Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian
Emboli paru-paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian
pembuluh darah paru-paru oleh embolus. Embolus ialah suatu benda asing
yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Benda tersebut
ikut terbawa oleh aliran darah yang berasal dari suatu tempat lain dalam
sirkulasi darah. Proses timbulnya embolus disebut embolisme. Hampir
99% emboli berasal dari trombus. Bahan lainnya adalah tumor, gas, lemak,
sumsum tulang, cairan amnion, dan trombus septik (Somantri, 2007).
Emboli paru-paru dikenal sebagai obstruksi sebagian atau seluruh
dari satu atau kedua cabang pulmonal atau anak-anak cabangnya. Elemen
onstruktif dapat berupa bekuan darah, udara atau globulus lemak (Engram,
2000).

B. Etiologi
Penyebab emboli paru belum diketahui pasti, tetapi hasil penelitian
dari autopsi paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan
jelas bahwa penyebab penyakit ini adalah trombus pada pembuluh darah.
Umumnya tromboemboli berasal dari lepasnya trombus di pembuluh darah
vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang
lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena, amnion, udara,
lemak, sumsum tulang, fokus septik, dan lain-lain. Kemudian material
emboli beredar dalam peredaran darah sampai sirkulasi pulmonal dan
tersangkut pada cabang-cabang arteri pulmonal, memberikan akibat
timbulnya gejala klinis. Emboli paru dapat terjadi sebagai komplikasi dari
beberapa kondisi medik yang membuat predisposisi terjadinya trombosis
vena.
Faktor Predisposisi :
1. Imobilisasi
Imobilisasi sering terjadi terutama pada pasien dengan fraktur
tulang ekstremitas inferior, berbaring lama pasca bedah,
paralisis kaki, dan pada penyakit-penyakit kardiopulmoner.
Imobilisasi yang lama menyebabkan hilangnya peristaltik
pembuluh darah vena sehingga menjadi stasis. Umumnya stasis
terjadi setelah berbaring selama tujuh hari. Stasis dapat terjadi
pada pasca bedah setelah 48 jam sampai sepuluh hari
kemudian.
2. Umur
Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50-65 tahun
karena elasitisitas dinding pembuluh darah sudah berkurang.

1
3. Penyakit jantung
Jika pada jantung hanya terjadi fibrilasi atrium atau disertai
dengan payah jantung, keadaaan tersebut sering menimbulkan
emboli paru-paru. Pada infark jantung akut, emboli paru-paru
sering terjadi pada hari ketiga dan sebagian besar 75% terjadi
pada minggu pertama.
4. Trauma
Sebanyak 15% penderita trauma mengalami emboli paru-paru,
terutama pada penderita luka bakar dengan area terbakar yang
luas, sehingga kerusakannya sampai ke endotel pembuluh
darah.
5. Obesitas
Penderita dengan berat badan 20% lebih dari berat badan ideal
dapat dikatakan beresiko untuk menderita emboli paru-paru,
meskipun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
6. Kehamilan dan nifas
Kejadian emboli paru-paru pada ibu hamil biasa terjadi pada
trimester ketiga dan prevalensinya meningkat saat nifas. Pada
kasus ibu hamil dan nifas disebabkan karena terjadi
peningkatan faktor koagulasi dan trombosit.
7. Neoplasma
Emboli paru-paru banyak terjadi pada beberapa neoplasma
organ paru-paru, pankreas, usus, dan traktus urogenital.
Terdapat teori yang menyatakan bahwa neoplasma
memproduksi zat-zat seperti histon, katepsin dan protease yang
mengaktifkan koagulasi darah.
8. Obat-obatan
Emboli paru-paru sering dialami oleh pasien yang
mengkonsumsi obat-obat kontrasepsi oral. Pada kasus ini obat-
obat tersebut dapat mengakibatkan peningkatan faktor
pembekuan dan trombosit serta peningkatan lipoprotein,
plasma trigliserida, dan kolesterol.
9. Penyakit hematologi
Penyakit hematologi sering ditemukan pada keadaan
polisitemia dimana hematokrit darah menigkat yang
mengakibatkan aliran darah menjadi lambat. Dilaporkan juga
banyak terjadi pada penyakit anemia bulan sabit. Pada penyakit
anemia tersebut, terbentuk trombus dalam aliran darah
mikrosirkulasi yang dapat menyebabkan infark pada organ
paru-paru, ginjal, limpa dan tulang.

