Anda di halaman 1dari 3

Islam Dan Ilmu Pengetahuan

INTEGRASI NILAI-NILAI KEISLAMAN PADA


PERGURUAN TINGGI

Nanda Anisa
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang
Program Studi Pendidikan Biologi
Jl. Pangeran Ratu, 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Kota Palembang, Sumatra Selatan
nandaanisa082@gmail.com

PENDAHULUAN
Ilmu agama Islam adalah ilmu yang berbasiskan wahyu, hadits Nabi dan
ijtihad para Ulama. Misalnya; ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu tasawuf, Ilmu tafsir, ilmu
hadits, sejarah peradaban Islam dan lain sebagainya. Sedang sains (ilmu umum)
adalah ilmu yang berbasiskan penalaran manusia berdasarkan data yang empiris
melalui penelitian. Seperti; matematika, astronomi, biologi, kimia, kedokteran,
antropologi, ekonomi, sosiologi, psikologi dan lain sebagainya. Keduanya
mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dengan lainnya, baik dari
segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, dan juga peran
yang dimainkan.
Itulah pola pikir “dikhotomi ilmu” yang masih pola pikir kebanyakan umat
Islam dewasa ini. Masih banyak umat Islam yang memandang bahwa sains dan
agama berdiri pada posisinya masing-masing, karena bidang sains mengandalkan data
secara empiris, sementara agama mengandalkan dogma yang bersifat gaib dan tidak
perlu didasarkan pada data empiris.

POKOK BAHASAN
Integrasi keilmuan merupakan penggabungan ilmu agama dan ilmu umum
dalam satu kesatuan. Kedua jenis ilmu yang berasal dari sumber yang berbeda itu
harus dikaji secara bersama-sama. Untuk mencapai ini, tidak cukup dengan
memberikan justifikasi ayat al-setiap penemuan dan keilmuan, memberikan label
Arab atau Islam pada istilah-istilah keilmuan dan sejenisnya, tetapi perlu ada
perubahan paradigma pada basis keilmuan Barat agar sesuai dengan basis dan
khazanah keilmuan Islam yang berkaitan dengan realitas metafisik, religius dan teks
suci. Aplikasi penggunaan metodologi keilmuan umum ke dalam Studi Islam dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan. Pertama, adalah pendekatan
lingusitik-filologis, pendekatan ini dapat digunakan dalam memahami Islam yang
beradasar “teks”. Kedua, pendekatan teologis-filosofis, metode ini dapat digunakan di
dalam memahami Islam yang berasal dari hasil pemikiran, ide-ide, norma-norma,
konsep-konsep dan doktrin-doktrin. Ketiga, sosiologis-antropologis-psikologis,
metode ini dapat digunakan untuk memahami Islam yang berkaitan dengan interaksi
sosial dalam “konteks” budaya dan kesejarahan. Ini memang merupakan suatu
pekerjaan yang besar yang perlu mendapat dukungan dari segenap unsur dan
kelompok baik dari penyelenggara maupun pemikir pendidikan. Akan tetapi apapun
perubahan yang ingin diraih, kebijakan-kebijakan dalam pengembangan pendidikan
Islam perlu mengakomodasi tiga kepentingan, yaitu: Pertama, kebijakan itu harus
memberi ruang tumbuh bagi aspirasi umat Islam, yakni menjadikan lembaga
pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh atau praktek hidup yang Islami.
Kedua, kebijakan yang ditempuh harus lebih memperjelas dan memperkukuh
keberadaan Lembaga Tinggi Pendidikan Islam sebagai ajang pembinaan masyarakat
sehingga mampu melahirkan generasi yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian
serta produktif sederajat dengan sistem sekolah. Ini dimaksudkan agar Lembaga
Pendidikan Islam sanggup mengantarkan peserta didik menguasai dasar-dasar
pengetahuan secara memadai, baik dalam bidang bahasa, matematika, fisika, kimia,
biologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengetahuan kewarganegaraan serta sebagai
tempat pengemblengan diri untuk menumbuhkan kreativitas seni, mengembangkan
keterampilan dan etos kerja. Ketiga, kebijakan yang dijalankan hendaknya harus bisa
dan mampu merespon tuntutan-tuntutan masa depan. Masyarakat masa depan yang
penuh resiko, berorientasi kepada masa depan, sebagai masa depan yang telah
diperhitungkan hal-hal yang mungkin terjadi (calculate risk). Untuk itu Lembaga
Pendidikan Islam seyogyanya diarahkan untuk melahirkan sumber daya manusia
memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, era industrialisasi dan era informasi.
Serta menjadi tumpuan dalam memperbaiki bangsa ini.
Kebijakan harus berwawasan masa depan, pengetahuan mengenai risiko masa
depan adalah merupakan sintesa antara pengetahuan dan ketidaksadaran (unclearnes).
Hal ini perlu, sebab banyak ketidakpastian di dalam hidup masa depan sebenarnya.

KESIMPULAN
Al-Qur’an diturunkan kepada manusia di samping sebagai pembeda antara
yang hak dan yang batil, juga menuntun manusia untuk menuntut dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan Islam
dengan ilmu-ilmu umum menyebabkan para ilmuan Islam berusaha melakukan
Islamisasi atau integrasi kedua ilmu tersebut, sebab kalau hal ini tidak dilakukan
maka akan membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mufid, Fathul. 2013. Integrasi Ilmu-Ilmu Islam. (1):1 55-71
2. Rifai, Nurlela. DKK. 2014. Integrasi Keilmuan Dalam Pengembangan Kurikulum
Di Uin Se-Indonesia. (1) : 1 12-34
3. Jamal, Nur. 2017. Model-Model Integrasi Keilmuan Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam. (2): 1 83-101
4. Ikhwan, Afiful. 2016. Perguruan Tinggi Islam Dan Integrasi Keilmuan Islam :
Sebuah Realitas Menghadapi Tantangan Masa Depan. (5): 2 159-187

Anda mungkin juga menyukai