BAB I
PENDAHULUAN
Emboli paru merupakan salah satu kegawatdaruratan pada bidang kardiovaskular yang
cukup sering terjadi. Emboli paru merupakan peristiwa infark jaringan paru akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis akibat peristiwa emboli. Oklusi pada arteri
pulmonal dapat menimbulkan tanda gejala yang beragam, dari keadaan yang asimptomatik
hingga keadaan yang mengancam nyawa, seperti hipotensi, shok kardiogenik, hingga henti
jantung tiba-tiba. 1
Berdasarkan penelitian, insidensi terjadinya emboli paru pada populasi adalah 23 per 100,000
penduduk dengan angka kematian 15% yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan
sebuah penyebab emergensi kardiovaskular. Beberapa penyebab utama dari sebuah kejadian emboli
paru merupakan tromboemboli vena, tetapi penyebab lain seperti emboli udara, emboli lemak, cairan
amnion, fragmen tumor, dan sepsis masih mungkin terjadi.1 Diagnosis dini penting untuk ditegakkan
karena tatalaksana dan intervensi harus segera dilakukan. Bergantung dari gejala klinisnya, terapi
awal bertujuan utama untuk mengembalikan aliran darah pada daerah yang mengalami oklusi atau
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk. Pencegahan sekunder memiliki peran sama
pentingnya dengan terapi awal, sehingga angka rekurensi emboli paru dapat menurun .2
Penyebab utama dari suatu emboli paru adalah tromboemboli vena (venous thromboembolism),
namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen
tumor dan sepsis.3
Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, D-Dimer test, pencitraan ventilasi- perfusi
(ventilation-perfussion scanning), CT angiografi toraks dengan kontras, angiografi paru,
Magnetic Resonance Angiography, Duplex ultrasound ekstremitas dan ekokardiografi
transtorakal.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru adalah organ yang terdapat pada rongga thorax, yang menyediakan
ruang untuk volume paru-paru selama bernafas, sehingga thorax tidak terdesak oleh
paru-paru yang mengembang saat inspirasi (mengambil nafas). Rongga thorax
diperbesar dengan dua cara, yaitu dengan pergerakan ke atas dan bawah oleh otot
diafragma serta elevasi dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan mengurangi
diameter anteroposterior dari rongga thorax.
2
B. Emboli Paru
1. Definisi
Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis, yang disebabkan oleh
trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti
sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut
di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan
hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal,
menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru.4
2. Epidemiologi
Emboli Paru merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Di Perancis
diperkirakan angka kejadian pertahunnya lebih dari 100.000 kasus, di Inggris dan
Wales 65.000 kasus penderita yang dirawat , dan lebih dari 60.000 kasus di Italia. Di
Amerika Serikat tiap tahunnya didapatkan lebih dari 600.000 penderita emboli paru,
mengakibatkan kematian 50.000- 200.000, dan menduduki urutan ke tiga penyebab
kematian pasien rawat inap1,4
3. Etiologi
Penyebab Emboli Paru dibedakan menjadi Trombotik dan non trombotik.
Emboli Paru trombotik terjadi dari lepasnya trombus yang berasal dari pembuluh
vena dalam diekstremitas bawah mengikuti sirkulasi dan masuk ke sirkulasi darah
paru. Diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau
bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik. Trombus yang kecil
berjalan terus sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer
paru. Kebanyakan emboli ini multipel dan sering di lobus bawah paru.
Emboli Paru non trombotik disebabkan oleh emboli lemak (fraktur tulang
panjang), cairan amnion (proses persalinan), udara (tindakan bedah invasif,
pemasangan kateter arteri dan trauma torak), Schistosomiasis, sepsis dan tumor.2,6
4. Patofisiologi
Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat sebuah postulat yang menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan koagulasi
intravaskuler, yaitu:
1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi kerusakan
endotel vaskular. Biasanya disebabkan oleh thromboflebitis sebelumnya,
3
pada trauma, ataupun tindakan pembedahan.
2. Keadaan hiperkoagulobilitas darah yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan, seperti: kontrasepsi oral, terapi hormon, terapi steroid,
keganasan, sindrom nefrotik, thrombositopenia akibat penggunaan obat
heparin, defisiensi protein C, protein S, antithrombin III, dan keadaan DIC.
3. Keadaan stasis vena, biasanya disebabkan karena immobilisasi atau tirah
baring yang berkepanjangan, katup vena yang tidak kompeten akibat proses
thromboemboli sebelumnya, efek samping anestesi, gagal jantung kongestif,
dan cor pulmonale.
Emboli akan meningkatkan resistensi dan tekanan pada arteri pulmonalis yang
kemudian akan melepaskan senyawa-senyawa vasokonstriktor, agregasi platelet, dan
sel mast. Keadaan vasokonstriksi arteri pulmonal dan hipoksemia kemudian akan
menimbulkan hipertensi arteri pulmonal, sehingga tekanan ventrikel kanan
meningkat.
Selanjutnya, dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan akan menyebabkan
penekanan septum intraventrikuler ke sisi kiri dan regurgitasi katup trikuspidalis. Hal
ini dapat mengganggu proses pengisian ventrikel. Dengan berkurangnya pengisian
ventrikel kiri, maka curah jantung sistemik akan menurun dan mengurangi perfusi
koroner. Infard miokard terjadi sebagai akibat dari penurunan aliran koroner yang
dapat menyebabkan shok kardiogenik. Apabila tidak ditangani dengan cepat, maka
dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi dan kematian.1
5. Gejala Klinis
Pada emboli paru sangat sulit mengetahui gejala klinis dikarenakan emboli paru
menunjukkan gejala yang tidak spesifik. Emboli bersifat akut bila terletak pada pusat
dari lumen pembuluh darah atau emboli menyumbat pembuluh darah (vessel cut-off
sign). Emboli akut biasanya mengakibatkan distensi pada pembuluh darah yang
terkena. Sedangkan pada emboli yang bersifat kronik bila letaknya eksentrik dan
berimpit dengan dinding pembuluh darah dan dapat mengurangi diameter lumen
sebesar >50% sehingga dapat terjadi rekanalisasi dari trombus dan terbentuk arterial
web.5
4
1. Despnea
2. Nyeri pleuritik
3. Batuk
4. Pembengkakan pada tungkai bawah
5. Batuk darah
Gejala emboli pada sistem respirasi adalah alveolar dead space meningkat,
hipoksemia,hiperventilasi, kehilangan surfaktan, dan infark paru. Dampak pada
hemodinamik yaitu berkurangnya vascular bed dari paru yang berakibat pada
peningkatan afterload ventrikel kanan sehingga menjadi ancaman gagal jantung
kanan.6
Adapun gejala klinis klasik pada emboli paru dengan onset mendadak berupa nyeri
dada pleuritik, sesak napas, dan anoksia, walaupun kebanyakan tidak menunjukkan
keluhan yang nyata. Pasien emboli paru memiliki keluhan yang atipikal seperti
kejang, pingsan, nyeri perut, demam, batuk produktif, mengi, penurunan kesadaran,
batuk, darah, dan nyeri pinggang.6,5
6. Diagnosis Klinis
Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, D-Dimer test, pencitraan ventilasi-
perfusi (ventilation-perfussion scanning), CT angiografi toraks dengan kontras,
angiografi paru, Magnetic Resonance Angiography, Duplex ultrasound ekstremitas
dan ekokardiografi transtorakal..1
- Pemeriksaan untuk penyakit Emboli Paru meliputi hal-hal berikut:
1. Pemeriksaan D-dimer dan fibrinogen
D-dimer merupakan hasil produk dari fibrinolisis. Semakin tinggi kadar D-
dimer maka kemungkinan untuk terjadinya emboli paru semakin besar, akan
etapi bila hanya mengandalkan D-dimer sebagai penanda untuk emboli paru
sangatlah sulit. Hal ini dikarenakan pada kehamilan, infeksi dan keganasan
nilai D-dimer akan meningkat. Kadar fibrinogen pada keadaan akut akan
meningkat dan pada keadaan kronik tidak meningkat. Rasio antara D-dimer
dan fibrinogen dapat digunakan sebagai penanda emboli paru yang lebih
spesifik.2
5
dan dapat diinterpretasikan dengan cepat. Gabungan Ventilation-Perfusion
Scanning dan penilaian klinis dapat memberikan akurasi diagnosis yang baik
lebih baik. Kemungkinan besar positif atau negatif bervariasi, tetapi secara
umum tergantung kepada ukuran, jumlah dan distribusi defek perfusi yang
dihubungkan dengan foto toraks dan abnormalitas ventilasi.2
3. Pemeriksaan Elektrokardiografi.2
Elektrokardiografi normal tidak menyingkirkan diagnosis emboli paru. Bila
ditemukan perubahan,seringkali bersifat sementara berupa deviasi aksis ke
kanan, sinus takikardi atau aritmia supraventrikular, Right Bundle Branch
Block (RBBB) komplit atau tidak komplit, inversi gelombang T.2
6
paru.
Gambar 2.3 Gambaran Emboli Paru, Gambar kiri Westermark Sign, kolapsnya vaskularisasi distal
dari emboli. Gambar kanan Hampton’s Hump.
7
Gambar 2.5 (A) munculnya emboli di arteri paru utama yang kaya dengan indeks bekuan 50%.
(B) Rasio RV/LV >2 Mendukung adanya disfungsi ventrikel kanan. Pasien diberikan terapi trombolitik,
dan ada peningkatan. (C) Resolusi Trombus dan (D) resio RV/LV kembali normal.11
8. Diferential Diagnosis
Karena emboli paru memiliki gambaran klinis yang sangat heterogen mulai dari
dispnea hingga serangan jantung mendadak. Diagnosis banding PE sangat luas dan
meliputi:
1. Sindrom koroner akut
2. Angina stabil
3. Perikarditis akut
4. Gagal jantung kongestif
5. Keganasan
6. Aritmia jantung
7. Radang paru-paru
8. Pneumotoraks
9. Sinkop vasovagal
9. Tatalaksana
Pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan cairan
infus untuk meningkatkan hantaran oksigen pasien.Pemberian obat vasopressor,
obat inotropik, anti aritmia digitalis juga dapat diberikan. Pengobatan utama
terhadap emboli paru adalah pemberian antikoagulan seperti heparin atau
warfarin serta pengobatan trombolitik.5
8
Pemantauan tekanan darah
Heparinisasi sebagai pilihan pada emboli paru non massif / non sub massif
9. Prognosis
Prognosis pada pasien emboli paru sangat beragam dan bergantung dari tingkat
keparahan penyakit dan terapi yang diberikan. Pada pasien yang tidak ditangani
cepat, risiko mortalitas akan meningkat sebanyak 30% dibandingkan dengan 2-11 %
pada pasien yang mendapat antikoagulan segera.3
10. Komplikasi
Komplikasi utama yang terkait dengan emboli paru (PE) adalah sebagai berikut:
1. Tromboemboli berulang
2. Hipertensi pulmonal tromboemboli kronis
3. Gagal jantung kanan
9
4. Serangan jantung
PE, jika tidak diobati, dikaitkan dengan angka kematian hingga 30 persen.
Penelitian juga menunjukkan peningkatan risiko stroke, yang diduga disebabkan
oleh emboli paradoks melalui paten foramen ovale (PFO) pada pasien dengan PE
akut.
1) Tromboemboli Berulang
Dalam satu hingga dua minggu setelah diagnosis, kondisi pasien mungkin
memburuk dan mengalami kekambuhan. Antikoagulasi yang tidak memadai
adalah alasan paling umum terjadinya tromboemboli vena berulang saat menjalani
terapi.
2) Hipertensi Paru Tromboemboli Kronis (CTEPH)
Terjadinya dispnea yang persisten atau progresif, terutama selama tiga bulan
hingga dua tahun pertama setelah diagnosis, harus mendorong penyedia layanan
untuk menyelidiki perkembangan CTEPH (yang mempengaruhi hingga 5 persen
pasien). Tomografi komputer tindak lanjut, pemindaian ventilasi-perfusi, atau
ekokardiografi harus dilakukan pada pasien yang gejalanya tetap menetap selama
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun setelah PE akut. Pada CTEPH, modalitas
ini menunjukkan hipertensi pulmonal.2
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA