Anda di halaman 1dari 44

PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN OLEH DEBITUR

TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DALAM


PERJANJIAN MUSYARAKAH

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum


Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Oleh :
MUHAMMAD YANDI PRATAMA
02011281722272

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2020

1
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Mencari ilmu dengan membagikannya ke orang lain lebih baik dari pada

mencari ilmu saja ”

-Muhammad Yandi Pratama-

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

• Kedua orang tuaku

• Saudari-saudari ku

• Pendamping, Sahabat dan temanku

• Almamater yang ku banggakan

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada

semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam

membantu penulis sehingga menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih penulis

ucapkan kepada:

1. Orang tua penulis. Papa (Juliadi) dan Mama (Yanti) dan tiga adik penulis

(Aisyah, Zhavirah, Amirah) tercinta untuk kasih sayang yang tidak pernah

berhenti dan untuk dukungannya dalam segi apapun untuk penulis.

2. Bapak Dr. Febrian, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sriwijaya.

3. Bapak Dr. Mada Apriandi Zuhir, S.H., MCL selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sriwijaya.

4. Bapak Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sriwijaya.

5. Bapak, Drs. H. Murzal, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sriwijaya.

6. Ibu Sri Turatmiyah, S.H., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Studi Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

7. Ibu Arfianna Novera, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Utama Penulis yang

telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Sri Handyani, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Pembantu Penulis yang

telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Mahesa Ranie, S.H., M.H. selaku pembimbing akademik penulis, yang telah

membimbing secara moral dan materil hingga mendekati waktu kelulusan.

vi
10. Para Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang

telah membantu penulis sejak awal hingga berakhirnya masa kuliah.

11. Rifdah Wafaa, yang senantiasa memberikan semangat moril dan menemani

penulis dalam mengerjakan skripsi ini juga dalam kuliah maupun pribadi.

12. Bayu Adjie Fahlevi, sebagai teman pertama penulis di kampus. Terimakasih atas

setiap kebaikan yang telah engkau berikan di masa awal penulis kuliah dari PK2

hingga menulis skripsi ini, juga sebagai saudara tak sedarah penulis. Tidak lupa

juga Om Doni.

13. Mang Jaai sebagai panutan sekaligus patner penulis dalam banyak lika-liku

kehidupan baik bisnis maupun hal konyol, juga sebagai saudara tak sedarah

penulis.

14. Faisol Rahman, sebagai patner penulis dalam banyak hal juga sebagai saudara

tak sedarah penulis.

15. Vidi, seorang sahabat yang hebat dan tangguh terimakasih untuk masa-masa yang

hebat dan penuh petualangan serta rumah keduannya. Tidak lupa juga Om yudi

yang hebat.

16. Hamka, sebagai patner penulis dalam banyak cerita juga sebagai saudara tak

sedarah penulis.

17. Kgs. Ilham Akbar, sebagai partner penulis dalam edisi terbaru masa-masa remaja

penulis, telah membersamai penulis dalam petualangan-petualangan yang hebat.

18. The KNTL, para sahabat seperjuangan makan, tidur, dan mandi penulis. Mang

Jaai, Vidi, Faisol, Bayu, Hamka, Gibran, Rama.

19. Lembaga Pers Mahasiswa Media Sriwijaya yang penulis banggakan dan

merupakan keluarga di Kampus. Irfan, Rekso, Ponita, Dwiki, Krisjuliantika,

Bilton, Karin Boy, Qoriah, Nindita, Astrid, Ashyari, Arshtitio.

vii
20. Bapak Zainul Arifin dan Bapak Syahri Ramadhan, Dosen sekaligus penasihat dan

kakak penulis dimasa-masa pembentukan dan perjalanan hidup menuju

kedewasaan.

21. Denny Pratama, Tulus Pangestu, Jastis Rialdi, Sodiqin, Novri Yanto, Noriba

Ayangtari, Dilla, Naura, Dimas, Sofie, Labib Rabbani, Dian, Rizki Amalia,

sebagai orang yang telah dianggap kakak sendiri oleh penulis yang telah

memberikan pembelajaran hidup terhadap penulis.

22. LSO Olympus, Organsisasi tempat penulis menempuh diri dari awal kuliah

hingga sekarang.

23. LIMAS SriwijayaPos, Keluarga sekaligus tempat penulis membentuk

kemampuan dirinya. Marcelino, Riza, Ridho, Alya, Shabrina, Erika, Hollaw.

Semangat untuk kita semua, salam menginspirasi !

24. Cakrawala Perjuangan Indonesia, Tempat penulis menempah ilmu dunia maupun

akhirat.

25. Cek Iwan, Habib Ali Karor Al-Haddad, Aldi Yahya, Eman, Aris, sebagai guru

spritual penulis yang selalu memberikan nasehat serta pelajaran terkait islam

yang membuat penulis merasakan hidayah.

26. Kelompok PLKH B2: Kgs. Ilham Akbar, Destian, Faris, Taufiq, Agus, Jody,

Annisa, Moulich, Azza, Mirah, Riska, Alya Dean, beserta teman seperjuangan

yang lain.

27. Kelompok KKL Kantor Notaris Denny Pratama, S.H., M.Kn. : Joen, Triyan,

Faisol, Oklandy dan Kak Denny Pratama. Terima kasih sudah memberikan

pengarahan dan membantu penulis.

viii
28. Keluarga Cemara, sebagai keluarga pertama penulis di kampus. Bunda Gita,

Abah Bai, Bibi Dela dan Faiqah, Kak Arraeya, Sulthan, Dek Agung, dan Om

Gibran. Terimakasih untuk hari-hari yang menyenangkan.

29. Bu Made beserta keluarga besar yang telah memberikan semangat baik secara

moril maupun materil bagi penulis selama kuliah.

30. Adjie Ranuling, Laura, Arraeya Arineki, Aini Juwita, Bientang, Kak diki, Riya,

Adel, Diting, terimakasih telah membantu penulis dalam tahap penulisan skripsi

ini.

31. Ilman Karoma Pasha, Feri, Fahmi, Faisol Terimakasih atas bantuan rumah dan

wifi nya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

32. Farug, sebagai orang yang telah sangat berjasa bagi penulis selama menempuh

kuliah di kampus Indralaya. Salam BRV The One.

33. Kak Akmal, Kak Adam, Cek Epen, Kak Bowo, selaku pegawai di Fakultas

Hukum Universitas Sriwijaya yang senantiasa membantu penulis di Kampus.

Sehat, Sukses, dan panjang umur.

34. Teman-teman calon sarjana hukum, seluruh angkatan 2017 Fakultas Hukum

Universitas Sriwijaya, terimakasih untuk kebersamaannya.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10
E. Ruang Lingkup ....................................................................................... 11
F. Kerangka Teori ....................................................................................... 11
1. Teori Perjanjian ................................................................................. 12
2. Teori Penyelesaian Sengketa ........................................................... 17
3. Teori Kepastian Hukum.................................................................... 21
G. Metode Penelitian ................................................................................... 22
1. Jenis Penelitian .................................................................................. 22
2. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 23
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum..................................................... 25
4.Teknik Pengumpulan bahan hukum ................................................. 27
5. Analisa Bahan Hukum ...................................................................... 27
6. Metode Penarikan Kesimpulan ........................................................ 27
BAB II : TINJAUN PUSTAKA ..........................................................................28
A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan ..................................................28
1. Pengertian Kepailitan ....................................................................28
2. Syarat Kepailitan ...........................................................................29

x
3. Kewenangan Kurator ....................................................................37
B. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan Menurut Hukum Ekonomi
Islam ...................................................................................................40
1. Pengertian Kepailitan Menurut Hukum Ekonomi Islam ...............40
2. Tentang Proses Penyelesaian Sengketa Kepailitan Dalam
Pandangan Islam ............................................................................42
3. Konsep Kurator Dalam Fiqh Syar’i ..............................................45
C. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah .............................................46
1. Pengertian Bank Syariah ...............................................................46
2. Produk Pada Bank Syariah ............................................................48
D.Tinjauan Umum Tentang Akad Musyarakah ......................................52
1. Pengertian Akad (Perjanjian) Syariah ...........................................52
2. Rukun dan Syarat Akad Syariah ...................................................53
3. Pengertian Akad Musyarakah ......................................................55
4. Dasar Hukum Akad Musyarakah ..................................................56
BAB III : PEMBAHASAN....................................................................................60
A. Penyelesaian Sengketa Kepailitan oleh debitur terhadap lembaga
keuangan Syariah menurut Hukum Positif Indonesia .......................60
B. Penyelesaian Sengketa Kepailitan oleh debitur terhadap Lembaga
Keuagnan Syariah dalam perjanjian Musyarakah .............................81
BAB IV : PENUTUP .............................................................................................92
A. Kesimpulan ........................................................................................92
B. Saran ...................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................94
LAMPIRAN

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Keuagan di Internasional mengalami perkembangan, terdapat

banyak variasi yang muncul. Indonesia sebagai bagian dari komunitas

internasional juga terlibat didalam perkembangan tersebut. Hal itu tercermin

dari tumbuh nya berbagai lembaga keuangan, sepeti lembaga sekuritas,

lembaga asuransi, dan lembaga keuangan syariah. Seiring dengan

perkembangan lembaga keuangan konvensional.1

Sesuai laju perkembangan ekonomi suatu bangsa, diiringi juga dengan

perkembangan produk serta jasa keuangan yang ditawarkan. Lembaga

keuangan yang merupakan lembaga perantara dari pihak yang memiliki

kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak kekurangan dana (lack of

funds) memiliki funsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial

intermediary).2 Lembaga keuangan, sebagaimana halnya suatu lembaga atau

institusi pada hakikatnya berada di tengah-tengah masyarakat. Lembaga

keuangan juga dapat disebut dengan lembaga pembiayaan (financing

institution).3

Lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan usahanya memiliki

perbedaan fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya

1
Miranda Gultom, Sambutan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Seminar “Strategi
Pengembagan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesai”, BI, Jakarta 15 September 2005
2
Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hlm.12
3
Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung, Citra Aditya
Bhakti, 2004, hlm.21.

1
2

sehingga dapat digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan

Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).4

Dalam hal pengerahan dana masyarakat, lembaga perbankan berperan di

dalam nya. Sebagai lembaga perantara keuangan masyarakat (financial

intemediatly), bank menjadi media perantara pihak-pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memiliki kekurangan dana. Di

Indonesia bank memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent

of development) yaitu sebagai lembaga yang bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan

kesehjatraan rakyat banyak.

Dasar hukum beroperasinya lembaga perbankan nasional jika diurut

berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Perundang-Undangan adalah sebagai berikut:5

1. Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pasal 33);

2. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No.7

Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1998 Nomor 182tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3790)

3. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66)

4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4
Abdulkadir Muhammad, ibid.
5
Yusnedi Achmad, Aspek Hukum Dalam Ekonomi, Sleman, CV. Budi Utama, 2015, hlm.68.
3

5. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

6. Peraturan Pemerimtah

7. Peraturan Presiden

8. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan perbankan.

Indonesai telah menyusun 3 Undang-undang yang mengatur tentang

Perbankan, yaitu UU No. 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan,

UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dan UU No.10 Tahun 1998

tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Selain

undang-undang juga telah dikeluarkan sebagai paket kebijaksanaan.6

Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Sebelum

diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998) Perihal bank yang

melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah Islam telah diberikan tempat

di dalam Pasal 6 Huruf (m) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan. Tetapi belum dijelaskan secara tegas terkait Bank Syariah, hanya

dijelaskan bahwa usaha Bank Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat dapat

melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.7 Menungu waktu

hingga tahun 2008 lewat Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, dan ditambah dengan beberapa peraturan Bank Indonesia

terkait Perbankan Syariah. Eksistensi serta legalitas hukum dari Perbankan

Syariah semakin kuat, jelas dan kokoh.

6
Heri Supraptomo, “Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan”. Makalaah Analisis
Ekonomi terhadap Hukum dalam menyokong Era Globalisasi, BPHN-Departemen Kehakiman,
Jakarta, 1996, hlm. 41.
7
Sutan Remy Sjahdeini, Perbakan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya,
Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. Vi.
4

Setelah di undangkan nya Undang-Undang Pebankan Syariah, Lembaga

perbankan yang menggunakan Prinsip Syariah menjamur di Indonesia,

dihimpun dari laman Otoritas Jasa Keuangan(OJK) progres

perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset

lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir8 tidak menutup

kemungkinan perkembangan Lembaga Perbankan Syariah akan semakin

pesat. Bank Syariah sebagai sub bagian dari sistem perbankan di Indonesia

yang berada dibawah naungan BI secara yuridis dan hirarkis tentunya tunduk

pada aturan perbankan umum termasuk segala aturan yang menyangkut

kebijakan moneter (Makro) yang bersinggungan dengan perbankan secara

keseluruhan. Perbedaan utamanya dengan bank konvensional adalah terletak

pada sistem bagi hasil (lost profit and sharing), adanya Dewan Pengawas

Syariah (DSN) dan lembaga penyelesaian sengketa melalui Basyarnas dan

Pengadilan Agama.9

Tujuan Bank Syariah secara umum adalah untuk mendorong dan

mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan

kegiatan perbankan, financial, komercial dan investasi sesuai kaidah syariah.

Hal inilah yang membedakan dengan bank konvensional yang tujuan

utamanya adalah pencapaian keuntungan setinggi-tingginya. Sesuai

konsekuensi dari prinsip ini maka bank Islam dioperasikan atas dasar konsep

bagi untung dan bagi risiko yang sesuai dengan salah satu kaidah Islam yaitu

8
Diakses dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-Syariah.aspx pada
tanggal 22 Agustus 2020
9
li Hasan, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah. (Jakarta: Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007, hlm.48.
5

“ keuntungan adalah bagi pihak yang menanggung risiko” Bank Syariah

menolak bunga sebagai biaya untuk penggunaan uang dan pinjaman sebagai

alat investasi. Dalam melaksanakan investasinya, bank Islam memberi

keyakinan bahwa dana mereka sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia

untuk investasi, mendatangkan pendapatan yang sesuai dan bermanfaat bagi

masyarakat.10

Dalam memberikan pinjaman tunai kepada nasabah nya, Bank Syariah

mempunyai larangan dalam pengambilan bunga, oleh karena itu Bank

Syariah menempuh moda (mode) atau cara lain dengan tetap mengikuti

Prinsip Syariah. Moda atau cara-cara tersebut adalah:

1. Murabaha

Bank Syariah berlaku sebagai pedagang sebuah barang kepada nasabah

dengan cara angsuran dalam pelunasannya.

2. Mudarabah

Bank Syariah melakukan sebuah kemitraan, dimana Bank Syariah

memberikan dana yang dibutuhkan dalam membiayai proyek investasi

atau usaha kemitraan, baik untuk biaya pembelian barang maupun

keperluan modal kerja. Proyek investasi atau usaha kemitraan ini

dijalnkan langsung oleh nasabah tanpa campur tangan nasabah.

3. Musyarakah

Bank Syariah bersama nasabah membuat hubungan kemitraan pada

mudarabah. Tetapi pada musyarakah yang menyediakan dana dalam

10
Trisadini P usanti dan Abd. Shomad , Transaksi Bank Syariah, Jakarta, Bumi Askara, 2013,
hlm.108 .
6

keberlangsungan proyek bukan hanya pihak Bank Syariah tapi juga

bersama pihak nasabah. Sehingga pihak Bank Syariah juga ikut serta

dalam pengelolaan proyek investasi atau usaha kemitraan tersebut.11

Semakin pesat dan menjamur nya Lembaga Keuangan Syariah/Perbankan

yang menganut Prinsip Syariah, menimbulkan sengketa yang juga beragam

didalamnya. Salah satunya adalah kepailitan, di dalam Islam kepailitan atau

pailit disebut dengan At-taflis, diambil dari kata al-fals jamaknya fulus. Al-

fals adalah jenis uang yang paling sedikit (uang recehan) yang terbuat dari

tembaga. Fulus biasanya dikesankan sebagai harta seseorang yang paling

buruk dan mata uang yang paling kecil.12

Dilihat pada perspektif ekonomi, istilah taflis diartikan sebagai orang yang

hutangnya lebih besar dari hartanya. Sedangkan secara terminologi ahli fiqh,

At-taflis (penetapan pailit) didefinisikan oleh para ulama dengan :

”Keputusan hakim yang melarang seseorang bertindak hukum atas hartanya”.

Larangan dijatuhkan karena ia terlibat hutang yang meliputi atau bahkan

melebihi seluruh hartanya. Nasabah yang dinyatakan pailit maka terjadilah

sita umum atas harta kekayaannya untuk kemudian berada pada kekuasaan

kurator yang bertugas untuk membereskannya sekaligus membayarkan

piutang bank.13

11
Nabil Saleh, “Unlawful Gain and Legitimate Profit in Islamic Law”, Arab and Islamic
Laws Series, Volume: 7, Cambridge University Press, London, 1992, hlm. 97.
12
Abdullah bin Abdurrahman, Al Bassam. Syarah Bulughul Maram, Jakarta, Pustaka Azzam,
Cetakan I , 2006, hlm.504.
13
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 131 Tambahan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443)
7

Hukum positif Indonesia yang mengatur terkait penyelesaian sengketa

kepailitan termaktub pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan

PKPU). Dalam UU Kepailitan dan PKPU disebutkan, kepailitan adalah sita

umum atas kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya

dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana

diatur dalam undang-undang. UU Kepailitan menganut prinsip persaingan

usaha dimana undang-undang tidak memandang keadaan debitor itu solven

atau insolven, asalkan memenuhi beberapa persyaratan yaitu debitor yang

mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu

utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka keadaan itu secara

kumulatif dapat dinyatakan pailit oleh Hakim Niaga dalam lingkup Peradilan

Niaga. Oleh karena perkara kepailitan dan PKPU ini bersifat voluntair, maka

target penyelesaian perkara diminimalisir waktunya.14

Sengketa Kepailitan yang melibatkan Bank Syariah maka termasuk dalam

koridor sengketa perbankan Syariah. Pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 Tentang Perbankan Syariah, lembaga penyelesaian perkara perbankan

syariah sendiri sudah diatur dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ,

yaitu :

1. Penyelesaian sengketa Perbankan syari'ah dilakukan oleh Pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Agama;

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa

14
Firmansyah Wahyudi, “Quo Vadis Penyelesaian Perkara Kepailitan Dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Lembaga Keuangan Syariah”, jurnal Hukum dan
Peradilan Balitbangdiklat MA, Palangkaraya, 2019, hlm.7.
8

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai isi akad. (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 093/PUU-X/2012 Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang ini tidak

lagi mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga menjadikan

Peradilan Agama secara legal konstitusional menjadi satu-satunya

institusi yang berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah

melalui jalur litigasi.15)

3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Berdasarkan pengertiannya prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam

dalam kegiatan perbankan yang berdasarkan pada fatwa yang dikeluarkan

oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang

syari’ah.16 Lebih jelas lagi, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.

11/15/PBI/2009 menyebutkan bahwa, “Prinsip Syari’ah adalah prinsip

hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan pada fatwa yang

dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.”

Dengan demikian, di dalam memutuskan pailit Pengadilan Niaga harus

mempertimbangkan fatwa-fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan

pembiayaan murabahah dan musyarakah karena menyangkut prinsip syariah

itu sendiri.

Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa kepailitan dalam lingkup

Ekonomi Syariah juga disebutkan dalam ketentuan Peraturan Mahkama

15
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Ekonomi, Jakarta,
Penerbit Kencana, 2017, hlm. 329.
16
Pasal 1 Ayat (12) Undang-Undang Tentang Perbankan Syari’ah.
9

Agung nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Islam.

Dalam Pasal 5 ayat 2 berbunyi :

“Dalam hal badan hukum terbukti tidak mampu lagi berprestasi

sehingga menghadapi kepailitan atau tidak mampu membayar utang

dan meminta permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang,

maka pengadilan dapat menetapkan kurator atau pengurus bagi badan

hukum tersebut atas permohonan pihak yang berkepentingan”.

Seluruh kata-kata pengadilan dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2008 harus

dibaca Pengadilan/Mahkamah Syariah dalam lingkungan Peradilan Agama,

sebagaimana merujuk bunyi pasal 1 ayat 8 ketentuan PERMA Nomor 2

Tahun 2008.17 Sehingga muncul kontradiksi dualisme kewenangan dalam

penyelesaian sengketa Kepailitan antara Peradilan Niaga dan Peradilan

Agama atas hal-hal yang berdasarkan pada prinsip syariah yang dalam hal ini

adalah perjanjian (Akad) musyarakah.

Berdasarkan pada uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat

tema “Penyelesaian Sengketa Kepailitan Oleh Debitur Terhadap Lembaga

Keuangan Syariah Dalam Perjanjian Musyarakah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan diatas beberapa masalah dapat

dirumuskan sebagai berikut yaitu :

17
Bunyi Teks asli “Pengadilan adalah Pengadilan/Mahkamah Syariah dalam lingkungan
Peradilan Agama”. Lihat Buku Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
10

1. Bagaiamana penyelesaian hukum sengketa kepailitan yang

melibatkan Bank Syariah di Indonesia ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa kepailitan antara debitur dan

Lembaga Keuangan Syariah dalam perjanjian musyarakah ?

C. Tujuan Penelitian

Berhubungan dengan pokok permasalahan diatas, maka dengan ini

tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa penyelesaian hukum sengketa

ekonomi syariah kepailitan pada Lembaga Keuangan Syariah dalam

pernjanjian musyarakah

2. Untuk mengetahui dan menganalisa kewenangan antara peradilan

agama dan peradilan niaga terkait penyelesaian hukum sengketa

kepailitan pada Lembaga Keuangan Syariah yang dalam hal ini

adalah Bank Syariah

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian diatas diharapkan dapat memberikan manfaat, antara

lain :

1. Manfaat Teoritis :

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa hukum

sebagai materi pembelajaran mengenai penyelesaian sengketa


11

kepailitan pada lembaga perbankan syariah pada jalur litigasi maupun

non litigasi.

2. Manfaat Praktis :

Hasil dari penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat

memberikan masukan secara praktis dan sumbangan pemikiran bagi

pembaca, masyarakat umum, ataupun praktisi mengenai penyelesaian

sengketa kepailitan dalam perjanjian musyarakah pada lembaga

perbankan syariah

E. Ruang Lingkup

Agar Proposal Skripsi ini dapat mencakup keseluruhan makna serta dapat

mengantarkan kepada tujuan dari permasalahan yang ada serta menjadi

terarah dan tersusun secara sistematis maka, ruang lingkup dalam penulisan

skrispi ini adalah Penyelesaian Sengketa Kepailitan Pada Bank Syariah serta

Penyelesian Sengketa Kepailitan Pada Lembaga Keuangan Syariah Terhadap

Debitur Dalam Pernjanian Musyarakah.

F. Kerangka Teori

Kerangaka teori adalah kerangka dasar dari kumpulan kerangka berpikir

dengan berlandaskan pada teori yang sudah baku untuk menyusun sebuah

penelitian yang tujuannya dapat membantu Penulis dalam menentuhkan

tujuan dan arah yang dimaksud, Penulis akan memakai beberapa teori yang

berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas. Adapun


12

teori ini berfungsi untuk menjawab permasalahan yang akan dibahas.

Berikut adalah beberapa teori yang akan digunakan :

1. Teori Perjanjian

a. Perjanjian Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Secara umum istilah perjanjian sering disebut juga dengan

persetujuan, yang berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst.

Menurut Subekti “Suatu perjanjian dinamakan juga persetujuan

karena kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu, dapat

dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu

adalah sama artinya”.18

Definisi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH-Perdatadata

yang menentukan bahwa “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan

di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang

lain atau lebih”. Dari definisi tersebut beberapa sarjana kurang

menyetujui karena mengandung beberapa kelemahan. Pendapat dari

Abdul Kadir Muhamad didukung oleh pendapat R. Setiawan.

Menurutnya bahwa “Pengertian perjanjian tersebut terlalu luas,

karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga

perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang

dimaksud adalah perbuatan melawan hukum”.

Perjanjian agar dapat dikatakan sah dan memiliki akibat hukum

haruslah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-

18
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermassa, 1987, hlm.2.
13

undang. Perjanjian agar dapat dikatakan sah, harus dipenuhi 4

(empat) syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata yakni;

1. Kata sepakat

Kata sepakat harus bebas dari unsur paksaan, khilaf, penipuan

(Pasal 1321 KUH-Perdata). Suatu perjanjian agar dapat

dilahirkan maka pihak-pihak harus bersepakat mengenai hal-

hal pokok dari perjanjian. Dalam perjanjian sewa menyewa

maka harus disepakati terlebih dahulu harga sewa dan jangka

waktu. Sepakat mengandung arti persesuaian kehendak di

antara pihak-pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian.

Undang-undang menghendaki ada persesuaian kehendak

secara timbal balik, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan

penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1321 KUH-

Perdata.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan,

jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

Orang-orang yang dinyatakan tidak cakap diantaranya orang

yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah

pengampuan (Pasal 1330 KUH-Perdatadata). Orang yang tidak

cakap adalah orang yang tidak mampu membuat perjanjian dan

menanggung akibat hukum yang timbul dari perjanjian

tersebut.
14

3. Suatu hal tertentu.

Suatu hal tertentu memiliki arti sebagai obyek

perjanjian/pokok perikatan/ prestasi atau kadang juga diartikan

sebagai pokok prestasi. Tuntutan dari undang-undang bahwa

obyek perjanjian haruslah tertentu. Tujuan dari perjanjian

adalah untuk timbul, berubah atau berakhirnya suatu perikatan.

Prestasi yang dimaksud bisa berupa tindakan yang mewajibkan

kepada para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,

atau tidak berbuat sesuatu.

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian adalah suatu

sebab yang halal atau kausa yang halal. Kententuan Pasal 1335

KUH-Perdata menyatakan bahwa “Suatu persetujuan tanpa

sebab atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Arti dari pasal ini

adalah perjanjian itu menjadi, batal demi hukum.

b. Perjanjian (Akad) Syariah

ْ َ‫ = ) ﺍﻥﻉ‬perikatan, perjanjian dan


Akad ( Arab: ُ‫ﻕﺩ‬

permufakatan).19 Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan)

dan qabul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak

syari’at yang berpengaruh pada objek perikatan. Demikian

dijelaskan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.

19
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 4.
15

Secara etimologi (bahasa), aqad mempunyai beberapa arti, antara

lain:20

a. Mengikat (ar-Aabthu), yaitu: mengumpulkan dua ujung tali

dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga

bersambung dikemudian menjadi sebagai sepotong benda.

b. Sambungan (Aqdatun), yaitu: sambungan yang menjadi

memegang kedua ujung itu dan mengikatnya.

c. Janji (Al-Ahdu) sebagaimana dijelaskan kedalam Al-quran

Surah. Ali-Imran 3:76) yang artinya, “sebenarnya siapa

yang menepati janji dan bertakwa, Maka Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”.21

Menurut Mursyid al-Hairan, akad merupakan pertemuan

ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak

lain yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad.22 Dalam

praktek nya terdapat bermacam-macam produk Akad dengan

menggunakan prinsip-prinsip Syariat Islam yang dianut dan

diimplementasikan dalam mekanisme dan sistem Bank Syariah.

Salah satunya adalah Akad Musyarakah, yang berarti akad

kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,

dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan

20
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2003, hlm.10.
21
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, PT Diponogoro, Bandung, 2014,
hlm.36.
22
Subekti, Opcit.
16

kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi

dana berupa kas maupun aset non-kas yang diperkenankan oleh

Syariah. Musyarakah tercata di dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 106. 27 Juni 2007.

Dalam Akad Syariah yang di terapkan didalam Perbankan

Syariah di Indonesia terdapat 4 (empat) moda akad yaitu:

1. Murabaha

Bank Syariah berlaku sebagai pedagang sebuah barang

kepada nasabah dengan cara angsuran dalam

pelunasannya.

2. Mudarabah

Bank Syariah melakukan sebuah kemitraan, dimana Bank

Syariah memberikan dana yang dibutuhkan dalam

membiayai proyek investasi atau usaha kemitraan, baik

untuk biaya pembelian barang maupun keperluan modal

kerja. Proyek investasi atau usaha kemitraan ini dijalnkan

langsung oleh nasabah tanpa campur tangan nasabah.

3. Musyarakah

Bank Syariah bersama nasabah membuat hubungan

kemitraan sepertihalnya pada mudarabah. Tetapi pada

musyarakah yang menyediakan dana dalam

keberlangsungan proyek bukan hanya pihak Bank Syariah

tapi juga bersama pihak nasabah. Sehingga pihak Bank


17

Syariah juga ikut serta dalam pengelolaan proyek investasi

atau usaha kemitraan tersebut.

2. Teori Penyelesaian Sengketa

Menurut Nurnaningsih Amriani, yang dimaksud dengan sengketa

adalah perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam perjanjian

karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam

perjanjian.23

a. Tinjaun Tentang Penyelesaian Sengketa

1. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui

pengadilan atau yang sering disebut dengan istilah “litigasi”, yaitu

suatu penyelesaian sengketa yang dilaksanakan dengan proses

beracara di pengadilan di mana kewenangan untuk mengatur dan

memutuskannya dilaksanakan oleh hakim. Litigasi merupakan

proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak

yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk

mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari

suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang

menyatakan win-lose solution.24

2. Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi

23
Nurnaningsih Amriani, Aternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2012, hlm. 2.
24
Nurnaningsih Amriani , Ibid.
18

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah

mengenal adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative

Dispute Resolution (ADR), yang dalam perspektif Undang-Undang

Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah

suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan

kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian

sengketa secara litigasi di pengadilan.

b. Penyelesaian Sengketa Kepailitan Menurut Hukum Ekonomi Syariah

Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi Lembaga

Peradilan Agama saat ini. Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ditegaskan

bahwa Peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi syariah“.25

Kewenangan Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan yang para

pihaknya berpedoman dengan transaksi Perbankan Syariah didasarkan

pada Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 2006 perubahan atas Undang-

Undang Nomor: 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama serta

berdasarkan PERMA No: 2 Tahun 2008 tentang kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Oleh

25
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
Jakarta, Kharisma Putra Utama, 2012, hlm.47.
19

karena itu, Pengadilan Niaga tidak berwenang untuk memeriksa,

memutus dan menyelesaikan dalam perkara kepailitan yang hubungan

hukum para pihak menggunakan dasar hukum Perbankan Syariah,

dengan sendirinya kewenangan absolut ada pada Pengadilan Agama.

Serta ditegaskan kembali dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan

apabila terjadi sengketa di bidang perbankan syariah, maka

peyelesaian sengketa diajukan ke Pengadilan Agama. Dalam hal ini

Pengadilan Agama mempunyai hak dan wewenang untuk menerima,

mengadili, dan menyelesaikannya.26

Dalam perkara perbankan syariah, ada hal-hal yang harus

diperhatikan, yaitu :

1. Pastikan lebih dahulu perkara tersebut bukan perkara

perjanjian yang mengandung klausula arbitrase.

2. Pelajari secara cermat perjanjian (akad) yang mendasari

kerjasama antarpara pihak.27

c. Penyelesaian Sengeketa Kepailitan

Menurut Sentosa Sembiring, Lembaga kepailitan merupakan

lembaga konvesional dalam menyelesaikan sengketa kepailitan

dikarenakan diselesaikan melalui Pengadilan Niaga.28 Lembaga

26
Nasikhin, Rekonstruksi Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Syariah Dalam Sistem
Hukum Perbankan Nasional, Semarang, Fatawa Publishing, 2017, hlm. 92.
27
Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah Di Indonesia, Bandung, Refika aditama, 2011, hlm.207.
28
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 28.
20

kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi

sebagai realisasi dari dua pasal dalam KUHPerdata, yakni Pasal 1131

dan 1132 mengenai tanggung jawab debitor terhadap utangutangnya

yaitu:

1. Bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak

maupun yang tak bergerak,baik yang sudah ada maupun

yang akan ada di kemudian hari, manjadi tergantung untuk

segala perikatannya perseorangan.

2. Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi

semua orang yang menguntungkan padanya; pendapatan

penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-

masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada

alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Menurut Sri Redjeki Hartono yang disitir oleh Rahayu Hartini,

lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus,

yaitu:

1.Kepailitan sebagai lembaga pemberi jamina kepada kreditornya

bahwa debitor tidak akan berbuat curang dan tetap bertanggung

jawab atas semua utangutangnya kepada semua

kreditorkreditornya.

2.Juga memberi perlindungan kepada debitor terhadap

kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya.


21

Dari itu timbullah lembaga kepailitan,yang berusaha untuk

mengadakan tata yang adil mengenai pembayaran utang terhadap

semua kreditor dengan cara seperti yang diperintahkan oleh Pasal

1132 KUH Perdata.

5. Teori Kepastian Hukum

Kepastian Hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari

hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai

kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan

sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut

sebagai salah satu tujuan dari hukum. Gustav Radbruch mengemukakan

4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian

hukum, yaitu :

1. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu

adalah perundang-undangan.

2. Bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan

pada kenyataan.

3. Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas

sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di

samping mudah dilaksanakan

4. Hukum positif tidak boleh mudah diubah

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi

keadilan. Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-


22

sungguh berfungsi sebagi peraturan yang ditaati. Menurut Gustav

Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian yang tetap

dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum

harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dan

ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati.

Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu

nilai keadilan dan kebahagiaan29.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah

penelitian hukum normatif. Dimana penelitian hukum normatif ini

merupakan proses untuk menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip

hukum, serta doktrin hukum dari isu hukum yang dihadapi untuk

mendapatkan jawaban.30 Penelitian hukum normatif memilih objek

penelitian berupa aturan dan norma hukum, konsep hukum, asas

hukum, dan doktrin hukum.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan beberapa

pedekatan sebagai berikut :

a. Pendekatan Undang-undang (statute approach)

29
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta,
Penerbit Toko Gunung Agung, 2002, hlm. 95.
30
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2007, hlm.35.
23

Pendekatan Undang – Undang (statute approach) yaitu

pendekatan yang dilakukan dengan menimbang semua

undang-undang dan regulasi hukum yang memiliki kaitan

dengan isu hukum yang akan dibahas berdasarkan rumusan

masalah yang pertama yakni penyelesaian sengketa kepailitan

pada Lembaga Keuangan Syariah terkait perjanjian

Musyarakah dan kedua yaitu dualisme penyelesaian sengketa

kepailitan Bank Syariah antara Peradilan Agama dan

Peradilan Niaga. Dengan pendekatan ini, Penulis dapat

mengetahui kesinambungan antara peraturan perundang-

undangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Penulis juga akan melakukan analisis tentang wewenang dari

lembaga peradilan agama yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang

berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang di dalamnya

ditegaskan bahwa Peradilan agama bertugas dan berwenang

memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk

“ekonomi syariah“ lalu terkait penyelesaian sengketa

kepailitan dalam ruang lingkup ekonomi syariah yang diatur

di dalam Pasal 5 ayat (2) PERMA nomor 2 Tahun 2008

tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Islam. Kemudian hal ini


24

di pertegas dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 093/PUU-X/2012 yang menjadikan Peradilan Agama

secara legal konstitusional menjadi satu-satunya institusi

yang berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah

melalui jalur litigasi.

b. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)

Pendekatan konseptual atau Conseptual Approach

merupakan suatu metode pendekatan yang merujuk pada

prinsip-prinsip hukum. Prinsip hukum tersebut dapat

ditemukan dalam pendangan yang dikemukakan oleh sarjana

ataupun doktrin hukum yang diperoleh dari buku literatur,

catatan kuliah, dan berbagai karya ilmiah yang memiliki

kaitan dengan materi yang dibahas dalam permasalahan ini.

c. Pendekatan Filosofis

Pendekatan filosofis adalah suatu cara atau jalan yang

ditempuh dalam proses terencana untuk memecahkan

masalah-masalah tentang kefilsafatan. Pendekatan filosofis

digunakan untuk meneliti pemikiran tokoh dan

mengungkapkan hakekat segala sesuatu yang nampak

(pheunomena). Pendekatan ini dipilih karena peneliti akan

melihat pemikiran serta sumber-sumber dari Hukum Islam

yang hakekatnya merupakan dasar dari terbentuknya Hukum-


25

Hukum ekonomi Syariah yang dalam hal ini pada dunia

Perbankan Syariah.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan

skrispi ini adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum ini diperoleh dari :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor

182tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3790)3)

3) Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 66)

4) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tenang Bank

Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4867)

5) Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004


26

Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 444)

6) Peraturan Mahkama Agung No. 2 Tahun 2008 Tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Islam

7) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 093/PUU-X/2012

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan kumpulan bahan yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan

hukum sekunder ini juga digunakan dalam penelitian yang

bersumber dari bahas kepustakaan berupa buku ilmu hukum

khususnya yang berkaitan dengan hukum sengeketa dan

hukum pasar modal, bahan kuliah, jurnal hukum, ataupun

literatur yang memiliki kaitan dengan penelitian yang akan

dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier sering disebut bahan hukum

penunjang, yakni bahan yang digunakan untuk memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum premier dan

bahan hukum sekunder, contohnya adalah artikel koran dan

media internet.
27

4. Teknik Pengumpulan Bahan

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah Teknik pengumpulan kepustakaan hukum. Pengumpulan

bahan hukum ini bersumber dari kepustakaan hukum dan peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia.

5. Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini dianalisis dengan metode analisis inventarisasi dan

kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan yang memliki hubungan

dengan Penyelesaian Sengketa Kepailitan Oleh Debitur Terhadap

Lembaga Keuangan Syariah Dalam Perjanjian Musyarakah. Setelah

memperoleh bahan hukum yang bersumber dari hasil penelitian

kepustakaan, langkah selanjutnya adalah pengolahaan bahan hukum yang

dapat diperoleh dengan cara mengadakan sistematisasi terhadap bahan-

bahan hukum tertulis. Sistematisasi tersebut berupa membuat klasifikasi

terhadap bahan hukum yang memudahkan dalam melakukan analisis.

6. Metode Penarikan Kesimpulan

Metode penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini akan

dilakukan dengan cara menggunakan cara berfikir deduktif, yakni dengan

secara mendasar pada hal yang bersifat umum dan ditarik kesimpulan

secara khusus.
94

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-Pokok Hukum Perjajian Hukum Islam di


Indonesia, Yogyakarta, Citra Media.

Abdul Manan, 2012, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan


Peradilan Agama, Jakarta, Kharisma Putra Utama.

Abdulkadir Muhammad, 2004, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,


Bandung, Citra Aditya Bhakti.

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam. 2006, Syarah Bulughul Maram,


Jakarta, Pustaka Azzam, Cetakan Pertama.

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis, Jakarta, Penerbit Toko Gunung Agung.

Amran Suadi, 2017, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan


Ekonomi, Jakarta, Penerbit Kencana.

Departemen Agama RI, 2014, Al-Quran Dan Terjemahannya, PT Diponogoro,


Bandung.

Erlis Setiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
Dan Disertasi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Ghufron A.Mas‟adi, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, PT


RajaGrafindo Persada.

Ghufron Ajib, 2015, Fiqh Muamalah II Kontemporer-Indonesia, Semarang,


CV. Karya Abadi Jaya.

Hasan Muarif Ambary, 1996, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta, Intermasa.

Ibnu Rusyd, 2006, Bidayatul Mujtahid, Jakarta, Pustaka Azzam.

Imam, Az-Zahabi, 2002, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, Jakarta, Pustaka


Amani.

Imran Nating, 2002, Hukum Kepailitan, Jakarta, PT. Pusaka Utama Grafiti.

Kartono, 2000, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta, Pradnya


Paramita.
95

Khotibul Umam, 2006, Perbankan Syariah Dasar-dasar dan Dinamika


Perkembangannya di Indonesia, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Khotibul Umam, 2011, Legislasi Fikih Ekonomi dan Penerapannya dalam


Produk Perbankan Syariah di Indonesia, BPFE,Yogyakarta.

Li Hasan, 2007, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah,


Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.

M. Ali Hasan, 2003, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Fiqh


Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

M. Ali Hasan, 2003, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta, PT


Raja Grafindo Persada.

M.Natsir Asnawi, 2016, Hukum Acara Perdata, Teori, Praktik dan


Permasalahannya di Peradilan Umum dan Peradilan Agama, Yogyakarta,
UII Press.

M.Yasir Nasution, 2002, Ekonomi Islam pada Millenium Ketiga, dalam


Prospek Bank Syariah pada Millenium Ketiga, Medan, IAIN SUMUT.

Mardani, 2011 Hukum Ekonomi Syari’ah Di Indonesia Bandung, Refika


aditama.

Mardani, 2014, Hukum Bisnis Syariah, Jakarta, Prenadamedia Group.

Martiman Prodjohamidjojo, 1999, Proses Kepailitan, Bandung, Mandar Maju.

Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta.

Muchdarsyah Sinungan, 1987, Uang dan Bank, Jakarta, Bina Aksara.

Muhammad Firdaus NH, 2005, Konsep & Implentasi Bank Syariah, Jakarta,
Renaisan.

Muhammad Jawad Mughniyah, 1999, Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi,


Maliki, Syafi’i, Hambali, Jakarta, Lentera.

Muhammad Syafi‟i Antonio, 2010, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek,


Jakarta, Gema Insani.

Naf‟an, 2014, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, Yogyakarta, Graha


Ilmu.
96

Nasikhin, 2017, Rekonstruksi Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Syariah


Dalam Sistem Hukum Perbankan Nasional, Semarang, Fatawa Publishing.

Nasrun Haroen, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama.

Nasrun Harun, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Gaya Media Pratama.


Nurnaningsih Amriani, 2012, Aternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada


Media Group.

Sentosa Sembiring, 2004, Hukum Dagang, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Sohari, Ru’fah, 2011, Fiqh Muamalah, Bogor,Ghalia Indonesia.

Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sulaeman Jajuli, 2015, Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, Jakarta,
Penerbit Deepublish.

Suryati Dzuluqy, 2016, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Secara


Litigasi.

Sutan Remy Sjahdeini, 2014, Perbakan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-


Aspek Hukumnya , Jakarta, Kencana Prenadamedia Group.

Syamsul Anwar, 2007, Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.

Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, 1997, Hukum-Hukum Fiqh Islam,


Jakarta, Pustaka Rizki Putra.

Trisadini P usanti dan Abd. Shomad, 2013, Transaksi Bank Syariah, Jakarta,
Bumi Askara.

Victor Situmorang & Soekarso, 1994, Pengantar Hukum Kepailitan di


Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.

Wangsawidjaja, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta, PT Gramedia


Pustaka Utama.

Wirdyaningsih, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana.

Yusnedi Achmad, 2015, Aspek Hukum Dalam Ekonomi, Sleman, CV. Budi
Utama.
97

Zaeny Asyhadie, 2005, Hukum Bisnis Proses dan Pelaksanaannya di


Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Zainudin Ali, 2010, Hukum Perbankan Syariah,Sinar Grafika, Jakarta.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan


kewajiban Pembayaran Utang PKPU (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4443)

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran Negara


Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472)

Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66)

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1992


Tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 182tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tenang Bank Syariah (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4867)

Peraturan Mahkama Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum


Ekonomi Islam

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 093/PUU-X/2012

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.73/DSN-MUI/XI/2008

C. JURNAL

Abdul Ghafar Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia konsep,


regulasi, dan implementasi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
2002.

Erna Widjajati, Penyelesaian Sengketa Kepailitan Menurut Hukum


Perbankan Syariah, artikel Al Hakam vol.XV No. 1 Januari 2015.
98

Firmansyah Wahyudi, Quo Vadis Penyelesaian Perkara Kepailitan Dan


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pkpu Pada Lembaga Keuangan
Syariah, jurnal Hukum dan Peradilan Balitbangdiklat MA, Palangkaraya,
2019.

Heri Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Makalaah


Analisis Ekonomi terhadap Hukum dalam menyokong Era Globalisasi,
BPHN-Departemen Kehakiman, Jakarta, 10 Desember 1996.

Nabil Saleh, Unlawful Gain and Legitimate Profit in Islamic Law, Arab and
Islamic Laws Series, Volume: 7, Cambridge University Press, London,
1992.

D. INTERNET

Diakses dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank


Syariah.aspx pada tanggal 22 Agustus 2020.

E. SUMBER LAIN

Miranda Gultom, Sambutan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada


Seminar “Strategi Pengembagan Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesai”, BI, Jakarta 15 September 2005.

Siti Kadriah, Analisis Penyelesaian Kepailitan Perbankan Syariah Di


Pengadilan Niaga Dalam Putusan No.01/Pdt-Sus Pkpu/2015/Pn Niaga
Mdn Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam, Medan, Tesis Pacasarjana,
2018.

Anda mungkin juga menyukai