advokasi
pasien, dan adanya ikatan agen pelayanan sosial agar menjadi lebih
optimal. Jika fokus garapan psikiater adalah pada teori biologi dan
intervensi, maka psikolog klinis lebih berfokus pada teori psikologi dan

LE
intervensi, sedangkan pekerja sosial memiliki fokus kerja yang didasarkan
pada teori-teori sosial dan intervensi sosial. Di negara barat, saat ini
pekerja sosial dapat melakukan psikoterapi individual, keluarga ataupun
kelompok, atau melakukan peran administrtif dalam berhubungan dengan

SA
agensi, rumah sakit atau pada setting lain seperti sekolah, klinik atau
praktek pribadi.

1.9 PROFESI YANG BERDEKATAN


R
A. Berbagai Bidang Psikolog
FO

Banyak perbedaan tipe psikolog di samping psikolog klinis, psikolog


konseling dan psikolog sekolah seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada
juga psikolog yang membidangi kognitif, perkembangan, eksperimental,
sosial, kepribadian, industri dan organisasi. Mereka bisa bekerja di sekolah,
universitas, bidang bisnis, pemerintahan dan militer. Mereka dapat melakukan
riset, konsultasi individual atau kelompok dan mengembangkan kebijakan.
T

Area kerja, keterampilan dan keahlian mereka pada umumnya berbeda dengan
psikolog klinis, mereka tidak melakukan asesmen atau menangani pengalaman
NO

emosional pasien, perilaku menyimpang, permasalahan interpersonal, dan


problem klinis lain.
Mereka tidak mempertimbangkan profesi kesehatan mental dan tidak
tertarik dengan perilaku manusia yang lebih mendalam yang berhubungan
dengan abnormalitas dan problem klinis. Sebagai contoh, dalam sebuah
perusahaan, seorang psikolog industri dan organisasi hanya membantu
meningkatkan kapasitas moral antara pegawai dan tidak memakai lisensi
praktek psikologinya untuk menangani kasus pegawai. Psikolog kognitif
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 2121

misalnya, mempelajari bagaimana obat-obatan medis mempengaruhi proses


perhatian dan pola perilaku tidur. Psikolog perkembangan membahas
bagaimana anak-anak yang ada di tempat penitipan pertama kali lepas dari
keterikatan dengan ibunya.

LE
B. Tempat Kerja
Pengaturan kerja psikolog klinis bervariasi, tergantung pada spesialisasi
atau area kerja. Area kerja normal untuk para psikolog penelitian adalah

SA
universitas atau perguruan tinggi. Mereka harus mengajar beberapa mata
kuliah di setiap semester selain melakukan tanggung jawab penelitian mereka.
Beberapa psikolog industri bekerja di perusahaan atau perusahaan. Mereka
membantu perusahaan untuk mengelola karyawan dan aset utama mereka
dengan lebih baik.
Neuropsikolog dan psikolog forensik terlihat bekerja dalam praktik pribadi.
R
Neuropsikolog juga bekerja di rumah sakit sementara psikolog forensik harus
melakukan proses verifikasi klinis di pengadilan dan pengadilan.
FO

C. Tugas Psikolog Klinis


Tugas utama para profesional psikolog klinis adalah untuk mengurangi
kesusahan dan memperbaiki kondisi psikologis pasien. Mereka memiliki
cara unik mereka sendiri untuk menemukan penyebab tekanan mental dan
menerapkan cara-cara untuk membawa perubahan positif pada kehidupan
T

pasien.
Psikolog klinis umumnya menawarkan perawatan untuk:
NO

1. Skizofrenia
2. Depresi
3. Kelainan saraf
4. Perilaku adiktif
5. Masalah hubungan pribadi, profesional, atau keluarga
6. Gangguan Makan
7. Mempelajari ketidakmampuan, dll
22 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Mereka mungkin mengadopsi sejumlah pendekatan perawatan yang berbeda,


namun sebagian besar dari mereka harus melakukan beberapa tugas khas,
seperti:
1. Menggunakan tes psikometri, observasi perilaku, wawancara, dll. Untuk
menilai perilaku, kemampuan, dan kebutuhan pasien.

LE
2. Kreatif untuk merancang dan memonitor program yang sempurna untuk
terapi dan konseling dalam kolaborasi dengan rekan kerja.
3. Mengembangkan penyediaan layanan untuk pasien.
4. Bertindak sebagai konselor dan mendukung pengasuhan.

SA
5. Melakukan penelitian praktis untuk menambah basis bukti praktik di
berbagai pengaturan sektor kesehatan.
6. Para profesional yang lebih berpengalaman dapat menyimpan dokumen
rinci tentang pasien untuk melacak kemajuan mereka.

Untuk menangani masalah kompleks pasien, mereka sering bekerja di tim


R
multidisiplinan bersama profesional lainnya.

D. Mekanisme Untuk Menjadi Psikolog


FO

Psikolog adalah mereka yang melakukan praktek psikologi, yang terdiri dari
banyak spesialisasi atau bidang, mulai dari psikolog klinis umum, psikolog
industri, psikolog anak, psikolog dewasa, psikolog pernikahan dan sebagainya.
Berikut ini akan dijabarkan sedikit mekanisme untuk menjadi seorang
psikolog di Indonesia.
T

1. Tahap pertama, wajib menuntaskan pendidikan sarjana (S1) psikologi


Salah satu syarat mutlak yang menjadi mekanisme untuk menjadi psikolog
NO

adalah menuntaskan pendidikan sarjana atau S1 di dalam bidang ilmu


psikologi. Tanpa memiliki gelar dan latar belakang pendidikan sarjana
psikologi, kita tidak dapat melanjutkan pendidikan untuk menjadi seorang
psikolog. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar seseorang benar-benar
lulus sebagai psikolog yang memiliki latar belakang pendidikan murni
mengenai ilmu psikologi.
2. Mengikuti program magister profesi psikologi (S2 Psikologi Profesi)
Mekanisme untuk menjadi psikolog berikutnya adalah harus mengikuti
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 23
23
program magister profesi psikologi. Dengan mengikuti program ini, kita
akan mendapatkan pendidikan dan pembekalan khusus dan mendalam
mengenai ilmu psikologi dan juga praktek-praktek psikologi selama 4
hingga 5 semester, seperti:
• Pembahasan instrumen dan alat tes psikologi secara mendalam

LE
• Teknik konseling dan psikoterapi
• Attitude dan perilaku dalam melakukan praktek psikologi

E. Mengikuti Praktek Kerja Profesi Psikologi

SA
Setelah menyelesaikan 2 semester awal dengan teori dan juga praktek di
dalam laboratorium, maka kita wajib untuk mengikuti program praktek
kerja psikologi profesi. Praktek kerja ini secara teoretis hanya memakan
waktu selama 1 semester, namun pada prakteknya bisa menghabiskan 2
semester untuk menyelesaikan program ini. Praktek kerja disesuaikan dengan
spesialisasi yang diambil seperti Klinis umum, Klinis anak, Klinis dewasa,
R
industri, dan organisasi.
FO

F. Mengikuti Sidang Profesi oleh HIMPSI


HIMPSI atau Himpunan Psikologi Indonesia adalah sebuah organisasi
yang berhak memberikan regulasi dan pengaturan mengenai tata cara yang
berhubungan dengan pendidikan tinggi psikologi, mulai dari kode etik,
wewenang, dan banyak lagi. Pada tahap akhir, kita akan menghadapi sidang
kasus (dari hasil praktek kerja) yang diselenggarakan oleh HIMPSI. Apabila
T

lulus, maka kita dinyatakan sudah layak menjadi seorang psikolog.


NO

g. Mendaftar keanggotaan di HIMPSI dan mengurus SIPP


Setelah dinyatakan lulus dari sidang kasus profesi, kita diharuskan untuk
mendaftar keanggotaan di HIMPSI dan mengurus SIPP atau Surat Ijin
Praktek Psikologi yang juga dikeluarkan oleh HIMPSI. Setiap kampus yang
menawarkan program pendidikan profesi psikologi, pasti akan memberikan
persyaratan yang kurang lebih sama, dan akan melewati mekanisme yang
juga sama. Di samping itu seorang psikolog juga harus terlebih dahulu
mempunyai Surat Sebutan Psikolog.
24 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

H. Apa yang Dibutuhkan untuk Menjadi Psikolog Klinis?


Terdapat sebuah proses panjang untuk menjadi seorang psikolog klinis.
Sebenarnya, tidak ada sub-cabang psikologi lain yang membutuhkan begitu
banyak waktu untuk diselesaikan seperti psikologi klinis. Setelah mendapatkan

LE
gelar sarjana psikologi, sebagian besar psikolog klinis harus menghabiskan
empat hingga enam tahun di sekolah pascasarjana.
Dua jenis gelar tersedia di bidang psikologi klinis – gelar Ph.D. dan Psy.D.
Pada Ph.D. Program bersifat teoretis dan berpusat pada penelitian. Di sisi
lain, seorang Psy.D. menempuh program yang lebih bersifat pragmatis dan

SA
berorientasi pada praktik. Tanpa mengejar dua jenis gelar ini, ada peluang
juga bagi siswa untuk mendaftar ke program pascasarjana yang memberikan
gelar master terminal.
Di AS, psikolog klinis harus mengejar gelar doktor. Mereka diberikan
pelatihan dalam pengaturan klinis. Di AS, siswa dapat mengejar gelar doktor
melalui program yang didanai oleh National Health Service. Program-program
R
ini sangat kompetitif dan berpusat pada praktik dan penelitian. Siswa yang
ingin melakukan salah satu dari program ini harus memiliki pengalaman
FO

bersama dengan gelar sarjana dalam kurikulum psikologi yang diakui oleh
British Psychological Society.

I. Gelar Psikolog Klinis: M.Psi, Ph.D., atau Psy.D./D.Clin.Psy.


Di Indonesia, untuk menjadi seorang psikolog klinis, seseorang harus lulus
dari jenjang sarjana S1 dengan program studi psikologi. Dengan kata lain,
T

mereka yang ingin menjadi psikolog klinis tidak diperbolehkan berasal dari
jurusan lain pada jenjang sarjana selain jurusan psikologi. Mata kuliah-mata
NO

kuliah yang dipelajari untuk menjadi seorang psikolog klinis dewasa dengan
gelar M.Psi di antaranya mencakup neuropsikologi, psikopatologi dewasa,
psikodiagnostik dewasa, anamnesis observasi, konseling dan psikoterapi
dewasa, dinamika kelompok, kode etik profesi psikologi, dan lain-lain.
Sementara psikolog klinis anak mempelajari mata kuliah-mata kuliah seperti
neuropsikologi, psikopatologi anak, psikodiagnostik anak, observasi dan
wawancara klinis anak, parenting, gangguan perkembangan, kode etik profesi
psikologi, dan lain-lain. Di samping itu, mata kuliah-mata kuliah praktek
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 25
25
lapangan juga menjadi fokus utama dalam pendidikan profesi ini.
Sekilas, berdasarkan informasi-informasi tersebut, seseorang dengan gelar
M.Psi sendiri nampaknya sudah cukup memenuhi kriteria sebagai seorang
psikolog klinis, karena mereka dibekali dengan kemampuan-kemampuan
yang diperlukan untuk mempraktekkan psikoterapi, diagnosis, asesmen, dan

LE
intervensi. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat
kesenjangan antara gelar akademik psikolog klinis di Indonesia dengan di
negara-negara lain dalam hal jenjang pendidikan. Pemberian izin praktek
untuk gelar master sesuai dengan kenyataan di Amerika di mana seseorang

SA
dengan gelar M.A. (Master of Arts in Psychology) juga dapat melakukan
praktek di bidang psikologi klinis. Hal ini menyebabkan pendidikan magister
lebih sesuai secara internasional dibandingkan dengan tradisi pendidikan
lama di Indonesia (dengan gelar Drs. atau Dra). Meski demikian, peraturan
di banyak negara bagian di Amerika saat ini menyatakan bahwa mereka
dengan gelar master tidak diperkenankan untuk melakukan praktek psikologi
R
klinis. (Trull & Prinstein, 2012). Sebuah situs psikologi (guidetopsychology.
com) menyatakan bahwa kemampuan yang dimiliki jenjang master hanyalah
kemampuan asisten psikolog dengan pemahaman yang belum mendalam
FO

seperti gelar doktoral, sehingga jenjang tersebut tidak pantas disebut sebagai
psikolog.
Minimal, mereka yang ingin berpraktek sebagai psikolog klinis di Amerika
(dan banyak negara lainnya) harus melanjutkan pendidikan dalam jenjang
doktoral (Ph.D. dan Psy.D., atau D.Clin.Psy di Inggris). Sebenarnya, terdapat
T

beberapa perbedaan antara gelar akademik untuk psikologi klinis yang bisa
didapatkan psikolog klinis di Amerika dengan psikolog klinis di Indonesia.
Perbedaan mendasarnya adalah lamanya pendidikan harus ditempuh. Di
NO

Indonesia, lama waktu pendidikan yang dibutuhkan rata-rata 6 tahun yang


terdiri atas 4 tahun sarjana dan 2 tahun magister, sementara di Amerika
waktu yang dibutuhkan rata-rata adalah 4 tahun undergraduate dan 5 tahun
postgraduate yang terdiri atas jenjang master dan doctor.
Perbedaan lamanya waktu ini berdampak pada pendalaman dan
spesialisasi bidang yang juga berbeda. Untuk gelar Ph.D, digunakan sistem
pendidikan yang didasari oleh model researcher-practitioner yang mendalami
penelitian psikologi di samping praktek sebagai psikolog (Trull & Frinstein,
26 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2012). Mereka dibekali dengan kemampuan-kemampuan penelitian dan


teori yang sangat mendalam, yang harus dibuktikan melalui disertasi
mereka (tujuan disertasi adalah pengembangan atau penyanggahan teori
psikologi tertentu). Sementara untuk gelar Psy.D, orientasi penelitian dan
teori yang dimiliki lulusan Ph.D tidaklah dititikberatkan, melainkan lebih

LE
berorientasi kepada praktek. Disertasinya terfokus pada pengembangan dan
penyanggahan metode-metode asesmen, diagnosis, intervensi, dan psikoterapi
yang digunakan  (guidetopsychology.com). Dengan penguasaan yang lebih
mendalam dan sudah terspesialisasi berkat disertasi mereka, adalah aman

SA
bila mengatakan bahwa praktisi psikolog klinis dengan gelar doktoral cukup
berkompeten di bidangnya. Dengan kedalaman dan kekhususan yang bisa
diperoleh seorang psikolog klinis, maka tentu saja gelar doktoral jauh lebih
baik dibandingkan gelar magister.

LATIHAN
R
Carilah sebuah kasus nyata perkembangan masalah klinis di media sosial
ataupun media elektronik, kemudian analisislah kasus tersebut dengan
FO

menggunakan pendekatan intervensi yang menurut Anda paling efektif dan


jelaskan alasan Anda menggunakan pendekatan tersebut!

RANGKUMAN
1. Menurut APA psikologi klinis mencoba untuk menggunakan prinsip
T

psikologi untuk memahami lebih baik, memprediksi dan meringankan


beban intelektual, emosional, biologis, psikologis sosial dan aspek perilaku
NO

dari fungsi manusia.


2. Tradisi penelitian dalam Psikologi:
Peran tradisi riset dalam psikologi eksperimen bagi perkembangan
psikologi klinis adalah meneliti masalah klinis secara ilmiah melalui
eksperimen, metode pendekatan terhadap subjek klinis dan evaluasi
empiris fungsi klinis.
Ada 3 tahapan perkembangan laboratorium yang pendukung lahirnya
Psikologi Klinis yaitu:
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 27
27
a. Wilhelm Wundt (1879) dengan laboratorium eksperimen pertama.
b. Sir Francis Gallton (1887) laboratorium eksperimen kedua.
c. James Lc Keen Catel (1888) laboratorium eksperimen ketiga,
memperkenalkan dan mengakui tes psikologis sebagai dasar dalam
seleksi dan diagnosis individu, dan memperkenalkan tes-tes mental

LE
dapat mendampngi pengembangan psikologi klinis.
3. Hippocrates (460 – 370 B.C) menulis tentang Hypocratic Corpus
menganggap bahwa penyakit timbul karena tidak adanya keseimbangan
cairan dalam tubuh dan tidak hanya sekadar pengaruh spiritual. Cairan

SA
tubuh yang dimaksud adalah empedu hitam, empedu kuning, plegma
(lendir) serta darah.
4. Freud (1856-1939) dan koleganya menyatukan kembali hubungan jiwa
dan raga. Freud mendemonstrasikan bahwa konflik yang tidak disadari
dan pengaruh emosional dapat menjadikan seseorang sakit. Seperti
pemikiran orang pada jaman Yunani kuno, Freud membangkitkan
R
kembali gagasan bahwa ada pandangan holistik tentang kesehatan, yang
mencakup seluruh peran kehidupan emosional.
FO

5. Psikologi lahir saat laboratorium psikologi pertama dikembangkan oleh


Wilhelm Wundt di Leipzig Jerman tahun 1979. Pada tahun 1890 William
James mempublikasikan Principle of Psychology yang menjadi text book
psikologi klasik yang pertama.
6. Kemunculan Psikologi Klinis pertama terjadi tahun 1896 saat pembukaan
program psikologi klinis pertama di Universitas Pennsylvania oleh
T

Lightner Witmer (1867-1955). Witmer menjadi psikolog pertama yang


memakai pemahamannya tentang prinsip perilaku manusia untuk
NO

membantu individu yang mempunyai problem khusus.


7. Ruang lingkup Psikologi Klinis:
a. Asesmen (Assessment)
b. Treatment
c. Penelitian (Research)
d. Pengajaran (Teaching)
e. Konsultasi (Consultation)
28 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

8. Alfred Binet dan Theodore Simon mengembangkan tes inteligensi Binet-


Simon yang pada tahun 1908 khusus untuk sekolah. Pada tahun 1916,
psikolog Stanford University Lewis Terman merevisi skala dan mengganti
nama tes tersebut menjadi Stanford-Binet. Pendekatan Binet dalam
mengetes menjadi sangat popular di US.

LE
TES FORMATIF

SA
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini!
1. APA dideklarasikan DSM 1 pada tahun:
a. 1947 b. 1951
c. 1963 d. 1971
R
2. Masa abad pertengahan adalah awal gagasan
a. Hubungan antara kesehatan dan sosial,
b. Hubungan penyakit dan dosa
FO

c. Hubungan jiwa dan raga.


d. Spiritual seperti pengaruh setan, penyihir dan akibat dosa.
3. Thomas Aquinas berpendapat bahwa ada:
a. Kebenaran teologis dan kebenaran saintifik
b. Kebenaran terapi dan kebenaran penelitian
c. Kebenaran training dan kebenaran pemahaman gangguan psikis
T

d. Kebenaran keilmuan dan spiritualitas


NO

4. APA Division of Clinical Psychology, 2019 kekhususan Psikologi Klinis,


menyediakan perawatan kecuali:
a. Perawatan kesehatan mental dan perilaku secara berkelanjutan
b. Konsultasi spiritual yang komprehensif
c. Pelatihan, pendidikan, dan supervisi
d. Praktek berbasis riset
5. “in order to cure the human body, it is necessary to have a knowledge of
the whole things” adalah kata-kata dari:
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 29
29
a. Plato
b. René Descartes
c. Hippocrates
d. Sigmund Freud

LE
6. Sebutkan fokus pada Psikologi klinis. psikologis dan gangguan perilaku.
7. Sebutkan tiga Landasan Kompetensi Psikologi Klinis (Wiramihardja,
2012)
8. Sebutkan pelopor Psikologi Klinis dengan 3 laboratorium kliniknya.

SA
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab dengan benar paling tidak 3 dari 5 soal pilihan ganda, dan 2
dari 3 soal uraian.
R
Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi berikutnya!
FO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. B
2. C
3. A
4. B
T

5. C
6. Asesmen, treatment dan memahami problem-problem
NO

7. a. Pemahaman akademik → landasan teoretis umum-khusus


b. Pengalaman riset yang terbimbing → terapan ilmu yang berkembang
dan berbasis riset
c. Pengalaman klinis yang disupervisi → praktik asesmen, terapi dan
riset klinis dengan
8. a. Wilhelm Wundt (1879) dengan laboratorium eksperimen pertama
b. Sir Francis Gallton (1887) laboratorium eksperimen kedua
c. James Lc Keen Catel (1888) laboratorium eksperimen ketiga
30 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of

LE
mental disorders. Fourth edition. Text revision. DSM-IV-TR. Washington,
DC: American Psychiatric Association.
American Psychological Association. (2019). Clinical psychology. http://www.
apa.org/ed/graduate/specialize/clinical.aspx

SA
Plante, Thomas G. 2005. Contemporary Clinical Psychology 2nd Edition.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik, dan
budaya. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi klinis: Pengantar terapan mikro dan makro.
Jakarta: Erlangga.
R
Stricker, G., Widiger, T., & Weiner, I. 2003. The Handbook of Psychology:
Clinical Psychology. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
FO

Thomas G. Plante (2005). Contemporary Clinical Psychology, 2nd edition.


John Woley & sons, Inc. Hoboken, New Jersey
Trull, T.J. & Prinstein, M.J. The science and practice of clinical psychology (8th
Ed.). Wadsworth Cengage Learning.
Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar Psikologi Klinis. Edisi ketiga. Bandung:
PT Refika Aditama.
T

http://educationportal.com/what_are_the_education_requirements_for_
becoming_a_psychologist.html
NO

http://www.guidetopsychology.com/be_psy.htm#whydoc
http://www.psikologi.ui.ac.id/pages/peminatan-psikologi-klinis-anak
BAB 1  PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS 3131

LE
SA
R
FO
T
NO
32 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 2
FO

METODOLOGI
T

RISET DALAM
NO

PSIKOLOGI KLINIS
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 33
33

2.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Sebagai suatu disiplin keilmuan, psikologi dianggap menarik karena membahas
mengenai manusia, di mana orang-orang dapat bercermin melalui pendekatan
keilmuan ini. Daya tarik psikologi sebagai ilmu yang semakin luas mendorong
masyakarat untuk ingin mengetahui lebih banyak mengenai eksistensinya

SA
sebagai manusia, sehingga psikolog tidak jarang diminta untuk memberikan
pandangan ilmiahnya di depan banyak orang, baik di media elektronik, cetak,
maupun dalam bentuk seminar atau pertemuan tatap muka lainnya. Tidak
asing bila kita dengar banyak psikolog klinis menghindari kata-kata sulit
dan ilmiah, demi awam dapat memahami apa yang dimaksud oleh psikolog
tersebut. Misalnya konseling sama halnya dengan mendengarkan curahan hati
R
teman, atau pengandaian lain sebenarnya tidak cukup mewakili pendapat
psikologi sebagai ilmu. Selain itu, terkadang juga sebagai praktisi, psikolog
klinis melakukan banyak aktivitas melalui pengalaman pribadinya yang dirasa
FO

efektif dalam berbagai jenis asesmen dan intervensi kepada klien. Psikolog
pun sering tidak mendasari aktivitas klinisnya sebagai aktivitas ilmiah, yaitu
dengan berhenti membaca dan mempelajari lebih lanjut mengenai penelitian
terkini (Trull, 2012).

B. Relevansi
T

Kajian dalam pokok bahasan ini mempunyai relevansi yang erat dengan
pokok bahasan pada bab-bab selanjutnya. Mahasiswa akan dibekali dengan
NO

bahasan tentang berbagai macam metodologi riset dalam psikologi klinis.


Setelah menguasai standar kompetensi yang diharapkan, maka mahasiswa
dapat mengkaji lebih lanjut pokok bahasan 2.

C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu menjelaskan ragam dan jenis metodologi riset dalam
psikologi klinis
34 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Kompetensi Pembelajaran
a. Mahasiswa dapat menerangkan kontribusi riset terhadap
perkembangan psikologi klinis dengan akurasi minimal 80%.
b. Mahasiswa dapat menerangkan metode-metode riset dalam psikologi
klinis dengan akurasi minimal 80%.

LE
c. Mahasiswa dapat menerangkan etika riset dalam psikologi klinis
dengan akurasi minimal 80%.

D. Petunjuk Belajar

SA
Metode belajar yang digunakan dalam pokok bahasan ini adalah ceramah,
presentasi mahasiswa, reviu jurnal dan diskusi kelompok kecil.

2.2 PENGANTAR DAN METODE RISET


R
A. Uraian
1. Pengantar
FO

Riset merupakan modal dasar psikologi sebagai sebuah disiplin keilmuan.


Namun, sebagaimana disinggung sebelumnya, psikolog dalam praktiknya
seringkali justru tidak jarang menggunakan common sense dalam
praktiknya. Adapun common sense adalah pemikiran logis, namun tidak
didasarkan pada pembuktian secara ilmiah. Penggunaan common sense
yang terus menerus akan melunturkan keilmiahan psikologi melalui meja
T

kerja psikolog. Sebagaimana kita ketahui, manusia merupakan makhluk


yang unik dan memiliki perilaku yang sangat kompleks, psikolog dan
NO

ilmuan psikologi perlu untuk skeptis dalam memandang setiap fenomena


yang dimunculkan oleh manusia atau memunculkan perilaku manusia.
Skeptisisme yang sehati dibutuhkan guna memahami lebih komprehensif
lagi setiap manusia yang dihadapi. Segudang teori psikologi dan
penelitian yang dilakukan sejatinya sangat membantu psikolog dalam
aktivitasnya. Misalnya, bila suatu intervensi yang diberikan dirasa sangat
efektif pada seseorang, namun psikolog mendapati intervensi yang sama
justru kontraproduktif pada orang lain dengan diagnosis gangguan
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 35
35
yang sama. Pada contoh ini, psikolog mengabaikan sejumlah faktor
yang sebenarnya berpengaruh terhadap kesembuhan klien, misalnya
kepribadian, inteligensi, latar belakang sosiokultural, dan lain sebagainya.
Sehingga akibat perbedaan pada faktor-faktor tadi dapat dipertimbangkan
oleh psikolog untuk menggunakan jenis intervensi lainnya walaupun

LE
diagnosis gangguan yang dialami oleh orang tersebut sama dengan klien
sebelumnya (Trull, 2012).
Adapun riset berkontribusi dalam pengembangan keilmuan psikologi.
Teori-teori klasik yang sangat besar pengaruhnya di dunia bahkan

SA
mungkin saja dipatahkan melalui peneltian terkini yang membuktikan
bahwa teori tersebut sudah tidak relevan lagi. Sebagaimana kita ketahui,
perilaku manusia sangatlah kompleks, dinamis, dan terus berkembang dari
waktu ke waktu. Hal ini tentu harus diakomodir dengan riset-riset yang
mendalam dan terkini, sehingga penerjemahan psikologi di masyarakat
dapat lebih tepat sasaran. Adapun metode-metode yang digunakan
R
dalam melakukan penelitian di bidang psikologi klinis disusun melalui
serangkaian proses yang ketat, guna mengetahui sejauh mana penelitian
yang dilakukan akurat dalam merekam fenomena yang diteliti. Hal itu
FO

disebut validitas. Selain itu, peneliti harus menjamin tingkat kepercayaan


(reliabilitas) penelitian melalui konsistensi atau keajegan pada instrumen-
instrumen penelitian yang dilakukan, sehingga hasil penelitian dapat
diaplikasikan dalam ranah praktis (Trull, 2012).
T

2. Metode Riset
Telah disinggung sebelumnya bahwa kompleksnya perilaku manusia
mengakibatkan ketatnya metode dalam penelitian psikologi. Bahasan
NO

ini akan berfokus pada psikologi klinis dengan berbagai fenomena di


dalamnya. Perlu diperhatikan, penelitian psikologi yang dilakukan tidak
dapat memberikan jawaban absolut pada suatu fenomena. Secara spesifik,
penelitian yang dilakukan harus memperhatikan sejumlah konteks dan
bahkan suatu fenomena dapat menghasilkan banyak penelitian dengan
banyak interpretasi ilmiah. Hal ini mendorong lahirnya berbagai jenis
metode dalam merekam fenomena yang terjadi, sehingga jika berbeda
fenomenanya, akan berbeda pula metodenya. Secara umum, Trull (2012)
36 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

membagi metode penelitian dalam psikologi klinis ke dalam beberapa


jenis, antara lain:
a. Observasi
Observasi merupakan metode yang penting dan merupakan dasar

LE
dari berbagai metode lainnya. Metode ini dapat berdiri sendiri
sebagai sebuah metode penelitian, namun juga dapat digunakan
sebagai teknik pengambilan data pada jenis-jenis penelitian lainnya.
Adapun observasi dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

SA
1. Observasi Tak Sistematis
Observasi tak sistematis merupakan observasi yang paling
konvensional dan sudah jarang digunakan bila fenomena yang
hendak disasar tidak dapat diteliti oleh metode lain. Jenis
observasi ini dapat dikatakan sangat lemah untuk secara akurat
menggambarkan suatu fenomena secara ilmiah. Observasi ini
R
hanya menekankan pada observasi secara langsung seorang
peneliti terhadap suatu fenomena yang diamatinya. Setelah
mengamati, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan dari
FO

yang diobservasinya. Jenis observasi ini tentu menimbulkan


sejumlah kritik, karena akan sangat sulit bagi peneliti untuk
mempertanggungjawabkan validitas dan reliabilitas, serta hasil
penelitiannya tidak akan jauh berbeda dengan sekedar common
sense.
T

2. Observasi Alamiah
Observasi alamiah merupakan turunan dari observasi tak
sistematis, namun observasi ini lebih sistematis dan teliti. Peneliti
NO

sudah menyiapkan sejumlah instrumen yang digunakan dalam


observasi, yaitu panduan observasi (observation guide) yang
memungkinkan peneliti dapat lebih teliti dalam memahami
suatu fenomena secara spesifik. Selain itu, observasi alamiah
tidak melibatkan kontrol dalam penelitiannya, sehingga
observer membiarkan fenomena terbentuk dan berjalan dengan
sendirinya, dan mengamati secara langsung fenomena tersebut.
Misalnya, pada penelitian terhadap gejala-gejala trauma dan
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 37
37
depresi yang terjadi pada anak penyintas bencana alam. Peneliti
bisa mengamati ada atau tidaknya gejala-gejala tersebut di
posko bencana alam yang anak-anak tinggali dengan membuat
panduan observasi mengenai gejala trauma dan depresi sebelum
melakukan penelitian. Lebih lanjut, penelitian ini menimbulkan

LE
sejumlah kritik secara metodologis, di mana peneliti akan sangat
rentan untuk mengalami bias dalam penelitiannya. Terdapat
kecenderungan pada peneliti untuk mengamati perilaku tertentu
guna mendukung hipotesis penelitian dan cenderung untuk

SA
tidak mengobservasi kemunculan perilaku lainnya yang bertolak
belakang dengan ekspektasi peneliti terhadap hasil penelitian.
Dalam konteks penelitian, Sjödin dan Neely (2017) dalam
penelitian observasionalnya mengenai peran pola komunikasi
dan stres pada guru pra-sekolah, membuat daftar perilaku
(checklist behavior), dan melakukan pengamatan di dua waktu
R
berbeda. Melalui checklist tersebut, peneliti mengamati perbedaan
perilaku siswa sebelum dan sesudah guru datang, komunikasi
yang dilakukan oleh guru pada siswa dan kolega, dan persepsi
FO

guru mengenai kondisi stresnya.


3. Observasi Terkontrol
Observasi terkontrol merupakan jawaban atas kritik terhadap
dua metode sebelumnya. Kontrol yang dimaksud merupakan
upaya yang dilakukan guna meningkatkan validitas penelitian.
T

Adapun usaha mengontrol ini menghasilkan berbagai riset yang


sangat terkemuka, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ivan
NO

Pavlov pada anjingnya, yang akhirnya muncul rumusan mengenai


pengondisian klasik. Pada penelitiannya, Pavlov tidak sengaja
mengobservasi anjingnya secara alamiah ketika ia membuka
kulkas dan tak lama kemudian anjingnya mengeluarkan saliva.
Fenomena ini lantas dibawanya ke laboratorium untuk diteliti
lebih lanjut, maka Pavlov mengasosiasikan daging dengan
munculnya suara bel. Upaya kontrol yang dilakukan Pavlov
di laboratorium ini dilakukan guna timbulnya variabel lain
yang mengganggu validitas penelitian di luar kehendak Pavlov.
38 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Jenis observasi yang sama pun dilakukan oleh B.F. Skinner


terhadap tikus di kandang yang sudah dikontrol sedemikian
rupa hingga konsep pengondisian operan dimunculkan. Bukan
hanya kedua tokoh tersebut, banyak tokoh lain seperti Bandura
yang merumuskan teori belajar sosial dengan Bobo-Doll-nya,

LE
Thorndike yang merumuskan koneksionisme, dan Kohler yang
merumuskan konsep Gestalt dengan observasinya kepada
simpanse bernama Sultan. Lebih lanjut, observasi terkontrol ini
sangat banyak digunakan dalam konteks penelitan eksperimen

SA
guna mengetahui kausalitas sebuah penelitian yang dilakukan
(Trull, 2012).
4. Studi Kasus
Jenis observasi dalam konteks psikologi klinis yang terakhir
adalah studi kasus. Trull (2012) menyatakan bahwa studi
kasus secara khusus dilakukan pada seting intervensi klinis.
R
Observasi dilakukan sepanjang proses konseling, tes psikologi,
dan psikoterapi dengan memperhatikan respons-respons dalam
bentuk perilaku tertentu. Observasi dalam studi kasus pun
FO

dapat dikombinasikan dengan data-data penunjang berupa diary


klien, surat khusus, riwayat medis, riwayat akademik, dan lain
sebagainya.

b. Epidemiologi
Epidemiologi merupakan metode selanjutnya dalam penelitian
T

psikologi klinis. Jenis penelitian ini mengkaji sejauh mana kejadian,


prevalensi, dan distribusi penyakit atau gangguan dapat terjadi di
NO

suatu populasi tertentu. Sebagai contoh, terdapat jumlah penderita


gangguan psikosis di suatu kecamatan. Jumlah ini merupakan
jumlah tertinggi di kabupaten bahkan provinsi. Prevalensi angkat
penderita gangguan psikosis di kecamatan ini berada di angka 50
: 1 dibanding dengan prevalensi nasional. Secara umum prevalensi
gangguan psikosis di kabupaten di mana kecamatan itu berada
memiliki angka psikosis yang tidak jauh berbeda dengan prevalensi
nasional, namun kecamatan tersebut menyumbangkan angka yang
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 39
39
sangat signifikan terhadap tingginya prevalensi angka gangguan
psikosis di kabupaten tersebut. Jika penelitian epidemiologi akan
dilakukan pada kecamatan tersebut, maka rumusan penelitian yang
dapat diajukan adalah:
1. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Hal ini mengacu pada faktor-

LE
faktor yang mempengaruhi kondisi masing-masing individu
hingga mengalami gangguan psikosis.
2. Apa yang membuat wilayah kecamatan ini memiliki prevalensi
yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di

SA
kabupaten, provinsi, bahkan secara nasional?
3. Hal apa saja yang mendorong terdistribusinya gangguan ini
sehingga mengalami ketimpangan yang sangat signifikan?

Penelitian epidemiologi harus dilakukan dengan berbagai


perspektif keilmuan dan jenis metode yang sangat kompleks. Pada
R
kasus di atas, peneliti harus melakukan pendekatan interdisiplin
terhadap munculnya gangguan tersebut, hal ini dapat mencakup
pendekatan psikologis, medis, antropologis, dan sosiologis. Penelitian
FO

dapat dilakukan dengan melakukan sejumlah survei dan wawancara


kepada pihak-pihak yang strategis untuk dimintai keterangan,
misalnya tokoh adat, caregiver penderita, dan aparatur pemerintahan
setempat. Bila dirasa belum mampu menjawab pertanyaan penelitian,
maka penelitian cross-sectional dan longitudinal dapat dilakukan guna
merumuskan masalah ini. Peneliti dapat mengikuti pola kehidupan
T

masyarakat selama bertahun-tahun dan mempelajari pola tersebut,


di mana peneliti bertugas untuk menemukan kesalahan yang terjadi
NO

sehingga terjadi gangguan psikosis yang masif pada wilayah tersebut.


Tidak sampai di situ, penelitian komparasi (penelitian lain sebagai
pembanding) dilakukan guna mengetahui sejauh mana perbedaan
antara faktor-faktor yang memunculkan gangguan psikosis di
wilayah ini dan wilayah lainnya. Mengetahui secara presisi faktor
yang mempengaruhi wilayah tersebut dan memastikan bahwa
faktor tersebut tidak didapati pada wilayah lainnya dapat menjawab
pertanyaan mengenai tingginya distribusi gangguan di wilayah ini
dibandingkan dengan wilayah lainnya (Trull, 2012).
40 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

c. Korelasi
Penelitian korelasi sangat banyak digunakan dalam konteks psikologi
klinis. Penelitian ini mengkaji sejauh mana keterhubungan antar
faktor-faktor yang terlibat dalam suatu fenomena. Penelitian korelasi
ini dapat menghubungan dua variabel (bivariat) maupun lebih dari

LE
dua variabel (multivariat). Misalnya penelitian korelasi bivariat
mengkaji sejauh mana gender terasosiasi dengan tingkat depresi
atau tingkat sosioekonomi dengan distres psikologis. Sedangkan
penelitian korelasi multivariat mengkaji pengaruh antara pola asuh

SA
otoriter terhadap perkembangan emosi anak dan perilaku bullying di
sekolah. Penelitian korelasi tentu memiliki hipotesis, di mana hipotesis
yang diajukan dapat berupa korelasi positif maupun korelasi negatif.
Tidak hanya korelasi positif dan negatif, tak jarang pula penelitian
menghasilkan hipotesis yang ditolak, yaitu tidak adanya korelasi
antar variabel yang diteliti (Cresswell, 2009; Trull, 2012). Adapun
R
ragam korelasi tersebut digambarkan secara visual pada Gambar 1.
35 35
FO

30 30
25 25
Tes Y

Tes Y

20 20
15 15
10 10
5 5
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
(A) Tes X (B) Tes X
r = +1,00 r = + –0,67
T

Perpek Moderat
35
30
NO

25
Tes Y

20
15
10
5
1 2 3 4 5 6 7
(C) Tes X
r = 0,00
Unrelated
Gambar 1. Gambaran Scatter Plots pada Penelitian Korelasi
(Sumber: Trull, 2012)
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 4141

Lihatlah sebaran kecenderungan (trend) titik-titik pada masing-


masing gambar. Berdasarkan gambar di atas, pada gambar A diketahui
bahwa variabel X dan Y berkorelasi positif dengan korelasi yang
sempurna atau 100% (r = 1.00), artinya semakin besar nilai variabel
X maka semakin besar variabel Y. Sementara itu, pada gambar B

LE
terlihat adanya korelasi negatif yang moderat (r = –0.67), artinya
sebesar 67% derajat korelasi variabel X dan Y, di mana semakin
besar variabel X maka variabel Y akan semakin rendah, hal ini
pun berlaku sebaliknya. Berbeda dengan dua gambar sebelumnya

SA
yang menunjukkan diterimanya hipotesis, gambar C menunjukkan
hipotesis ditolak. Hipotesis ditolak berarti tidak berkorelasinya kedua
variabel yang diteliti. Adapun pada gambar C diketahui derajat
korelasi berada di angka 0% (r = 0.00).
Selain itu, teknik lain dalam mengkaji suatu fenomena dalam
penelitian psikologi klinis dapat dilakukan melalui analisis faktor.
R
Contohnya, apabila variabel X memiliki tiga aspek yaitu A, B, dan
C, sedangkan variabel Y memiliki empat aspek, yaitu D, E, F, dan
G.
FO

Peneliti hendak mengkaji keterkaitan antar aspek tersebut, maka


analisis faktor dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana
korelasi antar aspek tersebut. Pada analisis statistik, maka hasil yang
akan muncul dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh Tabel Analisis Faktor


T

Tes A B C D E F G
A 0,70 0,80 0,75 0,15 0,20 0,10
NO

B 0,75 0,70 0,12 0,10 0,10


C 0,70 0,18 0,15 0,11
D 0,12 0,14 0,12
E 0,80 0,85
F 0,75
(Sumber: Trull, 2012)
42 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa masing-


masing aspek pada kedua variabel berhubungan positif, namun tidak
pada derajat signifikansi yang sama. Dapat diketahui pada tabel 1 di
atas bahwa aspek E memiliki korelasi yang tidak signifikan dengan
aspek A, B, C, dan D. Sama dengan aspek E, aspek F memiliki

LE
korelasi positif yang tidak signifikan pada aspek A hingga D, namun
signifikan pada aspek E. Signifikansi yang lemah pun didapati pada
korelasi antara aspek G dengan aspek A hingga D.

d. Cross-sectional dan Longitudinal

SA
Secara umum, penelitian dalam psikologi klinis dibagi atas cross-
sectional dan longitudinal. Pada masing-masing jenis tersebut, bisa
saja di dalamnya terdapat jenis penelitian lain seperti korelasional,
observasi, atau eksperimen. Penelitian cross-sectional mengacu pada
perbandingan antar suatu variabel karena tidak memungkinkannya
R
manipulasi waktu dalam suatu penelitian. Misalnya korelasi antara
masing-masing kategori usia dengan tingkat distres psikologis.
Berbeda dengan cross-sectional, penelitian longitudinal menekankan
FO

pada perubahan waktu pada subjek atau yang sama. Pada penelitian
longitudinal, peneliti wajib mengikuti subjek dalam periode waktu
yang lama untuk melihat perubahan yang terjadi pada variabel-
variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya, peneliti
mengukur inteligensi anak-anak di kelas 1 Sekolah Dasar. Setiap
kenaikan kelas, peneliti mengukur inteligensi anak-anak yang sama
T

hingga kelas 12 SMA. Peneliti ingin membedakan perubahan IQ


pada anak-anak tersebut berdasarkan rentang waktu yang cukup
NO

lama tersebut. Adapun Tabel 2 di bawah memberikan gambaran


lebih lanjut mengenai perbedaan cross-sectional dan longitudinal
(Feldman, 2016; Trull, 2012).
Lihatlah pada kedua persegi panjang yang melintang secara
horizontal (label a) dan vertikal (label b). Persegi panjang dengan
label a merupakan hasil penelitian dengan metode cross-sectional,
di mana penelitian ini membandingkan suatu variabel berdasarkan
usia subjek yang dilibatkan pada tahun 1910. Berbeda dengan persegi
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 43
43
Tabel 2. Perbedaan Cross-Sectional dan Longitudinal

Tanggal Lahir Usia


1890 65 70 b 75 80 85
1895 60 65 70 75 80

LE
1900 55 60 65 70 75
1905 50 55 60 65 70
1910 a 45 50 55 60 65
1915 40 45 50 55 60

SA
1920 35 40 45 50 55
1925 30 35 40 45 50
Waktu 1955 1960 1965 1970 1975
Pengukuran
(Sumber: Trull, 2012)
R
panjang dengan label a, persegi panjang dengan label b merupakan
hasil penelitian longitudinal. Penelitian ini mengkaji variabel yang
sama dengan mengikuti subjek yang sama dari tahun 1890 sampai
FO

dengan 1925 lalu mengukur variabel tersebut setiap tahunnya.


Sebagai contoh, Kaloeti dkk (2018) ingin mengetahui hubungan
pengalaman negatif di masa kecil, distres psikologis, dan resiliensi
pada simtom depresi mahasiswa. Peneliti menyebarkan skala yang
mengukur konstruk psikologis tersebut, dan melakukan analisis
statistika untuk menguji hipotesis yang diajukan. Selanjutnya pada
T

penelitian longitudinal, Shakya dan Christakis (2016) melakukan


penelitian longitudinal berupa survei daring kepada 5208 responden
NO

yang dilakukan selama 3 tahun. Peneliti ingin melihat hubungan


aktivitas penggunaan Facebook dan aktivitas jejaring sosial dunia
nyata terhadap kesehatan fisik, mental, kepuasan hidup. Peneliti
kemudian mengikuti aktivitas daring responden selama 3 tahun,
dan melakukan 3 kali pengukuran konstruk psikologis responden.

e. Eksperimental
Penelitian eksperimental menekankan pada kausalitas atau sebab-
akibat dari suatu fenomena. Penelitian ini sudah cukup banyak
44 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

dijelaskan pada penjelasan sebelumnya mengenai observasi terkontrol.


Kontrol merupakan syarat utama dilakukannya suatu penelitian
eksperimen. Selain kontrol, manipulasi dan randomisasi adalah
hal yang wajib dilakukan. Kontrol diartikan sebagai upaya untuk
menghindari ancaman validitas internal dari penelitian. Hal ini

LE
dilakukan karena eksperimen menekankan pada validitas internal, dan
bukan eksternal seperti penelitian survei lainnya. Adapun validitas
eksternal menekankan pada besaran sampel, sedangkan validitas
internal menekankan pada seberapa ketat usaha yang dilakukan

SA
peneliti untuk melakukan kontrol terhadap ancaman validitas.
Selain kontrol, syarat wajib lainnya adalah manipulasi. Manipulasi
menekankan pada intervensi yang hendak dilakukan atau diteliti
sebagai antesenden dari suatu variabel atau fenomena yang hendak
diteliti. Sebagai contoh manipulasi antara lain, pelatihan efikasi
diri, workshop penulisan, paparan media atau gawai, dan bahkan
R
konsumsi cokelat harian. Contoh-contoh tadi merupakan antesenden
(penyebab) dari munculnya suatu fenomena, seperti motivasi belajar,
stres akademik, bahkan keadaan emosi atau suasana hati. Hal
FO

ketiga yang menjadi syarat untuk suatu penelitian dapat dikatakan


sebagai penelitian eksperimen adalah randomisasi. Salah satu contoh
penelitian eksperimen seperti yang dilakukan oleh Wykes,T. dkk
(2017) di mana penelitiannya bertujuan untuk mengurangi persepsi
negatif tentang rawat inap pada pasien, mencoba membuat intervensi
T

berupa “training staff” yaitu pelatihan kepada 1108 pasien rawat inap,
yang diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu 2 tahun, di mana
materinya terdiri dari pemberian keterampilan sosial kognisi dan
NO

interaksi, training Cognitive Behavior Theraphy (CBT) untuk perawat,


computerised Cognitive Remediation Therapy (untuk mendukung
Occupational Therapy), dan pelatihan medis secara berkelompok.
Intervensi tersebut berhasil meningkatkan persepsi positif pasien
terhadap pentingnya rawat inap bagi kesembuhan.
Penentuan sampel penelitian eksperimen harus dilakukan
berdasarkan randomisasi (secara acak) untuk selanjutnya sampel
dibagi ke dalam dua jenis kelompok, yaitu kelompok eksperimen
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 45
45
(diberi manipulasi) dan kelompok kontrol (tidak diberi manipulasi
atau diberikan jenis manipulasi lain). Untuk randomisasi, sebagai
contoh penelitian Kurnia dan Ediati (2018), menggunakan randomized
pretest-posttest control group design  dengan  mixed method, yaitu
intervensi coloring mandala terhadap negative emotional state

LE
mahasiswa. Prosedur penelitian diawali dengan melakukan screening
kepada seluruh mahasiswa menggunakan skala Depression and
Anxiety Stress Scale 21 (DASS21), kemudian individu yang memiliki
level severe hingga extremely severe pada emosi negatif yang dialami

SA
(depresi, kecemasan, stres) dibagi menjadi kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan
berupa intervensi coloring mandala (mewarnai buku mandala) selama
7 hari berturut-turut, kemudian diberikan posttest dan wawancara
setelahnya, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
namun tetap diberikan posttest.
R
Dari ketiga hal tersebut, randomisasi dirasa sulit untuk
direalisasikan dalam setiap konteks penelitian. Misalnya pada
penelitian klinis dengan populasi orang dengan diagnosis gangguan
FO

tertentu yang sangat sedikit jumlahnya. Berdasarkan keterbatasan


ini, dirumuskan sebuah konsep bernama kuasi-eksperimental, yaitu
eksperimen semu, di mana pada eksperimen ini tidak dilibatkan
randomisasi, sehingga hanya ada kelompok eksperimen pada
penelitian yang dilakukan. Bila dirasa perlu, kuasi-eksperimental
T

dapat melibatkan kelompok kontrol dari jenis kelompok lain dengan


ciri yang mirip dengan kelompok yang hendak diteliti. Misalnya,
pada penelitian Tahamata dan Kaloeti (in press, 2019), peneliti ingin
NO

melakukan eksperimen dengan memberikan pelatihan resiliensi


untuk menurunkan tingkat depresi pada caregiver skizofrenia, namun
peneliti hanya mampu menghimpun delapan orang subjek saja.
Delapan subjek ini memang bisa dibagi ke dalam dua kelompok,
namun peneliti ragu bahwa kedelapan subjek ini mampu bertahan
hingga akhir sesi penelitian, sehingga untuk mencegah terjadinya
kekurangan subjek pada keseluruhan sesi, peneliti melibatkan seluruh
(kedelapan) subjek tadi. Pada kasus ini, peneliti dapat melakukan
46 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

kuasi-eksperimen kepada delapan orang tersebut sebagai kelompok


eksperimen tanpa adanya kelompok kontrol atau melibatkan
sejumlah orang dengan permasalahan yang mirip dengan kelompok
eksperimen. Kelompok kontrol tersebut misalnya caregiver penderita
gangguan mood, hal ini didasari pada suatu hasil penelitian bahwa

LE
caregiver gangguan mood memiliki tingkat depresi yang hampir sama
dengan caregiver skizofrenia. Adapun penelitian dengan dua kelompok
penelitian sering disebut sebagai between-group design, sedangkan
within-group design merupakan eksperimen yang melibatkan satu

SA
grup saja (Shadish, Cock, & Champbell, 2002; Trull, 2012).
Adapun selain konsep kuasi-eksperimental, terdapat pula beberapa
konsep lain dalam penelitian eksperimental, yaitu riset analog (analog
research). Penelitian ini berupa eksperimen yang dilakukan secara
ketat dalam seting laboratorium, sehingga kontrol yang dilakukan
dapat dengan baik. Penelitian ini akan sangat sulit digeneralisasi,
R
karena konteks masyarakat luas akan terus berdampingan dengan
ancaman-ancaman validitas yang sebelumnya dikontrol pada
penelitian jenis ini. Misalnya, pelatihan yang dilaksanakan selama
FO

enam hari berturut-turut yang dilakukan di suatu penginapan,


sehingga peserta pelatihan dapat terus terkontrol oleh peneliti (Trull,
2012).
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, penelitian
eksperimen menekankan pada hubungan sebab-akibat pada suatu
T

fenomena. Melalui penekanan ini, maka penelitian eksperimen


akan mengubah bentuk suatu variabel atau keadaan psikologis
pada kondisi sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) dilakukannya
NO

suatu manipulasi. Misalnya, sebelum manipulasi dilakukan, tingkat


depresi subjek berada di kisaran 35 (pretest) dan setelah dilakukannya
manipulasi, tingkat depresi menurun menjadi 20 (posttest). Dengan
adanya perubahan angka suatu variabel yang diteliti, maka eksperimen
yang dilakukan dapat dikatakan berhasil menciptakan suatu hubungan
kausal.
Tak jarang penelitian dalam konteks klinis membutuhkan proses
yang lebih lama. Proses yang lebih lama berguna untuk memastikan
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 47
47
bahwa intervensi yang diberikan dapat bertahan dalam waktu yang
panjang. Adapun pada metode ini dibutuhkan pengukuran berganda,
tidak hanya pretest dan posttest, namun juga follow-up. Follow-up
penelitian dilakukan pada jangka waktu tertentu yang ditetapkan
peneliti pasca dilakukannya manipulasi. Proses follow-up ini juga

LE
dapat diisi dengan berbagai tugas yang dilakukan guna menjaga
stabilitas atau justru semakin mengubah keadaan psikologis yang
dihasilkan dari manipulasi yang dilakukan. Misalnya, pasca satu
bulan dilakukannya pelatihan regulasi emosi, subjek diberikan

SA
skala depresi. Harapan dari hasil pengukuran follow-up ini adalah
memberikan gambaran sejauh mana manipulasi yang diberikan dapat
efektif dalam jangka waktu yang lebih lama. Adapun secara visual,
hasil penelitian yang bersifat kausal dapat dilihat pada Gambar 2 di
bawah.
R
45
40 p < .001
35
FO

30
DASS-Score

25
20
15
10
5
0
T

Pre-test Post-test Follow-up

Gambar 2. Contoh Hubungan Kausal pada Penelitian Eksperimen.


NO

Perhatikan hasil penelitian yang tercantum pada gambar 2 di atas.


Peneliti mengkaji sejauh mana pelatihan resiliensi berdampak pada
penurunan emosi negatif yang dialami oleh caregiver penderita
skizofrenia. Berdasarkan gambar di atas, terdapat penurunan
yang signifikan (p < 0,001) pada skor pretest terhadap posttest
dan diikuti skor follow-up. Penurunan yang berangsur menurun
tersebut menunjukkan bahwa pelatihan resiliensi dapat secara efektif
menurunkan emosi negatif pada subjek.
48 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

f. Desain Single-case
Desain single-case merupakan pengembangan metode penelitian
eksperimental dan observasi studi kasus yang melibatkan hanya satu
subjek. Satu subjek dipilih karena sangat terbatasnya jumlah subjek,
sehingga apabila hanya satu subjek yang tersedia, maka penelitian

LE
dapat dilakukan dengan kontrol terhadap validitas internal yang
sangat ketat. Selain itu, desain single-case juga dapat digunakan
untuk menguji efektivitas suatu intervensi individual, di mana tidak
mungkin intervensi tersebut dilakukan dalam seting kelompok. Hal

SA
yang pertama dilakukan peneliti dalam penentuan sampel adalah
melihat baseline dari suatu variabel penelitian yang hendak diteliti.
Penentuan baseline merupakan hal yang lumrah dalam penelitian
eksperimen, yaitu dengan menentukan skor pada suatu variabel.
Namun pada single-case, baseline diukur melalui perilaku yang muncul
sebelum dan setelah intervensi diberikan. Misalnya peneliti berencana
R
melakukan manipulasi berupa cognitive behavioral therapy (CBT)
kepada seorang dengan gangguan obsesif kompulsif. Hal yang perlu
diketahui dalam mengukur ­baseline adalah seberapa kompulsifnya
FO

perilaku yang dimunculkan, misalnya mencuci tangan hingga 30


kali setiap akan makan. Pada kasus ini, intervensi diberikan untuk
mengurangi perilaku mencuci tangan dengan jumlah 30 kali menjadi
lebih sedikit dalam waktu yang ditentukan. Penguatan (reinforcement)
atas penurunan perilaku perlu dilakukan untuk semakin menurunkan
T

perilaku, sehingga angka perilaku pada baseline dapat menurun


(Trull, 2012). Salah satu contoh pengaplikasiannya dilakukan
oleh Gabbatore, dkk (2017) dalam penelitian studi kasusnya yang
NO

melibatkan 1 orang pasien Schizofrenia. Peneliti mencatat evaluasi


dari program rehabilitasi Cognitive Pragmative Treatment yaitu kondisi
dan perubahan yang muncul sebelum dan sesudah sesi perawatan.

g. Desain campur
Desain campur (mixed method) merupakan gabungan beberapa jenis
penelitian dalam mengkaji suatu fenomena. Pada penelitian psikologi
klinis, penelitian eksperimental dan korelasi cukup sering dilakukan.
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 49
49
Penelitian ini dilakukan guna mendapati gambaran yang lebih holistik
mengenai suatu fenomena psikologis. Misalnya, penelitian ini dapat
berupa efektivitas pelatihan XA dibandingkan dengan pelatihan XB
dalam menurunkan variabel Y. Contoh lainnya adalah perbandingan
efektivitas pelatihan X untuk menurunkan variabel Y ditinjau dari

LE
konteks pedesaan dan perkotaan (Trull, 2012).

h. Studi deskriptif
Studi deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dirancang
untuk menggambarkan distribusi pada satu atau lebih variabel, tanpa

SA
memperhatikan hipotesis kausal atau lainnya. Melalui 5 W (What,
Who, Where, When, Why), peneliti melibatkan pengamatan dan
menggambarkan perilaku individu (subjek/klien) dengan memberikan
gambaran umum dari individu yang diamati serta menggambarkan
seting sosial dan hubungan individu dengan lingkungannya terhadap
R
fenomena tertentu. Studi ini banyak digunakan dalam penelitian
medis yang dilakukan para dokter untuk menggambarkan pasien
yang ditanganinya. Studi deskriptif juga memungkinkan para psikolog
FO

untuk mendeskripsikan serta membuat prediksi atas perilaku individu


(subjek/klien).
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu
populasi, situasi atau fenomena secara akurat dan sistematis. Peneliti
melakukan analisis dengan mendeskripsikan, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta-fakta yang ada secara sistematik sehingga lebih
T

mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan


didasari oleh angka yang diolah secara sederhana. Pengolahan
NO

data pada penelitian deskriptif umumnya menggunakan analisis


persentase dan analisis kecenderungan (trend). Pada beberapa bidang,
deskriptif digunakan untuk memberikan informasi bagi pelayanan
dan administrasi penyediaan sumber daya dan perencanaan program
pencegahan kesehatan (preventif ) dan pendidikan (promotif )
(Aggarwal & Ranganathan, 2019).
Studi deskriptif bermanfaat untuk memperkirakan atau
memprediksi beban penyakit pasien (pada konteks kesehatan),
50 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

informasi mengenai individu atau fenomena tertentu dalam suatu


populasi. Data dari studi deskriptif yang dilakukan dalam populasi
yang berbeda atau dilakukan pada waktu yang berbeda dalam
populasi yang sama dapat membantu mengidentifikasi variasi
geografis dan perubahan temporal mengenai frekuensi suatu kondisi

LE
seperti penyakit, prevalensi gangguan. Hal ini dapat membantu
menghasilkan hipotesis mengenai penyebab penyakit atau kondisi
gangguan tertentu, yang kemudian dapat diverifikasi menggunakan
desain lain yang lebih kompleks (Grimez & Schulz, 2002). Di lain

SA
sisi, studi deskriptif memiliki resiko menjadi tidak representatif
karena tidak dapat diandalkan dalam berbagai situasi.

i. Studi komparasi
Studi komparasi merupakan salah satu metode dengan membandingkan
dua atau lebih kelompok yang berbeda pada suatu penelitian.
R
Komparasi memberikan gambaran mengenai perbandingan data-
data untuk menemukan persamaan dari konsep yang akan dicari.
Studi komparasi dilakukan untuk mencari jawaban mendasar
FO

mengenai sebab-akibat dari suatu kondisi berdasarkan faktor-faktor


penyebab terjadinya situasi. Penelitian komparasi digunakan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih sifat
subjek atau objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran
tertentu. Variabel dapat digunakan secara mandiri pada dua atau lebih
kelompok dalam satu variabel. Studi komparatif dapat menghasilkan
T

banyak informasi dalam satu kali penelitian atau pengukuran dan


memperlihatkan sifat-sifat dari variabel yang diukur pada kelompok
NO

yang berbeda.

j. Meta analisis
Meta-analisis menjadi metode pilihan untuk mengasimilasi penelitian-
penelitian yang menyelidiki pertanyaan penelitian yang sama (Field,
2013). Meta analisis adalah metode penelitian yang merangkum
temuan-temuan dalam penelitian-penelitian berbeda dalam satu
topik yang sama sehingga diperoleh satu kesimpulan di mana hasil
analisis dari studi ini menjadi perwakilan atau representasi dari
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 5151

berbagai data dalam studi yang ada (Rubio-Apracio, Marin-Martinez,


Sánchez-Meca, & Lopez-Lopez, 2018).
Durlak (dalam Pomerantz, 2017) membagi langkah-langkah
dalam melakukan studi meta-analisis dalam psikologi klinis, yakni:
1. Merumuskan pertanyaan penelitian, termasuk hipotesis yang

LE
masuk akal, penting, dan dapat diuji.
2. Mendapatkan sampel penelitian yang representatif. Tentukan
dan jelaskan kriteria yang digunakan untuk memasukkan
atau mengeluarkan studi-studi individu. Peneliti perlu

SA
mempertimbangkan laporan yang tidak dipublikasikan serta
laporan yang telah diterbitkan.
3. Mendapatkan informasi dari studi individual. Mempertimbangkan
metodologi spesifik masing-masing studi individu dan
memastikan keandalan yang memadai ketika mengkode temuan
sebelumnya.
R
4. Melakukan analisis yang pas. Saat menggabungkan ukuran efek
(effect size) dari masing-masing studi, tentukan bobot yang sesuai,
FO

sehingga studi skala yang lebih besar “menghitung” lebih dari


studi skala yang lebih kecil.
5. Raih kesimpulan dan tawarkan saran untuk penelitian di masa
mendatang

k. Evaluasi temuan
Proses evaluasi dalam publikasi ilmiah seyogyanya tidak pernah
T

berakhir. Evaluasi umumnya telah dimulai secara informal dalam


ranah kelompok peneliti. Selanjutnya secara formal, proses evaluasi
NO

akan masuk ke ranah editorial sebelum akhirnya jurnal atau hasil


penelitian dapat terpublikasi. Setelah hasil penelitian terpublikasi,
maka publikasi akan diteliti oleh publik ilmiah.
Dalam mengevaluasi kualitas publikasi penelitian, beberapa aspek
yang dapat diperhatikan antara lain (Hjorland, 2012):
1. Kesesuaian tujuan penelitian, apakah publikasi berisi informasi
tentang tujuan dan kelompok sasaran.
52 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Kualitas konten. Apakah publikasi mengandung informasi yang


unik serta bagaimana relevansi publikasi.
3. Taraf kepercayaan. Bagaimana kualifikasi penulis, kualitas
referensi yang digunakan dalam penelitian, serta kualitas sitasi
yang dicantumkan dalam teks.

LE
4. Memerhatikan reputasi penerbit, apakah hasil penelitian
dipublikasikan oleh penerbit bereputasi, serta memeriksa journal
impact factor dari penerbit.
Selanjutnya, evaluasi dapat dilakukan melalui 3 aspek berikut ini:

SA
1. Memeriksa reabilitas dari penilaian teman sejawat (peer
judgements) atas kualitas artikel.
2. Membuat kriteria penilaian kualitas asesmen.
3. Memeriksa hubungan antara penilaian sejawat dari kualitas
artikel dengan jumlah sitasi artikel setelah publikasi.
R
3. Etika dalam Riset
Riset yang berkenaan dengan aktivitas klinis merupakan hal yang
FO

sangat rentan untuk bersinggungan dengan masalah-masalah etis. Pada


prinsipnya, riset yang dilakukan haruslah menjaga hak, martabat, dan
kesejahteraan dari setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Berkenaan
dengan banyaknya pelanggaran etika dalam penelitian medis, seperti
yang dilakukan oleh Nazi pada Perang Dunia II, maka dunia medis
memberikan sejumlah pandang etis mengenai riset dalam seting klinis
T

yang disebut Deklarasi Helsinki yang disusun pada tahun 1964 (Barker,
Pistrang, & Elliot, 2016). Hal ini pun berdampak pada riset psikologi
NO

yang terus menekankan pada etika riset yang cukup ketat, sehingga
partisipan penelitian dapat memberikan data tanpa adanya perasaan
terpaksa. Adapun beberapa isu yang berkaitan dengan etika dalam riset
adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan perjanjian tertulis yang diajukan
oleh peneliti kepada subjek penelitian untuk memilih apakah
subjek bersedia mengikuti riset yang akan dilaksanakan atau tidak.
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 53
53
Sebelum disepakatinya perjanjian, peneliti wajib menginformasikan
kepada subjek penelitian mengenai rangkaian penelitian yang akan
dilaksanakan. Selain itu, subjek pun memiliki kebebasan untuk
bertanya kepada peneliti mengenai proses penelitian yang akan di
jalani, dan peneliti wajib menjawab seinformatif mungkin sehingga

LE
subjek dapat memutuskan dengan matang keikutsertaannya dalam
penelitian. Selain itu, Barker, Pistrang, dan Elliot (2016) menyatakan
bahwa dalam informed consent diwajibkan untuk mencantumkan
hal-hal berikut, antara lain:

SA
a. Deskripsi prosedur penelitian.
b. Penjelasan mengenai potensi risiko dan juga keuntungan yang
didapatkan.
c. Pemberian kesempatan untuk bertanya kepada peneliti sepanjang
proses penelitian.
d. Pernyataan bahwa peserta dapat dengan bebas menarik diri di
R
tengah proses penelitian tanpa merasa timbulnya prasangka.
e. Pernyataan bahwa subjek mengerti dan bersedia berpartisipasi
sepanjang proses penelitian. Berikan kolom kosong untuk tanda
FO

tangan subjek.
2. Keuntungan dan Kerugian
Penelitian yang dilakukan sangat mungkin untuk menimbulkan
keuntungan atau justru kerugian. Kedua hal tersebut adalah lumrah,
karena penelitian yang dilakukan tentu akan mengorbankan waktu
T

dan tenaga dari subjek yang tentu tidak sedikit. Selain itu, sejumlah
aktivitas lain yang seharusnya dapat dilakukan oleh subjek harus
direlakan untuk mengikuti sesi penelitian yang dilakukan. Sebagai
NO

gantinya, peneliti perlu untuk memberikan kompensasi yang


sekiranya dapat membuat subjek yang terlibat merasa tidak dirugikan
oleh aktivitas penelitian. Selain memberikan kompensasi berupa
uang, konsumsi, dan kenang-kenangan, peneliti wajib memberikan
pemahaman mengenai efek terapeutik dari intervensi yang dilakukan
atau perkembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat sebagai
keuntungan yang tidak dapat diukur secara materil. Selain itu, perihal
keuntungan dan kerugian merupakan perihal keadilan. Randomisasi
54 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

merupakan hal yang penting dilakukan selain karena berpengaruh


terhadap validitas internal suatu penelitian, randomisasi juga
merupakan penerjemahan keadilan dalam penelitian, yaitu dengan
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota dalam
populasi untuk menjadi subjek penelitian.

LE
3. Privasi dan Kerahasiaan
Privasi (privacy) dan kerahasiaan (confidentiality) merupakan prinsip
utama selanjutnya dalam etika penelitian. Privasi merujuk pada hak
subjek untuk tidak memberikan informasi pribadi kepada peneliti,

SA
misalnya nama, sehingga diganti dengan inisial. Senada dengan
privasi, kerahasiaan merujuk pada hak subjek dan kewajiban peneliti
untuk pihak lain tidak mengetahui informasi pribadi mengenai subjek
penelitian. Privasi dan kerahasiaan yang dijaga memungkinkan subjek
untuk lebih nyaman dalam membuka informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian. Selain itu, penelitian yang menyangkut dengan
R
masalah-masalah pribadi yang cenderung sensitif dalam konteks
budaya tertentu harus disadari betul oleh peneliti. Privasi dan
FO

kerahasiaan tidak boleh dikesampingkan, dan penelitian di ranah


psikologi klinis sarat dengan permasalahan yang sangat sensitif.
4. Komite etik
Sebagaimana disinggung sebelumnya, penelitian dalam psikologi
klinis sarat dengan permasalahan sensitif dan bahkan permasalahan
etika yang dilanggar justru akan berdampak buruk bagi subjek dan
T

peneliti. Komite etik dibentuk guna memastikan penelitian yang akan


dilangsungkan sesuai dengan etika penelitian yang berlaku sesuai
NO

standar suatu institusi, misalnya rumah sakit atau universitas. Komite


etik bertugas untuk menguji etika penelitian, dan apabila dirasa
sudah sesuai dengan standar etika yang berlaku, maka komite etik
akan mengeluarkan ethical clearance sebagai bukti bahwa penelitian
sudah sesuai kaidah etika dan penelitian dapat dilangsungkan.
Komite etik biasanya terdiri dari akademisi atau praktisi yang
secara langsung bersinggungan dengan medan penelitian yang akan
dituju. Dibutuhkan waktu kira-kira tiga bulan untuk mendapatkan
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 55
55
persetujuan berupa ethical clearance. Waktu yang lama itu dibutuhkan
karena terdapat sejumlah pertimbangan sebagai berikut:
a. Exempt status (status dibebaskan), diberikan kepada peneliti
yang akan melakukan penelitian dengan metode yang tidak
membutuhkan identitas pribadi klien sebagai data yang harus

LE
dianalisis dalam penelitian, misalnya penelitian survei. Selain
itu, status ini dapat diberikan dengan cukup mudah kepada
peneliti dengan metode lain seperti observasi publik di lapangan
(seperti perilaku melanggar lampu lalu-lintas) dan penelitian

SA
dengan melibatkan data publik (seperti jumlah penduduk dengan
karakter demografinya) yang tidak memperlihatkan jenis data
yang bersifat rahasia. Penelitian yang diberikan dengan status
ini biasanya akan memakan waktu yang paling singkat dari jenis
lain.
b. Expedited review (revieu cepat) dilakukan apabila penelitian
R
yang hendak dilakukan tidak menggali informasi yang terlalu
sensitif dan bukan merupakan suatu penelitan manipulasi
FO

(eksperimen). Reviu cepat dilakukan tanpa mengkaji terlalu


dalam dan dilakukan hanya dengan dua anggota komite saja.
c. Full review (reviu keseluruhan), yaitu reviu yang ditunjukkan
kepada penelitian yang bersifat manipulasi (eksperimen)
dan mengangkat isu yang sangat sensitif. Selain itu, jenis ini
diberlakukan kepada peneliti yang masih baru dalam melakukan
T

penelitian, sehingga kelayakan penelitian yang akan dilakukan


harus benar-benar diuji.
NO
56 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LATIHAN
1. Carilah jurnal yang memuat isu kontemporer metode penelitian dalam
psikologi klinis, buatlah reviu atas jurnal tersebut dan berikan pendapat
Anda tentang relevansi dan kegunaan metode tersebut bila dipraktikkan

LE
dalam konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia.
2. Buatlah rancangan penelitian sederhana dengan menuliskan metode
penelitian dan informed consent-nya!

SA
RANGKUMAN
Psikologi sebagai sains tentu membutuhkan sejumlah dasar dalam praktiknya
di lapangan. Metode penelitian dalam psikologi klinis merupakan serangkaian
metode yang membantu psikolog dalam praktik di lapangan dan lebih dari
itu pengembangan ilmu pengetahuan dimungkinkan melalui metode-metode
R
yang ada. Kendati pun ilmiah, sayangnya psikolog dalam praktiknya masih
cenderung mengedepankan common sense yang merupakan logika tanpa
FO

didasari bukti ilmiah. Common sense bisa saja betul, namun pembuktian
ilmiah akan memastikan kebenaran common sense itu.
Psikologi klinis memiliki sejumlah metode di dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Metode tersebut antara lain:
1. Observasi
a. Observasi Tak Sistematis
T

- Konvensional
- Validitas lemah (banyak diragukan)
- Penelitian secara langsung tanpa panduan jelas
NO

b. Observasi Alamiah
- Lebih sistematis
- Memiliki panduan observasi
- Fenomena yang diteliti secara teliti dan spesifik
c. Observasi Terkontrol
- Validitas tinggi
- Kontrol dalam penelitian berupa manipulasi keadaan
- Banyak menghasilkan penelitian yang terkemuka
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 57
57
d. Studi Kasus
- Individual
- Dalam seting intervensi atau terapi
- Observasi dilangsungkan pada proses asesmen dan intervensi
dengan data tambahan sekunder

LE
2. Epidemiologi. Jenis penelitian ini mengkaji sejauh mana kejadian,
prevalensi, dan distribusi penyakit atau gangguan dapat terjadi di suatu
populasi tertentu. Penelitian ini bersifat mendalam dan melibatkan
sejumlah metode lain. Pelaksanaan penelitian ini biasanya berkolaborasi

SA
dengan peneliti dan displin ilmu lainnya.
3. Korelasi. Jenis penelitian ini mengkaji keterhubungan antar variabel yang
hendak diteliti.
- Bivariat merupakan penelitian korelasi dua variabel
- Multivariat merupakan penelitian korelasi tiga variabel atau lebih
- Analisis faktor merupakan suatu metode yang mengorelasikan antar
R
faktor atau aspek dalam suatu variabel penelitian secara langsung
4. Cross-sectional dan Longitudinal
FO

- Cross-sectional menekankan pada perbandingan antar suatu variabel


karena tidak memungkinkannya manipulasi waktu dalam suatu
penelitian
- Longitudinal menekankan pada perbandingan suatu variabel pada
satu subjek penelitian yang sama dalam jangka waktu yang lama
5. Eksperimental. Jenis penelitian ini memiliki prinsip kausalitas atau
T

sebab-akibat.
- Eksperimen murni menekankan pada kontrol, manipulasi, dan
NO

randomisasi
- Kuasi-eksperimen mengacu pada terbatasnya ketersediaan subjek
penelitian sehingga tidak memungkinkan dilakukannya randomisasi.
Namun kontrol dan manipulasi tetap wajib dilakukan
- Pretest dan posttest merupakan pengukuran yang mengungkap
kausalitas penelitian. Pengukuran berganda dapat melibatkan follow-
up guna mengetahui sejauh mana dampak penelitian meskipun
manipulasi sudah tidak dilakukan dalam kurun waktu tertentu
58 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

- Desain analog merupakan jenis eksperimen yang sulit diimplemen-


tasikan di luar labotarorium karena usaha kontrol yang sulit
6. Single-case. Jenis penelitian ini merupakan gabungan antara observasi studi
kasus dengan eksperimental. Single-case merupakan studi eksperimental
yang dilakukan kepada satu subjek saja, dengan kriteria dan kontrol

LE
yang sangat spesifik dan ketat. Penelitian ini biasanya dilakukan dalam
menguji efektivitas suatu intervensi individual.
7. Desain campur. Jenis penelitan ini merupakan campuran dari beberapa
metode penelitian yang sudah dibahas. Penelitian ini dimungkinkan

SA
terjadi bila peneliti ingin mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif
mengenai suatu fenomena yang kompleks. Biasanya dalam konteks
psikologi klinis, desain yang banyak digunakan adalah campuran korelasi
dan eksperimental.
Selain membahas metode, penelitian merupakan suatu aktivitas yang
harus juga mengedepankan etika. Adapun beberapa hal yang terkait
R
dengan etika antara lain:
a. Informed consent merupakan perjanjian tertulis yang diajukan oleh
FO

peneliti kepada subjek penelitian untuk memilih apakah subjek


bersedia mengikuti riset yang akan dilaksanakan atau tidak.
b. Keuntungan dan kerugian. Peneliti akan mengorbankan sejumlah hal
pada subjek, seperti waktu, tenaga dan aktivitas lain, sehingga peneliti
wajib memberikan sesuatu sebagai pengganti dari kerugian yang
dialaminya itu. Hal tersebut haruslah sama-sama menguntungkan
T

pihak subjek dan peneliti. Selain dengan memberikan hal-hal yang


bersifat materil, peneliti wajib memberikan pengertian bahwa efek
NO

terapeutik atau mengembangan ilmu pengetahuan sebagai dampak


dari penelitian adalah keuntungan yang lebih esensial.
c. Privasi dan kerahasiaan merupakan hal yang wajib dijaga. Privasi
merujuk pada hak subjek untuk tidak memberikan informasi pribadi
kepada peneliti, misalnya nama, sehingga diganti dengan inisial,
sedangkan kerahasiaan merujuk pada hak subjek dan kewajiban
peneliti untuk pihak lain tidak mengetahui informasi pribadi
mengenai subjek penelitian.
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 59
59
d. Komite etik merupakan suatu komite yang dimiliki institusi tertentu
untuk menilai apakah penelitian yang akan dilakukan sudah sesuai
dengan kaidah etika yang berlaku atau tidak. Komite etik berhak
mengeluarkan ethical clearance bagi peneliti sebagai hak untuk
melakukan penelitian karena sudah dianggap sesuatu dengan etika

LE
yang berlaku.

TES FORMATIF

SA
1. Common sense adalah....
a. Anggapan logis tetapi tidak ilmiah.
b. Anggapan ilmiah yang tidak logis.
c. Anggapan logis yang didasai pada pembuktian ilmiah.
d. Logika ilmiah yang keliru.
R
2. Berikut adalah jenis-jenis observasi dalam penelitian psikologi klinis....
a. Observasi tak terstruktur; observasi terstruktur; observasi terkontrol;
studi kasus.
FO

b. Observasi tak terstruktur; observasi alamiah; observasi terkontrol;


studi kasus.
c. Observasi terstruktur; observasi alamiah; observasi terkontrol; studi
kasus.
d. Observasi terstruktur; observasi tak terstruktur; observasi terkontrol;
observasi tak terkontrol.
T

SCATTER PLOT
NO

–1

–1,5

–2 x
x x
x xx
x
–2,5 x x
Y x x
xx
–3 x x
x x
x
xx x
–3,5 x x

–4

100 200 300 400 500


x
60 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Perhatikanlah gambar di atas untuk menjawab nomor 3 dan 4!


3. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis di atas bersifat….
a. Satu arah
b. Dua arah
c. Positif

LE
d. Negatif
4. Interpretasi data dari gambar di atas adalah….
a. Jika semakin besar nilai X, maka nilai Y semakin besar juga
b. Jika semakin kecil nilai X, maka semakin besar nilai Y

SA
c. Jika semakin kecil nilai X, maka nilai Y tidak membesar secara
signifikan
d. Jika semakin besar nilai X, maka nilai Y akan mengecil namun tidak
signifikan
5. Ani melakukan penelitian dengan membandingkan tingkat inteligensi
R
berdasarkan usia di masing-masing tahap perkembangan pada suatu
budaya tertentu. Ani menghabiskan waktu yang cukup lama untuk
melakukan penelitian ini. Dapat diketahui bahwa jenis penelitian yang
FO

dilakukan Ani adalah….


a. Observasi alamiah
b. Eksperimental
c. Cross-sectional
d. Longitudinal
T

6. Berikut adalah prinsip penelitian eksperimen….


a. Utamakan validitas eksternal
NO

b. Kontrol terhadap ancaman validitas


c. Randomisasi subjek penelitian
d. Kausalitas
7. Jenis eksperimen yang sulit diimplementasikan di luar labotarorium
karena usaha kontrol yang sulit…
a. Kuasi-eksperimen
b. Eksperimen murni
c. Analog
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 6161

d. Preliminary research
8. Perjanjian tertulis yang diajukan oleh peneliti kepada subjek penelitian
untuk memilih keikutsertaannya di dalam penelitian disebut….
a. Privacy

LE
b. Confidential
c. Ethical clearance
d. Informed consent
9. Hak subjek dan kewajiban peneliti untuk pihak lain tidak mengetahui

SA
informasi pribadi mengenai subjek penelitian…..
a. Privacy
b. Confidential
c. Ethical clearance
d. Informed consent
10. Budi adalah mahasiswa program sarjana yang akan melakukan penelitian
R
untuk skripsinya. Budi akan melakukan penelitian di RSJ X dengan
metode observasi natural kepada pasien skizofrenia pada terapi kerja.
FO

Pihak RSJ akan memberikan ethical clearance pada Budi melalui proses….
a. Full review
b. Exempt status
c. Expedited review
d. Semua benar
11. Sebutkan tiga syarat wajib dilakukannya penelitian eksperimen!
T

12. Di suatu desa terjadi angka kelahiran anak dengan spektrum autism
yang tinggi (25 kali dari prevalensi nasional dan 15 kali dari prevalensi
NO

kabupaten). Pemerintah daerah mempercayakan Anda dan tim untuk


meneliti masalah ini.
a. Jenis penelitian apa yang digunakan pada riset ini?
b. Apas saja rumusan masalah yang anda ajukan?
13. Sebutkan hal-hal penting yang harus tercantum dalam informed consent!
62 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

UMPAN BALIK
Kunci Jawaban Tes Formatif
1. a
2. b

LE
3 d
4. b
5. c
6. d

SA
7. c
8. d
9. b
10. a
11. (1) kontrol; (2) manipulasi; dan (3) randomisasi
12. Kasus autisme tinggi
R
a. Epidemiologi
FO

b. (1) apa faktor yang membuat autisme tersebut dapat terjadi?; (2) apa
yang membuat wilayah kecamatan ini memiliki prevalensi kelahiran
autisme yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di
kabupaten, provinsi, bahkan secara nasional?; dan (3) hal apa yang
mendorong terdistribusinya kelahiran autisme ini yang sangat tinggi di
desa ini sehingga mengalami ketimpangan yang sangat signifikan?
T

(Inti poin b adalah mencakup kejadian, prevalensi, dan distribusi)


13. (1) Deskripsi prosedur penelitian; (2) Penjelasan mengenai potensi risiko
NO

dan juga keuntungan yang didapatkan; (3)Pemberian kesempatan untuk


bertanya kepada peneliti sepanjang proses penelitian; (4) Pernyataan
bahwa peserta dapat dengan bebas menarik diri di tengah proses
penelitian tanpa merasa timbulnya prasangka; dan (5) Pernyataan bahwa
subjek mengerti dan bersedia berpartisipasi sepanjang proses penelitian.
Berikan kolom kosong untuk tanda tangan subjek.
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 63
63

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R., & Ranganathan, P. (2019). Study designs: Part 2-Descriptive
studies. Perspective in Clinical Research, 10 (1): 34–36. Doi:  10.4103/

LE
picr.PICR15418
Barker, C., Pistrang, N., & Elliot, R. (2016). Research methods in clinical
psychology 3rd edition. UK: Wiley.
Creswell, J. C. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches 3rd edition. California: SAGE.

