Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus sering disebut sebagai silent killer. Manusia kerap

tidak menyadari apabila dirinya telah menderita diabetes sehingga

mengalami keterlambatan dalam menanganinya. Diabetes melitus

merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang saat ini

menjadi ancaman serius kesehatan global (Kemenkes RI, 2018). 73%

kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35%

diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh

kanker 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes dan 15%

disebabkan oleh PTM lainnya (WHO, 2018).

Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh

peningkatan kadar glukosa darah (gula darah), yang dari waktu ke waktu

menyebabkan masalah serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal

dan saraf (WHO, 2021). Diabetes yang paling umum adalah diabetes tipe

2 pada orang dewasa yaitu ketika tubuh resisten terhadap insulin atau tidak

mampu membuat cukup insulin (WHO, 2021). Diabetes merupakan

permasalahan sangat besar dan terus meningkat ditingkat global. 415 juta

orang dewasa hidup dengan diabetes di tahun 2015 dan jumlahnya

diperkirakan meningkat menjadi 642 juta orang atau sekitar 1 diantara 10

orang dewasa pada tahun 2040 (Internatinal Diabetes Federation, 2019).


Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 oleh

Depertemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus

di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar

2%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi

diabetes melitus pada tahun 2013 sebesar 1.5%. Namun, prevalensi

diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari

6.9% pada 2013 menjadi 8.5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan

sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita

diabetes.

Gambaran prevalensi diabetes menurut provinsi pada tahun 2018 juga

menunjukkan provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki prevalensi terendah

sebesar 0.9% sementara DKI Jakarta memiliki prevalensi tertinggi sebesar

3%. Prevalensi diabetes di Kalimantan Barat berdasarkan diagnosis dokter

yang ditentukan oleh keteraturan dan kepatuhan pencatatan rekam medis

sebesar 1.6%.

Semua jenis diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi pada

setiap bagian tubuh dan dapat meningkatkan risiko kematian dini.

Kemungkinan komplikasi termasuk gagal ginjal, amputasi kaki,

kehilangan penglihatan dan kerusakan saraf. Orang dewasa dengan

diabetes juga memiliki dua hingga tiga kali lipat peningkatan risiko

serangan jantung dan stroke. Pada kehamilan, diabetes yang tidak

terkontrol dengan baik dapat meningkatkan risiko kematian janin dan

komplikasi lainnya (WHO, 2021).


Faktor risiko dari diabetes melitus adalah perubahan gaya hidup yang

cenderung kurang aktivitas fisik, diet tidak sehat dan tidak seimbang,

obesitas, hipertensi, hiperkolesterolemi, alkohol dan merokok (Sri Anani

dkk, 2012). Pengontrolan gula darah merupakan cara yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Terkontrolnya kadar gula darah

tergantung pada penderita itu sendiri. Penderita dapat mengontrol kadar

gula darahnya dengan farmakologi dan non farmakologi. Secara

farmakologi penderita harus mematuhi peraturan pengobatan, sedangkan

dengan non farmakologi cara yang dapat ditempuh yaitu menjalankan gaya

hidup sehat (Sonta Imelda, 2018).

Seseorang dengan diabetes tipe II dapat hidup beberapa tahun tanpa

menunjukkan gejala apapun. Penyakit diabetes melitus dapat memberikan

dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya

kesehatan yang cukup besar. Peran keluarga pada asuhan keperawatan

sangat penting agar keluarga mengetahui perjalanan penyakit, perawatan

pasien dengan diabetes melitus di rumah dan sebagai support system bagi

pasien. Oleh karena itu sangan penting sekali upaya untuk dapat

mendeteksi, mendiagnosa dan memberikan asuhan keperawatan yang

komprehensif terhadap penderita diabetes melitus dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup sebagai manusia. Berdasarkan pemaparan di

atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah Diabetes Melitus dan

menyusun Karya Ilmiah Akhir (KIA) mengenai “Ketidakstabilan Kadar


Glukosa Darah (Diabetes Melitus Tipe II) pada Ny. J di RSAU dr.

Soetomo Kubu Raya”.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari laporan kasus ini dibagi dalam dua

tujuan yaitu:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan

keperawatan medikal bedah khususnya pada klien dengan Diabetes

Melitus Tipe II dengan masalah Ketidakstabilan kadar glukosa darah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hasil pengkajian klien kelolaan dengan masalah

ketidakstabilan kadar glukosa darah.

b. Mengetahui masalah keperawatan serta diagnosa klien kelolaan

dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah.

c. Mengetahui perencanaan keperawatan yang diberikan kepada klien

kelolaan dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah.

d. Mengetahui implementasi keperawatan yang dilakukan kepada

klien kelolaan dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa

darah.

e. Mengetahui evaluasi keperawatan yang telah dilakukan kepada

klien kelolaan dengan masalah.

f. Mengetahui gambaran analisis kesenjangan antara konsep teoritis

dengan kenyataan yang ada di lapangan tentang pelaksanaan


asuhan keperawatan pada klien dengan masalah ketidakstabilan

kadar glukosa darah (Diabetes Melitus) pada Ny. J di RSAU Dr.

Soetomo Kubu Raya Tahun 2021.

C. Sistematika Penulisan

Penulis menggunakan metode deskriptif dalam penulisan karya

ilmiah ini yaitu dengan cara pengumpulan data, mengorganisir data,

menganalisa data dan menarik kesimpulan dari kasus yang diambil. Data

yang diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini diperoleh dari studi

kepustakaan, anamnesa dan pengkajian fisik. Karya Ilmiah ini terdiri dari

5 BAB yang tersusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan

Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Landasan teori yang terdiri dari Konsep Dasar Masalah

Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah, Konsep Dasar

Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan Teoritis

Diabetes Melitus

BAB III : Asuhan Keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa,

Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

BAB IV : Pembahasan Proses Asuhan Keperawatan yang meliputi

Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan


Evaluasi serta Pembahasan Proses Praktik Profesi dalam

Pencapaian Target.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Definisi dan Konsep Masalah Utama yang Diangkat
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar
glukosa darah naik atau turun dari rentang normal (PPNI, 2017).
2. Etiologi
Penyebab ketidakstabilan kadar glukosa darah berdasarkan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) oleh PPNI tahun 2016 meliputi
a. Hiperglikemia
1) Disfungsi pankreas
2) Resistensi insulin
3) Gangguan toleransi glukosa darah
4) Gangguan glukosa darah puasa
b. Hipoglikemia
1) Penggunaan insulin atau obat glikemik oral
2) Hiperinsulinemia (mis. Insulinoma)
3) Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitari)
4) Disfungsi hati
5) Disfungsi ginjal kronis
6) Efek agen farmakologis
7) Tindakan pembedahan neoplasma
8) Gangguan metabolik bawaan (mis. Gangguan penyimpangan
lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)
3. Manifestasi Klinis
PPNI (2016) dalam bukunya Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) membagi gejala dan tanda ketidakstabilan kadar
glukosa darah dalam 2 kriteria, yaitu gejala dan tanda mayor serta gejala
dan tanda minor. Secara objektif gejala dan tanda mayor ditandai dengan
hipoglikemia (gangguan koordinasi dan kadar glukosa dalam darah atau
urin rendah); hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah atau urin tinggi)
sedangkan gejala dan tanda mayor secara subjektif ditandai dengan
hipoglikemia (mengantuk, pusing); hiperglikemia (lelah atau lesu). Gejala
dan tanda minor secara objektif ditandai dengan hipoglikemia (gemetar,
kesadaran menurun, perilaku aneh, sulit bicara, berkeringat);
hiperglikemia (jumlah urin meningkat) sedangkan gejala dan tanda minor
secara subjektif ditandai dengan hipoglikemia (palpitasi, mengeluh lapar);
hiperglikemia (mulut kering, haus meningkat).

B. Konsep Diabetes Melitus


1. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia kronis disertai gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein (Baynest, 2015). Diabetes melitus adalah
suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang yang ditandai oleh
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (Depkes RI, 2008).
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun
2019 diabetes melitus nerupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Evi Kurniawaty tahun 2014 menyebutkan
diabetes melitus mempunyai sindroma klinik yang ditandai adanya
poliuria, polidipsia dan polifagia disertai peningkatan kadar glukosa darah
atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postpandrial ≥
200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl).
2. Etiologi
DM tipe 1 adalah diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan
penghancuran sel – sel beta pankreas yang disebabkan oleh faktor genetik
penderita tidak mewarisi diabetes itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I
yaitu faktor imunologi (autoimun). Faktor lingkungan virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan ekstrusi sel
beta. DM tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin (Fitri Ayu Rohma (2019). Mekanisme yang menyebabkan
terjadinya resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes
melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik mempunyai peranan
penting dalam proses terjadinya resistensi insulin (Dewi, 2020).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi ˃ 4000 gram, riwayat
lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR atau < 2.500 gram). Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal
atau sentral, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak
sehat dan tidak seimbang (tinggi kalori), kondisi prediabetes yang
ditandai dengan toleransi glukosa terganggu (TGT 140-199 mg/dl) atau
gula darah puasa terganggu (GDPT <140 mg/dl) dan merokok (Kemenkes
RI, 2020).
Menurut Depkes RI tahun 2006 faktor risiko diabetes melitus tipe II
adalah sebagai berikut
Tabel 2.1 Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
Riwayat Diabetes dalam keluarga
Diabetes gestasional
Melahirkan bayi dengan BB > 4 kg
Kista ovarium (polycistyc overy syndrome)
IFG (impaired fasting glucose) atau IGT
(impaired glucose tolerance)
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20 – 59 tahun : 8.7%
>65 tahun : 18%
Etnik/ ras
Hipertensi >140/90 mmHg
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah < 35 mg/dl
Kadar tipid darah tinggi > 250 mg/dl
Faktor – faktor lain Kurang olahraga
Pola makan rendah serat

4. Klasifikasi
Tabel 2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Deskripsi
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan
defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
Diabetes melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua
gestasional atau ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan
tidak didapatkan diabetes.
Tipe spesifik - Sindroma diabetes monogenik (diabetes
yang berkaitan neonatal, matury – onset diabetes of the young
dengan penyebab [MODY])
lain - Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,
pankreatitis)
- Disebabkan oleh obat atau zat kimia misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/
AIDS atau setelah transplantasi organ.
Sumber: Perkeni, 2019

Tabel 2.3 Perbandingan Perbedaan DM Tipe I dan DM Tipe II


DM Tipe I DM Tipe II
Mulai muncul Umumnya masa Pada usia tua,
kanak-kanak dan umumnya > 40 tahun
remaja, walaupun ada
juga pada masa
dewasa < 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar insulin darah Rendah, tidak ada Cukup tinggi, normal
Berat Badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, Diet, olahraga, obat
disarankan olahraga hipoglikemik orak
(Sumber: Depkes RI, 2005)

5. Manifestasi klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM adalah:
a. Poliuria
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi normal. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering
terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung
glukosa (Perkeni, 2011).
b. Polidipsia
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (Titik Suryaningsih, 2018).
c. Polifagia
Penderita diabetes akan merasa cepat lapar dan lemas, dikarenakan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis, sedangkan kadar glukosa
dalam darah cukup tinggi (Perkeni, 2011).
d. Penyusutan berat badan
Penurunan berat badan pada penderita diabetes disebabkan kerena
tubuh mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi
(Subekti, 2009 dalam Titik Suryaningsih, 2018).
6. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan (Muji Raharjo, 2018).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang diberikan. Namun demikian jika sel – sle beta tidak
mampu mengimbanginya, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadilah DM Tipe II (Hendri, 2019).
Menurut Brunner and Suddarth tahun 2013 dalam Titik Suryaningsih
(2018) apabila konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotc. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidpsia).

7. Pathway

Obesitas, usia, genetik DM Tipe II

Penurunan fungsi Sel beta pankreas

Gangguan sekresi
insulin

Produksi insulin
menurun

Ketidakseimbangan
produksi insulin

Penurunan sekresi
intrasel

Insulin tidak terikat khusus


dengan reseptor khusus
pada permukaan sel

Gula dalam darah tidak


dapat dibawa masuk oleh sel

Hiperglikemia

Glukosa dalam darah tidak stabil


Ketidakstabilan kadar glukosa darah

Sumber: Sonya Kristina (2019), Ekananda Miftachul Janah (2019)

8. Komplikasi
a. Hipoglikemia
Serangan hipoglikemia ditandai dngan perasaan pusing, lemas,
gemetar, mata berkunang – kunang, keringat dingin, detak jantung
meningkat, sampai hilang kesadaran (Widodo, 2014). Kadar glukosa
darah ≤ 50 mg/dl merupakan tanda hipoglikemia. Dosis obat anti
diabetes atau insulin terlalu tinggi, makan terlalu sedikit, olahraga
terlalu berat, minum alkohol dan depresi merupakan hal yang dapat
mengakibatkan kondisi hipoglikemia.
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah tiba –
tiba melonjak. Hal ini disebabkan antara lain oleh stress, infeksi dan
konsumsi obat – obatan tertentu. Hiperglikemia yang berlangsung
lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya antara lain ketoasidosis diabetikum ( Widodo, 2014).
c. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler yang dapat menyerang penderita diabetes
melitus adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah
otak, dan penyakit pembuluh darah perifer.
d. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler yang timbul antara lain retinopati,
nefropati dan neuropati.
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Perkeni tahun 2015 diagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena.

