Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN I

“ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN EMBOLISME


PARU”

Dosen : Ns. Tisa Gusmiah, M. Kep

Disusun oleh :

Kelompok VIII

Abdul Muta’al (SR152090065)


Arista Dewi Damayanti (SR152090027)
Roland Fahrozy (SR152090013)

Semester VI / Kelas A

PROGRAM STUDI S1 NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Kelompok untuk
memenuhi mata kuliah Kegawatdaruratan I. Dalam penulisan makalah  ini penulis
membahas tentang “ Embolisme Paru” sesuai dengan tujuan instruksional khusus
mata kuliah KGD I, Program Studi S1 Keperawatan.
Dengan menyelesaikan makalah ini, tidak jarang penulis menemui
kesulitan. Namun penulis sudah berusaha sebaik mungkin untuk
menyelesaikannya oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang membaca yang sifatnya membangun untuk dijadikan bahan
masukan guna penulisan yang akan datang sehingga menjadi lebih baik lagi.
Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.

Pontianak, Maret 2018

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Embolisme paru mengacu pada obstruksi salah satu atau lebih arteri
pulmonal oleh thrombus (atau trombi) yang berasal dari suatu tempat system
vena atau pada jantung sebelah kanan. Diperkirakan bahwa lebih dari
setengah juta orang mengalami emboli paru setiap tahunnya, mengakibatkan
kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun. Embolisme paru adalah
gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik,
pelvic, ginekologik), kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih
dari 60 tahun), dan imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru juga dapat
terjadi pada individu yang tampaknya sehat.
Meskipun sebagian besar trombi berasal dari vena vena profunda
tungkai, namun tempat lain termasuk vena vena pelvic dan atrium kanan
jantung dapat juga menjadi asal dari thrombus. Thrombosis vena dapat terjadi
akibat perlambatan aliran darah (stasis), skunder terhadap kerusakan dinding
pembuluh darah (terutama lapisan endotetial) dan perubahan dalam
mekanisme koagulasi darah.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana
kegawatdaruratan dengan gangguan sistem pernafasan khususnya pada
embolisme paru ?

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk memahami
kegawatdaruratan dengan gangguan sistem pernafasan khususnya pada
embolisme paru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami pengertian dari embolisme paru
b. Untuk memahami etiologi embolisme paru
c. Untuk memahami patofisiologi embolisme paru
d. Untuk memahami manifestasi klinis embolisme paru
e. Untuk memahami pemeriksaan diagnostic embolisme paru
f. Untuk mengetahui komplikasi embolisme paru
g. Untuk memahami penatalaksanaan embolisme paru
h. Untuk memahami kegawatdaruratan pada embolisme paru

D. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan pada sistem pernafasan khususnya pada kegawatdaruratan
embolisme paru.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Embolisme paru adalah obstruksi arteri pulmonal dengan thrombosis
yang pecah terlepas dari tempat asalnya dan bermigrasi ke pembuluh darah
paru.

Embolisme paru merupakan keadaan obstruksi pada satu atau lebih


arteri pulmonal oleh thrombus yang berasal dari suatu tempat dalam sistem
vena atau pada jantung sebelah kanan. Embolisme paru adalah gangguan
umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedi, pelvis,
ginekologi), kehamilan, gagal jantung kongesti, usia lanjut (lebih dari 60
tahun), dan imobilisasi berkepanjangan. Embolisme paru juga dapat terjadi
pada individu yang tampaknya sehat (Muttaqin, 2008).

Emboli paru dikenal sebagai obstruksi sebagian atau seluruh dari satu
atau kedua cabang arteri pulmonal atau anak-anak cabangnya. Elemen
obstruksi dapat berupa bekuan darah atau udara atau globus lemak (Engram,
1999).

E. Etiologi
Kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya thrombus yang
berasal dari pembuluh vena di ekstremitas inferior. Thrombus terbentuk dari
beberapa elemen seldan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein
plasma seperti plasminogen. Thrombus dapat berasal dari pembuluh arteri
dan pembuluh vena. Thrombus arteri terjadi karena rusaknya dinding
pembuluh arteri (lapisan bagian dalam), sedangkan thrombus vena terjadi
karena perlambatan aliran darah dalam vena tanpa adanya kerusakan dinding
pembuluh darah.