SA
Field, A. P. (2013). Meta-analysis in clinical psychology research. In J. S.
Comer & P. C. Kendall (Eds.),  Oxford library of psychology. The Oxford
handbook of research strategies for clinical psychology (p. 317–335). Oxford
University Press.
Grimez, D. A., & Schulz, K. (2002). Descriptive studies: What they can and
R
cannot do. The Lancet, 359 (9301), 145-149. https://doi.org/10.1016/
S0140-6736(02)07373-7
Hjorland, B. (2012). Methods for evaluating information sources: An
FO

annotated catalogue. Journal of Information Science, 1-11. Doi:


10.1177/0165551512439178
Kaloeti, D.V.S., Rahmandani, A., Sakti, H., Salma., Suparno., & Hanafi, S.
(2018). Effect of childhood experiences, psychological distress and resilience
on depressive symptoms among Indonesian university students. International
Journal of Adolescence and Youth, 1-8, doi: 10.1080/02673843.2018.1485584
T

Kurnia, A., & Ediati, A. (2018). Pengaruh coloring mandala terhadap negative
emotional state
NO

Pomerantz, A. M. (2017). Clinical Psychology: Science,Practice, and Culture.


London: SAGE Publications, Inc.
Rubio-Aparicio, M., Marín-Martínez, F., Sánchez-Meca, Lopez-Lopez, J. A.
(2018). A methodological review of meta-analyses of the effectiveness of
clinical psychology treatments. Behavior Research Method, 50, 2057–2073.
Doi: https://doi.org/10.3758/s13428-017-0973-8pada mahasiswa. Empati,
7(2), 78-86.
64 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Shadish, W. R., Cock, T. D., & Champbell, D. T. (2002). Experimental and


quasi-experimental designs for generalized causal inference 2nd edition.
Boston: Cengage Learning.
Shakya, H.B & Christakis, N.A (2016). Association of Facebook use with
compromised well-being: A longitudinal study. American Journal of

LE
Epidemiology, 185(3), 203–211, doi : 10.1093/aje/kww189
Sjödin, F & Neely, G. (2017), Communication patterns and stress in the
preschool: an observational study. Child Care in Practice, 23(2), 181-194,
doi: 10.1080/13575279.2016.1259159

SA
Tahamata, V.M., & Kaloeti, D.V.S. (2018). Pengaruh pelatihan resiliensi
bagi penurunan negative emotional states pada Caregiver Orang dengan
Skizofrenia (ODS), skripsi (tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro
Trull, T. J. (2012). Clinical psychology 7th edition. USA: Wadsworth.
Wykes,T., Csipke, E., Williams, P.,, Koeser, L., Nash, S., Rose, D., Craig, T.,
R
& McCrone. P. (2017). Improving patient experiences of mental health
inpatient care: a randomised controlled trial, Psychological Medicine,
48(03), 488-497, doi:10.1017/S003329171700188X
FO
T
NO
BAB 2  METODOLOGI RISET DALAM PSIKOLOGI KLINIS 65
65

DAFTAR ISTILAH

1. Common sense: Anggapan logis tetapi tidak ilmiah

LE
2. Validitas: Kesesuaian antara yang diteliti dan yang benar-benar terjadi
3. Variabel: Konstruk psikologi yang diteliti
4. Kontrol: Upaya untuk menghindari ancaman validitas internal
5. Manipulasi: Intervensi psikologi yang digunakan dalam metode

SA
eksperimen
6. Randomisasi: Upaya mendapatkan subjek melalui pengacakan
7. Baseline: Batas tertentu pada pengukuran psikologi bagi populasi untuk
direktrut sebagai subjek penelitian
8. Pretest: Pengukuran sebelum intervensi dilakukan
R
9. Posttest: Pengukuran setelah intervensi dilakukan
10. Follow-up: Pengukuran setelah intervensi dilakukan dalam kurun waktu
tertentu
FO
T
NO
66 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 3
FO

KETERKAITAN
T

PSIKOLOGI KLINIS
NO

DENGAN BERBAGAI
BIDANG: ISU
KONTEMPORER
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 67
67

3.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai perbedaan dan keterkaitan
Psikologi Klinis dengan bidang psikologi lainnya, yang meliputi: Psikologi
Umum dan Eksperimen, Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidikan,
Psikologi Industri dan Organisasi, dan Psikologi Sosial.

SA
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan lanjutan dari materi pada pokok bahasan
sebelumnya yaitu metodologi riset di bidang Psikologi Klinis. Pokok bahasan
ini juga berkaitan dengan mata kuliah dasar bidang psikologi lainnya seperti
R
Proses dan Fungsi Mental, Biopsikologi, Perkembangan Sepanjang Rentang
Kehidupan, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, dan
Psikologi Sosial.
FO

C. Kompetensi
C.1. Standar Kompetensi
1. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi klinis,
perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapan dalam berbagai
bidang psikologi lain.
T

2. Mampu membedakan penerapan psikologi klinis menurut berbagai


pendekatan yang ada.
NO

3. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penelitian dalam psikologi


klinis dengan mempertimbangkan metodenya.
4. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan asesmen,
integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana, klasifikasi,
prediksi dalam psikologi klinis, dan menjadikannya dasar pengerjaan
tugas mata kuliah tentang asesmen bidang klinis.
5. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan intervensi
dalam psikologi klinis (pada kasus individu maupun komunitas), dan
68 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

menjadikannya dasar pengerjaan tugas mata kuliah tentang intervensi


bidang klinis.
6. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan intervensi
dalam psikologi klinis.

LE
C.2. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu
menguraikan dan memberikan contoh keterkaitan Psikologi Klinis dengan
bidang psikologi lainnya.

SA
D. Petunjuk Belajar
Secara umum, pokok bahasan ini menyediakan materi pengantar atau
pemantik bagi mahasiswa untuk mempelajari dan memahami materi yang
sedang dibahas. Mahasiswa disarankan untuk membaca lebih lanjut materi
terkait pada daftar pustaka yang tercantum pada akhir pokok bahasan. Untuk
R
dapat memahami pokok bahasan ini dengan baik, mahasiswa dapat membaca
uraian dari setiap sub pokok bahasan terlebih dulu, kemudian mengerjakan
FO

latihan yang disarankan. Rangkuman dapat digunakan mahasiswa untuk


mereviu kembali materi yang telah dibaca. Selanjutnya mahasiswa dapat
mengecek pemahaman dengan mengerjakan tes formatif yang tersedia. Kunci
jawaban dapat dilihat pada akhir sub pokok bahasan untuk mengetahui
seberapa tepat pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan. Adapun
umpan balik dan tindak lanjut memberikan petunjuk mengenai apa yang
T

dapat dilakukan untuk menindaklanjuti hasil tes formatif.


NO

KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS


3.2
DENGAN BERBAGAI BIDANG

Ruang Lingkup Psikologi Klinis


Psikologi Klinis merupakan salah satu bidang Psikologi yang di dalamnya
tercakup aktivitas penelitian, pengajaran, dan pelayanan yang relevan
terhadap penerapan prinsip-prinsip, metode, dan prosedur untuk memahami,
memprediksi, dan meringankan salahsuai (maladjustment), hendaya atau
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 69
69
disabilitas, dan ketidaknyamanan pada aspek intelektual, emosional, biologis,
psikologis, sosial, dan perilaku, yang diterapkan pada rentang populasi yang
luas. Teori, pelatihan, dan praktik dalam Psikologi Klinis berusaha untuk
mengenali pentingnya keragaman dan berusaha memahami peran gender,
budaya, etnis, ras, orientasi seksual, dan dimensi keragaman lainnya (APA

LE
Divisi 12, 2019). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa
ruang lingkup Psikologi Klinis sangat luas, mulai dari aktivitas penelitian,
pengajaran, dan pelayanan, serta diterapkan pada populasi yang luas pula
tanpa dibatasi. Psikologi Klinis mengembangkan dan menerapkan prinsip-

SA
prinsip, metode, serta prosedur untuk mendukung aktivitas-aktivitas yang
memiliki tiga macam level tujuan: memahami, memprediksi, dan mengatasi
(intervensi). Objek dari aktivitas-aktivitas dalam Psikologi Klinis juga luas
mulai dari salahsuai, hendaya, hingga ketidaknyamanan pada berbagai aspek
dari diri individu (intelektual, emosional, biologis, psikologis, sosial, dan
perilaku.
R
Hingga saat ini Psikologi Klinis telah dan terus berkembang secara pesat
di berbagai spesialisasinya. Perkembangan Psikologi Klinis dapat dilihat
dari berbagai jurnal Psikologi Klinis yang ada. Salah satu jurnal resmi APA
FO

(American Psychological Association) dengan ruang lingkup kajian Psikologi


Klinis adalah “Journal of Consulting and Clinical Psychology”. Gambar 1
dihalaman berikutnya menunjukkan sebagian isi dari edisi terbaru Journal
of Consulting and Clinical Psychology.
T

Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Umum dan


Eksperimen
NO

Psikologi Umum dan Eksperimen merupakan bidang Psikologi yang


bertujuan mengembangkan koherensi antar subdisiplin dalam Psikologi
dengan menggabungkan berbagai perspektif yang ada di berbagai sub-disiplin
Psikologi ke dalam penelitian, teori, dan praktik. Kajian yang ada di dalam
Psikologi Umum setidaknya melampaui dua sub-disiplin Psikologi, dapat
menjembatani gap yang belum dikaji di bidang spesifik Psikologi yang ada
(APA Division 1, 2019). Pengembangan teori-teori dasar dan metodologi yang
bersifat umum serta dapat diterapkan di berbagai sub-disiplin Psikologi juga
70 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Gambar 1. Daftar Isi Journal of Consulting and
Clinical Psychology Issue 9 (2019)
FO

dilakukan dalam bidang ini. Psikologi Eksperimen berfokus pada pengkajian


metodologi eksperimen yang dilakukan dalam penelitian Psikologi, termasuk
di dalamnya eksperimen murni atau quasi, eksperimen dengan subjek manusia
atau hewan, serta dengan berbagai desain yang dapat meningkatkan validitas
hasil penelitian.
Berdasarkan paparan mengenai ruang lingkup Psikologi Klinis dan
T

Psikologi Umum dan Eksperimen, tampak bahwa terdapat keterkaitan dan


irisan antara dua bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Umum dan Eksperimen
NO

adalah pada penggunaan metode dan perspektif-perspektif maupun teori


dasar yang dikaji dalam Psikologi Umum dan Eksperimen oleh Psikologi
Klinis. Psikologi Klinis dalam hal ini lebih banyak berperan sebagai pengguna
dari kajian-kajian yang muncul di bidang Psikologi Umum dan Eksperimen.
Kajian dari Psikologi Umum dan Eksperimen dapat menjadi bahan refleksi
kritis mengenai penelitian (isu metodologi, validitas, reliabilitas), pengajaran
(kritik dan revisi teori yang telah ada), maupun praktik Psikologi Klinis (isu
etika).
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 7171

Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Perkembangan


Psikologi Perkembangan merupakan salah satu sub-disiplin Psikologi yang
dapat dikategorikan ke dalam ilmu pengetahuan dasar (basic science).
Psikologi Perkembangan mengkaji mengenai proses perkembangan sepanjang

LE
hayat individu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perspektif yang
saat ini digunakan terkait perkembangan manusia tidak lagi mengacu pada
teori lama di mana tumbuh kembang terjadi pada masa kanak-kanak dan
remaja, stagnasi terjadi pada masa dewasa, dan penurunan terjadi pada masa
adiyuswa. Sebaliknya, dalam Psikologi Perkembangan saat ini diyakini bahwa

SA
manusia terus-menerus berkembang sepanjang hayatnya dengan karakteristik
perkembangan yang berbeda-beda pada tiap tahapnya.
Ruang lingkup kajian Psikologi Perkembangan di atas menjadi salah satu
teori yang selalu digunakan oleh berbagai sub-disiplin Psikologi lainnya,
termasuk Psikologi Klinis. Psikologi Klinis, baik dalam penelitian, pelatihan,
maupun praktiknya selalu memahami dan mempertimbangkan aspek
R
perkembangan individu yang sedang dihadapi. Hal ini berimplikasi pada
berkembangnya teknik yang beragam dan berbeda sesuai tahap perkembangan
FO

individu. Lebih khusus lagi, Psikologi Klinis mempelajari mengenai gangguan


perkembangan dan psikopatologi pada tiap tahap perkembangan serta
mengembangkan dan mempraktikkan teknik penanganan yang efektif untuk
masing-masing permasalahan tersebut. Kajian mengenai psikopatologi dan
psikoterapi untuk anak dan remaja misalnya, telah menjadi satu kajian yang
berkembang pesat di bidang Psikologi Klinis dan memunculkan spesialisasi
T

Psikologi Klinis Anak dan Psikologi Klinis Remaja.


NO

Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Pendidikan


Psikologi Pendidikan merupakan salah satu sub-disiplin atau kajian Psikologi
yang mengkaji mengenai potensi, motivasi, dan aktualisasi individu di bidang
pendidikan. Adapun keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Pendidikan
terletak pada penanganan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan
khusus merupakan istilah yang digunakan di bidang Psikologi Pendidikan
untuk menggambarkan siswa-siswa yang memiliki kondisi fisik maupun
psikis yang berbeda sehingga proses belajarnya tidak dapat disamakan dengan
72 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

siswa-siswa pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus dapat berupa anak


dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan disabilitas ganda atau multiple
disabilities.
Anak berkebutuhan khusus umumnya mengenyam pendidikan di sekolah
khusus (Sekolah Luar Biasa) atau sekolah inklusi dengan pendamping khusus.

LE
Seorang psikolog pendidikan akan menangani anak berkebutuhan khusus
berkaitan dengan proses belajar atau pendidikannya. Psikolog pendidikan
dapat mengembangkan kurikulum berbasis individu sesuai dengan potensi
dan kondisi tiap anak sehingga anak kebutuhan khusus dari anak tersebut

SA
terpenuhi untuk dapat berkembang dan belajar secara optimal.
Adapun psikolog klinis tidak berfokus pada potensi dan capaian anak
berkebutuhan khusus di bidang pendidikan saja, melainkan dalam seluruh
aspek kehidupan individu secara utuh. Sebagai contoh, psikolog klinis tidak
sebatas memberikan treatment agar anak dengan autisme dapat membaca,
melainkan agar anak dengan autisme dapat berinteraksi sosial dengan
R
lebih baik (misal: melalui metode intervensi floor time). Contoh lainnya
mencakup kasus remaja dengan prestasi yang rendah. Psikolog pendidikan
lebih berfokus pada mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi prestasi
FO

rendah dan menerapkan strategi belajar yang efektif untuk meningkatkan


prestasi belajar remaja tersebut, sedangkan psikolog klinis melihat prestasi
yang rendah sebagai salah satu konsekuensi dari problem psikologis yang
dialami oleh remaja (misalnya depresi).
T

Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Industri dan


Organisasi
NO

Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan sub-disiplin Psikologi


yang mengkaji mengenai kerja (study of working) dan aplikasi kajian
tersebut terhadap isu-isu di tempat kerja yang dihadapi oleh individu,
tim, dan organisasi. Bidang PIO juga menggunakan metode ilmiah dalam
menginvestigasi isu-isu kritis yang relevan dengan individu, bisnis, dan
masyarakat (SIOP, 2019). Definisi lain menyebutkan Psikologi Industri dan
Organisasi sebagai aplikasi dari prinsip, teori, dan penelitian psikologi terhadap
konteks pekerjaan. Secara umum kajian PIO terbagi ke dalam dua topik besar,
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 73
73
yaitu Psikologi Industri dan Psikologi Organisasi. Psikologi Industri mengkaji
tentang asesmen karyawan, analisis jabatan, evaluasi performansi karyawan,
pengaturan karyawan, hingga pelatihan dan pengembangan karyawan,
sedangkan Psikologi Organisasi mengkaji tentang perilaku individu dalam
seting organisasi yang sifatnya lebih mendasar dan dapat pula diterapkan

LE
di setting industri, seperti motivasi kerja, sikap dan emosi dalam pekerjaan,
stres dan kesejahteraan kerja, keadilan dan keragaman, kepemimpinan, hingga
tim dalam organisasi (Landy & Conte, 2013).
Berdasarkan paparan pengertian dan ruang lingkup Psikologi Industri

SA
dan Organisasi di atas, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara Psikologi
Klinis dengan Psikologi Industri dan Organisasi terletak pada topik atau
kajian mengenai stres dan kesejahteraan karyawan. Kajian mengenai stres,
kesejahteraan, cara mengelola stres, hingga efek gangguan psikologis
terhadap performansi kerja adalah topik yang didalami oleh Psikologi Klinis.
Kajian Psikologi Klinis terkait stres dan pengelolaannya dapat digunakan
R
oleh ilmuwan atau praktisi dalam Psikologi Industri dan Organisasi untuk
mengoptimalkan performansi individu dalam industri dan organisasi. Akan
tetapi ketika sudah mengarah pada psikopatologi, maka psikolog Industri
FO

dan Organisasi akan merujuk karyawan dengan gangguan psikologis tersebut


untuk ditangani oleh psikolog klinis. Selanjutnya akan dibahas secara singkat
topik-topik yang menunjukkan keterkaitan antara Psikologi Klinis dan
Psikologi Industri dan Organisasi.
T

Sekilas mengenai Stres Kerja


Kajian mengenai stres dan cara pengelolaannya telah banyak dikaji di bidang
NO

Psikologi Klinis. Mengadaptasi teori-teori mengenai stres dan kesejahteraan


secara umum, para psikolog Industri dan Organisasi mengembangkan model
stres khusus untuk setting pekerjaan. Model kerangka kerja yang komprehensif
mengenai stres kerja dikembangkan oleh Kahn dan Byosiere (dalam Landy &
Conte, 2013) sebagaimana tersaji dalam Gambar 1. Kerangka kerja tersebut
terdiri dari tiga faktor utama yang terlibat dalam stres kerja, meliputi: 1)
stressor kerja (stressor tugas dan stressor peran); 2) moderator dari proses stres
(perbedaan individual dan dukungan sosial); dan 3) strain atau konsekuensi
74 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

dari stres (fisiologis, psikologis, dan perilaku). Berdasarkan Gambar 1 terlihat


bahwa terdapat dua macam stressor kerja, yaitu stressor yang berkaitan dengan
tugas atau bersifat fisik seperti pencahayaan dan kebisingan serta stressor yang
bersifat psikologis seperti ambiguitas peran dalam pekerjaan, konflik peran,
dan peran yang berlebih. Adapun stressor-stressor kerja tersebut, sebagaimana

LE
teori yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (dalam Landy & Conte,
2013) akan melalui proses appraisal atau penilaian kognitif terlebih dulu
sebelum nantinya menghasilkan konsekuensi stres (strain) yang berbeda-
beda. Appraisal atau penilaian dilakukan terhadap setidaknya dua hal yaitu

SA
penilaian terhadap stressor (seberapa berbahaya, mengancam, menantangnya)
dan penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki untuk merespons stressor
(sumber daya internal maupun eksternal). Selain dimediasi oleh proses
appraisal, konsekuensi stres yang muncul dimoderatori oleh faktor internal
dan eksternal individu. Contoh faktor internal antara lain tipe kepribadian,
self-esteem, locus of control, hardiness, dan resiliensi. Adapun contoh faktor
R
eksternal adalah dukungan sosial. Faktor-faktor mediator dan moderator ini
yang selanjutnya menentukan wujud dan intensitas dari strain yang muncul,
yang dapat bersifat fisiologis (misalnya tekanan darah, perubahan hormon,
FO

dan gangguan pencernaan), psikologis (misal: burnout, kecemasan, depresi,


kepuasan kerja), dan perilaku (misalnya turnover dan absenteeism).
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dinamika psikologis munculnya
stres kerja pada seorang karyawan? Selain kerangka kerja milik Kahn dan
Byosiere (dalam Landy & Conte, 2013), terdapat dua teori yang hingga saat
T

ini dominan digunakan adalah teori Demand-Control Model dari Karasek dan
teori Person-Environment Fit Model dari French. Teori pertama menyatakan
bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi stres kerja, yaitu job
NO

demand dan job control. Job demand didefinisikan berdasarkan dua kriteria:
beban kerja dan kapasitas intelektual yang dibutuhkan untuk pekerjaan
tersebut, sedangkan job control adalah kombinasi antara otonomi dalam
pekerjaan dan diskresi untuk menggunakan keterampilan yang berbeda.
Pekerjaan dengan tuntutan (job demand) tinggi dan kontrol (job control)
rendah cenderung menghasilkan strain atau konsekuensi stres yang lebih
tinggi seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, maupun ketidakpuasan
kerja.
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 75
75

Properties of the
person as Stress
Moderators
Type A/B
Self-esteem

LE
Locus of control
Hardiness

Stressors in Strains
Organizational Life
Physiological
Physical Cardiovascular

SA
Noise Biochemical
Light Perception and Gastrointestinal
Vibration cognition Musculoskeletal
Psychosocial The appraisal Physiological
Role ambiguity process Depression
Role conflict Anxiety
Role overload Job satisfaction
Behavioral
Turnover
R
Absenteeism
Properties of the Situation
as Stress Moderators
FO

Social support

Gambar 2. Kerangka Kerja untuk Studi tentang Stres Kerja


(Sumber: Landy & Conte, 2013)

Teori kedua, Person-Environment Fit Model (P-E Fit), berpendapat bahwa


T

tingkat stres (atau strain) pada individu ditentukan oleh seberapa sesuai
individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini menjadi sumber
NO

stressor yang memberikan tuntutan, sedangkan individu dengan sumber daya


yang dimiliki berperan menjadi pihak yang merespons tuntutan tersebut. Hal
yang membedakan antara teori P-E Fit dengan teori Demand-Control Model
adalah penjelasan yang eksplisit mengenai peran persepsi individu terhadap
tuntutan lingkungan dan sumber daya yang dimiliki. Pada teori Demand-
Control Model tidak disebutkan adanya proses persepsi terhadap tuntutan
dan kontrol, sedangkan pada teori P-E Fit disebutkan adanya proses persepsi
individu yang menentukan tingkat stres yang dihasilkan. Berkembangnya
76 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

kajian teori P-E Fit dalam konteks organisasi atau pekerjaan selanjutnya
memunculkan teori Person-Job Fit (P-J Fit) dan Person-Organization Fit
(P-O Fit). P-J Fit dan P-O Fit adalah dua hal yang berbeda yang sama-sama
dialami oleh seorang karyawan. P-J Fit menunjukkan seberapa jauh kesesuaian
antara tuntutan yang dibutuhkan suatu pekerjaan dan seberapa jauh individu

LE
memiliki kualifikasi untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan P-O Fit
menunjukkan seberapa sesuai nilai organisasi dengan nilai yang dimiliki oleh
individu.
Dengan adanya kemungkinan dan kerentanan terhadap stres kerja

SA
yang dihadapi oleh karyawan, maka organisasi maupun perusahaan perlu
menerapkan intervensi untuk mengatasi stres tersebut. Intervensi yang
diterapkan dapat bersifat preventif, seperti melalui penetapan flexi-time
atau penyediaan child care untuk mengurangi konflik pekerjaan-keluarga.
Intervensi juga dapat bersifat kuratif melalui teknik-teknik penurunan stres
yang banyak dikembangkan oleh Psikologi Klinis, seperti teknik relaksasi,
R
biofeedback, dan cognitive-behavioral skills training. Selanjutnya jika kondisi
stres karyawan telah berlangsung cukup parah, maka dilakukan intervensi
yang lebih intensif lagi dan bersifat individual seperti merujuk karyawan
FO

untuk menjalani psikoterapi dengan psikolog atau menjalani konseling karier.

Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Sosial


Psikologi Sosial merupakan sub-disiplin ilmu Psikologi yang melakukan kajian
ilmiah mengenai bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku
T

dipengaruhi oleh kehadiran orang lain baik yang bersifat aktual maupun
imajinatif (SPSP, 2019). Definisi lain menurut Myers (2013) menyebutkan
NO

bahwa Psikologi Sosial merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengaruh


situasi, dengan perhatian yang lebih khusus pada bagaimana kita memandang
dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih detil lagi, Psikologi Sosial merupakan
kajian ilmiah mengenai bagaimana seseorang berpikir tentang, memengaruhi,
dan berhubungan satu sama lain. Psikologi sosial mempelajari mengenai
social thinking, yang meliputi bagaimana kita mempersepsi diri sendiri dan
orang lain, apa yang kita yakini, penilaian yang kita buat, dan sikap kita;
pengaruh sosial, meliputi: budaya, tekanan konformitas, persuasi, kelompok;
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 77
77
dan relasi sosial meliputi: prasangka, agresi, ketertarikan dan keintiman, dan
perilaku menolong (Myers, 2013).
Keterkaitan antara Psikologi Klinis dengan Psikologi Sosial adalah
bahwa Psikologi Sosial merupakan latar belakang atau teori yang mendasari
praktik klinis. Sebagai contoh, Psikologi Sosial diterapkan dalam Psikologi

LE
Klinis berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) apa
yang memengaruhi keakuratan penilaian klinis? 2) proses kognitif apa yang
terjadi pada saat munculnya problem perilaku? 3) Apa saja pendekatan
sosiopsikologis dalam treatment? 4) apakah hubungan sosial mendukung

SA
kesehatan mental dan kesejahteraan individu? Selanjutnya akan dibahas
secara singkat sejumlah konstruk psikologis yang menunjukkan bagaimana
teori Psikologi Sosial diterapkan di setting klinis atau di bidang Psikologi
Klinis.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Keakuratan Penilaian Klinis


R
Seorang psikolog klinis memiliki kredensial untuk menegakkan diagnosis.
Kredensialitas tersebut didasarkan pada kompetensi yang telah diperolehnya
FO

selama masa studi sebelum akhirnya mendapatkan gelar sebagai psikolog


klinis. Meski demikian, pertanyaan kritis muncul: seberapa objektif dan
akuratkah penilaian yang dilakukan oleh seorang klinisi, termasuk di
dalamnya psikolog klinis? Menurut teori Psikologi Sosial, terdapat sejumlah
variabel yang dapat memengaruhi akurasi dari penilain klinis, antara lain:
illusory correlation, hindsight dan overconvidence, self-confirming diagnosis,
T

serta prediksi klinis vs prediksi statistik. Illusory correlation merupakan


kondisi di mana klinisi secara tidak sadar membuat korelasi antara dua
NO

hal sekalipun pada kenyataannya korelasi tersebut tidak ada, dikarenakan


klinisi tersebut telah memiliki keyakinan kuat terhadap korelasi tersebut
sebelumnya. Sebagai contoh: seorang klinisi mungkin saja menjadi bias dalam
menginterpretasikan hasil tes grafis (Draw-a-person test) seorang klien yang
telah didiagnosis sebelumnya memiliki gangguan bipolar. Contoh lainnya
adalah ketika seorang klinisi memiliki keyakinan bahwa seorang dengan
kepribadian paranoid akan menggambarkan bentuk mata yang khas, maka
meskipun informasi atau data yang tersedia tidak mendukung hal tersebut
78 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pada sebuah kasus, klinisi tersebut akan cenderung tetap meyakini hubungan
tersebut. Faktanya, illusory correlation tidak hanya dialami oleh psikolog
klinis tapi juga hampir semua profesi, termasuk peneliti.
Selain illusory correlation, hindsight dan overconfidence tak jarang juga
menurunkan akurasi dari penilaian klinis. Hindsight adalah kondisi di mana

LE
terdapat informasi yang tidak ketahui klinisi sedangkan overconfidence
merupakan kondisi di mana klinisi memiliki kepercayaan diri berlebih meski
dengan adanya hindsight –tidak ada klinisi yang terbebas secara absolut dari
hindsight. Sebuah eksperimen kontroversial oleh Rosenhan dan tim pada

SA
tahun 1973 (dalam Myers, 2013) mengungkap dengan gamblang faktor ini.
Sejumlah “pasien palsu” diminta untuk memeriksakan diri ke sejumlah Rumah
Sakit dan melaporkan bahwa dirinya “mendengar suara-suara”. Selain laporan
palsu terkait “mendengar suara” tersebut, klien palsu tersebut menceritakan
tentang dirinya secara jujur selama proses wawancara klinis (meski dengan
beberapa nama orang dan tempat yang tidak sama. Informasi mengenai
R
kehidupan di masa kanak-kanak, perasaan dan pikiran, serta relasi dengan
orang lain disampaikan secara apa adanya. Hasilnya sebagian besar klien palsu
tersebut didiagnosis skizofrenia dan diminta untuk rawat inap di Rumah
FO

Sakit selama dua hingga tiga minggu. Pada tahap selanjutnya, Rosenhan
menyampaikan kepada sejumlah staf medis Rumah Sakit (yang meragukan
hasil penelitian sebelumnya) bahwa selama tiga bulan ke depan akan ada
satu atau dua orang klien palsu datang ke Rumah Sakit. Staf medis tersebut
kemudian diminta menebak berapa orang di antara 193 pasien yang masuk
T

ke Rumah Sakit tersebut yang merupakan klien palsu. Staf medis tersebut
menjawab terdapat satu orang klien palsu. Faktanya tidak ada klien palsu
yang datang ke Rumah Sakit tersebut. Semuanya asli.
NO

Faktor ketiga adalah self-confirming diagnosis. Self-confirming diagnosis


adalah kondisi di mana seorang klinisi secara tidak sadar mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang cenderung mengarah ke hipotesis yang telah
dimiliki sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan dan
penggalian informasi yang tidak seimbang selanjutnya membuat klien juga
lebih banyak menyajikan data yang mengonfirmasi hipotesis yang dimiliki oleh
klinisi. Faktor keempat adalah prediksi klinis vs prediksi statistik. Sejumlah
penelitian di bidang Psikologi Sosial menunjukkan bahwa prediksi statistik
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 79
79
lebih akurat dibandingkan prediksi klinis. Meski demikian, klinisi masih
cenderung meyakini bahwa intuisi adalah hal yang penting dan valid dalam
proses penilaian klinis. Faktor-faktor yang ditemukan dalam Psikologi Sosial
ini menjadi bahan refleksi bagi para psikolog klinis untuk lebih menyadari
secara penuh proses yang terjadi selama menangani klien sehingga mereka

LE
dapat terhindar dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan bias tersebut.

Proses Kognitif yang Menyertai Problem Perilaku


Salah satu pendekatan di dalam Psikologi Klinis yang saat ini banyak

SA
digunakan adalah pendekatan kognitif perilaku. Pendekatan ini meyakini
bahwa pikiran mendahului perilaku. Dengan kata lain, perilaku individu
dipengaruhi oleh proses kognitif yang ada dalam diri individu tersebut.
Psikologi sosial juga mengkaji proses kognitif ini. Berikut adalah beberapa
temuan Psikologi Sosial yang memiliki keterkaitan dengan Psikologi Klinis
dalam menjelaskan faktor kognitif yang memengaruhi gangguan mental.
R
Temuan yang akan dipaparkan di sini adalah yang terkait gangguan
depresi. Orang dengan gangguan depresi secara umum digambarkan sebagai
FO

individu dengan persepsi yang cenderung negatif dan biasa diistilahkan


sebagai distorsi kognitif. Akan tetapi temuan menarik dari Psikologi
Sosial menemukan bahwa justru individu dengan depresi ringan memiliki
penilaian yang lebih objektif dibandingkan dengan individu tanpa gangguan
depresi. Kecenderungan ini diistilahkan dengan depressive realism, yaitu
kecenderungan individu dengan depresi ringan untuk memberikan penilaian,
T

atribusi, dan prediksi yang lebih akurat alih-alih melakukan penilaian yang
mengandung self-serving bias (bias yang cenderung mengatribusikan hal
NO

negatif terhadap eksternal dan hal positif terhadap internal). Individu tanpa
gangguan depresi justru ditemukan memiliki penilaian yang kurang akurat
karena terlalu percaya diri. Selain itu, individu dengan gangguan depresi
ditemukan memiliki negative explanatory style, yaitu kebiasaan individu
untuk mengatribusikan penyebab kegagalan sebagai sesuatu yang bersifat
stabil, global, dan internal. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa
hubungan antara pikiran negatif dengan mood depresif bersifat timbal balik.
Mood yang depresif memicu pikiran negatif dan penilaian negatif, begitu
pula individu dengan pola pikir negatif (negative explanatory style), fokus
80 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

berlebihan terhadap diri (self-focus), dan cenderung menyalahkan diri sendiri


(self-blame) lebih rentan untuk mengalami depresi ketika dihadapkan pada
situasi menekan.

LE
Pendekatan Sosiopsikologis dalam Menangani Gangguan
Psikologis
Sejumlah teori dalam Psikologi Sosial memberikan dasar legitimasi terhadap
praktik psikoterapi klinis. Pertama, upaya mengubah aspek internal (sikap,
perasaan) dengan mengubah terlebih dulu aspek eksternal (perilaku).

SA
Prinsip bahwa perilaku kita memengaruhi bagaimana kita memandang diri
kita, memengaruhi sikap kita, dan memengaruhi perasaan kita ini telah
dibuktikan oleh banyak penelitian di bidang Psikologi Sosial. Prinsip ini
digunakan oleh psikoterapi dengan pendekatan perilaku. Konsep lain yang
juga diterapkan dalam psikoterapi adalah menjaga atribusi internal terhadap
R
keberhasilan perubahan perilaku klien. Atribusi internal menjadi penting
untuk bertahannya perilaku tersebut di masa pasca terminasi. Terakhir,
psikoterapi juga dipandang sebagai bentuk pengaruh sosial di mana psikolog
FO

memberikan pengaruh kepada klien. Peran psikolog dalam psikoterapi


adalah sebagai model yang memiliki pola perilaku adaptif dan memberikan
pengaruh pola perilaku adaptif tersebut terhadap klien yang pola perilakunya
masih maladaptif. Persuasi dapat terjadi baik melalui rute periferal seperti
kredibilitas psikolog yang diakui klien, maupun rute sentral (yang jauh lebih
utama) melalui diskusi dan interaksi bermakna antara psikolog dan klien.
T

Hubungan Sosial Mendukung Kesehatan Mental dan


NO

Kesejahteraan Individu
Ketika ditanya mengenai sumber tekanan terbesar yang dialami, jawaban
yang banyak muncul adalah keluarga. Begitu pula ketika ditanya mengenai
sumber kebahagiaan terbesar, jawaban mayoritasnya juga keluarga. Lantas
bagaimana studi sejauh ini menunjukkan peran hubungan dekat (termasuk
keluarga) terhadap kesehatan mental? Sejumlah studi ekstensif yang
mewawancarai ribuan orang dengan usia yang beragam menghasilkan
kesimpulan bahwa: hubungan dekat dapat memprediksi kesehatan. Sebuah
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 8181

penelitian oleh Cohen dkk. (dalam Myers, 2013) menginjeksikan cold virus
terhadap subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan
yang memiliki koneksi sosial yng lebih banyak, lebih sedikit mengalami flu.
Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang menikah cenderung lebih
sehat dan memiliki usia lebih panjang dibandingkan yang tidak menikah.

LE
Memberikan dukungan sosial kepada orang lain juga menunjukkan efek
yang positif bagi kesehatan. Sebaliknya, kehilangan hubungan sosial seperti
kehilangan orang terdekat meningkatkan risiko gangguan kesehatan dan
bahkan risiko kematian.

SA
Studi lain menunjukkan manfaat dari mengekspresikan perasaan kepada
orang lain (curhat) atau sekadar diary. Curhat terbukti menurunkan tingkat
stres pada individu yang sedang mengalami stressor dalam hidupnya. Selain
itu, kemiskinan dan ketidakadilan juga berhubungan dengan tingkat kesehatan
yang lebih rendah.
R
LATIHAN
FO

Diskusikan dalam kelompok yang terdiri dari 3-5 orang mengenai bagaimana
Psikologi Klinis berkaitan dengan bidang psikologi lainnya dalam isu-isu
berikut ini:
1. Penggunaan hasil penelitian dengan hewan percobaan sebagai dasar
pengembangan terapi perilaku: Apakah Anda setuju? Berikan argumentasi!
2. Quarter life crisis, krisis di masa emerging adulthood (transisi dari remaja
T

ke dewasa): Apa yang bisa dilakukan Psikologi Klinis untuk membantu


individu melaluinya dengan baik?
NO

3. Kecemasan menghadapi ujian. Bagaimana cara mencegahnya ditinjau


dari Psikologi Klinis?
4. Work-family conflict vs work family balance: Bagaimana Psikologi Klinis
bersinergi dengan Psikologi Industri dan Organisasi untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan mental keluarga?
5. Stigma dan kesehatan mental. Bagaimana meningkatkan dukungan sosial
dan menurunkan stigma bagi orang dengan gangguan mental?
82 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

RANGKUMAN
Psikologi Klinis memiliki keterkaitan dengan bidang Psikologi lainnya.
Keterkaitan Psikologi Klinis dengan Psikologi Umum dan Eksperimen adalah
dalam hal metode penelitian, etika penelitian, dan teori-teori umum yang

LE
juga digunakan dalam Psikologi Klinis. Keterkaitan Psikologi Klinis dengan
Psikologi Perkembangan adalah dalam hal penggunaan teori perkembangan
sepanjang hayat dalam menangani setiap permasalahan klien serta dalam
menangani permasalahan gangguan perkembangan maupun gangguan mental

SA
pada masa masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan adiyuswa. Keterkaitan
Psikologi Klinis dengan Psikologi Pendidikan adalah mendukung optimalisasi
aktivitas belajar mengajar dengan mengatasi problem kesehatan mental pada
siswa maupun civitas akademika lainnya. Psikologi Klinis juga memiliki
keterkaitan dengan Psikologi Industri dan Organisasi dalam topik terkait
stres kerja dan kesejahteraan karyawan. Adapun keterkaitan Psikologi Klinis
R
dengan Psikologi Sosial adalah dalam hal penggunaan hasil-hasil penelitian
dasar yang dapat menjadi landasan dalam mengkritisi, mengembangkan
maupun menjustifikasi praktik klinis.
FO

TES FORMATIF
Lengkapilah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan jawaban singkat
dan tepat!
T

1. Faktor kognitif yang menjadi faktor risiko depresi adalah ....., yaitu
kebiasaan individu untuk mengatribusikan penyebab kegagalan sebagai
NO

sesuatu yang bersifat stabil, global, dan internal.


2. Tugas yang berlebihan merupakan stressor di tempat kerja yang
dikategorikan ke dalam jenis .....
Jawablah Benar atau Salah untuk pernyataan-pernyataan di bawah ini!
3. Peran Psikolog Klinis di setting pendidikan adalah meningkatkan prestasi
belajar siswa.
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 83
83
4. Psikologi Klinis selalu mempertimbangkan aspek-aspek perkembangan
ketika menangani klien.
5. Psikologi Eksperimen memberikan acuan metodologi dalam melakukan
penelitian Psikologi Klinis.

LE
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke Sub Bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam Tes Formatif dalam materi ini, paling

SA
tidak 80% benar.

TINDAK LANJUT
Berikut adalah tautan dan referensi untuk bacaan lebih lanjut:
R
Tentang Psikologi Klinis: www.div12.org
Tentang Psikologi Umum: https://www.apadivisions.org/division-1/about
Tentang Psikologi Perkembangan: https://www.apadivisions.org/division-7/
FO

about
Tentang Psikologi Pendidikan: https://apadiv15.org/
Tentang Psikologi Industri dan Organisasi: www.siop.org
Tentang Psikologi Sosial: http://www.spsp.org/about/what-
socialpersonality-psychology
T

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


NO

1. negative explanatory style


2. stressor peran (role stressor/psychosocial stressor)
3. Salah
4. Benar
5. Benar
84 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

DAFTAR PUSTAKA

APA Division 12. (2019). Clinical psychology. www.div12.org.


APA Division 1. (2019). General psychology. https://www.apadivisions.org/

LE
division-1/about
Landy, F. J., & Conte, J. M. (2013). Work in the 21st century: An introduction
to industrial and organizational psychology (Fourth edition). USA: Wiley.
Myers, D. G. (2013). Social psychology. New York: McGraw Hill.

SA
SIOP. (2019). Industrial-Organizational Psychology. www.siop.org
SPSP. (2019). Social personality psychology. http://www.spsp.org/about/
what-socialpersonality-psychology

DAFTAR ISTILAH
R
stres kerja: kondisi distres yang dialami dalam konteks pekerjaan
stressor: sumber stres
FO

task stressor (stressor tugas): sumber stres yang berasal dari tugas (contoh:
kebisingan, pencahayaan)
role stressor/psychological: sumber stres yang berasal dari peran dalam
pekerjaan
stressor (stressor peran): (contoh: ambiguitas peran, konflik peran)
strain: dampak stres
T

Demand-control model: teori yang menjelaskan faktor tuntutan dan kontrol


dalam pekerjaan sebagai dua faktor yang memengaruhi tingkat stres kerja
NO

Person-environment fit model: teori yang menjelaskan tingkat stres sebagai


akibat dari tingkat kesesuaian antara individu dan lingkungan
depressive realism: kecenderungan individu dengan depresi ringan untuk
memberikan penilaian, atribusi, dan prediksi yang lebih akurat alih-alih
melakukan penilaian yang mengandung self-serving bias.
negative explanatory style: kebiasaan individu untuk mengatribusikan
penyebab kegagalan sebagai sesuatu yang bersifat stabil, global, dan
internal
BAB 3  KETERKAITAN PSIKOLOGI KLINIS DENGAN BERBAGAI BIDANG 85
85

LE
SA
R
FO
T
NO
86 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 4
FO

PENDEKATAN-
T

PENDEKATAN DALAM
NO

PSIKOLOGI KLINIS
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 87
87

4.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Ketika kita memperhatikan psikolog-psikolog yang menjalankan psikoterapi,
maka kita kita akan bertemu dengan kenyataan bahwa mereka menjalankan
metode-metode terapeutik yang berbeda. Metode-metode itu diturunkan dari
perspektif yang beragam dalam psikologi. Keberagaman perspektif dalam

SA
psikologi adalah fenomena yang wajar, mirip dengan keberagaman sudut
pandang dalam melihat sesuatu. Mari kita ambil peristiwa melihat rumah
sebagai contoh. Ada macam-macam sudut pandang yang bisa kita gunakan
saat melihat rumah. Sudut pandang itu tergantung pada posisi orang yang
memandang. Ada yang melihat sisi depan, ada yang melihat sisi belakang,
dan ada juga yang melihat sisi kiri atau kanan. Seperti itu jugalah yang
R
terjadi saat kita belajar psikologi klinis. Kita akan bertemu dengan macam-
macam sudut pandang. Sudut pandang itu kadang-kadang diungkapkan
FO

dengan beberapa istilah lain, seperti perspektif atau paradigma. Dalam bab
ini, istilah “pendekatan” akan secara konsisten digunakan.
Sebelum membicarakan pendekatan-pendekatan dalam psikologi klinis,
penting untuk diingat sejak awal bahwa perspektif makro yang dominan
dalam psikologi klinis adalah perspektif idiografis. Kata Yunani “idio”
berarti privat, pribadi, khas; sementara “graphein” berarti menggambarkan.
T

Idiographein berarti menggambarkan yang privat, pribadi, dan khas pada


individu. Psikolog yang memiliki perspektif idiografis akan melihat setiap
individu sebagai pribadi yang unik. Perspektif yang berkebalikan dengan
NO

idiografis itu adalah perspektif nomotetis. Kata Yunani “nomos” berarti aturan
yang berlaku umum. Pendekatan nomotetis adalah pendekatan yang melihat
bahwa perilaku manusia punya hukum-hukum yang berlaku umum. Psikolog
yang memiliki perspektif nomotetis ini akan cenderung menggeneralisasi
dan mencari kemiripan antara satu individu dengan individu lain. Semakin
banyak kasus yang kita temui, semakin terlihat bahwa ada keunikan dalam
masing-masing kasus. Kasus bisa mirip, tapi tidak bisa disamakan. Inilah
alasan mengapa perspektif idiografis dominan dalam psikologi klinis.
88 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Sekarang kita masuk ke pendekatan. Jumlah pendekatan yang berkembang


dalam psikologi klinis cukup bervariasi. Ada yang menyebut tiga, empat,
lima, atau enam. Perbedaan jumlah seperti itu tidak perlu dipersoalkan.
Umumnya, penulis buku-buku psikologi klinis membagi pendekatan itu
dengan berkiblat pada aliran-aliran (schools of thoughts) yang berkembang

LE
dalam psikologi dan tren-tren pemikiran yang sedang berkembang. Nietzel,
Bernstein, dan Milich (1998), misalnya, menyebut tiga pendekatan utama,
yaitu (1) pendekatan psikoanalitis, (2) pendekatan behavioral, dan (3)
pendekatan fenomenologis. Di antara macam-macam klasifikasi yang ada,

SA
pendekatan yang sangat jarang kita temui pendekatan transpersonal.
Itulah kekhasan dalam bab ini. Psikologi transpersonal mendapat
porsi. Alasannya adalah psikologi transpersonal punya kedekatan dengan
psikologi Timur yang sarat dengan pandangan-pandangan spiritual. Psikologi
transpersonal ini sangat relevan bagi masyarakat Indonesia yang merupakan
bagian dari masyarakat Timur. Ajaran Timur sebenarnya sudah mulai masuk
R
ke dalam psikologi Barat sejak akhir tahun 1970-an. Mindfulness, misalnya,
sudah menjadi konstruk dan praktik yang belakangan popular dalam psikologi
Barat. Bila ditelusuri historisitasnya, mindfulness itu sebenarnya ditarik dan
FO

dikembangkan dari psikologi Timur. Istilah orisinal untuk mindfulness adalah


smrti dalam bahasa Sanskerta atau sati dalam bahasa Pali. Smrti/sati itu
berarti mengingat bahwa kita selalu diusik oleh pikiran-perasaan-emosi kita
sendiri sehingga kita sulit melihat diri kita yang sebenarnya. Bila dicarikan
padanannya dalam bahasa Jawa, maka istilah “smrti/sati” itu identik dengan
T

eling yang juga berarti mengingat agar selalu sadar dengan gejolak pikiran-
perasaan-emosi dalam diri sendiri.
Proses integrasi ajaran Timur ke Barat akan terus berlangsung. Karena
NO

pembaca buku ini lebih ditujukan kepada orang-orang Timur yang tinggal
di Indonesia, maka pendekatan psikologi transpersonal yang akrab dengan
masyarakat Timur perlu dibicarakan. Jadi secara keseluruhan, ada empat
pendekatan yang akan kita bicarakan: (1) pendekatan psikoanalitis, (2)
pendekatan behavioral, (3) pendekatan fenomenologis-humanistik, dan (4)
pendekatan transpersonal. Mari kita bicarakan satu per satu.
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 89
89

B. Relevansi
Materi dalam pokok bahasan ini relevan untuk menguatkan pemahaman
dasar tentang perspektif atau pendekatan yang berkembang dalam psikologi
klinis. Praktik klinis, baik dalam bentuk konseling/terapi maupun dalam
bentuk intervensi, selalu bisa ditelusuri akarnya dalam perspektif atau

LE
pendekatan psikologis yang berkembang. Dalam bab ini, mahasiswa akan
mempelajari beberapa pendekatan utama dalam psikologi klinis. Secara lebih
khusus lagi, mahasiswa akan mempelajari prinsip-prinsip yang mendasari
setiap pendekatan. Pemahaman akan prinsip-prinsip itu akan membantu

SA
mahasiswa melihat perbedaan yang mendasari keberagaman pendekatan
dalam psikologi klinis.

C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) pentingnya penggunaan berbagai pendekatan
R
dalam psikologi klinis
2. Mampu menjelaskan dan membedakan (C2) berbagai pendekatan
dalam psikologi klinis meliputi pendekatan psikodinamik, behavioral,
FO

fenomenologis/humanistik

D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
T

kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum


mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
hal yang belum Anda ketahui.
NO

4.2 PENDEKATAN PSIKOANALITIS

Pendekatan psikoanalitis akan lebih mudah dipahami bila kita sudah familiar
dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam aliran psikoanalisis.
Tokoh yang menjadi peletak dasar aliran ini adalah Sigmund Freud (1859-
90 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

1939) yang dikenal dengan temuan terbesarnya tentang dunia ketidaksadaran


(Jerman: Unbewusstsein; Inggris: the unconscious). Dari namanya sudah jelas
bahwa dunia ketidaksadaran mengarah pada dunia yang tidak disadari atau,
dalam bahasa yang lebih sederhana, tidak kita diketahui (unknown). Ada yang
aneh di sini. Jika dunia itu tidak diketahui, bagaimana kita mengetahuinya?

LE
Persis itulah tujuan psikoanalisis yang dikembangkan Freud: “Make the
unconscious conscious! (Jerman: Mach die Unbewusste bewusst!; Jadikan yang
tidak disadari menjadi disadari!)”. Kerja keras Freud bisa dirangkum sebagai
upaya menemukan metode khusus untuk membuat yang tidak disadari

SA
menjadi disadari. Ini jelas tantangan yang sangat besar. Terlebih lagi, Freud
menyaksikan dalam pengalaman klinisnya bahwa sebagian terbesar perilaku
digerakkan oleh dunia ketidaksadaran itu. Dunia ketidaksadaran itu memang
tidak diketahui, tetapi perlu diupayakan cara mengaksesnya. Selama kita tidak
bisa mengaksesnya, selama itu pula kita tidak tahu dan potensial sakit secara
mental. Sebelum melanjutkan, simak sebentar empat pernyataan Freud ini:
R
Teks Sumber Transkreasi
FO

The theory of repression is the Teori tentang represi adalah


cornerstone on which the whole pilar di mana seluruh bangunan
structure of psychoanalysis rests. psikoanalisis bertumpu.
Freud, 1914

Konsep “ketidaksadaran” kami


T

We obtain our concept of the


unconscious, therefore, from the dapatkan dari teori tentang represi
theory of repression … We see, …. Kami melihat bahwa ada
NO

however that we have two kinds of dua jenis ketidaksadaran, yaitu


unconscious — that which is latent ketidaksadaran yang masih bisa
but capable of becoming conscious, dijadikan sadar dan ketidaksadaran
and that which is repressed and not yang tidak bisa dijadikan sadar
capable of becoming conscious in the dalam cara yang biasa (butuh
ordinary way. teknik khusus).
Freud, 1923
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 9191

Teks Sumber Transkreasi

Unexpressed emotions will never die. Emosi-emosi yang tidak


They are buried alive and will come diekspresikan tidak akan pernah

LE
forth later in uglier ways mati. Mereka terkubur dalam
keadaan hidup dan ada saatnya
keluar dalam cara-cara yang buruk.
Freud dalam Rechtschaffen, 2016

SA
The interpretation  of  dreams  is Penafsiran mimpi adalah jalan
the  royal  road to a knowledge of the poros (jalan utama) untuk
unconscious activities of the mind mengetahui aktivitas-aktivitas yang
terjadi dalam ketidaksadaran.
Freud, 1900
R

Keempat pernyataan di atas bisa dijadikan pondasi untuk membentuk
gambaran umum tentang pendekatan psikoanalitis. Perhatikan sebentar
FO

pernyataan pertama dan kedua di atas. Untuk paham tentang psikoanalisis,


kita terlebih dahulu harus paham apa itu represi. Konsep ketidaksadaran
lahir dari konsep represi itu.
Represi adalah upaya menghilangkan dari kesadaran kita, pengalaman-
pengalaman hidup yang kita tolak, khususnya pengalaman yang menyakitkan
yang disebut pengalaman traumatis. Pengalaman yang direpresi itu hanya
T

terkesan hilang, tapi sebenarnya hanya berpindah dari kesadaran menuju


ketidaksadaran. Dampak dari represi itu terlihat pada pernyataan yang ketiga.
NO

Dalam pernyataan yang keempat, Freud menemukan cara yang sangat bagus
untuk mengeluarkan isi-isi ketidaksadaran yang menganggu, yaitu lewat jalur
penafsiran mimpi.
Memahami dunia ketidaksadaran itu tidak mudah. Dunia ketidaksadaran
adalah tempat di mana seluruh pengalaman hidup disimpan. Ada pengalaman
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Karena misi utama Freud
adalah memahami gangguan mental, maka perhatiannya lebih ditujukan
kepada pengalaman buruk di masa lalu yang tersimpan dalam ketidaksadaran.
92 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Dalam ketidaksadaran, ada banyak peristiwa masa lalu yang berinteraksi


yang umumnya disebut sebagai proses intrapsikis.
Proses intrapsikis itu biasanya mengeskpresikan diri dalam simbol-
simbol yang tidak bisa dimengerti secara harfiah. Memahami simbol butuh
kemampuan melihat yang tidak terlihat atau mendengarkan apa yang tidak

LE
terdengar. Kita berhenti sebentar di simbol ini. Secara sederhana sekali, kita
bisa mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang mengatakan tentang sesuatu
yang lain. Simbol itu bisa berupa kata-kata atau gambar atau isyarat yang
dimunculkan badan. Ketika seorang psikoanalis (orang yang mendalami

SA
psikoanalisis) bertemu dengan simbol, maka dia akan berusaha mencari arti
yang berada di balik simbol itu. Dia penasaran dengan pesan yang ingin
disampaikan oleh simbol itu.
Mari kita lihat sebentar proses munculnya simbol-simbol itu. Dalam
ketidaksadaran, ada dorongan primer yang disebut dorongan libidinal. Istilah
“dorongan libidinal” di sini berarti dorongan yang digerakkan oleh libido.
R
Dalam bahasa Latin, istilah “libido” sebenarnya hanya berarti hasrat atau
energi, tetapi istilah itu kemudian dipersempit oleh Freud menjadi libido
seksual (hasrat/energi seksual). Libido seksual itu mencari kesenangan dan
FO

meminta untuk disalurkan. Masalahnya, penyalurannya rentan menimbulkan


konflik dengan masyarakat sehingga ditolak kehadirannya dalam kesadaran
dan dikirm ke “ruang gelap” yang bernama ketidaksadaran. Dari ruang gelap
itulah, libido bermanuver dan termanifestasi dalam macam-macam perilaku
yang terlihat tidak sehat. Freud tidak asal-asalan mengambil kesimpulan itu.
T

Dia punya banyak pengalaman bertemu pasien di zamannya. Kesimpulan


tentang kekuatan destruktif dari libido seksual itu tidak bisa dilepaskan dari
semua pengalaman klinisnya di zaman itu.
NO

Perlu segera ditekankan di sini bahwa istilah “libido seksual” perlu


dipahami dengan hati-hati. Seksualitas yang dibicarakan Freud tidak ada
hubungannya dengan keinginan menjalin hubungan seksual dengan lawan
jenis atau sesama jenis. Untuk lebih jelasnya, mari kita baca kutipan langsung
pernyataan Freud (1940:141):
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 93
93

Teks Orisinal Transkreasi

It may well be believed that Mungkin sudah berkembang


that psycho-analysis provoked kepercayaan bahwa psikoanalisis

LE
astonishment and denials …. Its membuat kehebohan dan penolakan
principal findings are as follows: yang provokatif …. Temuan utama
a) Sexual life does not begin only psikoanalisis adalah berikut ini:
at puberty, but starts with a) Kehidupan seksual tidak dimulai
plain manifestations soon di masa puber, tetapi sudah

SA
after birth. terlihat segera sesudah kelahiran.
b) It is necessary to distinguish b) Perlu dibuat perbedaan yang
sharply between the concept tajam antara konsep “seksual” dan
of “sexual” and “genital”. The konsep “genitalia (alat kelamin)”.
former is the wider concept Konsep seksual adalah konsep
and includes many activities yang lebih luas dan meliputi
R
that have nothing to do with banyak kegiatan yang tidak ada
the genitals. hubungannya dengan genitalia.
c) sexual life includes the c) Kehidupan seksual terkait dengan
FO

function of obtaining pleasure fungsi mendapatkan kesenangan


from zones of the body …. dari bagian-bagian tubuh ….

Semoga dengan teks di atas, istilah “seksual” dalam pemikiran Freud


tidak lagi dihubungkan secara sempit dengan alat kelamin, tetapi dengan
dorongan mendapatkan kesenangan badan. Cara berpikir Freud yang bercorak
T

seksual itu memengaruhi pandangannya tentang perkembangan manusia


di mana manusia perkembangan psikologis terkait dengan perkembangan
NO

seksual. Oleh karena itu, teori perkembangan Freud dikenal dengan nama
teori perkembangan psikoseksual yang terdiri dari lima tahap:
1. Tahap oral (sekitar 0– 1 tahun). Pada tahap ini, perkembangan psikologis
terhubung dengan rasa senang atau nikmat di sekitar zona oral (mulut).
2. Tahap anal (sekitar 1–3 tahun). Pada tahap ini, perkembangan psikologis
terhubung dengan rasa senang atau nikmat di sekitar zona anus (dubur).
94 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

3. Tahap falik (sekitar 3– 6 tahun). Pada tahap ini, perkembangan psikologis


terhubung dengan rasa senang atau nikmat di sekitar zona falik (alat
kelamin).
4. Tahap laten (sekitar 6 tahun–pubertas). Pada tahap ini, gejolak rasa
senang atau nikmat menjadi tenang dan tersembunyi. Gejolaknya ada,

LE
tetapi laten (diam). Istilah lain yang boleh digunakan adalah “dorman
(tertidur)”.
5. Tahap genital (pubertas sampai akhir hayat). Pada tahap ini, perkembangan
psikologis terkait dengan fungsi reproduktif yang sudah terbentuk. Bahasa

SA
Latin genitalia berarti alat reproduktif.

Gangguan pada masa-masa perkembangan itu, khususnya di tiga


masa awal (oral-falik), bisa berdampak serius bagi kondisi psikologis di
kemudian hari. Pandangan Freud yang melulu terhubung dengan kenikmatan
itu kemudian ditinggalkan oleh banyak pengikutnya di kemudian hari.
R
Konsekuensinya adalah munculnya beragam pemikiran turunan yang
kemudian dikenal sebagai Neofreudian. Meski pendekatan psikoanalitis cukup
beragam, semuanya disatukan oleh pemahaman bahwa ada dunia yang luas
FO

dan penting di balik kesadaran yang disebut ketidaksadaran.

Dunia Ketidaksadaran
Ada dua teori besar tentang ketidaksadaran yang berkembang dalam
psikoanalisis, yaitu ketidaksadaran menurut Sigmund Freud dan
T

ketidaksadaran menurut Carl Gustav Jung. Freud dan Jung sebenarnya adalah
dua sahabat karib yang kemudian memutuskan berpisah karena perbedaan
NO

cara pandang tentang dunia ketidaksadaran. Untuk lebih jelasnya, mari kita
lihat perbedaan konseptual yang paling dasar di antara mereka. Menurut
Freud (1989), dunia kejiwaan manusia terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu:
1. Wilayah sadar (Jerman: Bewusstsein; Inggris: the conscious). Wilayah ini
bekerja saat kita kontak dengan dunia luar saat kita terjaga. Dengan
kesadaran, kita bisa membedakan antara mobil, motor, sepeda, atau
pejalan kaki saat Anda berkendaraan di jalan.
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 95
95
2. Wilayah prasadar (Jerman: Vorbewusstsein; Inggris: the preconscious).
Dalam wilayah ini, tersimpan memori yang bisa dipanggil dengan mudah.
Dalam wilayah prasadar, tersimpan nomor telepon dan semua nama
kenalan kita yang bisa dipanggil dengan mudah sewaktu-waktu ketika
kita butuhkan.

LE
3. Wilayah tidak sadar (Jerman: Unbewusstsein; Inggris: the unconscious).
Ini wilayah yang paling luas dan paling dalam. Isinya adalah memori-
memori yang terlupakan. Memori-memori kita sebetulnya tidak ada
yang mati, hanya terlupakan. Meski terlupakan, memori itu tetap bekerja

SA
dan tersimpan dalam ketidaksadaran. Banyak dari persoalan psikologis
yang terhubung dengan memori-memori menyakitkan yang terlupakan
dan tersimpan dalam ketidaksadaran. Memori-memori menyakitkan itu
disebut memori traumatis.

Perhatikan sebentar istilah Jerman dan Inggris yang digunakan. Terlihat


R
bahwa tidak ada penggunaan istilah “bawah-sadar (Inggris: subconsciousness;
Jerman: Unterbewusstsein)”. Penggunaan istilah “bawah-sadar” umum
ditemui di kalangan awam dan praktisi hipnosis. Dalam psikologi klinis,
FO

kita menghindari menggunakan istilah bawah-sadar saat berbicara tentang


psikoanalisis dalam psikologi.
Dalam tiga wilayah itu (sadar-prasadar-tidak sadar), ada tiga struktur yang
bekerja, yaitu (1) id (Jerman: das Es) yang merupakan dorongan instingtual
dasar yang mencari kesenangan, (2) ego (Jerman: das Ich) yang merupakan
penghubung dengan realitas (kenyataan) yang ada di dunia luar, dan (3)
T

superego (das Über-ich) yang merupakan suara hati yang dibentuk oleh
lingkungan di mana kita hidup. Ketiganya kadang-kadang disebut struktur
NO

tiga-pihak (tripartite structure). Dalam bahasa yang lebih sederhana, kita


bisa mengatakan tiga elemen kepribadian. Apa yang kita sebut kepribadian
(personality) lahir dari interaksi ketiga elemen itu. Pertanyaannya sekarang:
Manakah yang paling penting di antara ketiga itu? Pilihan yang kita jatuhkan
akan berpengaruh pada cara kita melihat pemikiran Freud.
1. Pandangan bahwa id yang penting. Orang yang melihat bahwa pandangan
utama dalam pemikiran Freud adalah id ini akan menyebut teori Freud
sebagai drive theory (teori tentang dorongan). Id itu adalah dorongan
96 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

primitif yang cenderung ditolak secara sosial karena sifatnya yang


dianggap liar dan mengejar kesenangan. Untuk mengendalikannya,
muncul superego yang berisi aturan-aturan atau kaidah-kaidah tentang
perilaku yang baik dan buruk atau yang pantas dan tidak pantas. Jadi,
supergo sebenarnya adalah penahan laju id. Akibat represi terhadap id,

LE
dorongan yang ditolak tenggelam dalam ketidaksadaran dan mengusik
dari dalam. Gangguan mental bisa disebabkan oleh energi destruktif
dari dorongan id yang direpresi itu.
2. Pandangan bahwa ego yang penting. Orang yang melihat bahwa pandangan

SA
Freud berpusat pada aktivitas ego akan menyebut teori Freud sebagai
psikologi ego (ego psychology). Ego adalah regulator yang berfungsi
mengatur lalu lintas antara id dan superego sehingga tidak berbenturan.
Bila ego merasa terancam maka muncul kecemasaan (anxiety). Kecemasan
inilah yang kemudian bisa berkembang menjadi macam-macam gangguan
psikologis. Freud mengemukakan tiga bentuk kecemasan, yatu (1)
R
kecemasan realistis, (2) kecemasan moral, dan (3) kecemasan neurotis.
Banyak gangguan psikologis bersumber dari kecemasan neurotis, yaitu
FO

kecemasan yang muncul karena ketakutan bahwa dorongan libidinal


akan naik dan berada di luar kendali. Di zaman Freud, kecemasan
neurotis merupakan kasus yang banyak ditemui. Istilah itu sudah tidak
lagi digunakan saat ini dan diganti dengan anxiety disorder (gangguan
kecemasan).

Jung sepakat dengan Freud tentang adanya wilayah tidak sadar. Meski
T

demikian, Carl Gustav Jung (1975-1961) memiliki pemahaman yang berbeda


dari Freud. Pemahan Jung lebih luas. Jung (1968) menyebut totalitas alam
NO

kejiwaan kita dengan istilah psike. Psike ini punya tiga wilayah utama:
1. Wilayah kesadaran (Jerman: Bewusstsein; Inggris: Consciousness). Wilayah
ini bisa diparalelkan dengan wilayah kesadaran dalam pandangan Freud.
2. Wilayah ketidaksadaran pribadi (Jerman: persönliches Unbewusstsein;
Inggris: personal unconsciousness). Wilayah ini mirip dengan wilayah
ketidaksadaran yang dibicarakan Freud di atas. Dalam wilayah ini,
bisa kita temukan sumber masalah psikologis yang terhubung dengan
pengalaman masa lalu yang negatif. Pengalaman negatif itu tersimpan
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 97
97
dalam ketidaksadaran pribadi sebagai kompleks. Kompleks yang ada pada
setiap orang berbeda, tergantung pada pengalaman hidupnya masing-
masing. Kalau saya punya pengalaman negatif dengan guru, maka saya
punya kompleks guru.
3. Wilayah ketidaksadaran transpersonal (Jerman: uberpersönliches

LE
Unbewusstsein; Inggris: transpersonal unconsciousness). Wilayah
transpersonal ini berisi pengalaman-pengalaman yang diturunkan dari
leluhur kita. Pengalaman ini melampaui pengalaman pribadi dan ada
pada setiap pribadi. Pengalaman ini ada pada setiap orang. Dalam banyak

SA
buku-buku psikologi, istilah ketidaksadaran transpersonal hampir tidak
pernah digunakan, istilah yang digunakan adalah ketidaksadaran kolektif
(collective unconsciousness). Sebenarnya, terjemahan yang lebih tepat
adalah ketidaksadaran transpersonal.

Wilayah ketidaksadaran transpersonal adalah pemikiran yang khas dari


R
Jung. Dalam ketidaksadaran transpersonal itu, ada banyak arketipe. Beberapa
arketipe yang umum dibicarakan adalah persona, bayangan kelam (shadow),
wise old man, atau jati diri (Jerman: Selbst; Inggirs: Self). Di antara semua
FO

arketipe yang ada, Self (Jati diri) adalah arketipe yang terpenting. Semua
arketipe lain hanya mengitari Self itu.
Dengan memahami kompleks dan arketipe itu, kita sekarang bisa
membentuk gambaran tentang orang yang sehat. Seseorang bisa dikatakan
sehat bila dia bisa membawa egonya melewati kompleks-kompleks dalam
ketidaksadaran personal dan kemudian melewati arketipe-arketipe dalam
T

ketidaksadaran kolektif sebelum akhirnya melebur ke dalam Self. Ketiga ego


melebur ke dalam Self, maka terjadi self-individuation (individuasi jati diri),
NO

yaitu keadaan di mana seseorang mengenali jati dirinya. Orang-orang yang


kita sebut bijak adalah orang-orang yang sudah mengalami individuasi-diri
itu.
Di sini, kita tidak akan membicarakan secara khusus arketipe-arketipe
itu. Cukup diingat bahwa semua arketipe itu ada pada setiap orang orang.
Hanya saja arketipe-arketipe itu diekspresikan secara berbeda dalam beragam
budaya. Dalam masyarakat Barat misalnya, arketipe itu keluar sebagai
simbol-simbol dalam dalam mitologi Yunani, seperti Zeus, Oedipus, Elektra,
98 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Phoenix, dan lain-lain. Dalam masyarakat Jawa, arketipe itu keluar sebagai
simbol-simbol dalam pewayangan, seperti raksasa, raksesi, perwitasari,
dan sebagainya. Simbol-simbol itu juga bisa kita temukan dalam cerita-
cerita rakyat, seperti Wewe Gombel atau Dewi Sri. Salah satu kisah tentang
arketipe Self dalam pewayangan adalah lakon Bima Suci atau lakon Dewa

LE
Ruci. Dalam lakon itu, ada kisah tentang perjuangan Bima menemukan jati
dirinya yang disimbolkan sebagai Dewa Ruci (La Kahija, 2007). Orang-orang
di zaman kita saat ini yang kita sebut orang-orang modern sudah banyak
tertarik dengan arketipe yang diekspresikan leluhur kita. Meski demikian,

SA
arketipe tetap keluar dalam bentuk-bentuk yang baru. Seseorang pernah
bertanya, “Kenapa orang suka dengan film “Lord of the Rings” atau “Harry
Potter” atau “Narnia”? Ada begitu banyak arketipe dalam film-film seperti
itu. Saat menonton film itu, kita terkoneksi dengan arketipe-arketipe yang
ada dalam ketidaksadaran transpersonal (kolektif).
R
Metode Terapeutik
Sekarang, mari kita bicarakan bagaimana psikoanalisis diterapkan dalam
FO

psikologi klinis, khususnya dalam psikoterapi. Dalam menerapkan psikonalisis,


ingatlah selalu prinsip dasarnya, yaitu membuat yang tidak disadari menjadi
disadari. Freud mengembangkan dua metode utama untuk membuat yang
tidak disadari menjadi disadari adalah.
1. Tafsir mimpi. Saat tidur, kita sebenarnya dalam keadaan bebas. Kita benar-
benar menjadi diri sendiri. Saat bebas seperti itu, tidak ada sensor dalam
T

perilaku dan mimpi bisa keluar dari ketidaksadaran. Mimpi memberi


tahu kita apa yang terjadi dalam ketidaksadaran lewat simbol-simbol yang
NO

ada dalam cerita mimpi. Oleh karena itu, mimpi tidak bisa dimengerti
secara harfiah. Mimpi butuh penafsiran. Untuk menafsirkan mimpi, kita
terlebih dahulu perlu membedakan antara cerita mimpi dan maksud
dari mimpi itu. Kemampuan menafsirkan tentu saja butuh latihan.
2. Asosiasi bebas. Asosiasi bebas adalah metode di mana klien dengan
bebas menceritakan apa saja yang muncul dalam pikirannya. Klien
diminta bercerita bebas tanpa menyensor. Saat bercerita bebas, isi-isi
ketidaksadaran keluar dengan leluasa. Ada saatnya cerita yang bebas itu
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 99
99
dilihat polanya. Dari cerita bebas itu, seorang psikoanalis mengungkap
apa yang terjadi dalam ketidaksadaran.

Ada beberapa metode terapeutik yang dikembangkan Freud, namun kedua


metode itu adalah metode utama. Pada Jung, kita menemukan metode serupa

LE
yang juga bertujuan menarik keluar isi-isi ketidaksadaran. Dalam pandangan
Jung, penggunaan metode sangat tergantung pada wilayah ketidaksadaran
yang ingin kita ungkap: Apakah kita ingin mengungkap ketidaksadaran
personal atau ketidaksadaran kolektif?

SA
1. Pengungkapan ketidaksadaran personal. Sudah kita lihat bahwa
ketidaksadaran personal berisi kompleks. Nah, metode yang digunakan
Jung untuk kompleks-kompleks itu adalah asosiasi kata (word association).
Caranya cukup sederhana. Kita menggunakan satu kata demi satu kata
untuk melihat kompleks yang mengganggu. Jika saya membunyikan kata
“ibu” dan Anda merasakan ketidaksadaran personal Anda bergejolak,
R
maka bisa dikatakan bahwa Anda punya kompleks ibu. Kita semua
punya kompleks yang berbeda-beda tergantung pengalaman hidup kita
masing-masing. Jung menggunakan sekitar 100 kata untuk mengungkap
FO

ketidaksadaran personal klien atau pasiennya. Cara lain yang bisa


digunakan untuk mengungkap ketidaksadaran personal adalah dengan
analisis mimpi. Perlu segera diperjelas di sini bahwa Jung lebih memilih
menggunakan istilah “analisis mimpi” alih-alih “tafsir mimpi”. Istilah
analisis menekankan bahwa mimpi bisa dipelajari secara ilmiah dengan
tahapan-tahapan analitis tertentu.
T

2. Pengungkapan ketidasaran transpersonal. Untuk mengungkap isi-isi


ketidaksadaran kolektif, kita juga bisa menggunakan jalur mimpi. Kita
NO

hanya perlu memperhatikan apakah mimpi yang diceritakan benar-benar


mengandung arketipe atau tidak. Mimpi yang berisi arketipe disebut
mimpi arketipal (archetypal dreams). Biasanya, mimpi arketipal berisi
figur-figur yang tidak ditemui dalam kehidupan riil sehari-hari dan
terasa aneh dan janggal, seperti monster, manusia bersayap, atau manusia
bermata satu. Butuh keahlian yang lebih dalam untuk memahami arketipe
itu karena kita masuk ke wilayah ketidaksadaran yang jauh lebih dalam
lagi. Metode lain yang bisa kita gunakan untuk mengungkap arketipe
100 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

adalah dengan mempelajari mitos yang berkembang dalam masyarakat.


Wayang yang hidup dalam masyarakat Jawa, misalnya, berisi banyak
arketipe.

Sampai di sini cukup jelas bahwa psikoanalisis butuh keterampilan

LE
(skill) untuk menembus kesadaran menuju ketidaksadaran dan kembali lagi
membawa isi ketidaksadaran ke kesadaran sehingga bisa disadari. Prosesnya
sebenarnya mudah kalau kita punya kepekaan menangkap simbol-simbol
yang keluar dari ketidaksadaran. Pendekatan psikoanalitis ini menarik untuk
menjelaskan secara mendalam riwayat kemunculan kasus klinis. Sayangnya,

SA
psikologi yang berkembang saat ini semakin praktis dan pragmatis. Prinsip
pragmatis adalah “Cepat dan bermanfaat”. Oleh karena itu, bisa dimengerti
bila psikonalisis semakin mendapat porsi kecil dalam banyak literatur. Di
zaman Freud, prosedur menjadi seorang psikoanalis (praktisi psikoanalisis)
agak panjang. Sebelum mengenal ketidaksadaran orang lain, ketidaksadaran
R
diri sendiri perlu dikenali. Freud mewajibkan calon-calon psikoanalis untuk
mengikuti program analisis-diri sebelum menganalisis ketidaksadaran orang
lain.
FO

Pendekatan Psikoanalitis yang Lain


Sesudah Freud, muncul beberapa variasi pemikiran yang dikembangkan oleh
pengikut-pengikutnya. Sebagaian besar variasi itu lahir dari ketidaksetujuan
atau ketidakpuasan dengan konsep-konsep tertentu dalam pemikiran Freud.
Beberapa nama yang juga dikenal luas dalam psikologi klinis, seperti Alfred
T

Adler yang memisahkan diri dari Freud dan mengembangkan psikologi


Individual atau Erik Erikson yang mengembangkan lebih jauh teori
NO

perkembangan Freud ke dalam konteks kehidupan interaksi sosial yang


kemudian dikenal dengan nama teori perkembangan psikososial. Ada cukup
banyak pengembangan yang sudah dilakukan dalam psikoanalisis. Berikut
ini adalah dua model terapi yang sudah dikenal luas:
1. Terapi keluarga. Sejak tahun 1970-an, praktik terapi keluarga mulai
berkembang dan semakin secara bertahap mendapat banyak penerimaan.
Beberapa tokoh psikoanalisis ikut mengembangkan terapi keluarga. Bila
kita melihat lagi pandangan psikoanalitis yang melihat masa kanak-kanak
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 101
101
sebagai masa penting pembentukan kepribadian, maka kita lebih mudah
memahami mengapa terapi psikoanalitis bisa dikembangkan sebagai terapi
keluarga. Orang-orang yang penting di masa perkembangan awal adalah
keluarga. Relasi dalam keluarga di masa kecil ikut membentuk pengalaman
hidup. Interaksi yang tidak sehat dalam keluarga bisa memunculkan

LE
kecemasan, ketakutan, kemarahan. Emosi-emosi destruktif seperti itu bisa
tersimpan dalam ketidaksadaran dan memberi kontribusi bagi munculnya
gangguan mental. Dengan kata lain, benih-benih gangguan mental bisa
ditransmisikan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga yang lain

SA
(bandingkan Dare, 1988).
2. Analisis transaksional. Metode ini dikembangkan oleh Eric Berne di
akhir tahun 1950-an. Berne (1992) menerapkan psikoanalisis dalam
menganalisis ego state klien yang sedang bekerja dalam interaksi sosial.
Ada tiga ego state yang bisa muncul saat kita berinteraksi, yaitu (1) ego
state orangtua yang bisa terlihat saat seseorang senang memerintah dan
R
melarang orang lain, (2) ego state anak yang bisa terlihat saat seseorang
sedang usil atau bercanda, dan (3) ego state dewasa yang bisa terlihat
FO

saat seseorang sedang memberi argumentasi logis. Kita semua membawa


ketiga ego state itu. Bila saya sedang bercanda (ego state anak) dan Anda
tiba-tiba mengatakan, “Jangan kebanyakan bercanda. Gak baik lho (ego
state orangtua)”, maka komunikasi menjadi tidak nyaman. Saya bercanda
untuk menghidupkan ego state anak pada Anda, tapi yang terjadi Anda
menanggapi saya dengan ego state orangtua. Artinya, tujuan saya tidak
T

sampai sasaran. Komunikasi menjadi tidak nyaman. Banyak konflik


antarpribadi bisa di atasi kalau kita saling memahami ego state.
NO

4.3 PENDEKATAN BEHAVIORAL

Bila kita sudah akrab dengan pendekatan psikoanalitis dan kemudian


membaca pendekatan behavioral, kita akan merasakan perbedaan yang
jauh. Kedua pemikiran itu berkembang di dua wilayah geografis dan ilmiah
yang berbeda. Pendekatan psikoanalitis berkembang di Eropa; sementara
102 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pendekatan behavioral berkembang di Amerika Serikat. Pendekatan behavioral


(keperilakuan) dalam psikologi klinis terkait erat dengan gagasan-gagasan
yang keluar dari aliran behaviorisme. Oleh karena itu, pendekatan behavioral
lebih mudah dimengerti kalau kita memahami aliran behaviorisme.
Untuk sekadar menyegarkan ingatan, saya ingin memunculkan sebentar

LE
pandangan John Broadus Watson (1878-1058) yang dikenal sebagai tokoh
psikologi yang sangat provokatif menyuarakan behaviorisme. Cermati sebentar
pernyataannya yang terkenal berikut ini:

SA
Teks Orisinal Transkreasi

Give me a dozen healthy Beri saya selusin bayi yang tidak cacat
infants, well-formed, and my dan biarkan saya menempuh cara saya
own specified world to bring untuk membesarkan mereka dan saya
them up in and I’ll guarantee jamin saya mampu mengambil seorang di
R
to take any one at random and antara mereka secara acak dan melatihnya
train him to become any type untuk menjadi orang dengan spesialisasi
of specialist I might select— pilihan saya: dokter, pengacara, seniman,
FO

doctor, lawyer, artist, merchant- pengusaha, dan bahkan pengemis dan


chief and, yes, even beggar- pencuri. Saya tidak peduli dengan bakat,
man and thief, regardless of his kegemaran, kecenderungan, kemampuan,
talents, penchants, tendencies, panggilan hidup, atau ras dari leluhurnya.
abilities, vocations, and race of
Watson, 1924:82
his ancestors.
T

Ucapan itu cukup jelas dan mudah dimengerti. Watson menekankan


NO

bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bebas membentuk diri kita sendiri.
Kita tidak mem-bentuk, tapi di-bentuk oleh lingkungan di mana kita hidup
dengan prinsip-prinsip tertentu. Cara berpikir yang menganggap bahwa
manusia dibentuk dari luar seperti itu lingkungan disebut cara berpikir
deterministik; sementara cara berpikir yang menganggap bahwa manusia
dibentuk oleh prinsip-prinsip tertentu disebut cara berpikir mekanistik. Nah,
ciri yang kental dari kelompok behaviorisme adalah pemahaman tentang
manusia yang deterministik dan mekanisitik.
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 103
103
Bila pemahaman itu dibawa ke dalam konteks psikologi klinis, maka
perilaku manusia adalah produk atau bentukan dari relasi antara stimulus (S)
dan respons (R). Stimulus adalah apa saja yang kita terima dari lingkungan
sekitar kita. Stimuli (bentuk jamak dari stimulus) dalam lingkungan
menyebabkan kita memberikan respons tertentu. Ketika saya mengeluarkan

LE
suara (stimulus), “Apa kabar?”, Anda memberi jawaban (respons), “Baik”.
Ketika saya bertemu dengan seorang teman dari Inggris dan mengeluarkan
suara (stimulus), “How is life?”, dia memberi tanggapan (respons), “So so”.
Pertanyaannya: bagaimana mereka bisa merespons “baik” dan “so-so”? Dari

SA
mana asalnya kata-kata itu? Kata-kata itu bukan dari mereka, tetapi dari
hasil pembiasaan/pengondisian (conditioning) yang dibentuk oleh stimulus
suara di lingkungan Indonesia dan Inggris.
Memahami pengondisian sangat penting untuk memahami pendekatan
behavioral. Dalam psikologi, pendekatan behavioral banyak dijadikan
referensi untuk proses belajar manusia. Ada tiga versi pendekatan behavioral
R
yang umum dibicarakan dalam buku-buku teks psikologi klinis, yaitu (1)
pendekatan behavioral responden, (2) pendekatan behavioral operan, dan
(3) pendekatan behavioral kognitif.
FO

Pendekatan Behavioral Responden


Seorang ilmuwan Rusia yang bernama Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
menyaksikan bahwa ada anjing yang mengeluarkan saliva (air liur) sebelum
diberi makan. Dia memperhatikan bahwa saliva anjing keluar saat mendengar
T

langkah kaki peneliti memasuki ruangan. Secara alamiah, anjing hanya


mengeluarkan saliva bila melihat makanan. Saliva adalah refleks alami
NO

anjing saat berhadapan dengan makanan. Pertanyaannya: mengapa anjing


mengeluarkan saliva saat makanan belum terlihat? Pavlov melakukan
pengamatan yang serius untuk memahami itu. Eksperimen yang dia lakukan
kemudian menjadi bagian penting dalam sejarah psikologi.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov (1927) bisa menunjukkan bahwa
respons “saliva” yang merupakan refleks yang muncul secara alamiah saat
berhadapan dengan makanan bisa dibuat muncul tanpa makanan. Caranya
adalah dengan mengganti makanan dengan stimulus lain lewat proses
104 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

asosiasi (penghubungan). Stimulus lain yang digunakan Pavlov adalah


bel. Bel dibunyikan hanya beberapa detik setelah makanan dimunculkan.
Pembunyian bel itu dilakukan beberapa kali sampai anjing mengasosiasikan
(menghubungkan) antara makanan dan bel. Begitu hubungan (asosiasi)
menjadi kuat, maka kemunculan bunyi bel identik dengan kemunculan

LE
makanan. Akibatnya, ketika bunyi bel berbunyi meski tanpa makanan, anjing
mengeluarkan saliva. Saliva yang keluar karena bunyi bel itu adalah saliva
hasil pengondisian.
Pengkondisian klasik telah diterapkan dalam psikologi dan dirasakan

SA
manfaatnya dalam mengubah atau memodifikasi perilaku, khususnya perilaku
menggunakan zat adiktif dan merokok. Berikut ini adalah tiga contoh terapi
yang dikembangkan dari pengkondisian klasik:
1. Terapi aversi. Terapi ini dirancang untuk mendorong klien melepaskan
kebiasaan yang dianggap buruk dengan menghubungkan (mengasosiasikan)
kebiasaan buruk itu dengan sesuatu yang yang tidak menyenangkan.
R
Klien yang suka alkohol misalnya dibuat mual dengan obat tertentu.
Dalam keadaan mual, dia diberi minuman alkohol. Dengan peristiwa
FO

itu, memori alkohol akan terasosiasi dengan rasa mual.


2. Desensitisasi sistematis. Terapi ini bagus untuk fobia di mana klien
dilatih untuk rileks di saat terhubung dengan rangsangan yang memicu
kecemasan. Klien yang takut kucing, misalnya, dibuat relaks dengan
menutup mata. Saat kondisi benar-benar relaks, dia diminta mengelus
kucing. Kalau dia bisa menikmatinya, rasa takutnya akan hilang dengan
T

sendirinya karena mengelus kucing terasosiasi dengan rasa senang.


3. Flooding. Terapi ini dilakukan dengan berulang kali menampilkan secara
NO

langsung rangsangan yang sangat menakutkan sampai respons kecemasan


berkurang dan hilang. Istilah lain untuk flooding adalah terapi implosi
(implosion therapy). Penderita fobia gelap, misalnya, dikurung di ruangan
gelap selama beberapa jam.

Pendekatan Behavioral Operan


Pavlov adalah tokoh awal yang penting dalam pembentukan behaviorisme,
namun tokoh yang paling besar pengaruhnya dalam behaviorisme adalah
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 105
105
Burrhus Frederick Skinner (1904-1990). Di atas, kita sudah membicarakan
tentang pengondisian model Pavlov yang umum dikenal dengan nama
“pengondisian responden”. Nama itu sebenarnya dibuat oleh Skinner agar
pengondisian yang dia buat tidak dikacaukan dengan pengondisian yang
dibuat oleh Pavlov. Nah, pengondisian yang dikembangkan Skinner diberi

LE
nama “pengondisian operan”.
Skinner melakukan pengondisian bukan dengan membuat asosiasi
di antara dua stimulus (makanan dan bel dalam eksperimen Pavlov),
tetapi dengan cara memberikan penguatan (reinforcement) dan hukuman

SA
(punishment) untuk perilaku yang ditentukan secara acak. Penguatan
(reinforcement) adalah peristiwa apa saja yang memungkinkan perilaku
tertentu diulangi; sementara hukuman (punishment) adalah peristiwa apa
saja yang memungkinkan perilaku tidak diulangi. Penguatan dan hukuman
akan memiliki efek yang besar bila diberikan segera sesudah munculnya
perilaku yang ingin diubah. Jika ada penundaan, kekuatan dari penguatan
R
dan hukuman tersebut akan berkurang.
Pengondisian operan sangat umum digunakan dalam psikologi klinis
sebagai metode modifikasi perilaku. Pengondisian ini banyak digunakan oleh
FO

orangtua dalam mendidik anak-anak mereka, guru-guru dalam mendidik


siswa dan siswi mereka, atau dokter di rumah sakit jiwa dalam mengubah
perilaku pasien. Salah satu contoh yang mudah dimengerti adalah metode
token ekonomi, yaitu metode mengubah perilaku dengan memberikan
token. Token bisa berupa koin atau benda yang punya nilai tukar. Salah satu
T

contoh yang umum ditemui di rumah sakit jiwa adalah penggunaan token
yang bisa ditukar dengan sesuatu yang disukai pasien, misalnya rokok. Bila
pasien menyapu halaman, maka dia bisa mendapat token yang bisa ditukar
NO

dengan rokok. Kegiatan menyapu jelas dilakukan bukan untuk kebersihan


dan keindahan rumah sakit, tetapi demi sesuatu yang menyenangkan atau
yang diinginkan, yaitu rokok. Bidang kehidupan lain yang juga sering
mempraktikkan reinforcement lewat pujian atau hadiah adalah parenting.
Ketika anak melakukan yang diinginkan orangtua, maka dia akan mendapat
pujian. Sebaliknya bila anak melakukan yang tidak diinginkan orangtua, dia
akan mendapat hukuman.
106 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Istilah penguatan dan hukuman sebenarnya masih merupakan istilah


yang umum. Baik penguatan maupun hukuman bisa terbagi lagi menjadi
positif dan negatif.
1. Penguatan positif. Penguatan ini dilakukan dengan memberikan stimulus

LE
yang menyenangkan untuk meningkatkan berulangnya perilaku. Saat
Anda ke perpustakaan jam 11 di hari Kamis, Anda mendapat makan siang.
Penguatan itu akan mendorong Anda untuk kembali ke perpustakaan
menjelang jam 11.

SA
2. Penguatan negatif. Penguatan ini dilakukan dengan menghilangkan atau
menyingkirkan stimulus yang tidak menyenangkan untuk meningkatkan
berulangnya perilaku. Sebagai contoh, Anda belajar dengan kursi yang
tidak nyaman. Saya lalu mengambil kursi itu dan menggantinya dengan
kursi yang empuk dan ergonomis. Penguatan negatif itu akan mendorong
Anda untuk belajar.
R
3. Hukuman positif. Hukuman yang dilakukan dengan memberikan stimulus
yang tidak menyenangkan untuk menurunkan berulangnya perilaku.
FO

Sebagai contoh, seorang anak pulang larut dan ibunya mengomelinya.


Omelan menjadi hukuman positif yang akan menurunkan berulangnya
perilaku pulang larut.
4. Hukuman negatif, yaitu hukuman dengan menghilangkan atau
menyingkirkan stimulus yang menyenangkan untuk menurunkan
berulangnya perilaku. Sebagai contoh, dosen yang tidak menulis buku
T

ajar dikurangi tunjangan bulanannya. Mengurangi tunjangan bulanan


berarti menyingkirkan sesuatu yang menyenangkan. Perilaku tidak
NO

menulis buku ajar berubah menjadi menulis buku.

Perhatikan dua istilah kunci di atas, yaitu “penguatan” dan “hukuman”.


Kadang-kadang, kita mendengar istilah “hadiah” dan “hukuman”. Dalam
pendekatan behavioral-operan, istilah orisinalnya adalah penguatan
(reinforcement), bukan hadiah (reward). Istilah “hadiah” digunakan setelah
konsep penguatan diterapkan dalam bidang industri. Jadi, hindarilah
menggunakan istilah hadiah dalam mengikuti matakuliah ini.
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 107
107
Dalam menerapkan penguatan, penting untuk diketahui bahwa ada
aturan-aturan yang berlaku. Aturan-aturan itu dikenal dengan nama
“jadwal penguatan (schedule of reinforcement)”. Kita bisa membayangkan
jadwal penguatan itu sebagai suatu rangkaian atau rentang atau kontinum
(continuum). Di bagian ujung kiri terdapat penguatan yang kita berikan

LE
terus-menerus setiap kali respons yang diinginkan muncul, seperti seorang
ibu yang terus-menerus memberi coklat setiap kali anaknya menyelesaikan
pekerjaan rumah. Penguatan seperti ini disebut penguatan kontinu (continuous
reinforcement). Di bagian ujung kanan, kita tidak memberikan penguatan

SA
sama sekali agar respons tidak lagi muncul. Ini disebut penghilangan respons
(extinction). Di bagian tengah, kita memberikan penguatan yang kadang-
kadang saja. Ini disebut penguatan parsial (partial reinforcement). Khusus
untuk penguatan parsial, Ferster dan Skinner (1957) mengemukakan empat
jadwal, yaitu:
1. Fixed ratio (FR), yaitu pemberian reinforcement setelah sejumlah respons
R
yang pasti (fixed). Sebagai contoh, setiap tiga kali mengerjakan pekerjaan
rumah, anak dibelikan pizza.
FO

2. Variable ratio (VR), yaitu pemberian reinforcement setelah sejumlah


respons yang tidak pasti atau bervariasi (variable). Sebagai contoh,
youtuber yang mengunggah video dengan harapan “siapa tahu” banyak
orang yang suka videonya dan menjadi subscriber.
3. Fixed interval (FI), yaitu pemberian reinforcement setelah interval (jeda)
waktu yang pasti (fixed). Sebagai contoh, mahasiswa belajar untuk
T

mendapatkan nilai bagus setiap paruh semester atau buruh yang bekerja
keras untuk mendapatkan upah mingguan.
NO

4. Variable interval (VI), yaitu pemberian reinforcement setelah interval


(jeda) waktu yang tidak pasti atau bervariasi (variable). Sebagai contoh,
mahasiswa belajar untuk mendapatkan hasil bagus untuk kuis yang oleh
dosen diadakan pada waktu yang tidak ditentukan.
Psikolog klinis yang ingin menerapkan model operan dalam praktiknya
perlu familiar dengan aturan-aturan seperti itu bila ingin mengubah atau
memodifikasi perilaku. Penerapan aturan-aturan itu umum ditemui dalam
modifikasi perilaku (behavior modification). Salah satu bidang kehidupan
108 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

yang sangat sering menggunakannya adalah adalah bidang pendidikan. Di


Indonesia, baik guru maupun dosen sudah sangat terbiasa menggunakan
model reinforcement-punishment itu untuk mendorong semangat belajar dan
prestasi siswa/mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan akademis.

LE
Model Behavioral Belajar Sosial
Bila kita memperhatikan model behavioral responden dan operan di atas, maka
muncul kesan bahwa perilaku manusia merupakan produk dari hubungan
antara stimulus dan respons. Pandangan itu kemudian dilihat masih bisa

SA
diperluas lagi dan dilengkapi dengan berfokus pada organisme. Organisme
sebenarnya tidak sebatas menerima stimulus tetapi juga memproses stimulus
itu. Dalam pemrosesan itu, ada proses kognitif yang terlibat.
Ketika kita menganggap proses kognitif dalam organisme itu penting,
maka relasi stimulus-respons (S-R) diperluas menjadi relasi stimulus-
R
organisme-respons (S-O-R). Analogi berikut bisa membantu. Relasi S-R
melihat bahwa jika Anda mendengar suara telpon atau membaca pesan di
media sosial (S), maka Anda akan mengangkatnya atau membalasnya (R).
FO

Bila dicermati, prosesnya tidak semudah itu. Sebelum memberi respons,


ada proses kognitif dalam diri sebelum memutuskan untuk mengangkat
telpon atau membalas pesan. Terkait dengan peran organisme itu, ada dua
teori penting yang berkembang dalam pendekatan behavioral, yaitu social
cognitive theory (teori kognitif sosial) dan cognitive behavioral therapy (terapi
behavioral kognitif).
T

1. Social cognitive theory. Teori ini dikemuakan oleh Bandura. Perilaku


tidak harus dengan penguatan, seperti yang ditemui dalam pendekatan
NO

behavioral klasik. Anda bisa mengamati perilaku seseorang yang Anda


idolakan dan kemudian mengimitasi perilaku tersebut tanpa penguatan.
Singkat kata, perilaku adalah produk dari observasi dan modeling.
Pandangan Bandura ini kemudian dikenal dengan nama “teori belajar
sosial (social learning theory)”. Teori ini kemudian dikembangkan lagi
menjadi “teori kognitif sosial (social cognitive theory)”. Istilah “kognitif ”
menunjukkan bahwa Bandura ingin menekankan peran yang besar
dari proses kognitif. Salah satu konsep penting yang dikemukakan
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 109
109
Bandura adalah efikasi diri, yaitu perasaan mampu dan berhasil dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar (Bandura, 1982). Efikasi
diri itu bisa muncul bila ada penguatan vikarius (vicarious experience). Jika
saya melihat Anda bisa menyentuh ular dengan santai dan saya merasa
bahwa saya juga bisa melakukan itu, maka saya menerima penguatan

LE
vikarius (vicarious reinforcement). Konsep efikasi diri dan penguatan
vikarius itu bisa diterapkan dalam banyak bidang psikologi, termasuk
terapi.
2. Cognitive behavioral therapy. Secara sederhana, terapi behavioral kognitif

SA
atau yang lebih umum dikenal disingkat CBT adalah terapi berbicara
(talking therapy). Dalam komunikasi itu, ada proses mengidentifikasi
pikiran. Pikiran dan perilaku saling terkait. Banyak dari problem
psikologis terkoneksi dengan pikiran-pikiran negatif. Pikiran-pikiran
negatif itu biasanya sudah sering berkerja tanpa dipertanyakan. Oleh
karena itu, seorang praktisi CBT akan menantang pikiran-pikiran
R
negatif yang sudah terbentuk dan mengubahnya. Belakangan ini, CBT
disinergikan dengan mindfulness dan dikenal dengan nama mindfulness-
FO

based cognitive therapy (MBCT). Bila CBT menantang dan mengubah


pikiran-pikiran negatif, maka mindfulness mengajak menyaksikan
pikiran-pikiran negatif itu tanpa melakukan penilaian. MCBT berfokus
pada upaya mencegah kekambuhan depresi, khususnya major depression
disorder (MDD). Umum terjadi pada penderita depresi bahwa ada proses
kognitif yang bisa berjalan otomatis dan menyebabkan munculnya kembali
T

episode depresi sehingga terjadi kekambuhan. MCBT bisa membantu


klien menyadari pikiran-pikiran yang lewat tanpa bereaksi. Kekambuhan
NO

pada dasarnya terjadi karena reaksi terhadap pikiran-pikiran yang lewat


itu.

4.4 PENDEKATAN FENOMENOLOOGIS-HUMANISTIK

We are the best experts on ourselves.


Kita adalah pakar terbaik yang tahu tentang diri kita sendiri.
Carl Rogers
110 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Sampai di sini, kita sudah bertemu dengan dua pendekatan yang


berbeda. Kalau kita cermati, baik perspektif psikoanalitis maupun perspektif
behavioral punya kesamaan. Kesamaan itu bersifat deterministik. Istilah
“deterministik” di sini berarti bahwa perilaku ditentukan (determined) oleh
kekuatan yang berada di luar kendalinya. Dalam psikoanalisis, kekuatan itu

LE
berupa aliran libido seksual yang bekerja dalam ketidaksadaran; sementara
dalam pendekatan behavioral, kekuatan itu berupa pengondisian yang kita
terima dari lingkungan luar. Bila direnungkan, kedua perspektif itu melihat
manusia sebagai makhluk yang sebenarnya tidak bebas karena dikendalikan.

SA
Sekarang, kita mau membicarakan pendekatan ketiga yang juga berbeda, yaitu
pendekatan fenomenologis-humanistik. Dalam pendekatan ini, ada sinergi
yang bagus antara filsafat fenomenologis dan psikologi humanistik yang
disingkat fenomenologis-humanistik. Kita mulai dengan filsafat fenomenologis
atau yang lebih umum disebut fenomenologi. Fenomenologi adalah filsafat
yang muncul dan berkembang di Eropa daratan, khususnya Jerman dan
R
Prancis. Fenomenologi berpandangan bahwa manusia tidak bisa dilihat dan
dibicarakan seperti membicarakan benda. Saat kita membicarakan benda, kita
membicarakan sesuatu yang tidak punya kesadaran (Inggris: consciousness;
FO

Jerman: Bewusstsein). Manusia punya kesadaran dan memahami kesadaran


ini butuh metode khusus yang disebut epoche, yaitu membersihkan diri
dari prasangka atau penilaian atau dugaan atau teori bila kita benar-benar
mau melihat manusia. Bila semua itu sudah disingkirkan, penglihatan kita
menjadi jernih dan kita bisa melihat orang lain apa adanya, melihat orang
T

lain dalam keadaan yang asli.


Gagasan itu kemudian masuk ke dalam psikologi dan dikenal dengan
nama psikologi humanistik. Kalau begitu, mana yang benar: psikologi
NO

humanistik atau psikologi fenomenologis-humanistik? Sama saja. Kalau


kita mau menekankan bahwa psikologi humanistik terkait erat dengan
filsafat fenomenolgis, maka kita bisa gunakan istilah “fenomenologis-
humanistik”. Tapi kalau kita beranggapan bahwa istilah “humanisitik” sudah
mengimplikasikan pandangan fenomenologis, maka kita cukup mengatakan
psikologi humanistik. Variasi istilah seperti itu tidak penting. Yang penting
adalah kita paham bagaimana ajaran humanistik dalam psikologi bersinergi
dengan fenomenologi dalam filsafat. Sebelum membicarakan ajaran pokok
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 111
111
itu, saya ingin mengutip sebentar ucapan peletak dasar psikologi humanistik
yakni Abraham Maslow:

Teks Orisinal Transkreasi

LE
A musician must make music, Seorang musisi harus bermusik, seorang
an artist must paint, a poet must seniman harus melukis, seorang pujangga
write, if he is to be ultimately at harus menulis puisi jika itu membuatnya
peace with himself. This need we merasakan sendiri rasa tenang yang sangat
may call “self-actualization dalam. Kebutuhan ini bisa kita sebut sebagai

SA
“aktualisasi-diri”.
Maslow, 1954: 91

Itulah inti dari pendekatan humanistik. Segala upaya diarahkan pada


pendorongan mengembangan potensi untuk berkembang menuju aktualisasi.
R
Ketika potensi sudah mencapai aktualisasi, maka terjadi aktualisasi-diri.
Mari kita lihat proses aktualisasi-diri itu dalam dua peletak dasar psikologi
humanistik: Abraham Maslow dan Carl Rogers.
FO

Maslow dan Teori Kebutuhan


Peletak dasar aliran humanistik adalah Abraham Maslow sehingga wajar
bila dia digelari bapak spiritual psikologi humanistik (the spiritual father
of humanistic psychology). Misi Maslow adalah memahami orang-orang
yang berkembang sampai ke level tertinggi yang disebut orang-orang yang
T

mengaktualisasikan diri (self-actualizing people). Banyak dari pandangan


humanistik Maslow berasal dari penelitiannya tentang orang-orang dianggap
NO

paling sehat secara psikologis baik yang berada dalam masyarakat Timur
maupun dalam masyarakat Barat. Dia tertarik untuk memahami mengapa
mereka berbeda dari manusia pada umumnya.
Dia lalu mengembangkan teori yang berfokus pada motivasi manusia
untuk tumbuh, berkembang, dan mengaktualisasikan potensi-potensinya.
Pengembangan teori itulah yang kemudian menghasilkan hierarki kebutuhan
dasar (hierarchy of basic needs). Hierarki di sini berarti bahwa satu kebutuhan
harus dipenuhi terlebih dahulu untuk bisa naik ke kebutuhan yang lebih
112 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

tinggi. Ini mirip dengan karate yang memulai latihannya dengan sabuk putih
lalu kuning, lalu hijau, lalu biru, lalu coklat, dan kemudian hitam. Berikut
ini adalah lima kebutuhan yang tersusun secara hierarkis:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini terkiat dengan
kebutuhan fisik kita agar bisa tetap hidup, seperti makanan, minuman,

LE
sex, vitamin, matahari, dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Kebutuhan ini terkait dengan
rasa aman menjalani hidup, seperti kesehatan, bebas dari ancaman luar.
3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belonging).

SA
Kebutuhan ini terkait dengan rasa terhubung dengan orang lain dalam
suasana hangat, seperti rasa terhubung dalam keluarga atau persahabatan.
4. Kebutuhan akan harga diri (self-esteem). Kebutuhan ini terkait
dengan rasa dihargai oleh orang lain, seperti mendapat pengakuan atau
penghormatan.
R
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization). Kebutuhan ini
muncul sebagai upaya mewujudkan (mengaktualisasikan) potensi yang
ada dalam diri. Aktualisasi diri subjektif dan personal. Ada banyak cara
FO

mengaktualisasikan potensi itu, seperti menjadi penulis, penyanyi, atau


atlet.

Orang-orang yang mengaktualisasikan diri umumnya mengalami


pengalaman-pengalaman puncak (peak experiences), yaitu pengalaman
yang dicirikan dengan perasaan senang yang luar biasa yang tidak bisa
T

diekspresikan dengan kata-kata. Pengalaman puncak membuat kita merasa


seperti melayang-layang, seperti pengalaman yang muncul saat seseorang
NO

mendapat penghargaan atas prestasi dan mendapat pujian yang membuat


kita merasa di puncak. Pengalaman itu baik dan menyehatkan, tetapi sifatnya
hanya sementara saja. Biasanya berakhir hanya dalam beberapa menit.
Banyak literatur yang berhenti membicarakan pemikiran Maslow pada
aktualisasi diri itu. Perlu diingat bahwa aktualisasi diri itu adalah tahap
tertinggi dalam kebutuhan dasar. Masih ada kebutuhan lain yang akan muncul
pada orang-orang yang mengaktualisasikan diri. Kebutuhan itu disebut
metaneeds (meta kebutuhan). Istilah Yunani “meta” berarti “melampaui”.
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 113
113
Meta kebutuhan berarti kebutuhan yang melampaui kebutuhan dasar. Pada
tataran ini, kita tidak lagi digerakkan oleh kebutuhan dasar yang mengalir
secara hierarkis itu, tetapi digerakkan nilai-nilai universal, seperti kebenaran,
kebaikan, keindahan, keadilan, kejujuran, keaslian, kedamaian, cinta kasih,
dan lain-lain (Maslow, 1967). Jika meta kebutuhan ini terhambat, maka ada

LE
konsekuensinya, yaitu munculnya meta patologi atau rasa tidak puas dengan
hidup yang sedang dijalani. Sebaliknya, bila meta kebutuhan terpenuhi, maka
muncul pengalaman plateau (plateau experience). Pengalaman ini mirip
dengan pengalaman puncak (peak experience), tetapi bedanya ini berlangsung

SA
relatif lama.
Jika pandangan itu diterapkan dalam psikologi klinis, maka syarat yang
paling penting untuk dimiliki adalah perspektif bahwa setiap orang sedang
mengaktualisasikan diri, sedang membawa potensi menuju aktualitas.
Gangguan psikologis bisa muncul bila aliran aktualisasi diri itu terhambat.
Bahkan jika orang berhasil mengaktualisasikan diri, itu juga bukan jaminan
R
bagi kesehatan mentalnya. Ada kebutuhan lain yahg secara alami muncul,
yaitu kebutuhan untuk bermanfaat bagi kemanusiaan.
FO

Rogers dan Terapi Humanistik


Tokoh lain yang juga penting dalam psikologi humanistik adalah Carl
Rogers. Bila Maslow memberi pendasaran teoretis-konseptual untuk psikologi
humanistik, maka Rogers memberi pandangan sangat praktis untuk psikologi
humanistik. Pandangan pokok Rogers mirip dengan Maslow, yaitu mendorong
T

klien untuk mengaktualisasikan dirinya. Sebelum membicarakan pandangan


Rogers, simak ucapannya berikut ini:
NO

“Saya sudah bekerja dan bergaul dengan banyak orang selama empat
puluh tahun dan ada dua hal yang tidak bisa saya ingkari. Yang pertama,
setiap pribadi dalam pengamatan saya, mempunyai kemampuan untuk
memilih tujuan hidup yang dia inginkan, mempunyai kemampuan untuk
menentukan pilihannya sendiri jika dia berada dalam situasi pribadi yang
aman, penuh penngertian. Hal kedua yang saya pelajari adalah bahwa yang
paling buruk dalam membantu seseorang adalah mengatakan kepadanya
apa yang harus dibuat ….”.
(Rogers, dalam Anh, 1985: 15-16)
114 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Kalau kita paham betul ucapan Rogers itu, khususnya bagian yang dicetak
miring, maka kita bisa dengan mudah memahami seluruh bangunan terapi
humanistik Rogers. Metode terapeutik yang dikembangkan Rogers pada
awalnya dikenal dengan nama “client-centered therapy (terapi yang berpusat
pada klien)”. Istilah itu kemudian diganti menjadi person-centered therapy

LE
(terapi yang berpusat pada pribadi). Istilah “person” dianggap lebih cocok
untuk menggambarkan orang yang sedang berjuang mengalirkan potensinya
menuju aktualisasi.
Setiap orang pasti tumbuh dan berkembang bila diberikan kebebasan

SA
untuk mengoreksi diri sendiri dan menjadi diri sendiri. Sayangnya,
lingkungan seringkali tidak suprotif. Inilah gagasan pokok yang mendasari
terapi humanistik Rogers. Mari kita periksa sebentar hidup kita. Di masa
awal kehidupan kita sebagai anak-anak, kita menampilkan diri sebagai
pribadi sehat yang oleh Rogers disebut pribadi yang kongruen. Pribadi yang
kongruen adalah pribadi yang sejalan atau selaras antara apa yang dirasakan
R
dan apa yang ditampilkan. Perhatikan anak-anak yang lugu, spontan, ceriah,
dan apa adanya. Sayangnya, peristiwa-peristiwa hidup yang kurang suportif
membuat kita bergeser dari pribadi yang kongruen menjadi tidak kongruen.
FO

Lingkungan menerima kita dengan syarat harus begini dan harus begitu
agar bisa diterima dalam pergaulan. Rogers menyebut syarat-syarat seperti
itu conditions of worth (syarat-syarat kepantasan). Akibatnya, spontanitas
dan keceriahan kita berkurang. Untuk itu kita perlu berjuang lagi menjadi
pribadi yang kongruen. Pribadi yang kembali kongruen itu pribadi yang
T

berfungsi penuh (fully functioning person).


Proses terapeutik Rogers pada dasarnya adalah proses memfasilitasi
klien menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Terapis di sini berperan
NO

bukan sebagai orang yang menyembuhkan, tetapi orang yang menfasilitasi


penyembuhan yang dilakukan oleh klien sendiri. Tidak mudah menjalankan
peran fasilitator itu karena klien biasanya sudah bertemu dengan banyak
peristiwa yang menghambat perkembangannya. Tugas utama seorang terapis
adalah menciptakan iklim yang nyaman agar klien merasa berada di tempat
yang suprotif untuk berkembang. Untuk itu, ada beberapa kualitas atau ciri
yang dituntut dari seorang terapis (Rogers, 1957):
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 115
115
1. Kongruensi. Terapis perlu membangun kongruensi (keselarasan)
dengan kliennya. Keselarasan berarti kondisi internal terapis selaras
dengan kondisi eksternal yang ditampilkan di depan klien. Kongruensi
ini kadang-kadang disebut juga keaslian (authenticity) atau kondisi
apa adanya (genuineness). Kualitas ini krusial dalam proses terapi.

LE
Kongruensi mendorong klien untuk terbuka dan merasa nyaman dengan
dirinya sendiri saat menampilkan diri. Tentu saja, itu baik bagi proses
penyembuhan.
2. Empati. Empati ini terkait erat dengan kemampuan terapis mendengarkan

SA
kliennya dengan penuh perhatian. Terapis masuk ke dunia pengalaman
klien dan memahaminya dari dalam. Bila empati dijalankan, pemahaman
tentang dunia kehidupan klien akan secara alamiah muncul. Ada semacam
rasa terhubung antara terapis dan klien yang melahirkan pemahaman
itu.
3. Penerimaan positif tanpa syarat. Kualitas terakhir yang juga penting adalah
R
sikap menerima klien tanpa syarat sangat yang (unconditional positive
regard). Apapun kondisinya kita terima tanpa menilai atau mengomentari
FO

dalam hati. Orang-orang yang sudah terbiasa dengan fenomenologi tidak


akan kesulitan mempraktikkan ini. Dalam fenomenologi, ada konsep
yang disebut epoche yang berarti melihat pengalaman orang lain apa
adanya. Dibutuhkan sikap netral untuk menjalankan kualitas ini. Apapun
latar belakang klien, terapis menerima secara positif. Penerima positif
ini bisa dirasakan vibrasinya oleh klien dan akan bermanfaat sekali bagi
T

keterbukaan klien untuk mengekspresikan diri.


NO

Pendekatan Humanistik yang Lain


Menjadi jelas sekarang bahwa perspektif humanistik sangat kental diwarnai
dengan cara pandang yang melihat manusia sebagai pribadi yang unik
dan dalam keunikannya itu bergerak menuju kepenuhan. Masa lalu yang
dipersoalkan dalam psikonalisis tidak penting. Pengondisian yang banyak
dibicarakan dalam behaviorisme juga tidak penting. Tugas terpenting terapis
adalah membantu klien yang terhambat pertumbuhannya untuk melanjutkan
pertumbuhannya itu.
116 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Terapi yang sentral dalam terapi humanistik adalah person-centered


therapy dari Rogers. Meski demikian, ada beberapa terapi lain yang juga
punya pemahaman yang terhubung dengan pandangan humanistik. Di sini,
akan ditampilkan dua model terapeutik lain yang bercorak humanistik, yaitu
terapi makna (logoterapi) dan terapi Gestalt.

LE
1. Logoterapi. terapi ini dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi
melihat bahwa persoalan psikologis seringkali terkait dengan hidup tanpa
makna. Istilah “logos” diambil dari bahasa Yunani yang berarti makna.
Selama makna itu belum ditemukan, selama itu pula kita potensial

SA
merasakan semacam frustrasi eksistensial. Makna hidup itu bervariasi
untuk setiap orang. Orang yang menemukan makna hidupnya akan
merasa betah dan nyaman dengan hidupnya sendiri. Ada beberapa
teknik yang dikembangkan oleh Frankl dalam proses terapeutik. Tiga
di antaranya yang penting adalah derefleksi, intensi paradoksikal, dan
dialog Sokratik.
R
§ Teknik derefleksi digunakan untuk mengalihkan perhatian seseorang
dari pandangan yang negatif (tidak berarti) tentang dirinya ke
FO

padangan yang positif (berarti) tentang dirinya.


§ Dalam intensi paradoksikal, klien yang cemas atau ketakutan
dihadapkan pada sumber terbesar ketakutan.
§ dan dalam dialog Sokratik, terapis menyimak kata-kata klien dan
mendorong klien untuk merefleksikan lebih dalam pernyataan-
pernyataannya sendiri. Dalam proses itu, klien diharapkan bisa
T

pelan-pelan menemukan makna hidup.


Teknik-teknik itu bermuara pada upaya membantu klien menggeser
NO

cara mereka melihat hidup dari pesimis dan tanpa harapan menjadi
optimis dan penuh harapan. Hidup dengan optimisme dan harapan itu
adalah ciri dari hidup yang bermakna.
2. Terapi Gestalt. Terapi ini dibawa dari Jerman ke Amerika Serikat oleh
Fritz Perls yang kemudian berganti nama menjadi Frederick Perls. Terapi
Gestalt bisa kita sebut sebagai semacam “pemberontakan” terhadap
psikoanalisis yang melihat manusia sebagai korban masa lalunya. Dalam
terapi Gestalt, masa lalu diabaikan. Penekanannya adalah pada dorongan
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 117
117
kepada klien untuk hidup di sini dan pada saat ini (here and now). Teknik
Gestalt yang sangat terkenal dalam psikologi adalah teknik kursi kosong
(empty chair) di mana klien diajak berbicara hati ke hati dengan orang
yang dipersepsikannya telah membuat dia merasa sakit. Klien diminta
untuk berbicara dengan kursi kosong seolah-olah di kursi itu saat ini

LE
sedang duduk orang yang membuatnya terganggu secara emosional.
Dalam mengikuti terapi ini, Perls menekankan betul pentingnya menjadi
diri sendiri tanpa takut akan penilaian orang lain. Terapis Gestalt harus
tampil apa adanya dan menciptakan iklim yang nyaman bagi klien untuk

SA
bercerita. Berikut ini adalah Doa Gestalt (Gestalt Prayer) dari Fritz Perls
yang kalau Anda hayati mencerminkan bentuk apa yang terjadi dalam
terapi Gestalt.

Teks Orisinal Transkreasi


R
I do my thing and you do your Aku punya urusanku dan kamu punya
thing. urusanmu.
I am not in this world to live up to Aku hidup di dunia ini bukan untuk
FO

your expectations, ikut maumu dan kamu hidup di dunia


And you are not in this world to ini bukan untuk ikut mauku.
live up to mine. Aku adalah aku dan kamu adalah
You are you, and I am I, and if kamu.
by chance we find each other, it’s Kalau kita “nyambung”, tentu saja
beautiful. bagus.
If not, it can’t be helped. Kalau kita “tidak nyambung”, kita
T

tidak bisa apa-apa.


NO

4.5 PENDEKATAN TRANSPERSONAL


“Psikolog-psikolog saat ini tertarik dengan kepompong.
Mereka tidak melihat sisi lain dari proses itu, menjadi kupu-kupu.
Psikologi transpersonal ... berusaha melihat keseluruhan proses.”
Robert Frager,
Profesor psikologi transpersonal
118 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Kita sekarang sampai pada pendekatan yang keempat, yaitu psikologi


transpersonal. Psikologi ini sangat jarang dibicarakan dalam literatur psikologi
Barat sehingga penulis merasa perlu memberi sedikit latar belakang historis
agar pemahaman pembaca menjadi lebih komprehensif. Psikologi transpersonal
bermula dari gerakan sejumlah tokoh psikologi yang tertarik untuk berkumpul,

LE
berdiskusi, dan berbagi pengalaman tentang kehidupan spiritual. Ini terjadi
di tahun 1960-an. Di era itu, lahir satu lembaga yang menjadi cikal bakal
perkembangan kajian-kajian tentang spiritualitas dalam psikologi. Lembaga
itu didirikan oleh Michael Murphy dan Richard Price pada tahun 1962 di

SA
Carmel, California dan diberi nama Esalen Institute. Di lembaga ini, filsafat
Timur dan Barat dipertemukan untuk membantu menggali potensi diri
manusia yang belum disadari. Orang-orang yang tertarik dengan pengalaman
spiritual menggelar kuliah, seminar, dan latihan spiritual, seperti Zen, yoga,
dan teknik-teknik meditasi lain. Kegiatan-kegiatan itu bisa dimanfaatkan oleh
para pengunjung untuk melepaskan diri dari beban emosional.
R
Di tahun 1962 itu juga, Abraham Maslow hadir di Esalen sebagai
pendatang baru. Pada saat itu, Maslow sudah sangat dikenal luas dalam
psikologi sebagai peletak dasar aliran humanistik dan kerap menjadi
FO

pembicara dalam diskusi-diskusi ilmiah. Iklim spiritual di sana menjadi


salah satu faktor penting yang memantapkan niat Maslow untuk membawa
spiritualitas ke dalam tubuh psikologi. Di sana, Maslow bertemu dengan
Anthony Sutich, psikoterapis yang juga memiliki minat dan perhatian yang
besar pada pengalaman spiritual. Pada tanggal 4 September 1967, Maslow
T

memberi ceramah mengenai psikologi transhumanistik sebagai psikologi


yang melampaui psikologi humanistik. Istilah “transhumanistik” itu dipinjam
Maslow dari Julian Huxley. Maslow sebenarnya masih belum merasa cocok
NO

dengan istilah itu. Pada bulan Februari 1968, Maslow mengganti istilah
“psikologi transhumanistik” itu dengan “psikologi transpersonal” atas usulan
Stanislav Grof. Sejak itu, psikologi transpersonal mulai dipopulerkan dan
disosialisasikan. Apakah psikologi transpersonal itu? Ada begitu banyak
definisi psikologi transpersonal yang diikemukakan. Lajoie and Saphiro (1992)
mengumpulkan 202 definisi tentang psikologi transpersonal dan kemudian
mengajukan definisi yang dianggap menyatukan semuanya. Definisi itu
berbunyi begini:
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 119
119

Teks Orisinal Transkreasi

Transpersonal Psychology is Psikologi transpersonal adalah


concerned with the study of psikologi yang terkait dengan kajian

LE
humanity’s highest potential, and tentang potensi tertinggi manusia
with the recognition, understanding, dan juga terkait dengan pengenalan,
and realization of unitive, spiritual, p ema haman, d an p er wujud an
and transcendent states of dari kesatuan, spiritualitas, dan
consciousness transendensi.

SA
Mari kita berfokus saja pada istilah “potensi tertinggi”. Istilah ini
menunjukkan bahwa manusia punya potensi untuk berkembang penuh atau
maksimal sebagai manusia. Istilah ini muncul karena manusia seringkali
hidup tanpa memaksimalkan kemanusiaannya. Bila potensi tertinggi itu
R
terwujud, maka individu akan secara alami akan mengalami (1) apa itu
kesatuan dengan Tuhan, alam semesta, dan manusia yang lain, (2) apa itu
spiritualitas (dunia batin yang lebih dalam dan paling dalam), dan (3) apa
FO

itu transendensi (pengalaman bahwa aku lebih daripada yang selama ini aku
pikirkan).
Di bagian awal diskusi tetang psikologi transpersonal ini, penulis
mengutip pernyataan Frager bahwa psikologi transpersonal terkait dengan
transformasi manusia dari kepompong menjadi kupu-kupu. Memang, tidak
mudah menjadi kupu-kupu karena banyak tantangan yang ada dalam diri
T

kita sendiri. Psikologi transpersonal bertujuan mengkaji dan mengembangkan


beragam cara untuk menyingkiran tantangan-tantangan. Setiap tantangan
NO

yang disingkirkan adalah langkah maju menuju potensi tertinggi manusia.


Apakah potensi tertinggi manusia? Dalam Psikologi Timur, potensi
tertinggi manusia adalah menjadi pribadi yang tercerahkan, yaitu pribadi
yang memiliki pandangan yang jernih tentang hidup. Orang-orang yang
tercerahkan seringkali digambarkan sebagai orang-orang yang sudah bebas
paripurna dan tidak lagi merasakan beban apapun dalam menjalani hidupnya.
Manusia-manusia tercerahkan kita kerapkali dijadikan model “kepribadian
sehat” oleh banyak orang.
120 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Kalau dikaitkan dengan psikologi humanisitik Maslow, orang-orang yang


tercerahkan tidak lagi hidup dengan kebutuhan dasar (basic needs), tetapi
hidup dengan meta kebutuhan (metaneeds). Contoh yang kerap dimunculkan
dalam banyak literatur adalah Theresa dan Mahatma Gandhi. Mereka tidak
lagi punya kepentingan pribadi (self-interest). Ego mereka sudah mati. Apa

LE
yang mereka lakukan bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk kemanusiaan
(humanity). Nah, manusia-manusia seperti itu kerap dijadikan referensi dalam
psikologi transpersonal untuk memahami proses melepaskan diri kekangan
ego. Penderitaan hidup kita sebenarnya adalah akibat yang ditimbulkan

SA
oleh ego kita sendiri. Orang-orang yang masih hidup dalam pengaruh ego
disebut manusia personal (personal being); sementara orang-orang yang sudah
melampaui egonya disebut manusia transpersonal (transpersonal being).

Transpersonal dan Spiritualitas Timur


R
Perjalanan hidup melepaskan diri dari ego mirip dengan perjalanan spiritual.
Tidak heran bila psikologi transpersonal seringkali disebut juga sebagai
psikologi spiritual. Memang, psikologi transpersonal bisa menjadi wadah
FO

bagi ajaran-ajaran spiritual yang berkembang dalam agama. Hampir semua


agama yang berkembang berasal dari ajaran-ajaran Timur. Istilah “ajaran
Timur” di sini merujuk pada ajaran spiritual yang terbentar dari Arab sampai
ke Nusantara. Ada beberapa tradisi spiritual yang umum dibicarakan dalam
psikologi transpersonal, antara lain tradisi yoga, tradisi Buddhis, tradisi Sufi.
Ketiga tradisi ini akan kita bicarakan sekilas di sini.
T

1. Tradisi yoga. Tradisi Yoga bisa disebut sebagai tradisi spiritual tertua.
Fondasi ajaran Yoga bisa ditemukan dalam Kitab-kitab kuno yang
NO

disebut Upanishads yang secara harfiah berarti “duduk dekat kaki sang
guru”. Dalam ajaran Timur, guru adalah istilah yang sakral. Gu berarti
kegelapan dan ru berarti cahaya. Guru adalah orang yang membawa
sinar dalam dirinya dan dengan sinar itu dia bisa menyingkirkan
kegelapan dalam muridnya. Tradisi yoga adalah tradisi yang mengalir
dari guru ke murid selama ribuan tahun. Ajaran yoga kemudian ditulis
dan menjadi sistematis lewat karya besar Patanjali yang berjudul “Yoga
Sutra”. Siapapun yang mengaku paham yoga pasti pernah membaca
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 121
121
kitab itu. Yoga berasal dari kata yuj yang berarti penyatuan (union).
Tujuan dari yoga adalah menyatukan diri dengan Yang Ilahi. Untuk
bisa menyatukan diri, perjuangan kita adalah mengakses “atman (diri
yang suci)” dalam diri kita. Tidak mudah dan butuh latihan spiritual.
Ada banyak latihan spiritual yang ditawarkan dalam yoga. Seorang

LE
guru tahu latihan yang cocok buat muridnya. Dalam masyarakat Barat,
salah satu bentuk yoga yang popular adalah hathayoga di mana mereka
berlatih dengan postur-postur tertentu untuk membantu kesehatan fisik
dan psikologis mereka. Latihan seperti itu bermanfaat, tapi ingat bahwa

SA
yoga bukan untuk kebugaran fisik, tetapi jalan mengakses atman. Atman
inilah yang menyatukan kita dengan Yang Ilahi (Paramatman).

2. Tradisi Buddhis. Peletak dasarnya adalah Siddharta Gautama yang


kemudian dikenal sebagai Buddha setelah mendapatkan Pencerahan di
bawah pohon Boddhi. Buddha berarti orang yang sudah hidup buddhi-
R
nya. Kata Sanskerta “buddhi” ini kemudian menjadi budi dalam bahasa
Indonesia. Budi adalah inteligensi universal yang secara alami terpancar
pada orang yang sudah mengalami Pencerahan. Kita mungkin sudah
FO

sering mendengarkan istilah pencerahan saat seseorang keluar dari


kebingungan konseptual. Istilah “Pencerahan (dengan huruf capital)”
berbeda dari istilah yang umum seperti itu. Dalam spiritualitas Timur
pada umumnya atau ajaran Buddhis pada khususnya, Pencerahan
mengarah pada pengalaman sudah paham siapa sebenarnya aku ini,
paham ada apa saja dalam aku. Karena aku ini sama dengan aku-aku yang
T

lain (orang lain), maka memahami aku sebenarnya berarti memahami


orang lain. Memahami aku dan orang lain berarti memahami manusia.
NO

Seorang Buddha adalah orang yang memahami manusia lewat memahami


dirinya sendiri sampai ke bagian yang paling dalam. Psikologi sebagai
ilmu tentang manusia, khususnya jiwa manusia, tentu saja bisa belajar
dari ajaran Buddha ini. Sejak psikologi Barat berdiri di tahun 1879,
ajaran Buddha baru mulai masuk ke Psikologi Barat di tahun 1970-an,
khususnya lewat mindfulness. Saat ini mindfulness sudah menjadi tren
dengan tingkat popularitas yang sangat tinggi dalam psikologi Barat. Ada
banyak sekte atau aliran yang berkembang dari ajaran Buddha. Orang-
122 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

orang di Barat banyak mengenal ajaran mindfulness lewat aliran Zen dan
Tibet. Dalam bahasa aslinya, mindfulness itu disebut smrti dalam bahasa
Sanskerta atau sati dalam bahasa Pali. Smrti/sati itu berarti ingat untuk
selalu menjaga diri dari pikiran-pikiran liar yang menyeret kita jauh
dari kedamaian. Dalam bahasa Jawa, smrti/sati itu bisa kita paralelkan

LE
dengan eling yang juga berarti mengingat untuk selalu sadar.
3. Tradisi Sufi. Tradisi spiritual dalam Islam yang juga berkembang dalam
psikologi transpersonal adalah tradisi Sufi atau yang dalam komunitas
Islam di Indonesia lebih umum dikenal dengan nama “tasawuf ”. Pada

SA
tahun 1975, Institut Psikologi Transpersonal berdiri di Amerika Serikat.
Insitut itu sekarang bernama Universitas Sofia. Pendirinya adalah seorang
guru Sufi. Kalau kita masuk ke dalam ajaran Sufi (tasawuf), kita akan
bertemu dengan sisi Islam yang lembut. Secara umum dan sederhana
sekali, inti ajaran sufi bisa dirumuskan sebagai upaya melemahkan
nafs (nafsu/hasrat) dan menghidupkan qalb (kalbu/hati). Tentu saja,
R
melemahkan nafs itu butuh tahapan karena nafs itu banyak jenisnya,
mulai dari yang bekerja sangat kasar sampai yang bekerja dengan halus.
FO

Dalam proses memurnikan nafs itu, diperlukan latihan-latihan rohani


yang biasanya dijalankan dibawa panduan seorang guru yang sudah
berpengalaman yang disebut murshid dalam bahasa Arab atau pir dalam
bahasa Persia. Orang yang serius mempelajari ajaran Sufi dikenal dengan
nama murid. Dalam psikologi Sufi, tahap demi tahap kita diperkenalkan
dengan jalan menuju sinar Ilahi (nur Illahi) dalam diri kita masing-
T

masing. Penghalang sinar Ilahi itu adalah nafs kita sendiri yang dalam
psikologi Barat disebut ego.
NO


Terapi dalam Psikologi Transpersonal
Sampai di sini, perlu ditekankan bahwa psikologi transpersonal pada dasarnya
adalah psikologi transegoik. Psikologi transpersonal mengajak kita melampaui
persona; sementara psikologi transegoik mengajak kita melampaui ego. Kita
mungkin sudah sering menggunakan istilah personal sebagai pribadi. Di sini
istilah “personal” mengarah pada kata “persona” dalam bahasa Yunani yang
berarti topeng (mask). Topeng berarti adalah tipuan. Manusia personal adalah
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 123
123
manusia yang hidup dalam keadaan tertipu. Pertanyaannya, siapa penipunya?
Dalam psikologi Timur, penipunya adalah ego. Coba simak sebentar beberapa
ucapan bijak dari beberapa guru spiritual di Timur berikut ini:

LE
The ego is a veil between humans and God.
Jalaluddin Rumi
Ego adalah penghalang antara manusia dan Allah.

The battle of yoga  is with the body and with the ego. You
must conquer your ego, or small self, so that you can let

SA
your soul, your big Self, be victorious.
Iyengar
Yoga adalah perang dengan badan dan ego. Kamu
harus menaklukkan egomu supaya rohmu bisa menjadi
pemenang.

Ego is just like dust in the eyes, without clearing the dust, we
R
can’t see anything clearly. So clear the ego and see the world.
Buddha Gautama Ego itu ibarat debu di mata. Kalau tidak dibersihkan, kita
FO

tidak bisa melihat jelas apapun. Bersihkan egomu dan


lihatlah dunia.

Silence is the Cross on which we must crucify our ego.


Seraphim Sarov Keheningan adalah salib di mana kita harus menyalibkan
ego kita.
T

Keempat tokoh itu berasal dari empat tradisi spiritual yang berbeda
(Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen), tapi mereka sepakat bahwa tantangan
NO

terbesar untuk bahagia adalah ego. Penulis hanya ingin mengatakan bahwa
kita pada dasarnya adalah makhluk spiritual. Sayangnya, spiritualitas kita
tidak terpancar karena terhalang oleh ego. Dengan pemahaman tentang ego
yang seperti itu, kita sekarang bisa membicarakan terapi transpersonal.
Terapi transpersonal adalah terapi apa saja yang bertujuan memfasilitasor
seseorang berkembang dari hidup yang dikendalikan ego menuju hidup yang
lepas dari kendali ego. Masyarakat Timur sebenarnya menyediakan macam-
macam teknik untuk menghancurkan ego. Kita hanya perlu menariknya
124 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

ke dalam psikologi untuk uji manfaat ilmiahnya. Dalam masyarakat Barat,


beberapa tokoh sudah memperkenalkan macam-macam terapi yang bertujuan
mendorong ke arah perkembangan spiritual. Tokoh-tokoh itu bisa ditemukan
di dalam macam-macam aliran psikolgi sejauh pandangannya mengarah
pada mendorong ke arah spiritualitas. Di sini penulis akan menampilkan

LE
tiga terapi yang bisa disebut sebagai transpersonal:
1. Jungian therapy. Seluruh rangkaian terapi yang dikembangkan Jung
bisa dilihat sebagai rangkaian yang mengarahkan kita pada inti dari
manusia. Inti dari manusia itu adalah Self. Jung (1964) mengagumi candi

SA
Borobudur sebagai simbol perjalanan menuju diri spiritual yang disebut
Self (Jerman: Selbst). Stupa Induk di puncak Boroudur adalah simbol
Self. Selama kita tidak mengakses Self itu, maka selama itu pula kita
masih dalam kendali ego. Ego perlu dibawa dan dileburkan ke dalam
Self itu. Untuk membawa ego dan meleburkannya ke Self, kita butuh
tahapan mulai dari mengenal kompleks dalam ketidaksadaran personal
R
dan kemudian mengenal arketipe dalam ketidaksadaran kolektif. Bila
waktunya tiba, Self akan terakses. Self itulah yang terhubung dengan
FO

Yang Ilahi. Jung (YouTube, 2020, Januari) pernah diwawancarai oleh


BBC dan mendapat pertanyaan, “Apakah Anda percaya Tuhan?”. Dia
menjawab, “Saya tidak perlu percaya. Saya tahu bahwa dia ada”. Dalam
jawabannya itu, Jung membedakan antara percaya dan tahu. Percaya
pada Tuhan muncul pada orang yang butuh kejelasan tentang Tuhan
di saat ada perasaan tidak jelas; sedangkan tahu Tuhan muncul pada
T

orang yang punya pengalaman pribadi tentang Tuhan yang tidak perlu
diekspresikan atau diungkapkan ke orang lain. Jauh lebih penting daripada
NO

mengetahui Tuhan adalah mengalami Tuhan. Caranya adalah dengan


mengakses Self dalam diri kita masing-masing. Jung menyebut orang
yang sudah berhasil mengakses Self itu sebagai orang yang mencapai
individuasi-diri (self-individuation). Itulah orang yang berkepribadian
sehat. Seluruh model terapeutik Jung mengarah ke situ.

2. Psikosintesis. Psikosintesis adalah model terapeutik yang dikembangkan


oleh psikiater Italia Roberto Assagioli di awal tahun 1900-an. Dia
mendalami ajaran Freud dan Jung dan menjadi salah satu tokoh yang
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 125
125
memperkenalkan psikoanalisis di Italia. Selain tertarik pada psikoanalisis,
dia juga tertarik pada ajaran Timur, khususnya yoga. Dia menyatakan
perlunya mengembangkan pandangan yang inklusif dan holistik. Inilah
yang kemudian menjadi salah satu ciri yang kental dalam psikologi
transpersonal. Assagioli (1971) memperkenalkan diagram yang

LE
menggambarkan dunia kejiwaan manusia yang dikenal dengan nama egg
diagram karena bentuknya yang menyerupai telur. Dalam diagram itu,
sangat jelas terlihat bagaimana psikonalisis disintesiskan dengan ajaran
Timur. Assagioli memilih kata “sintesis” untuk teori dan terapi yang dia

SA
kembangkan. Dia melihat bahwa dalam diri setiap orang, ada macam-
macam aspek kepribadian yang berusaha membentuk harmoni. Selama
harmoni itu belum tercapai, kita tidak akan merasa “penuh”. Proses terapi
yang dijalankan bisa disebut sebagai terapi berbicara (talk therapy) yang
mengajak klien untuk berintrospeksi tentang dirinya sendiri. Beberapa
alat bantu yang digunakan adalah guided imagery, karya seni dalam
R
bentuk simbol (symbolic artwork), atau buku harian. Teknik lain yang bisa
digunakan adalah meditasi. Praktisi psikosintesis biasanya terbuka pada
macam-macam teknik sejauh bisa membantu perkembangan seseorang
FO

memahami ketidakasadaran sekaligus dimensi spiritual dalam dirinya.

3. Mindfulness. Mindfulness diperkenalkan ke dalam psikologi Barat oleh


Jon Kabat-Zinn. Berikut ini adalah definisi induk dari mindfulness yang
dikemukakan oleh Kabat-Zinn (1982),
T

Teks Orisinal Transkreasi


NO

Mindfulness is the awareness that Mindfulness adalah kesadaran yang muncul


arises from paying attention, on saat kita memperhatikan (sesuatu) secara
purpose, in the present moment sadar, benar-benar hidup di saat ini, dan
and non-judgmentally”. tidak membuat penilaian apapun.

Ajaran seperti itu adalah ajaran yang umum dan biasa ditemui di Timur.
Latihan-latihan mindfulness sudah dirasakan manfaatnya dalam mengurangi
kecemasan, stres, dan depresi. Bahkan terakhir dikembangkan oleh Fadel
126 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Zeidan untuk menghilangkan rasa sakit (pain). Mahasiswa-mahasiswa di


Amerika Serikat sudah banyak yang diperkenalkan dengan mindfulness ini.
Beberapa profesor psikologi di sana juga sudah menjadikan mindfulness
sebagai gaya hidup. Inti dari mindfulness adalah kemampuan untuk melihat
jernih tanpa menilai. Tanpa menilai berarti melepaskan diri dari asumsi

LE
atau konstruk atau konsep. Dampak yang dirasakan secara alamiah bila kita
tidak menilai adalah kita benar-benar hidup saat ini. Masa lalu dan masa
depan itu sebenarnya tidak ada. Masa lalu adalah buatan kekecewaan kita
dan masa depan adalah buatan kekhawatiran kita. Begitu kekecewaan dan

SA
kekhawatiran hilang, maka yang tersisa adalah aku di sini dan saat ini (here
and now). Hidup di sini dan saat ini (here and now) hanya bisa terjadi kalau
kita berlatih. Menjalaninya tidak mudah dan butuh latihan bertahap. Durasi
yang ditetapkan oleh Kabat-Zinn adalah delapan minggu. Hari demi hari,
diri sendiri diharapkan bisa dilihat semakin jernih. Dalam bahasa yang lebih
ringkas lagi, mindfulness bertujuan melihat diri sendiri apa adanya.
R
Refleksi: Mengangkat Terapi Timur
FO

Bagi psikologi Indonesia, psikologi transpersonal bisa dilihat sebagai


pendekatan yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan kearifan
Timur Nusantara menjadi metode terapeutik. Dalam pengamatan penulis,
perkembangan psikologi transpersonal di Barat cukup signifikan, tapi
cenderung lambat. Psikologi transpersonal sudah dimunculkan tahun 1971,
tapi belum mendapat penerimaan American Psychological Association (APA)
T

dan hanya dimasukkan dalam Divisi Humanistik. Penerimaan hanya terjadi


di British Psychological Society (BPS) yang memiliki divisi khusus psikologi
NO

transpersonal. Ini sengaja penulis munculkan untuk mengungkapkan dua


kenyataan: (1) kenyataan bahwa masuknya gagasan spiritual Timur ke
dalam psikologi Barat cukup lambat meskipun pada akhirnya diterima dan
(2) kenyataan yang umum terjadi di Indonesia adalah bahwa gagasan perlu
menunggu penerimaan Barat untuk kemudian dianggap ilmiah. Inilah yang
terjadi pada mindfulness. Ajaran intinya sudah berkembang tahun 500 S.M
dan belakangan ini popular di Indonesia setelah dimodifikasi untuk orang
Barat. Pertanyaan reflektifnya adalah: Kenapa tidak langsung membaca dan
mendengarkan dari guru-guru kita di Timur yang memang paham?
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 127
127
Kita harus realistis dengan kenyataan bahwa seperti itulah budaya
akademis yang berkembang di Indonesia. Upaya yang perlu didorong saat
ini adalah mempelajari sungguh-sungguh kebenaran dalam ajaran Timur.
Pemahaman yang dalam tentang kebenaran Timur tidak perlu dikhawatirkan
akan berseberangan dengan ilmu pengetahuan. Salah satu guru spiritual yang

LE
besar di Timur dari aliran Buddhisme Tibet yang bernama Dalai Lama XIV
(2003:77) mengeluarkan pernyataan yang sangat menantang bagi ilmuwan:

Teks Orisinal Transkreasi

SA
My confidence in venturing into Keyakinan saya untuk mengambil risiko
science lies in my basic belief that masuk ke dalam sains (ilmu pengetahuan)
as in science so in Buddhism, karena saya punya keyakinan dasar bahwa
understanding the nature of bahwa sains sejalan dengan Buddhisme,
reality is pursued by means of [yaitu bahwa] pemahaman akan kenyataan
critical investigation: if scientific yang sesungguhnya didapatkan melalui
R
analysis were conclusively to penelitian yang kritis. Jika analisis ilmiah
demonstrate certain claims in secara konklusif (bulat) menunjukkan bahwa
FO

Buddhism to be false, then ada ajaran dalam Buddhisme yang keliru,


we must accept the findings maka kami menerima temuan-temuan
of science and abandon those sains dan meninggalkan ajaran-ajaran
claims. [Buddhisme] itu.

Perhatikan bagian yang dicetak miring. Sikap ilmiah seperti itu bisa kita
miliki kalau kita mau membawa ajaran spiritual dalam kearifan Nusantara ke
T

dalam psikologi yang ilmiah. Indonesia adalah bagian dari masyarakat Timur
yang seharusnya bisa menjadi lahan yang kondusif untuk mengembangkan
NO

psikologi Timur. Kita hanya perlu berani mengeksplorasi lebih jauh kekayaan
ajaran spiritual yang berkembang di Nusantara dan membawanya ke dalam
psikologi untuk dikembangkan tanpa harus menunggu persetujuan Barat.
Ada baiknya untuk selalu mengingat bahwa metode terapi itu hanya
turunan dari suatu paradigma. Paradigma Timur itu sudah mapan dan
sudah jadi. Kebenarannya sudah teruji selama berabad-abad. Kalau kita
paham, kita sebenarnya hanya perlu memodifikasi dan menyesuaikannya
dengan perkembangan zaman. Perhatikan tulisan dari dua tokoh besar dalam
psikologi tentang psikologi Timur berikut ini:
128 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Teks Orisinal Transkreasi

What the East knows about Apa yang [psikologi] Timur ketahui tentang
the human mind is at least pikiran manusia, sedikitnya 2000 tahun lebih

LE
2000 years ahead of western maju daripada psikologi Barat.
psychology.
(Carl Gustav Jung
dalam buku Anand Krishna
NeoSpiritual Hypnotherapy, 2012:41)

SA
Teks Orisinal Transkreasi

Asian psychology has proved Psikologi Asia (psikologi Timur) sudah


remarkably durable, surviving membuktikan daya tahannya yang luar
longer than two thousand years. biasa, sudah bertahan hidup lebih dari
R
Western personality theories dua ribu tahun. Teori-teori Barat tentang
are quite young by comparison. kepribadian manusia masih terlalu muda
Vi r t u a l l y e v e r y E a s t e r n kalau mau dibandingkan dengan psikologi
FO

meditation system transplanted Asia. Sebenarnya, setiap sistem meditasi Timur


to the West–Transcendental yang dimasukkan ke Barat (seperti meditasi
Meditation, Zen, and the like– transendental, meditasi Zen, dan sejenisnya)
stems from this psychology berasal dari psikologi Asia ini atau psikologi
or another much like it. But lain yang mirip. Namun datangnya psikologi-
these recent arrivals are by no psikologi Timur ke Barat belakangan ini adalah
T

means the first dissemination penyebaran pertama dari teori-teori psikologis


of Eastern psychological theory Timur ke Barat.
to the West.
NO

(Goleman dalam Meditative Mind, 1984:87)

4.6 BAGAIMANA MEMILIH PENDEKATAN?

Setelah membaca keempat pendekatan di atas, pertanyaan yang kemudian


muncul adalah: bagaimana memilih pendekatan? Pertanyaan itu sebenarnya
paling cocok kalau dijawab secara pribadi. Pilihan kita pada apapun dalam
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 129
129
hidup tidak bisa lepas dari pengalaman hidup kita masing-masing. Pengalaman
hidup itu kemudian membantu preferensi. Jadi pertanyaan yang lebih sesuai
adalah: pendekatan manakah yang menjadi preferensi saya?
Untuk tahu preferensi, membaca macam-macam pendekatan bagus untuk
pemetaan awal. Setelah gambaran yang menyeluruh terbentuk, kita bisa

LE
menentukan preferensi. Belajar dari tokoh-tokoh penting dalam psikologi,
kita bisa melihat banyak pergeseran yang terjadi. Sigmund Freud, misalnya,
dulunya adalah seorang dokter saraf yang kemudian tertarik dengan dunia
kejiwaan, khususnya ketidaksadaran. Frederick Perls awalnya tertarik

SA
berkenalan dengan psikoanalisis, tetapi kemudian mengembangkan sendiri
terapi yang disebut terapi Gestalt. Begitu juga dengan Maslow yang dulunya
adalah tokoh behavioral tulen dan Carl Rogers yang dulunya akrab dengan
psikoanalisis.
Beberapa literatur memperkenalkan kita dengan model eklektik yang
berarti mengambil dan memilih dari berbagai pendekatan. Ini tentu saja
R
baik, tetapi tetap saja ada yang mengemukakan kritik. Orang-orang yang
menggunakan pendekatan eklektik kerap dianggap sebagai orang-orang yang
bingung dan tidak bisa membuat pilihan karena pemahaman teoretisnya yang
FO

kurang mendalam. Poin pentingnya, pada apapun yang menjadi preferensi


kita, atau bahkan pilihan kita, tidak ada kebenaran tunggal. Silakan membuat
pilihan dengan memiliki sikap filosofis bahwa kebenaran tentang jiwa itu
relatif. Silakan mendekati jiwa itu dalam cara yang paling cocok buat Anda
dan dirasakan manfaatnya oleh orang-orang di sekitar Anda.
T
NO

LATIHAN
Carilah contoh-contoh kasus klinis yang merupakan penerapan dari masing-
masing pendekatan dalam psikologi klinis yang sudah dibicarakan di atas. Buat
alasan yang mendasari mengapa kasus yang Anda pilih itu bisa dihubungkan
pendekatan tertentu.
130 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

RANGKUMAN
Kita sudah membicarakan empat pendekatan yang berkembang dalam
psikologi sejauh ini. Kekhasan yang kita tampilkan dalam bab ini adalah
psikologi transpersonal. Dengan sengaja psikologi transpersonal mendapat

LE
porsi di sini karena punya kaitan erat dengan psikologi Timur yang menjadi
habitat hidup kita sehari-hari. Untuk sekedar membentuk gambaran umum
tentang keempat pendekatan itu, kita bisa membuat kesimpulan sebagai
berikut:

SA
1. Pendekatan psikoanalitis. Dalam pendekatan ini, khususnya versi
Freudian, masa lalu dilihat sebagai penentu kondisi psikologis saat ini.
Semua pengalaman masa lalu tersimpan dalam ketidaksadaran. Problem
psikologis adalah dampak dari memori-memori traumatis yang direpresi.
Kita pada dasarnya adalah makhluk yang tidak bebas karena dibentuk oleh
pengalaman masa lalu kita. Menjadi manusia sehat berarti menjadikan
R
sadar apa yang tidak disadari. Pada Jung, dunia ketidaksadaran Freud
diperluas dan menjangkau dunia ketidaksadaran transpersonal (kolektif).
FO

Pusat dari ketidaksadaran kolektif itu adalah Self (jatidiri). Kalau Self
ini bisa diakses, maka secara alami kepribadian kita menjadi sehat.
Seluruh terapi Jungian pada dasarnya adalah upaya membawa klien
menuju penyatuan dengan Self-nya. Pandangan Jung tentang lapisan
ketidaksadaran transpersonal dekat dengan pemahaman psikologi Timur.
2. Pendekatan behavioral. Dalam pendekatan ini, yang disebut kepribadian
T

sebenarnya hanyalah akumulasi dari pengondisian. Pengondisian itu


sendiri terbentuk dari relasi S-R. Dalam pendekatan behavioral, manusia
NO

juga tidak punya kekebasan karena dia dibentuk oleh lingkungan


sekitarnya. Dalam pendekatan behavioral kognitif sosial, pola SR itu
menjadi lebih longgar menjadi S-O-R. Manusia tidak sebatas merepons
stimulus, tetapi juga melakukan pemprosesan kognitif untuk stimulus
yang diterima. Perkembangan terakhir dari pendekatan behavioral mulai
menunjukkan kedekatan dengan psikologi Timur, khususnya lewat sintesis
cognitive behavioral therapy (CBT) dengan mindfulness yang dikenal
dengan nama mindfulness-based cognitive therapy (MBCT).
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 131
131
3. Pendekatan humanistik. Dalam pendekatan ini, kita bertemu dengan
cara berpikir yang kontras dibandingkan dengan dua pendekatan
sebelumnya. Dalam psikologi humanistik, manusia tidak dipecah atau
dilihat secara parsial. Manusia dilihat dalam totalitas pengalaman
hidupnya sebagai organisme. Manusia tidak ditentukan baik oleh masa

LE
lalu maupun oleh pengondisian. Manusia adalah makhluk yang bisa
menentukan dirinya sendiri menuju pertumbuhan maksimal asalkan iklim
sekitarnya mendukung bagi pertumbuhan itu. Oleh karena itu, seorang
terapis humanistik akan menyediakan lingkungan yang nyaman bagi

SA
klien untuk mengeluarkan apa saja yang menghambatnya berkembang
maksimal. Psikologi humanistik adalah aliran yang dekat dengan filsafat
fenomenologis dan psikologi Timur.
4. Pendekatan transpersonal. Pendekatan ini memberi penekanan pada
pandangan holistik (menyeluruh) dalam psikologi humanistik dengan
mengedepankan pandangan yang integral (utuh). Psikologi bisa
R
disebut sebagai kelanjutan dari psikologi humanistik. Dalam psikologi
transpersonal, spiritualitas mendapat tempat khusus sebagai bidang
FO

kehidupan yang membantu manusia berkembang menjadi pribadi yang


maksimal. Perkembangan maksimal dihambat oleh ego. Istilah ego dalam
psikologi Timur berbeda dengan istilah ego yang ada dalam psikoanalisis.
Ego di sini adalah kekuatan dalam diri manusia yang membuatnya
mementingkan diri sendiri sehingga hidupnya menjadi sempit dan
terpisah dari sifat aslinya yang terhubung dengan orang lain dan Yang
T

Ilahi. Setiap orang sebenarnya sudah spiritual. Problemnya adalah


bahwa spiritualitas itu tidak terpancar karena terhalang ego. Psikologi
NO

transpersonal terbuka menerima macam-macam teknik psikoterapeutik


sejauh teknik itu membantu klien berpindah dari personal/egoik menuju
transpersonal/transegoik.
132 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

TES FORMATIF
1. Perspektif dalam psikologi klinis yang melihat setiap klien sebagai pribadi
yang unik dikenal dengan sebutan:
a. perspektif makro

LE
b. perspektif mikro
c. perspektif idiografis
d. perspektif nomotetis
e. perspektif idiosinkretis

SA
2. Berikut ini adalah konsep yang menjadi kunci munculnya psikoanalisis:
a. supresi
b. represi
c. struktur tripartite
d. libido
R
e. libido seksual
3. Tujuan utama terapi psikoanalisis adalah:
a. membuat kesadaran disadari
FO

b. menghilangkan trauma dalam ketidaksadaran


c. melepaskan emosi destruktif
d. membuat yang tidak disadari menjadi disadari
e. membuat represi menjadi disadari
4. Berikut ini adalah dunia kejiwaan yang dibicarakan dalam pendekatan
T

psikoanalitis, kecuali:
a. kesadaran
NO

b. prasadar
c. ketidaksadaran personal
d. ketidaksadaran transpersonal
e. bawah-sadar
5. Berikut ini adalah pendekatan behavioral yang bertujuan memodifikasi
perilaku lewat pembentukan asosiasi dengan stimulus tertentu:
a. pengondisian operan
b. pengondisian responden
c. belajar sosial
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 133
133
d. sosial kognitif
e. token economy
6. Dulu orang menghindari naik kereta api karena di tengah jalan banyak
warga yang masuk berjualan ke dalam gerbong kereta. Penjualan dalam

LE
gerbong kemudian dihentikan dan banyak orang kembali meminati
bepergian dengan kereta api. Teknik operan yang digunakan dalam
contoh itu adalah:
a. penguatan positif
b. penguatan negatif

SA
c. hukuman positif
d. hukuman negatif
e. penguatan positif dan negatif
7. Saat Anda mengatakan sedih melihat ketidakadilan dan ketidakjujuran
dalam masyarakat dan merasakan dorongan untuk melakukan sesuatu
R
untuk perbaikan, maka Anda digerakkan oleh:
a. kebutuhan aktualisasi diri
b. kebutuhan rasa aman
FO

c. kebutuhan cinta kasih


d. kebutuhan transpersonal
e. metakebutuhan
8. Saat konseling, Anda benar-benar fokus memperhatikan klien Anda dan
menanggalkan dunia pengalaman pribadi Anda sambil berusaha masuk
T

dalam dunia pengalaman pribadi klien Anda. Dalam contoh itu, kualitas
yang Anda tampilkan adalah:
a. pengondisian
NO

b. empati
c. unconditional positive regard
d. epoche
e. simpati
9. Saat Anda benar-benar asyik dan larut menikmati sesuatu yang sedang
Anda lakukan tanpa terusik oleh pikiran-perasaan-emosi apapun yang
berseliweran dalam diri Anda, maka Anda berada dalam kondisi:
134 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

a. trans d. konsentrasi
b. meditasi e. kontemplasi
c. mindfulness
10. Dalam psikologi transpersonal, kita sebenarnya adalah makluk yang sudah

LE
spiritual. Hanya saja spritualitas kita tidak terpancar keluar. Penyebabnya
adalah:
a. represi d. superego
b. kompleks e. id
c. ego

SA
UMPAN BALIK
1. C 6. B
R
2. B 7. E
3. D 8. B
4. E 9. C
FO

5. B 10. C
T
NO
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 135
135

DAFTAR PUSTAKA

Assagioli, R. 1971. Psychosynthesis: A Collection of Basic Writings. New York:


Viking..

LE
Berne, E. 1992. Games people play: The psychology of human relationship.
New York: Ballantine Books.
Dare, C. 1988. Psychoanalytic family therapy. In: E. Street and W. Dryden
(eds) Famiy Therapy in Britain, Chapter 2: 23–50. Milton Keynes: Open

SA
University Press.
Dalai Lama. 2003. The Universe in a Single Atom: The Convergence of Science
and Spirituality. New York: Morgan Road Books.
Freud, S. 1914. On the history of the psychoanalytic movement. Standard
Edition, vol. XIV. London: Hogarth.
Freud, S. 1989. An outline of Psycho-anaysis. New York: WW. Norton &
R
Company
Freud, S. 1926. Inhibitions, symptoms and anxiety. Standard Edition, vol.
XX. London: Hogarth.
FO

Freud, S. 1923. The ego and the id. Standard Edition, vol. XIX. London:
Hogarth.
Freud, S. 1900. The interpretation of dreams. Standard Edition, vols. IV &
V. London: Hogarth.
Goleman, D. 1984. Meditative mind. New York: G.P. Putnam’s Sons
Jung, C.G. 1968. Analytical psychology: Its theory & practice. Londoon:
T

Routledge
Kabat-Zinn, J. 1982. An outpatient program in behavioral medicine for chronic
NO

pain patients based on the practice of mindfulness meditation: theoretical


considerations and preliminary results. General Hospital Psychiatry, 4(1),
33-47.
Krishna, A. 2011. NeoSpiritual hypnotherapy. Jakarta: Gramedia.
La kahija, Y.F. (2007). Hipnoterapi: Prinsip-prinsip Dasar Praktik Psikoterapi.
Jakarta: Gramedia.
Lajoie, D. H., & Shapiro, S. I. 1992. Definitions of transpersonal psychology:
The first twenty-three years. Journal of Transpersonal Psychology, 24(1),
79–98.
136 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Maslow, A. 1954. Motivation and personality. New York: Harper.


Maslow, A. H. (1967). A Theory of Metamotivation: the biological rooting of
the value-life. Journal of Humanistic Psychology, 7, 93-127.
Nietzel, Bernstein, & Milich. 1998. Introduction to Clinical Psychology. New
Jersey: Prentice Hall.

LE
Pavlov, I.P. 1927. Conditioned reflexes. London: Clarendon Press.
Rogers CR. 1957. The necessary and sufficient conditions of therapeutic
personality change. Journal of Consulting Psychology, 21(2), 95-103.
Rogers, C.R. (1989). On becoming a person: A therapist’s view of psychotherapy.

SA
New York: Houghton Mifflin Company
Watson, J.B. (1924). Behaviorism. New York: Norton.
[THE HIGHER YOU]. (2020, January 29). Do YOU Believe in GOD [Video
File]. Retrieved from R
FO
T
NO
BAB 4  PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI KLINIS 137
137

KONSEP-KONSEP KUNCI

§ Keberagaman pendekatan § Behavior modification


§ Idiografis versus nomotetis § Behavioral sosial-kognitif

LE
§ Prinsip dasar psikoanalisis § Belajar dengan observasi
§ Represi § Psikologi humanistik
§ Wilayah psike Freud § Hierarki kebutuhan dasar
§ Model tripartit Freud § Metakebutuhan

SA
§ Metode terapeutik Freudian § Person-centered therapy
§ Wilayah psike Jung § Medan fenomenal
§ Ketidaksadaran personal dan § Kualitas terapis humanistik
kompleks § Psikologi transpersonal
§ Ketidaksadaran transpersonal § Psikologi Timur
dan arketipe § Ego
R
§ Metode terapeutik Jungian § Transegoik
§ Analisis transaksional § Psikologi buddhis
§ Terapi keluarga § Psikologi yoga
FO

§ Stimulus-respons § Psikologi sufi


§ Stimulus-organisme-respons § Nafs dan qalb
§ Behavioral responden § Hathayoga
§ Respons terkondisikan § Psikologi Buddhis
§ Behavioral operan § Jungian therapy
§ Hukuman dan penguatan § Psikosintesis
T

§ Jadwal penguatan § Mindfulness


NO
138 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 5
FO

KEKHUSUSAN
T

PSIKOLOGI KLINIS
NO
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 139
139

5.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pokok bahasan ini berisi tentang berbagai kekhususan dalam psikologi
klinis. Dalam perkembangannya, psikologi klinis tidak dapat dilepaskan
perannya dalam bidang-bidang lain seperti bidang terkait abnormalitas
kejiwaan, fungsi manusia secara penuh, bidang kesehatan, neurosains, hukum,
maupun komunitas. Kondisi tersebut yang kemudian memunculkan berbagai

SA
kekhususan studi dalam psikologi klinis, yaitu psikologi abnormal (pada anak
dan remaja, dewasa, lansia), kesehatan mental, psikologi kesehatan, psikologi
medis, psikoneuroimunologi, psikofarmakologi, neuropsikologi klinis,
psikologi forensik, dan psikologi komunitas. Bab ini akan memperkenalkan
secara singkat kepada mahasiswa mengenai pengertian dan ruang lingkupnya,
R
sehingga membantu mahasiswa memahami terapan nyata dari masing-masing
studi tersebut.
FO

B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan berbagai penerapan konsep-konsep psikologi
klinis secara menyeluruh, dalam studi-studi yang lebih khusus. Dengan
demikian, pokok bahasan ini terkait dengan seluruh pokok bahasan lain
dalam buku ajar ini, dari konsep-konsep dasar hingga intervensi. Pengertian
dan ruang lingkup yang dijelaskan secara singkat dan spesifik pada masing-
T

masing sub pokok bahasan membantu mahasiswa mendapatkan gambaran


terapan yang nyata dari psikologi klinis di berbagai bidang kehidupan.
NO

C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan membedakan
berbagai kekhususan dalam bidang psikologi klinis.
2. Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana dari penerapan Psikologi Abnormal, Psikologi
140 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Abnormal Anak dan Remaja, Psikologi Abnormal Lansia, dan


Kesehatan Mental.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana dari penerapan Psikologi Kesehatan, Psikologi
Medis, dan Psikoneuroimunologi.