Tabel 2.4 Kategori Diagnosis Diabetes Melitus


Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan bebas glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan
klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP)
(Sumber: Perkeni, 2015)

Tabel 2.5 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes


dan Prediabetes
HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma
puasa (mg/dl) 2 jam setelag
TTGO (mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-diabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 70 – 99 70 – 139
(Sumber: Perkeni, 2015)
10. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan diabetes melitus tipe II adalah meningkatkan
kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksaan meliputi tujuan
penatalaksanaan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan
penatalaksanaan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan tanda
DM, mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian
glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah untuk
mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler serta neuropati diabetikum. Menurut Brunner & Suddarth
(2015) ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus:
a. Diet yang tepat
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes melitus. Menurut Depkes RI menetapkan
bahwa kebutuhan kalori individu dewasa sebesar 2000 kkal/ hari.
b. Latihan fisik
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Latihan dapat menurunkan berat badan, mengurangi stress dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan ini juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-Kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total trigliserida. Prinsipnya tidak perlu
olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan
sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
c. Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
Self Monitoring Of Blood Glucose atau pemantauan kadar glukosa
darah secara mandiri memungkinkan deteksi dengan pencegahan
hipoglikemia serta hiperglikemia dan berperan untuk menentukan
kadar glukosa darah normal sehingga penderita diabetes melitus dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara
optimal.
d. Terapi obat oral atau insulin
Terapi obat seperti obat hipoglikemik, insulin maupaun kombinasi
keduanya diberikan jika pengaturan diet dan olahraga belum berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah (Depkes RI, 2006).

1) Insulin
Sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar
gula darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi
insulin akan meningkat. Sebaliknya apabila kadar gula rendah,
maka sekresi insulin juga akan menurun. Efek kerja insulin adalah
membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekuranga
insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya glukosa darah akan meningkat dan
sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi. Sediaan
insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umunya
dikemas dalam bentuk vial. Selain itu juga tersedia insulin dalam
bentuk pompa. Penyuntikan dilakukan subkutan. Lokasi
penyuntikan yaitu abdomen (penyerapan paling cepat), lengan,
paha bagian atas dan bokong.
2) Terapi obat hipoglikemik oral
Obat – obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk
membantu penanganan pasien DM tipe II. Pemilihan obat
hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan
terapi diabetes. Farmakologi hipoglikemik oral dapat dilakukan
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis
obat.
e. Pendidikan Kesehatan
Edukasi dan informasi yang tepat dapat meningkatkan kepatuhan
penderita dalam menjalani program pengobatan yang komprehensif,
sehingga pengendalian kadar glukosa darah dapat tercapai (Nurlaili
Haida Kurnia Putri dkk, 2013). Upaya pencegahan dapat dilakukan
dengan tiga tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk
mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi umum misalnya
dengan kampanye makanan sehat dan penyuluhan bahaya DM.
Pencegahan sekunder yaitu upaya mencegah dan menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang menderita penyakit DM dengan
pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyakit.
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi
atau kecacatan melalui penyuluhan dan penkes. Upaya ini melibatkan
semua pihak baik dokter, perawat, ahli gizi, keluarga dan pasien itu
sendiri. Perawat sebagai edukator sangat berperan untuk memberikan
informasi yang tepat pada pasien DM tentang penyakit, pencegahan,
komplikasi, pengobatan dan pengelolaan DM termasuk didalamnya
memberi motivasi dan meningkatkan efikasi diri.
C. Pengkajian
Menurut Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar tahun 2013 dalam
Dewi 2020 pengkajian adalah langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:
1) Pengumpulan data
a) Anamnesa
1.1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku
bangsa, nomor rekam medik, tanggal masuk RS dan diagnosa
medis.
1.2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan yang menyebabkan klien
mencari pertolongan. Biasanya pasien mengeluh sering lapar
(polifagi), disertai banyak kencing (poliuri) dan banyak minum
(polidipsi), sudah makan tapi mengeluh lemah, nafsu makan
menurun (mungkin disertai mual atau muntah), berat badan
yang terus menurun secara signifikan dibawah BB ideal,
keluhan pusing, tremor, kesemutan, kurang sensitifitas rasa,
ataupun komplikasi diabetes melitus tipe II yang lalu seperti
hipertensi, nefropati dan neuropati.
1.3) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah riwayat yang
menyebabkan klien masuk rumash sakit saat ini. Biasanya
penderita berobat karena ada keluhan mual dan tiga gejala
khas, kelemahan, mati rasa, kesemutan, sakit kepala,
pandangan mata kabur, perubahan mood, luka atau bisul yang
tidak kunjung sembuh.
1.4) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat yang menggambarkan keadaan kesehatan klien
dimasa lalu yang mendasari DM tipe II.
1.5) Riwayat keluarga
DM merupakan penyakit herediter sehingga perlu ditanyakan
apakah ada anggota yang menderita DM tipe II.
1.6) Riwayat psikososial
Klien yang menderita DM biasanya mengalami denial dan
akan takut mengkonsumsi makanan sembarangan atau malah
enggan mengatur makanannya karena sudah merasa bosan
dengan penyakitnya yang bersifat kronis.
b) Pemeriksaan fisik
1.1) Keadaan umum
Biasanya klien tampak lemah
1.2) Vital sign
Terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan DM bisa tinggi atau
normal. Sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
1.3) Kepala dan rambut
Meliputi bentuk kepala, keadaan kulit kepala, keadaan dari
penyebaran rambut, bau rambut, ekspresi muka, bentuk muka,
kulit muka dan keadaan muka.
1.4) Integumen
Kulit akan tampak pucat jika kekurangan hemoglobin dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit tidak elastis. Kulit terasa
gatal mungkin terjadi ketika terjadi komplikasi.

1.5) Pernafasan
Pada pasien DM mudah terjadi infeksi, menkaji sesak napas,
batuk, sputum dan nyeri dada
1.6) Kardiovaskuler
Menurunnya perfusi jaringan, nadi perifer lemah/ berkurang,
takikardi/ bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia,
kardiomegali.
1.7) Gastrointestinal
Terdapat polifagi, mual, muntah, polidpsi, diare, susah BAB,
dehidrasi, perubahan BB, peningkatan lingkar abdomen,
kelebihan BB.
1.8) Urinary
Rasa panas/ sakit saat berkemih, poliuri, inkontinensia urine
dan retensio urin.
1.9) Musculoskeletal
Adanya gangren di ekstremitas, penyebaran lemak, nyeri dan
lemah, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan serta
cepat lelah.
1.10) Neurologis
Mengakibatkan penurunan sensoris, parasthesia, anestesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami
penyakit diabetes melitus yaitu (PPNI, 2016):
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pankreas
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
4. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
E. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).

Tabel 2.6 Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018 dan PPNI, 2019)

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil


Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah berhubungan keperawatan selama …x… Observasi
dengan disfungsi pankreas, jam, diharapkan kadar a. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
resistensi insulin glukosa darah dalam rentang b. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
normal dengan kriteria hasil: c. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
a. Kesadaran meningkat d. Monitor intake dan output cairan
(skor 5) Terapeutik
b. Pusing menurun (skor 5) a. Berikan asupan cairan oral
c. Mengantuk menurun b. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
(skor 5) hiperglikemia tetap ada atau memburuk
d. Letih/lesu menurun (skor Edukasi
5) a. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar gula darah lebih
e. Keluhan lapar menurun dari 250 mg/dl
(skor 5) b. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
f. Kadar glukosa dalam c. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
darah membaik (skor 5)
d. Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

Manajemen Hipoglikemia
Observasi
a. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
b. Identifikasi penyebab kemungkinan hipoglikemia
Terapeutik
a. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
b. Berikan glukagon, jika perlu
c. Pertahankan kepatenan jalan napas
d. Pertahankan akses IV line, jika perlu
e. Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
b. Anjurkan monitor glukosa darah
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
dengan ketidakmampuan keperawatan selama …x… Observasi
mengabsorbsi nutrien jam, diharapkan nutrisi a. Identifikasi status nutrisi
adekuat dengan kriteria b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
hasil: c. Identifikasi makanan yang disukai
a. Porsi makan yang d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
dihabiskan meningkat e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
(skor 5) f. Monitor asupan makanan
b. Berat badan membaik g. Monitor berat badan
(skor 5) h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
c. IMT membaik (skor 5) Terapeutik
d. Perasaan cepat kenyang a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
menurun (skor 5) b. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
c. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
d. Berikan suplemen makanan jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis.pereda nyeri, antimietik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas kulit
berhubungan dengan proses keperawatan selama …x… Observasi
sirkulasi, neuropati perifer jam, diharapkan integritas a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
kulit adekuat dengan kriteria perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
hasil: mobilitas)
a. Kerusakan jaringan Terapeutik
menurun (skor 5) a. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b. Kerusakan lapisan kulit b. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
menurun (skor 5) c. Bersihkan perianal dengan air hangat, terutama selama
periode diare
d. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
e. Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
f. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
a. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
b. Anjurkan minum air yang cukup
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
f. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
g. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

Perawatan Luka
Observasi
a. Monitor karakteristik luka (mis.drainase, warna, ukuran,
bau)
b. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
c. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
d. Bersihkan jaringan nekrotik
e. Berikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi jika perlu
f. Pasang balutan yang sesuai jenis luka
g. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
h. Ganti balutan sesuai jumlah eksudt dan drainase
i. Jadwalkan perubahn posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
j. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/ hari dan
protein 1.25-1.5 g/kgBB/ hari
k. Berikan suplemen vitamin dan mineral
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
c. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
b. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
dengan kerusakan integritas keperawatan selama …x…
kulit atau jaringan jam, diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun dengan a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
(skor 1) c. Identifikasi respons nyeri non verbal
b. Meringis menurun (skor d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
1) nyeri
c. Sikap protektif menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(skor 1) f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
d. Gelisah menurun (skor 1) g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
e. Kesulitan tidur menurun h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
(skor 1) diberikan
f. Frekuensi nadi membaik i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
(skor 5) Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi bermain.
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis. narkotika, non-
narkotik atau NSAID)
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
e. Monitor efektifitas analgetik
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
c. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
F. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada tahap rencana
keperawatan ini diperlukan aplikasi secara konkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi kesehatan dan perawatan yang muncul
pada klien (Budiono, 2016)
G. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi antara lain:
mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan
keperawatan serta meneruskan rencana tindakan keperawatan (Budiono,
2016).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Gambaran studi kasus

Klien Ny. J berusia 65 tahun dirawat diruang perawatan RSAU Dr.

Mohammad Sutomo, sejak 28- 10- 2020 dengan Diabetes Melitus. Klien

mengeluh sulit makan dikarenakan mual dan muntah saat makanan masuk.

B. Data asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Inisial klien : Ny. J

Tempat tanggal lahir : Kubu, 19 juli 1955

Jenis kelamin : perempuan

Status kawin : menikah

Agama : islam

Pendidikan : sd

Alamat : Dusun karya bersama, Desa kubu, Kab. Kubu

Raya

Saudara yang mudah dihubungi:

Nama : An. A

Alamat : Dusun karya bersama, Desa kubu, Kab. Kubu

Raya

No. RM : 190722

b. Riwayat penyakit sekarang:


Klien mengatakan memiliki penyakit diabetes melitus sejak 1 tahun

yang lalu, klien datang kerumah sakit dengan keluhan tidak bisa

makan karena kalau makanan masuk klien mual dan muntah. Klien

mengtakan badan terasa lemah, wajah tampak pucat. klien

mengatakan berat badan turun saat masuk rumah sakit, BB sebelum

65 kg dan BB saat dirawat 54 kg. Klien juga mengeluh nyeri dikedua

lutut, klien tampak meringis.

Pengkajian nyeri:

P:-

Q: seperti ditusuk-tusuk

R: hanya pada lutut

S: skala 5

T: saat melakukan gerakan/ berjalan

c. Riwayat penyakit dahulu:

Ny. J mengatakan pernah dirawat dirawat di RSUD Dr. Soedarso

karena diabetes melitus sekitar 1 tahun yang lalu.

d. Faktor predisposisi

Ny. J mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat

diabetes melitus. Ny. J mengatakan dulu sering mengkonsumsi

minuman kemasan sachet.

e. Tindakan pengobatan

Ny. J mengatakan berobat ke dokter yang ada dipuskesmas tempat

tinggalnya dengan harapan penyakitnya dapat sembuh.


f. Riwayat keluarga

Ny. J mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang memiliki

penyakit berat, hanya demam, flu dan batuk yang sering dialami.

Genogram:

Keterangan:

: laki- laki

: perempuan

: meninggal dunia

:pasien/ klien

:tinggal serumah

: garis perkawinan

: garis keturunan

g. Riwayat lingkungan
Ny.J mengatakan lingkungan tempat tinggalnya cukup bersih, tidak

ada bahaya kesehatan, lingkungan rumah hanya banyak tanaman dan

pohon mangga dan jauh dari polutan/polusi.

h. Riwayat psikologis

Ny.J mengatakan bahasa yang digunakan adalah bahasa melayu,

Ny.J tidak mengikuti organisasi apapun dimasyarakat, ketika sakit

keluarga serta tetangga sekitar rumah sering berkunjung dan

memberikan dukungan agar cepat sembuh.

i. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Inspeksi: rambut mulai putih, tidak ada edema dan luka.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

2) Mata

Inspeksi: mata simetris, konjungtiva merah muda

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

3) Hidung

Inspeksi: hidung tampak simetris, tidak ada benjolan

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

4) Telinga

Inspeksi: bentuk telinga simetris, bersih dan tidak ada benjolan

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

5) Mulut dan tenggorokkan


Inspeksi: mukosa bibir tampak pucat, tidak ada candidiasis pada

lidah, tidak ada perdarahan pada gusi, gigi tampak

kekuningan, tidak ada peradangan pada tonsil, mukosa

bibir kering

6) Leher

Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada benjolan

Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri

tekan

7) Paru- paru

Inspeksi: tidak ada luka atau jejas pada dada, pergerakan dinding

dada simetris, RR: 20x/ menit

Auskultasi: terdengar vesikuler

Palpasi: tidak ada nyeri tekan

Perkusi: terdengar sonor

8) Jantung

Inspeksi: klien mengatakan tidak punya riwayat penyakit jantung,

TD: 110/ 80 mmHg, N: 105x/ menit

Auskultasi: S1 dan S2 terdengar jelas.

9) Abdomen

Inspeksi: tidak ada jejas dan luka

Auskultasi: bising usus 20x/ menit

Palpasi: tidak ada nyeri tekan


Perkusi: tympani

10) Eliminasi

Klien mengatakan sering BAK tidak dapat ditahan sehingga

dipasang diapers, akan tetapi ketika BAB normal kekamar kecil

dibantu anak perempuan.

11) Ekstremitas atas

Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada luka dan jejas, tidak ada

deformitas

Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tonus otot tangan kanan/kiri (4/4)

12) Ekstremitas bawah

Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada luka dan jejas, tidak ada

deformitas

Palpasi: adanya nyeri tekan, tonus otot kaki kanan/kiri (3/3)

13) Kulit

Inspeksi: tidak ada lesi dan luka,

Palpasi: turgor kulit kering, elastisitas kulit berkurang, S:36,3℃

14) Genetalia

Klien mengatakan tidak ada masalah genetalianya.

j. Data penunjang

1) Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hb 13,9 g/dl 11,5-16,5


Leukosit 10,3 10 9/L 3,5-10,0

Eritrosit 4,41 10 12/L 3,50-5,50

Ureum 31 mg/dl 15-45

Creatinin 1,14 mg/dl 0,9-1,3

GDS 278 mg/dl 100-180 mg/dl

2) Terapi/ pengobatan

Nama obat Pemberian/dosis Rute pemberian

RL 20 tetes/menit IV

Ranitidin 50 mg IV

Piroxicam 4 mg Oral

Metformin 3 x 500 mg Oral

Allopurinol 1 x 200 mg Oral

2. Diagnosa keperawatan

a. Analisa data

Data Masalah

(Subjektif dan Objektif)

Data subjektif: Ketidakseimbangan kadar glukosa

- Ny.J mengatakan badan terasa darah berhubungan dengan

lemah hiperglikemia (disfungsi pancreas/


Data objektif: dm tipe 2)

- mukosa bibir kering

- GDS: 278 mg/dl

- klien tampak lesu

Data subjektif: Defisit nutrisi berhubungan

- klien mengatakan mual dan dengan ketidakmampuan

muntah saat makanan masuk mencerna makanan

- klien mengatakan berat badan

turun saat masuk rumah sakit

Data objektif:

- BB sebelum 65 kg

- BB saat dirawat 54 kg

- mukosa bibir tampak pucat

Data subjektif: Nyeri akut berhubungan dengan

- klien mengatakan nyeri dibagian agen pencedera fisiologis

lutut

P:-

Q: seperti ditusuk-tusuk

R: hanya pada lutut

S: skala 5

T: saat melakukan gerakan/

berjalan

Data objektif:
- nadi 105 x/menit

- klien tampak meringis

- adanya nyeri tekan

b. Masalah keperawatan

1) Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan

hiperglikemia (disfungsi pancreas/ dm tipe 2)

2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

3. Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi

Keperawatan Kriteria Hasil

1 Ketidakseimbangan Setelah Manajemen Hiperglikemia

kadar glukosa darah dilakukan  observasi

berhubungan tindakan  identifikasi

dengan keperawatan kemungkinan penyebab

hiperglikemia selama 2x 24 hiperglikemia

(disfungsi pancreas/ jam  identifikasi situasi yang

dm tipe 2) diharapkan menyebabkan

kestabilan gula kebutuhan insulin

darah meningkat

meningkat  monitor kadar glukosa


dengan kriteria darah

hasil:  monitor tanda dan

 lelah/lesu gejala hiperglikemia

menurun  monitor intake dan

 mulut output cairan

kering  terapeutik

menurun  berikan asupan cairan

 kadar oral

glukosa  konsultasi dengan

dalam medis jika tanda dan

darah gejala hiperglikemia

membaik tetap ada atau

memburuk

 edukasi

 anjurkan menghindari

olahraga saat kadar

glukosa darah lebih

dari 250 mg/dl

 anjurkan monitor kadar

glukosa darah secara

mandiri

 anjurkan kepatuhan

terhadap diet dan


olahraga

 kolaborasi

 kolaborasi pemberian

insulin

 kolaborasi pemberian

cairan IV

2 Defisit nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi

berhubungan dilakukan  Observasi

dengan tindakan  Identifikasi status

ketidakmampuan keperawatan nutrisi

mencerna makanan selama 2x 24  Identifikasi makanan

jam yang disukai

diharapkan  Monitor hasil

status nutrisi pemeriksaan

membaik laboratorium

dengan kriteria  Monitor berat badan

hasil:  Terapeutik
 berat badan  Sajikan makanan yang
membaik menarik dan suhu yang
 nafsu sesuai
makan
 Berikan makanan
membaik
tinggi kalori dan
protein tinggi