2
10. Penyakit metabolisme
Penyakit metabolisme dilaporkan terjadi pada penyakit
sistinuria di mana terdapat kelainan trombosit yang
menyebabkan trombosis. Di samping itu juga terjadi kerusakan
lapisan endotel pembuluh darah yang mempercepat terjadinya
trombosis (Somantri, 2007).

C. Tanda dan gejala


Tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan emboli paru adalah :
1. Dispnea
2. Nyeri dada pleuritik
3. Batuk
4. Hemoptisis
5. Kecemasan

Gejala yang muncul pada pasien dengan emboli paru adalah “

1. Takipnea
2. Crackles
3. Takikardia
4. Bunyi jantung S3. Bunyi S3 adalah suara ketiga saat jantung
berkontraksi. Pada orang dewasa merupakan sesuatu yang abnormal
dan sering kali mengindikasikan adanya kelainan jantung. Terdengar
pada apeks jantung, dan sering disebut ventricular gallop.
5. Jika tidak ada bunyi S3 bisa jadi ada bunyi S4
6. Keringat berlebih
7. Demam. (Somantri, 2007).

D. Patofisiologi
Bekuan darah merupakan kumpulan platelet untuk memperbaiki
kerusakan pembuluh darah, yang membentuk jaringan dengan sel darah
merah dan fibrin. Pada keadaan normal bekuan terbentuk untuk
menghentikan perdarahan akibat luka, namun kadang-kadang bekuan
timbul tanpa ada luka. Bekuan darah yang terbentuk dalam vena disebut
trombus, sedangkan bekuan darah yang lepas dan berpindah ke bagian
tubuh yang lain menimbulkan emboli. Kadang-kadang material lain seperti
tumor, lemak, udara dapat masuk ke dalam aliran darah yang
menimbulkan emboli yang menyumbat arteri. Kebanyakan bekuan darah
berasal dari lutut hingga tungkai ke atas, dan pelvis. Bekuan dari vena
dalam dapat bermigrasi melalui aliran darah menuju jantung kanan,
3
kemudian masuk ke dalam arteri paru (Lesmana, 2010). Menurut
Virchow,terdapat tiga factor penting yang memegang peranan timbulnya
trombus (Trias Virchow) yaitu statis vena, kerusakan pembuluh darah, dan
hiperkoaguabilitas.
Kebanyakan emboli paru terjadi akibat lepasnya trombus yang
berasal dari pembuluh vena di ekstremitas inferior. Trombus terbentuk dari
beberapa elemen sel dan fibrin-fibrin yang kadang-kadang berisi protein
plasma seperti plasminogen. Trombus dapat berasal dari pembuluh arteri
dan pembuluh vena. Trombus arteri terjadi karena rusaknya dinding
pembuluh arteri (lapisan bagian dalam), sedangkan trombus vena terjadi
karena perlambatan aliran darah dalam vena tanpa adanya kerusakan
dinding pembuluh darah (Muttaqin, 2008).
Trombus vena dapat berasal dari pecahan trombus besar yang
kemudian terbawa oleh aliran vena. Biasanya thrombus vena ini berisi
partikel-partikel sepeti fibrin (terbanyak), eritrosit, dan trombosit.
Ukurannya dari beberapa millimeter saja sampai sebesar lumen vena.
Biasanya trombus semakin bertambah oleh tumpukan trombus lain yang
kecil-kecil. Adanya perlambatan (statis) aliran darah vena semakin
mempercepat terbentuknya thrombus yang lebih besar, sedangkan adanya
kerusakan dinding pembuluh vena (misalnya pada operasi rekonstruksi
vena femoralis) jarang menimbulkan trombus vena (Muttaqin, 2008).
Hiperkoagubilitas juga amat berpengaruh dalam pembentukan
thrombus. Disini juga terjadi aktivasi terhadap faktor koagulan oleh
kolagen, endotoksin, dan prokoagulan dari jaringan malignasi sehingga
tromboplastin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan thrombus mudah
terbentuk. Keadaan ini sering ditemukan pada persalinan, operasi, dan
trauma pada organ-organ tubuh. Factor lain yang juga mempercepat
terjadinya thrombus adalah hiperagregasi trombosit (Muttaqin, 2008).
Pada embolisme paru terdapat dua keadaan sebagai akibat
obstruksi pembuluh darah, yakni terjadinya vasokonstriksi dan
bronkhokonstriksi, sehingga system perfusi dan ventilasi jaringan paru
terganggu. Bronkhokonstriksi setempat yang terjadi bukan saja akibat
berkurangnya aliran darah tetapi juga karena berkurangnya bagian aktif
permukaan jaringan paru dan terjadi pula pengeluaran histamine dan 5-
hidroksi isoptamin yang dapat membuat vasokonstriksi dan
bronkhokonstriksi berambah berat. Alveoli diventilasi tetapi tidak
mengalami perfusi, sehingga menghasilkan area ventilasi tak efektif, yang
meningkatkan ruang mati pernafasan Akibatnya terjadi kenaikan dead
space dan reaksi kardiovaskuler berupa penurunan aliran darah ke paru
dan meningkatnya tekanan arteri pulmonalis, dilatasi atrium, dan ventrikel