LE
c. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana dari penerapan Neuropsikologi Klinis dan
Psikofarmakologi.
d. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan

SA
contoh sederhana dari penerapan Psikologi Forensik.
e. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan
contoh sederhana penerapan dari Psikologi Komunitas.

D. Petunjuk Belajar
R
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
FO

mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-


hal yang belum Anda ketahui.

5.2 PSIKOLOGI ABNORMAL


T

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Abnormal


Psikologi abnormal adalah cabang dari psikologi yang mempelajari perilaku
NO

abnormal dan cara membantu orang-orang yang mengalami gangguan


psikologis (psychological disorder) atau gangguan mental (mental disorder)
atau psikopatologi. Gangguan psikologis didefinisikan sebagai pola perilaku
abnormal yang dikaitkan dengan suatu keadaan distres (tekanan) emosi yang
signifikan, seperti kecemasan atau depresi; atau dikaitkan dengan perilaku
atau kemampuan untuk berfungsi (ability to function) yang terganggu, seperti
kesulitan melakukan pekerjaan atau bahkan kesulitan dalam membedakan
kenyataan dari fantasi (Nevid, Rathus, & Greene, 2014). Menurut American
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 141
141
Psychiatric Association (2013; dalam Mash & Wolfe, 2016), gangguan psikologis
adalah pola gejala perilaku, kognitif, emosional, atau fisik yang ditunjukkan
oleh individu, dan dihubungkan dengan dengan satu atau lebih, dari tiga
gambaran menonjol berikut:
1. Menunjukkan sejumlah tingkat distres tertentu, seperti ketakutan atau

LE
kesedihan.
2. Perilakunya menunjukkan sejumlah tingkat disabilitas, seperti pelemahan
yang cukup mengganggu atau membatasi aktivitas pada satu atau lebih
bidang fungsi yang penting, termasuk area fisik, emosi, kognitif, dan

SA
perilaku.
3. Distres dan disabilitas tersebut di atas meningkatkan risiko penderitaan
atau bahaya lebih lanjut, seperti kematian, sakit, ketidakmampuan, atau
hilangnya kebebasan yang penting.

Beberapa cakupan kajian dalam psikologi abnormal meliputi penyebab


R
terjadinya (etiologi) gangguan yang mempertimbangkan berbagai pendekatan
dalam psikologi, gejala-gejala gangguan (simtomatologi), klasifikasi gangguan
(diagnosis), hingga pada penanganan (intervensi) yang bisa diberikan untuk
FO

mengembalikan fungsi ke normal.


Bagaimana kita bisa menentukan apakah suatu perilaku dipandang
abnormal atau tidak? Meski perilaku abnormal memiliki banyak definisi,
para ahli telah menentukan kriteria yang umum mengenai hal ini (Nevid
dkk., 2014). Kriteria yang umum tersebut adalah:
1. Perilaku yang tidak biasa atau tidak umum terjadi, atau menyimpang
T

secara statistik.
2. Perilaku yang melanggar norma sosial, tidak dapat diterima atau
NO

menyimpang secara sosial.


3. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas.
4. Orang-orang tersebut berada dalam distres personal yang signifikan.
5. Perilaku yang maladaptif atau “self-defeating”.
6. Perilaku berbahaya.

Beberapa kriteria mungkin lebih berat daripada yang lain tergantung


pada kasusnya. Tetapi pada kebanyakan kasus, kombinasi dari kriteria-kriteria
tersebut digunakan untuk mendefinisikan abnormalitas. Secara spesifik,
142 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

kriteria klasifikasi untuk diagnosis gangguan psikologis telah dituangkan


dalam pedoman diagnosis seperti: Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association
(APA), International Classification of Diseases (ICD) yang diterbitkan
oleh World Health Organization (WHO), atau Pedoman Praktis Diagnosis

LE
Gangguan Jiwa (PPDGJ, merupakan kombinasi dari DSM dan ICD) yang
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dari masa ke masa, penjelasan mengenai penyebab gangguan psikologis
semakin menemui titik terang. Perilaku abnormal dikaji menggunakan

SA
beragam perspektif, meliputi perspektif biologis, psikologis, sosial budaya,
serta biopsikososial. Perspektif biopsikososial (interaksionis) merupakan
model yang paling diperhitungkan untuk memahami perkembangan gangguan
psikologis, yaitu dengan mempertimbangkan interaksi faktor biologis,
psikologis, maupun sosiokultural (Nevid dkk., 2014). Selain berimplikasi
pada proses penggalian data (anamnesa) dalam rangka memahami sebab
R
munculnya gangguan, beragam perspektif di atas juga membantu memahami
dinamika psikologis, perencanaan penanganan, hingga ramalan kesembuhan
gangguan (prognosis).
FO

LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada orang dewasa di
media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian
berilah penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
T

Psikologi Abnormal dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!


NO

RANGKUMAN
Psikologi abnormal mempelajari perilaku abnormal atau dalam hal ini
gangguan psikologis (psychological disorder) atau gangguan mental (mental
disorder) atau psikopatologi; meliputi penyebab terjadinya gangguan
(etiologi), gejala-gejala gangguan (simtomatologi), hingga klasifikasi gangguan
(diagnosis). Diagnosis gangguan diterjemahkan dalam sejumlah kriteria yang
dapat ditemukan dalam panduan pedoman diagnosis gangguan seperti DSM
yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association, ICD yang diterbitkan
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 143
143
oleh WHO, atau PPDGJ yang diterbitkan oleh Depkes RI. Psikologi abnormal
juga membantu menangani (memberikan intervensi) agar orang tersebut
dapat kembali ke fungsi normal. Perspektif interaksionis (biopsikososial)
paling diperhitungkan untuk memahami gangguan secara menyeluruh hingga
membantu proses kesembuhan gangguan.

LE
TES FORMATIF
1. Di bawah ini, tidak termasuk dalam ciri dari perilaku abnormal, yaitu...
a. Perilaku di luar kebiasaan

SA
b. Kekeliruan dalam memberi penilaian terhadap realitas
c. Perilaku tunduk pada norma sosial
d. Perilaku yang merusak diri
2. Penyebab terjadinya gangguan, disebut...
a. Etiologi
R
b. Simtomatologi
c. Diagnosis
d. Prognosis
FO

3. Jelaskan maksud dan manfaat perspektif biopsikososial (interaksionis)


dalam memahami gangguan psikologis!

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
T

menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.


NO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. C
2. A
3. Adalah perspektif yang mempertimbangkan interaksi faktor biologis,
psikologis, maupun sosiokultural dalam memahami perkembangan
gangguan psikologis. Model ini bermanfaat dalam proses penggalian data
(anamnesa) dan pemahaman dinamika psikologis secara menyeluruh,
144 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

perencanaan penanganan (intervensi), hingga prediksi kesembuhan


gangguan (prognosis).

5.3 PSIKOLOGI ABNORMAL ANAK DAN REMAJA

LE
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Abnormal Anak dan
Remaja
Psikologi abnormal pada anak dan remaja (atau disebut sebagai psikologi

SA
klinis anak) meliputi kajian mengenai gangguan psikologis pada anak
dan remaja hingga penanganannya. Beberapa pertimbangan yang dinilai
turut mempengaruhi adalah tahap perkembangan anak, faktor-faktor yang
mempengaruhi temperamen bayi, kualitas kelekatan awal bayi, interaksi
orangtua-anak, dan dampak dari stresor di masa kanak-kanak. Sejumlah
penelitian terdahulu (dalam Mash & Wolfe, 2016) menjelaskan bahwa anak-
R
anak dan remaja yang berisiko mengalami perkembangan kesehatan yang
buruk, hingga menunjukkan perilaku abnormal atau mengalami gangguan
FO

psikologis adalah:
1. Anak-anak dari keluarga dan lingkungan yang kurang beruntung, seperti
adanya kemiskinan atau kondisi sosial ekonomi yang buruk.
2. Anak-anak dari keluarga yang kasar (abusive) atau mengabaikan.
3. Anak-anak menerima perawatan secara tidak memadai.
4. Anak-anak yang lahir dengan berat badan lahir sangat rendah karena
T

ibu merokok, diet, atau menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan.


5. Anak-anak yang lahir dari orangtua yang memiliki penyakit mental atau
NO

masalah penyalahgunaan zat (obat terlarang).

Anak-anak yang dilahirkan atau dibesarkan sebagaimana kondisi di atas


tidak dapat dengan mudah dikelompokkan berdasarkan kategori tersebut
karena mereka sering menghadapi kombinasi stresor lingkungan maupun
deprivasi psikososial.
Mash dan Wolfe (2016) menjelaskan bahwa tipe gangguan pada masa
kanak-kanak dan remaja dapat dibagi dalam:
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 145
145
1. Gangguan perilaku, yang termanifestasi dalam masalah externalizing;
mencakup masalah perilaku yang ditampilkan keluar atau mudah
teramati, seperti agresi dan kenakalan. Hal ini nampak pada anak-anak
dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH/
ADHD), gangguan perilaku menentang (oppositional defiant disorder),

LE
dan gangguan perilaku (conduct disorder).
2. Gangguan emosi, yang termanifestasi dalam masalah internalizing; dalam
bentuk perilaku yang tidak mudah terlihat dan sulit dikenali/teramati,
termasuk kecemasan, depresi, keluhan somatik, perilaku menarik diri.

SA
3. Gangguan perkembangan dan belajar termasuk disabilitas intelektual,
gangguan belajar, gangguan komunikasi, gangguan perkembangan
pervasif seperti autisme dan skizofrenia dengan onset masa kanak-kanak.
4. Masalah terkait kesehatan fisik dan mental termasuk anak dengan
penyakit kronis, penyalahgunaan zat, gangguan tidur, gangguan eliminasi,
R
gangguan makan, obesitas.
5. Trauma akibat maltreatment dan bukan kecelakaan termasuk masalah
perkembangan kognitif dan moral, insensitif, masalah kelekatan, perilaku
FO

impulsif, gangguan suasana hati dan afek, gangguan stres pasca trauma,
perilaku kriminal dan antisosial, kesulitan dalam penyesuaian seksual.

Baik proses penilaian (asesmen) maupun penanganan (treatment)


pada gangguan psikologis anak dan remaja memiliki kekhasan tersendiri
dibandingkan saat menghadapi kasus-kasus orang dewasa. Biasanya data
T

yang akurat sulit didapat dari anak-anak, karenanya kerja sama dan motivasi
orangtua memegang andil besar.
NO

LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada anak atau remaja di
media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian
berilah penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Abnormal Anak dan Remaja dengan memperhatikan pengertian
dan ruang lingkupnya!
146 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

RANGKUMAN
Psikologi abnormal pada anak dan remaja (psikologi klinis anak) mempelajari
gangguan psikologis pada anak dan remaja hingga penanganannya; terbagi
ke dalam beberapa tipe, yaitu gangguan perilaku, gangguan emosi, gangguan

LE
perkembangan dan belajar, masalah terkait kesehatan fisik dan mental, serta
trauma akibat maltreatment dan bukan kecelakaan. Perilaku abnormal pada
anak dan remaja mungkin ditunjukkan sebagai akibat kondisi fisik anak
saat dilahirkan (BBLR), pengalaman pengasuhan dan perawatan yang tidak

SA
memadai (kasar atau mengabaikan), lingkungan yang tidak mendukung bagi
pertumbuhan optimal anak (kemiskinan), serta riwayat gangguan psikologis
pada orangtua. Proses penilaian (asesmen) dan penanganan (treatment)
memiliki kekhasan tersendiri sehingga sangat memerlukan kerja sama dan
motivasi tinggi orangtua.
R
TES FORMATIF
1. Orangtua atau keluarga termasuk faktor penting penyumbang munculnya
FO

gangguan psikologis pada anak atau remaja. Alasan di bawah ini kurang
tepat, yaitu...
a. Orangtua menyandang gangguan mental
b. Orangtua mengabaikan
c. Orangtua penyalahguna zat
d. Orangtua demokratis
T

2. Termasuk ke dalam gangguan perkembangan pervasif adalah...


NO

a. GPPH
b. Autisme
c. Disabilitas intelektual
d. Perilaku antisosial
3. Jelaskan yang dimaksud dengan perilaku internalizing dan perilaku
externalizing sebagai manifestasi gangguan psikologis pada anak dan
remaja! Berikan masing-masing contohnya!
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 147
147

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. D
2. B

SA
3. Perilaku internalizing adalah manifestasi gangguan emosi pada anak
dalam bentuk perilaku yang tidak mudah terlihat dan sulit dikenali/
teramati, seperti kecemasan, depresi, keluhan somatik, perilaku menarik
diri.
Perilaku externalizing adalah manifestasi gangguan perilaku pada anak
dalam bentuk perilaku yang ditampilkan keluar atau mudah teramati,
R
seperti agresi dan kenakalan.
FO

5.4 LINGKUP PSIKOLOGI ABNORMAL LANSIA

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Abnormal Lansia


Psikologi abnormal lansia lebih sering dikenal dengan gerontologi klinis
(clinical gerontology) yang melakukan kajian mengenai psikopatologi,
T

gangguan perilaku, masalah fungsi kognitif, dan fungsi keseharian pada


lanjut usia hingga penanganannya (Lichtenberg, 2010).
NO

1. Psikopatologi pada Lansia


Sebagaimana orang pada periode perkembangan dewasa awal dan
menengah, lanjut usia mungkin mengalami psikopatologi yang beragam,
seperti depresi dan duka cita, kecemasan, gangguan kepribadian,
gangguan psikotik yang bersifat akut maupun kronis, demensia, delirium.
Seringkali kondisi psikopatologi pada lansia dapat menjadi
rumit karena perbedaan terkait usia. Munculnya gangguan depresi,
misalnya, dapat bersifat komorbid (muncul bersamaan) dengan adanya
148 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

permasalahan medis dan kesehatan mental, serta perubahan fisiologis


dan fungsi kognitif akibat usia lanjut.
“Elder mistreatment” seperti tindakan membahayakan atau
menimbulkan risiko bahaya yang serius, serta kegagalan dalam memenuhi
kebutuhan dasar dan perlindungan pada orang yang lebih tua; menjadi

LE
salah satu penyebab lain yang lazim pada pengalaman psikopatologi
lansia.
Dalam perspektif perkembangan, psikopatologi dapat dialami
oleh lansia yang merasakan keputusasaan (despair) sebagai akibat dari

SA
kegagalan dalam memenuhi harapan-harapan sosial semasa hidupnya.
2. Gangguan Perilaku. Termasuk dalam gangguan perilaku yang mungkin
dialami oleh lansia, yaitu penyalahgunaan alkohol dan obat, masalah
fungsi seksual, agitasi dan perilaku agresif, gangguan tidur, serta
kepatuhan terhadap treatment.
3. Masalah Fungsi Kognitif. Penilaian (asesmen) terhadap fungsi kognitif
R
lansia bermaksud mengevaluasi demensia dan melacak perubahan terkait
demensia.
FO

Demensia adalah gangguan pada fungsi otak yang bersifat kronik-


progresif sehingga memengaruhi beberapa fungsi kognitif seperti dalam
hal ingatan, kemampuan berpikir, pemahaman, penilaian, orientasi,
belajar, berhitung, dan berbahasa. Umumnya disertai, dan ada kalanya
diawali, dengan kemerosotan (deteriorasi) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial, atau motivasi hidup (Maslim, 2015).
T

4. Fungsi Keseharian
Fungsi keseharian yang dimaksud merujuk pada ‘kapasitas’ atau
NO

‘kompetensi’, yaitu apakah individu tertentu memiliki kemampuan


kognitif, pengambilan keputusan, afektif, dan praktis yang diperlukan
sehingga mampu menyelesaikan tugas tertentu (misalnya, berkendara)
atau membuat keputusan tertentu (misalnya, menolak treatment medis).
Fungsi keseharian juga merujuk pada mobilitas dan kemandirian.
Tingkat keparahan dari nyeri (pain severity) merupakan gambaran
dari pengalaman nyeri yang turut mempengaruhi fungsi keseharian.
Ambang batas nyeri (pain threshold, yaitu titik di mana seseorang mulai
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 149
149
merasakan nyeri pada tubuhnya) pada orang yang lebih tua terbukti agak
lebih tinggi daripada orang dewasa yang lebih muda. Meski demikian,
toleransi terhadap nyeri sebenarnya dapat menurun dengan bertambahnya
usia (nyeri dirasakan meningkat), terutama ketika nyeri tersebut parah
atau berkepanjangan.

LE
LATIHAN
Carilah sebuah kasus nyata mengenai abnormalitas pada lansia di media

SA
massa yang mudah Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian berilah
penjelasan mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Abnormal Lansia dengan memperhatikan pengertian dan ruang
lingkupnya!

RANGKUMAN
R
Psikologi abnormal lansia (gerontologi klinis) melakukan kajian mengenai
psikopatologi, gangguan perilaku, masalah fungsi kognitif, dan fungsi
FO

keseharian pada lanjut usia hingga penanganannya. Psikopatologi membahas


materi seperti depresi dan duka cita, kecemasan, gangguan kepribadian,
gangguan psikotik. Gangguan perilaku seperti penyalahgunaan alkohol dan
obat, masalah fungsi seksual, agitasi dan perilaku agresif, gangguan tidur,
serta kepatuhan terhadap treatment. Masalah fungsi kognitif seperti demensia.
Masalah fungsi keseharian seperti dalam pengambilan keputusan, penyelesaian
T

suatu tugas, mobilitas dan kemandirian. Selain pelemahan kondisi fisik dan
psikologis seiring bertambahnya usia, maka abnormalitas pada lansia mungkin
NO

disebabkan karena “elder mistreatment”, yakni kegagalan dalam memenuhi


harapan-harapan sosial semasa hidupnya, serta pengalaman terhadap rasa
nyeri (pain severity).

TES FORMATIF
1. Gangguan pada fungsi otak yang bersifat kronik-progresif sehingga
memengaruhi beberapa fungsi kognitif pada lansia, disebut…
150 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

a. Gangguan psikotik
b. Demensia
c. Gangguan belajar
d. Deteriorasi

LE
2. Di bawah ini merupakan pernyataan yang kurang tepat tentang
psikopatologi pada lansia...
a. Dapat muncul dalam bentuk depresi akibat duka cita
b. Menjadi rumit karena dapat bersifat komorbid
c. Dapat muncul dalam bentuk ketidakpatuhan terhadap treatment.

SA
d. Dapat terjadi akibat kegagalan pemenuhan harapan sosial semasa
hidup.
3. Jelaskan mengenai gambaran pengalaman rasa nyeri pada lansia dan
keterkaitannya dengan abnormalitas pada lansia!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
FO

menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. B
2. C
T

3. Orang yang lebih tua sebenarnya memiliki ambang batas nyeri/pain


threshold pada tingkat lebih tinggi dari orang dewasa yang lebih muda,
NO

namun pertambahan usia membuat lansia merasakan nyeri lebih besar


(toleransi terhadap nyeri menurun), terutama bila nyeri tersebut parah
atau berkepanjangan.
Nyeri akan mengakibatkan abnormalitas dalam fungsi keseharian,
seperti keterbatasan dalam hal aktivitas, mobilitas, dan kemandirian.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 151
151

5.5 KESEHATAN MENTAL

Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan Mental

LE
Kesehatan mental merupakan pengembangan psikologi klinis yang lebih
berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang; yaitu dengan
menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa individu memiliki
hak yang sama untuk optimal dalam berkarya dan berkembang. Terdapat
beberapa cara untuk memberikan pengertian mental yang sehat (Notosoedirdjo

SA
& Latipun, 2017), yaitu:
1. Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental.
2. Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stresor.
3. Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan
lingkungannya.
R
4. Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif.

Selain itu Altrocchi; Lehtinen (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2017)


FO

juga menyatakan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai pegangan


untuk memahami makna kesehatan mental, yaitu:
1. Kesehatan mental lebih merupakan ketiadaan dari perilaku abnormal.
Konsep kesehatan mental lebih bermakna positif ketimbang makna
keadaan umum atau normalitas sebagaimana konsep statistik.
2. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal.
T

Kesehatan mental adalah kondisi sehat yang paling optimal dan menjadi
tujuan yang amat tinggi bagi seseorang.
NO

3. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup.


Kondisi mental yang sehat menjadi indikator bagi kualitas hidup
seseorang, sehingga kesehatan mental tidak mungkin diabaikan untuk
mencapai hidup yang berkualitas.

Tujuan mempelajari kesehatan mental (dalam Notosoedirdjo & Latipun,


2017), adalah:
1. Memahami makna kesehatan mental dan faktor-faktor penyebabnya.
152 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan


kesehatan mental.
3. Memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan
kesehatan mental masyarakat.
4. Memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan berbagai sumber

LE
daya dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat.
5. Meningkatkan kesehatan mental masyarakat dan mengurangi timbulnya
gangguan mental masyarakat.

Secara garis besar, ruang lingkup kerja kesehatan mental mencakup

SA
(dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2017):
1. Promosi kesehatan mental, yaitu usaha-usaha peningkatan kesehatan
mental. Kesehatan mental bersifat kualitatif dan kontinum dan dapat
ditingkatkan sampai batas optimal.
2. Prevensi primer, yaitu usaha kesehatan mental untuk mencegah timbulnya
R
gangguan dari sakit mental. Upaya ini dilakukan sebagai proteksi agar
gangguan dan sakit mental itu tidak terjadi.
3. Prevensi sekunder, yaitu usaha kesehatan mental menemukan kasus dini
FO

(early case detection) dan penyembuhan secara tepat (prompt treatment)


terhadap gangguan dan sakit mental. Pencegahan dimaksudkan demi
tidak terjadinya kecacatan pada seseorang atau masyarakat.
4. Prevensi tersier, yaitu merupakan usaha rehabilitasi awal yang dapat
dilakukan terhadap orang yang mengalami gangguan kesehatan mental.
Pencegahan dimaksudkan agar disabilitas atau ketidakmampuan dapat
T

dihindari.
NO

LATIHAN
Carilah sebuah profil kehidupan/narasi pengalaman seseorang yang
menunjukkan ciri sehat mental di media massa yang mudah Anda akses
(cetak maupun elektronik), kemudian berilah penjelasan mengapa hal tersebut
relevan dengan sub-pokok bahasan Kesehatan Mental dengan memperhatikan
pengertian dan ruang lingkupnya!
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 153
153

RANGKUMAN
Kesehatan mental berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang;
yaitu dengan menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa
individu memiliki hak yang sama untuk optimal dalam berkarya dan

LE
berkembang. Pengertian kesehatan mental lebih dari sekadar tidak adanya
perilaku abnormal, yaitu merupakan bagian dan karakteristik dari kualitas
hidup karena menjadi konsep yang ideal. Selain dicirikan dengan tidak
adanya gangguan mental, individu yang sehat mental juga tidak mengalami

SA
sakit saat dihadapkan pada stresor, bahkan selaras dengan lingkungan dan
berkembang secara positif. Mempelajari kesehatan mental diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman, melakukan upaya penanganan, pencegahan yang
diperlukan, bahkan bersikap proaktif mempromosikan kesehatan mental
pada orang-orang yang telah berfungsi baik.
R
TES FORMATIF
1. Pernyataan yang kurang tepat tentang kesehatan mental …
FO

a. Kesehatan mental berarti bertumbuh dan berkembang secara positif


b. Kesehatan mental menjadi indikator bagi kualitas hidup seseorang
c. Kesehatan mental menjadi tujuan yang ideal bagi seseorang
d. Kesehatan mental berarti tidak menunjukkan perilaku abnormal
2. Ruang lingkup kesehatan mental berupa usaha menemukan kasus dini
T

dan melakukan penyembuhan secara tepat terhadap gangguan dan sakit


mental, disebut…
a. Promosi kesehatan mental
NO

b. Pencegahan primer
c. Pencegahan sekunder
d. Pencegahan tersier
3. Jelaskan mengenai fokus kesehatan mental!
154 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. D
2. C

SA
3. Kesehatan mental berfokus pada optimalisasi fungsi psikologis seseorang;
yaitu dengan menghargai potensi yang dimiliki setiap individu, bahwa
individu memiliki hak yang sama dalam berkarya, bertumbuh, dan
berkembang secara positif dan optimal, mencapai tujuan yang ideal.

5.6 PSIKOLOGI KESEHATAN


R
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Kesehatan
FO

Psikologi kesehatan didefinisikan oleh Matarazzo (dalam Ogden, 2012)


sebagai suatu keseluruhan kontribusi pendidikan, ilmiah, dan profesional yang
khusus dari disiplin psikologi untuk meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan, serta meningkatkan perawatan (treatment) penyakit dan disfungsi
yang dialami sebagai akibat dari penyakit yang diderita. Psikologi kesehatan
menurut Sanderson (2013) mempelajari tentang bagaimana perilaku seseorang
T

dapat mempengaruhi kesehatan (fisik, mental) dan sakit melalui berbagai


cara. Hal ini menunjukkan bahwa dasar pemikiran psikologi kesehatan adalah
NO

adanya hubungan antara pikiran manusia (mind) dan tubuhnya, yaitu bahwa
pikiran berperan, baik dalam penyebab terjadinya maupun dalam perawatan
(treatment) penyakit. Pikiran seseorang mungkin untuk memicu munculnya
bentuk-bentuk perilaku tertentu yang dapat meningkatkan kesehatan, atau
sebaliknya meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, kecelakaan, dan
cedera.
Dalam sejarah perkembangannya, memasuki abad ke-20, istilah psikologi
kesehatan seringkali dikaitkan dengan psychosomatic medicine dan behavioral
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 155
155
medicine (Ogden, 2012). Psychosomatic medicine muncul sebagai respons
terhadap analisis Freud tentang hubungan antara pikiran dan penyakit tubuh,
sedangkan behavioral medicine merupakan disiplin ilmu yang dikembangkan
lebih lanjut dan mengacu pada integrasi ilmu-ilmu keperilakuan (psikologi,
sosiologi, pendidikan kesehatan) dengan yang berfokus pada perawatan

LE
kesehatan, pengobatan dan pencegahan penyakit.
Secara spesifik Sanderson (2013) menambahkan bahwa psikologi
kesehatan mempelajari tentang bagaimana faktor-faktor psikologis:
1. Mempengaruhi pengalaman terhadap stres dan reaksi fisiologis seseorang

SA
terhadap stres,
2. Mempengaruhi upaya peningkatan dan mempertahankan kesehatan,
3. Mempengaruhi penanganan (coping) serta pengobatan rasa nyeri dan
penyakit, sebaliknya juga mempelajari pengaruh rasa nyeri dan penyakit
terhadap fungsi psikologi,
4. Mempengaruhi bagaimana individu merespons anjuran perawatan
R
kesehatan dan menerima pesan promosi kesehatan.

Psikologi kesehatan memberikan sumbangan dalam perubahan gaya


FO

hidup yang merusak kesehatan, melalui beberapa tujuan khusus (Harris,


dalam Ardani dkk., 2007), yaitu:
1. Health promotion, atau upaya peningkatan kesehatan.
2. Health protection, atau upaya perlindungan kesehatan.
3. Preventive health services, perubahan dalam pelayanan kesehatan yang
T

bersifat preventif.

Ogden (2012) menjelaskan bahwa psikologi kesehatan mengacu pada


NO

empat perspektif kunci dalam analisis kesehatan dan penyakitnya, yaitu:


1. Model biopsikososial dari kesehatan (dikembangkan oleh Engel),
yang menggambarkan upaya untuk mengintegrasikan psikologis dan
lingkungan/sosial ke dalam biomedis tradisional. Faktor biologis, sosial,
dan psikologi dipertimbangkan dalam menjelaskan penyebab, upaya
pencegahan penyakit, upaya pengobatan penyakit, upaya peningkatan
kesehatan, dan upaya mempertahankan kesehatan.
156 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Kesehatan sebagai kontinum, yaitu memandang bahwa kondisi sehat


dan sakit tidak sepenuhnya merupakan konsep yang terpisah, melainkan
tumpang tindih. Terdapat derajat (tingkatan) dalam sehat dan sakit.

LE
Bio: Psiko: Social:
• Virus • Perilaku • Kelas
• Bakteri • Keyakinan • Pekerjaan
• Lesi • Coping • Etnis

SA
• Stress
• Rasa sakit

Gambar 1. Model biopsikososial dari kesehatan dan penyakit


(Sumber: Ogden 2012 yang diadaptasi dari Engel 1977, 1980)
3. Mempertimbangkan jalur langsung maupun tidak langsung antara
R
psikologi dan kesehatan. Adanya kondisi psikologis tertentu (seperti
cara berpikir, menilai, meyakini) akan secara langsung mempengaruhi
status kesehatan; secara tidak langsung mempengaruhi status kesehatan
FO

yaitu melalui perilaku (seperti merokok, minum-minuman keras, makan,


olahraga, perilaku seks bebas, imunisasi, skrining).
4. Fokus pada variabilitas, yaitu mempertimbangkan keragaman antar orang
berdasarkan sejumlah faktor seperti lokasi geografis, waktu, kelas sosial,
jenis kelamin, dalam kaitannya dengan perilaku terkait kondisi sehat
T

dan sakit.

Ogden (2012) menambahkan tujuan yang lebih spesifik dari psikologi


NO

kesehatan, yaitu memahami, menjelaskan, mengembangkan, menguji, dan


menggunakan teori dalam praktik mengenai hal sebagai berikut:
1. Mengevaluasi peran perilaku dalam menjelaskan penyebab terjadinya
penyakit.
2. Memprediksi perilaku tidak sehat.
3. Mengevaluasi interaksi antara psikologi dan fisiologi.
4. Memahami peran psikologi dalam pengalaman dengan penyakit.
5. Mengevaluasi peran psikologi dalam penanganan (treatment) penyakit.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 157
157
6. Mempromosikan perilaku sehat.
7. Mencegah terjadinya penyakit.

LATIHAN

LE
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda yang mencerminkan penerapan Psikologi Kesehatan, kemudian berilah
penjelasan mengapa pengalaman tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan
Psikologi Kesehatan dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!

SA
RANGKUMAN
Psikologi kesehatan menjelaskan hubungan antara pikiran manusia (mind)
dan tubuhnya, khususnya dalam hal kondisi kesehatan, terjadinya penyakit,
perawatan, hingga upaya meningkatkan dan mempertahankan kesehatan.
R
Hubungan pikiran dan tubuh dalam kaitannya dengan kesehatan sebelumnya
telah dipelajari dalam psychosomatic medicine dan behavioral medicine. Selain
gaya hidup dan perilaku sehat, faktor psikologis diidentifikasi sebagai faktor
FO

yang turut memengaruhi pengalaman seseorang menghadapi stres, sehingga


upaya pencegahan penyakit, peningkatan dan perlindungan kesehatan
mungkin dilakukan dengan memperhitungkan faktor psikologis. Beberapa hal
perlu diperhatikan untuk memahami psikologi kesehatan, adalah pendekatan
biopsikososial dari kesehatan, di mana kesehatan dipandang sebagai suatu
kontinum, ada keterkaitan psikologi dan kesehatan secara langsung dan
T

tidak langsung, serta keragaman atau variabilitas dalam memandang status


kesehatan seseorang.
NO

TES FORMATIF
1. Psikologi kesehatan memanfaatkan peran hubungan antara pikiran
manusia (mind) dan tubuhnya, kecuali dalam hal…
a. Memahami penyebab penyakit dari sudut pandang medis.
b. Memprediksi perilaku tidak sehat yang potensial mengakibatkan
penyakit.
158 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

c. Meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehat.


d. Menjelaskan pengalaman rasa sakit dan penanganan penyakit
2. Kesehatan dipandang sebagai sebuah kontinum, artinya…
a. Bahwa keragaman karakteristik individu berkaitan dengan keadaan

LE
sehat dan sakit.
b. Bahwa kondisi psikologis mempengaruhi status kesehatan, langsung
maupun tidak langsung.
c. Bahwa keadaan sehat dan sakit hanya menunjukkan derajat
(tingkatan) status kesehatan seseorang.

SA
d. Bahwa kondisi kesehatan dijelaskan secara komprehensif meliputi
pendekatan biopsikososial.
3. Jelaskan bagaimana perbedaan disiplin psychosomatic medicine dan
behavioral medicine turut memberikan kontribusi dalam pengembangan
psikologi kesehatan!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
FO

Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu


menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


T

1. A
2. C
NO

3. Psychosomatic medicine menekankan pada penjelasan tentang hubungan


antara pikiran dan penyakit tubuh. Behavioral medicine menekankan
integrasi ilmu-ilmu keperilakuan (psikologi, sosiologi, pendidikan
kesehatan) dalam perawatan kesehatan, pengobatan, dan pencegahan
penyakit.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 159
159

5.7 PSIKOLOGI MEDIS

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Medis

LE
Psikologi medis merupakan subspesialisasi dari psikologi kesehatan mengenai
kontribusi psikologi atau penerapan prinsip-prinsip psikologis (pikiran,
perasaan, dan perilaku) pada praktik kedokteran atau situasi medis (King
dalam Khanfer dkk., 2013). Sejumlah literatur menyebut bidang ini sebagai
psikologi kesehatan klinis (clinical health psychology). Sebagaimana psikologi

SA
kesehatan, psikologi medis ini juga mempertimbangkan bagaimana faktor-
faktor biologis, psikologis, dan sosial saling berinteraksi untuk mempengaruhi
kesehatan.
Profesi psikolog medis menggunakan teori dan prinsip psikologis
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien dengan
R
penyakit fisik. Secara lebih spesifik, psikologi medis berfokus pada upaya
pengembangan strategi intervensi dan sistem pendidikan yang diarahkan
untuk mengoptimalkan pencegahan, diagnosis, penanganan, pengelolaan,
FO

dan rehabilitasi pasien dengan sakit fisik (Masur, dalam Bradley & Prokop,
1981). Mereka mencakup psikolog klinis yang bekerja di rumah sakit, pusat
kesehatan, dan fasilitas perawatan kesehatan. Psikolog medis menggunakan
berbagai teknik psikoterapi untuk membantu pasien dalam mengelola
penyakit kronis, mengurangi gejala fisik penyakit atau akibat pengobatan,
dan mengelola aspek emosi dari penyakit yang diderita.
T

Di samping itu, psikologi medis juga didefinisikan sebagai praktik


psikologi pada pendidikan/sekolah kedokteran, yang ditujukan baik pada
NO

penyedia layanan klinis, pendidik, maupun peneliti medis (Gentry &


Matarazzo, 1981). Berkenaan dengan hal tersebut, maka fokus dari psikologi
medis sebagai bagian dari psikologi kesehatan adalah pada pasien dengan
keluhan somatik dan pada dokter. Subjek utama dari disiplin psikologi medis
adalah hubungan antara pasien dan dokternya, dengan memperhatikan
aspek-aspek kuratif psikologis serta memandang permasalahan pasien
secara holistik dan humanistik. Praktisi, dalam hal ini dokter, juga dilihat
bagaimana hubungannya dengan pasien dibangun secara bijaksana dan
160 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

konstruktif sehingga dapat melakukan diagnosis dan pengelolaan penyakit


secara tepat. Dokter dapat mempertimbangkan aspek sosial dan psikologis
dari orang dengan penyakit medis yang menunjukkan penolakan, kondisi
emosi yang labil, atau enggan mencari atau mengikuti perawatan medis.

LE
LATIHAN
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda dalam berhubungan dengan petugas medis (seperti dokter atau perawat).

SA
Berikan evaluasi tentang hubungan dan bentuk komunikasi yang Anda jalin
dengan petugas medis menurut prinsip-prinsip dalam Psikologi Medis!

RANGKUMAN
Psikologi medis adalah penerapan subspesialisasi dari psikologi kesehatan
R
pada praktik kedokteran atau situasi medis (atau dalam pendidikan/
sekolah kedokteran), yaitu penggunaan teori dan prinsip psikologis untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien yang menderita penyakit
FO

fisik. Pasien dibantu melalui teknik psikoterapi agar dapat mengelola


penyakit kronis, mengurangi gejala fisik penyakit atau akibat pengobatan,
dan mengelola aspek emosi dari penyakit yang diderita. Hubungan antara
pasien dan dokter menjadi subjek utama dari disiplin psikologi medis.
Praktisi membangun hubungan yang konstruktif dengan pasien, memandang
aspek-aspek sosial dan psikologis yang bersifat kuratif pada pasien melalui
T

perhatian secara holistik dan menyeluruh.


NO

TES FORMATIF
1. Bukan termasuk peran psikologi medis, yaitu…
a. Membantu pengelolaan penyakit kronis melalui teknik psikoterapi
b. Mengurangi dampak gejala fisik atau pengobatan melalui pendekatan
psikologis
c. Mengatasi kelelahan pada petugas medis sehingga terhindar dari
burnout
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 161
161
d. Mengelola kondisi emosi pasien akibat penyakit yang diderita
2. Peran psikologi medis menjadi penting khususnya dalam menghadapi
pasien dengan perilaku, kecuali...
a. Patuh terhadap pengobatan
b. Menolak pengobatan

LE
c. Memiliki kondisi emosi labil
d. Enggan mencari perawatan medis
3. Jelaskan bentuk penerapan psikologi medis pada tenaga kesehatan (seperti
dokter atau perawat) dalam membina hubungan dengan pasien!

SA
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
R
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C
FO

2. A
3. Perilaku pasien dipandang secara holistik dengan mempertimbangkan
aspek sosial dan psikologis; pasien diperlakukan dengan pendekatan
humanistik yaitu melalui hubungan yang dibangun secara bijaksana dan
konstruktif dalam proses diagnosis dan pengelolaan penyakit.
T
NO

5.8 PSIKONEUROIMUNOLOGI

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikoneuroimunologi


Bidang psikoneuroimunologi meneliti hubungan yang kompleks antara
faktor-faktor psikososial, seperti stres, dengan sistem saraf, kardiovaskular,
endokrin, dan kekebalan tubuh (Adler dalam Sanderson, 2013). Semua
sistem tubuh ini berinteraksi untuk memengaruhi kesehatan. Sedangkan Ader
(dalam Taylor, 2012) menjelaskan bahwa psikoneuroimunologi mengacu pada
162 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

interaksi antara proses adaptasi dari perilaku, neuroendokrin, dan imunologis.


Pandangan mengenai psikoneuroimunologi ini didasarkan pada perkiraan
bahwa keadaan psikologis seseorang dapat memengaruhi sistem kekebalan
tubuh mereka melalui sistem saraf (Ogden, 2012). Sistem kekebalan tubuh
yang telah dipengaruhi selanjutnya berimplikasi pada potensi munculnya

LE
penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis. Hal inilah yang kemudian
menjelaskan bahwa pandangan psikoneuroimunologi memberikan dasar
ilmiah bagi pendekatan hidup yang mengedepankan cara berpikir, “berpikir
bahwa diri baik-baik saja”, dan “berpikir positif maka sehat”.

SA
Psikoneuroimunologi dapat dipahami melalui empat hal (Ogden, 2012),
yaitu (1) Pengertian sistem kekebalan tubuh, (2) Pengondisian sistem
kekebalan tubuh, (3) Pengukuran perubahan sistem kekebalan tubuh, (4)
Keadaan psikologis dan kekebalan tubuh.
1. Pengertian Sistem Kekebalan Tubuh. Sistem kekebalan tubuh berperan
untuk membedakan antara tubuh dengan apa yang menyerang tubuh,
R
dan untuk memberikan perlawanan dan perlindungan terhadap tubuh
dari apapun yang dianggap asing. Penyerang tersebut disebut sebagai
FO

‘antigen’. Ketika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, tubuh


terlindungi dan infeksi serta penyakit dapat dicegah. Jika sistem bereaksi
berlebihan, dapat terjadi alergi. Jika sistem salah mengira bahwa tubuh
itu sendiri adalah penyerang, ini dapat menjadi basis bagi gangguan
autoimun.
2. Pengondisian Sistem Kekebalan Tubuh. Sistem kekebalan tubuh selain
T

berinteraksi dengan sistem-sistem lain di dalam tubuh, juga dapat


dikondisikan untuk merespons dalam cara tertentu menggunakan aturan
NO

dasar pengondisian klasik dan operan. Diawali penelitian Ader dan


Cohen, hasilnya mengonfirmasi bahwa sistem kekebalan tubuh dapat
dimanipulasi melalui proses pengondisian, dan bahwa faktor psikologis
dapat mengubah respons kekebalan tubuh seseorang.
3. Pengukuran Perubahan Kekebalan Tubuh. Pengukuran terhadap
perubahan sistem kekebalan tubuh dinilai tidak mudah. Fungsi kekebalan
tubuh diukur dengan menggunakan empat penanda utama, yaitu (1)
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 163
163
pertumbuhan tumor, (2) penyembuhan luka, (3) sekresi imunoglobulin
A yang ditemukan pada saliva, (4) sitotoksisitas sel pembunuh alami
(sel NK), limfosit-T dan limfosit-T helper yang ditemukan dalam darah.
4. Keadaan Psikologis dan Kekebalan Tubuh. Peran faktor psikologis dalam
mengubah fungsi kekebalan tubuh telah menjadi fokus dalam riset. Faktor

LE
psikologis berpengaruh terhadap perkembangan penyakit, disabilitas, dan
kelangsungan hidup pada pasien. Baik suasana hati maupun keyakinan
yang positif berkaitan dengan fungsi kekebalan tubuh yang lebih baik.
Sebaliknya, suasana hati maupun keyakinan yang negatif terkait dengan

SA
fungsi yang lebih buruk. Demikian pula gaya penanggulangan masalah
tertentu juga diduga turut mempengaruhi munculnya dan perkembangan
penyakit, seperti dalam penggunaan supresi, penyangkalan, atau
penekanan ekspresi emosi.

LATIHAN
R
Tuliskanlah dalam sebuah narasi tentang pengalaman Anda/orang di sekitar
Anda terkait Psikoneuroimunologi, yaitu dengan menceritakan sakit yang
FO

pernah Anda alami, serta bagaimana kemungkinan kemunculan, keparahan,


atau durasi dari sakit fisik tersebut dipengaruhi oleh keadaan psikologis Anda!

RANGKUMAN
Psikoneuroimunologi menjelaskan interaksi antara proses adaptasi
T

dari perilaku, neuroendokrin, dan imunologis/sistem kekebalan tubuh.


Psikoneuroimunologi dapat dipahami melalui empat hal, yaitu (1) Pengertian
NO

sistem kekebalan tubuh, (2) Pengondisian sistem kekebalan tubuh, (3)


Pengukuran perubahan sistem kekebalan tubuh, (4) Keadaan psikologis
dan kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh yang bekerja dengan baik akan
memberikan perlawanan dan perlindungan terhadap tubuh sehingga dapat
mencegah infeksi. Faktor psikologis, seperti suasana hati, keyakinan, atau
gaya penanggulangan masalah, dapat turut mempengaruhi sistem kekebalan
164 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

tubuh sehingga mengakibatkan, atau sebaliknya, menghindarkan individu


dari penyakit dan mempengaruhi status kesehatannya.

TES FORMATIF

LE
1. Pernyataan yang benar mengenai pengertian sistem kekebalan tubuh,
yaitu…
a. Sistem kekebalan tubuh mengidentifikasi tubuh sebagai ‘antigen’
b. Sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan terhadap apapun

SA
yang dianggap asing
c. Sistem kekebalan tubuh melindungi tubuh dari penyakit, namun
tidak mencegah infeksi
d. Alergi disebabkan karena sistem kekebalan tubuh tidak tahan terhadap
‘antigen’
2. Pernyataan yang tidak tepat tentang penerapan psikoneuroimunologi
R
pada pasien, yaitu…
a. Kondisi depresif pada seseorang mengakibatkan perkembangan
FO

penyakit pada pasien


b. Suasana hati positif membuat pasien dengan penyakit kronis mampu
bertahan
c. Menyangkal penyakit yang diderita dapat membantu menekan
perkembangan penyakit
d. Keyakinan akan kesembuhan penyakit memperpanjang usia harapan
T

hidup
3. Jelaskan dengan contoh bagaimana sistem kekebalan tubuh dapat
NO

dipahami melalui proses pengondisian!

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 165
165

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. B
2. C
3. Sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan atau diturunkan (dimanipulasi)

LE
melalui proses pengondisian (membiasakan) kondisi psikologis (pikiran
atau suasana hati) tertentu sehingga mengubah respons kekebalan tubuh
seseorang. Contoh: individu yang mudah terserang penyakit flu dapat
mengurangi peluang terkena penyakit tersebut dengan membiasakan

SA
berpikir positif, bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja.

5.9 PSIKOFARMAKOLOGI
R
Pengertian dan Ruang Lingkup Psikofarmakologi
Psikofarmakologi termasuk ke dalam bidang studi yang memeriksa efek
FO

obat-obatan yang mengubah aktivitas-aktivitas yang dikontrol oleh sistem


syaraf atau mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien
karena efeknya pada otak. Psikofarmakologi menjadi bidang spesialisasi
yang berhubungan dengan terapi pendekatan biomedis, khususnya pada
penggunaan obat psikoterapeutik; juga disebut obat psikotropika (Nevid,
Rathus, & Greene, 2014). Terapi ini disebut sebagai psikofarmakoterapi.
T

Berbagai jenis kelompok obat psikotropika digunakan dalam penanganan


berbagai jenis gangguan mental. Kemanjuran pengobatan psikotropika
dalam psikofarmakoterapi tergantung pada pemberian obat yang dapat
NO

memengaruhi sasaran pengobatan dalam dosis yang sesuai, melalui cara


pemberian yang efektif, yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Akan
tetapi, perlu diingat pula bahwa bila gangguan mental tersebut disebabkan
oleh suatu masalah psikologis atau pun sosial, maka tidak ada obat apa pun
yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut, kecuali pasien dan terapis itu
sendiri. Obat hanya sekadar membantu ke arah penyesuaian diri yang lebih
baik (Maramis & Maramis, 2009).
166 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Perlu diperhatikan bahwa penggunaan obat psikotropika mengandung efek


samping, tergantung pada sensitivitas dan keadaan tubuh pasien. Terdapat
empat kelompok utama obat psikotropika (Maramis & Maramis, 2009), yaitu:
1. Obat antidepresi: mempunyai efek meredakan depresi (gol. trisiklik,
inhibitor monoaminoksidase, SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor).

LE
Penggunaannya untuk pasien dengan depresi.
2. Obat antianxietas (anxiolitik atau tranqulizer): mempunyai efek anticemas,
antitegang, antiagitasi. Penggunaannya adalah untuk pasien dengan
gejala-gejala kecemasan yang bukan karena psikosis.

SA
3. Obat antipsikotik (neuroleptic): mempunyai efek antipsikosis dan
antiskizofrenia, serta juga efek anticemas, antitegang, antiagitasi.
Penggunaan untuk pasien dengan delirium, skizofrenia, psikosis manik-
depresif jenis mania.
4. Stabilisator mood: dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis, tetapi
reversible, misalnya: lithium, antikonvulsan. Penggunaan untuk pasien
R
dengan gangguan bipolar.
FO

LATIHAN
Jelaskan kemanjuran pengobatan psikotropika dalam penanganan gangguan
mental yang disebabkan oleh masalah psikologis atau pun masalah sosial!

RANGKUMAN
T

Psikofarmakologi memeriksa efek obat-obatan yang mengubah aktivitas-


aktivitas yang dikontrol oleh sistem syaraf atau mempunyai efek terapeutik
NO

langsung pada proses mental pasien karena efeknya pada otak. Terapi
pendekatan biomedis, khususnya pada penggunaan obat psikoterapeutik
(psikotropika) disebut psikofarmakoterapi. Terdapat empat kelompok utama
obat psikotropik, yaitu obat antidepresi, antianxietas, antipsikotik, dan
stabilisator mood. Masing-masing golongan tersebut digunakan tergantung
pada jenis gangguan metal yang dialami. Kemanjuran pengobatan psikotropika
tergantung pada kesesuaian dosis serta kurun waktu pemberian. Penggunaan
obat psikotropika mengandung efek samping, tergantung pada sensitivitas
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 167
167
dan keadaan tubuh pasien. Obat psikotropika tidak menjadi satu-satunya
penanganan. Adanya masalah psikososial sebagai sumber gangguan mental
tetap membutuhkan penanganan tersendiri.

TES FORMATIF

LE
1. Efek penggunaan obat psikotropika tergantung pada …
a. Jenis gangguan mental yang dialami
b. Sensitivitas dan keadaan tubuh pasien

SA
c. Pemakaian yang terus menerus
d. Penggunaan dalam dosis yang tetap
2. Pernyataan yang kurang tepat tentang golongan obat psikotropik, yaitu…
a. Stabilisator mood digunakan pada pasien dengan gangguan bipolar
b. Neuroleptic mempunyai efek antipsikosis dan antiskizofrenia
c. Kecemasan karena gejala psikosis dapat diberikan obat antianxietas
R
d. inhibitor monoaminoksidase dan SSRI termasuk golongan obat
antidepresi
FO

3. Jelaskan maksud dari obat psikotropika!

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
T

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


NO

1. B
2. C
3. Obat psikotropika adalah obat-obatan yang memberikan efek mengubah
aktivitas-aktivitas yang dikontrol oleh sistem syaraf atau mempunyai efek
terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efeknya pada otak.
Penggunaan obat psikotropika atau psikoterapeutik berkaitan dengan
terapi pendekatan biomedis (psikofarmakoterapi).
168 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

5.10 NEUROPSIKOLOGI KLINIS

Pengertian dan Ruang Lingkup Neuropsikologi Klinis


Neuropsikologi adalah suatu bidang multidisiplin atau interdisiplin antara

LE
neurologi dan psikologi. Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara proses dalam otak dan perilaku atau fungsi psikologis
lainnya (kemampuan motorik dan kognitif, karakteristik emosi, sifat-
kepribadian, gangguan mental), disfungsi otak dan defisit perilaku, serta

SA
melakukan asesmen dan perlakuan (treatment) untuk perilaku yang berkaitan
dengan fungsi otak yang terganggu. Menurut Phares (dalam Markam, 2009),
neuropsikologi dianggap sebagai salah satu di antara kekhususan psikologi
klinis.
Neuropsikologi klinis (Lezak dalam Markam 2009) adalah ilmu terapan
yang mempelajari ekspresi perilaku dari disfungsi otak. Bidang ini muncul
R
akibat adanya kebutuhan untuk melakukan deteksi dini/skrining dan diagnosis
atas mereka yang mengalami cedera otak dan gangguan perilaku, sehingga
FO

dapat dilakukan perawatan dan terapi klien, untuk rehabilitasi, dan untuk
penelitian:
1. Diagnosis. Pemeriksaan neuropsikologis membantu mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya gangguan neuroplogis pada pasien non psikiatrik
(membedakan bahwa gejala yang dialami merupakan gejala neurologis,
dan bukan gejala psikiatrik), serta membantu melokalisasi letak kerusakan
T

pada otak.
2. Perawatan Pasien dan Perencanaan Treatment. Pemeriksaan neuropsikologis
NO

membantu mengevaluasi fungsi kognitif dan keadaan emosi yang perlu


diperhitungkan pada pasien dalam penyesuaian atas ketidakmampuannya,
agar dapat dibuat perencanaan dan manajemen yang baik.
3. Rehabilitasi dan Evaluasi Perlakuan (Treatment). Pemeriksaan
neuropsikologis yang sensitif dan teliti akan membantu perencaan kerja
sama dalam treatment antara neurologi, psikologi, dokter ahli rehabilitasi,
psikiater, terapis wicara, terapis okupasional, dan lain-lain. Pemeriksaan
juga membantu mengevaluasi kecocokan program yang diikuti untuk
mengatasi kekurangan pada pasien.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 169
169
4. Penelitian. Pemeriksaan neuropsikologis digunakan untuk mempelajari
organisasi kegiatan otak dan terjemahannya dalam perilaku, menyelidiki
gangguan otak spesifik dan disabiltas perilaku. Penelitian juga dilakukan
dalam hal pengembangan, standardisasi, dan evaluasi teknik-teknik
asesmen yang digunakan.

LE
LATIHAN
Carilah informasi tentang contoh-contoh gangguan psikologis yang disebabkan

SA
karena masalah neurologis di media massa yang mudah Anda akses (cetak
maupun elektronik), kemudian berikanlah penjelasan mengapa gangguan
psikologis tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan Neuropsikologi Klinis
dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!

RANGKUMAN
R
Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara proses dalam
otak dan perilaku atau fungsi psikologis lainnya. Sedangkan neuropsikologi
FO

klinis adalah ilmu terapan yang mempelajari ekspresi perilaku dari disfungsi
otak, yaitu dengan melokalisasi letak kerusakan pada otak yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perilaku. Penggalian data dilakukan untuk deteksi dini
atau skrining dan diagnosis atas mereka yang mengalami cedera otak dan
gangguan perilaku, sehingga dapat dilakukan perawatan dan terapi klien,
untuk rehabilitasi, dan untuk penelitian. Perencanaan rehabilitasi dapat
T

meliputi kerja sama treatment antara berbagai bidang keilmuan yang relevan.
Sedangkan penelitian mendukung upaya mempelajari kondisi/gangguan otak
NO

dan pengaruhnya bagi perilaku/disabilitas perilaku.

TES FORMATIF
1. Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara proses
dalam otak dan perilaku atau fungsi psikologis lainnya, kecuali…
a. Kemampuan motorik dan kognitif c. Sifat penampilan fisik
b. Karakteristik emosi d. Gangguan mental
170 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Pemeriksaan neuropsikologis membantu mengevaluasi fungsi kognitif dan


keadaan emosi, sehingga dapat dievaluasi apakah pasien merupakan atau
bukan termasuk pasien psikiatri. Fungsi ini merupakan fungsi dari…
a. Diagnosis c. Rehabilitasi dan evaluasi
b. Perawatan dan perencanaan treatment d. Penelitian

LE
3. Jelaskan mengapa neuropsikologi klinis diperlukan dalam deteksi dini/
skrining!

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

SA
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


R
1. C
2. A
3. Neuropsikologi klinis diperlukan untuk deteksi dini atau skrining
FO

dan diagnosis bagi orang yang mengalami cedera otak dan gangguan
perilaku, sehingga dapat dilakukan perawatan dan terapi klien, baik
untuk rehabilitasi, maupun untuk penelitian.

5.11 PSIKOLOGI FORENSIK


T
NO

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Forensik


Psikologi forensik adalah penerapan pengetahuan psikologi, khususnya
psikologi klinis, dalam hal metode, teori, dan konsep, pada sistem legal,
atau pada masalah-masalah yang dihadapi oleh jaksa, polisi, dan lain-lain,
untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan keadilan sipil, kriminal,
dan administratif (Markam, 2008; Phares & Trull dalam Ardani, Rahayu,
& Sholichatun, 2007). Hal tersebut menjelaskan pula bahwa ranah kerja
psikologi forensik mencakup sistem hukum sipil, hukum kriminal (pidana),
maupun hukum administratif.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 171
171
Phares (dalam Markam, 2008) menjelaskan beberapa hal penting yang
dapat dilakukan oleh psikolog dalam bidang psikologi forensik, yaitu:
1. Menjadi saksi ahli, yaitu menjadi saksi karena memenuhi kualifikasi
sebagai clinical expertise, berdasarkan pendidikan dan aplikasi prinsip
ilmiah, lisensi, pengalaman, hingga penggunaan alat tes khusus.

LE
2. Penilai dalam kasus-kasus kriminal, misalnya menentukan waras atau
tidaknya pelaku kriminal.
3. Penilai dalam kasus-kasus sipil, misalnya menentukan layak atau tidaknya
seseorang masuk rumah sakit jiwa, ada tidaknya kekerasan dalam

SA
keluarga.
4. Memperjuangkan hak untuk memberi atau menolak pengobatan bagi
seseorang.
5. Memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang, misalnya
terkait dengan kepemilikan senjata.
6. Memberikan penanganan sesuai dengan kebutuhan.
R
7. Sebagai konsultan dan peneliti di bidang forensik.

Sedangkan Nietzel, Bernstein, dan Milich (1998; dalam Markam, 2008)


FO

menyimpulkan terdapat lima pokok bahasan psikologi forensik, yaitu:


1. Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan dan tanggung jawab
kriminal.
Melalui proses asesmen dan diperolehnya dinamika psikologis pelaku,
maka dapat dipahami perilaku yang melanggar hukum, hingga diketahui
perbedaan dengan perilaku akibat gangguan mental.
T

2. Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadilan sipil.


Perbuatan keliru (wrongful act) dalam kasus sipil dapat membahayakan
NO

orang lain; seperti fitnah/pencemaran nama baik, malpraktik dalam


tindakan medis, luka sebagai akibat produk yang cacat, kelalaian maupun
kesengajaan yang merugikan orang lain.
3. Kompetensi sipil.
Berbeda dengan kompetensi dalam kasus kriminal, kompetensi sipil
menjawab kompetensi mental seseorang pada kasus-kasus yang non
kriminal, yaitu dalam hal kapasitas untuk memahami informasi yang
relevan, membuat pilihan, dan membuat keputusan tertentu.
172 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

4. Otopsi psikologis dan criminal profiling.


Otopsi psikologi adalah asesmen terhadap orang yang sudah meninggal
untuk mengetahui keadaan psikisnya sebelum meninggal sehingga
diketahui penyebab kematiannya. Criminal profiling adalah melakukan
asesmen untuk mencari pelaku dan penyebab berdasarkan tanda-tanda

LE
yang ditinggalkan.
5. Kelayakan orangtua (parental fitness) dan hak asuh anak.
Dalam kelayakan orangtua, evaluator memutuskan apakah hak asuh
orangtua atas anak harus diakhiri karena dirinya tidak layak menjadi

SA
orangtua. Dalam hak asuh anak, klinisi melakukan evaluasi hak asuh
anak dan memberikan rekomendasi pada pengadilan mana di antara
kedua orangtua, yang mana yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan
anak dan dialah yang memperoleh hak asuh anaknya.

LATIHAN
R
Carilah melalui media massa yang mudah Anda akses (cetak maupun
elektronik) tentang penerapan Psikologi Forensik, kemudian berilah penjelasan
FO

mengapa kasus tersebut relevan dengan sub-pokok bahasan Psikologi Forensik


dengan memperhatikan pengertian dan ruang lingkupnya!

RANGKUMAN
Psikologi forensik adalah penerapan pengetahuan psikologi, khususnya
T

psikologi klinis, dalam hal metode, teori, dan konsep, pada sistem legal,
atau pada masalah-masalah yang dihadapi oleh jaksa, polisi, dan lain-lain
NO

untuk penyelesaian masalah, baik dalam ranah sistem hukum sipil, hukum
kriminal (pidana), maupun hukum administratif. Beberapa hal penting
yang dapat dilakukan oleh psikolog dalam bidang psikologi forensik adalah
menjadi saksi ahli, penilai dalam kasus-kasus kriminal atau sipil, maupun

TES FORMATIF
1. Contoh penerapan psikologi forensik dalam penanganan/pengadilan
sipil, kecuali…
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 173
173
a. Penilaian kemampuan mental seseorang pada kasus-kasus non
kriminal
b. Otopsi psikologis dan criminal profiling
c. Penilaian kasus sipil tentang perbuatan yang membahayakan orang
lain

LE
d. Evaluator untuk penilaian kelayakan orangtua dan hak asuh anak
2. Melakukan asesmen untuk mencari pelaku dan penyebab berdasarkan
tanda-tanda yang ditinggalkan, disebut…
a. Otopsi psikologi

SA
b. Parental fitness
c. Wrongful act
d. Criminal profiling
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan saksi ahli!
R
UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.
FO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. B
2. D
3. Saksi dalam pengadilan yang memenuhi kualifikasi sebagai clinical
T

expertise, berdasarkan latar belakang pendidikannya dan juga aplikasi


prinsip ilmiah, lisensi, pengalaman, hingga penggunaan alat tes khusus.
NO

5.12 PSIKOLOGI KOMUNITAS

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Komunitas


Psikologi komunitas adalah pendekatan terhadap kesehatan mental yang
berfokus pada peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi
masalah (Markam. 2008). Permasalahan di kelompok masyarakat tertentu
174 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

diidentifikasi, dijelaskan faktor resiko dan faktor pencegahnya, sehingga


dapat dilakukan intervensi terhadapnya.
Meski bermaksud untuk memberikan bantuan kepada orang dengan
yang mengalami gangguan emosional, penyesuaian diri, atau masalah
psikologi lainnya; fokus psikologi komunitas adalah interaksi orang-

LE
lingkungan, mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat
menciptakan atau mengurangi masalah individu, dan kemudian berfokus
diri pada pemberdayaan individu dan kelompok individu untuk lebih dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya (Rapaport dalam

SA
Markam, 2008). Dengan demikian, psikologi komunitas berkembang di atas
dasar bahwa permasalahan psikologis individu dapat dipahami dan dapat
dicegah melalui pendekatan komunal.
Terdapat setidaknya dua konsep besar dalam psikologi komunitas yang
menjadi perhatian (Markam, 2008), yaitu:
1. Pencegahan, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
R
a. Pencegahan primer adalah upaya melawan keadaan yang
memungkinkan timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi.
FO

b. Pencegahan sekunder adalah usaha diagnosis dini atas suatu keadaan


dan bertujuan agar penanganan tahap dini atau tahap awal gangguan
dapat segera dilakukan.
c. Pencegahan tersier adalah upaya rehabilitasi terhadap orang-orang
yang memerlukan penyesuaian kembali karena penyakit atau trauma
yang pernah dialaminya.
T

2. Pemberdayaan adalah upaya mencegah terbentuknya perasaan tak berdaya


dan pasrah pada individu atau kelompok individu yang terkena suatu
NO

dampak perubahan lingkungan yang merugikan. Pemberdayaan yang


dimaksud adalah pemberdayaan yang berorientasi pada komunitas.
Penjelasan lebih detil dari psikologi komunitas terdapat pada bab
terakhir buku ajar ini.

LATIHAN
Permasalahan di kelompok komunitas tertentu diidentifikasi, dijelaskan
faktor resiko dan faktor pencegahnya, sehingga dapat dilakukan intervensi
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 175
175
terhadapnya. Jelaskan pernyataan ini dengan contoh komunitas mahasiswa
secara sederhana, menggunakan bahasa yang Anda pahami!

RANGKUMAN

LE
Psikologi komunitas berfokus pada upaya peningkatan kesehatan mental
melalui peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah,
yaitu berfokus pada interaksi orang dengan lingkungan, memahami dan
mencegah permasalahan psikologis individu melalui pendekatan komunal

SA
(memberdayakan individu dan kelompok individu untuk lebih dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya). Terdapat tiga macam
pencegahan yang menjadi perhatian utama dalam psikologi komunitas,
yaitu pencegahan primer (upaya melawan keadaan yang memungkinkan
timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi), pencegahan sekunder
(usaha diagnosis dini atas suatu keadaan dan bertujuan agar dapat dilakukan
R
penanganan tahap dini atau tahap awal gangguan), dan pencegahan tersier
(upaya rehabilitasi terhadap orang-orang yang memerlukan penyesuaian
kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya).
FO

TES FORMULATIF
1. Di bawah ini merupakan prinsip dalam pendekatan psikologi komunitas,
kecuali…
a. Memanfaatkan peran daya lingkungan dalam mengurangi masalah
T

b. Memperhitungkan peran lingkungan dalam menciptakan masalah


c. Permasalahan psikologis individu dipahami melalui pendekatan
NO

komunal
d. Melakukan penanganan secara individual pada anggota masyarakat
2. Melakukan tindakan pencegahan melalui diagnosis dini dan penanganan
pada tahap awal gangguan disebut pencegahan…
a. Tersier c. Primer
b. Sekunder d. Preliminary
3. Jelaskan bagaimana upaya psikologi komunitas dalam penggalian data
pada masalah yang dihadapi oleh individu!
176 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

LE
KUNCI JAWABAN TES FORMULATIF
1. D
2. B
3. Fokus psikologi komunitas adalah interaksi orang dengan lingkungan,

SA
sehingga penggalian data pada masalah yang dihadapi individu
dilakukan dengan mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang
dapat menciptakan/mengurangi masalah individu (memahami individu
melalui pendekatan komunal).
R
DAFTAR PUSTAKA
FO

Ardani, T. A., Rahayu, I. T., & Sholichatun, Y. (2007). Psikologi klinis.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bradley, L. A., & Prokop, C.K. (1981). The relationship between medical
psychology and behavioral medicine. Dalam C. K. Prokop, L. A. Bradley
(Ed.), Medical psychology: Contribution to behavioral medicine (h. 1-4).
New York: Academic Press.3
T

Gentry, W. D., & Matarazzo, J. D. (1981). Medical psychology: Three decades


of growth and development. Dalam C. K. Prokop, L. A. Bradley (Ed.),
NO

Medical psychology: Contribution to behavioral medicine (h. 5-15). New


York: Academic Press.
Khanfer, R., Ryan, J., Aizenstein, H., Mutti, S., Busse, D., Yim, I. S., …
Ditzen, B. (2013). Medical psychology. Dalam M. D. Gellman, J. R.
Turner (Ed.), Encyclopedia of Behavioral Medicine (h.1211–1211). New
York: Springer-Verlag.
Lichtenberg, P. A. (2010). Handbook of assessment in clinical gerontology, 2nd
edition. Oxford, UK: Elsevier Inc.
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 177
177
Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa.
Edisi 2.
Markam, S. (2009). Dasar-dasar neuropsikologi klinis. Jakarta: CV Sagung Seto.
Markam, S. S. (2008). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: UI-Press.
Mash, E. J., & Wolfe, D. A. (2016). Abnormal child psychology, sixth edition.

LE
Boston: Cengage Learning.
Maslim, R. (2015). Buku saku diagnosis gangguan jiwa: Rujukan ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM 5. Jakarta: FK Unika Atma Jaya.
Nevid, J.S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2014). Abnormal psychology in a

SA
changing world. Ninth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Nietzel, M. T., Bernstein, D. A., & Milich, R. (1998). Introduction to clinical
psychology, 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Notosoedirdjo, M., & Latipun. (2017). Kesehatan mental: Konsep dan
penerapan. Edisi Keempat. Malang: UMM Press.
Ogden, J. (2012). Health psychology: A textbook, 5th edition. London: Open
R
University Press, McGraw-Hill Education.
Sanderson, C. A. (2013). Health psychology, 2nd edition. John Wiley & Sons,
Inc.
FO

Taylor, S. E. (2015). Health psychology, 9th edition. New York: McGraw-Hill


Edication.

DAFTAR ISTILAH
T

Agitasi: kegelisahan yang ekstrim, hebat luar biasa


Anamnesa: keterangan tentang kehidupan seseorang (klien) yang diperoleh
NO

melalui wawancara dan sebagainya; riwayat orang sakit dan penyakitnya


pada masa lampau
Antigen : zat (misalnya protein atau toksin) yang dapat merangsang
pembentukan antibodi jika diinjeksikan ke dalam tubuh
Clinical expertise: kecakapan dan penilaian klinisi berdasarkan pendidikan
dan aplikasi prinsip ilmiah, lisensi, pengalaman, hingga penggunaan
alat tes khusus
Coping behavior: sembarang perbuatan, interaksi dengan lingkungan dengan
tujuan menyelesaikan sesuai (penganggulangan)
178 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Criminal profiling: penggalian data untuk mencari pelaku dan penyebab


tindakan kriminal berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan
Deprivasi psikososial: kehilangan/terampasnya hal yang sangat diinginkan,
dalam hal ini terkait dengan relasi sosial
Diagnosis: penentuan sifat suatu abnormalitas atau satu penyakit; klasifikasi

LE
seseorang berdasarkan penyakit atau abnormalitas yang diidapnya
DSM: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders yang diterbitkan
oleh American Psychiatric Association
Etiologi : Ilmu yang mempelajari tentang sebab terjadinya gangguan

SA
Faktor pencegah: faktor pelindung yang mengecilkan peluang seorang
individu untuk terkena suatu gangguan kesehatan atau penyakit
Faktor risiko: faktor kerentanan yang memperbesar peluang seorang individu
untuk terkena suatu gangguan kesehatan atau penyakit
Gangguan perkembangan pervasif: sekelompok gangguan yang ditandai
oleh keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosialisasi dan
R
komunikasi, atau gangguan dengan keterlambatan perkembangan yang
bersifat menyeluruh
ICD: International Classification of Diseases yang diterbitkan oleh World
FO

Health Organization
Intervensi: Suatu kegiatan yang sistematis dan terencana berdasarkan hasil
asesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok atau masyarakat
yang menuju pada perbaikan atau mencegah memburuknya suatu keadaan
Komorbid: adanya satu atau lebih kondisi tambahan berupa gangguan atau
T

penyakit yang terjadi bersamaan dengan kondisi primer baik pada saat
yang bersamaan atau dalam urutan sebab akibat
Kuratif: (dapat) menolong menyembuhkan (penyakit dan sebagainya);
NO

mempunyai daya untuk mengobat


Masalah externalizing: mencakup masalah perilaku yang ditampilkan keluar
atau mudah teramati
Masalah internalizing: mencakup masalah berupa bentuk perilaku yang
tidak mudah terlihat dan sulit dikenali atau teramati
Obat psikotropika: zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis dan bukan
narkotika yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku; obat yang dapat mempengaruhi atau mengubah
cara berbicara ataupun tingkah laku seseorang
BAB 5  KEKHUSUSAN PSIKOLOGI KLINIS 179
179
Otopsi psikologi: pengambilan data yang dilakukan terhadap orang yang
sudah meninggal untuk mengetahui keadaan psikisnya sebelum meninggal
sehingga diketahui penyebab kematiannya.
Parental fitness: suatu evaluasi mengenai kelayakan orangtua yang menentukan
hak asuh orangtua atas anak.

LE
Pemberdayaan: proses, cara. perbuatan untuk meningkatkan kemampuan
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak.
PPDGJ: Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

SA
Prevensi primer: usaha pencegahan timbulnya gangguan dari sakit mental,
melawan keadaan yang memungkinkan timbulnya gangguan sebelum
gangguan itu terjadi.
Prevensi sekunder: usaha menemukan kasus dini (early case detection) dan
melakukan penanganan tahap dini atau tahap awal gangguan.
Prevensi tersier: usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan terhadap
R
orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, atau memerlukan
penyesuaian kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya
Prognosis: ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang
FO

berhubungan dengan penyakit atau penyembuhan setelah upaya


penanganan.
Psikofarmakoterapi: terapi dengan memanfaatkan pengaruh obat-obatan
terhadap proses-proses psikologis.
Psikopatologi: cabang psikologi yang berkepentingan dengan penyelidikan
T

penyakit mental, gangguan mental, dan gejala-gejalan abnormal lainnya.


Psikoterapi: penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental
atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri setiap hari dengan tidak
NO

mempergunakan obat-obatan, melainkan melalui pengaruh kejiwaan.


Rehabilitasi: pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang
dahulu (semula).
Simtomatologi : ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala dari gangguan/
penyakit.
Temperamen: sifat batin yang tetap (disposisi) mempengaruhi perbuatan,
perasaan, dan pikiran.
Treatment: cara yang dikenakan untuk meringankan suatu kondisi patologis.
180
180 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
6
FO

Bab
PENGANTAR DAN
T

METODE ASESMEN
NO

PSIKOLOGI KLINIS
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 181
181

6.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pokok bahasan ini mencakup berbagai informasi prinsip dasar asesmen
dan infomasi pengantar tentang beragam metode yang dapat digunakan
secara khusus dalam psikologi klinis. Sebagai upaya membantu memberikan
keputusan atas pengalaman gangguan mental pada seseorang, suatu prosedur

SA
yang formal dan sistematis perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang dapat diandalkan. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu
memenuhi tujuan dari asesmen yang telah ditetapkan sebelum perencanaan
dilakukan. Selain prinsip dasar seperti definisi, tujuan, tahap, sasaran,
pertimbangan, isu etis dalam asesmen psikologi klinis, mahasiswa juga akan
diperkenalkan pada beragam metode asesmen, sehingga dapat terbantu
R
dalam memperoleh gambaran dan terapan nyata dari kegiatan asesmen di
bidang psikologi klinis.
FO

B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan penerapan konsep-konsep psikologi klinis
khususnya dalam hal penggalian informasi yang akurat tentang suatu
permasalahan untuk membantu mengambil keputusan dan memecahkan
masalah. Dengan demikian, pokok bahasan ini terkait dengan seluruh
T

pokok bahasan lain dalam buku ajar ini, dari konsep-konsep dasar hingga
intervensi. Latihan memperoleh kasus dan membuat rancangan asesmen
sederhana akan membantu mahasiswa mendapatkan gambaran terapan yang
NO

nyata dari asesmen psikologi klinis dalam kehidupan nyata secara langsung.

C. Kompetensi
1. Standar Kompetensi
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memberikan contoh
penerapan asesmen psikologi klinis secara sederhana.
182
182 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prinsip-prinsip dasar
perencanaan dan proses asesmen psikologi klinis
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan permasalahan etis dalam
asesmen psikologi klinis

LE
c. Mahasiswa diharapkan mampu menyebutkan dan menjelaskan
beragam metode yang dapat digunakan dalam asesmen psikologi
klinis

SA
D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
R
hal yang belum Anda ketahui.
FO

6.2 PENGANTAR ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS

A. Definisi Asesmen dan Asesmen Klinis dalam Psikologi


Asesmen secara umum dapat didefinisikan suatu proses mengumpulkan
informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan-keputusan atau hasil
T

yang akan diinformasikan atau dikomunikasikan oleh asesor (penilai) (Nietzel,


Bernstein, & Milich, 1998). Definisi ini menjelaskan bahwa hampir setiap
NO

orang dapat terlibat dalam kegiatan asesmen atau pengumpulan informasi


mengenai orang yang ditemui, baik disadari maupun tidak.
Pengertian asesmen klinis menurut Kendall (dalam Wiramihardja, 2012;
Ardani, Rahayu, & Sholichatun, 2007) adalah proses pengumpulan informasi
mengenai klien atau subjek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
mengenai seseorang. Sedangkan menurut Nietzel dkk. (1998), seorang psikolog
klinis mengumpulkan dan memproses informasi hasil asesmen secara lebih
formal dan sistematis. Asesmen klinis secara garis besar didefinisikan sebagai
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 183
183
proses pengumpulan informasi untuk memecahkan suatu permasalahan,
dan sebagai upaya yang paling efektif, sehingga kegiatan asesmen harus
diatur dalam urutan langkah yang sistematis, menurut tahapan-tahapan
yang berhubungan secara logis (Nietzel dkk., 1998). Proses penilaian
terhadap kehidupan manusia dalam kegiatan asesmen memperhatikan

LE
keragaman karakteristik dan berasal dari berbagai setting. Hal inilah yang
kemudian menghendaki klinisi berhadapan dengan kompleksitas dalam
proses pengumpulan informasi untuk memahami tindakan, perasaan, dan
proses berpikir dari klien yang ditanganinya. Asesmen kepribadian adalah

SA
seperangkat proses yang digunakan oleh seseorang atau beberapa orang untuk
mengembangkan kesan dan citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis
tentang pola karakteristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungannya (Sundberg dalam Wiramihardja, 2012;
Markam, 2008; Ardani dkk., 2007).
R
Kontak dengan klien dalam setiap pekerjaan klinis selalu melibatkan
asesmen. Termasuk dalam proses intervensi yang sedang berjalan, maka
FO

asesmen itu dapat saja terjadi (Sundberg, Winebarger, & Taplin, 2007).

