PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulmonary embolism merupakan satu dari banyak penyakit pada
vaskuler paru. Pulmonary embolism dapat terjadi karena substansi yang tidak
larut masuk ke dalam vena sistemik, terbawa aliran darah dan menyumbat di
pembuluh darah pulmoner. Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis
dengan spektrum luas, mulai dari suatu gambaran klinis yang asimptomatik
sampai keadaan yang mengancam nyawa berupa hipotensi, shock kardiogenik
dan keadaan henti jantung yang tiba-tiba (sudden cardiac death) (Kusmana,
2003). Secara terminologi, Pulmonary embolism atau lebih tepatnya
tromboemboli paru merupakan suatu trombus atau multipel trombus dari
sirkulasi sistemik, masuk ke sirkulasi paru sehingga menyumbat satu atau
lebih arteri pulmonalis di bronkus (Goldhaber and Elliot, 2003).
Insidensi Pulmonary embolism di Amerika Serikat dilaporkan hampir
200.000 kasus pertahun dengan angka mencapai 15% yang menunjukkan
bahwa penyakit ini masih merupaan problema yang menakutkan dan satu
penyebab emergensi kardiovaskuler yang tersering. Laporan lain menyebutkan
bahwa Pulmonary embolism secara langsung menyebabkan 100.000 kematian
dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya
(Piazza and Goldhabber, 2006).
Penyebab utama dari suatu Pulmonary embolism adalah tromboemboli
vena (venous thromboembolism), namun demikian penyebab lain dapat
berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis
(Goldhaber and Elliot, 2003).
Diagnosis suatu Pulmonary embolism dapat ditegakkan dari penilaian
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, D-Dimer
Test, pencitraan ventilasi-perfusi (ventilation-perfussion scanning), CT
Angiografi torak dengan kontras, angiografi paru, Magnetic Resonance
Angiography, duplex ultrasound ekstremitas dan ekokardiografi transtorakal
(Goldhaber and Elliot, 2003). Penatalaksanaan khusus Pulmonary embolism
dapat berupa pemberian antikoagulasi, trombolitik atau embolektomi baik
dengan intervensi kateteriosasi maupun dengan pembedahan.
Pulmonary embolism merupakan satu dari banyak penyakit pada
vaskuler paru. Pulmonary embolism dapat terjadi karena substansi yang tidak
larut masuk ke dalam vena sistemik, terbawa aliran darah dan menyumbat di
pembuluh darah pulmoner (Kusmana, 2003). Secara terminologi, Pulmonary
embolism atau lebih tepatnya tromboemboli paru-paru merupakan suatu
trombus atau multipel trombus dari sirkulasi sistemik, masuk ke sirkulasi paru
sehingga menyumbat satu atau lebih arteri pulmonalis di bronkus (Goldhaber
and Elliot, 2003)
Antara 60% - 90% penyebab Pulmonary embolism berasal dari vena
ektremitas bawah dan pelvis (Piazza and Goldhabber, 2006). Munculan klinik
sangat bervariasi, bisa menyebabkan kematian mendadak, tergantung ukuran
emboli dan kondisi klinik dasar pasien (Sunu, 2006). Pulmonary embolism
ditemukan lebih dari 60% dari hasil diotopsi dan juga sering terjadi
misdiagnosis (Goldhaber and Elliot, 2003). Penelitian lain mengenai analisis
post mortem penyebab kematian dini pada pasien yang dirawat dengan
penyakit paru obstruktif kronik. Penelitian ini mendapatkan 20,9% penyebab
kematian karena tromboPulmonary embolism (Fedullo, 2005).
Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya Pulmonary
embolism, seperti faktor herediter (seperti defisiensi protein C, defisiensi
protein S dll) dan faktor yang didapat (seperti umur > 40 tahun, perokok,
keganasan dll). Menegakkan diagnosis Pulmonary embolism merupakan
sebuah tantangan yang sulit. Tanda klinis yang muncul seperti dispnea atau
nyeri dada tidak spesifik dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain
seperti infark miokard atau pneumonia. Banyak pasien dengan penyakit
tromboemboli mempunyai gejala tidak spesifik dan diagnosis lebih sulit lagi
jika disertai penyakit gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) (Piazza and Goldhabber, 2006). Dalam menegakkan diagnosis
Pulmonary embolism memerlukan keterampilan mengintegrasikan data klinis
dan laboratorium serta kebijakan penilaian tentang perlu atau tidak dilakukan
tindakan diagnosis invasif (Kusmana, 2003).
Sensitifitas dan spesifisitas manifestasi klinis Pulmonary embolism
masih rendah dan tidak ada uji klinis yang sederhana.8 Konfirmasi diagnosis
dengan tes objektif hanya sekitar 20% pasien. Pulmonary embolism bahkan
bisa tanpa gejala dan kadang didiagnosis dengan prosedur diagnosis yang
dilakukan untuk tujuan lain (Julian, 2000).
Dengan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana prosedur diagnosis secara patologis dan penatalaksanaan
Pulmonary embolism.
yang dapat menyebabkan kematian pada semua usia. Penyakit ini sering
ditemukan dan sering disebabkan oleh satu atau lebih bekuan darah dari bagian
tubuh lain dan tersangkut di paru-paru, sering berasal dari vena dalam di
ekstremitas bawah, rongga perut, dan terkadang ekstremitas atas atau jantung
kanan (Agnelli and Becattini, 2010; Fedullo, et al., 2003) .Selain itu, emboli paru
(arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli
bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan
ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan
arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai
Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut
paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut,
lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan
yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Emboli paru merupakan suatu
keadaan darurat medis. 1 sampai 2 jam setelah terjadinya emboli adalah periode
yang paling kritis dan mungkin saja dapat terjadi kematian karena komplikasi
seperti infark paru-paru (terjadinya nekrosis jaringan paru) atau hipertensi paru-
paru (meningkatnya tekanan arteri pulmonal), perdarahan paru paru, kor pulmonal
akut dengan gagal jantung dan disritmias (gangguan irama jantung), usia sangat
Bila trombus pada vena ini terlepas maka embolus akan mengikuti aliran
sistem vena kemudian dibawa melewati saluran yang lebih besar dan biasanya
melewati sisi kanan dari jantung masuk ke sistem peredaran darah pulmonal. Jika
emboli cukup besar, akan menempati bifukarsio arteri dan membentuk saddle
embolus. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis
yang akan melepaskan senyawa-senyawa vasokonstriktor seperti serotonin,refleks
vasokontriksi dan terjadi hipoksemia yang menimbulkan hipertensi arteri
pulmonalis.peningkatan arteri pulmonalis yang terjadi secara tiba-tiba akan
meningkatkan tekanan ventrikel kanan jantung dengan konsekuensi dilatasi dan
disfungsi ventrikel kanan yang menyebabkan septum intraventrikuler tertekan ke
sisi sebelah kiri dengan berakibat terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan
penurunan distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisian ventrikel kiri, maka
curah jantung sistemik (cardiac output) akan menurun dan mengurangi perfusi
koroner yang menyebabkan ischemia myocard. Adanya tekanan yang cukup
tinggi pada dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya embolus pulmo
secara massif akan menurunkan aliran korener sebelah kanan sehingga
menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kanan meningkat dan menimbulkan
ischemia serta kardiogenik shock. Siklus ini akan menimbulkan infark pada
ventrikel kanan jantung serta kematian (Goldhaber,2005)
- Gelombang Q yang sempit diikuti dengan inversi gelombang T pada lead III
disertai dengan gelombang S pada lead I yang menandakan perubahan posisi
jantung akibat dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Dapat ditemukan juga deviasi
axis ke kanan
Deskripsi Lesi :
- Terdapat hemorrhagi pada mukosa trakea dan bronkus
- Lobus caudalis pulmo dexter dan sinister tampak hiperemis
- Lobus cranialis pulmo dexter dan sinister tampak pucat
- Terdapat hemorrhagi multifocal berwarna gelap pada seluruh lobus pulmo
- Pleura tampak mengkilat
Deskripsi Lesi :
Deskripsi Lesi
- Terdapat masa tak lajim dalam pembuluh darah yang berisi fibrinogen, eritrosit,
platelet dan eritrosit
- Terdapat garis zahn berwarna pucat yang berasal dari platelet dan fibrin
2.6 TERAPI
Terapi antikoagulan adalah pengobatan yang dapat dilakukan. Secara akut,
perawatan supportifk seperti pemberian oksigen atau analgesik mungkin
diperlukan.
Terapi lain dapat diberi obat penghilang gumpalan. Biasanya obat ini
disebut trombolitik. Obat-obatan ini biasanya diberikan melalui infus dan mereka
berkerja menuju gumpalan dimana tugas mereka yaitu melarutkan gumpalan
tersebut (Geerts, et al, 2001).
Terapi lain yang bisa digunakan yaitu ECMO (Extra corporeal membrane
oxygenation). Ini seperti mesin paru-paru jantung yang dapat digunakan dalam
pengobatan emboli paru yang tidak stabil. Ini memungkinkan pemulihan sirkulasi
jika jantung berhenti atau sangat tidak berfungsi dan memastikan organ menerima
darah yang mereka butuhkan juga mesin memungkinkan darah untuk dioksigenasi
dalam kasus di mana paru-paru tidak dapat berfungsi dengan baik. Singkatnya
ECMO dapat memungkinkan stabilisasi situasi yang tidak stabil dan juga
memberi waktu bagi untuk pulih (Geerts, et al, 2001).
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Agnelli, G., and Becattini, C. 2010. Acute pulmonary embolism. New England
Journal of Medicine. 363(3): 266-274.
Geerts, W.H., J.A. Heit., G.P. Clagett., G.F. Pineo., C.W. Colwell., F.A.
Anderson., H.B. Wheeler. 2001. Prevention of venous thromboembolism. Chest,
119(1), 132S-175S
Motte S, Mélot C, Di
Pierdomenico L, Martins D, Leclercq P, Pirson M. Predictors of costs from the
hospital perspective of primary pulmonary embolism. Eur Respir J 2016;47:203–
211.
Piazza G., Goldhaber SZ. 2006. Acute Pulmonary Embolism Part II : Treatment
and Prophylaxis Circulation. Vol 114: 42-47.