4
kanan, serta menurunnya curah jantung dan kemudian dapat terjadi infark
paru (Muttaqin, 2008).
Konsekuensi hemodinamik adalah peningkatan tahanan vaskular
paru akibat penurunan ukuran jaring-jaring vaskular pulmonal,
mengakibatkan peningkatan tekanan arteri pulmonal, dan pada akhirnya
meningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah
pulmonal. Jika kebutuhan kerja ventrikel kanan melebihi kapasitasnya
akan terjadi gagal ventrikel kanan yang mengarah pada penurunan tekanan
darah sistemik dan terjadinya syok (Muttaqin, 2008).
Kejadian hipoksemia menstimulasi saraf-saraf simpatik yang
mengakibatkan vasokonstriksi di pembuluh-pembuluh darah sistemik,
meningkatkan vena balik dan strok volume. Pada emboli yang masih
masif, kardiak output biasanya berkurang akan tetapi terus-menerus
meningkat tekanan pada atrium kanannya. Peningkatan resistensi
pembuluh darah pulmonal menghalangi aliran darah ventrikel kanan
sehingga mengurangi beban dari ventrikel kiri. Sekitar 25% hingga 30%
oklusi dari vaskular oleh emboli berhubungan dengan peningkatan tekanan
di arteri pulmonalis. Dengan keadaan lebih lanjut seperti obstruksi
pembuluh darah, hipoksemia yang memburuk, stimulasi vasokonstriksi
dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Lebih dari 50% obstruksi yang
terdapat pada arteri pulmonalis biasanya muncul sebelum terdapat
peningkatan yang besar dari tekanan arteri pulmonalis. Ketika obstruksi
yang terdapat pada sirkulasi arteri pulmonalis makin membesar, ventrikel
kanan harus menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 50 mmHg dan rata-
rata tekanan arteri pulmonalis lebih dari 40 mmHg untuk mempertahankan
perfusi pulmonal. Pasien dengan penyakit kardiopulmonal sering terjadi
kerusakan substansial pada kardiak outputnya dibandingkan dengan orang
dengan kondisi tubuh yang normal.

5
Pathway :
Statis vena
Kerusakan pembuluh darah
Hiperkoaguabilitas

Pembentukan trombus

Terlepasnya trombus
(sebagian atau seluruh)

Sumbatan dari sebagian dari


sirkulasi pulmonal

Hipoksik vasokonstriksi
Penurunan surfaktan
Pelepasan substansi
neurohumoral
Edema pulmonal
Ateleksia

Takipnea
Dispnea
Nyeri dada
Peningkatan ruang rugi
Ketidakseimbangan V/Q
Penurunan PaCO
(Asih, 2003). Penurunan PaO
6
E. Komplikasi Klinis
Menurut Contran Kuman Rabbins (1996), komplikasi yang terjadi adalah :
1. Asma Bronkhial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma
merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor
biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
2. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel – sel darah
merah dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan
pembentukan sel darah merah,peningkatan kehilangan sel darah merah
melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel
darah merah yang berlebihan.
4. Emfisema
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya
pelebaran rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran
ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding asinus. Asinus adalah
bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis distal. Ketika
membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan
kebiasaan merokok. Oleh karena itu, beberapa ahli menyamakan antara
emfisema dan bronchitis kronik.
5. Hipertensi Pulmoner
Hipertensi pulmoner primer (HPP) adalah kelainan paru yang
jarang, dimana didapatkan peningkatan tekanan arteri polmonalis jauh
diatas normal tanpa didapatkan penyebab yang jelas. Tekanan arteri
polmonal normal pada waktu istirahat adalah lebih kurang 14 mmhg.
Pada HPP tekanan arteri polmonal akan lebih dari 25 mmhg saat
istirahat, dan 30 mmhg saat aktifitas HPP akan meningkatkan tekanan
darah pada cabang – cabang arteri yang lebih kecil di paru, sehingga
meningkatkan tahanan (resistensi) vaskuler dari aliran darah di paru.
Peningkatan tahanan arteri pulmonal ini akan menimbulkan beban
pada ventrikel kanan sehingga harus bekerja lebih kuat untuk
memompa darah ke paru.

7
ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLI

A. Pengkajian Kegawatdaruratan Emboli Paru


- Anamneses
- Riwayat penyakit

1. Airway
- Kaji dan pertahankan jalan napas
- Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
- Gunakan alat bantu untuk jaln napas jika perlu
- Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan
intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.

2. Breathing
- Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%
- Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
- Pertimbangkan unuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag valve mask ventilation
- Lakukan pemeriksaan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2
- Kaji jumlah pernapasan
- Lakukan pemeriksan system pernapasan
- Dengarkan adanya bunyi pleura

3. Circulation
- Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengar suara gallop
- Kaji peningkatan JVP
- Catat tekanan darah
- Pemeriksaan EKG

4. Disability
- Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
- Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk
kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan
membutuhkan perawatan di ICU.

5. Exposure
- Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
- Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
8
- Pemeriksaan Penunjang
Penilaian kemungkinan adanya emboli paru, berdasarkan
klinis, analisis gas darah, dan foto toraks tetap penting dalam
menegakkan diagnosa emboli paru, dan memberi petunjuk untuk
terapi awal. Terapi lanjut berpedoman pada tes yang lebih spesifik,
seperti scan ventilasi-perfusi, walaupun pemeriksaan ini seringkali
hanya memberikan kemungkinan diagnosis bukan menegakkan
diagnosis pasti.

- Radiologi
Hasil rontgen thoraks biasanya normal tetapi dapat
menunjukkan adanya peumokonstriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi
diafragma pada sisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulmoner,
dan efusi pleura.

- Analisa gas darah


EP yang signifikan secara hemodinamis menyebabkan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia. Biasanya pada
klien dengan embolisme paru didapatkan tekanan PO yang rendah,
tetapi tidak jarang pula tekanan PO tersebut lebih dari 80 mmHg.
Tekanan PCO tidak begitu penting, tetapi umumnya masih berada
di bawah 40 mmHg. Menurunnya tekanan PO disebabkan gagalnya
fungsi perfusi dan ventilasi, sedangkan menurunnya tekanan PCO
adalah karena kompensasi hiperventilasi sekunder.

- EKG
Sering ditemukan kelainan, namun biasanya nonspesifik
dan tidak memiliki nilai diagnostik, seperti takikardia sinus,
kelainan segmen ST dan gelombang T kecil (terutama pada V1-
V3). Pada EP besar atau masif, bisa ditemukan gambaran EKG
klasik akibat peradangan ventrikel kanan akut yang lebih klasik
(S1, Q3, T3) atau AF.

- Ekokardiografi
Seringkali berhasil mendeteksi trombi besar dalam arteri
pulmonalis, atau atrium atau ventrikel kanan. Biasanya
ekokardiografi memperlihatkan dilatasi dan peradangan jantung
kanan (yaitu karena fungsi kontraktil sistolik yang buruk)

9
- Angiografi paru
Merupakan pemeriksaan invasif, mahal, sehingga jarang
digunakan. Hanya bermanfaat bila dibutuhkan penegakkan
diagnosis cepat, misalnya ada penyakit kritis.

- CT dan MRI
CT dan MRI memungkinkan pencitraan arteri pulmonalis
untuk mendeteksi trombi dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
Hasil pemindaian perfusi paru memperlihatkan adanya penurunan
atau tidak adanya aliran darah. Hasil pemindaian ventilasi juga
menunjukkan adanya abnormalitas perfusi. Jika terdapat
ketidakcocokan ventilasi-perfusi (V/Q), probabilitas embolisme
paru adalah tinggi (Davey, 2005).

B. Diagnosa Keperawatan
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeo
bronkhial oleh bekuan darah, sekret banyak, perdarahan aktif.
- Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah ke alveoli atau sebagian besar paru-paru
- Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran
darah arteri atau vena.

10
No. Diagnosa Keperawatan NOC Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Mengidentifikasi
obstruksi trakeo bronkhial keperawatan selama... x24 jam, pernafasan dan ekspansi Kecepatan nafas yang
oleh bekuan darah, sekret pola nafas tidak efektif dapat dada. biasanya meningkat
banyak, perdarahan aktif. teratasi dengan kriteria hasil : pada keadaan tersebut.

- Suara nafas yang


bersih, tidak ada
sianosis dan
dipsneu
- Frekuensi
pernafasan dalam
batass normal dan
tidak ada suara 2. Auskultasi suara nafas 2. Bunyi nafas menurun
nafas abnormal dan catat adanya bunyi atau tidak ada bila
- TTV dalam batas nafas Tambahan. jalan nafas obstruksi
normal sekunder terhadap
perdarahan, bekuan
atau kolaps jalan nafas
kecil (atelektasis).

3. Posisikan pasien untuk


3. Duduk tinggi
memaksimalkan ventilasi
memungkinkan
ekspansi paru dan
memudahkan
pernafasan.

11
2. Kerusakan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1. Catat frekuensi dan 1. Takipneu dan dispneu
berhubungan dengan keperawatan selama...x24 jam, kedalaman pernapasan, menyertai obsruksi
perubahan aliran darah ke kerusakan pertukaran gas dapat penggunaan obat bantu, paru.
alveoli atau sebagian besar teratasi dengan kriteria hasil : nafas bibir.
paru-paru - Menunjukkan
peningkatan 2. Auskultasi suara nafas, 2. Area yang tidak
ventilasi dan catat adanya penurunan terventilasai dapat
oksigenasi yang atau tidak adanya bunyi diidentifikasi dengan
adekuat nafas, dan adanya bunyi tidak adnaya bunyi
- AGD dalam batas tambahan nafas.
normal
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal.
3. Observasi sianosis 3. Menunjukkan
khususnya pada hipoksemia sistemik
membaran mukosa

4. Lakukan tindakan untuk 4. Jalan nafas yang kolap


memperbaiki atau menurunkan jumlah
mempertahankan jalan alveoli yang berfungsi,
nafas, misalnya dengan sehingga akan
batuk efektif atau sucsion mempengaruhi
pertukaran gas.

3. Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi suara jantung 1. Takikardi sebagai
b.d penghentian aliran darah keperawatan selama...x24 jam, dan paru. akibat hipoksemia dan
12
arteri atau vena ketidakefektifan perfusi jaringan kompensasi upaya
kardio pulmonal teratasi dengan peningkatan aliran
kriteria hasil : darah dan perfusi
- Nadi perifer kuat jaringan.
dan simetris
- Denyut jantung, 2. Observasi warna dan suhu 2. Kulit pucat atau
AGDdalam batas kulit atau suhu kulit atau sianosis, kuku,
normal membran mukosa. membran bibir atau
- Nyeri dada tidak lidah, atau dingin, kulit
ada burik menunjukkan
vasokonstriksi perifer
(syok) dan atau
gangguan aliran darah
sistemik.
3. Evaluasi ekstremitas
untuk adanya/tidak ada 3. EP sering dicetuskan
atau kulitas nadi. Catat oleh trombus yang
nyeri tekan betis atau naik dari vena
pembengkakan. profunda (pelvis atau
kaki).

13
Daftar Pustaka

Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal
Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

Chandramin. 1996. Tromboemboli Paru. Jurnal Kardiologi Indonesia Vol XXI No


2 April-Juni.

Davey, Patrick. 2005. Medicine at a Glance. Jakarta : Erlangga.

Doengoes, Marylinn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC.

Hudak, Caroly. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1.


Jakarta : EGC.

Lesmana, Vivi Putri. 2010. Emboli Paru. Bagian Penyakit Dalam RS Mitra
Kemayoran Jakarta. CDK edisi 180 September-Oktober 2010.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Oman, Kathleen. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta : EGC.

Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

14

Anda mungkin juga menyukai