 Berikan makanan

tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

 Edukasi

 Ajarkan diet yang

diprogramkan

 Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum

makan

 Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan

jumlah nutrien yang

dibutuhkan

3 Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri

berhubungan dilakukan  Observasi

dengan agen tindakan  Identifikasi lokasi,

pencedera fisiologis keperawatan karakteristik, durasi,

selama 2x 24 frekuensi, kualitas,

jam intensitas nyeri


diharapkan  Identifikasi skala nyeri

tingkat nyeri  Identifikasi nyeri non

menurun verbal

dengan kriteria  Identifikasi faktor yang

hasil: memperberat dan

 Keluhan memperingan nyeri

nyeri  Identifikasi pengaruh


menurun nyeri terhadap kualitas
 Meringis hidup
menurun  Terapeutik
 Gelisah  Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

 Edukasi

 Jelaskan strategi

meredakan nyeri

 Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri

4. Implementasi keperawatan dan Evaluasi

No Diagnosa Hari/ Implementasi Evaluasi


tanggal

1 Ketidakst Kamis/ Data subjektif: S:- klien mengatakan

abilan 29  Ny.Y badan masih

glukosa oktober mengatakan terasa lemah

darah 2020 badan terasa O:- mukosa tampak

pukul lemah lembab

07:00 Data objektif: - GDS: 278 mg/dl

wib  mukosa bibir A: Ketidakstabilan

kering glukosa darah

 GDS: 278 mg/dl teratasi sebagian

 klien tampak lesu P: lanjutkan

Action: intervensi

 mengidentifikasi  memonitor kadar

kemungkinan glukosa darah

penyebab  memonitor intake

hiperglikemia dan output cairan

 mengidentifikasi  memberikan

situasi yang asupan cairan

menyebabkan oral

kebutuhan insulin  berkolaborasi

meningkat pemberian insulin

 memonitor kadar
glukosa darah

 memonitor tanda

dan gejala

hiperglikemia

 memonitor intake

dan output cairan

 memberikan

asupan cairan

oral

 mengkonsultasika

n dengan medis

jika tanda dan

gejala

hiperglikemia

tetap ada atau

memburuk

 menganjurkan

menghindari

olahraga saat

kadar glukosa

darah lebih dari

250 mg/dl

 berkolaborasi
pemberian insulin

 berkolaborasi

pemberian cairan

IV

Respon:

 klien tampak

kooperatif ketika

ditanya dan

menjawab

dengan baik

 klien mengatakan

badan masih

terasa lemah

 mukosa tampak

lembab

 GDS: 278 mg/dl

2 Defisit Kamis/ Data subjektif: S:-Klien mengatakan

nutrisi 29  klien mengatakan mual dan muntah

oktober mual dan muntah berkurang dan

2020 saat makanan nafsu makan

pukul masuk membaik

07:30  klien mengatakan

wib berat badan turun O:- mukosa lembab


saat masuk rumah A: Defisit nutrisi

sakit teratasi sebagian

Data objektif: P: Lanjukan

 BB sebelum 65 intervensi

kg  Memonitor berat

 BB saat dirawat badan

55 kg  Memberikan

 mukosa bibir makanan tinggi

tampak pucat kalori dan protein

Action: tinggi

 mengidentifikasi  Memberikan

status nutrisi makanan tinggi

 mengidentifikasi serat untuk

makanan yang mencegah

disukai konstipasi

 Memonitor hasil  Mengajarkan diet

pemeriksaan yang

laboratorium diprogramkan

 Memonitor berat  Berkolaborasi

badan pemberian

Memberikan medikasi sebelum

makanan tinggi makan

kalori dan protein  Berkolaborasi


tinggi dengan ahli gizi

 Memberikan untuk

makanan tinggi menentukan

serat untuk jumlah kalori dan

mencegah jumlah nutrien

konstipasi yang dibutuhkan

 Mengajarkan diet

yang

diprogramkan

 Berkolaborasi

pemberian

medikasi sebelum

makan

 Berkolaborasi

dengan ahli gizi

untuk

menentukan

jumlah kalori dan

jumlah nutrien

yang dibutuhkan

Respon:

 Klien

menyebutkan
makanan yang

disukainya

 Klien tampak

kooperatif saat

diajarkan

program diet

 Mukosa lembab

 Klien

mengatakan mual

dan muntah

berkurang dan

nafsu makan

membaik

3 Nyeri Kamis/ Data subjektif: S:-Klien mengatakan

akut 29  klien mengatakan nyeri berkurang

oktober nyeri dibagian dari 5 menjadi 3

2020 lutut O:- Klien tampak

pukul P:- mulai tenang dan

08:30 Q: seperti ditusuk- meringis

wib tusuk berkurang

R: hanya pada lutut

S: skala 5 A: Nyeri akut


T: saat melakukan teratasi sebagian

gerakan/ berjalan P:Lanjutkan

Data objektif: intervensi

 nadi 105 x/menit  Identifikasi

 klien tampak lokasi,

meringis karakteristik,

 adanya nyeri durasi, frekuensi,

tekan kualitas,

Action: intensitas nyeri

 mengidentifikasi  Mengidentifikasi

lokasi, skala nyeri

karakteristik,  Mengidentifikasi

durasi, frekuensi, nyeri non verbal

kualitas,  Memberikan

intensitas nyeri teknik

 mengidentifikasi nonfarmakologis

skala nyeri untuk

 mengidentifikasi mengurangi rasa

nyeri non verbal nyeri

 mengidentifikasi  Menjelaskan

faktor yang strategi

memperberat dan meredakan nyeri

memperingan  Mengjarkan
nyeri teknik

 mengidentifikasi nonfarmakologis

pengaruh nyeri untuk

terhadap kualitas mengurangi nyeri

hidup

 memberikan

teknik

nonfarmakologis

untuk

mengurangi rasa

nyeri

Respon:

