PENDAHULUAN
Emboli paru( Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peistiwa emboli. Emboli
bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban,
sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai
akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Insiden sebenarnya dari Emboli Paru tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat
diagnosis klinis, tetapi Emboli Paru merupakan penyebab oenting morbiditas dan mortalitas
pasien-pasien di rumah sakit. Dan telah dilaporkan sebagai penyebab lebih dari 200.000
kematian di Amrika Setikat tiap tahunnya. Emboli Paru masif adalah salah satu penyebab
kematian mendadak paling sering, penyebab kedua sertelah penyakit arteri koronaria.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiologi
Emboli paru karena trombus di arteri pulmonalis {in situ) sangat jarang. Faktor-faktor
predisposisi terjadinya emboli paru menurut Virchow 1856 atau sering disebut sebagai
physiological risk factors, meliputi 1). Adanya aliran darah lambat (stasis), 2). Kerusakan
dinding pembuluh darah vena, dan 3). Keadaan darah mudah membeku [hiperkoagulasi).
Aliran darah lambat (stasis) dapat ditemukan pada beberapa keadaan, misalnya pasien yang
mengalami tirah baring cukup lama, kegemukan, varises, dan gagal jantung kongestif Darah
yang mengalir lambat memberi kesempatan lebih banyak untuk membeku (trombus). Kerusakan
dinding pembuluh darah vena terjadi misalnya akibat operasi, trauma pembuluh darah (suntikan,
kateterisasi jantung) dan luka bakar. Adanya kerusakan endotel pembuluh vena menyebabkan
dikeluarkan bahan yang dapat mengaktifkan faktor pembekuan darah (factor Hageman) dan
kemudian dimulailah proses pembekuan darah. Keadaan darah mudah membeku
(hiperkoagulabel) juga merupakan faktor predisposisi terjadinya trombus, misalnya keganasan,
polisitemia vera, anemia hemolitik, anemia sel sabit, trauma dada, kelainan jantung bawaan,
splenektomi dengan trombositosis, homosistinuria, penggunaan obat kontrasepsi oral (estrogen),
dan trombositopati. Selain hal-hal di atas, trombosis vena juga lebih mudah terjadi pada keadaan
dengan peningkatan faktor V, VIII, fibrinogen abnormal, defisiensi antitrombin III, menurunnya
kadar aktivator plasminogen pada endotel vena atau menufunnya pengeluaran aktivator
plasminogen akibat berbagai rangsangan, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan
ebagainya.
2.2 Patogenesis
Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri dan pembuluh vena. Trombus arteri terjadi
karena rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan intima). Trombus vena terjadi terutama karena
aliran darah vena yang lambat, selain dapat pula karena pembekuan darah dalam vena bila ada
kerusakan endotel vena. Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang kemudian
terbawa aliran vena. Biasanya trombus vena berisi partikel-partikel fibrin (terbanyak), eritrosit,
2
dan trombosit. Ukurannya bervariasi, bisa dari beberapa milimeter sampai sebesar lumen
venanya sendiri. Biasanya trombus makin bertambah besar oleh tumpukan trombus lain yang
kecil-kecil. Adanya perlambatan aliran darah vena {stasis) akan makin mempercepat
terbentuknya trombus yang lebih besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya
operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena.
Kondisi darah yang mudah membeku juga amat berpengaruh pada pembentukan trombus.
Faktor-faktor penting yang berperan adalah diaktifkannya faktorfaktor pembekuan darah oleh
kolagen, endotoksin, dan prokoagulan dari jaringan maligna, selanjutnya tromboplastin
dilepaskan ke dalam peredaran darah dan pembekuan darah intravaskular (trombus) mudah
terjadi. Keadaan ini sering ditemukan pada persalinan, operasi dan trauma pada organ-organ
tubuh.
2.3 Patofisiologi
Trombus pada tempat asal terjadinya (misalnya trombus vena dalam di vena femoralis
atau dari jantung kanan) lepas dan ikut aliran darah vena sebagai tromboemboli di arteri
pulmonalis, tersangkut di situ, menimbulkan obstruksi total atau parsial, selanjutnya
menimbulkan akibat atau konsekuensi 2 hal :
3
cabang-cabang arteri pulmonalis yang terkena obstruksi tadi. Terjadilah dua keadaan,
iaiah : 1.peningkatan resistensi vascular paru {pulmonary vascular resistance),
2. pada kasus yang berat akan terjadi hipertensi pulmonal sampai mengakibatkan
terjadinya gagal jantung kanan.
2. Gangguan Respirasi : timbul bronkokonstriksi. Adanya obstruksi total atau parsial oleh
tromboemboli paru akan menimbulkan : refleks bronkokonstriksi yang terjadi setempat
pada daerah paru yang terdapat emboli {pneumokonstriksi),wasted ventilation (suatu
peninggian physiological dead space), ventilasi paru daerah terkena tidak efektif hilang
atau menurunnya surfakatan paru pada alveoli daerah paru yang terkena dan hipoksemia
arterial.
Reaksi bronkokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat berkurang nya aliran darah
(obstruksi total atau partial) tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif permukaan jaringan
paru, dan terjadi pula akibat pengeluaran histamin dan 5-hidroksi isoptamin yang dapat membuat
vasokonstriksi dan bronkokonstriksi bertambah berat. Wasted ventilation terjadi karena adanya
obstruksi oleh emboli paru yang menimbulkan suatu zona paru dengan ventilasi paru yang cukup
tetapi tidak terdapat perfusi, sehingga menimbulkan dead space di dalam paru. Bagian paru ini
tidak ikut mengalami proses pertukaran gas. Hilang atau menurunnya produksi surfaktan paru
menyebabkan stabilitas alveoli menurun, yang berakibat atelektasis pada daerah paru yang
terkena.
4
nyeri dada sentral atau sesak napas. Napas sangat cepat, kesadaran hilang sementara,
denyut nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun, bagian perifer menjadi pucat dan
dingin. Ditemuka sianosis tipe sentral, yang mungkin tidak responsif terhadap pemberian
oksigen. Apabila pasien sadar, ia akan merasakan nyeri dada yang hebat. Pemeriksaan
terhadap jantung, selain adanya hipotensi akan ditemukan tanda-tanda beban jantung
kanan berlebihan, misalnya dapat ditemukan vena jugularis terisi penuh, hepato jugular
refluks (+), adanya tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan. Bila gangguan hemodinamik
hebat, dalam waktu 2 jam pasien dapat meninggal, dan sering didiagnosis sebagai henti
jantung.
5
terbatas. Sebagian besar pasien mengalami mikroemboli bersama dengan kehamilan atau
dengan penggunaan pil kontrasepsi oral.
2.5 Komplikasi
1. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme periodic
(kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
2. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukkan cairan dalam
rongga pleura.
3. Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah merah dalam sirkulasi.
Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,peningkatan
kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis
(destruksi) sel darah merah yang berlebihan.
4. Emfisema
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara
pada asinus yang sipatnya permanen. Pelebaran ini disebabkan karena adanya kerusakan
dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal.
5. Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang jarang, dimana didapatkan
peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh diatas normal tanpa didapatkan penyebab
yang jelas. Tekanan arteri polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14
mmhg.
6
pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai informasi tambahan, menilai kemajuan terapi
dan dapat menilai kemungkinan diagnosis lain. Pemeriksaan leukosit bisa melebihi nilai
20.000/mm. Hipoksemia bisa ditemukan pada emboli paru. Tekanan parsial O2
ditemukan rendah pada kemungkinan emboli paru akut, walaupun bisa saja ditemukan
normal. Tekan parsial CO2 ditemukan < 35 mmHg, tapi ada juga ditemukan >45mmHg
walaupun kasusnya sedikit.
2.Pemeriksaan Foto Toraks :
Gambaran foto toraks biasanya menunjukkan kelainan, walaupun tidak jelas, non
spesifik dan tidak memastikan diagnosis. Gambaran lain dapat berupa konsolidasi,
perubahan letak diafragma, penurunan gambaran vaskuler paru, edema paru.
3.Pemeriksaan Ekokardiografi :
Pemeriksaan ekhokardiografi transtorakal atau transesofageal terbatas penggunaannya
untuk diagnosis emboli paru. Pada ekokardiografi dapat dilihat perubahan ukuran dan
fungsi ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspid jantung kanan akut menandakan adanya
regangan. Dengan penilaian klinis yang tepat, perubahan ventrikel kanan dapat
menandakan emboli paru akut.
7
2.8 Prognosis
Prognosis emboli paru jika terapi yang tepat dapat segera diberikan adalah baik. Emboli
paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak. Prognosis emboli paru tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, juga tergantung ketepatan diagnosis dan pengobatan yang
diberikan. Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Pada emboli paru masif prognosisnya
lebih buruk lagi, karena 70% dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan
akut. Prognosis juga buruk pada pasien emboli paru kronik dan yang sering mengalami ulangan
serangan. Resolusi emboli paru dapat terjadi dengan terapi trombolitik yang progresif Umumnya
resolusi dapat dicapai dalam waktu 30 jam . Resolusi komplet terjadi dalam waktu 7-19 hari,
variasinya tergantung pada kapan mulai terapi, adekuat tidaknya terapi dan besar kecilnya
emboli paru yang terjadi.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emboli Paru merupakan penyakit vaskuler akibat tersumbatnya arteri pulmonalis atau
arteri bronkialis karena suatu trombus, bisa juga karena sel tumor, fragmen tulang, lemak,
amnion dan udara. Manifestasi klinis emboli paru tidak khas, (biasanya dispnea, nyeri dada,
hemoptisis dan kollaps sirkulasi) sehingga sulit untuk mendiagnosis. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan seperti laboratorium, D-Dimer, foto toraks, EKG, Ekokardiografi, CT
angiografi, Ventilation verfusion scanning dan angiografi dan pemilihannya tergantung klinisi
dan ketersediaan fasilitas rumah sakit. Standar baku emas untuk diagnosis emboli paru adalah
angiografi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menilai gejala klinis, pemeriksaan laboratorium
dan penunjang. Penatalaksanaan emboli paru dengan pemberian anti koagulan seperti heparin,
trombolitik seperti streptokinase, urokinase dan Rt-PA atau tindakan bedah seperti embolektomi.
Prognosis emboli paru tergantung pada kecepatan dibuatnya diagnosis, beratnya penyakit,
kecepatan diberikannya terapi dan adanya penyakit lain yang menyertainya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi : 6 Jilid : II. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid II. Jakarta : Interna
Publishing.
10