B. Tujuan atau Alasan Penyelenggaraan Asesmen Klinis


Korchin (dalam Wiramihardja, 2012) mengemukakan bahwa asesmen klinis
dibutuhkan untuk membuat keputusan yang didasari informasi yang dapat
T

diandalkan. Dalam setting psikologi klinis, kegiatan asesmen seringkali


diarahkan pada upaya diagnosis dan klasifikasi gangguan mental. Hal ini
NO

dikarenakan banyaknya praktik dan penelitian yang dilaksanakan oleh


psikolog klinis berfokus pada abnormalitas, yang juga dikenal sebagai
psikopatologi, dicirikan dengan adanya disfungsi yang merugikan (kegagalan
mekanisme mental dalam menjalankan fungsi alamiah) (Pomerantz, 2014).
Terlepas dari adanya pemahaman tersebut, terdapat beberapa tujuan spesifik
asesmen yang dikembangkan dari pengertian asesmen klinis oleh tokoh-tokoh
sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya, meliputi: (a) pengambilan
keputusan, (b) mengembangkan deskripsi atau gambaran (model kerja
184
184 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

mengenai klien), (c) penyaringan dan klasifikasi diagnosis, (d) pengujian


hipotesis (dalam penelitian atau situasi klinis), (e) prediksi, (f) evaluasi atas
intervensi klinis, dan (g) riset:
1. Sundberg, Winebarger, dan Taplin (2007; dalam Wiramihardja, 2012;

LE
Ardani dkk., 2007) membagi tiga tujuan utama dari asesmen menurut
pengertian yang telah disampaikan:
a. Pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan terjadi pada
setiap kontak dengan seorang klien, termasuk kontak yang pertama;
serta terjadi sepanjang proses asesmen dan intervensi. Pengambilan

SA
keputusan yang dimaksud dapat meliputi apakah kompetensi
klinis cukup untuk melayani klien sendiri, atau perlu dilakukan
rujukan ke profesional lain, bagaimana membuat perencanaan,
mengorganisasikan dan menyampaikan informasi kepada orang
lain, membuat formulasi klinis, membuat desain dan melaksanakan
R
intervensi.
b. Mengembangkan citra atau gambaran (model kerja mengenai klien).
Proses ini dimulai sejak pertemuan pertama dan berlanjut sepanjang
FO

keterlibatan klien dengan klinisi, untuk mendapatkan gambaran yang


akurat dan membantu pengembangan rekomendasi yang tepat, seperti
intervensi atau perujukan atau perawatan inap. Gambaran dibuat
dalam bentuk laporan tertulis, baik digunakan untuk klinis sendiri
atau untuk disampaikan pada orang lain. Laporan bersifat tentatif
dan terbuka terhadap modifikasi dengan diperolehnya informasi-
T

informasi baru.
c. Pengujian hipotesis, dapat berlaku pada penelitian maupun situasi
NO

klinis. Dalam setting penelitian, pengujian hipotesis dapat menguatkan


atau menggugurkan sebuah teori, model atau pertanyaan konseptual.
Sedangkan dalam setting klinis, pengujian hipotesis dapat menguatkan
atau menggugurkan informed guess (dugaan berdasarkan informasi
yang cukup) atau diagnosis.
2. Kendall (dalam Wiramihardja, 2012; Ardani dkk., 2007) membagi alasan
penyelenggaraan asesmen klinis, yaitu:
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 185
185
a. Penyaringan dan diagnosis. Fungsi penyaringan yang dimaksud adalah
kegiatan memilih dan mengelompokkan orang untuk dilibatkan
dalam program intervensi spesifik yang telah dikembangkan. Hasil
asesmen klinis juga bertujuan untuk mengindentifikasi permasalahan
spesifik klien, untuk menentukan diagnosis, jenis atau kelompok, serta

LE
taraf gangguan jiwa secara akurat. Keputusan mengenai diagnosis
dan tingkat keparahan gangguan bertujuan: (1) membantu efisiensi
komunikasi dengan profesional lain, (2) membantu menentukan
intervensi yang tepat berdasarkan informasi yang akurat, dan (3)

SA
dalam situasi hukum, menentukan hukuman yang sesuai bagi
terdakwa.
b. Evaluasi atas intervensi klinis, yaitu dengan membuat deskripsi
individu, menentukan kekuatan, kelemahan, dan keparahan
permasalahan psikologis klien sebelum, sewaktu, dan setelah
intervensi dilakukan. Hasil evaluasi akan menentukan apakah
R
intervensi yang telah diberikan dapat membantu memperingan
permasalahan yang dialami, sehingga dapat diambil tindak lanjut
penanganan.
FO

c. Riset atau penelitian. Beberapa tujuan kegiatan asesmen dalam


penelitian adalah: (1) menguji hipotesis yang spesifik dengan
melihat pengaruh variabel yang diteliti, (2) mengevaluasi kekuatan
dan kelemahan instrumen asesmen yang ada, (3) mengembangkan
metode asesmen baru yang dapat digunakan di kemudian hari.
T

3. Sedangkan Nietzel dkk. (1998) membagi tujuan utama asesmen klinis


ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
NO

a. Klasifikasi Diagnostik. Merupakan tujuan asesmen klinis yang


dimaksudkan untuk mendiagnosa gangguan mental pada pasien
psikiatrik. Prosesnya beragam yaitu klasifikasi diagnostik,
psikodiagnosis, diagnosis diferensial, atau pelabelan diagnostik.
Klasifikasi diagnostik yang akurat penting untuk beberapa alasan,
yaitu (1) keputusan penanganan yang tepat tergantung pada
pemahaman tentang apa yang sebetulnya terjadi pada klien, (2)
penelitian tentang sebab gangguan psikologis memerlukan identifikasi
186
186 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

gangguan yang dapat dipercaya dan valid, serta membedakan


secara akurat dengan gangguan yang lain, (3) Klasifikasi membantu
klinis untuk berkomunikasi secara efisien kepada orang lain secara
profesional tentang gangguan pada diri seseorang.
b. Deskripsi. Dilakukan dengan memperluas asesmen dan lebih

LE
mengelaborasi deskripsi tentang klien sehingga membantu
mendapatkan pemahaman yang lebih penuh. Hal ini juga didasari
oleh meningkatnya keyakinan bahwa orang tidak dapat dipahami
secara sederhana berdasarkan interviu atau tes, melainkan perlu

SA
juga diketahui lebih dalam tentang ‘isi’ perilaku klien yang juga
mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan lingkungan
fisik. Dengan demikian, asesmen lebih banyak dilakukan untuk
menggambarkan kepribadian orang secara lengkap dengan melihat
interaksi individu lingkungan (person-environment interactions).
Asesmen yang berorientasi deskripsi juga mempermudah klinisi
R
untuk memperhatikan aset dan fungsi adaptif klien; tidak sekadar
kelemahan dan permasalahannya. Deskripsi menyediakan pengukuran
perilaku klien sebelum treatment, memandu perencanaan treatment,
FO

dan mengevaluasi perubahan pada perilaku setelah treatment.


c. Prediksi. Yaitu membuat prediksi tentang perilaku manusia. Secara
umum, prediksi dimaksudkan untuk melihat dan menyeleksi orang-
orang yang paling mungkin untuk tampil baik di pekerjaan tertentu.
Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut, maka pertama kali yang
T

dilakukan adalah mengumpulkan dan mempelajari data asesmen


deskriptif. Secara khusus, termasuk dalam setting klinis, maka tujuan
prediksi dilakukan dalam situasi terkait hidup dan mati, seperti
NO

kemungkinan percobaan bunuh diri, atau melukai orang lain.

Asesmen diselenggarakan dengan tujuan tertentu, sehingga penggunaan


alatnya terbatas sesuai dengan kebutuhannya dan mengungkap informasi
mengenai klien yang berhubungan dengan tujuan pemberian asesmen
tersebut (Wiramihardja, 2012; Ardani dkk., 2007).
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 187
187
C. Sasaran Asesmen Klinis
Menurut Wiramihardja (2012), terdapat beberapa sasaran atau target yang
mungkin diusahakan dalam asesmen psikologi klinis, yaitu:
1. Disfungsi (psikologis) individual; memperhatikan abnormalitas atau

LE
kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau tindakannya.
2. Kekuatan klien; dalam hal kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas
yang menjadi target evaluasi.
3. Kepribadian subjek; seperti dalam hal kebutuhan, motivasi, pertahanan,

SA
dan pola perilaku subjek.
4. Kekuatan dan kelemahan lingkungan sosial individu dan efek lingkungan
sosial terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku klien/analisis fungsional.

Selain itu Wiramihardja (2012) menambahkan bahwa pada kebanyakan


asesmen, psikolog klinis berfokus pada lingkup target yang luas, memulai
R
dari kekuatan atau aset sampai kelemahan, dan dari determinan perilaku
stabil sampai pada perubahan perilaku.
FO

D. Proses atau Tahapan Asesmen Klinis


Proses asesmen klinis terdiri dari beberapa tahapan menurut Nietzel dkk.
(1998; dalam Markam, 2008; Ardani dkk., 2007) terdiri dari empat, yaitu:

Perencanaan Pemrosesan
T

Pengumpulan Penyampaian
dalam data dan hasil
data untuk
pengumpulan pembentukan asesmen
asesmen
data hipotesis
NO

data

1. Perencanaan dalam prosedur pengumpulan data.


Merupakan tahap yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan ‘apa
yang ingin diketahui’ dan ‘bagaimana cara memperoleh jawabannya’.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjawab kedua pertanyaan
tersebut, adalah:
188
188 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

a. Faktor-faktor yang oleh klinisi dianggap paling penting dalam


membentuk perilaku dan proses mental manusia. Berbagai pendekatan
dalam psikologi klinis yang telah dijelaskan pada bab-bab awal buku
ajar ini menjelaskan faktor-faktor yang beragam dengan penekanan
yang berbeda, menjadi dasar bagi fokus penggalian informasi tentang

LE
klien.
b. Asesmen untuk setiap kasus bisa sangat beragam dari perencanaan,
pengorganisasian, dan implementasi strategi asesmen yang efisien
dan bermanfaat. Efisien yang dimaksud adalah yang sesuai dengan

SA
kebutuhan, tidak menggunakan banyak waktu dan biaya. Meski
mendapatkan terlalu banyak data mungkin dilakukan, namun
data yang diperoleh dapat bersifat sepele, berlebihan, dan menjadi
ketinggalan jaman saat digunakan lebih lanjut.
Selain beberapa hal yang akan dijelaskan dalam sub-sub pokok
bahasan setelah ini, maka proses pemeriksaan perlu mempertimbangkan
R
tujuan asesmen, apakah dilakukan untuk klasifikasi (diagnosis medis),
deskripsi variabel, atau untuk prediksi sebagaimana yang telah dijelaskan
FO

pada sub-sub pokok bahasan sebelumnya.

2. Pengumpulan data untuk asesmen


Psikolog klinis mengumpulkan data asesmen setidaknya dari empat
sumber utama, yaitu wawancara, tes, observasi, dan catatan kehidupan
(life records). Ketiga sumber pertama merupakan sentral dalam asesmen
klinis. Proses pengumpulan data menggunakan metode tertentu
T

mempertimbangkan kelebihan/ kelemahan dan sifat dari masing-masing


metode, seperti cara melakukan wawancara dan informasi apa yang
NO

diutamakan, bagaimana metode dan fokus observasi yang akan dilakukan,


alat tes apa yang akan digunakan dan bagaimana prosedurnya, apa
macam life record yang akan digunakan. Psikolog klinis jarang bergantung
pada sumber pengumpulan data tunggal. Penggunaan beragam metode
dilakukan untuk tujuan validasi silang (cross-validate) informasi dan
bermanfaat untuk mengevaluasi efek penanganan. Informasi tentang
metode-metode asesmen dijelaskan pada sub pokok bahasan selanjutnya.
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 189
189
3. Pengolahan data dan pembentukan hipotesis
Pemrosesan data atau penilaian klinis (clinical judgment) adalah
upaya menerjemahkan data kasar yang memiliki sedikit makna dalam
konteks psikologis ke dalam pernyataan yang lebih bermakna, dan
menginterpretasikan atau menyimpulkan proses psikologis apa yang

LE
terlibat di dalamnya. Pengambilan kesimpulan dilakukan dari data yang
diketahui, menjadi apa yang diduga benar berdasarkan data tersebut.
Proses pengambilan kesimpulan perlu dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari kesalahan (error). Kesalahan mungkin terjadi apabila

SA
elaborasi kesimpulan dilakukan berdasarkan data yang minimal. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan kesimpulan,
adalah kesimpulan seperti apa yang ingin digambarkan, bagaimana klinisi
melakukannya, seakurat apa hal itu dapat dilakukan, serta bagaimana
kesalahan dapat diminimalkan.
4. Penyampaian hasil asesmen klinis dan laporan pemeriksaan psikologi
R
klinis
Upaya untuk menampilkan hasil asesmen secara terorganisasi disebut
FO

sebagai laporan asesmen. Laporan asesmen seharusnya memenuhi kriteria:


jelas, relevan dengan tujuan asesmen, dan bermanfaat bagi pengguna jasa
(user) yang dimaksud. Isu etis yang perlu diperhatikan oleh asesor di
antaranya adalah bahwa penggalian data tidak melanggar privasi klien;
tidak mengandung bias sosial atau bias budaya yang dapat merugikan
kelompok minoritas. Selain itu, penggunaan dan pelaporan informasi
T

dari klien (yang tidak secara umum diungkapkan pada situasi lain)
perlu dilakukan secara bijak dalam hal (1) bagaimana data asesmen
NO

psikologis digunakan, (2) siapa yang dapat mengakses informasi, dan


(3) kemungkinan bahwa interpretasi informasi asesmen yang tidak
tepat atau tidak layak dapat berdampak negatif pada klien. Klinisi perlu
mempertimbangkan bahwa hasil tes, kesimpulan, prediksi, dan informasi
lain yang dikomunikasikan dalam laporan dapat disalahgunakan oleh
orang lain yang tidak memiliki kualifikasi untuk menginterpretasinya;
sehingga tidak hanya melanggar privasi klien, namun juga dapat
membahayakan klien.
190
190 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

E. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Asesmen


Klinisi memutuskan sejauh mana asesmen dilakukan, pertanyaan apa yang
diajukan pada setiap level asesmen, dan teknik asesmen apa yang digunakan.
Tidak hanya melalui pertimbangan teoretis, maka reliabilitas dan validitas
merupakan pertimbangan penting dalam proses pemilihan instrumen

LE
asesmen. Faktor spesifik klinisi dan keluasan serta kedalaman cakupan juga
menjadi perhatian (Nietzel dkk., 1998).
1. Reliabilitas, yaitu mengacu pada konsistensi atau kesesuaian di antara
data asesmen. Dapat dievaluasi dengan beberapa cara:

SA
a. Stabilitas temporal, yaitu kemiripan hasil dari pengukuran berulang
pada klien yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur asesmen
memiliki reliabilitas tes-retes yang tinggi.
b. Konsistensi internal, yaitu apabila data dari hasil sebagian asesmen
serupa dengan data dari sebagian yang lain. Selain menunjukkan
konsistensi internal, hal ini juga terkadang disebut reliabilitas split-
R
half/ (interkorelasi butir tes).
c. Reliabilitas interrater, yaitu apabila data hasil pengukuran antar penilai
FO

pada penggunaan instrumen asesmen yang sama menunjukkan saling


kesesuaian. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur asesmen memiliki
reliabilitas interrater yang tinggi.
2. Validitas, yaitu mencerminkan sejauh mana sebuah instrumen mengukur
apa yang seharusnya diukur. Dapat dievaluasi dengan beberapa cara:
a. Content validity, menjelaskan seberapa baik metode asesmen/ alat
T

ukur tersebut bersinggungan dengan seluruh dimensi yang relevan


dengan apa yang hendak diukur.
NO

b. Criterion validity, menjelaskan seberapa kuat hasil asesmen


berhubungan dengan kriteria tertentu.
(1) Predictive validity, menjelaskan seberapa baik metode asesmen/
alat ukur tersebut dapat memprediksi peristiwa, misalnya perilaku
kekerasan atau percobaan bunuh diri.
(2) Concurrent validity, menjelaskan seberapa sesuai dua metode
asesmen mengukur kualitas yang sama.
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 191
191
c. Construct validity, menjelaskan bahwa hasil dari penggunaan metode
asesmen atau alat ukur secara sistematis dan berkesinambungan
berhubungan dengan konstruk yang seharusnya diukur.
3. Faktor spesifik klinisi.

LE
Pengalaman dan pilihan pribadi turut mempengaruhi pilihan asesmen
klinisi berdasarkan kenyamanan atau kemudahan memperoleh jawaban
asesmen. Selain mempengaruhi pilihan asesmen, faktor personal juga
menentukan kecenderungan penggunaan metode asesmen tertentu
secara terus menerus, bahkan ketika beberapa bukti penelitian kurang

SA
mendukung reliabilitas dan validitasnya.
4. Bandwidth-Fidelity
Baik bandwidth maupun fidelity juga perlu diperhatikan guna efisiensi
dalam proses asesmen. Bandwidth mengacu pada keluasan cakupan
hasil dari alat asesmen, sedangkan fidelity mengacu pada kedalaman
R
dan ketuntasan. Sebuah hasil asesmen dapat luas cakupannya, namun
bisa dangkal/tidak mendalam (misalnya pada daftar wawancara dengan
banyak topik dan waktu terbatas); begitu pun sebaliknya (misalnya
FO

pada wawancara mendalam pengalaman masa kanak). Klinisi perlu


mencari strategi asesmen dan alat ukur yang memberikan hasil optimal
dan seimbang dalam hal bandwidth dan fidelity. Pilihan tidak hanya
ditentukan oleh waktu dan sumber yang tersedia melainkan juga tujuan
dari asesmen, yaitu tentang spesifikasi informasi yang ingin diperoleh.
T

F. Isu Etis dalam Asesmen Psikologi Klinis


NO

Menurut Pomerantz (2014), isu etis dalam kegiatan asesmen psikologi klinis
berdasar Kode Etik Asosiasi Psikologi Amerika secara khusus setidaknya
meliputi tiga hal, yaitu:
1. Pemilihan tes. Pemilihan tes dilakukan dengan memperhatikan beberapa
hal, yaitu kompetensi penilai; budaya, bahasa, dan usia klien; kebaruan tes;
reliabilitas dan validitas tes, meminimalkan bias tes, serta menggunakan
prosedur yang sesuai dan ramah pengguna.
192
192 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

2. Keamanan tes. Penilai seharusnya berusaha melindungi keamanan


dan integritas materi tes yang digunakan agar tidak memasuki ranah
publik. Masuknya alat tes ke ranah publik akan memampukan pengguna
tes mempersiapkan atau menjalani latihan sebelum tes sesungguhnya
sehingga hasil tes menjadi tidak valid, berdampak pada rekomendasi

LE
yang tidak tepat.
3. Perlakuan terhadap hasil tes. Data tes dapat dirilis kepada klien
berdasarkan permintaan, dengan menjamin bahwa data tersebut tidak
akan disalahgunakan atau akan merugikan klien.

SA
Selain beberapa kriteria di atas, secara umum etika kegiatan dalam
psikologi klinis berdasar Kode Etika Asosiasi Psikologi Amerika (dalam
Pomerantz, 2014), meliputi beberapa hal seperti: jaminan kerahasiaan,
persetujuan tertulis (informed consent), batas-batas dan hubungan ganda,
serta kompetensi.
R
Kode Etik Psikologi Indonesia yang dirumuskan oleh HIMPSI (2010)
menjelaskan beberapa isu etis terkait dengan kegiatan asesmen dalam
psikologi, yaitu:
FO

1. Kesesuaian antara kategori instrumen tes dengan kompetensi penilai


2. Psikolog yang memiliki kewenangan dalam memberikan saran dan/atau
rekomendasi dari hasil asesmen sesuai kompetensinya
3. Masa berlaku hasil tes adalah dua tahun, dalam kondisi relatif konstan
4. Persetujuan tertulis (informed consent) dari klien
5. Mempertimbangkan berbagai faktor (terkait pengguna dan perbedaan
T

dengan psikolog) dalam interpretasi hasil asesmen dan keputusan


6. Hasil asesmen adalah kewenangan psikolog dan dapat disampaikan
NO

kepada pengguna layanan dengan menyesuaikan karakteristik pengguna


7. Menjaga keamanan dan kelengkapan insrumen/alat tes psikologi, data
hasil asesmen psikologi, bertanggung jawab terhadap alat asesmen
psikologi di tempat bekerja.

LATIHAN
Carilah sebuah uraian kasus nyata mengenai abnormalitas pada seseorang,
pada pada anak/remaja, dewasa, atau lansia, di media massa yang mudah
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 193
193
Anda akses (cetak maupun elektronik), kemudian cobalah untuk menentukan
tujuan dan sasaran asesmen!

RANGKUMAN

LE
Asesmen klinis adalah proses pengumpulan informasi mengenai klien atau
subjek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai seseorang,
secara lebih formal dan sistematis yang bertujuan untuk memecahkan
suatu permasalahan sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan. Asesmen

SA
klinis memiliki tujuan yang beragam, di antaranya pengambilan keputusan,
pengembangan deskripsi atau gambaran (model kerja mengenai klien),
penyaringan dan klasifikasi diagnosis, pengujian hipotesis (dalam penelitian
atau situasi klinis), prediksi, evaluasi atas intervensi klinis, dan riset. Adapun
ranah penggalian data, atau merupakan sasaran atau target yang mungkin
diusahakan dalam asesmen psikologi klinis, adalah disfungsi (psikologis)
R
individual, kekuatan klien, kepribadian subjek, maupun kekuatan dan
kelemahan lingkungan sosial individu dan efeknya bagi psikologis individu.
Proses asesmen klinis terdiri dari beberapa tahapan yaitu perencanaan dalam
FO

prosedur pengumpulan data, pengumpulan data untuk asesmen, pengolahan


data dan pembentukan hipotesis, dan penyampaian hasil asesmen klinis dan
laporan pemeriksaan psikologi klinis. Tidak hanya melalui pertimbangan
teoretis, maka reliabilitas, validitas, faktor spesifik klinisi, dan keluasan serta
kedalaman cakupan merupakan pertimbangan yang penting dalam proses
pemilihan instrumen asesmen. Di atas itu semua, isu etis dalam kegiatan
T

asesmen psikologi klinis perlu mendapatkan perhatian. Acuan mengenai isu


etis ini tidak terlepas dari pedoman kode etik psikologi, khususnya pada
NO

pasal-pasal yang mengatur tentang asesmen psikologi.

TES FORMATIF
1. Disfungsi (psikologis) individual merupakan salah satu dari sasaran atau
target asesmen psikologi klinis, meliputi...
a. Kemampuan, keterampilan, atau sensitivitas
b. Kebutuhan, motivasi, pertahanan, dan pola perilaku
194
194 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

c. Abnormalitas atau kekurangan dalam aspek pikiran, emosi, atau


tindakannya
d. Kekuatan dan kelemahan lingkungan sosial individu dan pengaruhnya
bagi klien
2. Salah satu dari tujuan asesmen psikologi klinis yang dimaksudkan untuk

LE
menguatkan atau bahkan menggugurkan sebuah teori, dalam hal ini
adalah informed guess atau diagnosis, merupakan tujuan…
a. Pengujian hipotesis
b. Prediksi

SA
c. Evaluasi atas intervensi klinis
d. Riset
3. Pengalaman dan pilihan pribadi turut mempengaruhi pilihan asesmen
klinisi berdasarkan kenyamanan atau kemudahan memperoleh jawaban
asesmen, menentukan pilihan metode asesmen. Pertimbangan ini
termasuk ke dalam faktor… dalam pemilihan asesmen.
R
a. Bandwidth-Fidelity
b. Spesifik klinis
FO

c. Validitas
d. Reliabilitas
4. Beberapa hal di bawah merupakan isu etis terkait kegiatan asesmen
dalam psikologi, kecuali…
a. Kesesuaian antara kategori instrumen tes dengan kompetensi penilai
b. Hasil asesmen adalah kewenangan psikolog dan dapat disampaikan
T

kepada pengguna layanan dengan menyesuaikan karakteristik


pengguna
NO

c. Persetujuan tertulis (informed consent) dari klien


d. Psikolog yang memiliki kewenangan dalam memberikan saran dan/
atau rekomendasi dari hasil asesmen meski kompetensinya tidak
sesuai
5. Jelaskan definisi asesmen klinis dalam psikologi!
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 195
195

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

LE
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C
2. A

SA
3. B
4. D
5. Asesmen klinis adalah proses pengumpulan informasi mengenai
klien atau subjek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
mengenai seseorang, secara lebih formal dan sistematis yang bertujuan
untuk memecahkan suatu permasalahan sesuai dengan tujuan yang
R
dimaksudkan.
FO

6.3 PENGANTAR METODE ASESMEN DALAM


PSIKOLOGI KLINIS

A. Tipe Asesmen Spesifik


Terdapat setidaknya empat tipe/jenis asesmen yang spesifik (Pomerantz, 2014),
T

yaitu asesmen intelektual, asesmen neuropsikologis, asesmen kepribadian,


dan asesmen perilaku.
NO

1. Asesmen intelektual, meliputi tes inteligensi dan tes prestasi.


Inteligensi mengacu pada kapasitas kognitif seseorang, atau potensi
intelektual seseorang, atau apa yang dapat dicapai seseorang secara
intelektual. Tes inteligensi menghasilkan angka IQ (Intelligence
Quotient). Tes inteligensi dapat digunakan untuk aplikasi klinis,
termasuk evaluasi-evaluasi yang berfokus pada isu disabilitas belajar,
retardasi (keterbelakangan) mental, keterlambatan perkembangan, bakat,
perencanaan pendidikan dan kejuruan, penempatan dan kualifikasi
196
196 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

sekolah, atau memberikan informasi kecerdasan umum dalam konteks


yang lebih luas pada klien dengan masalah yang bersifat neuropsikologis
(misal penyakit Alzheimer), emosional (misal gangguan suasana hati),
atau perilaku (misal gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas).
Berbeda dengan inteligensi, prestasi adalah apa yang telah dicapai

LE
seseorang, khususnya di dalam jenis-jenis subjek (mata pelajaran) yang
dipelajarinya di sekolah. Prestasi “diprediksi” oleh IQ, atau keduanya
saling berkorespondensi. Ketidaksesuaian antara prestasi dengan IQ
dapat ditemukan pada academic overachiever (prestasi lebih tinggi dari

SA
IQ) atau siswa dengan disabilitas belajar (prestasi lebih rendah dari IQ).
Sehingga, tes prestasi bersama-sama dengan tes inteligensi digunakan
untuk mengevaluasi disabilitas belajar.
2. Asesmen neuropsikologi
Tes neuropsikologis dimaksudkan untuk mengukur fungsi kognitif
atau gangguan otak, dan komponen atau struktur spesifiknya, serta
R
bagaimana bagian-bagian otak berfungsi. Tes neuropsikologis berguna
dalam penilaian masalah-masalah yang mungkin timbul dari cedera
FO

kepala, pemakaian jangka panjang alkohol atau obat, atau penyakit otak
degeneratif. Selain itu juga dapat digunakan untuk pembuatan prognosis
demi kemajuan, merencanakan rehabilitasi, menentukan kelayakan atau
kesiapan bersekolah atau bekerja, dan menetapkan garis-dasar (baseline)
berbagai kemampuan neuropsikologis untuk kelak digunakan sebagai
pembanding.
T

3. Asesmen kepribadian
Kepribadian sebaiknya dinilai dengan menggunakan metode majemuk,
NO

termasuk berbagai jenis tes, data wawancara, observasi, atau sumber-


sumber lain. Hal ini dilakukan akibat tidak adanya ukuran kepribadian
atau perilaku yang sempurna; semua mengandung keterbatasan meski
memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Masing-masing metode
menawarkan sebuah perspektif unik tentang klien, dan semuanya sering
berujung pada kesimpulan serupa. Meski sebagian metode mungkin lebih
informatif dibandingkan yang lain, integrasi banyak metode yang terbukti
paling informatif. Perilaku dipandang sebagai isyarat bagi masalah yang
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 197
197
mendasarinya, yang tersimpan dalam-dalam.
4. Asesmen perilaku
Asesmen perilaku memandang bahwa perilaku klien bukan isyarat
dari isu atau masalah yang mendasarinya; sebaliknya perilaku itulah
masalahnya, atau sampel dari masalah itu sendiri. Contoh, pada perilaku

LE
anak bertengkar dengan guru, maka penilai perilaku menganggap bahwa
masalahnya adalah “bertengkar dengan guru” itu sendiri, bukan karena
adanya gangguan pembangkangan oposisi (oppositional deviant disorder).
Penilaian perilaku merupakan pendekatan empiris yang mengukur

SA
perilaku, yang telah didefinisikan terlebih dahulu secara baik, sehingga
dapat dilakukan pencatatan yang valid, tepat, dan sensitif terhadap
perilaku yang dimaksud, sebagai hasil interaksi perilaku-lingkungan.

B. Wawancara Klinis
R
Definisi wawancara menurut Matarazzo (dalam Nietzel, dkk., 1998) adalah
“a conversation with a purpose or goal”. Wawancara dalam psikologi klinis
merupakan alat asesmen yang paling luas digunakan; menjadi komponen
FO

utama dalam asesmen klinis, bahkan memainkan peran penting dalam


treatment psikologis (Nietzel, dkk., 1998). Anamnesis (wawancara) berasal
dari bahasa Yunani, yang artinya mengingat kembali. Anamnesis merupakan
kegiatan menanyakan kepada klien mengenai suatu persoalan yang dialaminya,
mengenai riwayat hidupnya (Markam, 2008). Autoanamnesis terjadi apabila
keluhan atau persoalan dan riwayat hidup ditanyakan kepada orang yang
T

bersangkutan, sedangkan alloanamnesis atau heteroanamnesis terjadi apabila


ditanyakan kepada orang lain.
NO

Menurut Goldenberg (dalam Wiramihardja, 2012; Ardani dkk., 2007),


terdapat empat tujuan umum wawancara klinis, yaitu:
1. Memperoleh informasi tentang diri klien dan yang bersangkutan dengan
hal itu.
2. Memberikan informasi sepanjang dianggap perlu dan sesuai dengan
tujuan wawancara.
3. Memeriksa kondisi psikologis atau memberikan diagnosis klien.
4. Mempengaruhi, pengubah, dan memodifikasi perilaku klien.
198
198 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Nietzel, dkk. (1998) membagi berbagai situasi dalam wawancara klinis,


yaitu:
1. Intake interviews
Situasi ini terjadi saat klien pertama kali datang ke klinisi karena
permasalahan yang dihadapi. Tujuan dari intake interviews adalah untuk

LE
memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dihadapi klien,
dan membantu klinisi memutuskan tindakan selanjutnya. Tindakan
selanjutnya dapat berupa penjadwalan untuk sesi berikutnya, atau
sebaliknya rujukan ke profesional lain. Intake interviews merupakan

SA
bagian penting untuk keberhasilan treatment, karena menentukan persepsi
klien terhadap pewawancara.
2. Problem identification interviews
Situasi ini terjadi saat wawancara difokuskan sepenuhnya pada
identifikasi atau elaborasi permasalahan yang dihadapi oleh klien.
R
Seringkali pertanyaan terstruktur dan sistematis, diarahkan untuk
menjawab klasifikasi atau diagnosis dari permasalahan yang dihadapi,
dihubungkan dengan deskripsi dan aksis menurut sistem klasifikasi
FO

tertentu, seperti DSM (disebut sebagai diagnostic interviews; Goldenberg


dalam Wiramihardja, 2012). Pada pendekatan yang berorientasi perilaku
atau fenomenologis, wawancara dilakukan untuk mengembangkan
deskripsi yang lebih luas tentang klien dan konteks lingkungan perilaku
tersebut muncul. Wawancara ini (juga sering disebut sebagai psychiatric
interviews) juga menjadi dasar bagi keberlanjutan upaya terapi, yaitu
T

dengan membangun relasi kerja yang produktif dan mengelola hipotesis


klinisi tentang sebab dan perkembangan permasalahan klien.
NO

3. Orientation interviews
Situasi ini terjadi saat klinisi memberikan informasi atau mengenalkan
kepada klien tentang prosedur asesmen, treatment, atau penelitian yang
akan dijalani. Wawancara ini memiliki manfaat dalam dua cara, yaitu
(a) klien didorong untuk bertanya dan memberikan komentar, sehingga
dapat mendiskusikan atau membenarkan pemahaman yang keliru
yang dikhawatirkan dapat mengacaukan progres treatment selanjutnya,
dan (b) membantu klien memahami prosedur asesmen dan treatment
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 199
199
selanjutnya, serta peran mereka dalam prosedur yang akan dijalankan.
Klien selanjutnya dapat lebih optimal bekerja sama hingga proses
treatment dijalankan.
4. Termination interviews
Situasi ini terjadi saat klinisi mengakhiri asesmen, treatment, atau

LE
penelitian yang telah dijalani. Termination interviews dalam asesmen
membantu mengurangi kecemasan klien akibat proses asesmen,
yaitu dengan merangkum prosedur dan menjelaskan perlindungan
informasi yang diperoleh dari klien, serta menyediakan kesimpulan

SA
dan interpretasi hasil asesmen. Termination interviews dalam penelitian
klinis disebut debriefing, yang berisi penjelasan tentang proyek penelitian
dan prosedur yang telah dilalui, memberikan kesempatan partisipan
untuk bertanya dan memberikan komentar tentang pengalaman
penelitian mereka, mendapatkan kejelasan bagaimana perasaan klien
dalam menjalani eksperimen dan faktor eksternal yang mungkin turut
R
mempengaruhi, memastikan bahwa pengalaman penelitian telah selesai
tanpa membahayakan dan bahwa partisipan merasa nyaman dengan
FO

hal tersebut. Termination interviews dalam mengakhiri treatment


psikologis dapat berisi tentang ekspresi syukur, rencana kontak tindak
lanjut, mengingatkan klien tentang penanganan masalah di masa depan,
meyakinkan klien tentang kemampuannya mengatasi permasalahannya
sendiri, serta membantu proses transisi menuju paska treatment menjadi
lebih lancar dan produktif.
T

5. Crisis interviews
Crisis interviews dilakukan sebagai upaya untuk menyediakan dukungan,
NO

mengumpulkan data asesmen, dan menyediakan bantuan; semuanya


dalam waktu yang sangat singkat, pada orang-orang yang sedang
mengalami krisis. Seseorang dikatakan berada dalam krisis apabila
permasalahan yang dihadapi intens dan mendesak, dan keterampilan
pemecahan masalah yang normal terbukti tidak mampu mengatasi
situasi tersebut. Wawancara ini tidak membutuhkan penjadwalan khusus
untuk rangkaian asesmen dan treatment. Crisis interviews dapat bersifat
sementara dan spesifik situasi, namun juga dapat berlanjut/menjadi bahan
rujukan untuk sesi asesmen dan treatment selanjutnya.
200
200 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

6. Observational interviews
Wawancara memberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan
terhadap perilaku klien dalam menghadapi proses wawancara; atau
perilaku tertentu, seperti pada bagaimana seseorang menghadapi situasi
penuh tekanan, membingungkan, atau sarat konflik.

LE
Beberapa teknik bertanya yang dikemukakan oleh Wallen (dalam Markam,
2008) dalam proses pengambilan anamnesis, yaitu:
1. Narrowing questions, yaitu mulai dengan mengajukan pertanyaan luas,

SA
kemudian disusul dengan pertanyaan yang lebih mendetail. Fungsinya
adalah untuk mengetahui sikap klien yang spontan atau yang sejujur-
jujurnya.
2. Progressing questions, yaitu mulai dengan memberikan pertanyaan
tentang suatu yang dekat dengan apa yang sesungguhnya ingin diketahui,
kemudian meneruskannya dengan pertanyaan yang secara progresif
R
mengarah pada hal yang sesungguhnya ingin diketahui.
3. Embedding questions, yaitu menyembunyikan pertanyaan yang lebih
FO

signifikan, ke dalam pertanyaan lain yang bersifat rutin, seolah hanya


merupakan hal yang kecil di antara hal-hal yang ditanyakan.
4. Leading questions, yaitu memberikan pertanyaan yang terarah pada
sesuatu yang ingin diketahui, dengan cara yang berhati-hati. Biasanya
digunakan jika pewawancara mempunyai alasan kuat untuk mencurigai
adanya suatu kecenderungan besar pada klien.
T

5. Holdover questions, yaitu menunda suatu pertanyaan yang tiba-tiba


muncul dalam pikiran pemeriksa, sewaktu klien sedang menceritakan
NO

suatu peristiwa; mencari saat yang lebih baik untuk menanyakan hal
tersebut.
6. Projective questions, yaitu menanyakan pendapat klien tentang hal-hal
tertentu atau orang lain, untuk mengetahui sistem nilai klien yang
diterapkan terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain. Hal ini dapat
diketahui dari pendapat klien tentang keadaan, orang, atau hal-hal di
luar dirinya, yang diasumsikan merupakan proyeksi dari pendapat klien
sendiri.
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 201
201
C. Observasi Klinis
Pengamatan atau observasi sering dibicarakan bersama-sama dengan
wawancara dan tes karena kegiatannya pun sering dilakukan bersama-sama,
atau dengan kata lain tes dan wawancara menyediakan semacam setting untuk
observasi. Observasi sebagai metode pengambilan data oleh klinisi dilakukan

LE
dengan cara yang lebih sistematis, baik dalam proses pengumpulan data
itu sendiri maupun proses analisisnya (Nietzel dkk., 1998). Yang mendasari
penilaian observasi ini adalah pemahaman bahwa perilaku yang dilakukan
dengan ataupun tanpa intensionalitas mengartikan atau menjadi tanda dari

SA
suatu situasi kejiwaan (Wiramihardja, 2012). Pada dasarnya dikenal tiga jenis
perilaku dalam hubungan dengan hal tersebut, yaitu:
1. Perilaku yang terbuka (overt), yaitu perilaku yang memperlihatkan
maksudnya secara jelas dan kasat mata, misalnya makan, memukul.
2. Perilaku yang tertutup (covert), yaitu perilaku yang gerak geriknya tidak
langsung menyatakan maksudnya, misal rasa marah atau malu yang
R
diperlihatkan dengan wajah memerah.
3. Perilaku simbolik (symbolic), yaitu cara berperilaku tertentu atau
FO

kebiasaan yang artinya harus ditafsirkan, misalnya mengangkat bahu


untuk menunjukkan pernyataan tidak tahu.
Sundberg dkk. (2007) menjelaskan bahwa observasi adalah melihat secara
seksama sehingga dapat memberikan petunjuk mengenai beberapa hal:
1. Perilaku memberikan petunjuk tentang berbagai aspek penting
kepribadian, pengaruh budaya, pengendalian diri, sikap, dan hubungan
T

dengan orang lain.


2. Pakaian atau penampilan dapat menunjukkan simbol-simbol identitas,
NO

peran, dan riwayat personal tertentu.


3. Mencari tanda-tanda abnormalitas, concerns personal, dan jenis-jenis
hubungan interpersonal.
4. Adakalanya klinisi meminta klien untuk melakukan observasi diri untuk
mencatat pengalaman atau perilaku penting yang menjadi target dalam
hal jumlah, durasi, dsb.
Sedangkan Ardani dkk., (2007) menjelaskan beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh pemeriksa, yaitu:
202
202 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

1. Mengamati perilaku non-verbal, yang meliputi perilaku motorik,


postur dan perubahannya, ekspresi wajah dan kesesuaiannya dengan isi
wawancara, serta kontak mata.
2. Mengamati penampilan pribadi, meliputi cara berpakaian, gaya potongan
rambut, penggunaan aksesoris.

LE
3. Mengintegrasikan pengamatan
a. Mood. Integrasi pengamatan baik verbal (isi) maupun non-verbal
(misal, nada, gerak tubuh, postur) dapat membangun kesan
mood (suasana perasaan); bagaimana aktivitasnya, konsistensi/

SA
perubahannya, kesesuaiannya.
b. Perkembangan fisik dan neurologis. Integrasi pengamatan dari
postur (tinggi, berat badan), penampilan secara umum, cara berjalan,
koordinasi motorik kasar dan halus, kualitas dan nada suara, dapat
membantu menunjukkan ada tidaknya ketidaknormalan fisik atau
neurologis, termasuk efek samping pengobatan.
R
Observasi sebagai metode asesmen klinis memberikan sejumlah
keuntungan (Nietzel dkk., 1998), yaitu:
FO

1. Melengkapi pelaporan diri (self-reports)


Data hasil observasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang
mungkin muncul dalam self-report menggunakan metode lain seperti
wawancara dan tes psikologis. Data yang dilaporkan dengan metode lain
mungkin tidak akurat karena disampaikan secara tidak objektif, tanpa
minat, sengaja memutarbalikkan, atau mengalami bias persepsi dan
T

harapan sehingga dapat membuat keliru dalam interpretasi atau mengingat.


2. Memperjelas penentu (determinan) situasional dari perilaku
NO

Klinisi yang menggunakan pandangan behavioral atau kognitif-behavioral


cenderung menganggap data observasi sebagai sampel perilaku yang
membantu memahami interaksi individu-situasi yang penting, atau
memahami konteks/situasi saat perilaku problematik muncul, stimulus
situasional apa yang cenderung memicu perilaku, serta apa konsekuensi
yang menguatkan dan mempertahankan perilaku yang tidak diinginkan.
Tes psikologi tradisional dan wawancara tidak dapat menyelesaikan
analisis fungsional semacam ini.
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 203
203
3. Meminimalkan praduga atau kesimpulan
Mengadakan observasi berbasis analisis fungsional menghindarkan
klinisi dari praduga atau kesimpulan yang seringkali dihubungkan
dengan pendekatan tes atau wawancara. Tingginya tingkat praduga
dihubungkan dengan tingkat validitas yang rendah, terjadi pada

LE
interpretasi tes proyektif; sebaliknya spesifik anteseden dan konsekuensi
terkait munculnya permasalahan dapat teramati dengan data observasi
sehingga hipotesis yang dibangun dapat diminimalkan dari praduga
atau kesimpulan.

SA
4. Meningkatkan validitas ekologis
Melalui observasi dapat diperoleh data berupa gambaran klien dan
permasalahannya, termasuk lingkungan fisik dan sosial tempat
tinggal klien, secara lebih jelas. Detail situasional juga mempermudah
perencanaan program treatment yang diterapkan di lingkungan rumah,
sekolah, atau pekerjaan klien; sehingga memperbesar peluang sukses.
R
Ragam observasi yang dapat dilakukan (Nietzel dkk., 1998), di antaranya
sebagai berikut:
FO

1. Naturalistic observation, yaitu melakukan pengamatan terhadap perilaku


klien secara spontan pada situasi natural. Hal ini menguntungkan
karena situasi natural bersifat realistis dan relevan untuk memahami
perilaku klien dan faktor yang memengaruhinya. Selain itu, observasi
dapat dilakukan dengan cara-cara yang hampir tidak kentara untuk
mendapatkan gambaran perilaku yang tidak dikacaukan oleh kesadaran
T

diri klien atau motivasi untuk memberikan kesan tertentu.


a. Hospital observation, dapat dilakukan pada pasien psikiatri rawat inap
NO

secara terpadu menggunakan sistem observasi khusus tentang suatu


gangguan psikiatri menurut gejala-gejalanya, atau target perilaku
tertentu (seperti interaksi sosial, episode agresif).
b. School observation, seperti pengamatan perilaku anak untuk tujuan
klinis menggunakan sistem observasi yang dapat diterapkan di
sekolah, arena bermain, dan setting serupa.
c. Home observation, yaitu menjalankan prosedur asesmen observasi
untuk mengukur tindakan, reaksi, interaksi, perilaku yang relevan
secara klinis di rumah klien, baik pada anak, dewasa, pasangan.
204
204 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

d. Observation by insider, yaitu observasi yang dilakukan oleh orang


yang menjadi bagian dalam kehidupan klien hari ke hari. Misalnya
dapat dilakukan oleh perawat atau staf di rumah sakit; guru, orangtua,
atau bahkan anak lain saat di sekolah. Orang-orang tersebut telah
dilatih untuk mengumpulkan dan mencatat data tentang perilaku

LE
tertentu pada klien.
e. Self observation, yaitu meminta klien untuk mengobservasi dan
mencatat perilaku mereka sendiri menggunakan prosedur yang
dinamakan self-monitoring. Pencatatan dapat dilakukan mengenai

SA
frekuensi, durasi, atau intensitas perilaku atau peristiwa tertentu,
seperti sakit kepala, munculnya pikiran tidak menyenangkan, menarik
rambut. Pencatatan juga dapat berupa detail anteseden, konsekuensi,
dan perilaku spesifik lain misal pada perilaku merokok, makan, stres,
gangguan tidur, kecemasan.
R
2. Controlled observation, yaitu melakukan pengamatan terhadap reaksi klien
pada situasi khusus yang sengaja dibuat, terencana, terstandar. Klinisi
dapat mempertahankan kontrol/ kendali atas situasi atau stimulus yang
FO

dibuat dalam rangka asesmen.


a. Role-playing test dilakukan dengan cara, klinisi membuat situasi atau
skenario kemudian meminta klien melakukan role-play (bermain
peran) dengan perilakunya yang khas, misalnya untuk melihat
kompetensi sosial, ekspresi diri, dan asertivitas.
b. Performance measure dilakukan dengan meminta klien bertindak
T

seolah-olah suatu peristiwa sedang terjadi. Tindakan tersebut


difokuskan pada perilaku tertentu yang menjadi permasalahan klien
NO

kemudian dicatat dalam situasi terkontrol.

D. Asesmen Perilaku (Behavioral Assessment)


Definisi dan gambaran asesmen perilaku secara umum telah dijelaskan dalam
sub-sub pokok bahasan tipe asesmen spesifik. Fokus sentral asesmen perilaku
terletak pada deteksi dan penanganan tindakan individu dalam lingkungan
(Sundberg dkk., 2007). Sundberg dkk. (2007) menambahkan, bahwa kegiatan
asesmen perilaku biasanya memiliki tiga tujuan umum, yaitu:
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 205
205
1. Teknik-teknik asesmen perilaku berperan penting dalam pendefinisian
masalah psikologis dengan menggunakan analisis fungsional. Analisis
tersebut merupakan alat bantu dalam mengidentifikasi anteseden (hal-
hal yang terjadi sebelumnya) berbagai perilaku problematis, konsekuensi
perilaku yang dapat menguatkan (sebagai reinforcer) hubungan antara

LE
anteseden dan perilaku.
Pada awalnya asesmen perilaku menggunakan model operant
conditioning Skinner atau model classical conditioning Pavlov seperti di
adaptasi oleh Wolpe. Namun dalam perkembangannya turut didukung

SA
juga oleh pakar penganut behavioral lain seperti pakar teori belajar sosial
dan teori kognitif.
2. Identifikasi pola tersebut seringkali memfasilitasi pemilihan strategi
intervensi atau penanganan yang efektif.
3. Menjadi sumber informasi berkelanjutan dalam kaitannya dengan
efektivitas intervensi dan pengujian hipotesis penanganan.
R
Asesmen perilaku dilakukan dengan observasi perilaku secara sistematis
dalam situasi alamiah, namun juga dapat dilakukan dalam situasi replikasi
FO

lingkungan dunia nyata di klinik. Beberapa langkah dalam melakukan


asesmen perilaku menurut (Pomerantz, 2014), adalah:
1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan perilaku yang bermasalah secara
operasional, dapat dilakukan melalui wawancara, daftar perilaku,
konsultasi dengan orang di lingkungan sosial klien, atau self-monitoring
T

dari klien.
2. Melakukan observasi sistematis terhadap perilaku target yang telah
NO

diidentifikasi dan didefinisikan. Pencatatan dapat dilakukan dengan


tallying frekuensi, durasi, atau intensitas perilaku target selama periode-
periode waktu yang ditetapkan.
3. Pencatatan juga dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang terjadi tepat
sebelum dan sesudah perilaku target. Pencatatan ini membantu psikolog
memahami fungsionalitas perilaku tertentu, atau bagaimana hubungan
perilaku tersebut dengan lingkungan dan kemungkinan di sekitarnya
(anteseden dan konsekuensi).
206
206 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

4. Selain pengamatan langsung, wawancara fungsional dan kuesioner


fungsional juga dapat dilakukan untuk melengkapi identifikasi fungsi
perilaku bermasalah (anteseden dan konsekuensi).

LE
E. Tes
Tes adalah prosedur sistematis untuk mengamati dan menjelaskan perilaku
individu dalam situasi yang terstandar (Cronbach dalam Nietzel dkk., 1998).
Tes dilakukan dengan memberikan seperangkat stimulus terencana (seperti
bercak tinta, gambar, atau pertanyaan benar-salah) dan meminta klien untuk

SA
meresponnya dalam cara-cara tertentu. Reaksi klien adalah hasil tes atau
skor yang digunakan sebagai sampel atau tanda yang berhubungan dengan
maksud asesmen. Hasil tes memandu pengambilan kesimpulan mengenai
klien. Untuk dapat mengambil kesimpulan secara tepat, maka tes yang baik
memiliki syarat, yaitu reliabel, valid, spesifik, dan bebas budaya. Klien yang
R
dilibatkan bisa sangat beragam, dimulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
lansia, serta subjek khusus (seperti tentara, siswa, pegawai, pasien psikiatri).
Tes berbeda dengan teknik asesmen yang lain (Nietzel dkk., 1998), misalnya:
FO

1. Tes dapat diadministrasikan dalam konteks nonsosial untuk memperoleh


data tes yang tidak dapat didukung oleh asesmen observasi.
2. Biasanya, respons tes klien dapat dibandingkan secara kuantitatif dengan
norma statistik berdasarkan kelompok (norma tersebut diperoleh dari
ratusan hingga ribuan respons orang yang dikenai tes yang sama di
bawah kondisi terstandar).
T

3. Tes dapat diadministrasikan dalam kelompok pada satu waktu maupun


individual.
NO

Secara umum, bentuk tes terbagi menjadi dua (dalam Wiramihardja,


2012; Ardani dkk., 2007), yaitu:
1. Tes terstruktur. Tes ini meminta klien untuk menjawab pertanyaan
secara tegas, tidak samar-samar, serta merespons pertanyaan dengan
cara yang terbatas. Tes terstruktur membutuhkan standardisasi yang
cermat (seperti dalam hal alat tes, prosedur pengetesan, keadaan klien,
tempat dan suasana tes) dan norma yang representatif. Bentuk dari tes
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 207
207
terstruktur mencakup tes dengan bentuk inventori, sebagai contohnya.
2. Tes tidak terstruktur. Tes ini meminta klien untuk merespons stimulus
stimulus ambigu, tidak membutuhkan jawaban yang terbatas (klien
diberikan keleluasaan yang lebih besar dalam menjawab tergantung
pribadi klien), membutuhkan kemampuan analitis klinisi dalam

LE
melakukan interpretasi. Bentuk dari tes tidak terstruktur misalnya berupa
tes proyektif.

Nietzel dkk. (1998) membagi empat kategori umum area pengukuran

SA
tes, yaitu:
1. Fungsi intelektual/ inteligensi
Inteligensi adalah satu aspek dari kemampuan mental dan tes inteligensi
dapat dipandang sebagai instrumen untuk mengukur kemampuan
mental umum. Inteligensi dikonseptualisasikan dan didefinisikan dengan
banyak cara. Perkembangan pengukuran inteligensi didasarkan pada
R
penekanan bahwa inteligensi sebagai karakteristik tunggal (General Factor
Theory/ faktor “g”), atau sebaliknya merupakan dimensi yang majemuk
berupa berbagai kekuatan dan kelemahan relatif (Spesific Factor/ faktor
FO

“s”). Klinisi melakukan tes inteligensi pada anak-anak karena masalah


retardasi mental atau kemampuan yang tidak lazim sudah ada sejak awal
kehidupan, sedangkan pada dewasa tes ini dilakukan untuk memastikan
berbagai kemampuan umum yang mungkin berhubungan dengan cedera
otak, menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kemampuan vokasional
dan pendidikan, dan mengecek tingkat retadasi mental di masa remaja
T

dan dewasa.
2. Tes kemampuan
NO

Tes kemampuan adalah tes yang dibuat untuk mengukur kemampuan


mental yang lebih spesifik, termasuk tes bakat dan tes prestasi. Tes bakat
didesain untuk memprediksi kesuksesan pada program pendidikan atau
pekerjaan. Tes bakat mengukur pengaruh dari berbagai pengalaman
pendidikan dan pengalaman hidup yang berbeda dan terakumulasi,
dan berupaya untuk meramalkan performansi (kinerja) di masa depan
berdasarkan pengaruh tersebut. Tes prestasi mengukur keahlian atau
kecakapan seseorang pada tugas tertentu, yaitu pada seberapa besar ia
208
208 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

mengetahui, atau seberapa baik ia dapat menampilkan. Klinisi biasanya


menggunakan tes kemampuan untuk melakukan asesmen terhadap
kemampuan atau defisit kognitif tertentu.
3. Sikap, minat, ketertarikan, dan nilai
Tes sikap, minat, ketertarikan, dan nilai membantu klinisi untuk

LE
memahami sikap, minat, ketertarikan, maupun nilai klien tentang suatu
hal (contoh, mengetahui sikap terhadap pernikahan pada pasangan
yang mengalami distres dalam hubungan). Tes-tes tersebut juga akan
mendorong klien melakukan eksplorasi diri mereka sendiri sehubungan

SA
dengan keputusan yang diambil, misal dalam hal karir.
4. Karakteristik kepribadian
Sikap, minat, ketertarikan, dan nilai seseorang dapat dilihat sebagai
satu aspek dari kepribadian mereka. Kepribadian dapat didefinisikan
sebagai pola karakteristik perilaku dan psikologis sehingga seseorang
dapat dibandingkan dan dibedakan dari orang lain. Ada dua jenis utama
R
dari tes kepribadian, yaitu objektif dan proyektif. Tes objektif memiliki
stimulus yang relatif jelas dan spesifik seperti dalam bentuk pertanyaan,
FO

pernyataan, atau konsep, di mana klien diminta merespons dengan


jawaban, pilihan, atau perangkingan secara langsung. Tes objektif dapat
berfokus pada satu aspek kepribadian seperti kecemasan, ketergantungan,
atau kekuatan ego; namun juga dapat menyediakan gambaran luas dan
komprehensif dari banyak dimensi kepribadian.

Tes proyektif berkembang berdasarkan pendekatan psikodinamik,


T

khususnya dari ide bahwa orang menggunakan mekanisme pertahanan diri


yang tidak disadari untuk melindungi diri mereka dari kecemasan atau rasa
NO

bersalah yang muncul akibat rangsang atau harapan yang tidak dapat diterima.
Proyeksi menunjukkan bahwa kepribadian individu akan menentukan cara
seseorang dalam menginterpretasi sesuatu. Tes proyektif menuntut klien
untuk merespons stimulus yang ambigu atau tidak terstruktur, dan respons
mereka diinterpretasi sebagai refleksi dari baik aspek kesadaran maupun
ketidaksadaran dari struktur dan dinamika kepribadian mereka.
Selain empat kategori umum di atas, tes juga dapat dilakukan untuk
mengetahui dan memahami defisiensi intelektual yang disebabkan oleh
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 209
209
adanya kerusakan otak organik, yang disebut sebagai neuropsychological
testing (Pomerantz, 2014). Perlu diperhatikan bahwa keterkaitan antara
kerusakan otak dengan gangguan intelektual bersifat kompleks, artinya tidak
selalu gangguan neurologis menyebabkan gangguan intelektual. Dasar tes
neuropsikologis adalah memahami fungsi otak sebagai “model komputer”:

LE
MASUKAN OTAK LUARAN

Bank Program
Memori Respons

SA
Stimuli dari indra Verbal atau
behavioral
Pemrosesan stimuli

Evaluasi neuropsikologis lengkap mencakup berbagai tes yang


R
mengevaluasi fungsi berbagai bagian dari sistem kerja otak untuk mengetahui
penyebab dari berbagai gangguan yang mungkin terjadi (mendeteksi lokasi
kerusakan penyebab gangguan). Beragam kemampuan yang dapat diamati
FO

menggunakan tes neuropsikologis yaitu tes persepsi visual, tes persepsi


pendengaran, tes koordinasi motorik, tes kemampuan konstruksi sensorik-
motorik, tes memori, tes kemampuan bahasa, tes kemampuan pemahaman
konseptual.
Baterai tes (test battery) neuropsikologi lengkap merupakan rangkaian
tes yang digunakan untuk melakukan asesmen pada berbagai fungsi yang
T

berbeda, di antaranya terdapat Halstead-Reitan Organic Battery dan Luria-


Nebraska Neuropsychological Battery. Sedangkan tes psikologi yang sering
NO

digunakan dalam baterai tes neuropsikologi, di antaranya adalah Wechsler


Intelligence Scale, Bender Gestalt Test, Wechsler Memory Scale. Asumsi dasar
penggunaan baterai tes neuropsikologi adalah:
a. Individu yang terkena kerusakan otak akan merespons tes secara berbeda
dibanding individu normal.
b. Belum tentu kelompok individu dengan sindroma otak organik tertentu
akan memberikan respons yang sama terhadap tes; hal ini sangat
tergantung pada lokasi dan seberapa parah kerusakan.
210
210 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

F. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah bagi klinisi dianggap penting untuk beberapa alasan
(dalam Wiramihardja, 2012; Ardani dkk., 2007), yaitu:
1. Memahami kehidupan alamiah klien di rumah dan keadaan serta pola

LE
kehidupan keluarga klien, termasuk pola relasi antar anggota keluarga
dan perannya masing-masing.
2. Persiapan dan/atau penyelenggaraan terapi keluarga.

Sedangkan keuntungan dari kunjungan rumah (Wiramihardja, 2012;

SA
dalam Ardani dkk., 2007), adalah:
1. Fungsi keseluruhan keluarga terlihat sebagaimana adanya.
2. Setiap anggota keluarga lebih berpeluang untuk melaksanaan peran
sehari-harinya.
3. Terdapat lebih sedikit kemungkinan untuk tidak hadirnya anggota
keluarga dalam sesi terapi.
R
4. Terdapat peluang untuk melihat seluruh keluarga dalam permasalahan,
bukan hanya seseorang anggota saja.
FO

5. Terdapat kemungkinan untuk tidak merasa cemas dalam lingkungan


keluarga, sehingga sikapnya pasien akan lebih terbuka dan perilaku yang
dibuat-buat akan terminimalkan.
6. Terapi yang berlaku terbebas dari hubungan formal klinisi-pasien.

G. Catatan Kehidupan
T

Catatan kehidupan dapat dipelajari untuk memahami hal yang mendasari


permasalahan yang dihadapi saat ini. Catatan kehidupan seperti dalam
NO

bentuk buku harian dapat berisikan catatan peristiwa kehidupan maupun dan
kesan-kesan pribadi yang diasumsikan membangun gambaran pribadi yang
bersangkutan, serta mempengaruhi keadaan saat ini (Wiramihardja, 2012).

H. Dokumen Pribadi
Lebih luas cakupannya dari catatan kehidupan, dokumen pribadi dapat
berwujud banyak hal. Dokumen dapat berupa catatan self-monitoring
sepanjang pelaksanaan treatment (peristiwa, perasaan, pemikiran, kesan
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 211
211
pribadi), foto, gambar, koleksi, hasil pemeriksaan oleh tenaga profesional.
Catatan pribadi dapat membantu klinisi mengetahui motif utama, hal-hal yang
disembunyikan, penyangkalan, hambatan, dan kesulitan dalam membicarakan
permasalahannya (Wiramihardja, 2012).

LE
I. Pemfungsian Psikofisiologis
Metode asesmen pemfungsian psikofisiologis memperhatikan kondisi faal
organ tubuh yang sangat erat kaitannya dengan psikis/kejiwaan seseorang.
Kondisi faal organ tubuh tertentu menunjukkan gejala-gejala fisiologis (simtom

SA
dan sindrom) sebagai dampak kondisi psikologis (Wiramihardja, 2012).
Sebagai contoh adalah bahwa munculnya kecemasan atau kondisi psikologis
yang tertekan akan turut meningkatkan tekanan darah, mempercepat
pernafasan, menurunkan produksi saliva, serta mengubah gerak peristaltik
dalam organ pencernaan kita.
R
J. Wawancara Kelompok (dalam Penerapan Psikologi Klinis
Makro)
FO

Wawancara kelompok, disebut juga Diskusi Kelompok Terarah (DKT)/ Focus


Group Discussion (FGD), banyak digunakan dalam penerapan psikologi klinis
makro yaitu penggunaan konsep dalam psikologi klinis untuk unit yang
lebih besar seperti organisasi, masyarakat, sistem yang ada, dan kebijakan
(Prawitasari, 2011). Wawancara kelompok bertujuan untuk mengumpulkan
informasi dari suatu kelompok mengenai suatu hal, bisa jadi mengenai
T

motivasi, pendapat, atau keyakinan. Secara ideal hingga batas maksimum,


wawancara kelompok biasanya terdiri dari 8 hingga 12 orang yang diseleksi
NO

karena orang-orang itu memiliki karakteristik tertentu atau yang sama,


sehubungan dengan topik yang dibicarakan di dalam kelompok. Homogenitas
anggota dari kelompok yang dibentuk akan disesuaikan dengan tujuan.
Prawitasari (2011) lebih lanjut menjelaskan bahwa wawancara kelompok
memuat kelebihan, sebagai berikut:
1. Data dapat terkumpul lebih cepat, mudah, dan murah.
2. Terdapat interaksi langsung dengan responden, sehingga:
212
212 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

a. Klarifikasi terhadap data yang kurang jelas, serta tindak lanjut lebih
memungkinkan.
b. Dapat dilakukan pengamatan komunikasi nonverbal yang menjelaskan
kondisi psikologis responden, serta kesesuaian dengan komunikasi
verbal.

LE
3. Data yang diperoleh banyak dan kaya, mendalam, serta dapat memperjelas
keterkaitan informasi.
4. Responden dapat mengemukakan pendapat setelah mendengarkan
pendapat anggota lain dalam kelompok.

SA
5. Fleksibel dengan beragam topik, karakteristik individu, tempat.
6. Dapat digunakan pada populasi khusus, seperti anak-anak, buta huruf.
7. Hasilnya mudah dimengerti.

Sedangkan kelemahan dari wawancara kelompok adalah bahwa kualitas


dan kuantitas data ditentukan oleh taraf keterampilan sosial pemandunya.
R
LATIHAN
FO

Perhatikan kembali kasus yang telah Anda peroleh dalam tugas


sebelumnya. Cobalah untuk membuat sebuah perencanaan asesmen
psikologi klinis dengan menentukan metode asesmen apa saja yang dapat
digunakan, dan bagaimana Anda menggunakan metode tersebut!

RANGKUMAN
T

Metode asesmen dalam psikologi klinis dapat dibagi ke dalam beberapa


NO

tipe asesmen spesifik, di antaranya adalah asesmen intelektual yang meliputi


asesmen inteligensi dan tes prestasi, asesmen neuropsikologi, asesmen
kepribadian, dan asesmen perilaku. Selain itu, secara umum pemerolehan data
asesmen dapat digunakan menggunakan beragam metode yaitu wawancara
klinis, observasi klinis, asesmen perilaku, tes psikologi (termasuk tes
neuropsikologis), kunjungan rumah, catatan kehidupan, dokumen pribadi,
pemfungsian psikofisiologis, dan wawancara kelompok.
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 213
213
Wawancara merupakan alat asesmen yang paling luas digunakan, bahkan
merupakan komponen utama dalam asesmen klinis dan memainkan peran
penting dalam treatment psikologis. Macam dari wawancara sendiri pun
beragam, tergantung pada fungsinya. Metode observasi seringkali dilakukan
secara bersamaan dengan wawancara dan tes, selain dapat dilakukan secara

LE
terpisah dan menjadi unsur penting dalam asesmen perilaku. Asesmen
perilaku dilakukan dengan observasi perilaku secara sistematis dalam situasi
alamiah maupun situasi replikasi di klinis. Di antara semua metode asesmen,
tes psikologi memiliki kekhasan karena mengikuti suatu prosedur sistematis

SA
dalam situasi yang terstandar. Tes yang baik harus reliabel, valid, spesifik, dan
bebas budaya, meliputi tes fungsi intelektual/inteligensi, tes kemampuan, tes
sikap, minat, ketertarikan, dan nilai, tes kepribadian, dan tes neuropsikologi.
Metode asesmen lain seperti kunjungan rumah, catatan kehidupan, dokumen
pribadi, pemfungsian psikofisiologis, bisa juga dilakukan untuk memperkaya
data asesmen, dalam situasi yang lebih alamiah, atau memperhatikan catatan-
R
catatan dari sudut pandang orang yang diases, atau objektif berdasarkan
pengukuran fisiologis yang akurat. Kini, wawancara tidak lagi selalu dilakukan
secara individual, melainkan juga dilakukan dalam seting kelompok.
FO

TES FORMATIF
1. Tes inteligensi termasuk ke dalam asesmen…
a. Intelektual
b. Neuropsikologis
T

c. Kepribadian
d. Perilaku
NO

2. Di antara tujuan dari wawancara klinis yang tidak tepat menurut


Goldenberg adalah…
a. Memperoleh informasi dan memahami diri klien
b. Mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk tujuan penelitian
c. Memeriksa kondisi psikologis atau memberikan diagnosis klien
d. Mempengaruhi, mengubah, dan memodifikasi perilaku klien
214
214 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

3. Salah satu wawancara klinis yang dilakukan sebagai upaya untuk


menyediakan dukungan, mengumpulkan data asesmen, dan menyediakan
bantuan dalam waktu yang sangat singkat, disebut…
a. Orientation interview
b. Problem identification interview

LE
c. Crisis interview
d. Termination interview
4. Di bawah ini merupakan hal-hal yang menjadi amatan dalam proses
observasi, kecuali…

SA
a. Perilaku
b. Penampilan
c. Hubungan interpersonal
d. Isi bicara
5. Salah satu metode asesmen yang membantu klinisi mengamati fungsi
R
keseluruhan keluarga dan bermanfaat bagi penyelenggaraan terapi
keluarga, adalah…
a. Kunjungan rumah
FO

b. Dokumen pribadi
c. Pemfungsian psikofisiologis
d. Focused Group Discussion (FGD)
6. Jelaskan tentang analisis fungsional dalam asesmen perilaku!
7. Jelaskan yang dimaksud dengan neuropsychological testing?
T

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


NO

Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu


menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. A
2. B
3. C
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 215
215
4. D
5. A
6. Analisis fungsional merupakan alat bantu dalam mengidentifikasi
anteseden (hal-hal yang terjadi sebelumnya) dari berbagai perilaku
problematis, konsekuensi perilaku yang dapat menguatkan (sebagai

LE
reinforcer) hubungan antara anteseden dan perilaku.
7. Berbagai tes yang mengevaluasi fungsi berbagai bagian dari sistem kerja
otak untuk mengetahui penyebab dari berbagai gangguan yang mungkin
terjadi (mendeteksi lokasi kerusakan penyebab gangguan).

SA
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, T. A., Rahayu, I. T., & Sholichatun, Y. (2007). Psikologi klinis.


Yogyakarta: Graha Ilmu.
R
HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). (2010). Kode etik psikologi
Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
FO

Markam, S. S. (2008). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: UI-Press.


Nietzel, M. T., Bernstein, D. A., & Milich, R. (1998). Introduction to clinical
psychology, 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Pomerantz, A. M. (2014). Psikologi klinis: Ilmu pengetahuan, praktik, dan
budaya. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi klinis: Pengantar terapan mikro dan makro.
T

Jakarta: Erlangga.
Sundberg, N. D., Winebarger, A. A., & Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis:
Perkembangan teori, praktik, dan penelitian. Edisi Keempat. Yogyakarta:
NO

Pustaka Pelajar.
Wiramihardja, S. A. (2012). Pengantar psikologi klinis. Edisi ketiga. Bandung:
PT Refika Aditama.
216
216 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

DAFTAR ISTILAH

Alloanamnesis/heteroanamnesis: keterangan tentang kehidupan seseorang


yang diperoleh dari orang lain

LE
Anamnesis: keterangan tentang kehidupan seseorang (klien) yang diperoleh
melalui wawancara dan sebagainya; riwayat orang sakit dan penyakitnya
pada masa lampau
Anteseden: hal-hal yang terjadi sebelumnya/terjadi lebih dahulu

SA
Autoanamnesis: keterangan tentang kehidupan seseorang yang diperoleh
dari orang yang bersangkutan
Bandwidth: keluasan cakupan hasil dari alat asemen
Baseline: informasi dasar yang dihimpun sebelum suatu program dimulai
Covert behavior: perilaku yang gerak geriknya tidak langsung menyatakan
R
maksudnya
Diagnosis: penentuan sifat suatu abnormalitas atau satu penyakit; klasifikasi
seseorang berdasarkan penyakit atau abnormalitas yang diidapnya
FO

Disfungsi psikologis: secara psikologis tidak berfungsi normal atau terganggu


fungsinya
Fidelity: kedalaman dan ketuntasan
Hipotesis: dugaan sementara berdasarkan pendapat informasi yang cukup
meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan, dalam hal ini mengenai
T

kemungkinan klasifikasi gangguan (diagnosis)


Informed Consent: pernyataan persetujuan secara tertulis
NO

Informed guess: dugaan berdasarkan informasi yang cukup


Intervensi: Suatu kegiatan yang sistematis dan terencana berdasarkan hasil
asesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok atau masyarakat
yang menuju pada perbaikan atau mencegah memburuknya suatu keadaan
Konsekuensi: akibat yang ditimbulkan
Overt behavior: perilaku yang memperlihatkan maksudnya secara jelas dan
kasat mata
BAB 6  PENGANTAR DAN METODE ASESMEN PSIKOLOGI KLINIS 217
217
Prognosis: ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang
berhubungan dengan penyakit atau penyembuhan setelah upaya
penanganan
Psikopatologi: cabang psikologi yang berkepentingan dengan penyelidikan
penyakit mental, gangguan mental, dan gejala-gejalan abnormal lainnya

LE
Rehabilitasi: pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang
dahulu (semula)
Reinforcer: penguat, untuk meningkatkan pengaruh

SA
Reliabilitas: konsistensi atau kesesuaian di antara data asesmen
Symbolic behavior: cara berperilaku tertentu atau kebiasaan yang artinya
harus ditafsirkan
Teknik proyeksi: prosedur penilaian biasanya menggunakan serangkaian
stimulus yang relatif ambigu yang dirancang untuk memperoleh respons
yang unik, terkadang sangat istimewa, yang mencerminkan kepribadian,
R
gaya kognitif, dan karakteristik psikologis responden
Treatment: cara yang dikenakan untuk meringankan suatu kondisi patologis
FO

Validitas: sejauh mana sebuah instrumen mengukur apa yang seharusnya


diukur
T
NO
218 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 7
FO

PENGANTAR
T

PSIKOPATOLOGI
NO
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 219
219

7.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Definisi tentang psikopatologi dan terminologi gangguan mental merupakan
tema diskusi yang selalu terbuka hingga saat ini untuk diperdebatkan dalam
ranah psikologi dan psikiatri. Dari berbagai diskusi, muncul pertanyaan
apakah psikopatologi atau gangguan mental dapat didefinisikan secara objektif
melalui kriteria ilmiah atau apakah psikopatologi ini merupakan bagian dari

SA
konstruksi sosial yang berangkat dari definisi sosial atau nilai budaya?
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai konsepsi dasar psikopatologi,
etiologi, simtomatologi, dan pemeriksaan mental untuk menegakkan
kesimpulan sementara atas berbagai gejala yang dialami oleh subjek.
R
B. Relevansi
Kajian dalam pokok bahasan ini mempunyai relevansi yang erat dengan pokok
bahasan pada bab-bab selanjutnya. Mahasiswa akan dibekali dengan bahasan
FO

tentang pengantar psikopatologi. Setelah menguasai standar kompetensi


yang diharapkan, mahasiswa dapat mengkaji lebih lanjut pokok bahasan ini.

C. Kompetensi
1. Mampu menjelaskan (C2) beberapa informasi dasar mengenai
T

psikopatologi
2. Mampu memberikan contoh (C2) penulisan diagnosis secara multiaksial
NO

D. Petunjuk belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan, Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-
hal yang belum Anda ketahui.
220 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

7.2 PENGERTIAN PSIKOPATOLOGI

Gejala gangguan mental tanpa disadari mudah sekali muncul dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, tidak akan sulit bagi kita untuk menemukan orang-

LE
orang yang mengalami kecemasan, depresi, terlibat dengan minum-minuman
beralkohol, bahkan narkotika. Gangguan mental timbul dalam bentuk masalah
pada perasaan, pikiran, dan perilaku individu. Masalah ini nantinya akan
berdampak pada kehidupan sosial dan juga kesehatan fisik penderitanya.

SA
(Oltmanns & Emery, 2015).
1. Terminologi Psikopatologi dan Psikologi Abnormal
Lebih lanjut, Oltmanns dan Emery (2015) merumuskan terminologi
psikopatologi dan abnormal. Psikopatologi diambil dari kata psiko
dan patologi, di mana psiko merujuk pada mental dan patologi adalah
ilmu mengenai penyakit, sehingga psikopatologi memiliki arti ilmu yang
R
mempelajari mengenai penyakit mental atau ganguan mental. Selain
itu, terminologi lain yang berkaitan erat dengan psikopatologi adalah
FO

psikologi abnormal. Psikologi abnormal diartikan sebagai penerapan


psikologi sebagai ilmu untuk membahas berbagai masalah dalam
gangguan mental.
2. Definisi Psikopatologi
Selanjutnya, definisi psikopatologi dirumuskan melalui sejumlah
karakteristik umum yang timbul dalam setiap gangguan mental.
T

Karakteristik tersebut antara lain:


a. Disfungsi psikologis mengacu pada keadaan mental yang tidak
NO

berfungsi dengan optimal. Keadaan mental yang dimaksud meliputi


fungsi mental yaitu fungsi kognitif, emosi, dan perilaku. Selain itu,
disfungsi yang dialami ini ditandai dengan munculnya perilaku yang
tidak sesuai dengan keadaan alami seseorang dan tidak sesuainya
perilaku yang muncul dengan standar etika yang berlaku di tengah
masyarakat.
b. Distres pribadi muncul melalui suasana hati yang depresif dan
respons fisiologis tertentu, seperti sesak atau sakit kepala (Hooley,
Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 221
221
c. Perilaku Atipikal/Devian merupakan perilaku yang menunjukkan
ketidaksesuaian dengan perilaku yang dikatakan normal dalam
konteks budaya tertentu di mana deviansi statistik menjadi acuan
dalam penentuan gangguan mental pada karakteristik ini (Hooley,
Butcher, Nock, & Mineka, 2017).

LE
d. Konsep Normatif berkenaan dengan norma atau standar moral yang
menjadi acuan bagi seseorang dalam berperilaku (Kring, Johnson,
Davidson, & Neale, 2012). Standar ini dipakai dalam menentukan
seberapa menyimpangkah perilaku seseorang dalam konteks sosial,

SA
di mana semakin menyimpang seseorang dari standar moral atau
norma itu, maka semakin besarlah tendensi psikopatologinya (Barlow
& Durand, 2015).
R
7.3 ETIOLOGI
FO

Etiologi gangguan mental merupakan kajian mengenai sejumlah faktor risiko


yang menyebabkan timbulnya gangguan tersebut. Secara umum, Hooley,
Butcher, Nock, dan Mineka (2017) membagi faktor risiko ke dalam beberapa
jenis, yaitu faktor yang harus ada (necessary cause), faktor yang diperlukan
dalam level yang cukup (sufficient cause), dan faktor yang meningkatkan
kemungkinan (contributive cause). Necessary cause merupakan faktor yang
T

harus ada demi suatu diagnosis dapat ditegakkan. Sufficient cause merupakan
faktor yang dalam kadar tertentu seseorang dapat dikatakan normal, namun
dalam kadar yang di luar kewajaran seseorang dapat dikatakan abnormal.
NO

Dengan kata lain, faktor ini menjamin timbulnya suatu gangguan dalam level
tertentu. Selanjutnya, contributive cause merupakan faktor yang meningkatkan
kemungkinkan munculnya suatu gangguan. Selain faktor-faktor tadi, terdapat
pula faktor risiko yang muncul berdasarkan waktu. Faktor-faktor risiko
yang menunjukkan perbedaan waktu tersebut antara lain, faktor risiko
distal (distal risk factor), faktor risiko proksimal (proximal risk factor), dan
faktor risiko penguat (reinforcing) pada contributive cause. Faktor risiko
distal merupakan terjadinya faktor-faktor yang berpengaruh paling kecil
222 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pada gangguan mental karena terjadi pada waktu yang sudah sangat lama.
Faktor ini biasanya merupakan faktor yang tercetus pada masa kanak-kanak,
seperti kehilangan sosok orangtua di masa kanak-kanak dan anak tumbuh
menjadi pribadi dewasa yang cenderung depresif. Selain itu, faktor risiko
proksimal menunjukkan waktu yang relatif singkat pada terjadinya faktor

LE
yang menyebabkan gangguan mental dengan kemunculan pertama pada
gangguan mental yang dialami. Sedangkan faktor penguat (reinforcement)
pada contributive cause merupakan faktor yang cenderung memperkuat atau
mempertahankan suatu gangguan yang dialami oleh individu (Trull, 2012).

SA
7.4 PENGANTAR SIMTOMATOLOGI

Adanya kebutuhan untuk melakukan proses asesmen, diagnosis, dan intervensi


R
pada individu mengarahkan klinisi untuk mengklasifikasikan gangguan
kejiwaan. Simtomatologi merupakan pengelompokan sistematis atau klasifikasi
FO

dari beberapa tanda dan gejala kejiwaan pada individu yang dapat digunakan
sebagai metode diagnosis (Carr, 2016). Klasifikasi gangguan kejiwaan memiliki
tiga fungsi utama. Fungsi pertamanya adalah untuk memberikan informasi
mengenai permasalahan psikologis, faktor resiko, dan faktor protektif yang
dapat digunakan untuk melakukan upaya pencegahan secara efektif (Carr,
2016). Fungsi kedua sebagai sarana pengembangan informasi epidemiologis
T

tentang kejadian dan masalah perjalanan psikologis individu yang dapat


digunakan untuk merencanakan layanan atau intervensi serta memutuskan
prioritas yang perlu dilakukan berdasarkan sumber daya yang tersedia (Carr,
NO

2016). Fungsi ketiga adalah sebagai sarana komunikasi antara klinisi dan
peneliti (Carr, 2016). Contoh sistem klasifikasi gangguan mentalnya adalah
International Classification of Diseases (ICD-10), Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM5) dan the National Institute of Mental
Healths Research Domain Criteria (RDoC) (Clark, Cuthbert, Lewis-Fernández,
Narrow, & Reed, 2017).  Selanjutnya, Clark dkk (2017) juga mengenalkan
empat kunci dalam memahami gangguan mental individu secara etiologi
yaitu mengkaji berbagai penyebab munculnya gangguan mental, kategori
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 223
223
atau dimensi, dan melalui ambang batas sebuah gangguan dan komorbiditi
yaitu melihat bahwa individu dengan gangguan mental seringnya memenuhi
beberapa diagnosis pada berbagai kondisi.
Saat ini, International Classification of Diseases (ICD-10) dari World
Health Organization’s (1996) dan Diagnostic and Statistical Manual of

LE
Mental Disorders (DSM5) dari American Psychiatric Association (2013)
menjadi panduan yang paling banyak digunakan untuk mengklasifikasikan
permasalahan psikologis pada individu. ICD diterbitkan oleh WHO dalam
41 bahasa. Versi awal ICD digunakan untuk mengklasifikasikan penyebab

SA
kematian, sedangkan klasifikasi gangguan kejiwaan mulai terdaftar pada ICD-6
dan mulai dijabarkan lebih rinci pada ICD-10 dalam bentuk daftar masalah
psikologis. Hampir mirip dengan DSM-III dan IV, ICD-10 mencantumkan
sistem multiaksial untuk mengklasifikasikan permasalahan psikologis yaitu
sindrom klinis yang dikodekan pada Aksis I, keterlambatan perkembangan
pada Aksis II, tingkat intelektual pada Aksis III, kondisi medis pada Aksis
R
IV, masalah psikososial pada Aksis V dan fungsi global pada Aksis VI.
DSM pertama kali  dikenalkan  pada tahun 1952 oleh APA (American
Psychiatric Association). DSM-I dan DSM-II memiliki jangkauan yang terbatas
FO

dibuktikan dengan banyaknya kasus dengan simtom-simtom yang tidak


terdapat di dalam klasifikasi (Carr, 2016), sehingga pada DSM-III mengalami
peningkatan pada jumlah kategori diagnostik. DSM-III dan DSM-IV serta
DSM-IVTR (APA, 2000) juga menambahkan sistem diagnosis multiaksial
untuk memberikan tambahan informasi mengenai fungsi medis dan psikososial
T

pada individu (personality disorder pada aksis II, medical conditions pada
aksis III, psychosocial problems pada aksis IV dan global functioning pada
aksis V). DSM-V, menghilangkan sistem diagnosis multiaksial karena tidak
NO

adanya dasar saintifik yang digunakan dalam pembagian aksis (APA, 2013).
Di samping banyaknya manfaat dari adanya DSM, telah muncul berbagai
telaah kritis mengenai penggunaannya. Beberapa keterbatasan pada klasifikasi
gangguan kejiwaan pada DSM adalah adanya interpretasi subjektif yang
disajikan sebagai fakta objektif, kurangnya reliabilitas dan validitas, terlalu
banyaknya penekanan pada faktor biologis dan kurangnya penekanan pada
faktor kontekstual, serta kurangnya sensitivitas terhadap budaya (Pickersgill,
2013).
224 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

7.5 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Bahasan penting selanjutnya dalam psikopatologi adalah mengenai

LE
pemeriksaan status mental. Barlow dan Durand (2015) merumuskan sejumlah
rambu dalam melakukan pemeriksaan mental, antara lain:
1. Tampilan dan perilaku
Tampilan dan perilaku yang dimaksud bersifat kelihatan (observable)
meliputi pakaian yang dipakai, tampilan umum fisik, postur, ekspresi

SA
wajah dan lain sebagainya.
2. Proses berpikir
Proses berpikir dapat dilihat melalui cara seseorang berbicara. Alur
dalam pembicaraan dapat mengindikasikan proses berpikir ini, apakah
seseorang berbicara sesuai secara runtut atau justru tidak beraturan.
R
Selain itu, beberapa informasi yang mengada-ada dalam pembicaraan
dapat diindikasikan sebagai halusinasi.
3. Suasana hati dan perasaan
FO

Suasana hati dan perasaan dapat dilihat dalam proses pembicaraan.


Apakah seseorang menyampaikan informasi dengan menggebu-gebu
atau justru menunjukkan perasaan yang datar. Selain itu, mengeksplorasi
apakah perasaan yang muncul sesuai dengan cerita yang disampaikan
merupakan hal yang perlu. Misalnya, apabila seseorang menceritakan
mengenai pemakaman ibunya, namun ia justru tertawa atau tersenyum
T

bahagia. Dalam hal ini, perlu diindikasikan terjadinya suatu gangguan


pada diri orang tersebut.
NO

4. Fungsi intelektual
Fungsi intelektual dapat dilihat secara jelas melalui alat tes inteligensi.
Namun, secara umum kemampuan inteligensi seseorang dengan gangguan
inteligensi dapat terlihat melalui sejumlah aktivitas sederhana dan
percakapan yang dilangsungkan, di mana seseorang biasanya kesulitan
dalam memberikan umpan balik atau sekedar melakukan aktivitas
sederhana secara tepat.
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 225
225
5. Sensorium
Sensorium mengacu pada kemampuan seseorang dalam menangkap
(menyensor) stimulus dan melakukan proses mental dan perilaku dengan
tepat. Gangguan ini biasanya ditandai dengan ketidakmampuan alat
indra dalam menangkap dan menginterpretasi informasi dengan tepat,

LE
seperti apabila seseorang melihat suatu benda berwarna hijau, namun
ia melihatnya berwarna biru.

SA
7.6 GAMBARAN SINGKAT PSIKOPATOLOGI

1. Sejarah
Psikopatologi bukan merupakan bahasan yang baru dalam kajian
psikologi. Setidaknya terdapat dua periode utama dalam perkembangan
R
psikopatologi, yaitu periode klasik yang berisi paham mengenai
psikopatologi dan intervensi yang belum didasari pada kajian empirik,
FO

sedangkan periode selanjutnya yaitu periode kontemporer sudah


memperhitungkan secara empirik mengenai etiologi dan intervensi pada
berbagai jenis gangguan-gangguan mental.
Pada tahun 460-337 SM, Hippocrates berpendapat mengenai
kepribadian manusia dengan segala tendensi psikopatologi pada masing-
masing kepribadian berdasarkan cairan tubuh manusia. Selanjutnya,
T

tokoh tiga serangkai filsafat Yunani Kuno yaitu Socrates, Plato, dan
Aristoteles memberikan pendapatnya tersendiri mengenai keadaan mental
manusia berikut dengan psikopatologi yang potensial terjadi. Pandangan-
NO

pandangan ini mulai berkembang seiring dengan ditinggalkannya praktik


trephining, yaitu melubangi tengkorak manusia guna mengusir roh jahat
yang diyakini sebagai penyebab dari gangguan mental yang dialaminya.
Pemikiran-pemikiran yang berlandaskan logika dari para filsuf selanjutnya
berkembang hingga memasuki abad ke-16. Di abad pertengahan ini,
gangguan mental kembali diasosiasikan dengan masuknya roh jahat
ke dalam diri suatu individu. Hal ini dikarenakan paham gereja yang
226 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

masih dominan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada saat


itu. Hal ini menjadikan praktik eksorsisme menjadi intervensi psikologis
dan keagamaan yang sangat menjamur, namun menimbulkan banyak
kritik. Hal ini dikarenakan banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan,
sehingga penanganan gangguan mental mengalami perubahan pada

LE
periode selanjutnya, yaitu renaisans. Pandangan renaisans menolak bahwa
gangguan mental disebabkan oleh roh jahat, melainkan permasalahan
kerentanan biologis yang selanjutnya tidak dapat adaptif di tengah
lingkungan sosial. Permasalahan ini diyakini dapat diatasi dengan

SA
mengisolasi para penderita dalam suatu lingkungan khusus yang lebih
bersahabat, yang disebut sebagai asylum (Hooley, Butcher, Nock, &
Mineka, 2017; Kring, Johnson, Davidson, & Neale, 2012).
Di abad ke-19, proses dan fungsi mental coba dirumuskan dan
diketahui bahwa faktor biologis bukanlah satu-satunya penyebab gangguan
mental. Permasalahan mental terjadi dalam bentuk masalah inteligensi,
R
emosi, dan perilaku yang selanjutnya menimbulkan abnormalitas. Orang
dengan gangguan mental masih ditangani di dalam asylum dengan
terapi pendekatan moral yang disebut retreat. Pendekatan ini dilakukan
FO

dengan mengisolasi pasien jauh dari lingkungan sekitar dengan metode


penyembuhan yang intensif dan berlangsung lama. Pasien dilatih
untuk adaptif dengan lingkungan yang akan mereka hadapi nantinya.
Pendekatan ini dikritik karena waktu dan kapasitas yang terbatas,
namun beberapa kelebihan dalam intervensi ini menjadi inspirasi atas
T

didirikannya rumah sakit jiwa. Mulai di abad ke-20, mental hygiene


movement mulai digalakkan oleh Dorothea Dix dengan pendekatan
memanusiakan orang yang mengalami gangguan mental dalam setiap
NO

intervensi yang dilakukan. Hal ini dilakukan guna melakukan restorasi


mental orang yang sudah rusak. Setelah itu, pendekatan selanjutnya
dan sangat berkontribusi besar bagi psikopatologi hingga hari ini
adalah perspektif psikoanalisis. Psikoanalisis pertama kali dipelopori
oleh Sigmund Freud dengan analisisnya mengenai struktur kepribadian
manusia berikut dengan dinamika yang menyertai. Freud berpendapat
bahwa manusia merupakan produk masa lalu, di mana manusia dalam
hidupnya berupaya untuk mengejar pemenuhan dorongan biologisnya.
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 227
227
Namun dalam pemenuhan itu, manusia akan dihadapkan oleh sejumlah
norma yang menghalangi pemenuhan itu. Selanjutnya, manusia akan
melakukan sejumlah cara dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
tersebut tanpa harus bersinggungan dengan norma yang berlaku. Freud
pun berpendapat mengenai dinamika tersebut berdasarkan rentang usia

LE
manusia, kendati banyak teorinya yang mengundang kritik tajam dari
banyak kalangan. Namun pandangan ini selanjutnya memicu semangat
berbagai peneliti untuk memandang psikopatologi dalam perspektif
yang lebih luas dalam konteks yang kontemporer dan empiris (Barlow

SA
& Durand, 2015; Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Kemunculan perspektif kontemporer diawali dengan model biologi
dalam penjelasan fenomena psikopatologi. Model ini menjelaskan
mengenai etiologi gangguan mental yang disebabkan oleh kerentanan
genetis, disfungsi dan plastisitas otak, temperamen, serta ketidak-
seimbangan neurotransmiter dan hormon di otak dan bagian lain pada
R
sistem saraf pusat. Selain penjelasan secara psikofisiologis, pendekatan
kontemporer lainnya merupakan model perilaku. Model ini merupakan
kritik bagi psikoanalisis yang berkembang pesat di Amerika Serikat. Model
FO

ini menekankan pada hasil temuan Pavlov dan Skinner mengenai perilaku
yang terkondisi. Para ilmuan dengan perspektif ini menganggap bahwa
perilaku manusia terbentuk karena adanya stimulasi yang dikondisikan
serta penguatan dari lingkungan. Pendekatan ini selanjutnya menjelaskan
berbagai jenis perilaku abnormal dan berbagai jenis intervensi bagi
T

perilaku-perilaku tersebut. Selain itu, perkembangan model ini dijelaskan


dalam model kognitif. Kognitif diyakini sebagai dimensi psikologis yang
berperan penting dalam pembentukan perilaku. Pendekatan ini terbagi
NO

atas kognitif sosial dan kognitif perilaku. Perilaku yang maladaptif diyakini
sebagai konsekuensi aktivitas kognitif yang juga maladaptif, sehingga
mengubah seseorang secara kognitif dipercaya dapat mengubah perilaku
dan implikasinya secara psikopatologis (Beidel, Bulik, & Stanley, 2017;
Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Di samping model-model sebelumnya, perspektif kontemporer
memuat model pengasuhan dan sistem keluarga dalam menjelaskan
psikopatologi. Gaya pengasuhan tertentu, seperti yang diajukan oleh
228 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Baumrind, yaitu gaya otoriter, demokratis, dan permisif, diyakini


memiliki implikasinya masing-masing dalam pembentukan gangguan
mental. Selain itu, model budaya merupakan hal yang dikaji dalam
perspektif kontemporer. Budaya dipercaya memiliki faktor tersendiri
dalam pembentukan gangguan mental di tengah masyarakat. Contohnya

LE
adalah pada fenomena kesurupan (trance), di mana hal ini dirasa wajar
pada pertunjukan seni tari Reog. Banyak kalangan budaya menganggap
fenomena ini sebagai masuknya roh jahat, sedangkan perspektif psikologi
modern cenderung menolak konsep ini walaupun tetap mengonfirmasi

SA
bahwa faktor kebudayaan sangat kuat dalam pembentukan fenomena
psikopatologis ini (Barlow & Durand, 2015; Beidel, Bulik, & Stanley,
2017; Kring, Johnson, Davidson, & Neale, 2012).
2. Isu-isu dalam Klasifikasi
Mengingat banyaknya perilaku abnormal yang muncul di sekitar kita,
mengelompokkan perilaku-perilaku tersebut adalah hal yang penting
R
untuk dilakukan. Klasifikasi atau bisa disebut juga nomenklatur (sistem
penamaan) gangguan mental dan perilaku abnormal sangat penting
FO

dilakukan dalam komunikasi antar-klinisi dalam konteks perawatan atau


penelitian. Klasifikasi ini akan mempermudah klinisi dalam menjelaskan
suatu gangguan yang kompleks dalam suatu diagnosis tertentu.
Selain membantu proses penanganan gangguan, klasifikasi ini juga
membantu konteks penelitiannya. Klasifikasi gangguan dapat membantu
peneliti untuk dapat secara spesifik mengeksplorasi permasalahan yang
T

diangkat. Adapun klasifikasi gangguan yang disusun dapat diasumsikan


sebagai konstruk psikologis yang dapat dikaji dalam penelitian. Selain
NO

menimbulkan sejumlah keuntungan, klasifikasi gangguan ini pun dapat


menimbulkan dampak negatif. Terminologi klinis yang muncul guna
menyederhanakan bahasan yang kompleks ketika beredar di tengah
masyarakat akan cenderung salah diinterpretasi. Kondisi semacam ini
dapat disebut stigma. Stigma adalah kesalahan dalam mendiagnosis yang
dilakukan oleh orang awam atau masyarakat. (Hooley, Butcher, Nock,
& Mineka, 2017).
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 229
229
3. Kritik bagi DSM
Para ahli psikiatri dan psikologi klinis di dunia memiliki pandangan yang
relatif sama mengenai berbagai jenis gangguan mental. Terdapat berbagai
jenis pedoman yang digunakan untuk melakukan diagnosis terhadap
gangguan mental. Di antara seluruh pedoman yang ada, Diagnostic and

LE
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) merupakan yang paling
masif digunakan oleh ilmuan terkait di seluruh dunia. DSM disusun
oleh American Psychiatric Association serta telah direvisi hingga lima kali
(DSM versi kelima telah diterbitkan pada tahun 2013 lalu). Selain DSM,

SA
dalam dunia medis dikenal The Classification of Diseases (ICD) yang di
dalamnya terdapat pedoman khusus dalam ganguan mental. Adapun
pedoman ini diterbitkan oleh World Health Organization (WHO) yang
telah 11 kali mengalami revisi dan revisi ke-11 diterbitkan pada tahun
2018. Di Indonesia sendiri terdapat Pedoman Penggolongan Diagnostik
Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang telah direvisi hingga tiga kali dengan revisi
R
terakhirnya di tahun 1993 (Hooley, Butcher, Nock, & Mineka, 2017).
Adapun sejumlah kritik dialamatkan kepada DSM. DSM dirasa
memiliki terlalu banyak diagnosis. Banyaknya diagnosis ini dirasa justru
FO

menimbulkan kebingungan di kalangan klinisi untuk menegakkan


diagnosis itu, padahal dari masing-masing diagnosis mengindikasikan
gejala umum dan penanganan yang kurang lebih sama. Selain itu, DSM
tidak dapat menggambarkan secara tepat mengenai gangguan dan masing-
masing gejalanya di kehidupan sehari-hari berdasarkan konteks yang
T

sangat beragam. Tidak hanya itu, perkembangan peradaban yang sangat


cepat tentu berpengaruh bagi perubahan perilaku manusia dan tendensi
psikopatologi yang menyertainya. DSM dipandang lambat diperbaharui
NO

sehingga tidak dapat mendiagnosis perilaku-perilaku abnormal yang


muncul dengan pesat sebagai akibat perkembangan zaman (Kring,
Johnson, Davidson, & Neale, 2012).

7.7 SISTEM KLASIFIKASI DSM DAN DIAGNOSIS


MULTIAKSIAL
DSM pertama kali diterbitkan pada tahun 1952. Pada DSM terbitan pertama,
klasifikasi gangguan didasarkan pada klasifikasi berdasarkan Royal Medico-
230 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Psychological Association pada tahun 1940an, yang dapat dilihat pada tabel
7.1 di bawah. DSM selanjutnya mengalami sejumlah adaptasi hingga di
tahun 1994 DSM-IV diterbitkan dan mengalami revisi di tahun 2000 menjadi
DSM-IV-TR (text revised). Sistem klasifikasi diagnosis pada terbitan DSM
ini memiliki kekhasan dari terbitan sebelumnya (dan juga selanjutnya), yaitu

LE
mengusung konsep diagnosis multiaksial.

Tabel 7.1. Klasifikasi Gangguan Mental Berdasarkan Royal Medico-Psychological


Association pada tahun 1940-an

SA
A. Oligofrenia (amnesia, Idiot
keterbelakangan mental) Imbisil
Moron
Keterbelakangan moral
B. Neurosis dan Psikoneurosis Kelelahan mental
Keadaan cemas
Kompulsi, obsesi, fobia
R
Histeria
Gejala Campuran
C. Psikosis Skizofrenia Demensia Praecox (jenis sederhana, hebrefenik,
FO

katatonik, paranoid)
Parapfrenia
Jenis lainnya
D. Psikopatik Konstitusi  
(termasuk paranoia)
E. Psikosis Afektif Manik-depresif psikosis/cyclothymia (elation,
depression, stupor)
T

Involusi Melankolia
F. Konfusional (kebingungan)  
NO

G. Psikosis Epilefsi  
H. Kelumpuhan Umum  
I. Jenis Psikosis lain yang  
berhubungan dengan
Gangguan Otak
J. Demensia  
K. Tipe yang tidak dapat  
ditentukan
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 231
231
Diagnosis multiaksial dimunculkan guna memberikan gambaran etiologis
suatu gangguan berdasarkan sejumlah faktor yang selanjutnya dikelompokkan
ke dalam aksis-aksis gangguan (Trull, 2012). Adapun penjelasan masing-
masing aksis dalam DSM-IV-TR dapat dilihat pada Tabel 7.2. Aksis I
merupakan gangguan mental umum kecuali retardasi mental dan gangguan

LE
kepribadian, di mana pada aksis ini diagnosis dapat ditegakkan oleh psikiater.
Pada aksis II terdapat gangguan kepribadian dan retardasi mental yang dapat
dilakukan asesmen oleh psikolog. Aksis III dapat dilakukan oleh dokter
umum, yaitu kondisi medis umum. Aksis IV yaitu kondisi psikososial dan

SA
permasalahan lingkungan, asesmen pada aksis ini dapat dilakukan oleh
psikolog atau pekerja sosial. Aksis akhir merupakan Global Assessment
of Functioning (GAF) yang menggambarkan fungsi mental pasien secara
kuantitatif dari 0-100.

Tabel 7.2. Aksis-aksis dalam DSM-IV-TR


R
Aksis I Gangguan mental atau kondisi lain yang menjadi fokus secara klinis
§ Gangguan mental pada anak dan remaja (Gangguan perkembangan
FO

pervasif)
§ Delirium, demensia, amnesia, dan gangguan kognitif lainnya
§ Gangguan yang berhubungan dengan zat
§ Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
§ Gangguan suasana hati (mood)
§ Gangguan kecemasan
§ Gangguan somatoform
§ Gangguan buatan
T

§ Gangguan disosiatif

§ Gangguan seksual dan identitas gender


NO

§ Gangguan makan
§ Gangguan implus kontrol
§ Gangguan penyesuaian
§ Kondisi lain yang menjadi perhatian klinis kejiwaan
Aksis II Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
  § Gangguan Kepribadian
  § Retardasi Mental
Aksis III Kondisi medis umum yang berpotensi menimbulkan gangguan mental
232 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Aksis IV Masalah psikososial dan lingkungan


  § Masalah dukungan sosial
  § Permasalahan lingkungan sosial
  § Permasalahan pendidikan
  § Masalah pekerjaan
  § Masalah tempat tinggal

LE
  § Masalah ekonomi
  § Permasalahan terhadap akses layanan kesehatan
  § Masalah yang berhubungan dengan sistem hukum dan kejahatan
  § Masalah psikososial dan lingkungan lainnya
Aksis V Skala Global Assessment of Functioning (GAF)

SA
Kode Deskripsi
100-91 Fungsi yang sangat baik di aspek kehidupan yang luas
81-90 Ketiadaan atau terdapatnya simtom minimal (contoh:
kecemasan ringan sebelum menghadapi ujian), berfungsi
dengan baik dalam semua bidang, memiliki minat dan
terlibat dalam berbagai aktivitas, secara sosial efektif,
R
secara umum puas dengan kehidupannya, mengalami tidak
lebih dari masalah sehari-hari
71-80 Jika terdapat simtom, simtom tersebut dialami secara
FO
singkat dan merupakan reaksi wajar terhadap stresor
psikososial
61-70 Beberapa simtom ringan atau beberapa kesulitan dalam
fungsi sosial, okupasional (pekerjaan), dan sekolah, namun
secara umum berfungsi cukup baik, memiliki beberapa
hubungan interpersonal yang bermakna
51-60 Simtom sedang (contoh: terkadang mengalami serangan
panik) atau hendaya tingkat sedang dalam fungsi sosial,
T

pekerjaan atau sekolah (contoh: tidak memiliki, tidak


mampu mempertahankan pekerjaan)
NO

41-50 Simtom serius (contoh: keinginan untuk bunuh diri) atau


hendaya tingkat serius dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau sekolah (contoh: tidak memiliki, tidak mampu
mempertahankan pekerjaan)
31-40 Beberapa hendaya dalam menilai realitas atau
berkomunikasi (contoh: pembicaraan terkadang tidak logis
atau sulit dimengerti) atau hendaya serius dalam beberapa
bidang, seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga,
penilaian, pemikiran, atau  mood  (contoh: seorang yang
menolak bertemu temannya ketika depresi)
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 233
233

21-30 Perilaku dipengaruhi cukup besar oleh delusi atau


halusinasi (contoh: berbicara meracau bertindak secara
tidak pantas) atau ketidakmampuan untuk berfungsi dalam
hampir semua bidang (contoh: berada di tempat tidur
sepanjang hari)

LE
11-20 Beberapa bahaya untuk melukai diri sendiri atau orang
lain (contoh: upaya bunuh diri), kadang kala gagal menjaga
kebersihan pribadi, atau berat dalam berkomunikasi
1-10 Bahaya yang menetap untuk melukai diri sendiri atau
orang lain secara parah, ketidakmampuan menjaga
kebersihan diri, atau bunuh diri dengan niat jelas untuk

SA
mati
0 Informasi tidak memadai

Selain memperhatikan hal-hal di atas, APA (2000) profesi kesehatan


mental perlu memiliki sejumlah keterampilan guna mendapatkan gambaran
gangguan mental secara kultural. Adapun Trull (2012) menjelaskan mengenai
R
isu-isu kultural yang dapat menjadi perhatian psikolog antara lain:
1. Identitas kultural klien, termasuk etnis dan bahasa daerah yang klien
FO

gunakan.
2. Penjelasan kultural mengenai permasalahan yang klien hadapi, misalnya
adanya simtom klinis yang biasanya hadir secara kultural dalam konteks
adat klien.
3. Faktor kultural yang berhubungan dengan lingkungan psikososial,
misalnya kecenderungan untuk hanya untuk menyatu dengan komunitas
T

satu daerahnya saja padahal di tempat perantauan.


4. Pengaruh kultural yang dibangun pada klien dan profesional, hal ini
NO

biasanya dapat membantu profesional kesehatan mental untuk lebih


mudah mengeksplorasi masalah klien, hal ini dapat menjadi rapport
yang baik.
5. Gambaran keseluruhan asesmen, diagnosis, dan intervensi yang formulatif
berbasis kultur sosial klien. Misalnya untuk klien dengan etnis tertentu,
menghadirkan lagu atau tarian adat tertentu mungkin bisa menggugah
suasana hati klien menjadi lebih baik.
234 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LATIHAN
Carilah film yang menceritakan tentang salah satu kondisi psikopatologi dan
buatlah resume berdasarkan film tersebut. Kaitkan kondisi psikopatologi
tersebut dengan kondisi yang terjadi di masyarakat dan atau budaya Indonesia.

LE
Apakah simtom yang dialami secara umum juga ditemui di Indonesia atau
ada perilaku khas, dan bagaimana relevansinya dengan pandangan kultur
Indonesia?

SA
RANGKUMAN
Psikopatologi merupakan bahasan yang sudah mengalami proses yang
panjang. Hingga hari ini, psikopatologi dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari mengenai penyakit mental atau gangguan mental. Terminologi
lain yang berkaitan erat dengan psikopatologi adalah psikologi abnormal yang
R
berarti penerapan psikologi sebagai ilmu untuk membahas berbagai masalah
dalam gangguan mental. Adapun dalam dalam mendefinisikan psikopatologi
secara spesifik, terdapat sejumlah karakteristik yang perlu muncul, yaitu (1)
FO

disfungsi psikologis; (2) distres pribadi; (3) perilaku atipikal/devian; dan (4)
konsep normatif.
Selanjutnya, bahasan penting dalam psikopatologi adalah faktor yang
memunculkan gangguan mental, atau biasa disebut etiologi. Faktor-faktor
tersebut, yaitu faktor yang harus ada (necessary cause), faktor yang perlu ada
dalam level yang cukup (sufficient cause), dan faktor yang meningkatkan
T

kemungkinan (contributive cause). Selain faktor-faktor tersebut, terdapat


pula faktor risiko yang muncul berdasarkan waktu. Faktor-faktor risiko
NO

yang menunjukkan perbedaan waktu tersebut antara lain adalah faktor


risiko distal (distal risk factor), faktor risiko proksimal (proximal risk factor),
dan faktor risiko penguat (reinforcing) pada contributive cause. Tidak hanya
etiologi, pemeriksaan status mental merupakan hal yang penting dilakukan
dalam bahasan psikopatologi. Hal-hal penting yang perlu dilakukan dalam
melakukan pemeriksaan mental antara lain adalah (1) tampilan dan perilaku;
(2) proses berpikir; (3) suasana hati dan perasaan; (4) fungsi intelektual; dan
(5) sensorium.
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 235
235
Perkembangan psikopatologi memiliki sejarah yang sangat panjang.
Dimulai pada tahun 460-337 SM, Hippocrates berpendapat mengenai
kepribadian manusia dengan segala tendensi psikopatologi pada masing-
masingnya. Hal ini dilanjutkan oleh tiga serangkai Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Memasuki abad ke-16 terjadi perkembangan. Di abad pertengahan

LE
ini, gangguan mental kembali diasosiasikan dengan masuknya roh jahat ke
dalam diri suatu individu. Hal ini dikarenakan paham gereja yang masih
dominan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada saat itu, sehingga
meluasnya praktik eksorsisme (pengusiran setan) di seluruh penjuru Eropa.

SA
Pandangan renaisans menolak bahwa gangguan mental disebabkan oleh roh
jahat, melainkan permasalahan kerentanan biologis yang selanjutnya tidak
dapat adaptif di tengah lingkungan sosial. Di abad ke-19, proses dan fungsi
mental coba dirumuskan dan diketahui bahwa faktor biologis bukanlah
satu-satunya penyebab gangguan mental. Permasalahan mental terjadi
dalam bentuk masalah inteligensi, emosi, dan perilaku yang selanjutnya
R
menimbulkan abnormalitas. Orang dengan gangguan mental masih ditangani
di dalam asylum dengan terapi pendekatan moral bernama retreat. Mulai
di abad ke-20, mental hygiene movement mulai digalakkan oleh Dorothea
FO

Dix dengan pendekatan memanusiakan orang yang mengalami gangguan


mental dalam setiap intervensi yang dilakukan. Hal ini dilakukan guna
melakukan restorasi mental orang yang sudah rusak. Pendekatan selanjutnya
yakni psikoanalisis, pertama kali dipelopori oleh Sigmund Freud dengan
analisisnya mengenai struktur kepribadian manusia berikut dengan dinamika
T

yang menyertai. Freud berpendapat bahwa manusia merupakan produk


masa lalu, di mana manusia dalam hidupnya berupaya untuk mengejar
pemenuhan dorongan biologisnya. Kemunculan perspektif kontemporer
NO

diawali dengan model biologi dalam penjelasan fenomena psikopatologi.


Model ini menjelaskan mengenai etiologi gangguan mental yang disebabkan
oleh kerentanan genetis, disfungsi dan plastisitas otak, temperamen, serta
ketidakseimbangan neurotransmiter dan hormon di otak dan bagian lain pada
sistem saraf pusat. Bahasan selanjutnya adalah model perilaku, yang berfokus
pada hasil temuan Pavlov dan Skinner mengenai perilaku yang terkondisi.
Para ilmuwan dengan perspektif ini menganggap bahwa perilaku manusia
terbentuk karena adanya stimulasi yang dikondisikan serta adanya penguatan
236 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

dari lingkungan. Selain itu, perspektif kontemporer mengeksplorasi suatu gaya


pengasuhan sebagai salah satu determinan gangguan mental. Di samping itu,
isu kultural menjadi penting dibahas pada pendekatan kontemporer. Selain
isu-isu historis di atas, sistem klasifikasi dan panduan diagnosis muncul
dan digalakkan pada periode kontemporer psikopatologi. DSM merupakan

LE
panduan yang paling umum digunakan pada penegakan diagnosis gangguan
mental di seluruh dunia. Namun, DSM tetap menghadapi sejumlah kritik,
antara lain soal banyaknya diagnosis yang ada, serta validitas dan reliabilitas
klasifikasi gangguan.

SA
TES FORMATIF
1. Keadaan tidak berfungsinya kognitif, afek, dan perilaku sebagaimana
mestinya pada karakteristik psikopatologi disebut...
a. Perilaku atipikal/devian
R
b. Konsep normatif
c. Disfungsi psikologis
FO

d. Distres pribadi
2. Faktor yang wajib ada dalam menegakkan suatu diagnosis adalah....
a. Sufficient cause c. Contributive cause
b. Necessary cause d. Distal risk factor
3. Berikut ini yang bukan merupakan rambu-rambu dalam pemeriksaan
mental adalah....
T

a. (1) tampilan dan perilaku; (2) proses berpikir; (3) suasana hati dan
perasaan; (4) fungsi intelektual
NO

b. (1) tampilan dan perilaku; (2) hasil pencitraan otak; (3) suasana hati
dan perasaan; (4) sensorium
c. (1) tampilan dan perilaku; (2) sensorium; (3) suasana hati dan
perasaan; (4) fungsi intelektual
d. (1) sensorium; (2) proses berpikir; (3) suasana hati dan perasaan;
(4) fungsi intelektual
4. Melubangi tengkorak pada masa Yunani Kuno sebagai intervensi gangguan
mental disebut....
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 237
237
a. Trephening c. Mental Health Hygiene
b. Retreat d. Exorsisme
5. Cikal bakal dari rumah sakit jiwa disebut....
a. Retreat c. Trephening

LE
b. Mental Health Hygiene d Asylum
6. Berikut jenis oligofrenia, kecuali....
a. Imbisil c. Autisme
b. Moron d. Keterbelakangan moral

SA
7. Gangguan kepribadian dan retardasi mental termasuk ke dalam aksis...
a. I c. III
b. II d. IV
8. Adanya infeksi di selaput otak sehingga menimbulkan perilaku maladaptif
termasuk ke dalam aksis....
R
a. I c. III
b. II d. IV
9. Sebutkan dan jelaskan karakteristik psikopatologi!
FO

10. Sebutkan minimal lima jenis gangguan pada aksis I!

UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
T

menjawab semua pertanyaan pada tes formatif dengan benar.


NO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. c 5. d
2. b 6. c
3. b 7. b
4. a 8. c
9. Lima karakteristik psikopatologi
1) Disfungsi psikologis mengacu pada keadaan mental yang tidak
berfungsi dengan optimal. Keadaan mental yang dimaksud meliputi
238 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

fungsi mental yaitu fungsi kognitif, emosi, dan perilaku.


2) Distres pribadi muncul melalui suasana hati yang depresif, juga
respons fisiologis tertentu, seperti sesak atau sakit kepala.
3) Perilaku Atipikal/Devian merupakan perilaku yang menunjukkan
ketidaksesuaian dengan perilaku yang dikatakan normal dalam

LE
konteks budaya tertentu, di mana deviansi statistik menjadi acuan
dalam penentuan gangguan mental pada karakteristik ini.
4) Konsep Normatif berkenaan dengan norma atau standar moral
yang menjadi acuan bagi seseorang dalam berperilaku. Standar ini

SA
dipakai dalam menentukan seberapa menyimpang perilaku seseorang
dalam konteks sosial, di mana semakin menyimpang seseorang dari
standar moral atau norma itu, maka semakin besar pula tendensi
psikopatologi.
10. Jenis gangguan aksis I (pilih 5)
• Gangguan mental pada anak dan remaja (Gangguan perkembangan
R
pervasif)
• Delirium, demensia, amnesia, dan gangguan kognitif lainnya
FO

• Gangguan yang berhubungan dengan zat


• Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
• Gangguan suasana hati (mood)
• Gangguan kecemasan
• Gangguan somatoform
• Gangguan buatan
T

• Gangguan disosiatif
• Gangguan seksual dan identitas gender
NO

• Gangguan makan
• Gangguan implus kontrol
• Gangguan penyesuaian
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 239
239

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual


of Mental Disorders (4th ed., text rev.). Washington, DC: Author.

LE
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (5th ed.). Washington, DC: Author
Barlow, D.H., & Durand, V.M. (2015). Abnormal psychology : an Integrative
Approach. USA: Wadsworth.

SA
Beidel, D.C., Bulik, C.M., & Stanley, M.A. (2017). Abormal psychology:
Scientist-Practitioner Approach. USA: Pearson.
Carr, A. (2016). Child and adolescent clinical psychology (3th ed.). London
& New York: Routledge Taylor & Francis Group
Clark, L. A., Cuthbert, B., Lewis-Fernández, R., Narrow, W. E., & Reed, G.
M. (2017).  Three approaches to understanding and classifying mental
R
disorder: ICD-11, DSM-5, and the national institute of mental health’s
research domain criteria (rdoc). Psychological Science in the Public Interest,
18(2), 72–145.  doi:10.1177/1529100617727266 
FO

Hooley, J.N., Butcher, J.M., Nock, M., & Mineka, S. (2017). Abormal Psychology.
USA: Pearson.
Kring, A. M., Johnson, S.L., Davidson, G.C., & Neale, J.M. (2012). Abnormal
Psychology 12th edition. USA: Wiley.
Oltmanns, T. F., & Emery, R. E. (2010). Abnormal Psychology. USA: Prentice
Hall.
T

Pickersgill, M. D. (2013). Debating DSM-5: diagnosis and the sociology


of critique. Journal of Medical Ethics, 40(8), 521–525. doi:10.1136/
NO

medethics-2013-101762 
Trull, T. J. (2012). Clinical Psychology 7th edition. USA: Wadsworth.
World Health Organization. (1996). Diagnostic and management guidelines
for mental disorders in primary care: ICD10 Chapter V Primary Care
Version. Göttingen, Germany: WHO - Hogrefe and Huber.
240 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

DAFTAR ISTILAH

1. Disfungsi psikologis: keadaan mental yang tidak berfungsi dengan


optimal, meliputi fungsi mental yaitu fungsi kognitif, emosi, dan perilaku.

LE
2. Distres pribadi: suasana hati yang depresif, respons fisiologis tertentu,
seperti sesak atau sakit kepala.
3. Perilaku atipikal/devian: perilaku yang menunjukkan ketidaksesuaian
dengan perilaku yang dikatakan normal dalam konteks budaya tertentu

SA
di mana deviansi statistik menjadi acuan dalam penentuan gangguan
mental pada karakteristik ini.
4. Necessary cause: faktor yang harus ada agar suatu diagnosis dapat
ditegakkan.
5. Sufficient cause: merupakan faktor yang dalam kadar tertentu seseorang
yang memilikinya dapat dikatakan normal, namun dalam kadar yang di
R
luar kewajaran seseorang dapat dikatakan abnormal.
6. Contributive cause: faktor yang meningkatkan kemungkinkan munculnya
FO

suatu gangguan.
7. Distal risk factor: faktor-faktor yang berpengaruh paling kecil pada
gangguan mental karena terjadi pada waktu yang sudah sangat lama.
8. Proximal risk factor: faktor yang menyebabkan gangguan mental dengan
kemunculan pertama pada gangguan mental yang dialami dalam kurun
waktu relatif singkat.
T

9. Retreat: bentuk terapi moral dengan cara mengisolasi pasien gangguan


mental dari lingkungan sosial demi merestorasi moral dan fungsi sosial
NO

pasien.
10. Asylum: tempat dilaksanakannya retreat yang selanjutnya menjadi cikal
bakal dari rumah sakit jiwa.
11. DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder): pedoman
diagnosis gangguan mental yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia, disusun dan diterbitkan oleh American Psychiatric Association.
BAB 7  PENGANTAR PSIKOPATOLOGI 241
241

LE
SA
R
FO
T
NO
242 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 8
FO

LAPORAN
T

PEMERIKSAAN
NO

PSIKOLOGI KLINIS
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 243
243

8.1 PENGERTIAN LAPORAN PEMERIKSAAN


PSIKOLOGI KLINIS

A. Pendahuluan

LE
1. Deskripsi singkat
Penulisan laporan psikologi dalam bidang klinis merupakan puncak dari
serangkaian proses asesmen yang telah dilakukan seorang klinisi. Laporan
psikologi yang efektif dijelaskan Weiner dan Costaris (2012) memiliki
keterhubungan dalam konteks milik klien, memiliki tautan yang jelas

SA
antara pertanyaan rujukan dan jawabannya, memiliki interpretasi yang
terintegrasi, memuat kekuatan klien yang relevan dengan bidang masalah
yang dialaminya, memiliki rekomendasi spesifik-konkret-layak, serta
disusun menyesuaikan dengan tingkat bahasa dan literasi pembacanya.
Seorang klinisi dituntut untuk mampu merumuskan kasus,
R
sekaligus memikirkan cara mengkomunikasikan ide-ide mereka secara
efektif. Untuk menulis laporan psikologis yang efektif, klinisi perlu
mengembangkan berbagai keterampilan, seperti mencapai rapport
FO

dengan klien; administrasi dan penilaian norma dalam tes psikologi;


keterampilan melakukan observasi dan interviu; serta memiliki dasar-
dasar pengetahuan yang kuat dalam praktik etis dan profesional. Selain itu,
seorang klinisi dapat menyusun laporan psikologis ketika telah memahami
perkembangan manusia secara umum, memahami psikopatologi, serta
memiliki kesensitifan budaya sehingga dapat menghindari bias dalam
T

pengambilan keputusannya terkait pelaporan kasusnya (Canadian


Psychological Association, 2007).
NO

2. Relevansi
Diharapkan setelah mengikuti Pokok Bahasan mengenai Pengertian
Laporan Psikologi Klinis, mahasiswa dapat menguraikan pengertian
mengenai laporan psikologi klinis, membedakan antara penyusunan
laporan psikologi klinis yang efektif dan yang bukan, serta menjelaskan
relevansi konsep-konsep penyusunan laporan psikologi klinis dengan
kondisi-kondisi real saat ini.
244 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

3. Kompetensi
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat mencapai
standar kompetensi berikut dengan kompetensi dasar yang dikuasai di
bawah ini.

LE
4. Standar Kompetensi
Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi klinis,
perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapannya dalam
berbagai bidang psikologi lain.

SA
5. Kompetensi Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapannya dalam
berbagai bidang psikologi lain, apabila:
a. mampu menguraikan konsep-konsep penyusunan laporan psikologi
klinis, baik dari rangkaian format yang harus dicantumkan hingga
R
keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki seorang klinisi.
b. mampu membedakan dan menjelaskan laporan psikologi klinis yang
efektif dan yang bukan.
FO

c. mampu menjelaskan relevansi konsep-konsep penyusunan laporan


psikologi klinis dengan kondisi-kondisi real saat ini.

B. Penyajian
1. Definisi Laporan Psikologi Klinis
T

Laporan Psikologi Klinis, yang sering juga disebut dengan laporan


psikologis, dan rekam psikologis, merupakan kumpulan informasi
NO

dan data yang telah diinterpretasi, diintegrasikan, dan diorganisasikan,


sehingga dapat dikomunikasikan dengan sejawat atau pihak-pihak
yang berkepentingan. Berdasarkan SPPK (Standar Pelayanan Psikologi
Klinis) yang diterbitkan IPK-HIMPSI (Ikatan Psikologi Klinis-Himpunan
Psikologi Indonesia) pada tahun 2008, dijelaskan bahwa rekam psikologi
adalah dokumen yang berisi catatan atau rangkuman pelayanan psikologi
yang dilakukan terhadap klien. Rekam psikologi harus selalu diperbaharui
pada setiap kedatangan klien.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 245
245
Jenis rekam psikologi menurut Pedoman Kode Etik Psikologi
Indonesia (HIMPSI, 2010) terdiri atas:
a. Rekam psikologi lengkap
Laporan psikologi lengkap yang mencakup: tujuan rujukan dan
informasi latar belakang kasus, prosedur asesmen, kesan dan

LE
pengamatan umum mengenai klien, hasil test dan interpretasi,
kesimpulan, serta rekomendasi. Laporan psikologi lengkap biasanya
berupa laporan setebal tiga sampai dua puluh halaman, bahkan untuk
beberapa kasus khusus dapat lebih (Wilhmhurst & Brue, 2010).

SA
b. Rekam psikologi untuk kepentingan khusus
Laporan pemeriksaan psikologi untuk kepentingan khusus
hanya dapat diberikan kepada personal atau organisasi yang
membutuhkannya, serta berorientasi untuk kepentingan atau
kesejahteraan orang yang mengalami pemeriksaan psikologi. Laporan
pemeriksaan psikologi untuk kepentingan khusus dibuat sesuai
R
kebutuhan dan tetap mempertimbangkan unsur-unsur ketelitian dan
ketepatan hasil pemeriksaan serta menjaga kerahasiaan orang yang
mengalami pemeriksaan psikologi. Contoh dari rekam psikologi
FO

untuk kepentingan khusus adalah: laporan kemajuan klien, keterangan


kondisi psikologis untuk sekolah, surat rujukan.
2. Tujuan Penyusunan Laporan Psikologi Klinis
Laporan Psikologi Klinisi disusun dengan tujuan sebagai upaya
membangun komunikasi antara pembuat laporan dengan penerima
T

laporan, sehingga diperoleh satu pemahaman mengenai kasus/kondisi


klien. Selain itu, penulisan rekam psikologi dilakukan sebagai sarana
NO

pertanggungjawaban dan dokumentasi yang dilakukan oleh seorang


psikolog/klinisi. Rekam psikologi memiliki perbedaan yang mendasar
dengan rekam medis secara umum, mengacu pada kompetensi pembuat
laporan karena setiap profesi memiliki acuan format yang berbeda
meskipun literasi bahasa dan sistematikanya dapat saling dipahami satu
sama lain.
Penulisan Laporan Psikologi Klinis dibuat sebagai sarana komunikasi
antar psikolog, antara psikolog dengan profesi lain (dokter, perawat,
246 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

terapis, konselor sekolah, atasan klien/Bagian SDM), atau dengan klien


dan keluarganya. Rujukan (referral letter) dibuat dengan tujuan untuk
mendapatkan pendapat banding (second opinion) dan/atau konsultasi,
dan/atau penanganan lanjut guna memberikan pelayanan atau solusi
yang lebih sesuai dan komprehensif (SPPK, 2008).

LE
3. Sifat Laporan Psikologi Klinis
Laporan Psikologi Klinis harus memiliki karakteristik jelas, relevan
dengan tujuan, memiliki manfaat, dan terjamin kerahasiaannya. Secara
lebih terperinci, sifat laporan tertuang dalam prosedur pembuatan rekam

SA
psikologis yang dijelaskan berikut (SPPK, 2008):
1. Sistematis, terinci dan jelas
2. Merupakan kriteria utama dalam hal ini: bentuk laporan, relevansi
isi dengan tujuan, serta kejelasan bahasa.
3. Menjelaskan aspek-aspek psikologis (kognisi, afeksi, perilaku dan
sosial) termasuk dinamika psikologis yang terjadi.
R
4. Menggunakan istilah baku sehingga terjadi pemahaman yang standar.
5. Terjamin kerahasiaannya.
FO

6. Dapat dipertanggungjawabkan.
4. Latihan
Bergabunglah dalam kelompok kecil (3-5 orang), lalu diskusikanlah
mengenai persoalan berikut dan berilah fakta real yang kelompok Anda
ketahui:
1. Carilah di internet contoh laporan psikologi klinis (berbahasa Inggris/
T

Indonesia), diskusikanlah kelebihan dan keterbatasan format laporan


tersebut berdasarkan tujuan dan sifat laporan psikologi klinis di atas!
NO

Identifikasikan apakah format tersebut efektif atau tidak menurut


standar dari Weiner dan Costaris (2012)?
2. Identifikasikan kemungkinan-kemungkinan real tidak terjaminnya
kerahasiaan dalam laporan psikologi klinis (minimal 3 berikut contoh
kasusnya)!
3. Berilah 5 contoh real kegunaan laporan psikologi klinis dalam praktek
sehari-hari!
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 247
247

C. Penutup
1. Tes formatif
Uraikan jawaban Anda dengan singkat dan sistematis!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan laporan Psikologi Klinis?

LE
2. Mengapa seorang psikolog/klinisi perlu memiliki keterampilan
menyusun laporan psikologi klinis?
3. Sebutkan ciri laporan psikologi klinis yang efektif !
4. Uraikan prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam
psikologis menurut SPPK!

SA
5. Keterampilan apa saja yang perlu dikuasai seorang klinisi/psikolog
sebelum menyusun laporan psikologi klinis? Uraikan juga alasannya!
2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau
melalui internet untuk menambah wawasan mengenai dinamika psikologi
R
dan format pelaporan psikologi klinis, sebagai bahan referensi mengenai
pokok bahasan selanjutnya. Untuk dapat melanjutkan ke Sub Pokok
Bahasan 2, mahasiswa harus mampu menjawab semua pertanyaan dalam
FO

tes formatif di sub pokok bahasan 1, paling tidak 80% benar.


3. Rangkuman
Seorang klinisi dituntut untuk mampu merumuskan kasus, sekaligus
memikirkan cara untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka secara
efektif karena pada dasarnya penulisan laporan psikologi dalam bidang
T

klinis merupakan puncak dari serangkaian proses asesmen yang telah


dilakukan seorang klinisi/psikolog. Laporan Psikologi Klinis atau sering
disebut dengan laporan psikologi dan rekam psikologi merupakan
NO

kumpulan informasi dan data yang telah diinterpretasi, diintegrasikan


dan diorganisasikan, sehingga dapat dikomunikasikan dengan sejawat
atau pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan psikologi yang efektif
memiliki keterhubungan dalam konteks milik klien, memiliki tautan yang
jelas antara pertanyaan rujukan dan jawabannya, memiliki interpretasi
yang terintegrasi, memuat kekuatan klien yang relevan dengan bidang
masalah yang dialaminya, memiliki rekomendasi spesifik-konkret-
layak, serta disusun menyesuaikan dengan tingkat bahasa dan literasi
248 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pembacanya. Karakteristik laporan psikologi klinis haruslah jelas, relevan


dengan tujuan, memiliki manfaat, dan terjamin kerahasiaannya.
4. Kunci jawaban tes formatif
1. Jelaskan apakah Laporan Psikologi Klinis?

LE
Laporan Psikologi Klinis adalah kumpulan informasi dan data yang
telah diinterpretasi, diintegrasikan dan diorganisasikan, sehingga
dapat dikomunikasikan dengan sejawat atau pihak-pihak yang
berkepentingan.

SA
2. Mengapa seorang psikolog/klinisi perlu memiliki keterampilan
menyusun laporan psikologi klinis?
Seorang klinisi/psikolog perlu memiliki keterampilan menyusun
laporan psikologi klinis agar mampu mengkomunikasikan hasil
asesmen dan diagnosa mengenai kliennya dan memberikan
pertanggungjawaban profesional kepada klien, institusi, rekan sejawat
R
dan masyarakat.
3. Sebutkan ciri laporan psikologi klinis yang efektif!
Laporan psikologis akan efektif apabila:
FO

a. Memiliki keterhubungan dalam konteks milik klien,


b. Memiliki tautan yang jelas antara pertanyaan rujukan dan
jawabannya,
e. Memiliki interpretasi yang terintegrasi,
g. Memuat kekuatan klien yang relevan dengan bidang masalah
yang dialaminya,
T

i. Memiliki rekomendasi spesifik-konkret-layak,


k. Disusun menyesuaikan dengan tingkat bahasa dan literasi
NO

pembacanya.
4. Uraikan prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam
psikologis menurut SPPK!
Prosedur pembuatan laporan psikologi klinis/rekam psikologis
menurut SPPK, adalah:
a. Sistematis, terinci dan jelas
b. Menjelaskan aspek-aspek psikologis (kognisi, afeksi, perilaku
dan sosial) termasuk dinamika psikologis yang terjadi
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 249
249
c. Menggunakan istilah baku sehingga terjadi pemahaman yang
standar
d. Terjamin kerahasiaannya
e. Dapat dipertanggungjawabkan.
5. Keterampilan apa sajakah yang perlu dikuasai seorang klinisi/psikolog

LE
sebelum menyusun laporan psikologi klinis? Uraikan juga alasannya!
Keterampilan yang diperlukan seorang klinisi/psikolog sebelum
menyusun laporan psikologi klinis adalah:
a. Mencapai rapport dengan klien, administrasi dan penilaian norma

SA
dalam tes psikologi, dan keterampilan melakukan observasi dan
interviu: sebagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
menggali data dan riwayat klien terkait permasalahannya.
b. Memiliki dasar-dasar pengetahuan yang kuat dalam praktik etis
dan profesional: alasannya adalah untuk menjamin kerahasiaan,
kenyamanan, dan pertanggungjawaban profesional antara klinisi/
R
psikolog dengan klien.
c. Memahami perkembangan manusia secara umum dan memahami
psikopatologi: sebagai dasar dalam menentukan diagnosa dan
FO

memahami dinamika psikologis klien.


d. Memiliki sensitivitas budaya sehingga dapat menghindari bias
dalam pengambilan keputusan terkait pelaporan kasusnya.
T

8.2 PENYUSUNAN LAPORAN PSIKOLOGI KLINIS


NO

A. Pendahuluan
1. Deskripsi singkat
Kejelasan dalam penulisan merupakan syarat utama dalam penyusunan
sebuah laporan psikologi klinis. Tanpa kejelasan, relevansi dan kegunaan
laporan tersebut menjadi sulit untuk dievaluasi. Selain itu, relevansi
dengan tujuan utama yang diinginkan dari asesmen menjadi fokus dalam
penyusunan sebuah laporan psikologi klinis. Meskipun tidak ada format
penulisan laporan psikologi klinis yang baku dan universal, kaidah-
250 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

kaidah dalam penulisannya perlu diperhatikan dengan menekankan


pada pendekatan psikologi klinis apa yang dipakai dalam upaya klinisi/
psikolog menjelaskan kondisi/kasus yang ditanganinya demi tercapainya
tujuan asesmen pada klien.
Dalam penyusunan laporan psikologi klinis terdapat tahap yang

LE
krusial, yaitu saat klinisi/psikolog melakukan inferensi atau interpretasi
hasil-hasil asesmen, seperti: skor psikotes, data observasi dan interviu,
atau pencatatan dokumen. Sebelum dikomunikasikan dalam sebuah
laporan, hasil-hasil interpretasi tersebut memerlukan pengorganisasian

SA
dan pengintegrasian. Hasilnya dapat menuntun psikolog/klinisi untuk
menyusun suatu dinamika psikologi mengenai klien, sehingga menjelaskan
bagaimana keluhan utama, simtom, atau masalah utama klien terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
proses penyusunan laporan psikologi klinis merupakan rangkaian proses
panjang dari asesmen hingga mengkomunikasikan suatu kasus, sebelum
R
masuk pada rencana intervensi.
2. Relevansi
FO

Diharapkan setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa dapat


menjelaskan konsep-konsep dalam penyusunan laporan psikologi klinis,
mampu menguraikan tahapan-tahapan umum dalam penyusunan laporan
psikologi klinis, dan menyusun dinamika psikologis dari sebuah blind case.
3. Kompetensi
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat mencapai
T

standar kompetensi berikut, dengan penguasaan kompetensi dasar di


bawah ini:
NO

a. Standar Kompetensi
1. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan terapan
dalam berbagai bidang psikologi lain.
2. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,
klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis, dan menjadikannya
sebagai dasar pengerjaan tugas mata kuliah tentang asesmen
bidang klinis.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 251
251

Tahap Tahap Interpretasi Tahap


Komunikasi & Integrasi Asesmen

Dinamika Interviu
Laporan Psikologi Psikologis

LE
Klinis Observasi

Psikogram* Psikotes

Gambar 8.1. Rangkaian Proses Menuju Penulisan Laporan Psikologi Klinis

SA
3. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan
intervensi dalam psikologi klinis.

b. Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari
R
psikologi klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis, dan
terapan dalam berbagai bidang psikologi lain, apabila:
– Mampu menjelaskan tahapan dalam proses menuju pelaporan
FO

psikologi klinis
– Dapat menjelaskan konsep-konsep dalam penyusunan
laporan psikologi klinis
– Mampu menguraikan tahapan-tahapan umum dalam
penyusunan laporan psikologi klinis.
T

2. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan


asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,
NO

klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis, dan menjadikannya


dasar pengerjaan tugas mata kuliah tentang asesmen bidang
klinis, apabila:
– Mampu melakukan integrasi data asesmen untuk dituangkan
dalam penyusunan laporan psikologi klinis
– Mampu menyusun dinamika psikologis klien dari contoh
kasus, berdasarkan blind case.
252 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

B. Penyajian
1. Integrasi Data Asesmen
Integrasi data asesmen dilakukan untuk menjawab pertanyaan referal,
mengetahui potensi dan performa klien saat ini, serta stresor yang dialami
klien. Dalam melakukan integrasi data asesmen dibutuhkan pengetahuan

LE
mengetahui konsep-konsep asesmen dan metode asesmen yang dilakukan
agar klinisi/psikolog dapat memenuhi kongruensi dalam pelaporan
psikologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan integrasi data
asesmen seringkali digunakan metode asesmen yang berbeda (misalnya

SA
metode kuantitatif dengan skor dan metode kualitatif untuk interviu),
sehingga dalam menyusun integrasi data asesmen, kita tetap memerlukan
pemisahan data yang berbeda metode, namun tetap dapat menyusun
suatu gambaran umum yang komprehensif mengenai klien.
Dalam integrasi data asesmen disusun keterhubungan antara riwayat
kesehatan mental, kondisi medis dan perkembangan klien yang terkait
R
dengan keluhan atau problem psikologisnya dengan fungsi dan performa
klien saat ini dalam area yang bervariasi (misalnya: kemampuan kognitif,
FO

akademis/pekerjaan, perilaku dan sosial/emosional). Keterhubungan dan


pemahaman mengenainya diperbandingkan dengan performa psikologis
dengan usia kelompok sebaya klien sehingga dapat ditarik kesimpulan
mengenai penyebab utama dari problem psikologis yang dialami
klien. Klinisi/psikolog juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi keakuratan/reliabilitas data asesmen, seperti: kesehatan
T

klien saat asesmen, perhatian klien selama dilakukan psikotes, kesulitan


dalam bahasa dan perbedaan budaya (Flanagan & Caltabiano, 2014).
NO

Tujuan utama dilakukannya integrasi data asesmen dalam pelaporan


psikologi klinis adalah untuk membantu sumber rujukan menyediakan
pemahaman mengenai diri dan harga diri klien/pasien sehingga mereka
dapat lebih mempercayai proses asesmen dan intervensi kepadanya.
Klien seharusnya tidak merasa dikritik atau mendapat penilaian negatif
dari umpan balik suatu pelaporan psikologi klinis. Penyusunan kalimat
dalam menyediakan informasi umpan balik hasil asesmen kepada klien
seharusnya mudah dipahami dan diterima oleh klien. Contohnya:
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 253
253
” X adalah seorang yang manipulatif, dependen, dan pasif-agresif.”

Memberikan kemungkinan-kemungkinan istilah yang sulit dipahami,


dianggap menyerang klien, dan sulit diterima. Lakukanlah penyusunan
kalimat yang berbeda, namun bermakna sama, seperti:

LE
” X memiliki kesulitan dalam mempercayai pihak lain dan konsekuensinya
X merasa perlu melakukan manipulasi dalam berelasi untuk memenuhi
kebutuhannya.”

Maka kondisi yang disampaikan akan jauh lebih mudah dipahami dan

SA
diterima oleh klien, serta dapat dikaitkan dengan riwayat masa kanak-
kanak klien yang memiliki pengalaman kondisional yang memicunya
untuk tumbuh sebagai individu yang tidak memiliki kepercayaan pada
orang lain (distrust). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa
integrasi data asesmen yang baik adalah yang berorientasi pada integrasi
R
klien sehingga suatu laporan psikologi klinis merupakan validasi bagi
klien dan memfasilitasi perubahan terapeutik (Beutler & Groth-Marnat,
2005).
FO

2. Dinamika Psikologis
Inti dari suatu laporan psikologi klinis adalah dinamika psikologis.
Dinamika psikologis merupakan suatu pendekatan atau sistem psikologis
yang menegaskan bahwa kondisi dan tindakan manusia dapat dipahami
dan diprediksi melalui suatu analisis pengalaman sebelumnya, kondisi
T

psikologis saat ini dan keadaan motivasinya merupakan organisme.


Dinamika psikologi merupakan urutan pemikiran, perasaan dan perilaku
NO

klien yang terekam dari hasil asesmen yang terjadi di dalam atau melintasi
konteks waktu pada individu berdasar sudut pandang psikologi klinis.
Contoh-contoh klinis spesifik seringkali dijelaskan dalam dinamika
psikologi seperti: disregulasi, mekanisme pertahanan ego, mood lability,
regulasi diri maladaptif, rigiditas, habituasi, aktivasi perilaku, dan respons
terhadap pengobatan. Sebagian besar penggunaan dinamika psikologis
digunakan dalam upaya menjelaskan kecenderungan psikopatologis klien
(Wright & Hopwood, 2016).
254 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Dinamika psikologi menghubungkan antara pendekatan teoretis


yang digunakan klinisi/psikolog dalam memahami klien/pasien dengan
konteks yang ditemui pada kasus klien. Dinamika psikologis yang handal
dan valid akan memberikan pemahaman mekanisme terjadinya suatu
perilaku yang adaptif atau maladaptif. Menurut Casadevall dan Fang

LE
(2009), dianalogikan bahwa berbeda dengan pemaparan deskriptif yang
terbatas menguraikan ”siapa”, ”apa”, ”di mana” dan ”kapan”, dinamika
psikologis memberikan informasi mengenai ”bagaimana” dan ”mengapa”
sehingga diperoleh penjelasan bertahap mengenai komponen-komponen

SA
personal dalam diri klien yang mencetuskan kondisi-kondisi psikologis
maupun psikopatologis klien saat ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa suatu
dinamika psikologis dibuat untuk memberikan penjelasan mengenai
diagnosa kondisi klien saat ini berdasarkan pendekatan psikologi klinis
yang sesuai dengan tujuan referal. Memahami mekanisme perilaku klien
R
memungkinkan klinisi/psikolog untuk mengidentifikasi target intervensi
dan meningkatkan kesehatan psikologis klien.
FO

3. Format Umum Penulisan Laporan Psikologi & Pengaruh


Pendekatan dalam Psikologi Klinis
Penulisan laporan psikologi klinis hendaknya memperhatikan tujuan
asesmen, gaya penulisan yang naratif-umum-singkat, serta terfokus
pada kasus dan bukan demi kepentingan klinisi/psikolog. Secara rinci
dijelaskan oleh Beutler dan Groth-Marnat (2005) mengenai sejumlah
T

kesalahan dalam penulisan laporan psikologi klinis, antara lain:


• laporan yang seringkali sulit dipahami oleh klien, seperti: akibat
NO

dari istilah teknis yang sulit dipahami dan tidak umum bagi lintas
profesi
• tidak jelasnya rekomendasi yang diberikan
• tidak tersedianya cukup data yang menjadi dasar kesimpulan dan
penilaian.
Oleh karena itu, seorang calon klinisi/psikolog sebaiknya berlatih
menyusun laporan psikologi klinis dengan cara secara spesifik menyatakan
tujuan pelaporan di awal laporan, menggunakan kosa kata yang dipahami
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 255
255
oleh sumber rujukan dan konsumen lain dari laporan tersebut (termasuk
klien). Selain itu, calon klinisi juga harus membiasakan diri untuk menulis
dengan sistematika yang teratur, menyusun suatu konseptualisasi dan
rekomendasi secara spesifik dan memahami pertanyaan rujukan, serta
memberikan contoh-contoh perilaku atau data pendukung yang menjadi

LE
dasar kesimpulan laporan.
Tidak ada format yang baku untuk penulisan laporan psikologi
klinis, namun ada satu standar umum yang seringkali digunakan oleh
klinisi/psikolog secara luas. Salah satunya adalah format umum laporan

SA
psikologi yang disampaikan oleh Kendall (dalam Nietzel, Bernstein, &
Milich, 1998) dan masih relevan, yaitu:
a. Data Identitas
Data identitas klien seharusnya dilaporkan sedetil mungkin, namun
sejumlah identitas yang wajib ada, yaitu: nama, tanggal lahir dan
usia, pendidikan, pekerjaan, alamat dan tanggal pemeriksaan.
R
b. Tujuan
Tujuan penulisan laporan berisi permintaan rujukan (apa kebutuhan-
FO

nya, alasan datang/keluhannya, dan siapa yang mengirim referal ini,


yang bisa instansi atau jabatan yang merujuk). Tujuan ditulis secara
spesifik dan terinci dari apa yang dibutuhkan sumber rujukan.
c. Sejarah Sosial dan Keluarga
Sejarah sosial dan keluarga dapat memuat informasi khusus yang
T

relevan dengan tujuan pemeriksaan, seperti:


• Riwayat perkembangan
• Latar belakang pendidikan
NO

• Riwayat pekerjaan/pengalaman kerja


• Riwayat kesehatan
• Latar belakang keluarga, dapat dilengkapi dengan genogram
(pohon keluarga)
d. Hasil Asesmen: Integrasi data asesmen
Hasil asesmen dapat terdiri dari berbagai teknik asesmen dan jenis
pengukuran, antara lain:
256 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

• Observasi perilaku
Dalam melakukan pengamatan perilaku klien, yang diperhatikan
dan menjadi catatan, antara lain: penampilan fisik, pola perilaku
umum, pola reaksi, dan penyimpangan yang ditampilkan klien.
• Anamnesa

LE
Hasil interviu langsung kepada klien (autoanamnesa) maupun
dengan pihak lain (alloanamnesa) yang terkait dengan kasus
klien, misal: orangtua, keluarga, pihak sekolah, atasan.
• Psikotes

SA
Dalam melaporkan hasil psikotes perlu diantumkan bagaimana
pengadministrasian tes, hasil interpretasi tes, dan intergrasi tes
(jika diambil data dari lebih satu alat psikotest/baterai tes).
• Dokumen
Data dokumen yang terkait dengan kasus klien, seringkali dapat
menjadi data tambahan untuk memperkuat kesimpulan atau
R
menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil rekomendasi,
misal: rekam medis/riwayat kesehatan klien, laporan akademik.
FO

e. Simpulan
Kesimpulan dalam laporan psikologi klinis berisi jawaban dari
pertanyaan referral. Secara spesifik simpulan berisi: diagnosa,
prognosa dan rencana tretmen. Beberapa tipe laporan psikologi
klinis juga mencantumkan potensi dan keterbatasan klien secara
spesifik dan ringkas.
T

f. Rekomendasi
Rekomendasi adalah tujuan akhir dari penyusunan laporan psikologi
NO

klinis. Rekomendasi ditujukan pada sumber rujukan atau klien.


Rekomendasi bersifat:
• Realistis: sesuai dengan hasil dan kesimpulan pemeriksaan
• Praktis: mudah dipahami, konkret, mudah dilaksanakan dan
sesuai dengan tujuan referral.
• Spesifik: menjadi alternatif penanganan dan solusi bagi
permasalahan klien.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 257
257
g. Rangkuman
Rangkuman merupakan pokok laporan yang ringkas dan di
dalamnya berisi dinamika psikologis kasus. Rangkuman merupakan
gambaran menyeluruh dan terintegrasi dari isi laporan. Sebaiknya
rangkuman tidak mengulang hal yang sudah diuraikan dan tidak

LE
mencantumkan hal baru yang tidak pernah diungkapkan sebelumnya.
Dalam rangkuman, dinamika psikologis klien diuraikan. Tidak
jarang, dalam rangkuman laporan psikologi dicantumkan psikogram
sebagai penjelasan ringkas dalam bentuk diagram mengenai dinamika

SA
psikologis klien.

Pendekatan Medis/Biologis

Gejala (Simtom)/
Penyebab Medis Terganggunya
Kumpulan Gejala
yang Mendasari Fungsi Individu
(Sindroma)
R
Psikodinamik
FO

Konflik Intrapsikis Neurotik Gangguan Psikologis


Tak Terpecahkan

Pendekatan Interaksi
T

Lingkungan
NO

Individu Gejala (Simtom)/


perilaku Kumpulan Gejala
Proses Kognitif (Sindroma)

Gambar 8.2 Skema Alur Dinamika psikologis Berdasarkan Pendekatan


258 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Pada bagian akhir laporan psikologi, perlu dicantumkan identitas


pemeriksa dan/klinisi/psikolog yang bertanggung jawab terhadap isi
laporan. Fungsinya adalah untuk memberikan gambaran mengenai
kewenangan dan legalitas pemeriksa dan/klinisi/psikolog. Identitas
yang perlu dicantumkan adalah:

LE
• Tanda tangan
• Nama terang dengan gelar dalam profesinya
• Jabatan atau posisi dalam lembaga/instansi yang menerima
rujukan.

SA
• Pada beberapa negara, pencantuman nomor izin praktek juga
diminta.
Format laporan psikologi klinis atau disebut juga Rekam Psikologis
di Indonesia juga tercantum dalam Standar Pelayanan Psikologi
Klinis (IPK, 2008), yang dibedakan menjadi rekam psikologis awal
dan follow up (terlampir) serta rekam psikologis anak. Namun
R
demikian, tidak ada cara terbaik yang dikenal secara universal dalam
pengorganisasian laporan psikologi klinis.
FO

Sedangkan menurut Kurt Haas (dalam Markam, 2008) yang


melakukan modifikasi penjelasan pendekatan klinis mengenai
gangguan jiwa/psikologis dari Moos, terdapat lima pendekatan klinis
yang menjelaskan penyebab gangguan dan tujuan penanganan yang
berbeda seperti pada Tabel 8.1.

4. Sumber Bias
T

Tidak jarang dalam melakukan asesmen, diagnosa dan penyusunan


laporan psikologi terjadi bias sehingga terjadi kesalahan dalam pembuatan
NO

kesimpulan. Adapun faktor-faktor yang dapat menjadi sumber bias adalah:


a. Gender, biasanya dikaitkan dengan tipe-tipe gangguan tertentu (misal:
hipokondria terjadi pada wanita, sedangkan malingering dikaitkan
dengan pria.
b. Tingkat sosial-ekonomi
c. Etnis tertentu, biasanya terjadi pada kelompok minoritas
d. Stereotipe dan prasangka
e. Tingkah laku yang tidak representatif
f. Informasi yang kurang memadai
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 259
259
Tabel 8.1 Pendekatan Klinis dalam Memahami Gangguan Psikologis dan
Penyebabnya
Definisi
Penyebab Penanganan Tujuan
Gangguan
Medis Berdasarkan Genetik, Obat, rawat Menghilangkan

LE
simtom untuk metabolik, inap/jalan, simtom karena
menentukan biokimia/fisik terapi medis gangguan jiwa
diagnosa adalah penyakit.
Psikodinamik Ketidakmampuan Konflik, represi, Psikoterapi Membebaskan
dalam frustrasi individual; individu

SA
menyesuaikan (kebutuhan Hipnoterapi dari represi,
diri aktualisasi), membantu
kesalahan asuh optimal/
orangtua mencapai cita-
cita
Pendekatan Kesalahan Tingkah laku Terapi Menghilangkan
Belajar mempelajari abnormal sebagai perilaku; perilaku yang
R
kebiasaan yang hasil belajar Modifikasi tidak fungsional
maladjustment perilaku
Pendekatan Tidak berhasil/ Lingkungan Unconditional Mengoptimalkan
FO

Humanistik berkesempatan sosial/budaya love dari aktualisasi/


beraktualisasi yang dianut lingkungan; potensi
tidak memberi memfasilitasi
kesempatan aktualisasi
beraktualisasi diri
Pendekatan Manifestasi Perubahan sosial Intervensi Menciptakan
Sosiokultural personal dari dan distres sosial, sosial untuk masyarakat yang
“penyakit” dan kemiskinan, meningkatkan berkeadilan dan
T

stres sosial/ diskriminasi, tuna kesejahteraan lebih sehat


masyarakat karya ekonomi &
NO

sosial

5. Kerahasiaan dalam Pelaporan Psikologi Klinis


Kerahasiaan dalam pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan mental
dan psikiatri, sangatlah penting karena semua individu memiliki hak
privasi dan kemungkinan terjadinya diskriminasi penanganan sangat
besar pada klien/pasien yang mengidap gangguan jiwa (Pedersen,
2014). Setiap klien memiliki hak untuk tetap dijaga kerahasiaan seluruh
data rekaman dan komunikasinya, serta mendapatkan perlakuan yang
260 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

menghargai mereka. Adapun hal-hal yang tidak diperbolehkan terkait


kerahasiaan klien adalah tidak diperbolehkannya penggunaan nama
aktual dan identitas lainnya dalam diskusi kasus. Selain itu, kita juga
tidak diperbolehkan untuk mendiskusikan kasus secara terang-terangan
di luar situasi profesional. Penggunaan inisial atau penggantian nama/

LE
identitas dapat dilakukan ketika mempresentasikan/mendiskusikan kasus
dalam forum pendidikan/ilmiah. Terjaganya penyimpanan dokumen
laporan psikologi secara akurat dan objektif menunjukkan pada klien
bahwa pelayanan kesehatan mental telah dilakukan dengan baik.

SA
Etika dalam pelaporan psikologi dan kerahasiaannya di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia HIMPSI (Himpunan
Psikologi Indonesia, 2010) pada Pasal 23 mengenai Rekam Psikologi;
Pasal 24 mengenai Mempertahankan Kerahasiaan Data; Pasal 25
mengenai Mendiskusikan Batasan Kerahasiaan Data kepada Pengguna
Layanan Psikologi; Pasal 26 mengenai Pengungkapan Kerahasiaan Data;
R
dan Pasal 27 mengenai Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan
Psikologi untuk Tujuan Pendidikan dan Tujuan Lain. Namun dijelaskan
Pedersen (2014), kerahasiaan laporan psikologi dapat di ”langgar” dengan
FO

melaporkan isi laporan pada pihak berwenang dalam beberapa kondisi


tertentu:
a. Apabila dicurigai atau diketahui dengan jelas bahwa klien anak
telah mengalami kekerasan (fisik/seksual/emosional) atau mengalami
pengabaian
T

b. Apabila dicurigai atau diketahui dengan jelas bahwa klien lansia


mengalami kekerasan atau dalam bahaya kekerasan atau penelantaran
c. Tanggung jawab klinisi/psikolog untuk memperingatkan calon korban
NO

terhadap bahaya yang akan terjadi (ancaman terhadap orang yang


terluka) dan melanggar kerahasiaan. Orang yang berada dalam
bahaya dan orang lain (yang dapat melindungi) harus diberitahu
tentang bahaya tersebut.

6. Latihan
Bentuklah kelompok kecil (3-5 orang), lalu diskusikanlah dan susunlah
sebuah laporan psikologi dengan format umum (Kendall) mengenai
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 261
261
film kasus ”Antwone Fisher” (film disediakan) yang menceritakan kisah
nyata seorang kelasi angkatan laut yang memiliki problem psikologis dan
harus menjalani sesi konseling dengan seorang psikiater. Format laporan,
diketik dengan font Arial 11, spasi 1.5, dalam kertas A4 dengan margin
kiri-kanan-atas-bawah 3 cm, jumlah halaman 3-8 halaman, laporan dilipat

LE
dalam amplop (bubuhkan nama anggota kelompok di bagian belakang
dan di bagian depan bubuhkan sumber rujukan).

C. Penutup

SA
1. Tes formatif
Instruksi: Pilihlah jawaban yang paling tepat, dengan membubuhkan
tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban!
1. Sebuah laporan psikologi klinis harus memenuhi syarat utama, yaitu
...
R
a. Mudah dievaluasi d. Mudah dipahami
b. Jelas e. Lengkap
c. Relevan
FO

2. Menurut Beutler dan Groth-Marnat di bawah ini ada beberapa


kesalahan dalam penulisan laporan psikologi klinis, kecuali:
a. Memberikan rekomendasi yang luas dan tidak jelas
b. Menampilkan identitas klien
c. Menggunakan istilah-istilah khusus dalam psikologi
d. Berisi lebih banyak teori daripada data sebagai dasar kesimpulan-
T

nya
e. Disusun untuk komunikasi internal psikolog/klinisi
NO

3. Klinisi/psikolog melakukan integrasi data asesmen dalam pelaporan


psikologi, dengan tujuan untuk ...
a. Menjawab pertanyaan rujukan, ketahuilah potensi dan performa
klien saat ini, serta stresor yang dialaminya.
b. Mengetahui potensi dan performa klien, membuat diagnosa
banding, dan membuat kesimpulan laporan
c. Menjawab pertanyaan rujukan, membuat diagnosa banding, serta
dasar treatment/intervensi
262 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

d. Menjelaskan stresor yang dialami klien, menjadi dasar treatment/


intervensi, dan mendukung kesimpulan
e. Mencari teori yang tepat untuk menjelaskan dinamika psikologis,
menjawab pertanyaan rujukan, dan mengetahui potensi-
kelemahan klien.

LE
4. Integrasi data asesmen yang baik adalah ........
a. Terdiri dari berbagai sumber asesmen lengkap
b. Berdasarkan kaidah pengukuran dan berbagai pendekatan
psikologi klinis

SA
c. Berorientasi pada klien dan memfasilitasi perubahan terapeutik
d. Ringkas, sistematis, dan memberi rekomendasi yang konkret
e. Mengandung autoanamnesa dan persetujuan klien
5. Dinamika psikologis adalah .....
a. Gambaran profil kemampuan psikologis atau beberapa aspek
R
psikologis yang relevan dengan tujuan pemeriksaan.
b. Kumpulan informasi dan data yang telah diinterpretasi,
diintegrasikan, dan diorganisasikan, sehingga dapat dikomunikasi-
FO

kan.
c. Uraian teoretis mengenai gambaran umum klien sebagai dasar
pembuatan diagnosa dan prognosa.
d. Urutan pemikiran, perasaan, dan perilaku klien yang terekam
dari hasil asesmen yang terjadi di dalam atau melintasi konteks
waktu berdasar sudut pandang psikologi klinis tertentu.
T

e. Gambaran menyeluruh dan terintegrasi dari isi laporan, yang


ringkas dan mudah dipahami oleh sumber rujukan dan klien,
NO

sebagai fasilitas untuk terjadinya perubahan terapeutik klien.


6. Hal-hal yang bukan merupakan faktor pencetus bias dalam pelaporan
psikologi klinis, adalah ...
a. Latar belakang budaya yang berbeda antara klien dengan klinisi/
psikolog.
b. Jenis kelamin klien yang dikaitkan dengan peran sosial dan tipe
gangguan tertentu.
c. Tingkat sosial ekonomi klien
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 263
263
d. Stigma dan stereotipe terhadap klien
e. Sumber rujukan
7. Misstreatment dalam pengasuhan orangtua terhadap anak, dianggap
sebagai salah satu faktor penyebab problem psikologis individu, baik

LE
pada kasus anak maupun dewasa. Pandangan tersebut merupakan
pemahaman mengenai penyebab munculnya gejala psikopatologis
pada pendekatan ....
a. Teori Belajar
b. Biologis

SA
c. Kognitif
d. Perilaku/Behavioral
e. Psikodinamik
8. Salah satu upaya untuk menjaga kerahasiaan klien dalam pelaporan
psikologi adalah ...
R
a. Tidak mencantumkan identitas klien/mengganti nama klien saat
diskusi mengenai kasus
b. Tidak menyampaikan informasi kepada pihak berwajib ketika
FO

menemui klien anak yang mengalami kekerasan emosional dari


pihak lain.
c. Tidak menanyakan lebih jauh mengenai kondisi klien di rumah,
ketika klien mengaku memiliki masalah di kantor.
d. Tidak memberikan informasi yang dianggap sensitif kepada
sumber rujukan.
T

e. Tidak menyampaikan informasi kepada keluarga klien meskipun


klien beresiko terbunuh oleh pihak lain.
NO

9. Tidak ada format baku yang universal dalam penyusunan laporan


psikologi, namun rekam psikologis yang ideal seharusnya memuat ...
a. Susunan keluarga klien
b. Hobi dan minat klien
c. Identitas klinisi/psikolog
d. Sumber pendanaan
e. Durasi asesmen
264 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

10. Berikut ini hal-hal yang tidak terkait dengan rekomendasi dalam
laporan psikologi klinis, adalah ...
a. Rekomendasi disusun secara praktis, realistis, dan spesifik
b. Rekomendasi merupakan tujuan akhir dari laporan psikologi
c. Rekomendasi ditujukan kepada sumber rujukan

LE
d. Rekomendasi bersifat ateoris dan berisi opini profesional
e. Rekomendasi disesuaikan dengan hasil dan kesimpulan
pemeriksaan

2. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

SA
Mahasiswa diminta mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet untuk menambah wawasan mereka mengenai perbedaan dan
ciri khas berbagai pendekatan psikologi klinis dalam penulisan laporan
psikologi klinis, sebagai bahan referensi mengenai pokok bahasan
selanjutnya. Untuk dapat melanjutkan ke Sub Pokok Bahasan 3, mahasiswa
R
harus mampu menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif di Sub
Pokok Bahasan 2, paling tidak 80% benar.
FO

3. Rangkuman
Penyusunan laporan psikologi klinis merupakan tahapan akhir dari
asesmen dan tahapan awal dalam menuju intervensi klinis. Laporan
psikologi klinis merupakan upaya mengkomunikasikan kondisi
psikologis klien berdasar integrasi data asesmen dan penjelasan dinamika
psikologisnya kepada sumber rujukan. Dalam penyusunan laporan
T

psikologi klinis diperlukan kejelasan, kesesuaian dengan tujuan referral,


serta bahasa yang mudah dipahami. Laporan psikologi klinisi merupakan
bentuk tanggung jawab klinisi/psikolog sekaligus pelayanan kesehatan
NO

mental. Diperlukan kecermatan dalam penyusunan laporan psikologi


klinisi, menghindari bias, dan menjaga kerahasiaan isi laporan.
4. Kunci jawaban tes formatif
1. b 6. e
2. b 7. e
3. a 8. a
4. c 9. c
5. d 10. d
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 265
265

8.3 PENULISAN LAPORAN PSIKOLOGI


BERDASARKAN PENDEKATAN KLINIS

A. Pendahuluan

LE
1. Deskripsi singkat
Penulisan laporan psikologi yang didasari salah satu pendekatan dalam
psikologi klinis merupakan solusi dari munculnya banyak pendapat dari
berbagai sudut pandang yang tidak jarang mengakibatkan kerancuan
dan perdebatan, dan menjadi strategi dalam pengumpulan data asesmen

SA
baik di pihak klien maupun di pihak lain, serta memberikan acuan
yang mudah dipahami dalam menyusun dinamika psikologis dan
rencana treatment/intervensi psikologis terhadap sebagai klien. Klinisi/
psikolog berperan dalam merumuskan hasil asesmen dengan pendekatan
teoretis tertentu. Dalam Psikologi Klinis ini dikenal pendekatan klinis,
R
seperti: Psikodinamik, Pendekatan Perilaku dan Kognitif, Pendekatan
Humanistik/Fenomenologis. Dalam perkembangannya, saat ini digunakan
juga pendekatan sistem keluarga (untuk kasus-kasus interaksi keluarga
FO

dan pasangan suami-istri), serta Pendekatan Diathesis-stress sebagai


pengembangan dari Pendekatan Biologis, dalam memahami berbagai
gejala psikopatologis.

2. Relevansi
Setelah mempelajari sub bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
T

perbedaan dan ciri khas masing-masing pendekatan psikologi klinis


dalam penulisan laporan psikologi klinis. Selain itu, mahasiswa juga
mampu memilih pendekatan psikologi klinis yang sesuai dengan blind
NO

case yang ada dan menyusun sebuah laporan psikologi klinis secara
sederhana sesuai dengan kaidah-kaidah dan etika dalam penyusunan
laporan psikologi klinis yang benar.

3. Kompetensi
Pada akhir pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat mencapai
standar kompetensi berikut, dengan penguasaan kompetensi dasar di
bawah ini:
266 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

a. Standar Kompetensi
1. Mahasiswa mampu membedakan penerapan psikologi klinis
menurut berbagai pendekatan yang ada.
2. Mahasiswa mampu menguraikan dan memberikan contoh
penerapan asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis

LE
sederhana, melakukan klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis,
dan menjadikannya sebagai dasar pengerjaan tugas mata kuliah
tentang asesmen bidang klinis.
3. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan

SA
intervensi dalam psikologi klinis.
b. Kompetensi Dasar
1. Mampu membedakan penerapan psikologi klinis menurut
berbagai pendekatan yang ada, apabila:
• Mampu membedakan kekhasan dan keterbatasan masing-
masing model pelaporan psikologi klinis berdasarkan
R
pendekatan dalam psikologi klinis yang dipelajari.
• Mampu menentukan model pelaporan psikologi klinis
FO

yang dapat digunakan berdasarkan keterampilan diri dan


kelengkapan kasus yang ada.
• Mampu menerapkan perbedaan pendekatan psikologi
klinis (Psikodinamik, Perilaku, Kognitif, dan Humanistik/
Fenomenologis) dalam penyusunan laporan psikologi klinis
tanpa terlepas dari konteks kasus yang dihadapi (contoh
T

kasus/studi kasus).
2. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,
NO

melakukan klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis, dan


menjadikannya sebagai dasar pengerjaan tugas mata kuliah
tentang asesmen bidang klinis, apabila:
• Mampu melakukan integrasi data asesmen untuk dituangkan
dalam penyusunan laporan psikologi klinis.
• Mampu menyusun dinamika psikologis klien dari contoh
kasus, berdasarkan pendekatan psikologi klinis yang dipilih/
sesuai.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 267
267
• Mampu menyusun sebuah laporan psikologi klinis secara
sederhana sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan laporan
psikologi klinis yang benar.
3. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan
intervensi dalam psikologi klinis, apabila:

LE
• Mampu menuangkan pengetahuan mengenai etika psikologi
dalam penyusunan laporan psikologi klinis
• Mampu mengidentifikasi resiko bias yang muncul saat
menyusun laporan psikologi klinis yang dibuatnya.

SA
• Mampu menyampaikan rekomendasi sederhana dan konkret
terkait contoh kasus yang ditangani.

B. Penyajian
1. Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan Psikodinamik merupakan pendekatan yang berpegang pada
R
kaidah-kaidah Psikoanalis, yang meyakini faktor intrapsikis individu
mempengaruhi kondisi kesehatan mentalnya (normal-abnormal). Perilaku
FO

manusia dipengaruhi oleh impuls/dorongan, motif, konflik yang semua


berada pada ranah intrapsikis, serta kondisi masa kanak-kanak. Sehingga,
dalam melakukan upaya memahami klien dalam bidang psikologi klinis,
Pendekatan Psikodinamik menekankan pada asesmen kondisi-kondisi
intrapsikis klien. Tabel 8.2 memuat rangkuman Pendekatan Psikodinamik
secara rinci, menjelaskan pemahaman mengenai dinamika kepribadian
T

dan perilaku abnormal dari berbagai tokoh Psikoanalisa.


Tabel 8.2 Konsep-konsep dalam Pendekatan Psikodinamik
NO

Berdasarkan Tokoh-tokoh Psikoanalisis


Freud Jung Adler Horney Fromm
Struktur Id, ego, Self, shadow, – – Lima tipe
Kepribadian super-ego ego, persona kepribadian
Dinamika Cathexis- Keseimbangan, Inferiority, Pola Interaksi
Kepribadian anticathexis integrasi superiority, mengatasi tipe
kepribadian complex kondisi kepribadian
neurotic: dengan
268 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

moving tuntutan
away, sosial
moving
towards,
moving
away

LE
Masa Dini 0-5 tahun – Penting Penting –
penting
Masa Kini Bukan Usia 40 tahun Penting Penting –
penentu penting

SA
Alam Tak Sadar Utama, Utama, bersifat Penting Penting Penting
bersifat kolektif
pribadi
Alam Sadar Kurang – Penting Penting –
penting
Abnormalitas Akibat Ketidak- Complex Basic Tidak
kondisi seimbangan yang anxiety tercapainya
R
neurotik antara muncul yang relatedness
yang ketidaksadaran dari tidak tidak &
direpresi dengan teratasinya teratasi rootedness
ketidaksadaran inferiority
FO

kolektif feeling
(Sumber: Pervin dan Hall, dalam Markam, 2008)

Penyusunan laporan psikologis klinis dengan Pendekatan


Psikodinamik tetap mengacu pada format umum yang telah disampaikan
dalam sub bab sebelumnya, namun memiliki penekanan pada integrasi
T

data asesmen dan dinamika psikologis pada ranah:


a. Konflik
Konflik merupakan kondisi ketidaksesuaian/pertentangan akibat
NO

munculnya dua/lebih kepentingan/kebutuhan/tuntutan secara


bersamaan. Dalam memahami konflik apa yang telah terjadi pada
klien, diperlukan pemahaman mengenai persepsi diri klien, kondisi
frustrasi yang sedang dihadapi, relasi interpersonal klien, persepsi
lingkungan terhadap klien. Pembahasan mengenai konflik intrapsikis
klien berkisar antara identifikasi konflik yang muncul, bagaimana
dinamika konflik yang dialami, serta kontrol emosi klien.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 269
269
b. Nilai stimulus
Dalam mengungkapkan mengenai nilai stimulus diperlukan dukungan
data-data mengenai gambaran kemampuan kognitif klien, konasi dan
aturan sosial yang dipahami klien. Berdasar nilai stimulus, dapat
dijelaskan peristiwa/kondisi apa saja yang dapat menjadi conditioning

LE
event atau precipitating event dari abnormalitas klien.
c. Fungsi Kognitif
Data-data asesmen mengenai fungsi kognitif klien secara performa
merupakan data penunjang dalam upaya memahami seberapa

SA
optimalnya fungsi keseharian klien, apa saja yang menjadi ke-
terbatasannya, serta keterkaitannya dengan kondisi psikopatologis
klien (jika ada).
d. Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan ego (defense mechanism), merupakan strategi
psikologis yang secara tidak sadar digunakan untuk melindungi
R
seseorang dari kecemasan yang timbul dari pikiran atau perasaan
yang tidak dapat diterima. Dalam mengungkapkan mekanisme
pertahanan ego klien, diperlukan penjelasan mengenai ada/tidaknya
FO

penolakan klien terhadap kondisi dalam dirinya, bagaimana strategi


interpersonalnya, fantasinya, serta jenis pertahanan ego yang dominan
pada klien.

2. Pendekatan Perilaku (Behaviouristic) & Belajar


Pendekatan perilaku dan belajar menjadikan perilaku yang dapat diukur
T

sebagai representasi dari klien. Perilaku sendiri dianggap merupakan


hasil dari proses pembiasaan dan pembelajaran lingkungan. Perilaku
NO

abnormal dianggap berasal dari hasil belajar yang keliru dan model yang
tidak adekuat (mencukupi). Tabel 8.3 halaman berikut ini menjelaskan
beberapa konsep pendekatan perilaku dan belajar.
Dalam penyusunan format laporan psikologi klinis, pendekatan
perilaku dan belajar menekankan pada situasi “here and now” yang
terjadi pada klien dan berfokus pada perilaku yang dianggap bermasalah
dan penanganan untuk merubah perilaku tersebut. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam format laporan psikologis klinis dengan
pendekatan ini, antara lain:
270 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Tabel 8.3 Beberapa Konsep dalam Pendekatan Perilaku dan Belajar


Pavlov, Dollard &
Skinner Bandura
Miller
Struktur Respons/operant Respons/kebiasaan Perilaku
Kepribadian

LE
Dinamika Operant Classical Modeling/social
Kepribadian conditioning conditioning learning
Masa Lalu Tidak penting Tidak penting Tidak penting
Masa Kini Penting Penting Penting

SA
Alam Tak Sadar – – –
Alam Sadar Penting Penting Penting
Perilaku Hasil belajar yang Hasil belajar yang Model yang tidak
Abnormal salah salah adekuat

(Sumber: Pervin dan Hall, dalam Markam, 2008)


R

a. Deskripsi penampilan fisik.
b. Penyajian masalah, dengan menerangkan: sumber yang menyampaikan,
FO

latar belakang permasalahan, faktor situasional, variabel-variabel


psikologis (seperti keadaan, kemampuan kognisi, efek obat-obatan
bila ada) terkait, dimensi (seperti waktu/durasi, isi, frekuensi, besaran
masalah), serta konsekuensi dari masalah yang muncul saat ini.
c. Masalah lain yang ditemukan klinisi/psikolog sepanjang berinteraksi
dengan klien dan menginterpretasikan data-data asesmen klien.
T

Tidak jarang apa yang dikeluhkan klien bukanlah akar permasalahan


sebenarnya yang seharusnya memperoleh penanganan psikologis.
NO

d. Akses personal, yang menjelaskan aktivitas harian klien terkait


perilaku, kondisi yang dialami dan bagaimana klien mengambil
keputusan/menyelesaikan masalahnya.
e. Target perubahan, yang disesuaikan dengan tujuan rujukan dan
perilaku yang ingin diperbaiki/diubah klien. Target perubahan ini
terkait dengan harapan-harapan klien, namun lebih spesifik dengan
indikator perubahan perilaku tertentu.
f. Rekomendasi dan saran penanganan/treatment.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 271
271
g. Motivasi klien terhadap treatment, dengan indikator: perilaku, gestur,
isi pembicaraan, kooperatif atau tidak selama asesmen.
h. Prognosis.
i. Prioritas penanganan.
j. Harapan klien, dikhususkan pada hal-hal yang berorientasi pemecahan

LE
masalah dan rancangan intervensi.

3. Pendekatan Kognitif
Pendekatan Kognitif merupakan pengembangan pendekatan perilaku

SA
yang tidak hanya mementingkan adanya stimulus-respons dan proses
belajar sosial, namun juga memberi perhatian khusus pada proses-proses
mental dan pikiran individu. Diuraikan bahwa perilaku individu adalah
proses yang kompleks, diawali dari diterimanya stimulus lalu terjadi
proses mental sebelum individu memberikan reaksi atas stimulus yang
datang. Perilaku dianggap sebagai hasil proses mental, seperti persepsi,
R
penilaian, reasoning, belief. Respons maladaptif berasal dari kesalahan
berpikir (distorsi kognitif), kesalahan mencari alasan atau pandangan
individu yang tidak berpikir secara realistis (Hartati, 2012). Proses
FO

kognitif mempengaruhi bagaimana seseorang memaknai dunia/peristiwa,


dijelaskan dalam Gambar 8.3 pada halaman berikut.
Dalam penyusunan laporan psikologi klinis dengan pendekatan
kognitif, klinis/psikolog perlu mengidentifikasikan: peristiwa yang dialami
klien, gambaran proses mental klien, perasaan dan pemaknaan klien
terhadap peristiwa yang dialami, serta distorsi kognitif yang muncul
T

sehingga mengakibatkan terjadinya problem psikologis klien. Menurut


Burns (dalam Hartati, 2012), terdapat jenis-jenis distorsi kognitif yaitu:
NO

a. Pikiran “segalanya atau tidak sama sekali“: individu melihat segala


sesuatunya hanya berdasarkan kategorisasi baik dan buruk. Pada klien
dengan distorsi kognitif, seperti ini cenderung melihat kesempurnaan
adalah segalanya, jika tidak memilikinya maka dikatakan buruk atau
gagal total.
b. Over-generalisasi: ketika mendapatkan pengalaman yang tidak
menyenangkan dianggap sebagai sesuatu hal yang sangat mengganggu,
secara berlebihan.
272 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Pikiran-pikiran
Menafsirkan peristiwa yang terjadi dengan
sederetan pikiran yang mengalir terus,
disebut dialog internal

LE
dunia mood
Sederetan peristiwa Perasaan-perasaan yang
yang positif, netral Individu diciptakan oleh pikiran bukan oleh

SA
dan negatif peristiwanya, semua pengalaman
harus diproses melalui otak
dan diberi makna secara sadar
sebelum mengalami respons
emosional apapun

Gambar 8.3 Proses Kognitif dalam Mempengaruhi Pemaknaan mengenai


R
Dunia. Sumber: Burns (dalam Hartati, 2012)

c. Filter mental: ketika klien merasakan hal kecil yang sifatnya negatif
FO

dalam situasi tertentu, yang kemudian terus menerus dipikirkannya


sehingga akhirnya ia mempersepsikan bahwa semua situasi adalah
hal yang negatif.
d. Mendiskualifikasi yang positif: klien menolak pengalaman positif
dan menganggap bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang berarti,
sedangkan pengalaman negatif dianggap sebagai sesuatu yang berarti.
T

e. Loncatan ke kesimpulan: klien membuat penafsiran negatif meskipun


tidak ada fakta yang mendukung secara jelas untuk penafsiran yang
NO

telah dibuat.
f. Pembesaran dan pengecilan: klien memberikan penilaian yang tidak
proporional pada suatu peristiwa, di mana ia cenderung secara
memaknai berlebihan atau sebaliknya.
g. Penalaran emosional: klien cenderung menggunakan emosinya dan
merealisasikannya dalam perbuatan.
h. Pernyataan harus: klien mencoba memotivasi diri sendiri dan
terbebani oleh kata-kata “saya harus mampu” atau “saya harus dapat”,
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 273
273
sehingga pernyataan tersebut justru menyebabkan dirinya merasa
tertekan dan tidak termotivasi.
i. Labeling dan salah memberi penilaian: suatu bentuk ekstrem dari
over-generalisasi. Terjadi ketika klien mengklaim gambaran dirinya
yang negatif, misalnya “saya seorang yang bodoh”.

LE
j. Personalisasi: klien memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu
peristiwa eksternal yang negatif.

Berdasarkan proses pemahaman mengenai bagaimana klien memaknai


dunianya, maka penyusunan dinamika psikologis pada laporan dengan

SA
pendekatan kognitif akan menerangkan alur dari stimulus diterima,
bagaimana gambaran fungsi mental dan kognitifnya, sampai pada output
berupa bagaimana klien memahami peristiwa yang terjadi pada dirinya
sehingga memunculkan problem psikologis. Sebagai bahan pendukung
laporan tersebut, biasanya tersedia data asesmen berupa tes kecerdasan
R
umum, kepribadian, serta anamnesa. Kekuatan anamnesa khususnya pada
autoanamnesa, menjadi prioritas karena klinisi perlu mendalami betul
cara berpikir klien secara real untuk mengidentifikasi distorsi kognitif
FO

yang dialami klien.

4. Pendekatan Humanistik/Fenomenologis
Pendekatan Humanistik-Fenomenologis, yang seringkali juga dikenal
dengan pendekatan Eksistensialis (di Eropa), meyakini bahwa manusia
memiliki persepsi yang unik terhadap dunianya. Manusia merupakan
T

makhluk yang aktif, bertanggung jawab, dan mampu mengambil


keputusan. Aktivitas manusia sangat dipengaruhi oleh bagaimana manusia
NO

memandang dunianya, sehingga peran persepsi dan lingkungan sosial


dianggap berpengaruh. Secara lebih spesifik, konsep-konsep pendekatan
ini dapat diamati melalui Tabel 8.4 di bawah ini.
Tabel 8.4 Konsep-konsep dalam Pendekatan Humanistik
Rogers Maslow
Struktur Organisme, self Hierarkhi kebutuhan: dasar,
Kepribadian rasa aman, penerimaan sosial,
kasih sayang, aktualisasi
274 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Dinamika Aktualisasi organisme Aktualisasi inner state


Kepribadian
Masa Kanak- Penting –
Kanak Unconditional positive regard
Masa Kini/Masa Penting Simbolisasi –

LE
Depan
Alam Tak Sadar Tidak disimbolisasikan –
Kesadaran Disimbolisasikan –
Abnormalitas Incongruency antara Terhambatnya terpenuhinya
organisme dengan self kebutuhan untuk beraktualisasi

SA
Penyusunan laporan psikologi klinis dengan pendekatan Humanistik
menolak laporan asesmen yang bersifat formal dan kaku. Namun,
beberapa hal yang harus dicantumkan dalam pelaporan adalah:
a. Gambaran klien mengenai dirinya
b. Refleksi gambaran klien dalam tes
R
c. Gambaran klien menurut klinisi/psikolog
Ketiganya merupakan bahan pemahaman bagi klinisi/psikolog untuk
FO

menguraikan terjadinya diskrepansi/ketidaksesuaian yang terjadi


pada klien dan hambatan-hambatan yang terjadi pada pemenuhan
aktualisasinya, sehingga klien mengalami problem psikologis.

5. Pendekatan Biologis – Diathesis Stress Model


Pendekatan Biologis menguraikan bahwa terjadinya psikopatologis
T

disebabkan adanya predisposisi (diathesis) dengan kemungkinan pola


sebagai berikut:
NO

a. Langsung (direct)
Terdapat penyebab langsung kondisi biologis, genetik, atau penyakit
yang menyebabkan munculnya gejala psikopatologis pada klien,
seperti: penyakit yang menyerang susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan perkembangan.
b. Beberapa jalur yang berkaitan (multiple pathways)
Klien mengalami gangguan psikopatologis karena beberapa faktor
internal dan eksternal yang saling mempengaruhi kondisi mentalnya.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 275
275
Seperti: kondisi kurangnya stimulus lingkungan yang cocok,
kekurangan gizi dan faktor genetik yang membuat klien mengalami
gangguan kesulitan belajar.
c. Kerentanan (vulnerability)

LE
Terjadinya gangguan psikopatologis akibat kerentanan biologis yang
dimiliki klien, seperti klien yang menderita gangguan anoreksia
nervosa akibat gangguan pada hormon norepinefrin dan MPHG yaitu
produk akhir dari norepinefrin pada urine dan cairan serebrospinal,
selain adanya gangguan pada serotonin, dopamin, dan norepinefrin

SA
juga menyebabkan masalah pola makan. Gangguan hormonal tersebut
memang tidak secara langsung membuat seseorang mengalami
anoreksia nervosa, namun membuatnya mudah cemas dan memiliki
masalah pada pola makannya, kedua hal ini meningkatkan resiko
seseorang menderita anoreksia nervosa.
R
Diathesis-stress model adalah penjelasan teoretis yang menguraikan
bahwa gangguan mental dan fisik berkembang dari kecenderungan genetik
atau biologis untuk penyakit itu (diatesis), yang dikombinasikan dengan
FO

kondisi stres yang memainkan peran mempercepat atau memfasilitasi


kemunculan gangguan tersebut. Kondisi tersebut mempengaruhi
perilaku klien yang mengarah pada problem psikologis atau gangguan
psikopatologis tertentu. Penjelasan mengenai model ini terdapat pada
Gambar 8.4 Diathesis-stress Model pada Gangguan Depresi menurut
Schotte, dkk (2006).
T

Penulisan laporan psikologi klinis berdasarkan model ini membutuh-


kan uraian mengenai:
NO

a. Diathesis dari klien, yaitu bagaimana kecenderungan seseorang untuk


mengembangkan gangguan, yang dapat disebabkan oleh satu atau
kombinasi faktor biologis, psikososial dan/atau sosial budaya.
b. Stress, adalah respons yang dialami klien ketika mereka dihadapkan
dengan peristiwa dan pengalaman hidup yang mereka anggap
melebihi kemampuan coping mereka. Contoh dari beberapa penyebab
stres adalah trauma, pelecehan, pengabaian dan hubungan serta
masalah pekerjaan.
276 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Faktor Risiko
– Biogenetik
– Somatik
– Psikologi
Faktor Pelindung
– Sosial Budaya

LE
Kerentanan Biologis
Kerentanan Psikologis

SA
Distres
Suasana hati Depresi
Depresi
Idiosyncratic Meaningful
Stresor
R
Gambar 8.4 Diathesis-stress Model pada Gangguan Depresi
Sumber: Schotte, dkk (2006): 319
FO

c. Protective factors, merupakan faktor pelindung berupa pengaruh atau


sifat yang dimiliki klien yang dapat meningkatkan kemampuannya
untuk mengatasi stresor tertentu dan dapat mengurangi kemampuan
stresor menurunkan kesehatan mental klien (bentuknya dapat
berupa ketahanan klien terhadap situasi penuh tekanan). Hal inilah
yang menyebabkan klien dengan diatesis dan stresor belum tentu
T

mengalami perilaku abnormal.


Pola Umum dalam penulisan laporan psikologi klinis dengan model
NO

diatesis ini, adalah:


§ Reaksi awal: uraian mengenai bagaimana klien mengalami
permasalahan dan memahami peristiwa yang terjadi
§ Strategi asesmen dan hasilnya: berisi interpretasi data asesmen
§ Hipotesis penyebab: apa saja yang dianggap menjadi penyebab
gangguan/permasalahan psikologis klien
§ Dampak potensial, prognosis dan hasil integrasi data asesmen
§ Garis besar rencana penanganan klien
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 277
277
6. Pendekatan Sistem & Interpersonal
Kepribadian merupakan pola-pola yang cenderung menetap pada diri
individu ketika berada pada situasi interpersonal tertentu dan membentuk
karakternya. Perilaku maladaptif menetap karena perilaku itu terjadi terus-
menerus dan mendapat penguatan, contohnya: personality disorder. Dalam

LE
kasus-kasus relasional, perilaku maladaptive diyakini merupakan produk
dari relasi yang patologis atau dari sistem (seperti dalam keluarga) yang
tidak fungsional. Secara khusus, pendekatan sistem dan interpersonal
berkembang dalam kajian mengenai keluarga dan relasi interpersonal.

SA
Ada banyak pengembangannya, namun yang akan dibahas di sini adalah
FST (Family System Theory) dan IST (Interpersonal System Theory).
Pendekatan Sistem dan Interpersonal akan dikupas tuntas pada mata
kuliah Psikologi Keluarga, dalam sub bab ini hanya diberikan gambaran
konsep dan contoh pelaporan psikologi klinis dari pendekatan ini.
IST berkembang dalam ranah ilmu komunikasi, khususnya komunikasi
R
interpersonal. IST berfokus pada pembahasan mengenai ranah pertukaran
pesan dalam lingkup relasi di luar keluarga. Relasi dipahami sebagai
sebuah sistem interpersonal, memiliki elemen-elemen yang bersifat
FO

seperti magnet (cinta, kekuasaan, komunikasi). Perilaku yang patologis


seringkali muncul bukan dari faktor internal individu semata, namun
sebagai akibat dari pertukaran pesan yang tidak sehat dan setara.
Sedangkan FST lebih menekankan pada studi mengenai interaksi
dalam keluarga untuk kepentingan psikoterapi. Teori sistem berkembang
T

di dalam studi keluarga dengan tokoh utamanya Gregory Bateson (White,


Klein, & Martin, 2015) melakukan riset mengenai penderita Skizofrenia
di tahun 1958, bersama koleganya. Dijelaskan bahwa sebuah keluarga
NO

merupakan representasi dari sebuah sistem komunikasi, dan keluarga


dengan sistem double binds memunculkan gejala skizofrenia pada salah
satu anggota keluarganya. Skizofrenia pada individu merupakan gejala
dari sistem keluarga yang patologis (dysfunctional family), ketimbang
merupakan akibat individual yang memiliki karakteristik patologis.
Untuk memudahkan menggambarkan dinamika psikologis suatu sistem
(keluarga), dilakukan penyusunan genogram seperti Gambar 8.5 berikut.
Dengan menggambarkan relasi dalam suatu sistem berikut dengan relasi
278 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
Gambar 8.5 Contoh Genogram dengan Relasi Emosional
Sumber: https://www.genopro.com/genogram/

emosional di dalamnya, klinisi/psikolog dapat mengidentifikasi sumber


problem psikologis klien dan mengapa perilaku patologis tersebut
R
bertahan. Selain dapat memberikan sarana terapeutik bagi klien, dengan
genogram itu, rancangan modifikasi perilaku atau mindset klien dapat
FO

dibuat bersama untuk memperbaiki relasi yang ada dalam sistem.


Penyusunan laporan psikologi klinis dengan pendekatan ini
menekankan pentingnya data anamnesa yang kompleks dari klien maupun
significant others-nya, baik dari keluarga maupun pasangan. Dari data
tersebut perlu diperhatikan:
a. Interaksi yang terbangun antara klien dengan unit-unit dalam sistem.
T

b. Relasi emosional yang muncul dalam interaksi tersebut.


c. Batasan (boundaries) dalam sistem tersebut dan pemaknaan klien
terhadap hal tersebut, misalnya: batasan dalam berteman dengan
NO

orang di luar keluarga.


d. Aturan transformasi yang berlaku dalam sistem, misalkan: suami-
istri menerapkan aturan the quid pro quo rule (“apa yang kamu beri
maka kamu akan dapatkan”), aturan ini mempengaruhi proses suatu
sistem (keluarga) merespons adanya stimulus dari luar sistem.
e. Umpan-balik (feedback), yang merupakan penguatan dari suatu
aktivitas yang dilakukan dalam interaksi, seperti: ditanggapi atau
diabaikan, diberikan panishment (hukuman) atau reward (imbalan).
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 279
279
f. Keseimbangan (equilibrium), yang menggambarkan apakah dalam
relasi tersebut terdapat keseimbangan antara input dan output-nya,
sehingga memberikan efek positif bagi klien atau sebaliknya.

7. Latihan

LE
Buatlah kelompok kecil (3-6 orang) usahakan kelompok ini merupakan
kelompok yang sama dengan kelompok pada latihan sub-Bab 2.
Mintalah masing-masing kelompok untuk membuat dinamika psikologis
kasus berdasarkan enam model pendekatan Psikologi Klinis yang ada

SA
berdasarkan kasus dalam Film Antwone Fisher yang telah dijelaskan
dalam latihan sub bab sebelumnya. Selanjutnya, diskusikan dalam
kelompok kecil, pendekatan apa yang paling sesuai dengan kasus yang
ada dan pilihlah satu di antaranya beserta alasan pemilihannya, lalu
buatlah satu laporan utuh mengenai kasus tersebut dari identitas klien
sampai rangkuman dan rekomendasi penanganan.
R
TES FORMATIF
FO

Instruksi: Pilihlah jawaban yang tepat dengan menuliskan huruf yang


sesuai dengan relasi dua pernyataan berikut ini!
A = keduanya berhubungan sebab-akibat
B = keduanya benar dan berhubungan
C = keduanya benar, tidak berhubungan
T

D = keduanya salah, berhubungan


E = keduanya salah, tidak berhubungan
NO

Soal:
1. Distorsi kognitif pada proses mental klien mengakibatkan munculnya
perilaku bermasalah
SEBAB
Setiap manusia memiliki perilaku yang keliru akibat kesalahan dalam
belajar, namun dapat diperbaiki dengan mengubah kebiasaan tersebut.

2. Pendekatan perilaku dan belajar menekankan pada situasi “here and now”
280 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

yang terjadi pada klien sebagai fokus dalam pelaporan psikologi klinis
SEBAB
Over-generalisasi muncul sebagai distorsi kognitif saat klien men-
dapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan dianggap sebagai

LE
sesuatu hal yang sangat mengganggu.

3. Abnormalitas muncul sebagai indikasi adanya ketidaksesuaian antara


organisme dengan self dalam Pendekatan Psikodinamik
SEBAB

SA
Pada dasarnya semua manusia memiliki kondisi neurotik yang sulit
dikendalikan.

4. Klien dengan diatesis dan stresor belum tentu mengalami perilaku


abnormal dalam semua kasus.
SEBAB
R
Semua individu memiliki faktor protektif yang dapat meningkatkan
kemampuannya bertahan dari stresor.
FO

5. Kondisi patologis klien merupakan gejala dari dysfunctional family, bukan


akibat dari karakteristik individual yang patologis
SEBAB
Sebuah keluarga merupakan representasi dari sebuah sistem komunikasi.
T

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


NO

Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau


melalui internet untuk menambah wawasannya mengenai berbagai jenis
intervensi berdasarkan enam pendekatan psikologi klinis yang ada,
sebagai bahan referensi mengenai pokok bahasan selanjutnya. Untuk dapat
melanjutkan ke Pokok Bahasan 9, mahasiswa harus mampu menjawab
semua pertanyaan dalam Latihan dan Tes Formatif di Sub Pokok Bahasan
3, paling tidak 80% benar.
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 281
281

RANGKUMAN
Secara umum, terdapat enam pendekatan psikologi klinis yang memiliki
corak berbeda dalam fokus dan penyampaian dinamika psikologis untuk
pelaporan psikologi klinis. Dinamika psikologis yang khas tersebut akan

LE
membantu klinisi/psikolog untuk mengkomunikasikan kondisi klien
dan merancang strategi penanganan yang tepat. Pemilihan salah satu
pendekatan psikologi klinis untuk penulisan laporan psikologi sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan data, kesesuaian kasus, serta kemampuan

SA
psikolog/klien dalam memahami teori yang menjelaskan pendekatan
psikologi klinis tertentu. Kunci untuk valid dan reliabelnya suatu
pelaporan terletak pada pemilihan dan penerapan pendekatan psikologi
klinis dalam penyusunan suatu laporan psikologi.
R
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. C 4. A
FO

2. B 5. A
3. E

DAFTAR PUSTAKA
T

Beutler, Larry E., & Groth-Marnat, Gary (2005). Integrative Assessment of


Adult Personality, 2nd edition. NY: The Guildford Press.
NO

Casadevall, A., & Fang, F. C. (2009). Mechanistic science. Infection and


Immunity, 77, 3517-3519.
Canadian Psychological Association. (2007). Professional Practice Guidelines
for School Psychologists in Canada. Diunduh 10 Januari, 2019, dari http://
www.cpa.ca/publications.
Flanagan, Dawn P. & Caltabiano, Leonard F. (2014). Psychological reports:
a guide for parents and teachers. Helping Children at Home and School
II: Handouts for Families and Educators. The National Association of
282 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

School Psychologists (NASP): diunduh pada 10 Januari 2019 dari www.


nasponline.org
Hartati, Sri (2012). Pendekatan Kognitif untuk Menurunkan Kecenderungan
Perilaku Deliquensi pada Remaja. Humanitas, IX(2), 123-146.
HIMPSI (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat

LE
Himpunan Psikologi Indonesia.
IPK (2008). Standar Pelayanan Psikologi Klinis (SPPK). Yogyakarta: IPK
Indonesia.
Klein, David M, White, James M., Martin, Tood F. (2015). Family Theories:

SA
An Introduction. Fourth edition. London: Sage.
Markam, Suprapti S. (2008). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press.
Nietzel, M. T., Bernstein, D. A., & Milich, R. (1998). Introduction to Clinical
Psychology, 5th Edition. NJ: Prentice Hall.
Pedersen, Darlene D.(2014). Psych notes: Clinical Pocket Guide. PA: Davis
Company.
R
Schotte, Chris, K.W; Bossche, Bart; Doncker, Dirk; Claes, Stephan; & Cosyns,
Paul (2006). Theoretical review: A Biopsychosocial Model as a Guide for
FO

Psychoeducation and Treatment of Depression. Depression and Anxiety,


23, 312–324. DOI: 10.1002/da.20177
Weiner, Judith & Costaris, Laurie (2012). Teaching Psychological Report
Writing: Content and Process. Canadian Journal of School Psychology,
27(2), h.119–135.
Wilhmhurst, Linda & Brue, Alan W. (2010). The Complete Guide to Special
T

Education: Proven Advice on Evaluations, IEPS, and Helping Kids Succeed,


2nd edition. CA: John Wiley & Sons, Inc.
Wright, Aidan G. C. & Hopwood, Christopher J. (2016) Advancing the
NO

Assessment of Dynamic Psychological Processes. Assessment, 23(4) 399–403.


DOI: 10.1177/1073191116654760

DAFTAR ISTILAH

Dysfunctional family: keluarga di mana terjadi banyak konflik, perilaku


buruk, dan bahkan pelecehan di antara anggota-anggotanya, sehingga
BAB 8  LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGI KLINIS 283
283
keluarga tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan anak-anak yang
tumbuh di keluarga seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal.
Genogram: diagram yang menguraikan sejarah pola perilaku (seperti
perceraian, aborsi, penyakit/gangguan atau riwayat bunuh diri) keluarga
selama beberapa generasi.

LE
Interpretasi data: teknik/metode adaptasi tertentu dari suatu data yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi yang diwakili
dari kumpulan data-data tersebut
Integrasi data: penggabungan data secara sederajat ke organisasi/kesatuan

SA
yang dapat dipahami dari jenis data yang berbeda
Neurotik (Neuroticism): umumnya berhubungan dengan sensitivitas sistem
pengaruh negatif; seseorang dengan karakteristik mudah khawatir, mudah
marah, sering kecewa, atau mudah marah, dan menunjukkan reaktivitas
emosional yang tinggi terhadap stres.
R
Personality disorder: pola perilaku yang sudah berurat berakar dari jenis
tertentu yang menyimpang dari norma-norma perilaku yang diterima
secara umum, biasanya terlihat pada saat remaja, dan menyebabkan
FO

kesulitan jangka panjang dalam hubungan pribadi atau dalam fungsi


dalam masyarakat. Gangguan kepribadian ini ditandai dengan kurangnya
rasa bersalah dan ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yang
langgeng.
Psikogram: gambaran profil kemampuan psikologis atau beberapa
T

aspek psikologis yang relevan dengan tujuan pemeriksaan, yang di


dalamnya memuat aspek-aspek psikologis disajikan dalam kategorisasi.
NO

Referral letter: surat rujukan yang ditujukan untuk profesi lain yang berkaitan
dengan kasus.
Rapport: hubungan yang dekat dan harmonis di mana orang-orang atau
kelompok yang bersangkutan memahami perasaan atau gagasan masing-
masing dan berkomunikasi dengan baik.
Simtom: gejala subjektif dari suatu gangguan atau penyakit.
Sindrom(a): sekelompok tanda dan gejala yang muncul bersamaan dan
menjadi ciri kelainan, gangguan, penyakit atau kondisi tertentu.
284 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

LE
SA
R
Bab 9
FO

PENGANTAR
T

INTERVENSI KLINIS
NO
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 285
285

9.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pada pokok pembahasan ini, mahasiswa dibekali dengan pengetahuan
mengenai dasar-dasar konseling dan psikoterapi, serta pendekatan-
pendekatan berbasis teori psikoanalisis, behavioristik, kognitif behavioral,
dan fenomenologis-humanistik yang digunakan dalam upaya melakukan
intervensi. Dipaparkan juga mengenai jenis-jenis intervensi, baik di level

SA
mikro maupun makro, yaitu intervensi kelompok/sebaya, keluarga, orangtua,
dan intervensi marital. Bab ini juga membahas mengenai gambaran praktik
psikologi di layanan kesehatan primer (primary care) yang akan menambah
pemahaman mahasiswa mengenai implementasi ilmu psikologi di dalam
lingkungan sosial.
R
B. Relevansi
Kajian dalam pokok bahasan ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan
FO

materi yang ada pada bab berikutnya. Uraian teori-teori psikologi membantu
mempertajam dan memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai beberapa
pendekatan intervensi. Pada bab ini, mahasiswa juga akan belajar bagaimana
intervensi psikologi diterapkan dalam lingkup kecil hingga komunitas dengan
disertai hasil-hasil penelitian. Hal ini membantu mahasiswa untuk memiliki
gambaran yang lebih konkret mengenai praktik intervensi psikologi.
T

C. Kompetensi
NO

1. Mampu menjelaskan dan membedakan (C2) gambaran intervensi di


bidang psikologi klinis berdasarkan beberapa pendekatan yang ada,
serta memperhatikan isu etis dalam intervensi psikologi klinis.
2. Mampu menjelaskan (C2) gambaran intervensi dan pencegahan di
bidang psikologi klinis dengan memperhatikan peran lingkungan
sosial di sekitar.
3. Mampu menjelaskan (C2) gambaran praktik psikologi di layanan
kesehatan primer (primary care).
286 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

D. Petunjuk Belajar
Bacalah uraian penjelasan pokok bahasan pada bab ini, setelah itu kerjakan
dengan baik latihan yang diberikan. Jika pada tahap latihan Anda menemukan
kesulitan, sebaiknya Anda menghubungi dosen pengampu sebelum
mengerjakan soal tes formatif untuk mendapatkan kejelasan mengenai hal-

LE
hal yang belum Anda ketahui.

DEFINISI DAN PENDEKATAN PADA

SA
9.2
INTERVENSI KLINIS

A. Konseling dan Psikoterapi


Konseling adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu mengatasi
masalah psikologis yang berfokus pada aktivitas preventif dan pengembangan
R
potensi positif yang dimiliki dengan menggunakan prosedur berdasarkan
teori yang relevan. Konseling psikologi dapat dilakukan untuk menyelesaikan
masalah pendidikan, personal/perkembangan manusia ataupun pekerjaan
FO

baik secara individual maupun kelompok. Konseling biasanya dikenal


dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknai sebagai pemberian
penerangan, informasi, atau nasihat kepada individu yang lain.
Empat hal yang perlu ditekankan pada konseling adalah:
1. Konseling sebagai proses
Proses berarti ada selang waktu yang digunakan baik dilihat dari
T

hubungan konseling maupun dalam menyelesaikan masalah yang


dialami konseli/klien. Konseling tidak hanya dilakukan dalam sekali
NO

pertemuan saja. Untuk membantu konseli/kilen yang memiliki masalah


cukup berat dan keterkaitan masalahnya sangat banyak, konseling dapat
dilakukan berkelanjutan, dan ketika permasalahannya kompleks dan
diidentifikasi telah terjadi kondisi psikopatologi atau mengarah pada
kriteria abnormalitas, sebaiknya proses intervensi disarankan melalui
pendekatan psikoterapi.
2. Konseling sebagai hubungan
Hubungan antara konselor dengan konseli/klien merupakan unsur
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 287
287
penting dalam konseling. Hubungan yang dibangun konselor selama
proses konseling dapat meningkatkan keberhasilan konseling namun
dapat pula membuat konseling gagal. Hubungan dalam konseling harus
dibangun secara spesifik karena penekankan keterbukaan, pemahaman,
dan unconditional positive regard (penghargaan positif tanpa syarat).

LE
3. Hubungan konseling itu bersifat membantu.
Hubungan membantu itu berbeda dengan memberi atau mengambil
alih pekerjaan orang lain. Membantu berarti tetap memberi kepercayaan
kepada konseli untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan segala

SA
masalahnya. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan
pekerjaan konseli kepada konselor, tetapi sebaliknya memotivasi konseli/
klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
4. Konseling mengarah pada tujuan tertentu
Penyelenggaraan konseling mengarah pada tujuan utama, yaitu adanya self
exploration, problem solving, melakukan proses belajar dari berperilaku
R
maladaptive menjadi well-adaptive dan belajar melakukan pemahaman
yang lebih luas tentang dirinya, tidak hanya know about tetapi juga
FO

belajar bagaimana sejalan (how to) dengan kualitas dirinya.

Psikoterapi merupakan suatu interaksi sistemastis antara klien dengan


terapis yang menyatakan prinsip-prinsip psikologi untuk melakukan
perubahan pada perilaku, pikiran dan perasaan klien, dengan tujuan untuk
membantu klien mengatasi perilaku abnormal, memecahkan masalah dalam
T

kehidupan atau masalahnya sebagai individu.


Ciri-ciri psikoterapi adalah sebagai berikut:
NO

1. Interaksi yang sistematis, artinya adalah terapis mengarahkan interaksi ini


dengan rencana dan tujuan yang merefleksikan sudut pandang teoretis.
2. Prinsip psikologis, dalam terapinya, psikoterapis menggunakan prinsip-
prinsip, penelitian dan teori psikologis.
3. Psikoterapi dapat diarahkan pada domain perilaku, kognitif, dan
emosional untuk membantu klien mengatasi masalah psikologis dan
mengarah pada kehidupan yang lebih memuaskan.
4. Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dibantu oleh psikoterapi, yaitu
perilaku abnormal, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.
288 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

B. Pendekatan-Pendekatan pada Intervensi Klinis


Intervensi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis & terencana
berdasarkan dari hasil asesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok

LE
orang atau masyarakat, menuju ke arah yang lebih baik atau mencegah
memburuknya suatu keadaan, atau sebagai usaha preventif maupun kuratif.
Intervensi dalam bidang psikologi dapat berbentuk individual, kelompok,
komunitas, organisasi, dan sistem yang dilakukan melalui psikoedukasi,
konseling, dan terapi. Beberapa pendekatan psikologis yang digunakan dalam

SA
melakukan intervensi adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan Psikodinamika
Terapi psikodinamika berasal dari upaya Sigmund Freud untuk memahami
dan mengobati berbagai psikopatologi berat yang didiagnosis sebagai
histeria pada abad ke-19. Freud mulai bereksperimen dengan hipnosis
R
terhadap pasien yang mengalami histeria dan dia menemukan bahwa
gejala histeris mengungkapkan ingatan traumatis yang perlu disingkirkan
yaitu, diingat dan dialami dalam intensitas aslinya.
FO

Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara


struktural. Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula
subsistem struktur kepribadian yang berinteraksi secara dinamis. Subsistem
itu adalah id, ego dan superego. Manusia memiliki kebutuhan yang
mendorongnya melakukan suatu tindakan atau sebaliknya, menghambat
T

tindakan tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terdapat


dinamika yang berbentuk interaksi antara kekuatan-kekuatan psikis yang
ada pada diri manusia.
NO

Individu memiliki kecemasan, yaitu perasaan khawatir karena


keinginan dan tuntutan internalnya tidak dapat terpenuhi sebaik-baiknya.
Freud mengemukakan adanya tiga bentuk kecemasan pada individu,
yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral.
Kecemasan realitas merupakan kecemasan individu sebagai akibat dari
adanya ketakutan menghadapi realitas di sekitarnya. Kecemasan neurosis
merupakan kecemasan akibat khawatir tidak mampu mengatasi atau
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 289
289
menekan keinginan-keinginan primitifnya, sedangkan kecemasan moral
merupakan kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan akan
dihukum oleh nilai-nilai dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh
nilai-nilai yang ada pada hati nuraninya.
Cara individu menghindari kecemasan-kecemasan tersebut adalah

LE
dengan melakukan mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanism).
Bentuk-bentuk dari mekanisme pertahanan diri adalah distorsi, proyeksi,
regresi, rasionalisasi, sublimasi, displacement, identifikasi, dan kompensasi.
Terapi psikodinamika membantu individu memperoleh insight, dan

SA
mengatasi konflik bawah sadar yang dipercaya merupakan akar dari
perilaku abnormal. Dengan mengatasi konflik-konflik ini, ego dibebaskan
dari kebutuhan untuk mempertahankan perilaku defensif—seperti
fobia, perilaku obsesif-kompulsif, keluhan histeria, dan sejenisnya yang
menghambat pengenalan tentang gangguan dari dalam.
Asumsi-asumi yang muncul dalam pendekatan psikodinamika ialah
R
bahwa:
a. Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-
FO

kanak.
b. Sebagian besar perilaku terintegrasi melalui proses mental yang tidak
disadari.
c. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yang sudah
diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri
melalui dorongan libido dan agresivitasnya.
T

d. Secara umum perilaku manusia bertujuan dan mengarah pada


tujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari
NO

kenikmatan.
e. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada
perilaku neurosis.
f. Pembentukan simtom merupakan bentuk defensif.
g. Pengalaman tunggal hanya dapat dipahami dengan melihat
keseluruhan pengalaman seseorang.
h. Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting
290 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pada perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama


proses terapi.
2. Pendekatan Behavioristik
Terapi perilaku (behavior therapy) merupakan aplikasi sistematis dari

LE
prinsip-prinsip belajar untuk menangani gangguan psikologis. Karena
fokusnya pada perubahan perilaku, bukan perubahan kepribadian atau
menggali masa lalu secara mendalam, terapi perilaku ini berlangsung
relatif singkat, umumnya dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, terapi

SA
perilaku ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian kepada perilaku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan
masalah.
d. Penaksiran yang objektif atas hasil-hasil terapi
R
Terapi ini merupakan suatu pendekatan induktif yang berlandaskan
pada eksperimen dan menerapkan metode eksperimental pada proses
FO

terapeutik. Kemungkinan, pertanyaan terapisnya akan berbunyi sebagai


berikut: “Perilaku spesifik apa yang oleh individu ingin diubah dan perilaku
baru yang bagaimana yang ingin dipelajarinya?”
Ada tiga teori yang mendukung pendekatan behavioristik, yaitu
pengondisian klasik, pengondisian operan, dan observational learning.
Dalam perspektif pengondisian klasik, perilaku manusia dianggap
T

merupakan fungsi dari stimulus. Eksperimen yang dilakukan Pavlov


terhadap anjing telah menunjukkan bahwa perilaku belajar terjadi karena
NO

adanya asosiasi antara perilaku dengan lingkungannya, yang disebut


pengkondisian klasik (classical conditioning). Ini sesuai dengan kata-kata
Sechenov, “The organism cannot exist without the external environtment
which support it”, yang menjadi dasar pandangan Pavlov.
Dua hal penting yang perlu menjadi perhatian menurut Pavlov
adalah bahwa organisme selalu berinteraksi dengan lingkungan dan di
dalam interaksi itu, organisme dilengkapi dengan refleks. Berdasarkan
penelitiannya terhadap anjing yang diberi serbuk daging, Pavlov
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 291
291
mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua jenis, yaitu unconditioning
stimulus (UCS) dan conditioning stimulus (CS). CS adalah lingkungan
yang secara alamiah menimbulkan respons tertentu yang disebutnya
sebagai unconditioning response (UCR), sedangkan CS tidak otomatis
menimbulkan respons bagi individu, kecuali ada pengkondisian tertentu

LE
dan respons yang terjadi akibat pengkondisian CS disebut conditioning
response (CR). Eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov ini sekaligus
digunakan untuk menjelaskan pembentukan perilaku pada manusia,
seperti gangguan neurosis, khususnya gangguan kecemasan dan phobia,

SA
yang banyak terjadi karena asosiasi antara stimulus dengan respons
individu. Pada mulanya lingkungan yang menjadi sumber gangguan itu
bersifat netral bagi individu, tetapi karena terpapar bersamaan dengan
UCS tertentu, akhirnya dapat membuat perilaku penyesuaian yang salah.
Pembentukan secara asosiasi ini, selain pada pembentukan perilaku yang
neurologis, juga terjadi pada perilaku yang normal. Sebagai contoh,
R
perilaku rajin belajar juga dapat terbentuk akibat adanya asosiasi S-R
(Stimulus – Response).
Pengondisian Operan (Operant Conditioning) dikemukakan oleh
FO

B.F Skinner dengan penekanan pada peran lingkungan dalam wujud


konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu perilaku. Menurut
Skinner, terbentuknya atau dipertahankannya perilaku individu
akan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya. Jika
konsekuensinya menyenangkan (memperoleh ganjaran atau reinforcement)
T

maka perilakunya cenderung diulang dan dipertahankan. Sebaliknya,


jika konsekuensinya tidak menyenangkan (berujung pada hukuman atau
punishment) maka perilakunya akan dikurangi atau dihilangkan. Jadi,
NO

konsekuensi tersebut berupa ganjaran atau hukuman.


Skinner melakukan penelitian terhadap tikus. Respons tertentu yang
memperoleh ganjaran berupa makanan ternyata diulangi, sementara untuk
respons yang tidak memperoleh ganjaran atau justru berdampak pada
hukuman, perilakunya tidak diulangi. Dalam eksperimen itu ditemukan
bahwa perilaku-perilaku yang memperoleh ganjaran itu tidak hanya
diulangi, tetapi frekuensi responsnya bahkan cenderung meningkat.
292 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Ini berarti bahwa belajar operan sedikit berbeda dengan belajar klasik.
Menurut Skinner, perilaku operan sebagai perilaku belajar merupakan
perilaku yang non-reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih
aktif dibandingkan dengan perilaku klasik.
Teori lain yang merupakan pengembangan dari teori behavioral

LE
(keperilakuan) adalah teori belajar dengan mencontoh (observational
learning) yang dikemukakan oleh Bandura. Menurut Bandura, perilaku
dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut
dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut

SA
dengan vicarious conditioning. Perilaku manusia dapat terjadi dengan
mencontoh perilaku di lingkungannya. Baik perilaku mencontoh langsung
(modelling) maupun mencontoh tidak langsung (vicarious), keduanya
dapat menjadi kuat ketika mendapatkan ganjaran.
Bandura mengemukakan teori social learning setelah melakukan
penelitian terhadap perilaku agresif di kalangan anak-anak. Menurutnya,
R
anak-anak berperilaku agresif setelah mencontoh perilaku modelnya.
Berdasarkan uraian tentang teori-teori behavioral, dapat ditekankan di
sini bahwa perilaku yang tampak lebih diutamakan dibanding dengan
FO

perasaan atau sikap individu. Penganut paham behavioral yakin bahwa


perilaku dapat dimodifikasi dengan mempelajari kondisi dan pengalaman.
Mereka memberikan perhatian pada perilaku yang dapat dibuktikan
secara empirik dan dapat diukur. Perilaku yang tidak dapat memenuhi
persyaratan untuk dapat diamati dan diukur itu menjadi hal yang tidak
T

penting bahkan diabaikan. Oleh karena itu, dinamika emosional dan


konsep diri sebagaimana yang menjadi perhatian dalam pendekatan
lainnya, seperti yang dianut oleh para pengikut Freudian dan Rogerian,
NO

tidak menjadi kajian pendekatan behavioristik.


Berikut kami tampilkan contoh penerapan intervensi dengan
pendekatan behavioristik. Judul penelitiannya adalah Efektivitas
Group Behavior Therapy Terhadap Conversational Skill Pada Pasien
Skizofrenia Tipe Residual (Studi Kasus Pada Instansi X). Subjek
dalam penelitian ini adalah pasien skizofirenia tipe residual yang sedang
menjalani program rehabilitasi di Instansi X, Jakarta. peneliti melakukan
pre-test terlebih dahulu kepada kelima subjek. Pre-test ini dilaksanakan
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 293
293
agar peneliti bisa memperoleh baseline dari conversational skills subjek.
Pre-test dilakukan melalui observasi.
Tahap kedua, peneliti melaksanakan intervensi dengan basis
behavioral kepada keenam subjek. Sesi intervensi dilakukan selama 1
bulan, terdiri dari 7 sesi pertemuan. Peneliti menggunakan pendekatan

LE
behavioral sebagai basis pelatihan dengan menggunakan teknik
role-playing, behavior modification, dan modeling. Para subjek akan
diarahkan untuk saling berbincang dan mendukung satu sama lain agar
conversational skill (ketersampilan bercakap-cakap) mereka dapat terlatih.

SA
Setelah mengamati dan melakukan modeling terhadap peneliti dan
rekan peneliti yang mencontohkan cara untuk melakukan percakapan,
subjek pun selanjutnya diminta untuk melakukan role play. Subjek akan
berpasangan dan melakukan percakapan sesuai dengan topik yang sudah
ditentukan oleh peneliti. Subjek yang berhasil melakukan percakapan
dengan lancar akan mendapatkan reward berupa pujian dari peneliti
R
dan subjek lainnya, dengan harapan bisa menjadi positive reinforcement
bagi subjek yang berhasil. Dalam behavior therapy, metode ini disebut
sebagai shaping.
FO

Terakhir, pada tahap ketiga, peneliti melakukan post-test, dengan


jeda waktu 1 minggu setelah seluruh rangkaian proses terapi selesai.
Sama seperti pre-test, post-test dilakukan melalui observasi, dilaksanakan
oleh peneliti dengan panduan observasi berupa checklist menggunakan
kriteria conversational skill dari Bellack, Mueser, Gingerich, dan Agresta
T

(2004).

3. Pendekatan Kognitif Behavioral


NO

Terapi ini berusaha mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang


berfokus untuk membantu individu melakukan perubahan, tidak hanya
pada perilaku nyatanya, melainkan juga dalam pemikiran, keyakinan
dan sikap yang mendasarinya.
Terapi humanistik berfokus pada pengalaman subjektif dan kesadaran
klien pada saat ini. Terapi terpusat individu dari Roger membantu orang-
orang untuk meningkatkan kesadaran dan penerimaan terhadap perasaan
dari dalam yang dihukum secara sosial dan tidak diakui. Terapis terpusat
294 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

individu yang efektif memiliki kualitas-kualitas penerimaan positif tanpa


syarat, empati, ketulusan dan kongruen.
Terapi kognitif keperilakuan dibangun dari asumsi bahwa pola
berpikir dan keyakinan mempengaruhi perilaku, dan perubahan pada
kognisi ini dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan

LE
(Dobson & Dozois dalam Nevid, Rathus & Green, 2005).
Berikut ini adalah contoh penelitian yang menggunakan pendekatan
kognitif-behavioral untuk mengurangi depresi pada pecandu cybersex
dengan judul Pengaruh terapi kognitif perilaku untuk mengurangi

SA
depresi pada pecandu cybersex. Terapi ini berfokus pada melatih subjek
agar memiliki kemampuan mengatasi masalah (coping) dan mengubah
cara berpikirnya agar menjadi lebih adaptif, dilatih untuk mengatur
suasana negatif dalam mengurangi depresi, mengenali dan mengatasi
berbagai stimulan depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek terapi kognitif perilaku dalam mengurangi depresi
R
pecandu cybersex, sehingga berdampak pada turunnya tingkat kecanduan
perilaku cybersex.
Prosedur penelitiannya dilakukan sebagai berikut:
FO

a. Perekrutan subjek tahap pertama dilakukan dengan memberikan


angket kecanduan cybersex.
b. Perekrutan tahap kedua subjek yang diberi terapi didasarkan pada
hasil tes Beck Depression Inventory (BDI).
c. Selanjutnya dilakukan random assignment terhadap subjek untuk
T

ditempatkan dalam kelompok yang diberi terapi kognitif perilaku


dan kelompok yang tidak diberi terapi perilaku sebagai kelompok
kontrol.
NO

d. Agar program intervensi berjalan dengan baik dan dapat mencapai


hasil maksimal, pelaksanaan program ini dibantu oleh dua tenaga
psikolog sebagai tenaga profesional. Pemberian terapi dilaksanakan
secara kelompok (group therapy) selama 6 sesi, di mana dalam satu
minggunya terdapat tiga sesi, yang tiap pertemuannya dilaksanakan
selama 90 menit. Selama mendapatkan terapi, pada subjek diberikan
tugas-tugas untuk dikerjakan sebagai pekerjaan rumah yang akan
dibahas bersama-sama dalam proses terapi. Terapi pada kelompok
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 295
295
yang diberi terapi kognitif perilaku dipimpin dan diberikan oleh
seorang psikolog, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberi
perlakuan yang sama.
e. Pada akhir pemberian terapi, dilakukan pengukuran Beck Depression
Inventory dan angket kecanduan cybersex.

LE
f. Melakukan follow up untuk melihat perkembangan perubahan setelah
diberi perilaku.

4. Pendekatan Fenomenologis - Humanistik


Terapis humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif

SA
dan disadari. Seperti terapis perilaku, terapis humanistik juga lebih
berfokus pada apa yang dialami klien saat ini – di sini dan sekarang –
ketimbang di masa lalu. Akan tetapi, ada juga persamaan antara terapis
psikodinamika dan humanistik. Keduanya mengasumsikan bahwa
masa lalu mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan
R
keduanya mencoba memperluas self-insight klien. Bentuk utama dari
terapi humanistik adalah terapi terpusat pada individu (person centered
therapy) yang disebut juga terapi terpusat pada klien (client centered
FO

therapy)). Terapi ini dikembangkan oleh psikolog Carl Rogers.


Konseling dengan pendekatan humanistik berfokus pada kondisi
manusia. Utamanya, pendekatan ini merupakan suatu sikap yang berfokus
pada suatu pemahaman atas manusia. Humanistik memandang manusia
sebagai makhluk yang memiliki kuasa atas kehidupan dirinya. Manusia
bebas untuk menjadi apa dan siapa sesuai keinginannya. Manusia adalah
T

makhluk hidup yang menentukan sendiri apa yang ingin dia lakukan
dan apa yang tidak ingin dia lakukan, karena manusia adalah makhluk
NO

yang bertanggung jawab atas segala apa yang dilakukannya. Asumsi


ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri,
aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya aktivitas kehidupannya.
Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang
mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya
dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling benar dan
paling tepat.
296 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Menurut Gerald Corey (2010), terdapat beberapa tujuan konseling


eksistensial humanistik sebagai berikut:
a. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi
sadar atas keberadaan dan potensi-potensinya, serta sadar bahwa ia
dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.

LE
Keotentikan dipandang sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai
eksistensial pokok”. Ada tiga karakteristik dari keberadaan otentik:
(1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
(2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang

SA
(3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab
atas arah hidupnya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan
dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa
R
dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministik
di luar dirinya
FO

Beberapa pandangan teoretis dari tokoh-tokoh psikologi yang mendorong


munculnya intervensi dengan pendekatan fenomenologis-humanistik adalah
sebagai berikut.

a. Carl Rogers (self actualization)


Prinsip utama teori kepribadian menurut Rogers ialah bahwa karakteristik
alamiah manusia pada esensinya adalah positif. Arah pergerakan manuisa
T

adalah ke arah aktualisasi diri. Rogers berpendapat bahwa agama,


khususnya Kristen, yang mengajarkan kita untuk meyakini bahwa kita
NO

pada dasarnya berdosa. juga cukup berpengaruh. Rogers juga berpendapat


bahwa Freud dan para pengikutnya telah menyajikan kepada kita
gambaran manusia dengan id dan alam bawah sadar yang, jika diizinkan
untuk diekspresikan, akan memanifestasikan dirinya dalam tindakan
incest, pembunuhan, dan kriminalitas lain. Menurut pandangan ini, pada
intinya manusia adalah makhluk yang irasional, tidak bersosialisasi, dan
destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Menurut Rogers, pada
satu waktu kita mungkin bertindak seperti ini, tetapi pada saat itu kita
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 297
297
berada dalam kondisi neurotis dan tidak berfungsi sebagai manusia yang
berkembang dengan sempurna. Kita sesungguhnya bertindak secara
bebas; kita bebas untuk merasakan dan mewujudkan karakter alamiah
dasar kita sebagai binatang sosial yang bersifat positif.

LE
b. George A. Kelly (personal construct)
Rogers dan Kelly memiliki kemiripan dalam beberapa segi, di mana
keduanya menaruh perhatian pada penciptaan teori tentang person yang
utuh. Kelly mengeksplorasi proses kognitif tertentu yang menjadi alat
individu untuk mengategorikan orang atau benda mengkonstruk makna

SA
dari peristiwa harian mereka dengan mendetail.
Kelly menggunakan kata konstruk untuk merujuk ide atau kategori
yang digunakan orang untuk menginterpretasi dunia mereka. Orang-
orang menggunakan konsep ini untuk menggolongkan peristiwa demi
peristiwa dan memetakan serangkaian perilaku. Menurut Kelly, orang-
R
orang mengantisipasi peristiwa mereka dengan mengobservasi pola dan
regularitas. Seseorang merasakan peristiwa, menginterpretasikannya dan
menempatkan struktur dan makna pada peristiwa itu. Dalam mengalami
FO

peristiwa, individu menyadari bahwa peristiwa memiliki karakteristik


yang membedakannya dengan peristiwa lain. Penerjemahan kemiripan
dan perbedaan inilah yang melahirkan formasi konstruk. Tanpa konstruk,
kehidupan akan kacau, dan kita tidak akan dapat mengorganisasi dunia
kita, mendeskripsikan dan mengklasifikasikan peristiwa, objek, dan orang.
c. Abraham Maslow (humanistic)
T

Maslow mengemukakan bahwa individu pada dasarnya baik atau netral,


bukan jahat, dan bahwa pada diri setiap orang pun terdapat dorongan
NO

ke arah petumbuhan atau pemenuhan potensi. Dia berpendapat bahwa


psikopatologi merupakan hasil frustrasi organisme manusia. Maslow
berkeyakinan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik jika orang
bebas mengekspresikan diri mereka sendiri; menjadi diri mereka sendiri.
Maslow berpendapat bahwa para psikolog terlalu memperhatikan
kebutuhan biologis dasar, khususnya respons organisme terhadap
ketegangan yang disebabkan oleh defisit biologis. Kontribusi utama
Maslow adalah studi intensifnya mengenai individu-individu yang
298 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

sehat, self-fulfilling, dan mengaktualisasikan diri secara individu. Maslow


menyimpulkan bahwa sebagian aktualisasi diri individu memiliki
karakteristik berikut:
a. Mereka menerima diri mereka sendiri dan orang lain apa adanya
b. Mereka dapat memberi perhatian kepada diri sendiri tetapi juga

LE
mampu menyadari kebutuhan dan keinginan orang lain.
c. Mereka dapat merespons keunikan orang dan situasi ketimbang
merespons dengan cara mekanis atau stereotip.
d. Mereka dapat menjalin hubungan akrab, setidaknya dengan beberapa

SA
orang yang istimewa.
e. Mereka dapat menjadi kreatif dan spontan.
f. Mereka dapat menolak kompromi dan bersikap tegas saat merespons
tuntutan realitas.

Hierarki Kebutuhan Maslow (Robbins, 2001: 152)


R
FO

Self
Actualisation
(Kebutuhan
Aktualisasi Diri)

Esteem
(Kebutuhan akan Harga Diri)
T

Love Needs
(Kebutuhan Dicintai)
NO

Safety Needs
(Kebutuhan akan Keselamatan)

Physiological Needs
(Kebutuhan Fisiologis)

Gambar 9.1 Hierarki kebutuhan menurut Maslow


BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 299
299
d. Frederick Pearls (gestalt psychology)
Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Pearls adalah bentuk
terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu
harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab
pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Karena utamanya

LE
bekerja di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt ini berfokus pada apa
dan bagaimananya perilaku dan pengalaman di sini dan sekarang
dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian
yang terpecah dan tidak diketahui. Asumsi dasar terapi Gestalt adalah

SA
bahwa setiap individu mampu menangani sendiri masalah-masalah
hidupnya secara efektif.
Berikut ini adalah contoh penerapan intervensi dengan pendekatan
humanistik. Penelitian ini berjudul Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT) sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes mellitus. REBT adalah humanistic existential-constructivist,
R
active-directive, filosofi dan empirik sebagai dasar psychotherapeutic dan
psychological system of theory and practices yang dikembangkan oleh
Albert Ellis (Corey, 2010). Eksistensial dalam terapi REBT memiliki
FO

pandangan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam memilih, namun


kebebasan tersebut harus bertanggung jawab. Hal tersebut memiliki arti
bahwa manusia harus menerima segala resiko yang diakibatkan oleh
pilihannya. Eksistensial humanistik, yang berfokus pada kondisi manusia,
merupakan pendekatan yang mencakup beraneka terapi. yang semuanya
T

berlandaskan pada berbagai konsep dan asumsi tentang manusia.


Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya
secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-
NO

potensinya serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak


berdasarkan kemampuannya. Terapi ini membantu meluaskan kesadaran
diri klien, sehingga dapat membantu klien dalam memilah pilihannya,
menjadi bebas dan bertanggung jawab atas kehidupannya.
Prosedur Intervensi Pelaksanaan terapi dalam penelitian ini meliputi
tiga tahapan yaitu:
1. Terapi yang dilakukan pada saat pre-test hingga sebelum terapi di
puskesmas yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan pada masing-
300 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

masing peserta. Peneliti melakukan terapi kognitif dan psikoedukasi


sebagai bagian dari teknik REBT. Selain untuk menjalin rapport,
teknik ini juga dapat memperoleh data yang mendalam, serta dapat
mengenalkan dan membiasakan peserta untuk berpikir lebih rasional.

LE
2. Terapi dilakukan di puskesmas. Terapi untuk sesi I, II, III
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Pada pertemuan pertama
subjek diberikan tugas, dan tugas tersebut dijadikan bahan untuk
sesi II, III, dan sesi IV. Pemberian tugas tersebut dilakukan sebagai
upaya meringankan beban subjek terhadap tugas. Kemudian untuk

SA
pelaksanaan sesi II kognitif dan sesi III emotif dilaksanakan satu
kali pertemuan. Hal tersebut disebabkan karena dalam terapi
REBT, sesi kognitif dan emotif sangat erat sekali kaitannya. Sesi
kognitif dan emotif yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
diharapkan akan mempermudah subjek untuk mencerna, melakukan
internalisasi tentang apa yang disampaikan terapis dan dapat
R
mempraktikannya. Namun apabila dua sesi dilaksanakan terpisah
sendiri-sendiri, dikhawatirkan subjek akan kesulitan mencerna, juga
FO

kesulitan mengingat apa yang disampaikan terapis, sehingga subjek


akan mengalami kesulitan dalam mempraktikannya. Sesi IV, yaitu
behavior dilaksanakan selang satu hari setelah pertemuan pertama.
3. Terapi yang dilakukan pada saat monitoring diabetes. Peneliti
berkunjung di kediaman peserta sebanyak enam kali dalam jangka
waktu 30 hari. Dalam penelitian ini, karena keterbatasan peneliti,
T

monitoring terhadap subjek penelitian hanya dilakukan setiap 4 hari


sekali. Terapi yang digunakan saat home visit adalah terapi kognitif
NO

dan psikoedukasi. Selain itu adanya observer dari pihak keluarga


subjek juga mengalami hambatan, karena tidak semua observer
dapat mengawasi subjek dengan maksimal. Peneliti juga menjelaskan
ulang terkait pencatatan observasi peserta pada observer. Support
therapy dalam pelaksanaan terapi ini lebih ke arah pemberian
terapi kognitif, psikoedukasi, dan pemberian contoh nyata, fakta
yang ada terkait akibat tindakan maladaptif yang dilakukan peserta
atau penderita diabetes lain, yang baik maupun yang buruk. Hal
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 301
301
tersebut dilakukan dengan harapan untuk meningkatkan motivasi
peserta agar terus melakukan tugas-tugas secara berkesinambungan.
Selain itu, diharapkan juga agar peserta dapat memahami jika semua
yang dilakukan demi kesehatan dan diri peserta sendiri, khususnya
agar peserta dapat menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan tidak

LE
tergantung pada orang lain. Dengan kata lain, peserta dapat berteman
dengan diabetes mellitus, dan memiliki kualitas hidup lebih baik.

C. Isu Etis dalam Psikologi Klinis

SA
1. Kompetensi
a. Ruang lingkup
Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar,
melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area yang
sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau
R
pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang
FO

dilakukan oleh ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat


melakukan praktik psikologi, terutama yang berkaitan dengan
asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh izin
praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan,
pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman
profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat
T

dipertanggungjawabkan.
Dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasus-kasus
NO

khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan


berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan
khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya,
asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelopok marginal, penting
bagi Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi untuk mengupayakan
penambahan pengetahuan dan keterampilan mereka melalui berbagai
cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi
terbimbing untuk memastikan kompetensinya dalam memberikan
302 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

pelayanan jasa dan/atau praktik psikologi yang dilakukan, kecuali


dalam situasi darurat sesuai pasal yang membahas tentang hal itu.
Psikolog dan/atau ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan
langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam area-area
yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindungi

LE
pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi
psikologi sebagaimana tersebut di atas, psikolog perlu memahami
hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana,

SA
sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan
upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi mereka.

b. Kompetensi dalam Psikologi Klinis


R
Psikolog memiliki tanggung jawab etis untuk mengetahui kompetensi
mereka dan hanya berlatih dalam kompetensi tersebut. Profesi
dilisensikan berdasarkan tekad bahwa publik tidak memiliki
FO

pemahaman yang cukup untuk mengetahui siapa yang memenuhi


syarat untuk menyediakan layanan profesional yang relevan. Tetapi
tidak mungkin bagi entitas lisensi untuk menentukan kompetensi
spesifik yang dimiliki oleh setiap profesional berlisensi. Oleh karena
itu, secara etis dan dalam undang-undang serta peraturan perizinan,
persyaratan ini menjadi persyaratan utama agar setiap profesional
T

berlatih dalam batas kompetensinya.


Kredensial seperti lisensi mungkin diperlukan untuk berlatih
NO

secara legal, tetapi tidak dengan sendirinya diperlukan untuk


berlatih secara etis. Kredensial yang mencakup tinjauan pendidikan
dan pelatihan dan yang menilai kinerja dapat dengan sendirinya
menetapkan kompeten atau tidaknya seorang psikolog.
Pelatihan pascasarjana dalam psikologi klinis adalah cara
utama untuk membangun kredensial dalam psikologi klinis. Tetapi
ini lebih berkaitan dengan komentar tentang kredensial dan bukan
kompetensi, yang lebih terkait dengan kegiatan praktik nyata seperti
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 303
303
teknik dan populasi. Dengan kata lain, seorang psikolog bisa jadi
sangat kompeten sebagai psikolog klinis, namun tidak kompeten
dalam bekerja dengan anak-anak atau melakukan suatu bentuk terapi.
2. Kerahasiaan

LE
Kerahasiaan adalah hal yang sangat penting dalam psikologi klinis.
karena hampir semua materi klinis mengandung potensi bahaya jika
tidak diungkapkan dengan benar. Tanpa keyakinan bahwa privasi mereka
akan dihormati, klien tidak akan dapat memberikan informasi yang
sangat penting bagi keberhasilan suatu intervensi. Psikologi telah lama

SA
mengakui pentingnya kerahasiaan dan senantiasa menempatkan nilai
etis yang tinggi dalam menjaga kerahasiaan.
Namun demikian, ada kompromi dalam prinsip ini, dan kode etik
psikologi pun telah mengakui batasan ini. Sementara para psikolog
mengeluh bahwa kompromi semacam itu merupakan masalah, tampaknya
ada sedikit pilihan berdasarkan jenis situasi yang memicu kompromi.
R
Contohnya, ketika klien ingin bunuh diri dan tidak mau membuat
perjanjian untuk melindungi dirinya sendiri, psikolog mungkin perlu
FO

mengungkap informasi rahasia (seperti ancaman klien) untuk mengambil


tindakan pengamanan yang tepat. Jadi, meskipun Psikologi klinis
cenderung berfokus pada kesejahteraan klien individu, kadang-kadang
kepentingan masyarakat mesti lebih diutamakan, kalau perlu dengan
kompromi terhadap hak-hak individu.
3. Otonomi dan Informed Consent
T

Informed consent didasarkan sebagian pada keyakinan terhadap hak


individu atas pilihan otonom dan penentuan nasib sendiri. Informed
NO

consent ditangani dari sudut pandang seseorang yang memiliki kapasitas


(legal dan mental) untuk memberikan persetujuannya. Persetujuan
tersebut harus diberikan tanpa paksaan dan dengan informasi yang cukup
agar persetujuan itu bermakna. Nyatanya, dalam praktik modern, ada
banyak situasi di mana kondisi perawatan kurang optimal. Misalnya,
kemampuan klien untuk membayar, entah akibat keterbatasan dana
pribadi atau sifat asuransi klien, dapat berdampak pada perawatan itu
sendiri atau pada metode tambahan (misal, Perawatan rawat inap). Salah
304 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

satu cara untuk mengatasinya adalah melalui informed consent. Bahkan


jika kondisinya tidak optimal, klien dapat berpartisipasi dalam keputusan
untuk memaksimalkan perawatan yang tepat.
Meskipun persetujuan berdasarkan informasi merupakan masalah
utama dalam etika, prosedur dan formulir persetujuan berdasarkan

LE
informasi juga dapat memiliki fungsi klinis dan manajemen risiko.
Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani
proses di bidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/
asesmen dan intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk

SA
tertulis dan ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang
menjadi subjek penelitian dan saksi. Aspek-aspek yang perlu dicantumkan
dalam informed consent adalah:
a. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa paksaan.
b. Perkiraan waktu yang dibutuhkan.
c. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan.
R
d. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut.
e. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut.
FO

4. Multiple Relationship (Hubungan Ganda)


Larangan terhadap hubungan ganda telah menjadi fitur penting dari
kode etik untuk psikolog. Masalah untuk klien adalah adanya bahaya,
eksploitasi, hilangnya objektivitas psikolog atau faktor lain yang akan
membatasi efektivitas psikolog, dan konflik kepentingan bagi psikolog.
Larangan hubungan ganda merupakan tambahan terhadap aturan yang
T

melarang eksploitasi aktual klien. Hubungan perawatan psikologis


melibatkan berbagai reaksi emosional dan kognitif oleh klien dan
NO

psikolog. Penambahan peran selain dari hubungan perawatan, seperti


teman atau rekan bisnis, cenderung menciptakan masalah. Oleh karena
itu, aturan hubungan berganda melarang penambahan hubungan yang
kemungkinan akan menimbulkan masalah.
Aturan tersebut, sejak Standar 1.17 kode etik APA 1992, memperjelas
bahwa banyak hubungan semacam itu tidak selalu dapat dihindari dan
memberikan lebih banyak panduan untuk menentukan kapan seorang
psikolog harus menghindari keterlibatan dan juga bagaimana menangani
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 305
305
hubungan yang menghasilkan masalah meskipun sudah ada upaya dari
psikolog untuk menghindarinya. Aturan ini juga memperjelas bahwa
tidak semua hubungan berganda harus dihindari, tetapi hanya hubungan
yang cenderung menimbulkan masalahmya. Beberapa kekhawatiran
tentang kesan terlarangnya semua hubungan berganda telah hadir di

LE
kalangan psikolog pedesaan yang mungkin terlibat dengan klien dalam
berbagai situasi yang tidak dapat dihindari. Ini mungkin juga berlaku
ketika psikolog berhadapan dengan etnis kecil atau budaya lain di dalam
wilayah metropolitan.

SA
Para psikolog yang memiliki kekhawatiran seperti itu perlu mengakui
bahwa masalah sebenarnya bukanlah kode etik, tetapi bahaya nyata dari
berbagai hubungan. Dalam sebagian besar situasi, sebaiknya gunakanlah
aturan yang lebih praktis daripada kode etik: Jika ragu, hindari hubungan
ganda apa pun yang memiliki kemungkinan menciptakan masalah yang
terkecil sekali pun.
R
Kode Etik Psikologi Indonesia (2010) menyatakan bahwa hubungan
majemuk terjadi apabila:
a. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi sedang dalam peran
FO

profesionalnya dengan seseorang dan dalam waktu yang bersamaan


menjalankan peran lain dengan orang yang sama, atau
b. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam waktu yang bersamaan
memiliki hubungan.
T

D. Latihan
Carilah sebuah kasus nyata di media sosial ataupun media elektronik,
NO

kemudian analisislah kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan


intervensi yang menurut Anda paling efektif, dan jelaskan alasan Anda
menggunakan pendekatan tersebut!

E. Rangkuman
• Konseling adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu mengatasi
masalah psikologis yang berfokus pada aktivitas preventif dan
pengembangan potensi positif yang dimiliki dengan menggunakan
306 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

prosedur berdasar teori yang relevan.


• Psikoterapi adalah suatu interaksi sistemastis antara klien dengan terapis
untuk melakukan perubahan pada perilaku, pikiran dan perasaan klien,
dengan tujuan untuk membantu klien mengatasi perilaku abnormal,
memecahkan masalahnya.

LE
• Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dibantu oleh psikoterapi, yaitu
perilaku abnormal, pemecahan masalah, dan pertumbuhan pribadi.
• Intervensi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis &
terencana berdasarkan hasil asesmen untuk mengubah keadaan seseorang,

SA
kelompok orang atau masyarakat yang menuju kepada perbaikan atau
mencegah memburuknya suatu keadaan atau sebagai usaha preventif
maupun kuratif.
• Empat pendekatan dalam intervensi klinis adalah:
– Pendekatan Psikodinamika
– Pendekatan Behavioristik
R
– Pendekatan Kognitif Behavioral
– Pendekatan Fenomenologis-Humanistik
• Pengondisian operan dikemukakan oleh B.F Skinner dengan penekanan
FO

pada peran lingkungan dalam membentuk konsekuensi-konsekuensi yang


mengikuti dari suatu perilaku.
• Freud mengemukakan ada tiga bentuk kecemasan pada individu, yaitu
kecemasan realitas, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral.
• Persamaan antara terapi psikodinamika dan humanistik adalah bahwa
T

keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu mempengaruhi perilaku dan


perasaan pada masa kini, dan keduanya mencoba untuk memperluas
self-insight klien.
NO

• Isu-isu etis dalam psikologi klinis terdiri dari:


– Kompetensi
– Kerahasiaan
– Otonomi dan Informed Consent
– Multiple Relationship

F. Tes Formatif
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 307
307
ini!
1. Pendekatan psikologis yang berfokus pada perilaku, pemikiran dan
keyakinan serta sikap yang mendasari seseorang disebut?
a. Pendeketan psikodinamika
b. Pendekatan behavioral

LE
c. Pendekatan kognitif – behavioral
d. Pendekatan humanistik
2. Sulis marah kepada sahabat yang mengkhianatinya. Dia merasa
sahabatnya itu telah merebut kekasih yang dicintainya. Sulis tidak

SA
mau menunjukkan rasa benci di depan sahabatnya itu, tetapi dia
melampiaskan kebenciannya itu dengan cara bermain futsal. Cara
Sulis untuk menghindari kecemasannya ini disebut ...
a. Sublimasi
b. Proyeksi
c. Rasionalisasi
R
d. Displascement
3. Berdasarkan pendekatan humanistik, tokoh yang menyatakan bahwa
FO

terapi berpusat pada manusia (person centered therapy) adalah:


a. Abraham Maslow
b. Carl Rogers
c. Gerald Corey
d. George A. Kelly
T

4. Kompetensi yang harus dimiliki oleh psikolog klinis ialah:


a. Memiliki laboratorium untuk praktik
b. Mempunyai pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang
NO

dapat dipertanggungjawabkan
c. Memiliki banyak sertifikat training
d. Memiliki pengalaman mengenai berbagai ilmu psikologi
5. Hal yang sangat penting dalam psikologi klinis karena hampir semua
materi klinis mengandung potensi bahaya jika tidak diungkapkan
dengan benar disebut:
a. Kompetensi
308 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

b. Kerahasiaan
c. Informed consent
d. Hubungan ganda
6. Sebutkan 5 asumsi psikoanalisis!

LE
7. Bagaimana fokus konseling pada terapi humanistik?
8. Bagaimana kompetensi yang harus dimiliki oleh psikolog klinis?

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

SA
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab dengan benar paling tidak 3 dari 5 soal pilihan ganda, dan
2 dari 3 soal uraian. Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi
berikutnya!

H. Kunci Jawaban Soal Tes Formatif


R
1. C
2. D
FO

3. B
4. B
5. B
6. 5 asumsi psikoanalisis
a. Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-
kanak.
T

b. Sebagian besar perilaku terintegrasi melalui proses mental yang tidak


disadari.
NO

c. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yang sudah


diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri
melalui dorongan libido dan agresivitasnya.
d. Secara umum perilaku manusia bertujuan dan mengarah pada
tujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari
kenikmatan.
e. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada
perilaku neurosis.
7. Terapi humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 309
309
disadari serta apa yang dialami klien saat ini, di sini dan sekarang.
8. Ilmuwan Psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar,
melakukan penelitian dan/atau intervensi sosial dalam area sebatas
kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

LE
Selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas,
psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya
hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran
yang dijalankannya.

SA
9.3 PENGANTAR INTERVENSI KLINIS

A. Jenis-Jenis Intervensi
R
1. Peer Intervention (Intervensi sebaya)
Meskipun intervensi sebaya paling sering digunakan pada anak-anak
FO

usia sekolah dan remaja, intervensi ini juga menargetkan anak-anak pra-
sekolah, dan orang dewasa. Cakupan luas intervensi sebaya dibuktikan
dalam beragam bidang masalah klinis yang ditargetkan dan gangguan
(bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial dan komunikasi
anak-anak dengan autisme, mengurangi ketakutan medis, mengurangi
kenakalan dan agresi, menyelesaikan konflik, mempromosikan perilaku
T

kesehatan, dan mencegah bunuh diri).


Terdapat dua model peran dalam intervensi konseling sebaya:
1. Dalam “pendekatan kader”, segelintir anak dilatih untuk melayani
NO

sebagai penasihat untuk membantu anak-anak lain dalam upaya


mereka memecahkan masalahnya.
2. Dalam “pendekatan tubuh siswa” seluruh populasi siswa dilatih
dalam strategi intervensi (misalnya, penyelesaian masalah, resolusi
konflik) dan memiliki kesempatan untuk melayani sebagai
penasihat. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa semua
anak mempelajari strategi baru dan dapat menerapkannya di luar
intervensi formal.
310 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

Dalam penerapannya, terdapat jenis-jenis intervensi sebaya yang dapat


dibagi dalam dua kategori. Jenis-jenis intervensi sebaya yang pertama
adalah:
1. Pemodelan rekan (Peer modelling)

LE
Satu atau lebih anak yang kompeten digunakan untuk mencontohkan
perilaku yang diinginkan.
2. Dorongan dan penguatan teman (Peer prompting and reinforcement)
Prompting mencakup instruksi dan penguatan untuk mengikuti
instruksi dengan tepat.

SA
3. Inisiasi sebaya (Peer initiation)
Anak-anak lain digunakan untuk memulai atau mempertahankan
interaksi sosial, seperti bermain dan percakapan dengan target.
4. Bimbingan belajar sebaya (Peer tutoring)
Bimbingan teman sebaya perlu menyertakan dua atau lebih dari
yang berikut: instruksi kepada siswa, meminta tanggapan yang
R
benar, pujian, umpan balik korektif, dan mengabaikan perilaku siswa
tertentu.
FO

Adapun jenis-jenis intervensi sebaya yang kedua adalah:


1. Pendidikan sebaya (Peer education)
Metode penyebaran informasi penting atau sensitif di seluruh
kelompok sebaya.
2. Pendampingan sebaya (Peer mentoring)
Mentor menunjukkan lebih banyak pengalaman, keterampilan, atau
T

pengetahuan dalam area tertentu dan mengisi peran meneruskan


informasi ini kepada anak target.
NO

3. Konseling sebaya (Peer counseling)


Terlepas dari status non-profesional mereka, konselor sebaya
melayani fungsi yang mirip dengan konselor profesional. Mereka
menawarkan bantuan kepada anak-anak dan remaja lainnya
dengan mendengarkan, memberikan empati, dan menggunakan
keterampilannya memecahkan masalah.
2. Intervensi keluarga (Family Intervention)
Teori terapi keluarga mengasumsikan bahwa keluarga berubah dan
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 311
311
berkembang, dan banyak yang telah menuliskan tentang perubahan
siklus hidup keluarga.
Perkembangan keluarga paling sering dijelaskan dalam kaitannya
dengan fungsi keluarga membesarkan anak-anak. Tahapan pengembangan
keluarga terangkum dalam bentuk komitmen dua orang dewasa untuk

LE
suatu hubungan, keputusan untuk membesarkan anak-anak dan
peningkatan tanggung jawab di dalamnya, perubahan batas ketika anak-
anak masuk sekolah dan dunia luar, meningkatkan kemandirian anggota
keluarga ketika anak-anak memasuki masa remaja, dan negosiasi ulang

SA
hubungan orangtua ketika anak-anak meninggalkan rumah.
Perkembangan keluarga tidak selalu mengikuti jalan yang mulus,
tetapi seringkali tidak berkesinambungan. Secara berkala, keluarga harus
menegosiasikan kembali aturan implisit seputar perilaku (misalnya, berapa
banyak waktu yang diizinkan seorang anak untuk dihabiskan jauh dari
keluarga dengan teman sebaya).
R
Disfungsi keluarga terjadi ketika keluarga tidak mampu beradaptasi
dengan tuntutan perkembangan normatif atau lingkungan. Pola dan
struktur interaksi keluarga menjadi sangat kaku sehingga sistem keluarga
FO

tidak mampu membuat perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan


kesehatan anggota individu atau untuk memungkinkan perubahan yang
diharapkan dalam siklus kehidupan keluarga.
Dipengaruhi oleh teori sistem keluarga, sebagian besar teori sistem
keluarga mengakui empat aspek fungsi:
T

1. Cohesion: Tingkat saling ketergantungan antara anggota keluarga


dan biasanya dilihat pada kontinum dari keterlibatan berlebihan
NO

(misalnya, pertunangan) keluarga sehat menjaga keseimbangan


antara keterhubungan dan penghormatan terhadap individualitas;
keseimbangan ini berubah sepanjang siklus kehidupan keluarga.
2. Adaptability: Mulai dari kacau hingga kaku, menunjukkan kemampuan
keluarga untuk membuat perubahan dalam keadaan tertentu sambil
mempertahankan stabilitas nilai dan aturan perilaku.
3. Communication: Mungkin melibatkan ekspresi verbal dari isi dan
emosi atau ekspresi nonverbal, perasaan dan hubungan yang tidak
312 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

langsung (misalnya, Perawatan diam, tanda-tanda fisik kasih sayang).


4. Organization: Struktur, aturan, dan peran sistem keluarga.
Menurut sebagian besar teori terapi keluarga, tujuan umum terapi
adalah untuk menciptakan perubahan dalam pola interaksi keluarga,
yang pada gilirannya akan menghasilkan fungsi keluarga yang lebih

LE
adaptif dan perubahan individu.
Teori sistem keluarga juga mengasumsikan bahwa sistem keluarga
secara keseluruhan berinteraksi dengan sistem luar lainnya (misalnya,
sistem pendidikan, komunitas, pemerintah, lingkungan kerja).

SA
Keluarga secara keseluruhan dipengaruhi oleh, dan mungkin memiliki
beberapa pengaruh pada, sistem di sekitarnya. Seorang terapis
keluarga harus selalu menentukan sejauh mana keluarga terlibat
dalam sistem luar dan sejauh mana fungsi keluarga dipengaruhi
oleh interaksi ini
R
3. Intervensi orangtua (Parents Intervention)
Intervensi berbasis orangtua untuk mencegah atau mengurangi perilaku
minum (minuman keras) pada remaja umumnya mengambil tiga
FO

pendekatan dengan menargetkan:


a. Strategi pengasuhan umum (misalnya, dukungan orang tua,
keterampilan pemecahan masalah, komunikasi dan pemantauan
orang tua-remaja umum, pengetahuan perkembangan remaja),
b. Strategi pengasuhan khusus (misalnya, informasi tentang konsekuensi
berbahaya dari minum minuman keras, keterampilan komunikasi
T

untuk mengekspresikan harapan dan aturan tentang minuman keras,


dan memantau strategi remaja minum minuman keras)
NO

c. Kombinasi keduanya. Kombinasi strategi pengasuhan umum dan


spesifik minuman keras biasanya menargetkan beberapa perilaku
berisiko. Ini mencakup pola asuh yang spesifik perilaku (misalnya,
menetapkan aturan dan sanksi atas pengkonsumsian minuman keras,
rokok, dan narkoba melawan tekanan teman sebaya dan media untuk
penggunaan narkoba dan perilaku seksual) dan praktik pengasuhan
umum dalam intervensi yang sama. Meskipun semua pendekatan
ini dapat mengurangi perilaku minum minuman keras pada remaja,
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 313
313
penelitian menunjukkan hal itu mungkin memiliki mekanisme
intervensi yang berbeda

4. Intervensi Perkawinan (Marital Intervention)


Program singkat perawatan terapi pasangan untuk depresi. Tujuan dari

LE
terapi singkat pasangan berfokus pada masalah depresi adalah untuk
meningkatkan pemahaman depresi sebagai penyakit, mengurangi
sikap negatif dan perilaku menuju depresi, meningkatkan empati dan
saling mendukung antar mitra. Manual (Petunjuk) yang berisi protokol

SA
perawatan lengkap disediakan untuk semua terapis dalam penelitian ini.
Tinjauan singkat komponen perawatan utamanya adalah sebagai berikut:
§ Sesi pertama, terapis melakukan penilaian rinci tentang kekuatan
pasangan dan defisit dalam area yang dijelaskan di atas (misalnya,
pengetahuan tentang depresi, perilaku dan sikap terhadap depresi,
serta tingkat negativitas, empati, dan mendukung).
R
§ Sesi kedua berfokus pada psikoedukasi tentang gejala, kursus,
etiologi, dan pengobatan depresi, termasuk fokus pada bagaimana
gejala tertentu dapat memengaruhi fungsi pasien, pasangan, dan
FO

pernikahan.
§ Sesi ketiga menekankan coping dan komunikasi strategi yang dapat
membantu suami dalam mengurangi beban spesifik dan tekanan
psikologis yang terkait dengan depresi istri mereka. Teknik kognitif-
perilaku digunakan untuk membantu pasangan menggantikan
berpikir negatif dengan pandangan yang lebih konstruktif, optimis,
T

dengan demikian menghilangkan beberapa kekhawatiran yang ada,


umumnya dialami oleh pasangan yang mengalami depresi individu.
NO

Pasangan juga didorong untuk fokus, tidak hanya atas permintaan


pasangan tertekan mereka, tetapi juga atas kebutuhan mereka sendiri
(misalnya, kepentingan pribadi, kegiatan sosial, dan dukungan dari
orang lain yang dekat).
§ Sesi empat dan lima dikhususkan untuk meminimalkan interaksi
negatif dengan mitra yang mengalami depresi (misalnya, kritik,
permusuhan, menyalahkan) dan membina lebih banyak interaksi
positif dan suportif. Pasangan itu diberi instruksi tentang
314 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

berbagai bentuk dukungan (misalnya, dukungan emosional versus


fokus masalah) dan bagaimana caranya untuk secara adaptif
mengkomunikasikan kebutuhan dukungan. Akhir dua sesi juga
bertujuan untuk menumbuhkan empati terhadap pasangan depresi
dan penerimaan depresi sebagai penyakit yang kompleks dan

LE
melemahkan. Sesi terapi menunjukkan tingkat ketepatan yang tinggi
untuk tujuan terapi utama dan kecakapan umum lintas terapis (Cohen
et al., 2014).

5. Intervensi Klinis Makro

SA
Psikologi klinis terapan lebih sering ditemukan dan dipersepsikan oleh
masyarakat umum dalam konteks terapan mikro daripada makro. Hidajat
(dalam Prawitasari, 2012) menggarisbawahi perbedaan mendasar antara
psikologi klinis terapan mikro dan makro seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 9.2. Pada level mikro, psikologi klinis diterapkan dalam
R
menyelesaikan kasus individual, pasangan suami-istri, dan keluarga.
Pada umumnya, psikolog klinis menggunakan pendekatan organik dan
bekerja sendiri dalam memberikan layanan psikologi di level mikro.
FO

Namun di level makro, psikologi klinis harus terbuka untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat luas sehingga fungsi psikolog klinis di level makro

Terapan Mikro
•Fokus pada kebutuhan individual
•Fungsi psikolog sebagai konselor
T

•Pendekatan organismik
•Bekerja sendiri
NO

PSIKOLOGI KLINIS
Terapan Makro
•Fokus pada kebutuhan masyarakat
•Fungsi psikolog sebagai fasilitator
•Pendekatan multidimensional
•Bekerja antar disiplin & antar sektor
Gambar 9.2 Konsep terapan mikro dan makro dari Psikologi Klinis
(diadaptasi dari Prawitasari, 2012)
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 315
315
cenderung menjadi fasilitator, bukan terapis/konselor. Seorang psikolog
klinis yang bekerja di level terapan makro, harus dapat berjejaring
(menjalin networking) dengan pakar dari profesi atau bidang ilmu lain,
misalnya dokter, ahli gizi, perawat, dan ahli kesehatan masyarakat dalam
rangka menurunkan angka kematian bayi (Prawitasari, 2003), stunting,

LE
dan problem kesehatan masyarakat lainnya.
Intervensi psikologi klinis di level makro dapat dilakukan dengan
mengambil peran mempengaruhi kebijakan daerah atau nasional dengan
pendekatan multidimensional yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

SA
masyarakat luas dalam bidang kesehatan jiwa. Sebagai contoh, peneliti
dari Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik di Universitas Diponegoro melakukan penelitian bersama
dengan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Grobogan
Jawa Tengah untuk mengkaji tingginya angka bunuh diri di Kabupaten
Grobogan. Hasil penelitian tersebut dijadikan dasar kebijakan pemerintah
R
daerah untuk menekan angka kejadian bunuh diri di daerah tersebut
(Ediati, dkk, 2019).
Beberapa contoh penerapan psikologi klinis di level makro banyak kita
FO

temukan di masa pandemi Covid-19 di tahun 2020. Wabah virus corona


yang menyerang dunia, termasuk Indonesia, menyebabkan pemerintah
menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di mana orang
harus bekerja, sekolah/kuliah, dan beribadah dari rumah, serta membatasi
aktivitas sosial seminimal mungkin dalam waktu beberapa bulan. Banyak
problem psikologis yang dialami oleh masyarakat karena kecemasan,
T

ketakutan, ketidakpastian, dan kebosanan karena terbatasnya mobilitas,


dan pemahaman keliru tentang Covid-19 menyebabkan terapan psikologi
NO

klinis di level mikro tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.


Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) sebagai organisasi profesi
dan ilmuwan psikologi di Indonesia, termasuk asosiasi di bawah
naungan HIMPSI seperti Ikatan Psikologi Klinis (IPK), Ikatan Psikologi
Sosial (IPS), Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia (APKI), dan lain-
lain, melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk melakukan
psikoedukasi dan memberikan layanan psikologi untuk masyarakat.
HIMPSI bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia (PDSKJI) memberikan psikoedukasi berupa himbauan untuk
316 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

menjaga kesehatan mental di masa pandemi Covid-19 dengan 3 tips


sederhana, yaitu: 1) Posting di media sosial mengenai hal yang positif,
menyenangkan, dan memberi harapan; 2) Saling memberikan bantuan
dan dukungan; serta 3) memberikan sugesti (memvisualkan) bahwa
pandemi Covid-19 akan segera berakhir (sumber: https://himpsi.or.id/

LE
blog/materi-edukasi-covid-19-5/post/himbauan-3- hal-sederhana-himpsi-
dan-pdskji-95)
Ikatan Psikologi Sosial memberikan masukan kepada pengambil
kebijakan jika karantina wilayah diperluas dengan mengeluarkan policy

SA
brief yang menawarkan karantina wilayah dengan mengaktifkan peran
komunitas lokal agar penanganan lebih efektif dan beban penanganan
lebih terdistribusi (https://himpsi.or.id/blog/materi-edukasi-covid-19-5/
post/policy-brief-ikatan-psikologi-sosial-99)
HIMPSI pun aktif memberikan masukan kepada Presiden Republik
Indonesia dan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dalam
R
menyusun Sistem Layanan nasional untuk kesehatan jiwa selama
masa pandemi Covid-19 (https://himpsi.or.id/blog/pengumuman-2/
post/materi-edukasi-covid-19-60). Dalam sistem layanan nasional ini,
FO

ditetapkan infrastruktur layanan kesehatan jiwa bagi masyarakat yang


mencakup tiga domain, yaitu edukasi publik, konsultasi awal (anamnesa),
dan pendampingan. Edukasi mengenai kesehatan mental kepada publik
dilakukan melalui web, press conference di media center, webinar berkala
di kanal youtube gugus tugas percepatan penanganan covid-19, SMS
T

blast, dan infografis untuk disebar melalui grup WA dan media sosial.
Konsultasi awal psikologis yang dapat diakses publik dilakukan antara
lain melalui Chatbot 081133399000, layanan telemedicine, call center 119,
NO

dan aplikasi (seperti Halodoc). Sedangkan pendampingan penderita


yang membutuhkan konsultasi berkala dilakukan sesuai perjanjian
(appointment) dengan psikolog melalui telepon atau video conference
application (seperti zoom, cloudx, dll). Adapun penanganan korban
KDRT dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Perempuan dan
Perlindungan Anak.
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 317
317
6. Peran Psikologi Klinis dalam Pencegahan, Promosi, dan Rehabilitasi
Pada mulanya, intervensi psikologi berfokus pada kuratif (treatment)
terhadap problem psikologis yang muncul. Pendekatan ini serupa
dengan pendekatan medis yang memandang persoalan sebagai hal yang
harus ditangani atau diobati. Sekitar tahun 1960-an terjadi pergeseran

LE
perspektif dari yang awal mulanya berfokus pada penanganan (kuratif)
menjadi berfokus pada pencegahan (preventif). Konsep pencegahan
gangguan kejiwaan pada waktu itu dimunculkan oleh disiplin ilmu
Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang tidak lagi sepaham dengan

SA
pendekatan medis dalam penanganan kasus-kasus gangguan mental yang
terutama disebabkan oleh problem sosial yang marak, seperti kemiskinan,
pengangguran, gelandangan, dan sebagainya.
Ada dua hal penting yang perlu dipahami dalam konteks pencegahan,
yaitu insiden dan prevalensi. Insiden (incidence) merupakan jumlah kasus
baru yang terjadi dalam rentang waktu tertentu (contoh: jumlah kasus
R
baru penderita depresi dalam setahun). Prevalensi (prevalence) merupakan
total jumlah kasus dalam populasi (contoh: jumlah total penduduk yang
menderita depresi dalam suatu populasi). Pemahaman mengenai insiden
FO

dan prevalensi merupakan dua hal penting dalam tindak pencegahan.


Psikologi pencegahan (preventive psychology) mulai mendapat banyak
atensi yang ditengarai dengan makin banyaknya riset-riset psikologi yang
bersifat mencegah terjadinya gangguan mental atau problem psikologis
lainnya. Program intervensi pencegahan (preventive intervention)
T

berdampak positif untuk menurunkan distress psikologis dan menjaga


fungsi-fungsi manusia (APA, 2014). Konsep tiga level pencegahan dari
Caplan (dalam Hage, et al., 2007) sangat populer, yakni pencegahan
NO

primer, sekunder, dan tersier seperti yang diilustrasikan dalam Gambar


9.3.

Asosiasi Psikologi Amerika (2014) merumuskan tujuh prinsip yang


perlu diperhatikan oleh psikolog dalam melakukan tindakan pencegahan
(prevention), yaitu para psikolog dihimbau untuk:
1. Memilih dan menerapkan intervensi preventif yang didasarkan pada
teori atau berbasis bukti (evidence).
318 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

• Treatment yang ditujukan untuk


Pencegahan meningkatkan kualitas hidup dan
gangguan psikologis
Tersier • Tidak menurunkan insiden
maupun prevalensi

LE
• Intervensi awal yang ditujukan
Pencegahan untuk mengurangi atau
menurunkan prevalensi gangguan
Sekunder psikologis tertentu
• Tidak menurunkan insiden
maupun prevalensi

SA
• Intervensi yang ditujukan untuk
Pencegahan mencegah terjadinya suatu kasus
(onset) dan bertambahnya insiden
R Primer kasus psikologis tertentu

Gambar 9.3. Level intervensi pencegahan (prevention) menurut Caplan


FO

2. Menggunakan intervensi preventif yang relevan dengan aspek sosial-


budaya dan konteks tertentu di mana intervensi tersebut akan diterapkan.
3. Mengembangkan dan menerapkan intervensi yang dapat menurunkan
risiko dan meningkatkan kekuatan manusia (human strengths).
4. Mengintegrasikan riset dan evaluasi dalam penyusunan dan evaluasi
T

program intervensi pencegahan, termasuk mempertimbangkan konteks


lingkungan yang dapat mempengaruhi intervensi.
NO

5. Mempertimbangkan isu-isu etis dalam penelitian dan implementasi


program pencegahan.
6. Peka terhadap konteks disparitas sosial dan dampaknya terhadap riset
dan implementasi program penanganan.
7. Meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan yang mendasar
dalam hal pencegahan, melalui pendidikan berkelanjutan (continuing
education), pelatihan-pelatihan, supervisi, dan konsultasi.
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 319
319
Promosi adalah konsep yang penting dalam pencegahan primer. Promosi
melibatkan pemberdayaan individu untuk meningkatkan kontrol kesehatan
dan kesejahteraan mereka melalui literasi dan penyusunan program.
Secara umum, ada dua pendekatan untuk promosi, yaitu: 1) mengurangi
kemungkinan timbulnya masalah; dan 2) peningkatan keterampilan,

LE
kekuatan, dan kompetensi individu dan lingkungan untuk mengurangi risiko
timbulnya masalah. Analisis biaya-manfaat (cost-benefit) dari promosi telah
menunjukkan bahwa upaya yang berfokus pada promosi kesehatan sangat
hemat, jika dibandingkan dengan pendekatan yang reaktif atau berorientasi

SA
pada perawatan/kuratif (Durlak & Wells, 1997).
Psikologi rehabilitasi (rehabilitation psychology) adalah bidang khusus
psikologi yang bertujuan memaksimalkan kemandirian, status fungsional,
kesehatan, dan partisipasi sosial individu penyandang cacat dan penderita
sakit kronis (Cox, et al., 2010). Asesmen dan intervensi dalam rehabilitasi
mencakup: status psikososial, kognitif, perilaku, dan status fungsional, harga
R
diri, keterampilan coping, dan kualitas hidup (Scherer, 2010). Karena kondisi
yang dialami oleh pasien sangat bervariasi, psikolog rehabilitasi menawarkan
pendekatan perawatan individual. Disiplin mengambil pendekatan holistik,
FO

mempertimbangkan individu dalam konteks sosial mereka yang lebih luas


dan menilai faktor lingkungan dan demografi yang dapat meningkatkan atau
menghambat kemajuan (Scherer, 2010).
Selain praktik klinis, psikolog rehabilitasi juga melakukan konsultasi,
pengembangan program, pengajaran, pelatihan, kebijakan publik, dan advokasi
T

(Scherer, 2010). Psikologi rehabilitasi berfokus pada individu dengan semua


jenis disabilitas dan penyakit kronis; bekerja dalam jejaring tenaga kesehatan
interdisipliner; dan menjadi agen perubahan sosial untuk meningkatkan
NO

sikap masyarakat terhadap individu dengan disabilitas dan penyakit kronis


(Elliot & Rath, 2011). Psikolog rehabilitasi juga melakukan advokasi untuk
para penyandang disabilitas untuk menghilangkan hambatan berupa sikap,
kebijakan, dan fisik, serta untuk meningkatkan daya serap angkatan kerja,
akses lingkungan, dan peran sosial serta integrasi komunitas.
320 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

B. Praktik Psikologi di Layanan Kesehatan Primer


Praktik psikologi pada layanan kesehatan primer berbeda dengan layanan
kesehatan mental pada umumnya. Hal-hal yang membedakannya antara lain:
a. Perlu gerak cepat karena kondisinya, penuh kejutan dan interupsi,
termasuk variasi-variasi klinis di seluruh rentang kehidupan

LE
b. Membutuhkan respons cepat untuk melakukan asesmen, diagnosa, dan
membuat keputusan treatment (brief intervention); jarang ditemukan
psikoterapi 50 menit tanpa adanya interupsi; penentuan dibuat tanpa
memanfaatkan keuntungan “full batery” dari tes psikologis.

SA
c. Gejala yang ditampilkan pasien berbeda-beda; sebagai bagian dari
gambaran klinis yang mencakup hipertensi, asma, diabetes, atau masalah
fisik lain.
d. Masalah kesehatan umum (obesitas, merokok, kurang olahraga, pola
makan buruk, penggunaan alkohol), merupakan faktor gaya hidup yang
dipertimbangkan sebagai penyebab meningkatnya prevalensi penyakit
R
kronis.
e. Lebih heterogennya pasien.
FO

f. Gejala yang muncul (lesu, insomnia, konsentrasi buruk, kehilangan


nafsu makan) dapat merupakan tanda masalah medis yang beragam
(hipertiroid, penyakit kardiovaskuler, diabetes, efek samping pengobatan)

Beberapa alasan perlu adanya layanan psikoterapi di layanan kesehatan


primer yaitu:
T

a. Suatu situasi di mana penanganan yang dapat diberikan adalah intervensi


non-farmakologi (misal dissociative disorder)
NO

b. Terkadang tidak teramati adanya gangguan psikiatris, namun pasien


menunjukkan kesehatan mental yang rendah (misalnya, harga diri yang
rendah)
c. Tekanan yang berkaitan dengan gejala fisik atau meningkatkan keluhan
fisik (misalnya, tekanan yang menyebabkan asma kambuh/semakin
memburuknya penyakit asma pasien)
d. Munculnya efek samping dari obat psikotropika sehingga diperlukan
intervensi dampingan (misalnya psikoterapi yang diperlukan untuk
mengurangi gejala depresi)
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 321
321
e. Ketika ada kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, penggunaan
obat-obatan akan berbahaya karena dapat berdampak overdosis untuk
meningkatkan kepatuhan akan pengobatan.

LATIHAN

LE
Carilah contoh kasus-kasus psikologis nyata di internet, kemudian
rancanglah program pencegahan dengan melibatkan peran lingkungan
sosial sekitarnya!

SA
RANGKUMAN
§ Intervensi teman sebaya (peer intervention) sering digunakan pada anak-
anak usia sekolah dan remaja, namun intervensi ini juga dapat digunakan
pada anak-anak usia prasekolah dan orang dewasa.
R
§ Terdapat dua model peran dalam intervensi sebaya: pendekatan kader,
dan pendekatan tubuh siswa.
§ Teori terapi keluarga mengasumsikan bahwa keluarga berubah dan
FO

berkembang, dan perubahan siklus hidup keluarga.


§ Teori sistem keluarga memiliki empat aspek fungsi: cohesion, adaptability,
communication, dan organization.
§ Tujuan umum terapi keluarga adalah untuk menciptakan perubahan
dalam pola interaksi keluarga, yang pada gilirannya akan menghasilkan
fungsi keluarga yang lebih adaptif dan perubahan individu.
T

§ Intervensi orangtua dapat mencegah atau mengurangi perilaku minum


minuman keras pada remaja umumnya mengambil tiga pendekatan
NO

dengan menargetkan: strategi pengasuhan umum, strategi pengasuhan


khusus dan kombinasi keduanya.
§ Perlu adanya layanan psikoterapi di layanan kesehatan primer yaitu:
§ Suatu situasi di mana yang dapat memberikan penanganan hanyalah
intervensi non-farmakologi.
§ Ketika tidak terlihat adanya gangguan psikiatris, namun pasien
menunjukkan kesehatan mental yang rendah.
§ Tekanan yang berkaitan dengan gejala fisik atau meningkatkan keluhan
322 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

fisik
§ Munculnya efek samping dari obat psikotropika sehingga diperlukan
intervensi dampingan.
§ Ketika ada kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, penggunaan
obat-obatan akan berbahaya karena dapat berdampak overdosis untuk

LE
meningkatkan kepatuhan akan pengobatan.

TES FORMATIF

SA
Pilihlah satu jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini!
1. Aspek fungsi keluarga yang di dalamnya terdapat suatu aturan dan peran
sistem keluarga disebut sebagai:
a. Comunication
b. Cohesion
R
c. Organization
d. Adaptability
FO

2. Jenis intervensi sebaya yang menjelaskan adanya suatu instruksi terhadap


siswa serta mengabaikan perilaku siswa tertentu disebut…
a. Dorongan dan penguatan teman
b. Inisiasi sebaya
c. Pemodelan rekan
d. Bimbingan belajar sebaya
T

3. Bagaimana disfungsi keluarga dapat terjadi?


a. Keluarga tidak mengalami masalah apapun
NO

b. Ketika keluarga tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan dan


perkembangan normatif atau lingkungan
c. Keluarga memiliki suatu tujuan bersama yang jelas
d. Ada pembagian peran dalam keluarga yang terstruktur
4. Hal yang membedakan antara layanan kesehatan primer dengan layanan
kesehatan mental yaitu kecuali
a. Pasien lebih heterogen
b. Gejala yang muncul hampir sama
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 323
323
c. Membutuhkan respons cepat untuk melakukan asesmen, diagnosa
dan treatment
d. Munculnya masalah-masalah kesehatan umum
5. Di bawah ini yang termasuk model peran dalam intervensi sebaya, yaitu:

LE
a. Pendekatan kader dan pendekatan tubuh siswa
b. Pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif
c. Pendekatan komprehensif dan pendekatan holistik
d. Pendekatan humanistik dan pendekatan manusiawi
6. Jelaskan tiga jenis-jenis intervensi sebaya yang kedua!

SA
7. Jelaskan empat aspek fungsi dari teori sistem keluarga!
8. Mengapa perlu ada layanan psikoterapi di layanan kesehatan primer?

UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


R
Untuk dapat melanjutkan ke materi berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan paling tidak 3 dari 5 soal pilihan ganda dan 2
dari 3 soal uraian. Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi berikutnya!
FO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


1. C
2. D
3. B
T

4. B
5. A
NO

6. Tiga jenis intervensi sebaya:


a. Pendidikan sebaya (Peer education)
Metode penyebaran informasi penting atau sensitif di seluruh
kelompok sebaya.
b. Pendampingan sebaya (Peer mentoring)
Mentor menunjukkan lebih banyak pengalaman, keterampilan, atau
pengetahuan dalam area tertentu dan mengisi peran meneruskan
informasi ini kepada anak target.
324 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

c. Konseling sebaya (Peer counseling)


Terlepas dari status non-profesional mereka, konselor sebaya melayani
fungsi yang mirip dengan konselor profesional. Mereka menawarkan
bantuan kepada anak-anak dan remaja lainnya dengan mendengarkan,
memberikan empati, dan menggunakan keterampilan memecahkan

LE
masalah.
7. Empat aspek fungsi dari teori sistem keluarga:
a. Cohesion, tingkat saling ketergantungan antara anggota keluarga dan
biasanya dilihat pada kontinum dari keterlibatan berlebihan.

SA
b. Adaptability, mulai dari kacau hingga kaku, menunjukkan kemampuan
keluarga untuk membuat perubahan dalam keadaan tertentu sambil
mempertahankan stabilitas nilai dan aturan perilaku.
c. Communication, mungkin melibatkan ekspresi verbal dari isi dan
emosi atau ekspresi nonverbal, perasaan dan hubungan yang tidak
langsung.
R
d. Organization, struktur, aturan, dan peran sistem keluarga
8. Perlu adanya layanan psikoterapi di layanan kesehatan primer:
FO

a. Suatu situasi di mana penanganan yang diberikan hanyalah intervensi


non-farmakologi
b. Ketika tidak terlihat adanya gangguan psikiatris, namun pasien
menunjukkan kesehatan mental yang besar
c. Tekanan yang berkaitan dengan gejala fisik atau meningkatkan
keluhan fisik.
T

d. Munculnya efek samping dari obat psikotropika sehingga diperlukan


intervensi dampingan.
NO

e. Ketika ada kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, penggunaan


obat-obatan akan berbahaya karena dapat berdampak overdosis untuk
meningkatkan kepatuhan akan pengobatan.
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 325
325

DAFTAR PUSTAKA
American Psychological Association. (2014). Guidelines for prevention in
psychology. American Psychologists, 69(3), 285-296.
Cohen,S., O’Leary, K. D., Foran, H. M., & Kliem, S. (2014). Mechanisms of

LE
Change in Brief Couple Therapy for Depression. Behavior Therapy, 45,
402–417.
Corey, G. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama.

SA
Cox, D. R., Hess, D. W., Hibbard, M. R., Layman, D. E., Stewart, R. K. (2010).
Specialty practice in rehabilitation psychology.  Professional Psychology:
Research and Practice.  41  (1): 82–88.
Durlak, J. A., & Wells, A. M. (1997). Primary prevention mental health programs
for children and adolescents: A meta-analytic review.  American Journal of
Community Psychology, 25,  115-152.
Ediati, A., Wardani, N. D., Margawati, A., Santoso, S. (2019). Senyum, Sapa,
R
Sayangi, Semangati: Buku edukasi cegah bunuh diri untuk Kabupaten
Grobogan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
FO

Elliott, T. R., & Rath, J. F. (2011). Rehabilitation psychology. In E. M. Altmaier


& J-I. C. Hansen (Eds.),  Oxford handbook of counseling psychology  (pp.
679-702). New York, NY: Oxford University Press.
Hidajat, L. L. (2012). Psikologi klinis: Dari hulu ke muara. (Prawitasari, Ed).
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Himpsi. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Himpunan
Psikologi Indonesia.
T

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima.
Jilid 1. Jakarta : Erlangga
NO

Prawitasari, J. E. (2003). Psikologi klinis dari terapan mikro ke makro. Anima:


The Indonesian psychological journal, 18(3), 215-228.
Prawitasari, J. E. (2012). Psikologi terapan: Melintas batas disiplin ilmu. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Searight, H. R. (2010). Practicing psychology in primary care. Cambrigde: Hogrefe.
Scherer, M. J. (2010). Rehabilitation Psychology.  The Corsini Encyclopedia of
Psychology. doi:10.1002/9780470479216.corpsy0785
Stricker, G., Widiger, T., & Weiner, I. (2003). The Handbook of Psychology:
Clinical Psychology. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
326 PSIKOLOGI KLINIS: Teori dan Aplikasi

DAFTAR ISTILAH

Rasionalisasi: membuat-buat alasan yang tampak masuk akal guna

LE
membenarkan tindakannya yang salah atau meminimalkan konsekuensi
kejiwaan yang didapatkan karena kesalahannya, sehingga apa yang
dialaminya dapat diterima oleh orang lain dan terhindar dari rasa
cemasnya.

SA
Displacement: yaitu menggantikan perasaan bermusuhan atau agresivitasnya
dari sumber-sumber aslinya ke orang atau objek lain yang biasanya
kurang penting.
Kompensasi: yaitu menutupi kelemahan dengan jalan memuaskan atau
menunjukkan sifat tertentu secara berlebihan karena frustrasi dalam
bidang lain.
R
Distorsi: yaitu melakukan penyangkalan terhadap kenyataan hidupnya, dengan
tujuan untuk menghindari kecemasannya.
FO
T
NO
BAB 9  PENGANTAR INTERVENSI KLINIS 327
327

LE
SA
R
FO
T
NO
328 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

LE
SA
R
10
FO

Bab
PSIKOLOGI
T

KOMUNITAS
NO
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 329
329

10.1 PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

LE
Pokok bahasan ini akan membahas mengenai perspektif psikologi komunitas
(pengertian dan prinsip), guiding values, konsep-konsep kunci, metode dan
area penelitian, serta metode intervensi dan perubahan dalam psikologi
komunitas.

SA
B. Relevansi
Pokok bahasan ini merupakan lanjutan dari materi pada pokok bahasan
sebelumnya yaitu kekhususan psikologi klinis. Pokok bahasan ini juga
berkaitan dengan mata kuliah lain yang melibatkan penerapan psikologi
komunitas, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN).
R
C. Kompetensi
FO

1. Standar Kompetensi
a. Mampu menjelaskan konsep-konsep yang mendasari psikologi
klinis, perkembangan kekhususan psikologi klinis dan terapan
dalam berbagai bidang psikologi lain.
b. Mampu membedakan penerapan psikologi klinis menurut
berbagai pendekatan yang ada.
T

c. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penelitian dalam


psikologi klinis dengan mempertimbangkan metodenya.
d. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
NO

asesmen, integrasi data, membuat dinamika psikologis sederhana,


klasifikasi, prediksi dalam psikologi klinis, dan menjadikannya
dasar pengerjaan tugas mata kuliah tentang asesmen bidang
klinis.
e. Mampu menguraikan dan memberikan contoh penerapan
intervensi dalam psikologi klinis (pada kasus individu maupun
komunitas), dan menjadikannya dasar pengerjaan tugas mata
kuliah tentang intervensi bidang klinis.
330 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

f. Mampu menerapkan etika dalam asesmen, penelitian, dan


intervensi dalam psikologi klinis.
2. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan

LE
mampu menguraikan tentang psikologi komunitas sebagai salah
satu kekhususan psikologi klinis, menguraikan dan memberi contoh
metode penelitian dalam psikologi komunitas, serta menguraikan
dan memberi contoh penerapan intervensi psikologi klinis komunitas
yang beretika.

SA
D. Petunjuk Belajar
Secara umum, pokok bahasan ini menyediakan materi pengantar atau
pemantik bagi mahasiswa untuk mempelajari dan memahami materi yang
sedang dibahas. Mahasiswa disarankan untuk membaca lebih lanjut materi
R
terkait pada daftar pustaka yang tercantum pada akhir pokok bahasan. Untuk
dapat memahami pokok bahasan ini dengan baik, mahasiswa dapat membaca
uraian dari setiap sub pokok bahasan terlebih dulu kemudian mengerjakan
FO

latihan yang disarankan. Rangkuman dapat digunakan mahasiswa untuk


mereviu kembali materi yang telah dibaca. Selanjutnya mahasiswa dapat
mengecek pemahaman dengan mengerjakan tes formatif yang tersedia. Kunci
jawaban dapat dilihat pada akhir sub pokok bahasan untuk mengetahui
seberapa tepat pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan. Adapun
umpan balik dan tindak lanjut memberikan petunjuk mengenai apa yang
T

dapat dilakukan untuk menindaklanjuti hasil tes formatif.


NO

10.2 PERSPEKTIF PSIKOLOGI KOMUNITAS

Uraian
Psikologi komunitas merupakan salah satu kekhususan dalam ilmu psikologi.
Karena sifatnya yang aplikatif (terapan/applied) dan interdisipliner, agak sulit
sesungguhnya menentukan Psikologi Komunitas merupakan kekhususan dari
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 331
331
ilmu psikologi yang mana. Akan tetapi sejumlah ahli mengkategorikan Psikologi
Komunitas sebagai kekhususan (bagian) dari Psikologi Klinis. Hal ini tidak
mengherankan karena menurut kronologi atau sejarah perkembangannya, isu
yang mendominasi dan mendorongnya berkembangnya Psikologi Komunitas
adalah isu kesehatan mental masyarakat, khususnya berkaitan dengan kritik

LE
terhadap layanan Rumah Sakit Jiwa di Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
Pada masa tersebut, beban biaya perawatan di Rumah Sakit Jiwa ditambah
kualitas layanan yang dianggap kurang mendorong gerakan masyarakat dan
kebijakan pemerintah atau Presiden untuk mengembangkan sistem layanan

SA
kesehatan mental yang berpusat pada masyarakat. Meski demikian, perlu
dipahami bahwa dalam perkembangan selanjutnya, Psikologi Komunitas
berkembang menjadi suatu pendekatan terapan dalam psikologi yang tidak
terbatas menangani isu kesehatan mental saja, melainkan isu kesejahteraan
masyarakat secara umum. Psikologi Komunitas berkontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui intervensi kolaboratif yang menyasar tiga hal:
R
a) Mencegah masalah-masalah psikologis dan sosial,
b) Meningkatkan kesejahteraan pribadi dan komunitas, dan
FO

c) Memberdayakan warga dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

Jika didefinisikan, hal yang menjadi ciri khas Psikologi Komunitas adalah
perhatiannya terhadap hubungan antara individu dengan lingkungan sosial
dan komunitasnya (Maton, 2004). Senada dengan pengertian tersebut, Zax
& Specter (dalam Trull & Prinstein, 2013) menyebutkan bahwa Psikologi
Komunitas adalah suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang
T

menekankan pada peran lingkungan dalam menciptakan dan meringankan


masalah. Meski kedua definisi tersebut sudah cukup dapat dipahami dengan
NO

jelas, sejumlah ahli lebih senang menjelaskan Psikologi Komunitas sebagai


suatu perspektif dan bukan melalui definisi formal tertentu.
Sejumlah perspektif yang digunakan dalam Psikologi Komunitas meliputi:
1. Psikolog komunitas tidak secara eksklusif berfokus pada lingkungan/
individu yang tidak memadai (inadekuat). Psikolog komunitas
memandang kondisi di masyarakat sebagai suatu upaya penyesuaian
antara individu dengan lingkungannya. Sehingga yang ditanyakan adalah
apakah penyesuaian saat ini sudah mendorong peningkatan adaptasi atau
332 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

belum.
2. Psikolog komunitas menekankan pada penciptaan alternatif melalui
indentifikasi dan pengembangan sumber daya dan kekuatan yang
ada pada individu maupun komunitas. Dengan demikian, psikolog
komunitas lebih mengarahkan tindakan atau intervensinya secara

LE
langsung pada kompetensi individu dan lingkungannya (alih-alih fokus
pada kekurangannya).
3. Psikolog komunitas meyakini bahwa perbedaan yang ada di antara individu
maupun komunitas justru diharapkan dan merupakan keniscayaan yang

SA
bersifat positif. Alokasi sumber daya sosial yang ada dengan demikian
tidak diharapkan dilakukan berdasarkan satu standar kompetensi atau
norma kelompok tertentu semata. Sebaliknya keragaman yang ada di
dalam masyarakat harus diperhatikan.

Selain tiga perspektif tersebut di atas, berikut disajikan ringkasan


R
prinsip-prinsip Psikologi Komunitas (Trull & Prinstein, 2013) untuk dapat
memudahkan memahami apa yang dimaksud dengan Psikologi Komunitas:
§ Apa yang menjadi “penyebab” masalah-masalah dalam komunitas?
FO

Masalah-masalah dalam komunitas berkembang atas dasar interaksi


sepanjang waktu antara individu, setting sosial, dan sistem (misal:
organisasi) yang saling mempengaruhi satu sama lain.
§ Bagaimana masalah-masalah dalam komunitas didefinisikan?
Masalah-masalah dalam komunitas dalam didefinisikan pada berbagai
level, tetapi penekanan utama diletakkan pada analisis level organisasi
T

dan komunitas atau hubungan antar masyarakat (neighborhood).


§ Di mana Psikologi Komunitas dipraktikkan?
NO

Psikologi Komunitas umumnya tidak dipraktikkan dalam klinik,


melainkan di lapangan atau di konteks sosial yang sedang menjadi
sasaran program.
§ Bagaimana layanan Psikologi Komunitas direncanakan?
Psikologi Komunitas tidak terbatas hanya melayanani individu yang
mencari pertolongan. Psikologi Komunitas melakukan asesmen kebutuhan
dan risiko secara menyeluruh dari suatu komunitas.
§ Apa yang menjadi penekanan dalam intervensi Psikologi Komunitas?
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 333
333
Penekanan intervensi Psikologi Komunitas ada pada pencegahan
munculnya masalah daripada berfokus pada treatment terhadap masalah
yang sudah muncul.
§ Siapa yang memiliki kualifikasi untuk melakukan intervensi Psikologi
Komunitas?

LE
Intervensi dalam Psikologi Komunitas banyak menerapkan pembagian
peran kepada masyarakat non-profesional seperti melalui program
bantu-diri (self-help program) atau dengan melatih non-profesional untuk
melakukan intervensi sederhana kepada komunitasnya.

SA
LATIHAN
Saat ini kita mengenal yang namanya Sustainable Development Goals (SDG)
yang merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDG). SDG
merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh negara-negara yang tergabung
R
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa/ United Nations (PBB/UN) terkait isu-isu
kemasyarakatan yang dirasa penting untuk diselesaikan. Diskusikan dalam
kelompok yang terdiri dari 3-4 orang satu saja isu SDG dengan menggunakan
FO

perspektif Psikologi Komunitas. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan untuk


didiskusikan:
1. Bagaimana Psikologi Komunitas memandang penyebab masalah tersebut?
2. Paparkan satu contoh program untuk mengatasi isu SDG (boleh dari
program yang sudah ada)!
T

3. Jelaskan bagaimana program pada nomor 2 sesuai (atau tidak sesuai)


dengan perspektif Psikologi Komunitas!
NO

Berikut adalah 17 tujuan dalam SDG:


1. Tanpa kemiskinan
2. Tanpa kelaparan
3. Kehidupan yang sehat dan sejahtera
4. Pendidikan berkualitas
5. Kesetaraan gender
6. Air bersih dan sanitasi layak
7. Energi bersih dan terjangkau
334 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi


9. Industri, inovasi, dan infrastruktur
10. Berkurangnya kesenjangan
11. Kota dan komunitas berkelanjutan
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab

LE
13. Penanganan perubahan iklim
14. Ekosistem laut
15. Ekosistem daratan
16. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh

SA
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan

RANGKUMAN
Psikologi komunitas merupakan salah satu kekhususan dalam psikologi
klinis dengan ciri khas menekankan perhatian pada hubungan antara
R
individu dengan lingkungan sosial dan komunitasnya. Psikologi komunitas
merupakan bidang psikologi terapan yang berkontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui intervensi kolaboratif yang menyasar tiga
FO

hal: 1) mencegah masalah-masalah psikologis dan sosial, 2) meningkatkan


kesejahteraan pribadi dan komunitas, dan 3) memberdayakan warga dan
kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Perspektif yang digunakan
dalam psikologi komunitas meliputi: 1) tidak eksklusif fokus pada lingkungan/
individu yang inadekuat, 2) menekankan pada kreasi alternatif solusi melalui
identifikasi dan pengembangan sumber daya dan kekuatan yang ada, dan
T

3) memandang perbedaan/ keragaman dalam komunitas adalah hal baik.


NO

TES FORMATIF
Pilihan Ganda
1. Ciri khas Psikologi komunitas adalah fokus perhatiannya pada hal-hal
berikut ini, kecuali ...
a. Kesehatan mental
b. Hubungan individu dan lingkungan
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 335
335
c. Peran lingkungan dalam memunculkan masalah
d. Peran lingkungan dalam meminimalisir masalah
e. Kekurangan dalam masyarakat
2. Berikut ini yang tidak termasuk sasaran dari Psikologi komunitas adalah

LE
...
a. Mencegah masalah fisik
b. Mencegah masalah sosial
c. Memberdayakan kelompok marginal
d. Meningkatkan kesejahteraan individu

SA
e. Meningkatkan kesejahteraan komunitas
3. Pernyataan di bawah ini yang sesuai dengan perspektif Psikologi
komunitas adalah ...
a. Keragaman dalam masyarakat berisiko menimbulkan masalah dalam
komunitas.
R
b. Identifikasi kekurangan dalam komunitas perlu lebih penting
dibandingkan identifikasi kelebihan dalam komunitas.
c. Masyarakat yang sedang memiliki permasalahan merupakan
FO

masyarakat yang membutuhkan penyesuaian yang lebih efektif.


d. Kelompok minoritas harus menyesuaikan kelompok mayoritas.
e. Alokasi sumber daya dalam masyarakat harus mengacu pada satu
norma tertentu.

Benar Atau Salah


T

4. Suatu permasalahan di masyarakat menurut pandangan Psikologi


komunitas disebabkan oleh perbedaan dalam masyarakat.
NO

5. Psikologi komunitas lebih menekankan pada prevensi dibandingkan


kurasi (treatment).

UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.
336 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau
melalui internet untuk mencari contoh program-program berbasis Psikologi
Komunitas untuk membantu memahami sub bahasan Psikologi Komunitas

LE
berikutnya.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

SA
Pilihan Ganda
1. E
2. A
3. C
Benar Atau Salah
4. Salah
R
5. Benar
FO

10.3 GUIDING VALUES PSIKOLOGI KOMUNITAS

Uraian
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa Psikologi Komunitas lebih dijelaskan
T

sebagai suatu perspektif daripada melalui definisi formal. Hal tersebut


didasarkan pada cara pandang dan nilai yang dipegang oleh praktisi Psikologi
NO

Komunitas yang khas dan berbeda dengan praktik psikologi konvensional


di rumah sakit maupun di klinis pribadi. Maton (2004) menyarikan tujuh
nilai pemandu (guiding values) dalam Psikologi Komunitas sebagai berikut:
1. Kesehatan Individu: Kesehatan Fisik, Psikologis, Sosial, & Spiritual
Warga.
Psikologi Komunitas berfokus pada pemahaman faktor-faktor yang
berkontribusi bagi kesejahteraan & perkembangan yang sehat, & pada
pengembangan program terkait pencegahan berkembangnya masalah-
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 337
337
masalah fisik & psikologis pada masyarakat. Hal ini berbeda dengan
psikolog klinis konvensional yang berfokus pada etiologi & upaya
pemulihan kesehatan mental.
2. Sense of Community: Perasaan Warga sebagai Bagian dari Kelompok

LE
yang Lebih Besar.
Psikologi Komunitas melihat penurunan kohesi komunitas sebagai
kontributor utama bagi masalah-masalah individu & sosial, & peningkatan
rasa komunitas sebagai kontributor kunci bagi kesehatan individu &
vitalitas masyarakat.

SA
3. Keadilan dan Pemberdayaan Sosial: Distribusi Sumber Daya Ekonomi,
Politik, dan Psikologis yang Setara dalam Masyarakat.
Psikologi Komunitas memberikan perhatian terhadap upaya pengatasan
isu-isu sosial terkini yang mendesak, & terutama terhadap pemberdayaan
kelompok marjinal melalui peningkatan akses mereka ke sumber daya
R
ekonomi, politik, & psikologis.
4. Partisipasi Warga: Keterlibatan Aktif Warga di Semua Aspek
FO

Kehidupan Masyarakat.
Psikologi Komunitas waspada terhadap solusi top-down (dari ahli)
untuk pengatasan masalah yang dihadapi masyarakat. Psikologi
Komunitas melihat bahwa pendekatan tersebut seringkali tidak efektif &
menimbulkan keterasingan serta ketergantungan warga terhadap program
yang dijalankan untuk mereka. Sebaliknya, keterlibatan warga dipandang
T

sebagai antidote (penawar) yang diperlukan untuk membawa revitalisasi


komunitas & solusi untuk menekan masalah sosial.
NO

5. Kolaborasi dan Kekuatan Komunitas: Bekerja Bersama Warga dan


Kelompok di Komunitas, dan Membangun Kekuatan.
Sebagai pendukung perspektif berbasis kekuatan (strength-based
perspective), psikolog komunitas memandang warga dan kelompok
komunitas sebagai sumber solusi untuk mengatasi masalah komunitas.
Bekerja bersama sebagai mitra memungkinkan kekuatan masing-masing
anggota komunitas dan psikolog komunitas untuk berkontribusi bagi
perbaikan komunitas.
338 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

6. Menghormati Keragaman Manusia: Apresiasi terhadap Perbedaan


Manusia.
Psikologi Komunitas kritis terhadap paradigma sosial yang memandang
mereka yang ‘’berbeda’’ sebagai penyebab masalah yang dihadapi
di masyarakat. Sebaliknya, Psikologi Komunitas menegaskan bahwa

LE
keragaman adalah kebaikan publik dan sumber daya yang tak ternilai.
7. Empirical Grounding: Dasar Penelitian untuk Upaya Membuat
Perbedaan Positif di Komunitas dan Masyarakat yang Lebih Luas.
Psikologi Komunitas melihat bukti sistematis sebagai kunci untuk

SA
memahami masalah-masalah individu dan sosial, dan memandang bahwa
pemahaman tersebut sebagai pusat untuk pengembangan program,
tindakan komunitas, dan kebijakan sosial yang efektif.

LATIHAN
R
Masih menggunakan isu SDG dan contoh program komunitas pada sub bab
sebelumnya, diskusikan bagaimana tujuh nilai pemandu (guiding values)
FO

dalam Psikologi Komunitas diterapkan dalam program tersebut!

RANGKUMAN
Terdapat tujuh nilai pemandu dalam Psikologi Komunitas sebagaimana
disarikan Maton (2004) yaitu: 1) kesehatan individu (fisik, psikologis, sosial,
T

dan spiritual), 2) sense of community, 3) keadilan dan pemberdayaan sosial,


4) partisipasi warga, 5) kolaborasi dan kekuatan komunitas, 6) menghormati
NO

keragaman manusia, dan 7) empirical grounding (pengguaan dasar penelitian).

TES FORMATIF
Pilihan Ganda
1. Saat situasi bencana, organisasi profesi Psikologi bekerja sama dengan
institusi layanan kesehatan terdekat (Rumah Sakit dan Puskesmas)
menyediakan shelter atau layanan kesehatan mental di pengungsian. Hal
tersebut merupakan wujud dari guiding value Psikologi Komunitas ...
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 339
339
a. Peningkatan sense of community
b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia
e. Kolaborasi dan kekuatan komunitas

LE
2. Pelatihan kader kesehatan jiwa di masyarakat untuk membantu deteksi
dini problem kesehatan mental di masyarakat merupakan wujud
penerapan guiding value Psikologi Komunitas ...
a. Peningkatan sense of community

SA
b. Kolaborasi dan kekuatan komunitas
c. Menghormati keragaman manusia
d. Penggunaan dasar penelitian
e. Keadilan dan pemberdayaan sosial

3. Mengumpulkan aspirasi warga terkait kasus kekerasan pada anak dan


R
perempuan melalui kegiatan diskusi kelompok terarah merupakan bentuk
penerapan guiding value Psikologi Komunitas ...
FO

a. Peningkatan sense of community


b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia
e. Penggunaan dasar penelitian

4. Sebelum pengembangan program, seorang psikolog komunitas melakukan


T

asesmen kebutuhan dan kekuatan komunitas dalam bentuk penyebaran


kuesioner, observasi dan wawancara serta melakukan evaluasi kembali
NO

pasca program. Hal tersebut merupan bentuk penerapan guiding value


Psikologi Komunitas ...
a. Peningkatan sense of community
b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia
e. Penggunaan dasar penelitian
340 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

5. Sebuah organisasi yang bergerak dalam peningkatan literasi kesehatan


mental berbasis internet menyediakan rubrik dan program khusus yang
berbeda-beda bagi laki-laki, perempuan, dan kelompok minoritas sesuai
kebutuhan masing-masing. Hal tersebut merupakan wujud dari penerapan
guiding value Psikologi Komunitas ...

LE
a. Peningkatan sense of community
b. Pencegahan masalah fisik dan psikologis pada masyarakat
c. Peningkatan partisipasi warga
d. Menghormati keragaman manusia

SA
e. Penggunaan dasar penelitian

UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
R
tidak 80% benar.

TINDAK LANJUT
FO

Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui


internet contoh program-program berbasis Psikologi Komunitas (dalam
bentuk artikel penelitian, laporan program, website, dll.) untuk membantu
memahami sub bahasan Psikologi Komunitas berikutnya.
T

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


NO

Pilihan Ganda
1. B
2. B
3. C
4. E
5. D
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 341
341

KONSEP-KONSEP UTAMA PSIKOLOGI


10.4 KOMUNITAS

Uraian

LE
Terdapat enam konsep utama (konsep kunci) dalam Psikologi Komunitas
menurut Trull & Prinstein (2013). Enam konsep utama ini memaparkan
lebih mendalam mengenai bagaimana perpektif dan nilai pemandu dalam
Psikologi Komunitas diterapkan saat mengembangkan maupun menerapkan
program intervensi psikologi komunitas.

SA
1. Kerangka dan analisis multilevel ekologis
Dalam melihat suatu masalah dalam komunitas, Psikologi Komunitas
menekankan adanya pengaruh timbal balik antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang melingkupi individu tersebut dapat
R
Makrosistem

Lokalitas
FO

Organisasi

Mikrosistem

Individu
T
NO

Gambar 1. Multilevel analisis ekologis dalam Psikologi Komunitas


(Trull & Prinstein, 2013)
342 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

dibagi ke dalam sejumlah level mengacu pada pendapat yang dikemukakan


oleh Bronfenbrenner dan dikembangkan oleh Dalton et. al. serta Trickett
(Trull & Prinstein, 2013). Kerangka multilevel ini menjadi dasar analisis
sekaligus pengembangan program dalam Psikologi Komunitas. Adapun
level ekologis dalam suatu komunitas meliputi: 1) level individu, 2) level

LE
microsystem, 3) level organisasi, 4) level lokalitas masyarakat, dan 5) level
macrosystem (lihat Gambar 1).
Pada level individu, psikolog komunitas menilai hubungan timbal
balik antara individu dengan lingkungan secara umum. Faktor lingkungan

SA
apa saja yang mempengaruhi individu mengembangkan perilaku protektif
maupun perilaku resiko tertentu. Pada level microsystem, psikolog
komunitas tertarik melihat interaksi individu dengan sistem terdekatnya
secara langsung seperti keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan rekan
kerja. Selanjutnya pada level organisasi, psikolog komunitas melakukan
analisis peran microsystem yang lebih besar seperti sekolah, organisasi
R
keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan. Pada level lokalitas, penting
melihat nilai-nilai dan norma-norma yang khas dari masyarakat setempat.
Pada level organisasi ini terdapat sekumpulan organisasi yang terlibat.
FO

Sebagai contoh, koalisi masyarakat yang dibentuk untuk mengatasi kasus


konsumsi alkohol di daerahnya merupakan bentuk dari level lokalitas
dalam masyarakat. Terakhir, level macrosystem merupakan kelompok
sosial, budaya, kebijakan pemerintah, dan kondisi ekonomi yang berada di
luar jangkauan masyarakat tetapi mempengaruhi dan dapat dipengaruhi
oleh masyarakat.
T

2. Konsep kesehatan mental komunitas


NO

Layanan kesehatan mental konvensional berpusat pada Rumah Sakit


Jiwa dan layanan rawat inap bagi penderita gangguan jiwa. Layanan
ini dirasa tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
sesungguhnya besar dan dianggap “mengabaikan” kelompok marginal
(misalnya masyarakat miskin dan pendidikan rendah). Konsep layanan
kesehatan mental konvensional menekankan para penderita gangguan
mental untuk secara aktif mengakses layanan yang tersedia, padahal
tak jarang masyarakat mengalami hambatan-hambatan untuk dapat
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 343
343
mengakses layanan tersebut. Layanan konvensional ini menyebabkan
gap antara masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan mental
dengan jumlah yang dapat dilayani.
Pada tahun 1955 di Amerika mulai terjadi perubahan konsep layanan
kesehatan mental yang difokuskan pada komunitas/masyarakat. Konsep

LE
ini diwujudkan melalui pendirian community mental health centers di
seluruh wilayah Amerika. Layanan kesehatan mental komunitas ini
menyediakan lima layanan utama, meliputi: layanan rawat inap, layanan
rawat jalan, partial hospitalization (misal: pasien hanya berada di layanan

SA
kesehatan di malam hari), layanan gawat darurat 24 jam, dan layanan
konsultasi yang beragam. Di samping kelima layanan tersebut, layanan
kesehatan mental komunitas juga diharapkan dapat memberikan layanan
diagnosis, rehabilitasi, penelitian, pelatihan, dan evaluasi. Pada intinya
layanan kesehatan mental komunitas diharapkan memegang peran sentral
sehingga dapat menutup treatment gap dan meningkatkan akses kelompok
R
yang selama ini kurang terlayani terhadap layanan kesehatan mental yang
dibutuhkan. Konsep utama yang perlu dipahami dari konsep kesehatan
mental komunitas adalah pentingnya pengembangan layanan kesehatan
FO

mental yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali, baik
melalui pendirian fasilitas layanan kesehatan mental komunitas maupun
program-program berbasis komunitas.

3. Konsep pencegahan
Konsep utama ketiga dalam Psikologi Komunitas adalah konsep
T

pencegahan. Psikologi Komunitas lebih berfokus pada pencegahan


dibandingan penyembuhan masalah yang ada di komunitas. Pada
NO

dasarnya hal yang melatarbelakangi konsep pencegahan atau prevensi


adalah bahwa secara biaya jangka panjang, program pencegahan
lebih efisien dibandingkan perawatan satu persatu individu yang telah
mengalami masalah kesehatan mental. Konsep pencegahan atau prevensi
terdiri dari tiga level, meliputi: 1) prevensi primer, 2) prevensi sekunder,
dan 3) prevensi tersier.
Program prevensi primer bertujuan untuk mengurangi jumlah
insiden/ kasus gangguan mental baru dalam masyarakat seperti HIV/
344 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

AIDS, depresi, dan penyalahgunaan narkoba. Adapun program prevensi


sekunder bertujuan untuk melakukan deteksi dini dan penanganan dini
sehingga gangguan mental tidak berkembang. Terakhir, prevensi tersier,
bertujuan untuk mengurangi durasi dan dampak negatif dari gangguan
mental yang sudah terjadi.

LE
Alternatif model prevensi lain adalah yang dikemukakan oleh Institute
of Medicine (IOM), yaitu: 1) universal preventive intervention, 2) selective
preventive intervention, dan 3) indicated preventive intervention. Universal
preventive intervention memiliki karakteristik menyasar seluruh populasi

SA
secara keseluruhan tanpa terkecuali. Selective preventive intervention
menyasar kelompok resiko dalam populasi dengan tingkat resiko
setidaknya di atas rata-rata populasi umum. Terakhir, indicated preventive
intervention menyasar kelompok resiko tinggi yang telah menunjukkan
gejala gangguan mental meskipun masih ringan atau belum terkategori
klinis.
R
4. Promosi dan pemberdayaan
Konsep utama keempat dari Psikologi Komunitas adalah promosi dan
FO

pemberdayaan. Promosi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat. Pemberdayaan menekankan pada pelibatan masyarakat
sehingga memunculkan rasa berdaya, mampu, dan memiliki kontrol atas
dirinya sendiri. Konsep pemberdayaan bertujuan untuk menghilangkan
rasa keterasingan atau alienasi masyarakat dari program yang diterapkan.
Konsep pemberdayaan juga mengandung paradigma bahwa masyarakat
T

memiliki pengetahuan tentang kondisinya sendiri dan dapat diajak


berkolaborasi dengan psikolog komunitas untuk mengidentifikasi sumber
NO

daya yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat serta mencegah munculnya problem kesehatan mental
masyarakat.
5. Keragaman/diversity
Apresiasi terhadap keragaman menjadi konsep utama selanjutnya
dari Psikologi Komunitas. Dalton dkk. (dalam Trull & Prinstein,
2013) menyebutkan sembilan dimensi keragaman individu yang perlu
dipertimbangkan, yaitu: budaya, ras, etnis, gender, orientasi seksual,
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 345
345
abilitas/disabilitas, usia, dan status sosial ekonomi/ kelas sosial. Keragaman
tersebut bersifat kontekstual sesuai komunitas setempat. Yang terpenting
adalah psikolog komunitas perlu memiliki kompetensi budaya dan sensitif
mempertimbangkan keragaman yang terdapat dalam komunitas saat
mengembangkan suatu program intervensi komunitas.

LE
6. Konsep intervensi sosial dan perubahan komunitas
Konsep intervensi konvensional menekankan pada peran individu dalam
mengatasi masalahnya sendiri. Ketika seorang individu masih belum
mampu menyelesaikan masalahnya, maka kesalahan dan tanggung

SA
jawab ada pada individu tersebut. Dalam Psikologi Komunitas, tanggung
jawab pribadi tetap ada, tetapi Psikologi Komunitas juga melihat bahwa
individu tidak berada di ruang hampa, tetapi dipengaruhi juga oleh
lingkungan sosialnya. Untuk dapat membantu mengatasi problem
individu, lingkungan sosial yang merugikan dan melemahkan individu
perlu diubah. Sebaliknya lingkungan sosial yang berpotensi menguatkan
R
individu perlu ditingkatkan. Dengan demikian, perilaku “menyalahkan
korban” tidak relevan lagi untuk dilakuan dalam kerangka intervensi
FO

sosial. Masyarakat dan pemerintah selalu ikut bertanggung jawab atas


permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Konsekuensinya adalah
solusi perlu dikembangkan dan diterapkan bersama-sama oleh masyarakat
secara kolektif.

LATIHAN
T

Diskusikan dalam kelompok terdiri dari 4-5 orang kasus-kasus berikut


NO

ini. Lakukan analisis multilevel ekologis terhadap kasus tersebut dan


susunlah rancangan program pencegahan untuk kasus tersebut dengan tetap
memperhatikan konsep utama Psikologi Komunitas lainnya!
1. Geng motor remaja yang melakukan pembacokan terhadap orang di
jalan.
2. Kecanduan game online pada remaja.
3. Perilaku seksual beresiko pada remaja.
4. Kekerasan seksual pada anak dan perempuan.
5. Bullying di sekolah.
346 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

RANGKUMAN
Terdapat enam konsep utama dalam Psikologi Komunitas menurut Trull
& Prinstein (2013), yaitu: 1) kerangka dan analisis multilevel ekologis, 2)
konsep kesehatan mental komunitas, 3) konsep pencegahan, 4) promosi dan

LE
pemberdayaan, 5) keragaman/diversity, dan 6) konsep intervensi sosial dan
perubahan komunitas.

TES FORMATIF

SA
Pilihan Ganda
1. Berikut ini merupakan level ekologis dalam suatu komunitas, kecuali:
a. Individu
b. Mikrosistem
c. Monosistem
R
d. Makrosistem
e. Organisasi
FO

2. Menutup treatment gap adalah inti tujuan dari konsep utama ... dalam
Psikologi Komunitas.
a. Kesehatan mental komunitas
b. Pencegahan
c. Promosi dan pemberdayaan
d. Keragaman
T

e. Intervensi sosial
3. Program peningkatan kemampuan coping pada remaja dalam menghadapi
NO

stres harian merupakan bentuk prevensi ...


a. Primer
b. Sekunder
c. Tersier
d. Indikatif
e. Selektif
4. Program skrining gangguan perkembangan pada anak usia dini di sekolah
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 347
347
adalah bentuk prevensi ...
a. Primer
b. Sekunder
c. Tersier
d. Indikatif

LE
e. Selektif
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari konsep
utama ... dalam Psikologi Komunitas.
a. Kesehatan mental komunitas

SA
b. Pencegahan
c. Promosi dan pemberdayaan
d. Keragaman
e. Intervensi sosial
R
UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
FO

menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.

TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet mengenai contoh program prevensi, promosi, dan konsep kesehatan
T

mental komunitas untuk meningkatkan pemahaman terkait sub bab ini.


NO

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


Pilihan Ganda
1. C
2. A
3. A
4. B
5. C
348 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

10.5 METODE DAN AREA PENELITIAN PSIKOLOGI


KOMUNITAS

Uraian

LE
Area penelitian Psikologi Komunitas bersifat luas mulai dari kuantitatif
hingga kualitatif, mulai dari desain eksperimen hingga riset aksi (action
research). Tujuan penelitian dalam Psikologi Komunitas tak lain adalah
untuk memahami fenomena yang terjadi di komunitas. Metode penelitian

SA
kualitatif digunakan dalam Psikologi Komunitas untuk mendeskripsikan
fenomena secara mendalam, memahami konteks, memperoleh insight baru,
dan memberikan kesempatan bagi populasi marginal untuk menyuarakan
pendapatnya. Contoh dari metode penelitian kualitatif yang dapat diterapkan
dalam Psikologi Komunitas antara lain adalah wawancara kualitatif, observasi
partisipan, dan diskusi kelompok terarah.
R
Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis,
melakukan asesmen kebutuhan, dan melakukan evaluasi program. Desain
penelitian kuantitatif dalam Psikologi Komunitas dapat berupa penelitian
FO

eksperimen, kuasi-eksperimen, atau survei. Metode selanjutnya yang juga


dapat diterapkan dalam Psikologi Komunitas adalah metode penelitian
campuran (mixed methods). Penggunaan metode campuran bertujuan untuk
saling melengkapi informasi dan data yang dibutuhkan dalam melakukan
asesmen kebutuhan, pengembangan program, implementasi program, dan
evaluasi program.
T

Adapun area atau topik penelitian dalam Psikologi Komunitas juga


beragam, sesuai dengan kebutuhan. Area penelitian dilakukan dalam
NO

berbagai level ekologis seperti yang telah dibahas sebelumnya. Sejumlah


topik yang banyak dijadikan indikator dalam Psikologi Komunitas antara
lain: masalah-masalah sosial yang mendesak, stres dan kesehatan mental,
komunitas dan kualitas hidup, dan rasa komunitas/sense of community.
Masalah-masalah sosial yang mendesak di masyarakat seperti diskriminasi,
kemiskinan, pendidikan siswa minoritas, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS,
tunawisma, dan masalah yang dialami oleh kelompok marginal. Topik stres
dan kesehatan mental banyak diteliti oleh psikolog komunitas, khususnya
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 349
349
terkait hubungan antara stres, coping, dukungan sosial, dan kesejahteraan
psikologis pada komunitas. Kualitas hidup juga menjadi indikator yang banyak
digunakan untuk mengevaluasi program intervensi komunitas. Identifikasi
faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kualitas hidup individu
maupun komunitas digunakan sebagai dasar mengembangkan program

LE
seperti meningkatkan kohesivitas masyarakat, menciptakan sistem dukungan
masyarakat, mengembangkan struktur peran dan menciptakan kepemimpinan
yang berkontribusi bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pelibatan
struktur organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan yang ada menjadi

SA
poin penting di sini.
Area atau topik selanjutnya yang juga banyak diteliti dalam Psikologi
Komunitas adalah rasa komunitas/sense of community. Rasa komunitas
terbukti menjadi indikator yang baik dari keberhasilan suatu program
intervensi komunitas. Masyarakat dengan rasa komunitas yang tinggi dicirikan
memiliki rasa keanggotaan, pengaruh, integrasi, pemenuhan kebutuhan, dan
R
dapat berbagi hubungan emosional dengan komunitasnya, baik komunitas
berbasis relasional (misalnya: organisasi profesi) maupun berbasis geografis.
FO

LATIHAN
Carilah satu artikel jurnal mengenai kajian Psikologi Komunitas kemudian
lakukan reviu terhadap artikel jurnal tersebut!
T

RANGKUMAN
Metode penelitian yang digunakan dalam Psikologi Komunitas terdiri dari
NO

metode penelitian kuantitatif (misal: eksperimen, survei, dll.), kualitatif (misal:


wawancara, observasi, diskusi kelompok terarah, dll.), dan metode campuran.
Adapun area atau topik penelitian dalam Psikologi Komunitas antara
lain: masalah-masalah sosial yang mendesak, stres dan kesehatan mental,
komunitas dan kualitas hidup, dan rasa komunitas/ sense of community.
350 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

TES FORMATIF
Isian Singkat
1. Metode penelitian yang lebih sesuai digunakan ketika psikolog komunitas
hendak mengetahui sudut pandang dari kelompok marginal dalam suatu

LE
komunitas adalah metode penelitian ...
2. Menguji hipotesis dalam intervensi Psikologi Komunitas adalah tujuan
dari metode penelitian ...
3. Metode penelitian yang digunakan dengan tujuan saling melengkapi

SA
informasi dan data yang dibutuhkan dalam program Psikologi Komunitas
adalah metode penelitian ...
4. Seorang psikolog komunitas tinggal di komunitas yang menjadi target
program selama beberapa hari untuk mengetahui kebutuhan dan kekuatan
yang terdapat dalam komunitas tersebut, merupakan bentuk metode
penelitian dengan teknik ...
R
5. Psikolog komunitas menyebarkan kuesioner untuk mengetahui kualitas
hidup masyarakat pasca program intervensi komunitas, merupakan
FO

penerapan metode penelitian dengan teknik ...

UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke sub bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
T

tidak 80% benar.


NO

TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui
internet mengenai contoh topik dan metode penelitian Psikologi Komunitas
untuk meningkatkan pemahaman terkait sub bab ini.
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 351
351

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


Isian Singkat
1. Kualitatif
2. Kuantitatif

LE
3. Campuran (mixed methods)
4. Observasi partisipan
5. Survei

SA
10.6 METODE INTERVENSI DAN PERUBAHAN
DALAM PSIKOLOGI KOMUNITAS
Uraian
Terdapat banyak metode intervensi dan perubahan yang diterapkan dalam
R
Psikologi Komunitas. Berikut adalah beberapa contoh metode yang biasa
digunakan dalam program intervensi komunitas.
1. Konsultasi
FO

Konsultasi adalah metode atau teknik intervensi yang digunakan ketika


sumber daya manusia profesional kesehatan mental terbatas di tengah
komunitas. Layanan konsultasi diberikan kepada berbagai pihak yang
dapat menjadi perpanjangan tangan dari profesional kesehatan mental
dalam mengatasi problem kesehatan mental masyarakat.
T

2. Hospitalisasi
Alternatif dari hospitalisasi konvensional (rawat inap di Rumah Sakit)
NO

adalah dengan membentuk tempat singgah bagi komunitas yang memiliki


problem kesehatan mental tertentu. Di tempat singgah ini, atau tempat
tinggal sementara ini, masyarakat dengan problem kesehatan mental
tertentu dapat belajar untuk hidup secara mandiri dan mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup secara mandiri.
3. Intervensi dini pada masa kanak-kanak
Sebagaimana prevensi begitu ditekankan oleh Psikologi Komunitas,
intervensi dini pada masa kanak adalah bentuk prevensi yang paling dini
352 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

yang dianggap penting. Melalui identifikasi faktor protektif dan faktor


resiko pada masa kanak-kanak, dapat dikembangkan dan diterapkan
program intervensi dini untuk mencegah munculnya problem kesehatan
mental individu di kemudian hari.

LE
4. Self-help
Psikologi Komunitas mendorong masyarakat untuk dapat berdaya dan
tidak bergantung pada profesional kesehatan mental yang jumlahnya
terbatas. Salah satu metode intervensi yang dikembangkan untuk tujuan
ini adalah pengembangan program self-help atau bantu diri. Dengan

SA
disusunnya panduan sederhana yang mudah dipahami masyarakat,
masyarakat dengan problem kesehatan mental tertentu dapat mencoba
membantu dirinya sendiri secara mandiri dengan mempraktikkan saran-
saran praktis dari program bantu diri tersebut. Ketika sudah mencoba
mempraktikkan program bantu diri dan masih merasa kesulitan,
masyarakat dapat mencoba meminta bantuan terlebih dulu kepada
R
paraprofesional.
5. Paraprofesional
FO

Paraprofesional merupakan masyarakat umum yang sengaja dilatih


dengan keterampilan layanan kesehatan mental sederhana sehingga dapat
memberikan bantuan kepada masyarakat sekitarnya yang mengalami
masalah kesehatan mental. Sejumlah penelitian saat ini telah menunjukkan
bahwa di komunitas-komunitas yang akses ke layanan kesehatan
mentalnya terbatas, adanya paraprofesional ini efektif membantu
T

mengatasi dan mengurangi masalah kesehatan mental umum yang ada di


masyarakat. Paraprofesional ini dilatih oleh profesional kesehatan mental
NO

dan disupervisi terlebih dulu sehingga dapat ditingkatkan kompetensinya


dalam memberikan layanan kesehatan mental sederhana.

LATIHAN
Carilah satu contoh metode intervensi dalam Psikologi Komunitas berdasarkan
materi yang telah disampaikan. Paparkan penerapan metode intervensi
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 353
353
tersebut. Diskusikan mengapa metode intervensi tersebut tepat (atau kurang
tepat) dalam mengatasi problem komunitas yang disasar!

RANGKUMAN

LE
Sejumlah metode intervensi dan perubahan dalam Psikologi Komunitas yang
biasa diterapkan adalah sebagai berikut: konsultasi, hospitalisasi, intervensi
dini pada masa kanak, self-help, dan paraprofesional.
TES FORMATIF

SA
Memasangkan
Berikut ini adalah bentuk-bentuk metode intervensi dalam Psikologi
Komunitas. Pasangkan pernyataan yang ada di kolom kiri dengan istilah
atau nama metode intervensi yang tepat di kolom kanan.
R
Soal Jawaban
1. Memberikan informasi mengenai cara A. Konsultasi
merawat orang dengan gangguan jiwa B. Hospitalisasi
FO

kepada masyarakat yang memiliki anggota C. Intervensi dini pada


keluarga dengan gangguan jiwa. masa kanak
2. Memberikan pelatihan kepada kader D. Self-help
kesehatan jiwa untuk memberikan E. Paraprofesional
konseling sederhana kepada warga
setempat.
3. Memberikan pelatihan pengasuhan efektif
T

kepada orangtua agar anak tumbuh dan


berkembang dengan optimal.
4. Menyusun buklet strategi sederhana untuk
NO

mengatasi problem kecemasan menghadapi


ujian.
5. Penyediaan panti sosial bagi penyalahguna
NAPZA.
354 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

UMPAN BALIK
Untuk dapat melanjutkan ke bab berikutnya, mahasiswa harus mampu
menjawab semua pertanyaan dalam tes formatif dalam materi ini, paling
tidak 80% benar.

LE
TINDAK LANJUT
Mahasiswa diminta untuk mencari referensi di perpustakaan dan atau melalui

SA
internet mengenai contoh penerapan metode intervensi dan perubahan dalam
Psikologi Komunitas untuk meningkatkan pemahaman terkait sub bab ini.
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
1. A 4. D
2. E 5. B
R
3. C
FO

DAFTAR PUSTAKA

Trull, T. J., & Prinstein, M. J. (2013). Clinical psychology, eighth edition.


Belmont, CA: Wadsworth, Cengage Learning.
Maton, K. I. (2004). Community psychology. Dalam C. Spielberger (Ed.),
Encyclopedia of applied psychology (pp. 421-428). Elsevier Academic Press.
T
NO

DAFTAR ISTILAH
Psikologi komunitas: kekhususan psikologi klinis yang berfokus pada
hubungan antara individu dan lingkugan sosialnya.
Sense of community: rasa keterikatan individu terhadap komunitasnya.
Treatment gap: jarak antara jumlah masyarakat yang membutuhkan treatment/
layanan psikologis dengan jumlah masyarakat yang telah menerima
treatment/layanan psikologis.
BAB 10  PSIKOLOGI KOMUNITAS 355
355
Prevensi primer: level pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi
kemunculan kasus kesehatan mental di masyarakat.
Prevensi sekunder: level pencegahan yang bertujuan untuk melakukan
deteksi dini anggota masyarakat yang memiliki problem kesehatan mental
sehingga tidak berkembang menjadi gangguan mental.

LE
Prevensi tersier: level pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi
keparahan dan mempercepat rehabilitasi pada anggota masyarakat yang
telah mengalami gangguan kesehatan mental.
Universal preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar

SA
seluruh anggota populasi.
Selective preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar
kelompok dengan risiko di atas rata-rata populasi umum.
Indicated preventive intervention: intervensi pencegahan yang menyasar
kelompok risiko tinggi dalam populasi.
Promosi: program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
R
masyarakat.
Kelompok marginal: kelompok masyarakat yang kurang beruntung atau
terpinggirkan di dalam populasi.
FO

Metode penelitian kuantitatif : metode penelitian yang menjadikan


data angka sebagai basis analisis datanya.
Metode penelitian kualitatif: metode penelitian yang menjadikan data berupa
kata-kata (selain angka) sebagai basis analisis datanya.
Konsultasi: pemberian informasi oleh pihak yang memiliki keahlian di
T

bidang tertentu kepada individu/instansi.


Hospitalisasi: pembuatan tempat singgah atau tempat tinggal sementara
dalam rangka mempersiapkan individu dengan problem kesehatan mental
NO

untuk kembali berbaur di masyarakat.


Intervensi dini: intervensi yang dilakukan secara awal untuk mencegah
munculnya permasalahan di masa yang akan datang.
Self-help: bantu-diri, metode intervensi yang dilakukan dengan cara
memberikan panduan kepada individu dengan problem kesehatan mental
untuk membantu dirinya sendiri.
Paraprofesional: non-profesional (masyarakat biasa) yang dilatih untuk
memberikan layanan sederhana di bidang kesehatan mental.
356 BUKU AJAR PSIKOLOGI KLINIS

INDEKS

Abraham maslow 111 Pengondisian operan 105

LE
Ajaran timur 120 Proses intrapsikis 92
APA 10, 14 Psikofarmakologi 164
Asesmen klinis 182, 183, 184 Psikologi abnormal 140, 144, 147
DSM 142, 229 Psikologi forensik 169
Epidemiologi 38 Psikologi humanistik 113

SA
Etika 52 Psikologi kesehatan 154
Freud 6 Psikologi klinis 3, 10, 68, 76, 244
Freud 96, 100 Psikologi komunitas 172
HIMPSI 23, 24 Psikologi perkembagan 71
Hippocrtes 6 Psikologi Sosial 76
Informed consent 53 Psikologi transpersonal 122
R
Jung 96 Psikologi umum 69
Kesehatan mental 150 Psikoneuroimunologi 161
Ketidaksadaran 94 Psikopatologi 220
FO

Kode etik psikologi indonesia 192 Siddharta Gautama 121


Lightner witmer 10 Simtomatologi 222
Mindfulness 88, 125 Stress 73, 74, 75
Observasi 36, 37 Terapi keluarga 100
Pavlov 103 Wilhelm wundt 10
Pengkondisian klasik 104
T
NO

Anda mungkin juga menyukai