Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emboli paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosis yang berasal
dari pembuluh darah. Insiden sebenarnya dari emboli paru tidak dapat
ditentukan, karena sulit membuat diagnosis klinis, tetapi emboli paru
merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pasien-pasien di
rumah sakit dan telah dilaporkan sebagai penyebab dari 200.000 kematian di
Amerika Serikat setiap tahunnya. Emboli paru masif adalah salah satu
penyebab kematian mendadak yang paling sering.
Penyakit ini sering terjadi, namun jarang terdiagnosis sehingga laporan
mengenai penyakit ini di Indonesia jarang ditemukan. Di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa kira-kira terdapat 50.000 kasus penyakit ini tiap
tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kurang dari 10% pasien
emboli paru meninggal karena penyakit ini. Oleh karenanya di Amerika
Serikat dapat diperkirakan insiden ini lebih dari 50.000 kasus tiap tahunnya.
Seluruh insiden ini diverifikasi oleh autopsy. Bukti emboli yang baru atau
lama ditentukan pada 25% sampai 30% autopsy rutin dengan teknik khusus
dan nilainya melebihi 60%. Insiden sebenarnya dari emboli paru tidak dapat
ditentukan, karena sulit membuat diagnosa klinis, tetapi emboli paru
merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pasien-pasien rumah
sakit. Penelitian-penelitian autopsy memperlihatkan bahwa sebenarnya 60%
pasien yang meninggal di rumah sakit disebabkan oleh emboli paru, namun
sebanyak 70% kasus tidak diketahui. Emboli paru sering mengalami pencarian
(trombolisis endogen) dan tidak ditemukan pada autopsy.
Bila obstruksi terjadi di daerah paru emboli disebut juga sebagai
tromboemboli paru. Akibat lanjut dari emboli paru dapat terjadi infark paru,
yaitu keadaan terjadinya nekrosis sebagian jaringan parenkim paru akibat
tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru tersebut oleh
tromboemboli. Oleh karena jaringan parenkim paru memperoleh aliran darah
dari dua jenis peredaran darah (cabang-cabang dari arteri pulmonalis dan

1
cabang-cabang dari arteri bronkialis), maka emboli paru jarang berlanjut
menjadi infark paru (Lubis, Bastian 2019).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari emboli paru ?
2. Bagaimana klasifikasi dari emboli paru ?
3. Bagaimana penyebab dari emboli paru ?
4. Bagaimana patofisiologi dari emboli paru ?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari emboli paru ?
6. Apa saja komplikasi dari emboli paru ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emboli paru ?
8. Bagaimana pentalaksanaan dari emboli paru ?
9. Bagaimana pencegahan dari emboli paru ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada emboli paru ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi dari emboli paru.
2. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari emboli paru.
3. Mengetahui dan memahami penyebab dari emboli paru.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari emboli paru.
5. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari emboli paru.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emboli paru.
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari emboli paru.
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari emboli paru.
9. Mengetahui dan memahami pencegahan emboli paru.
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada emboli paru.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Emboli Paru


Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah
kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya
unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir
pembentukannya. Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan
arteri pulmonalis ( arteri paru – paru ) oleh suatu embolus, yang terjadi secara
tiba – tiba. Kelainan ini ditandai dengan adanya pembendungan pada ateri
pulmonalis ( atau salah satu cabangnya ) oleh bekuan darah, lemak, udara atau

2
sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli, yang terjadi
ketika bekuan darah ( trombosis vena ) menjadi berpindah dari tempat
pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu (Saryono,
2009).
2.2 Klasifikasi
Macam-macam emboli paru yaitu:
1. Embolus besar
 Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri
pulmonali.
 Dapat menyebabkan kematian seketika
 Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan
hemodinamik.
2. Embolus Kecil
 Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan
kardiovaskuler.
 Dapat menyebabkan nyeri dadasepintas dankadang-kadang hemoptisi
karena pendarahan paru
 Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung)
dapat menyebabkan infark.