 Klien

mengatakan nyeri

berkurang dari 5

menjadi 3

 Klien tampak

mulai tenang dan

meringis

berkurang

1 Ketidakst Jumat/ Data subjektif: S:-klien mengatakan

abilan 30  klien mengatakan badannya sudah


glukosa oktober badan masih terasa segar

darah 2020 terasa lemah O:-mukosa lembab

pukul Data objektif: -GDS: 144 mg/dl

07:00  mukosa tampak A: hetidakstabilan

wib lembab glukosa darah

 GDS: 278 mg/dl teratasi

Action: P: hentikan

 memonitor kadar intervensi

glukosa darah

 memonitor intake

dan output cairan

 memberikan

asupan cairan

oral

 menganjurkan

kepatuhan

terhadap diet dan

olahraga

 menganjurkan

monitor kadar

glukosa darah

secara mandiri

 berkolaborasi
pemberian insulin

Respon:

 klien mengatakan

mengerti tentang

diet dan olahraga

yang dianjurkan

 GDS: 144 mg/dl

 Mukosa lembab

 Klien

mengatakan

badannya sudah

terasa segar

2 Defisit Jumat/ Data subjektif: S:-Klien mengatakan

nutrisi 30  klien mengatakan sudah paham cara

oktober mual dan muntah diet yang

2020 berkurang dan diprogramkan

pukul nafsu makan -Klien mengatakan

07:30 membaik sudah bisa makan

wib Data objektif: banyak

 mukosa lembab O:-mukosa lembab

-BB saat ini: 55,5

Action: kg

 Memonitor berat A:defisit nutrisi


badan teratasi sebagian

 Memberikan P: Hentikan

makanan tinggi Intervensi

kalori dan protein

tinggi

 Memberikan

makanan tinggi

serat untuk

mencegah

konstipasi

 Mengajarkan diet

yang

diprogramkan

 Berkolaborasi

pemberian

medikasi sebelum

makan

 Berkolaborasi

dengan ahli gizi

untuk

menentukan

jumlah kalori dan

jumlah nutrien
yang dibutuhkan

Respon:

 Klien kooperatif

 Klien

mengatakan

sudah paham cara

diet yang

diprogramkan

 Mukosa lembab

 Klien

mengatakan

sudah bisa makan

banyak

 BB saat ini: 55,5

kg

3 Nyeri Jumat/ Data subjektif: S:-Klien mengatakan

akut 30  Klien nyeri berkurang

oktober mengatakan nyeri dari 3 menjadi 2

2020 berkurang dari 5 O:-Klien tampak

pukul menjadi 3 tenang dan tidak

08:00 Data objektif: meringis

wib  Klien tampak

mulai tenang dan


meringis A:nyeri akut teratasi

berkurang sebagian

P: hentikan

Action: intervensi

 Identifikasi

lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas,

intensitas nyeri

 Mengidentifikasi

skala nyeri

 Mengidentifikasi

nyeri non verbal

 Memberikan

teknik

nonfarmakologis

untuk

mengurangi rasa

nyeri

 Menjelaskan

strategi

meredakan nyeri
 Mengajarkan

teknik

nonfarmakologis

untuk

mengurangi nyeri

Respon:

 Klien

mengatakan nyeri

berkurang dari 3

menjadi 2

 Klien tampak

tenang dan tidak

meringis

 Klien

mengatakan

sudah mengerti

tentang teknik

nonfarmakologis

yang diajarkan

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktek


Penelitian ini telah dilakukan di ruang perawatan di Rumah Sakit Angkatan

Udara Dr. Mohammad Sutomo yang berlokasi di Jl. Bandara Supadio,

Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

B. Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Terkait

Langkah pertama yang dilakukan penulis dalam melakukan pengkajian

terhadap pasien adalah mengkaji identitas pasien, keluhan yang dialami pasien,

gejala klinis faktor resiko, menetapkan diagnosa keperawatan, membuat

intervensi, melakukan implementasi sampai pada evaluasi pada pasien diabetes

melitus.

1. Pengkajian

Pada saat pengkajian Ny. J didapatkan kasus pasien yaitu Diabetes


Melitus. Dari hasil TTV: TD: 110/80 mmHg, N: 105x/Menit, S: 36,3 ℃, R:
20x/menit. Klien mengatakan memiliki penyakit diabetes melitus sejak 1
tahun yang lalu, klien datang kerumah sakit dengan keluhan tidak bisa
makan karena kalau makanan masuk klien mual dan muntah. Klien
mengtakan badan terasa lemah, wajah tampak pucat dan mukosa kering.
klien mengatakan berat badan turun saat masuk rumah sakit, BB sebelum 65
kg dan BB saat dirawat 54 kg. Pasien diabetes mellitus akan mengalami
ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar glukosa darah
naik atau turun dari rentang normal. PPNI (2016) dalam bukunya Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) membagi gejala dan tanda
ketidakstabilan kadar glukosa darah dalam 2 kriteria, yaitu gejala dan tanda
mayor serta gejala dan tanda minor. Secara objektif gejala dan tanda mayor
ditandai dengan hipoglikemia (gangguan koordinasi dan kadar glukosa
dalam darah atau urin rendah); hiperglikemia (kadar glukosa dalam darah
atau urin tinggi) sedangkan gejala dan tanda mayor secara subjektif ditandai
dengan hipoglikemia (mengantuk, pusing); hiperglikemia (lelah atau lesu).
Gejala dan tanda minor secara objektif ditandai dengan hipoglikemia
(gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh, sulit bicara, berkeringat);
hiperglikemia (jumlah urin meningkat) sedangkan gejala dan tanda minor
secara subjektif ditandai dengan hipoglikemia (palpitasi, mengeluh lapar);
hiperglikemia (mulut kering, haus meningkat).
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun
2019 diabetes melitus nerupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Evi Kurniawaty tahun 2014 menyebutkan diabetes
melitus mempunyai sindroma klinik yang ditandai adanya poliuria,
polidipsia dan polifagia disertai peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postpandrial ≥ 200
mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl). Pada diabetes tipe II terdapat dua
masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Muji Raharjo,
2018). Hal ini mengakibatkan terjadinya defisit nutrisi yang diakibatkan
tidak ketidakmampuan mengabsorpsi makanan.
Diagnosa terakhir yaitu nyeri akut dengan data subjektif klien
mengeluh nyeri kedua lutut, dan dengan data objektif klien tampak meringis
dan merasakan nyeri tekan. Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi
pasien-pasien untuk mendatangi tempat perawatan kesehatan dan
merupakan alasan yang paling umum diberikan untuk pengobatan terhadap
diri sendiri. Menurut The International Association for the Study of Pain
dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
akan menyebabkan kerusakan jaringan (Nandar, 2018). Nyeri akut sebagian
terbesar, diakibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan. Nyeri jenis
ini biasanya awitannya datang tiba-tiba sebagai contoh, setelah trauma
pembedahan dan mungkin menyertai kecemasan atau distres emosional.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi.
Nyeri akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 (enam) bulan penyebab nyeri yang
paling sering adalah tindakan diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa
kejadian jarang menjadi kronis.
2. Diagnosa

a. Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan

hiperglikemia (disfungsi pancreas/ dm tipe 2)

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

3. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa pertama

Ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan

hiperglikemia (disfungsi pancreas/ dm tipe 2) Diabetes mellitus

merupakan penyakit yang membutuhkan manajemen diri yang baik.

Ketidakpatuhan dalam diet dan pola makan menyebabkan ketidakstabilan

kadar glukosa darah. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah

manajemen hiperglikemia. Tujuan menjalankan perilaku kepatuhan

terhadap diet adalah membiasakan diri untuk makan tepat waktu agar

tidak terjadi perubahan pada kadar glukosa darah. Dukungan dari

anggota keluarga merupakan faktor penting dalam menjalankan pogram

kepatuhan diet diabetes Keluarga berperan mengurangi ketidakpedulian


pasien dalam menghadapi penyakit dan ketidaktaatan yang disebabkan

oleh godaan dari luar (Pratiwi & Endang, 2013). penelitian yang

dilakukan oleh Sutiawati (2013) yaitu adanya suatu efek positif terhadap

pengetahuan, frekuensi dan pemantauan glukosa darah secara mandiri,

kebiasaan diet yang self-reported, serta kontrol glukosa dengan dilakukan

follow up dapat meningkatkan kontrol glukosa secara efektif. Edukasi

yang melibatkan kolaborasi dengan pasien mempunyai dampak lebih

efektif dalam meningkatkan pengendalian glukosa darah pasien dan

penurunan berat badan. Faktor yang juga berperan penting terhadap

penurunan kadar glukosa darah bukan hanya pengontrolan pola makan.

Penggunaan obat juga dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien

diabetes mellitus tipe 2 karena dapat membantu kerja insulin. Olahraga

juga dapat berpengaruh terhadap perubhan kadar glukosa darah. Hasil

penelitian yang dilakukan Utomo (2011) menyebutkan bahwa responden

yang melakukan olahraga secara teratur memiliki hubungan yang

signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2. Olahraga secara

teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) dapat

meningkatkan sensitivitas reseptor di jaringan perifer terhadap insulin,

sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah.

b. Diagnosa kedua

c. Diagnosa ketiga
Intervensi yang menjadi fokus analisa dalam perawatan klien yaitu

perawatan pada nyeri dengan pemberian terapi tehnik relaksasi nafas

dalam untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut. Terapi relaksasi

nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, mengajarkan

klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat

mengurangi ketengan otot, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat

meningkat ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah (Amanda, 2020).

Tehnik ini diberikan dengan cara menganjurkan klien pada saat

nyeri untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, dengan cara

menarik nafas melalui hidung selama 3-5 detik, dan hembuskan nafas

melalui mulut selama 3-5 detik. Cara ini dapat dilakukan selama 3 hari

perawatan.Selain itu tidak adanya kontra indikasi pemberian teknik

relaksasi nafas dalam maka klien dapat diberikan intervensi tersebut.

Jumlah intervensi yang dapat dilakukan setiap dibutuhkan hingga skala

nyeri pasien menjadi berkurang menjadi skala nyeri ringan atau tidak

nyeri. Perbaikan skala nyeri ini juga didukung oleh pemberian analgetik

yang optimal dimana terlihat dari perhitungan skala nyeri yang sudah

menurun. Dari skala nyeri 5 (sedang) menjadi dengan skala nyeri 3

(ringan).

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan


inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara

perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi

napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah (Amanda, 2020).

4. Implementasi

Implementasi keperawatan yang dilakukan selama 2x 24 jam yaitu:

diagnosa pertama ketidakstabilan kadar glukosa darah tindakan

keperawatannya hari pertama memonitor kadar glukosa darah dan

berkolaborasi dalam pemberian insulin. Pada hari kedua menganjurkan

kepatuhan terhadap diet dan olahraga menganjurkan memonitor kadar

glukosa darah, monitor kadar glukosa darah secara mandiri, berkolaborasi

dalam pemberian insulin. dalam melaksanakan tindakan keperawatan

disesuaikan dengan masalah yang dihadapi Ny. Y sehingga masalah tersebut

dapat teratasi. Diagnosa kedua defisit nutrisi berhubungan dengan

ketidakmampuan mencerna makanan, tindakan keperawatan hari pertama

dan hari kedua memonitor berat badan, memberikan makanan tinggi kalori

dan protein tinggi, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah

konstipasi, mengajarkan diet yang diprogramkan serta berkolaborasi dengan

ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jumlah nutrien yang

dibutuhkan. Diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis tindakan keperawatan dihari pertama memberikan

teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri serta

mengajarkan caranya.
5. Evaluasi

Pada kasus ini Ny. J dengan kasus diabetes melitus dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan sebagai metode pemecahan

masalah, hasil evaluasi akhir yaitu pada hari Jumat, 30 Oktober 2020 dari

diagnosa keperawatan yang ditemukan dalam kasus, sebagian diagnosa telah

teratasi dan ada beberapa diagnosa yang masih teratasi sebagian.

C. Pembahasan Proses Praktik Profesi dalam Pencapaian Target

Pada kasus kelolaan Ny. J dengan diabetes melitus banyak sekali pembelajaran

yang dapat diambil salah satunya menerapkan ilmu yang diberikan serta

keterampilan praktek dilapangan dalam tahap profesi. Banyak sekali peran

perawat profesional yang diterapkan pada kasus kelolaan ini khususnya dalam

etik keperawatan dimana perawat menepati janji kepada pasien (fidelity),

bersikap adil kepada seluruh pasien baik pasien kelolaan maupun bukan

(justice), melakukan perawatan semaksimal mungkin (beneficience),

menghormati hak pasien (otonomi), bersikap jujur pada pasien dan keluarga

(veracity), dan menjaga rahasia pasien (confidentiality). Selama merawat

pasien kelolaan semakin bertambahnya kemampuan baik itu keterampilan

dalam melakukan perawatan pada pasien, mengidentifikasi keluhan dan

masalah kesehatan yang menjadi keluhan pasien, kemampuan merumuskan dan

menetapkan diagnosa keperawatan serta membuat rencana tindakan

keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai