Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KEGIATAN

MODULPENELITIAN EPIDEMIOLOGI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh:
Faisal Ridho Sakti, S.Ked (17712052)
Hendi Irawan, S.Ked (17712038)
Dian Yuliarmi, S.Ked (17712049)
Enung Yuliati, S.Ked (17712034)

Pembimbing:
dr. Sunarto, M.Kes
Pembimbing Lapangan:
drg. Retno Saptani, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA KONDISI KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SRAGEN

ABSTRAK

Kejadian tuberkulosis (TB) masih menjadi perhatian khusus bagi dunia kaena tingginya angka prevalensi
maupun morbiditas. Kejadian TB berhubungan dengan kondisi lingkungan sang penderita yang kurang sehat.
Bakteri TB menyebar begitu cepat melalui droplet. Rumah menjadi lingkungan terdekat pasien untuk
menyebarkan penyakit TB. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain case-control.
Perbandingan jumlah kasus dan kontrol adalah 1:2, dimana terdapat 30 kasus TB dan 60 non-TB. Dari
penelitian ini didapatkan hasil yang signifikan (p=0.000) dan nilai OR=44. Dari penelitian ini bisa diambil
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kesehatan rumah dengan kejadian TB di
wilayah kerja Puskesmas Sragen.

PENDAHULUAN

Berdasarkan WHO Global Report 2014, angka Insidens tuberculosis (TB) tahun 2014
adalah 183/100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensi TB adalah 272/100.000
penduduk dan angka mortalitas TB adalah 25/100.000 penduduk (Kementrian Kesehatan RI,
2015). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010) penderita TB paru 95% kasus TB dan
98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang dan 75% penderita TB paru
adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi rendah
sehingga secara langsung akan menurunkan produktivitas yang berarti merugikan secara
ekonomi karena hilangnya atau berkurangnya penghasilan.

Tuberkulosis masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas, dan juga tingginya
biaya kesehatan. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya
meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia <15 tahun.
Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di dua puluh dua negara dengan beban
TB tinggi (high burden countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus
TB pada anak berkisar antara 3% sampai >25% (Harpiutra, 2005; Hermain, 2001).

Indonesia sampai dengan tahun 2014 menempati urutan kedua dari 5 negara terbesar
di dunia sebagai penyumbang penderita TB terbanyak setelah negara India, China, Nigeria
dan Pakistan. Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas) akan
relatif berkurang sebesar 50% dibandingkan tahun 1990, dan setidaknya 70% orang yang
terinfeksi TB dapat dideteksi dengan strategi DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh
(Kemenkes RI, 2015).

Menurut Gordon. J dalam Kurniasih (2016), Penyakit Tuberkulosis paru (TB Paru)
merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah utama
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, pada waktu seseorang batuk atau bersin, maka saat itu juga kuman dapat menyebar ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana sekali batuk dapat menghasilkan
3000 percikan dahak. Pada umumnya, penularan terjadi dalam ruangan yang biasanya
percikan dahak berada dan bertahan dalam waktu yang lama pada keadaan gelap dan lembab.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. (Kemenkes, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Deny (2014) menyimpulkan bahwa kepadatan hunian,
ventilasi alami di ruangan yang dominan digunakan, ventilasi alami di kamar tidur,
pencahayaan alami di ruangan yang dominan digunakan, dan pencahayaan alami di kamar
tidur berhubungan dengan kejadian TB Paru. Jenis lantai, kelembaban di ruangan yang
dominan digunakan dan kelembaban di kamar tidur tidak berhubungan dengan kejadian TB
Paru. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan tuberkulosis paru dimana sebagian
besar penderita tuberkulosis paru adalah usia produktif (15-55 tahun) (Kementrian Kesehatan
RI, 2012).

Kurangnya hunian yang layak pakai di masyarakat ternyata bisa menimbulkan


berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah kejadian TB. Maka dari itu, peneliti ingin
mengetahui hubungan antara kesehatan rumah dengan kejadian TB di Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain Case Control untuk
membandingkan kelompok kasus dan kelompok control berdasarkan paparannya. Lokasi
penelitian ini berada di wilayah kerja Puskesmas Sragen Wetan, yaitu di Kecamatan Sragen,
Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2018. Populasi kasus pada
penelitian ini adalah seluruh penderita paru BTA + yang datang ke puskesmas dan seluruh
pasien TB BTA – rotgen paru +.

Teknik sampling yang digunakan ada kuota sampling yaitu 30 pasien penderita TB, 25
pasien TB BTA + dan 5 pasien TB BTA – rotgen +. Perbandingan antara kasus : kontrol = 1 :
2, yaitu 30 kasus dan 60 kontrol. Kriteria inklusi dan ekslusi dari penelitian ini adalah :

a. Kriteria Inklusi
1. Kelompok Kasus
Seluruh pasien penderita TB Paru yang berusia > 15 tahun dan dinyatakan dengan
BTA + atau BTA – rotgen + yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas Sragen.
2. Kelompok Kontrol
Orang yang bermukim di sekitar penderita TB yang tidak memiliki menderita TB.
b. Kriteria ekslusi
Penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Sragen Wetan yang telah berpindah
rumah di luar wilayah kerja Puskesmas Sragen.

Kuisioner yang digunakan untuk menilai kesehatan rumah adalah menggunakan


instrument berdasarkan kriteria rumah sehat Departemen Kesehatan tahun 2002. Instrumen
ini terdiri atas 3 komponen penilaian, yaitu : Komponen fisik rumah, sarana sanitasi rumah,
dan perilaku penghuni. Apabila skor total kuisioner 80-100 dikatakan rumah sehat, apabila
<80 dikatakan rumah tidak sehat.

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase setiap
variabel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan di interpretasikan. Pada analisis
bivariat, dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau menggunakan uji
statistik Chi Square (2 Χ 2 ) dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan dikatakan
bermakna apabila p<0,05 dan melihat nilai dari Odds Ratio (OR).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Table 1. Tabel Karakteristik Responden

Kasus Kontrol
Karakteristik
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 18 60 43 71.7
Perempuan 12 40 17 28.3
Umur (Tahun)
15-24 2 6.7 5 8.3
25-34 7 23.3 11 18.3
35-44 8 26.7 21 35.0
45-54 7 23.3 12 20.0
> 55 6 20.0 11 18.3
Pendidikan Terakhir
SD 13 10.0 13 21.7
SMP 8 33.3 8 13.3
SLTA 30 46.7 30 50.0
PT 9 10.0 9 15.0
Pekerjaan
PNS/Pegawai Negri 3 10.0 12 20.0
Buruh/Tani 21 70.0 13 21.7
Wiraswasta 6 20.0 35 58.3
Sumber : data primer

Table 2. Tabel 2x2

TB Total
Ya Tidak
Rumah Tidak 24 5 61
Kondisi_Rumah Sehat
Rumah Sehat 6 55 29
Total 30 60 90

Hasil dari perhitungan signifikansi data didapatkan bahwasanya ada hubungan antara
kondisi kesehatan rumah dengan kejadian TB di wilayah kerja Puskesmas Sragen (p=0,00).
Resiko terjadinya TB pada rumah yang tidak sehat adalah 44 kali lebih beresiko dibandingan
dengan rumah yang sehat (OR=44).

Menurut Annisa (2015) rumah dengan pencahayaan, ventilasi, keberadaan jendela,


kelembaban, suhu, jenis dinding dan status gizi dapat meningkatkan risiko terjadinya TB.
Ventilasi berfungsi sebagai tempat untuk siklus pertukaran udara dari dalam rumah ke luar
rumah. Ketika suatu rumah memiliki ventilasi yang buruk maka pertukaran udara yang terjadi
pun tidak berjalan dengan lancar sehingga udara yang mengandung bakteri dari dalam rumah
akan tetap berputar secara terus menerus. Selain sebagai tempat bertukar udara, dengan
adanya ventilasi juga dapat menjadi celah untuk masuknya cahaya ultra violet dari matahari
sehingga ruangan menjadi lebih terang dan suhu menjadi lebih kering sehingga udara dalam
rumah tidak akan lembab. Kuman tuberculosis dapat mati ketika terkena dari sinar cahaya
ultraviolet dan lingkungan yang ditinggalinya juga tidak akan lagi cocok. Rumah dengan
suhu yang terlalu dingin dan terlalu panas juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko
terkena penyakit tuberkulosis. Menurut Anwary(2016) rumah dengan ventilasi udara yang
tidak memenuhi syarat pada ruang keluarga, kamar tidur dan dapur dapat meningkatkan
risiko terjadinya TB.

Menurut Izzati (2015) pencahayaan rumah meningkatkan 3 kali resiko terjadinya


penyakit tuberkulosis. Pada sebuah ruangan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan
gelap kuman TB dapat bertahan berhari-hari bahkan berbulan-bulan Sehingga seorang pasien
TB yang memiliki rumah dengan pencahayaan yang kurang makan akan semakin
meningkatkan risiko untuk terjadinya penularan TB pada orang-orang yang tinggal serumah.

Menurut Hamidah (2015) terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian


tuberculosis dengan kepadatan hunian, kelembaban, luas ventilasi, dan hubungan
pencahayaan. Responden yang tinggal di rumah dengan kepadatan <9m2 memiliki resiko 3,5
kali untuk menderita tuberculosis hal ini disebabkan oleh rumah yang padat akan
menyebabkan penularan penyakit infeksi yang semakin mudah karena interaksi yang terjadi
antar anggota keluarga menjadi lebih sering dan dapat diperparah jika sirkulasi di rumah
kurang baik. Rumah dengan kelembaban yang tinggi meningkatkan risiko 3,7 kali terserang
TB karena lingkungan yang lembab adalah tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan kuman TB. Air membentuk 80% volume sel bakteri TB sehingga kuman ini
tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Menurut Nuraini (2015) terdapat hubungan antara jenis lantai, langit-langit, menjemur
alat tidur, dan status gizi dengan kejadian tuberkulosis. Jenis lantai yang tidak kedap air
meningkatkan resiko terjadinya TB 3,6 kali. Lantai yang tidak kedap air akan menjadikan
ruangan lembab sehingga kuman TB mudah dalam berkembang biak. Jenis langit-langit pada
suatu rumah dapat menyebabkan risiko TB meningkat hingga 6,7 kali. Langit-langit rumah
dapat dikatakan baik jika kondisinya mudah dibersihkan, tidak rawan kecelakaan, dan dapat
menahan tetesan hujan serta tidak menegeluarkan zat-zat yang berbahaya.

KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kesehatan rumah dengan kejadian
TB di wilayah kerja Puskesmas Sragen.
Daftar Pustaka

Anwary, A. Z., Lazuardi, L., Hasanbasari, M., Mansur, F., 2016. Hubungan Kondisi
Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Jawa Barat
(Analisis Data Riskesdas 2013). Jurkessia:VI(3).
Annisa, Y., Koosgiarto, D., 2015. Dampak Kesehatan Lingkungan Rumah Yang
Berhubungan Dengan Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Indragiri Hilir Kecamatan
Keritang
(Puskesmas Kotabaru). MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan:13(2).
Depkes, RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta.
2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta.
Deny A. 2014. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas i dan II Kecamatan Pontianak Barat.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/d ownload/7838/7931
Hariputria, Chessy, 2005. Jurnal: Hubungan antara faktor lingkungan fisik dengan kejadaian
TB Paru BTA (+) di Kabupaten Sukabumi, Tahun 2005.
Hermain, 2001. Tesis: Faktor-Faktor risiko Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian
TB Paru BTA Positif di Kota Pangkal Pinang Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2001.
Hamidah, Kandau, G. D., Posangi, J., 2015. Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Siko
Kecamatan Ternate Utara Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Jurnal e-Biomedik (eBm
):3(3).
Izzati, S., Basyar, M., Nazar, J., 2015. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Tahun 2013. Jurnal kesehatan
Andalas:4(1).
Kementrian Kesehatan RI, 2012. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di
Indonesia Januari-Desember 2012. www.depkes.go.id
Kemenkes RI, 2015. Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2015 Di Provinsi Bali Selasa, 24 Maret
2015. http://www.diskes.baliprov.go.id/id/pelaksanaan-hari-tb-sedunia-2015-di-
provinsi baliselasa--24-maret-20152
Kurniasih, T., Triyantoro, B., Widyanto, A. 2016. Jurnal: Hubungan Kondisi Fisik Rumah
Dengan Kejadian Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalibagor Kabupaten
Banyumas Tahun 2016.
Nuraini, A. F., 2015. Hubungan Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Dan Perilaku
Dengan Kejadian Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Bobotsari Kabupaten
Purbalingga. Jurnal Kesehatan Masyarakat:3.
WHO, 2010. Guidance for National Tuberculosis Programme on the Management of
Tuberculosis in children. WHO. Genewa.

Anda mungkin juga menyukai