2.3 Penyebab
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (1996) disebabkan oleh:
1. Bekuan darah
2. Gelembung udara
3. Lemak
4. gumpalan parasit
5. sel tumor
2.4 Patofisiologi
Ketika thrombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal,
ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilai,
menerima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah
subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah
bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, menyebabkan darah terpirau da nmengakibatkan penurunan kadar O2
dan peningkatan CO2.
Konsekuwensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru
akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal.,menyebabkan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja

3
ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan
ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikel
kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya
syok.
2.5 Tanda dan Gejala
Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering
menyebabkan sesak nafas.Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala,
terutama bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa
gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala
penyakit lainnya :
1. Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah).
2. Sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun
ketika sedang melakukan aktivitas.
3. Nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada,
sifatnya tajam atau menusuk).
4. Nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk,
makan atau membungkuk.
5. Pernafasan cepat
6. Denyut jantung cepat (takikardia).
Selain itu juga terdapat gejala lainnya yang mungkin ditemukan,
diantaranya : Wheezing (bengek ),Kulit lembab, Kulit berwarna kebiruan,
Nyeri pinggul, Nyeri tungkai (salah satu atau keduanya), Pembengkakan
tungkai, Tekanan darah rendah, Denyut nadi lemah atau tak teraba, Pusing,
Pingsan, Berkeringat, dan Cemas.
2.6 Komplikasi
Komplikasi akibat emboli paru adalah sebagai berikut :
1. Gagal napas,
2. Gagal jantung kanan akut, dan
3. Hipotensi
2.7 Pemeriksaan Penunanjang
Menurut Huon H, Gray (2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Elektrokardiografi
Kelainan yang ditemukan pada elektrokardiografi juga tidak spesifik untuk
emboli paru, tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda pertama
dugaan adanya emboli paru, terlebih kalau digabungkan dengan keluhan
dan gambaran klinis lainnya. Mungkin memperlihatkan sinus takikardia
dan normal pada emboli paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas
khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif.

4
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin
dilakukan bila dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat
jantung kanan.
3. Radiografi Toraks
Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat
menandakan adanya obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang,
atau tinggi. Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk
menilai rendah derajat keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik
Emboli Paru.
5. MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan
dapat mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain
CT merupakan pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru
yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya.
6. Analisa Gas Darah
Gambaran khas berupa menurunnya kadar pO 2 akibat ventilasi yang
berkurang. Secara simultan pCO2 dapat normal atau sedikit menurun
disebabkan hiperventilasi. PO2 rendah (Hipoksemia), menurunnya PCo2
atau dibawah 40 mmHg. Gas darah arteri (GDA)menunjukkan hipoksemia
(PaO2 kurang dari 80MmHg)dan alkalosis respiratori (PaCO2 kurang dari
35MmHg dan pH lebih tinggi dari 7,45).Alkalosis respiratori dapat di
sebabkan oleh hiperventilasi.
7. D-dimer
Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh
fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan. D-
dimer secara ELISA dapat memprediksi emboli paru bila ratio D-
dimer/fibrinogen > 1000.
8. Scanning ventilasi-perfusi
Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non-invaisif suspect emboli
paru. Keterbatasan alat ini adalah adanya alergi kontras, insufisiensi ginjal
atau kehamilan.
9. Spiral pulmonary CT Scan
Pemeriksaan ini dapat diberikan pada klien yang tidak dapat menjalani
pemeriksaan scanning ventilasi – perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan

5
dengan memberikan injeksi kontras medium melalui vena perifer dan
dapat mencapai arteri pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi
arteri pulmonal sampai ke cabang segmentalnya.
10. Pulmonary scintigraphy
Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik
yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi. Deficit perfusi
dapat dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru
atau disebabkan masalah paru seperti efusi atau kolaps paru. Untuk
menambah spesifisitasnya, tekhnik ini selalu dikombinasi dengan
ventilation scan dengan menggunakan radioaktif xenon.
11.Pulmonary angiography
Untuk melihat terdapatnya defek atau arteri cutoff dengan tidak adanya
darah pada distal aliran darah.
12. Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab
tersering):
a. USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
b. Venografi tungkai
c. Pletsimografi tungkai
13. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi: Kadang – kadang ditemukan leukositosis dan
laju endap darah yang sedikit tinggi.
b. Kimia darah: Peningkatan kadar enzim SGOT, LDH.
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Kebanyakan
pasien emboli paru merupakan keadaan gawat darurat, tindakan pertama
pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum pasien untuk
mempertahankan fungsi – fungsi vital tubuh:
a. Memberikan Oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksimia.
b. Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kesetabilan keluaran
ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal.
c. Tirah baring
d. Pemberian bantuan oksigen
e. Pemantauan TD
f. Stocking pressure gradient (30-40 mmHg, bila tidak ditoleransi
gunakan 20-30 mmHg)
2. Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (1996, 623) Tujuan pengobatan adalah
untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pembentukan

6
yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup beragam
modalitas :
a) terapi antikoagulan
terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi
metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena
profunda akut dan embolisme paru.
b) terapi trombolitik
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga
digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang
sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau
emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru
lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi,
oksigenasi, dan curah jantung.
c) tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan
vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia
dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan
mengurangi hipertensi paru.
d) intervensi bedah
Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi
embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
 jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas
 jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
 jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah
paru.
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik
bypass jantung paru.
2.9 Pencegahan
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru,
dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di
dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama
orang tua), disarankan untuk :
1. Menggunakan stoking elastic
2. Melakukan latihan kaki
3. Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi
kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli

7
paru.Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan
gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin.Dosis kecil
disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah
operasi.
2.10. Asuhan Keperawatan Teori
A. Pengkajian
1. Riwayat adanya faktor risiko seperti kondisi - kondisi yang mengarah
kepada :
a. Hiperkoagulabitas darah, contoh : polisitemia, dehidrasi, kanker,
penggunaan kontrasepsi oral dan anemia sel sabit.
b. Cedera pada endoteliumveba. Contoh : fraktur tulang panjang,
penyalahgunaan obat IV, bedah ortopedik, fungsi vena kaki, pemasangan
CVP atau kateter intraatrial (kateter inu merupakan sumber primer
terjadinya emboli udara) dan operasi yang baru dilaksanakan.
c. Aliran vena statis. Contoh : imobilisasi, luka bakar luas varises vena,
tromboplebitis vena dalam gagal jantung, fibrilasi, atrium, dan
kegemukan.
2. Pemeriksaan fisik berfokus peda pengkajian sistem pernafasan, dapat
menunjukkan :
a. Nyeri dada yang berat pada saat inspirasi, kulit yang lembab hangat atau
lembab dingin tergantung derajat dari hipoksemia.
b. Terjadi sesak nafas yang tiba-tiba disertai dengan takipnea.
c. Takikardi (frekuensi nadi lebih dari 100 kali/menit).
d. Demam ringan.
e. Tekanan darah turun kasus emboli paru yang luas.
f. Rales, ronki pada kasus emboli paru yan luas.
g. Batuk produktif disertai bereak darah, atay sputum kemerahan atau batuk
tidak produktif.
h. Sianosis (jika terjadi penyumbatan total pada arteri pulmonal.
i. Distensi vena jugularis pada saat posisi duduk.
j. Petekie di dada, aksila atau di konjungtiva (akibat emboli lemak).
k. Selain itu pasien sering tampak pucat, diaforesis, ketakutan, gelisah,
peka, atau kekacauan mental).
3. Pemeriksaan diagnostik
a. JLD, menunjukkan lekositosis
b. Gas darah arteri (GDA) menunjukkan hipoksemia (PaO2 kurang dari 80
mmHg) dan alkalosis respiratori (PaO2 kurang dari 35 mmHg dan pH
lebih tinggi dari 7,45), alkalosis respiratori dapat disebabkan oleh
hiperventilasi.