Thrombus vena dapat berasal dari pecahan thrombus besar yang


kemudian terbawa oleh aliran vena. Biasanya thrombus vena ini berisi

3
4

partikel-partikel seperti fibrin (terbanyak), eritrosit, dan trombosit. Ukurannya


dari beberapa millimeter saja sampai sebesar lumen vena. Biasanya thrombus
semakin bertambah oleh tumpukan thrombus lain yang kecil-kecil. Adanya
perlambatan (stasis) aliran darah vena semakin mempercepat terbentuknya
thrombus yang lebih besar, sedangkan adanya kerusakan dinding pembuluh
vena (misalnya pada operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang
menimbulkan thrombus vena.

Hiperkoagubilitas juga amat berpengaruh dalam pembentukan


thrombus. Disini terjadi aktivasi terhadap faktor koagulan oleh kolagen,
endotoksin, dan prokoagulan dari jaringan malignansi sehingga tromboplastin
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan thrombus mudah terbentuk. Keadaan
ini sering ditemukan pada persalinan, operasi, dan trauma pada organ-organ
tubuh. Faktor lain yang juga mempercepat terjadinya thrombus adalah
hiperagregasi trombosit.

Pada embolisme paru terdapat dua keadaan sebagai akibat obstruksi


pembuluh darah, yakni terjadinya vasokontriksi dan bronkhokontriksi,
sehingga sistem perfusi dan ventilasi jaringan paru terganggu.
Bronkhokontriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurangnya
aliran darah tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan
paru dan terjadi pula pengeluaran histamine dan 5-hidroksi isoptamin yang
dapat membuat vasokontriksi dan bronkhokontriksi bertambah berat.
Akibatnya terjadi kenaikan dead space dan reaksi kardiovaskular berupa
penurunan aliran darah ke paru dan meningkatnya tekanan arteri pulmonalis,
dilatasi atrium, dan ventrikel kanan, serta menurunnya curah jantung dan
kemudian dapat terjadi infark paru.

Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru


akibat penurunan ukuran jaring-jaring vascular pulmonal, mengakibatkan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan, pada akhirnya meningkatkan kerja
ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila
5

kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi


gagal ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik
dan terjadinya syok (Muttaqin, 2008).

F. Patofisiologi
Ketika thrombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal,
ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi,
menerima aliran darah sedikit atau tidak sama sekali. Selain itu, sejumlah
substansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah dan
bronkiolus berkonstriksi. Reaksi ini dibarengi dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, menyebabkan sebagian darah terpirau (tidak ada pertukaran
gas yang terjadi) dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan
CO2.
Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru
akibat penurunan ukuran jaring-jaring vascular pulmonal, mengakibatkan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan, pada akhirnya meningkatkan kerja
ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila
kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi
gagal ventrikel kanan, yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik
dan terjadinya syok.

G. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan
area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala
mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan
biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuretik. Kadang dapat
substernal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium.
Dispnea adalah gejala yang paling umum kedua, diikuti dengan takipnea
(frekuensi pernapasan yang sangat cepat), takikardi, gugup, batuk,
diaphoresis, hemopstisis, dan sinkop. Embolisme paru massif yang
menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dispnea nyata,
6

nyeri subternal mendadak, nadi cepat, dan lemah, syok, sinkop dan kematian
mendadak.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic mencakup :
1. Rontgen dada. Hasil rontgen dada biasanya normal tetapi dapat
menunjukkan pneumokonstriksi, infiltrate, atelektasis, elevasi diafragma
pada sisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pilmonari dan efusi plaura.
2. EKG. Biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter, atau fibrilasi
dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, penyekat cabang berkas
kanan, atau regangan ventrikel kanan.
3. Plestismografi impedans. Dilakukan untuk menentukan adanya
thrombosis vena profunda.
4. Gas darah arteri. Dapat menunjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
5. Pemindaian ventilasi-perfusi (CT- Scan). Hasil pemindaian perfusi paru
dapat menunjukan penurunan atau tidak adanya aliran darah. Hasil
pemindaian ventilasi dapat memperlihatkan apakah juga terdapat
abnormalitas perfusi. Jika terdapat ketidakcocokan ventilasi dan perfusi,
probabilitas embolisme paru adalah tinggi.

I. Komplikasi
Emboli paru merupakan suatu keadaan darurat medis. Satu sampai dua
jam stelah terjadinya emboli adalah peiode yang paling kritis dan mungkin
saja dapat terjadi kematian karena komplikasi-komplikasi seperti infark paru-
paru (terjadinya nekrosis jaringan paru) atau hipertensi paru-paru
(meningkatkan tekanan arteri pulmonal), perdarahan paru-paru, kor-pulmonal
akut dengan gagal jantung dan disritmias (gangguan irama jantung). Usia
sangat rentan terhadap komplikasi-komplikasi tersebut sebab telah terjadi
perubahan-perubahan dari keadaan normal dalam system pulmonal karena
factor usia dalam system pulmonal (penurunan complains paru, klasifikasi
tulang rawan dan sendi vertebra) dan system kardiovaskular (penyempitan
pembuluh darah, penebalan dinding kapiler (Engram, 1999).
7

J. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang
ada dan mencegah pembentukkan yang baru. Pengobatan embolisme paru
dapat mencakup beragam Modalitas :

1. Terapi antikoagulan. Terapi antikoagulan (heparin, natrium warfarin)


telah menjadi metode primer secara tradisional untuk mengatasi
thrombosis vena profunda akut dan embolisme paru. Heparin digunakan
untuk mencegah kekambuhan emboli tetapi tidak mempunyai efek pada
emboli yang sudah ada sebelumnya.
2. Terapi trombolitik. Terapi trombolitik mungkin juga digunakan dalam
mengatasi embolisme paru, terutama pada pasien yang sangat terganggu.
Terapi trombolitik menghancurkan trombi atau emboli lebih cepat dan
memulihkan fungsi hemodinamik sirkulasi paru lebih besar.
3. Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular.
Tindakan lain dilakukan untuk memperbaiki status pernapasan dan
vascular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia
dan untuk menghilangkan vasokonstriksi vascular paru dan mengurangi
hipertensi paru.
4. Intervensi Bedah. Embolektomi paru mungkin diindikasikan dalam
kondisi jika klien mengalami hipotensi persisten, syok dan gawat nafas;
jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi; dan jika angiogram
menunjukkan obstruksi bagian besar pembuluh darah paru. Embolektomi
pulmonary membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung-paru.
Menginterupsi vena kava inferior adalah teknik bedah lain yang
digunakan ketika embolisme paru kambuh atau ketika klien tidak toleran
terhadap terapi antikoagulan. Pendekatan ini mencegah thrombus yang
lepas untuk tersapu ke dalam paru agar aliran darah mengalir secara
adekuat. Prosedur dapat dilakukan dengan meligasi total vena kava atau
memasang klep Teflon pada vena kava untuk membagi lumen vena kava
8

menjadi saluran-saluran yang kecil tanpa menyumbat aliran darah kava


(Muttaqin A, 2008).
5. Intervensi Kedaruratan. Embolisme paru masif dapat benar-benar
mengancam jiwa klien. Mayoritas klien yang meninggal akibat
embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam dua jam
pertama setelah kejadian embolik. Penatalaksanaan kedaruratan terdiri
atas :
a. Oksigen nasal diberikan dengan segera untuk menghilangkan
hipoksia, distress pernafasan, dan sianosis.
b. Infuse intravena dimulai dengan membuat rute untuk obat atau cairan
yang akan diperlukan.
c. Dilakukan angiografi paru, tindakan-tindakan hemodinamik,
penentuan gas darah arteri, dan pemindaian perfusi paru. Peningkatan
tahanan paru mendadak meningkatkan kerja ventrikel kanan sehingga
dapat menyebabkan gagal jantung akut sebelah kanan akibat syok
kardiogenik.
d. Jika klien menderita akibat embolisme masif dan hipotensif, perlu
dipasang kateter Indweling untuk memantau output urine.
e. Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai efek
mendilatasi pembuluh pulmonal dan bronchi) atau dopamine.
f. Hasil EKG di pantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel
kanan yang dapat terjadi secara mendadak.
g. Glikosida digitalis, diuretic intravena, dan agen antidisritmia diberikan
bila dibutuhkan.
h. Darah diambil untuk pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea
darah (BUN), hitung darah lengkap, dan hematokrit.
i. Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan
kecemasan klien, menyingkirkan ketidaknyamanan di dada, untuk
memperbaiki toleransi selang endotrakhea, dan memudahkan adaptasi
terhadap ventilator mekanik (Muttaqin A, 2008).
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Riwayat adanya factor resiko (Handerhan, 1991) seperti kondisi –
kondisi yang mengarah kepada :
a. Hiperkuagulabilitas darah, contoh, polistemia,dehidrasi, kanker,
penggunaan kontrasepsi oral, dan anemia sel sabit.
b. Cedera pada endothelium vena, contoh fraktur tulang panjang,
penyalahgunaan obat, bedah ortopedik, fungsi vena kaki,
pemasangan CVP atau kateter intraatrial (kateter ini merupakan
sumber primer terjadi emboli udara) dan operasi yang baru
dilaksanakan.
c. Aliran vena statis, contoh imobilisasi, luka bakar luas, varises vena,
tromboflebilitis vena dalam, gagal jantung, fibrilasi aium, dan
obesitas.
2. Pemeriksaan fisik focus pada pengkajian system pernafasan dan system
kardiovaskular dapat menunjukkan :
a. Nyeri dada yang berat saat inspirasi, kulit yang lembab hangat atau
lembab dingin tergantung derajat hipoksemia.
b. Terjadi sesak napas tiba-tiba disertai takipnea
c. Takikardi (frekuensi nadi lebih dari 100 kali/menit)
d. Demam ringan
e. Tekanan darah turun dari normal
f. Rales, ronkhi pada kasus emboli paru yang luas
g. Batuk produktif disertai bercak darah, atau sputum kemerahan atau
batuk tidak produktif.
h. Sianosis (jika terjadi penyumbatan total pada arteri pulmonal)
i. Distensi vena jugularis pada posisi duduk
j. Petekie di dada, aksila atau di konjungtiva (akibat emboli lemak)

9
k. Selain itu pasien sering tampak pucat, diaphoresis, ketakutan,
gelisah, peka atau kekacauan mental (Engram, 1999).

K. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi oleh


thrombus
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kadar O2
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
4. Nyeri akut berhubungan dengan sesak napas
5. Resiko syok berhubungan dengan darah kekurangan O2

L. Intervensi
DIAGNOSA Intervensi

Ketidakefektifan Bersihan jalan NOC NIC


napas  Respiratory status: Airway suction
Definisi: Ketidakmampuan untuk Ventilation - pastikan kebutuhan
membersihkan sekresi atau obstruksi  Respiratory status: oral/ tracheal suctioning
dari saluran pernafasan umtuk Airway patency - Auskultasi suara napas
mempertahankan bersihan jalan nafas. Kriteria hasil: sebelum dan sesudah
Batasan Karakteristik:  Mendemonstrasikan suction
 Tidak ada batuk batuk efektif dan suara - informasikan kepada
 Suara napas tambahan napas yang bersih, klien dan keluarga
 Perubahan frekuensi napas tidak ada sianosis dan tentang suctioning
 Perubahan irama napas dyspnea (mampu - minta klien nafas
 Sianosis bernafas dengan dalam sebelum suction
 Kesulitan berbicara atau mudah, tidak ada dilakukan
mengeluarkan suara pursed lips) - berikan O2 dengan
 Menunjukkan jalan menggunakan nasal
 Penurunan bunyi napas
nafas yang paten (klien untuk memfasilitasi
 Dipsneu
tidak merasa tercekik, suction nasotrakeal
 Sputum dalam jumlah yang irama nafas, frekuensi - gunakan alat yang
berlebihan pernafasan dalam steril setiap melakukan
 Batuk yang tidak efektif rentang normal, tidak tindakan
 Orthopneu ada suara abnormal) - anjurkan pasien untuk
 Gelisah  Mampu istirahat dan napas
 Mata terbuka lebar mengidentifikasikan dalam setelah kateter
Faktor- faktor yang berhubungan: dan mencengah factor dikeluarkan dari
 Lingkungan: yang dapat nasotrakeal
-Perokok pasif menghambat jalan - monitor status oksigen
-Menghisap asap nafas pasien

10
-Merokok - ajarkan keluarga
 Obstruksi jalan napas: bagaimana cara
-spasme jalan napas melakukan suction
-mokus dalam jumlah berlebihan - hentikan suction dan
-eksudat dalam jalan alveoli berikan oksigen apabila
-materi asing dalam jalan napas pasien menunjukkan
-adanya jalan napas buatan bradikardi, peningkatan
-sekresi bertahan/ sisa sekresi saturasi O2, dll.
-sekresi dalam bronki Airway management:
 Fisiologis: - buka jalan nafas,
-jalan napas alergik gunakan teknik chin lift
-asma atau jaw thrust bila
- penyakit paru obstruksi kronik perlu
- hiperplasi dinding bronkial - posisikan pasien untuk
- infeksi memaksimalkan
- disfungsi neuromuskular ventilasi
- identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
- pemasangan mayo bila
perlu
- lakukan fisioterapi
dada jika perlu
- keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
- auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
- lakukan suction pada
mayo
- Berikan bronkodilator
bila perlu
- berikan pelembab
udara kassa basah NaCl
lembab
- atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan
- monitor respirasi dan
status O2

Ketidakefektifan Pola Napas NOC NIC


Definisi: inspirasi dan/ atau ekspirasi  Respiratory status: Airway management
yang tidak memberi ventilasi Ventilation - Buka jalan nafas,
Batasan Karakteristik:  Respiratory status: gunakan teknik chin lift

11
 Perubahan kedalaman pernapasan Airway patency atau jaw thrust bila
 Perubahan ekskursi dada  Vital sign status perlu
 Mengambil posisi tiga titik Kriteria hasil: - posisikan pasien untuk
 Bradipneu  Mendemonstrasikan memaksimalkan
 Peningkatan diameter anterior- batuk efektif dan suara ventilasi
posterior nafas yang bersih, tidak - identifikasi pasien
 Pernapasan cuping hidung ada sianosis dan perlunya pemasangan
dyspnea (mampu alat jalan nafas buatan
 Orthopneu
mengeluarkan sputum, - pasang mayo bila perlu
 Fase ekspirasi memanjang
mampu bernafas - lakukan fisioterapi
 Pernapasan bibir dengan mudah, tidak dada jika perlu
 Takipneu ada pursed lips) - keluarkan sekret
 Penggunaan otot aksesorius untuk  Menunjukkan jalan dengan batuk atau
bernapas nafas yang paten (klien suction
Faktor yang berhubungan: tidak merasa tercekik, - auskultasi suara nafas,
 Ansietas irama nafas, frekuensi catat adanya suara
 Posisi tubuh pernafasan dalam tambahan
 Deformitas tulang rentang normal, tidak - lakukan suction pada
 Keletihan ada sura nafas mayo
 Hiperventilasi abnormal) - berikan bronkodilator
 Sindrom hipoventilasi  Tanda- tanda vital bila perlu
 Gangguan muskuloskeletal dalam rentang normal - berikan pelembab
 Kerusakan neurologis (tekanan darah, nadi, udara kassa basah NaCl
 Disfungsi neuro muscular pernafasan) lembab
 Obesitas - monitor respirasi dan
status O2
 Nyeri
Oxygen Therapy
 Keletihan otot pernapasan cedera
- bersihkan mulut,
medula spinalis
hidung dan secret trakea
- pertahankan jalan
nafas yang paten
- atur peralatan
oksigenisasi
- monitor aliran oksigen
- pertahankan posisi
pasien
- observasi adanya
tanda- tanda
hipoventilasi
- monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi
Vital Sign Monitoring
- monitor TD, nadi,
suhu dan RR
- catat adanya fluktuasi

12
tekanan darah
- monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
- auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- monitor kualitas dari
nadi
- monitor frekuensi dan
irama pernapasan
- monitor suara paru
- monitor suara
pernpasan abnormal
- monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- monitor sinosis perifer
- monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
Gangguan Pertukaran Gas NOC NIC
Definisi: Kelebihan atau defisit pada  Respiratory status: Gas Airway management
oksigenisasi dan/ atau eleminasi karbon exchange - buka jalan nafas,
dioksida pada membran alveolar -  Respiratory status: gunakan teknik chin lift
kapiler Ventilation atau jaw thrust bila
Batasan Karakteristik:  Vital sign Status perlu
 PH darah arteri abnormal Kriteria Hasil: - posisikan pasien untuk
 PH arteri abnormal  Mendemonstrasikan memaksimalkan
 Pernapasan abnormal (mis., peningkatan ventilasi ventilasi
kecepatan,irama, kedalaman) dan oksigenasi yang - identifikasi pasien
 Warna kulit abnormal (mis., pucat, adekuat perlunya pemasangan
kehitaman)  Memelihara kebersihan alat jalan nafas buatan
 Konfusi paru- paru dari tanda- - pemasangan mayo bila
 Sianosis (pada neonatus saja) tanda distress perlu
pernafasan - lakukan fisioterapi
 Penurunan karbondioksida
 Mendemonstrasikan dada jika perlu
 Diaforesis
batuk efektif dan suara - keluarkan secret
 Dispnea nafas yang bersih, tidak dengan batuk atau
 Sakit kepala saat bangun ada sianosis dan suction

13
 Hiperkapnea dyspnea (mampu - auskultasi suara nafas,
 Hipoksemia mengeluarkan sputum, catat adanya suara
 Hipoksia mampu bernafas tambahan
 Iritabilitas dengan mudah, tidak - lakukan suction pada
 Napas cuping hidung ada pursed lips) mayo
 Gelisah  Tanda- tanda vital - Berikan bronkodilator
dalam rentang normal bila perlu
 Samnolen
- berikan pelembab
 Takikardi
udara kassa basah NaCl
 Gangguan penglihatan lembab
Faktor- faktor yang berhubungan: - atur intake untuk
 Perubahan membran alveolar- cairan mengoptimalkan
kapiler keseimbangan
 Ventilasi- perfusi - monitor respirasi dan
status O2
Respiratory
monitoring
- monitor rata- rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
- catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
- monitor suara nafas,
seperti dengkur
- monitor pola nafas:
bradipnea, takipnea
- kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes , biot
- catat lokasi trakea
- monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
- auskultasi suara nafas,
catat adanya penurunan/
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
- tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama

14
- auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Nyeri Akut NOC NIC
Definisi: pengalaman sensori dan  Pain Level, Pain Management
emosional yang tidak menyenangkan  Pain control - lakukan pengkajian
yang muncul akibat kerusakan jaringan  Comfort level nyeri secara
yang actual atau potensial atau Kriteria Hasil: komprehensif termasuk
digambarkan dalam hal kerusakan  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
sedemikian rupa (international nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
association for the study of pain): nyeri, mampu kualitas dan faktor
awitan yang tiba- tiba atau lambat dari menggunakan teknik presipitasi
intensitas ringan hingga berat dengan nonfarmakologi untuk - observasi reaksi
akhir yang dapat diantisipasi atau mengurangi nyeri, nonverbal dari
prediksi dan berlangsung <6 bulan mencari bantuan) ketidaknyamanan
Batasan Karakteristik:  Melaporkan bahwa - gunakan teknik
 Perubahan selera makan nyeri berkurang dengan komunikasi terapeutik
 Perubahan tekanan darah menggunakan untuk mengetahui
 Perubahan frekuensi jantung manajemen nyeri pengalaman nyeri
 Perubahan frekuensi pernapasan  Mampu mengenali pasien
 Laporan isyarat nyeri (skala, intensitas, - kaji kultur yang
 Diaforesis frekuensi dan tanda mempengaruhi respon
nyeri) nyeri
 Perilaku distraksi (mis., berjalan
 Menyatakan rasa - evaluasi pengalaman
mondar mandir mencari orang lain
nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau
dan atau aktivitas lain, aktivitas
berkurang - evaluasi bersama
yang berulang)
pasien dan tim
 Mengekspresikan perilaku
kesehatan lain tentang
(mis.,gelisah, merengek, menangis)
ketidakefektifan control
 Masker wajah (mis.,mata kurang nyeri masa lampau
bercahaya, tampak kacau, gerakan - bantu pasien dan
mata berpencar atau tetap pada satu keluarga untuk mencari
fokus meringis) dan menemukan
 Sikap melindungi area nyeri dukunga
 Focus menyempit (mis.,gangguan - kontrol lingkungan
persepsi nyeri, hambatan proses yang dapat
berfikir, penurunan interaksi mempengaruhi seperti
dengan orang dan lingkungan) suhu ruangan,
 Indikasi nyeri yang dapat diamati pencahayaan dan
 Perubahan posisi untuk kebisingan
menghindari nyeri - kurangi factor
 Sikap tubuh melindungi presipitasi nyeri
 Dilatasi pupil - pilih dan lakukan
 Melaporkan nyeri secara verbal penanganan nyeri
 Gangguan tidur (farmakologi, non
Factor yang berhubungan: farmakologi dan

15
 Agen cedera (mis.,biologis, zat interpersonal)
kimia, fisik, psikologis) - kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- ajarkan tentang teknik
non farmakologi
- berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
- evaluasi keefektifan
control nyeri
- tingkatkan istirahat
- kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
- monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
administration
- tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
- cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- cek riwayat alergi
- pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
- tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya nyeri
- tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
- pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
- monitor vital sign
sebelum dan sesudah

16
pemberian analgesic
pertama kali
- berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
-evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala

Resiko Syok NOC NIC


Definisi: Berisiko terhadap  Syok prevention Syok prevention
ketidakcukupan aliran darah kejaringan  Syok management - monitor status sirkulasi
tubuh, yang dapat mengakibatkan Kriteria Hasil: BP, warna kulit, suhu
disfungsi seluler yang mengancam jiwa  Nadi dalam batas yang kulit, denyut jantung,
Faktor resiko diharapkan HR, dan ritme, nadi
 Hipotensi  Irama jantung dalam perifer, dan kapiler
 Hypovolemia batas yang diharapkan refill.
 Hipoksemia  Frekuensi nafas dalam - monitor tanda
 Hipoksia batas yang diharapkan inadekuat oksigenasi
 Infeksi  Irama pernapasan jaringan
 Sepsis dalam batas yang - monitor suhu dan
diharapkan pernafasan
 Sindrom respons inflamasi sistemik
 Natrium serum dalam - Monitor input dan
batas normal output
 Kalium serum dalam - pantau nilai
batas normal laboratorium: HB, HT,
 Klorida serum dalam AGD dan elektrolit
batas normal - monitor hemodinamik
 Kalsium serum dalam invasi yang sesuai
batas normal - monitor tanda dan
 Magnesium serum gejala asites
dalam batas normal - monitor tanda awal
 PH darah serum dalam syok
batas normal - tempatkan pasien pada
Hidrasi posisi supine, kaki
 Indicator: elevasi untuk
 Mata cekung tidak peningkatan preload
ditemukan dengan tepat
 Demam tidak - lihat dan pelihara
ditemukan kepatenan jalan nafas
 TD dalam batas normal - berikan cairan IV dan
 Hematokrit dalam batas atau oral yang tepat
normal - berikan vasodilator
yang tepat
- ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda dan

17
gejala datangnya syok
- ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok management
- monitor fungsi
neurologis
- monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr lavel)
- monitor tekanan nadi
- monitor status cairan,
input output
- catat gas darah dan
oksigen dijaringan
- monitor EKG, sesuai
- memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah, sesuai
- menggambar gas darah
arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
- memantau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/ arteri)
- memantau factor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, paO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO),
jika tersedia
- memantau tingkat
karbon dioksida
sublingual dan/ atau
tonometry lambung,
sesuai
- memonitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2
peningkatan PaCO2
tingkat, kelelahan otot
pernafasan)

18
- monitor nilai
laboratorium (misalnya,
CBC dengan
diferensial) koagulasi
profil, ABC, tingkat
laktat, budaya, dan
profil kimia
- masukkan dan
memelihara besarnya
kobosanan akses IV

M. Evaluasi
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
abnormal)
3.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Embolisme paru adalah obstruksi arteri pulmonal dengan thrombosis
yang pecah terlepas dari tempat asalnya dan bermigrasi ke pembuluh darah
paru.

Kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya thrombus yang


berasal dari pembuluh vena di ekstremitas inferior. Thrombus terbentuk dari
beberapa elemen seldan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein
plasma seperti plasminogen. Thrombus dapat berasal dari pembuluh arteri
dan pembuluh vena.

Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan


area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala

19
mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan
biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuretik. Kadang dapat
substernal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium.
Dispnea adalah gejala yang paling umum kedua, diikuti dengan takipnea
(frekuensi pernapasan yang sangat cepat), takikardi, gugup, batuk,
diaphoresis, hemopstisis, dan sinkop.

N. Saran
Setelah mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan
sistem pernafasan khususnya pada embolisme paru, jika terdapat saudara ,
teman, maupun keluarga terdekat, dan lain sebagainya yang mengalami atau
mempunyai tanda dan gejala yang serupa dengan yang sudah dipaparkan di
atas, maka segeralah lakukan tindakan yang supportif untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih lanjut.

20
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.


1.Jakarta : EGC

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan.Jakarta : Salemba Medika

Morton, Fontaine, Hudak, Gallo. 2013. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Nurarif, Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta : Mediaction

21

Anda mungkin juga menyukai