8
c. Waktu protrombin (PT) dan waktu trmboplastin parsial (PTT), mungkin
rendah jika terjadi pembekuan darah dan mungkin normal jika
disebabkan oleh emboli udara atau emboli lemak.
d. Enzim-enzim jantung (CPK, LDH, AST) harus dilaksanakan untuk
mencegah terjadinya infark miokard.
e. Skaning paru-paru (skaning ventilasi dan perfusi) untuk mengetahui area
yang mengalami hipoperfusi.
f. Angiogram paru-paru memberikan gambaran yang paling tajam dari
kejadian emboli paru. Walalupun dilakukan tidak rutin, angiogram
pulmonal dapat dilaksanakan jika pemeriksaan radiologi lainnya tidak
dapat membuktikan suatu kesimpulan dan bila direncanakan suatu
tindakan di vena kava. Tindakan ini dilaksanakan sama seperti
melaksanakan kateter jantung kanan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan petukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah ke
alveoli atau sebagian besar paru-paru.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeo bronkhial oleh
bekuan darah, sekret banyak, perdarahan aktif.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah
arteri atau vena.
C. Intervensi/Perencanaan
No Diagnosa Intervensi Implementasi
Dx Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran Setelah dilakukan tindakan 1. Catat frekuensi dan
gas berhubungan selama...x24 jam, kedalaman
dengan perubahan kerusakan pertukaran gas pernafasan,
aliran darah ke alveoli dapat teratasi dengan penggunaan obat
atau sebagian besar kriteri hasil : bantu, nafas bibir.
a. Menunjukkan 2. Askultasi suara
paru-paru.
peningkatan ventilasi nafas, catat adanya
dan oksigensi yang penurunan atau tidak
adekuat. adanya bunyi nafas,
b. AGD dalam batas
dan adanya bunyi
normal.
tambahan.
c. Tanda-tandavital dalam
3. Observasi sisnosis
rentang normal.
mukosa.

9
4. Lakukan tindakan
untuk
mempertahankan
jalan nafas, misalnya
dengan batuk efektif
atau sucsion.
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi,
efektif berhubungan keperawatan selama...x24 kedalaman
dengan obstruksi jam, pola nafas tidak pernafasan dan
trakeo bronkhial oleh efektif dapat teratasi ekpansi dada.
2. Auskultasi suara
bekuan darah, sekret dengan kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan nafas dan catat
banyak, perdarahan
batuk efektif dan suara adanya bunyi nafas
aktif.
nafas yang bersih, tidak advensius seperti,
ada sinosis dan krekels, mengi,
dipsnea. gesekan pleural.
b. Menunjukkan jalan 3. Posisikan pasien
nafas yan paten untuk
(frekuensi pernafasan memaksimalkan
dalam batas normal dan ventilasi.
tidak ada suara nafas
abnormal).
c. TTV dalam batas
normal.
3. Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Aukultasi suara
jaringan berhubungan keperawatan selama...x24 jantung dan paru.
2. Observasi warna dan
dengan penghentian jam, ketidakefektifan
suhu kulit atau suhu
aliran darah arteri atau perfusi jaringan kardio
kulit atau membran
vena. pulmonal teratasi dengan
mukosa.
kriteria hasil :
3. Evaluasi ekstermitas
a. Nadi perifer kuat dan
untuk adanya/tidak
simetris.
b. Denyut jantung, AGD ada atau kualitas
dalam batas normal. nadi. Catat nyeri
c. Nyeri dada tidak ada.
tekan betis atay

10
pembengkakan.

D. Evaluasi
1. Pasien menunjukkan ventilasi yang adekuat atau oksigenasi dengan GDA
dalam rentang normal.
2. Pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru bersih.
3. Pasien menunjukkan peningkatan perfusi yang sesuai secara individual,
irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal, tidak adanya sianosis,
kulit hangat atau kering, haluaran urin dan berat jenis dalam batas normal.

BAB 3
KASUS
3.1 Kasus
Ny. H berusia 38 tahun, saat ini diirawat di rumah sakit dengan keluhan
pusing, nyeri dada, sesak napas, batuk, dan lemah serta gugup setelah
melakukan aktivitas. Saat dikaji oleh perawat, Tn. Y mengatakan sebelumnya
istrinya mengeluh batuk dan memutuskan untuk mengkonsumsi obat batuk
yang dibelinya di apotek, tetapi selama tiga hari tidak kunjung sembuh dan

11
kondisi semakin memburuk, sehingga Ny. H segera dibawa oleh suami ke
rumah sakit. Tampak penggunaan otot-otot pernapasan, TD:90/60 mmHg,
N:110x/menit, S:37,7°c, RR:30x/menit. Sebelumnya Ny. H pernah dirawat
dengan penyakit yang sama yakni emboli paru 3 tahun yang lalu. Selain itu,
klien mengatakan kalau ia tinggal dekat dengan pabrik dan pemukiman padat
penduduk yang sangat kumuh.
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama Klien: Ny. H Nama Suami : Tn. Y
Umur : 45 Tahun Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kewarganegaraan : Indonesia Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan :- Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Gubeng Hub. dengan klien : Suami
Dx. Medis : Emboli Paru
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien sering mengeluh pusing, nyeri dada, sesak napas, batuk, dan
lemah serta gugup setelah melakukan aktivitas.
2) Riwayat Sekarang
Klien datang di UGD rumah sakit A dibawa oleh suaminya, dengan
keluhan batuk semenjak hari rabu siang dan pusing, nyeri dada,
sesak napas, dan batuk, lemah serta gugup setelah melakukan
aktifitas. Sebelumnya klien mengkonsumsi obat batuk yang
dibelinya apotek tetapi tiga hari tidak kunjung sembuh, karena
kondisi semakin memburuk, klien segera dibawa oleh suami ke
rumah sakit.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat Merokok : klien mengatakan tidak merokok.
Riwayat Penyakit Keluarga : klien mengatakan tidak ada riwayat

12
penyakit menular (misal : TBC, HIV, dll) atau menurun ( misal :
Diabetes, Hipertensi) di dalam keluarganya.
Alergi : klien mengatakan tidak ada alergi makanan atau obat-
obatan.
4) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan pasien dekat dengan pabrik dan pemukiman padat
penduduk yang sangat kumuh.
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : klien tampak lemah, gelisah, wajah tampak
meringis menahan nyeri
TD : 90/60 mmHg
N : 110x/menit,
S : 37,7°C
RR : 30x/ menit
P : nyeri terasa saat setelah melakukan aktivitas
Q : nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
R : nyeri terasa pada area dada sebelah kanan
S :7
T : nyeri lebih sering terjadi dimalam hari
d. Pemeriksaan Persistem
1) Sistem Pernapasan / Respirasi
Klien mengeluh nyeri dada, sesak napas, tampak menggunakan otot
bantu pernapasan
2) Sistem Kardiovaskuler
Klien mengeluh pusing karena tekanan darah klien menurun
3) Sistem Persyarafan/neurologi
Klien tampak lemah
4) Sistem perkemihan
Frekuensi urine menurun, klien mengatakan BAK <4 kali dalam
sehari
5) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Klien mengatakan tidak ada masalah pada pencernaan
6) Sistem integumen
Keringat berlebih, dan telapak tangan tampak pucat
e. Data Penunjang
1) Hb : 14,1 g/dl
2) LED : 33 mm/jam

13
3) Leukosit : 12.200/μl
4) Ht : 42 vol ٪
5) Trombosit : 204000/μl
6) Eritrosit : 4,54 juta/μl
2. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1 Data Subjektif : Nyeri akut Agen pencendara
Klien mengatakan nyeri, nyeri fisiologis
terasa saat setelah melakukan
aktivitas, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk, nyeri pada area
dada sebelah kanan dengan
skala 7, nyeri lebih sering
terjadi dimalam hari.
Data Objektif :
klien tampak lemah, gelisah,
wajah tampak meringis
menahan nyeri
Nadi : 110x/menit

2 Data Subjektif : Pola napas tidak Hambatan upaya


Klien mengeluh sesak napas efektif napas
Data Objektif :
Klien tampak menggunakan
otot bantu pernafasan
RR : 30x/menit
3 Data Subjektif : Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan
Klien mengeluh lemah antara suplai dan
Data Objektif : kebutuhan oksigen
N : 110x/menit

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d. agens pencedera fisiologis d.d. Klien mengatakan
nyeri, nyeri terasa saat setelah melakukan aktivitas, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk, nyeri pada area dada sebelah kanan dengan skala 7,
nyeri lebih sering terjadi dimalam hari. klien tampak lemah, gelisah,
wajah tampak meringis menahan nyeri, nadi : 110x/menit
b. Pola napas tidak efektif b.d. hambatan upaya napas d.d. klien
mengeluh sesak napas, klien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan dan RR : 30x/menit
c. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d. klien mengeluh lemah dan N : 110x/menit

14
15
4. Intervensi Keperawatan
No. Dx. Keperawatan Luaran Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
keperawatan selama 1x24 Tindakan
jam, tingkat nyeri menurun Observasi
dengan kriteria hasil : a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
a. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
b. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri
c. Gelisah menurun c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredahkan nyeri
c. Anjurkan memonitoring nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik

16
Tindakan
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan tingkat keparahan
nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
e. Monitor efektivitas analgesik
Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapi analgesia
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dala serum
c. Tetapkan target efektivitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, jika perlu
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
efektif keperawatan selama 1x24 Tindakan
jam, pola napas membaik Observasi
dengan kriteria hasil : a. Monitor pola nafas
a. Dipsneu menurun b. Monitor bunyi nafas tambahan
b. Penggunaan otot bantu c. Monitor sputum
nafas menurun Terapeutik
c. Frekuensi nafas membaik a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift

17
(jaw-trust jika curiga trauma servikal)
b. Posisikan semi fowler atau fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika diperlukan
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari jika tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
Pemantauan Respirasi
Tindakan
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

18
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
keperawatan selama 1x24 Tindakan
jam, toleransi aktivitas Observasi
meningkat dengan kriteria a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
hasil : b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
a. Keluhan lelah menurun c. Monitor pola dan jam tidur
b. Dipsneu setelah aktivitas d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
menurun Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asuhan
makanan
Terapi aktivitas
Tindakan
Observasi
a. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
b. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

19
c. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
d. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
e. Identifikasi makna aktivitas rutin dan waktu luang
f. Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
a. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
d. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
e. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
f. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
g. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
h. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
i. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
k. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
l. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
m.Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implisit dan
emosional untuk pasien demensia, jika sesuai
n. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
o. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan versifikasi
untuk menurunkan kecemasan
p. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

20
q. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
r. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
s. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
t. Berikan penguatan positif atas pastisipasi dalam aktivitas
Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
c. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
d. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
b. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

5. Impelementasi dan Evaluasi


No. Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Nyeri akut 27/10/2019 09.00 WIB 27/10/2019 10.00 WIB
a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri O : Klien masih tampak meringis menahan nyeri

21
b. Kolaborasi pemberian analgetik A : intervensi teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1 dan 2
2 Pola napas tidak 27/10/2019 10.00 WIB 27/10/2019 11.00 WIB
efektif a. Memberikan posisi semi fowler S : klien mengatakan dadanya terasa lebih
b. Memberikan oksigen longgar saat bernapas
O : klien tampak tidur dengan posisi setengah
duduk, RR = 28x/menit
A : intervensi teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1 dan 2
3 Intoleran aktifitas 27/10/2019 11.00 WIB 27/10/2019 12.00 WIB
a. Memberikan aktivitas distraksi yang S : klien mengatakan dadanya terasa lebih
menenangkan kepada Tn. D longgar saat bernapas dan lebih rileks serta nyeri
b. Menganjurkan Tn. D untuk tirah baring mulai berkurang
O : klien tampak tidur dengan posisi setengah
duduk
A : intervensi teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 1,2

22
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
PE adalah gangguan yang mengancam jiwa yang dikaitkan dengan
mortalitas yang tinggi. Sebagian besar kematian pada pasien dengan syok
terjadi dalam beberapa jam pertama setelah presentasi. Diagnosis dan
pengobatan yang cepat sangat penting untuk menyelamatkan hidup pasien.
Rumah sakit yang memiliki unit perawatan intensif harus secara pre-emtif
membentuk protokol diagnostik dan terapeutik dan melatih manajemen
multidisiplin untuk pasien dengan PE.
4.2 Saran
Bagi mahasiswa perawat setelah membaca makalah ini dapat memahami
dan mengaplikasikan penatalaksanaan emboli paru serta dijadikan sebagai
pedoman atau panduan untuk melakukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Laksana & Maskoen. (2017). Emboli Paru : Strategi Diagnostik dan Tata Laksana
dalam Perspektif Perawatan Kritis. Jurnal Anestesia dan Critical Care,
35(3). 191-200

Lubis & Nasution. (2019). Deteksi Dini Gejala Emboli Paru di ICU. Jurnal
Anestesia dan Critical Care, 37(2). 69-74

Lubis, Bastian. 2019. Emboli Paru. Universitas Sumatera Utara: Departemen


Anestesiologi dan Terapi Intensif

23
Octaviani & Kurniawan. (2015). Emboli Paru. Jurnal Medicinus, 4(8). 313-322

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai