Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku

1. Definisi Perilaku

Pengertian perilaku oleh para ahli, salah satunya adalah yang

didefenisikan oleh Husein Umar (2010),yaitu ”Perilaku konsumen

merupakan suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan,

mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa.termasuk proses

keputusan yang mendahului tindakan tersebut.

Definisi perilaku menurut Kotler (2012) adalah “Tingkah laku Akhir,

baik individu maupun rumah tangga yang membeli barang atau jasa untuk

konsumsi pribadi.”Sedangkan menurut Setiadi (2013), definisi perilaku

konsumen adalah “Proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-

masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, mendapatkan,

penggunaan, atau mengatur barang-barang dan jasa”.

Perilaku (consumer behaviour) juga didefinisikan oleh Basu swastha

dan Hani Handoko (2009), “Kegiatan-kegiatan individu-individu yang

secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-

barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan

pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut”.

7
8

Menurut Schiffman, Kanuk (2010) pengertian perilaku konsumen

adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan

pembelian, penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa

yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya.

Definisi perilaku konsumen diatas menekankan bahwa ada dua elemen

penting dari arti perilaku konsumen yaitu proses pengambilan keputusan

dan kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai,

mendapatkan serta mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa ekonomis.

Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda.

Dengan kata lain, ada faktor yang dominan pada pembelian suatu produk

sementara faktor lain kurang berpengaruh. Beberapa faktor tersebut

menyatu dalam pemikiran konsumen, diolahnya sedemikian rupa sampai

akhirnya ia membuat keputusan pembelian serta respon yang ia berikan

terhadap faktor-faktor pendorong tersebut berupa tindakan membeli atau

tidak membeli produk yang ditawarkan.

B. Tinjauan Umum Tentang Asma

1. Definisi

a. Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan

bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Carpenito L J .2013)


9

b. Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan

bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan

nafas terhadap berbagai rangsang (Brunner & Suddarth. 2013)

c. Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel

eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai

dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa

tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Kozier B,

2016).

d. Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas

terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada

asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi

sel eosinofil (Mansjoer, A. 2014)

e. Asma merupakan  suatu  penyakit  gangguan  jalan  nafas  obstruktif

intermiten  yang bersifat  reversibel,  ditandai  dengan  adanya  periode

bronkospasme,  peningkatan respon  trakea  dan  bronkus  terhadap

berbagai  rangsangan  yang  menyebabkan penyempitan jalan nafas (Putri

H Trikaloka. 2013)
10

2. Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi

a. asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan

alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,

saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang

bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses

dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke

sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan

sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang

diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel

plasthma dan membentuk IgE (Kozier, B. 2016).

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada

dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini

dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya

memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga

memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang

yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada

permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah

dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan (Niven, 2013).

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih

dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh

IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
11

akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan

dalam sel yang menurunkan kadar cAMP (Mansjoer, A. 2014)

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.

Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah

mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di

dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,

Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic

Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator

tersebut ialah obstruksi oleh histamin (Mansjoer, A. 2014)

Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali

mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar

yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-

apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur,

bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang

bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus

disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi

terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas

bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik.

Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik

adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi

yang menggunakan metakolin atau histamin (Mansjoer, A. 2014)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma

dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel,


12

secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara

patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien

asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama

eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan

mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas

menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma

bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada

cabang-cabang bronchus (Carpenito L J .2013).

Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus

serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan

percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi

(wheezing) dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun

psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan

merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan

adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.

Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A

(IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel

radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi

pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale (Carpenito L J.

2013).

b. Asma Ekstrinsik Atopik

Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:


13

1) Penyebabnya  adalah  rangsangan  allergen  eksternal  spesifik  dan

dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1

2) Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan,

85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun

3) Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa

puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda

4) Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya

gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai

dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.

5) Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif

6) Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik

7) Ada riwayat keluarga yang menderita asma

8) Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat (Brunner &

Suddarth. 2013).

c. Asma ekstrinsik non atopik

Memiliki sifat-sifat antara lain:

1) Serangan  asma  timbul  berhubungan  dengan  bermacam-macam

alergen yang spesifik

2) Tes  kulit  memberi  reaksi  tipe  segera,  tipe  lambat  dan  ganda

terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif

3) Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik (Brunner &

Suddarth. 2013)
14

d. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)

Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan

alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran

nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa

atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom

terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan

hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik

beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma

aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan

bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas (Brunner & Suddarth.

2013)

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang

berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut

juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-

cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi

3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot

polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan

menghambat sekresi kelenjar mukus. Hal ini dikenal dengan teori blokade

adrenergik beta. Sifat dari asma intrinsik : (Brunner & Suddarth. 2013).

1) Alergen pencetus sukar  ditentukan

2) Tidak  ada  alergen  ekstrinsik  sebagai  penyebab  dan  tes  kulit

memberi hasil negative


15

3) Merupakan kelompok  yang  heterogen,  respons  untuk terjadi asma

dicetuskan oleh  penyebab  dan  melalui  mekanisme  yang  berbeda –

beda

4) Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30

tahun dan disebut juga late onset asma

5) Serangan  sesak  pada  asma  tipe  ini  dapat  berlangsung  lama  dan

seringkali  menimbulkan  kematian  bila  pengobatan  tanpa  disertai

kortikosteroid.

6) Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya  faktor rematoid,

misalnya sel LE

7) Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48

8) Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai (Niven, N.

2013).

e. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)

Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik

maupun ekstrinsik. Sehingga semakin kompleks. Asma  ini  mempunyai

karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

b. Penyebab Asma

Penyebab asma secara pasti masih belum diketahui. Meskipun begitu,

ada beberapa hal yang dapat memicu kemunculan gejala penyakit ini, di

antaranya:

a. Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran

napas bagian atas seperti flu.


16

b. Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).

c. Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara.

d. Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas

yang didukung kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan

suhu yang drastis.

e. Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.

f.Stres.

g. Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan,

dan tertawa terbahak-bahak).

h. Aktivitas fisik (misalnya olahraga).

i. Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid

(aspirin, naproxen, dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya

diberikan pada penderita gangguan jantung atau hipertensi).

j. Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-

kadang digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan

olahan, makanan siap saji, minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.

k. Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).

l. Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam

lambung kembali naik ke kerongkongan.

c. Patofisiologi Asma

       Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan

alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk

imunoglobulin E (IgE).
17

Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui

saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja

sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel

APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal

kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi

menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang

terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil

yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang

itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah

rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen

tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan

basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan

perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP (Niven, N. 2013)

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.

Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator

kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis

(SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-

lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :

kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil

yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler

yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin

menyempitnya saluran nafas, peningkatansekresi kelenjar mukosa dan

peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan


18

ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru

dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi

hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat

lanjut (Kozier, B. 2016).

Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua

jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi)

ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang

dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu

telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan

asthma intrinsik (non atopi) ditandai dengan mekanisme non alergik yang

bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat

kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan

musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta

faktor-faktor intrinsik lain (Carpenito, LJ. 2013).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering.

Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada

stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua

ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa

sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti

bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan

pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit

sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak


19

terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada

batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi

karena asfiksia (Kozier, B. 2016).

d. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Asma

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang

banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar

dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut

ekspirasi. Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona,

zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus,

bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan

zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan

berakhir pada sakus alveulus terminalis (Mansjoer, A. 2014)

Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh

membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung,

udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini

merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel

thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi

oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-

partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat

dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam

lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk

kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai


20

keudara inspirasi berasal dari   jaringan dibawahnya yang kaya dengan

pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas

debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100

(Mansjoer, A. 2014)

Asma ditandai dengan timbulnya mengi (wheezing), batuk dan rasa

sesak di dada, sebagai akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan

kematian terus meningkat, dan meskipun telah dilakukan penelitian intensif,

dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada

asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan

napasserta hiperrespins jalan napas etrhadap berbagai rangsang (Brunner &

Suddarth. 2013)

Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE

plasma seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada

reaksi inflamasi dapat merusak epitel saluran napas dan ikut berperan pada

hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang

menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik

pada saluran napas mungkin ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya

defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat larut

malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu

merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus.

Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan

brokokonstriksi, juga memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya

dicegah oleh penghambat sintesis atau kerja leukotrien. Reseptor muskarinik


21

memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat  muskarinik

kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat tambahan lain

yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan produk

sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi (Brunner

& Suddarth. 2013)

Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat

persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat

dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring.

Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat

terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya

terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).

Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara

terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan

masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan

rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung

pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah

saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan

laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari

epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke

esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring

mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan

sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Brunner & Suddarth.

2013)
22

       Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang

berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm),

lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan

oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang

berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini

berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara

pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot

polos dan lapisan mukusa (Kozier B, 2016).

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat

pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana

trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina.

Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan

batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek ,

lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin,

mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil,

terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang (Kozier B, 2016).

       Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak

mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis  1 mm. Bronkiolus

tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung

sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona

konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang


23

mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch

reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus (Kozier B, 2016).

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari :

Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis

ysang merupakan struktur akhir dari paru. (Kozier B, 2016).

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu

pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga

proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar

masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen

sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi

karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang

tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah

besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini

menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif

terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama

tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan

atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan

udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan

tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2

mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar

paru (Kozier B, 2016).


24

Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke

kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas

mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih

rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan

partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah.

Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada

karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke

alveoli (Kozier B, 2016).

Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari

kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke

jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan

secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin,

sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat,

natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah

merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena

konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15

gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total (Sa O2 = 100%), bila

darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk

ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar

dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen

mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan

karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan.

Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada


25

tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan  jaringan

kedalam darah (Kozier B, 2016).

Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah

yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam

rentang  pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi

maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh

paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah

keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan

lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis

respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi

(Kozier B, 2016).

Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan

hidung, lalu bersatu di daerah leher menjadi trakea (tenggorok) yang akan

masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas trakea itu akan bercabang

dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu, masing-

masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil sampai

23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas, oksigen (O 2)

masuk ke pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO2) dikeluarkan (Niven

2013).

e. Cara Mengatasi Asma

Cara mengobati penyakit asma bisa dengan menggunakan buah-

buahan seperti : manggis yang kaya  asam lemak omega 3,minumlah secara

rutin jus buah manggis, anggur, sebaiknya konsumsilah buah anggur setiap
26

hari agar bisa terhindar dari penyakit asma, selain buah-buahan yang harus

banyak di konsumsi penderita asma sebaiknya juga harus di dukung dengan

lingkungan yang bersih bebas rokok, binatang peliharaan terutama kucing

dan anjing yang sangat rentan dengan kambuhnya penyakit asma (Niven

2013).

f. Ciri - Ciri Asma Tidak Terkontrol

Mengontrol penyakit asma yang anda miliki harus dimulai dari diri

anda sendiri dan sebaiknya menjauhi penyebab-penyebab yang dapat

membuat penyakit asma anda kambuh, seperti asap rokok dan benda-benda

yang membuat anda alergi. Selain itu, anda juga harus memperhatikan

kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar anda. Jika tempat dan

lingkungan yang anda huni bersih, kemungkinan asma anda untuk kambuh

akan semakin kecil. Seorang penyandang asma dikatakan terkontrol jika

memiliki enam kriteria, yaitu, pertama, tidak mengalami atau jarang

mengalami gejala asma (maksimal 2 kali seminggu). Kedua, tidak pernah

terbangun pada malam hari karena asma. Ketiga, tidak pernah atau jarang

menggunakan obat pelega. Keempat, dapat melakukan aktivitas dan latihan

secara normal (Kozier B, 2016).

Ciri-ciri asma tidak terkontrol seperti batuk dan napas-napas pendek,

terjadi paling tidak hanya 2 hari dalam setiap minggunya; paru-paru anda

berfungsi dengan baik anda dapat tidur nyenyak tanpa terganggu dengan
27

gejala-gejala asma paling tidak satu atau dua malam setiap bulannya; asma

anda tidak sering kambuh dalam jangka waktu satu tahun; dan anda tidak

pernah memerlukan perawatan medis untuk penyakit asma (Niven 2013).

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Diteliti

1. Pengetahuan

Menurut Bloom pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Proses penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi

oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Wawan & Dewi,

2013)

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda: (Wawan & Dewi, 2013).

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)
28

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

Indikasinya apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

memisahkan, mengelompokkan atau membuat diagram/bagan terhadap

pengetahuan objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma

yang berlaku di masyarakat.

Pengukuran pengetahuan menurut Notoatmodjo (2014) dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi


29

materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden ke dalam

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan.

Asma selalu mengalami peningkatan, jadi harus ada upaya

pencegahan asma yang baik, pentingnya upaya pencegahan yaitu salah

satunya agar penderita tidak mengalami kekambuhan penyakitnya, jadi

penderita tidak sering ke pelayanan kesehatan untuk berobat, selain itu para

penderita harus tahu tentang asma, penyebab, gejala dan cara pencegahan

yang baik, jika pengetahuan penderita meningkat penderita akan melakukan

pencegahan yang baik. Oleh karena itu tingkat pemahaman seseorang akan

mempengaruhi tidak terkontrolnya penyakit asma

Pengetahuan asma yang baik memberikan kontrol yang baik pada

pasien asma. Pengetahuan tentang faktor pemicu asmanya sangat

berpengaruh terhadap kekambuhan serangan dan terkontrolnya asma serta

termasuk pengalaman hidup y ang negatif telah terbukti memberikan efek

substansial untuk serangan asma

Pengetahuan umum pasien asma diukur dengan menggunakan Asthma

General Knowledge Questionnairre (AGKQ). Alat ukur ini berupa

kuesioner yang terbukti menjadi alat penelitian yang te rvaliditas untuk

menentukan tingkat pengetahuan asma, baik intervensi pendidikan ataupun

keadaan klinis
30

2. Ekonomi

Secara ekonomi penyakit asma memiliki keterkaitan karena seperti

harapan pasien yang rendah terhadap pengobatan, pentingnya gejala dan

kurangnya kesadaran kontrol diidentifikasi sebagai penentu terkait pasien

pada kontrol asma. Oleh karena itu, adanya kebutuhan untuk meningkatkan

harapan pasien dengan meningkatkan kesadaran kualitas hidup yang dapat

dicapai. Perubahan dalam domain emosional kualitas hidup dan kepuasan

hidup secara keseluruhan tidak signifikan. Temuan ini menekankan peran

pemantauan rutin pada pasien yang dikontrol asma. Hal ini dapat

menyebabkan partisipasi yang lebih aktif dari pasien dan meningkatkan

harapan hidup mereka daripada hanya hasil terapi (Notoatmodjo, S. 2014).

Untuk status ekonomi diperoleh bahwa responden dengan status

ekonomi rendah lebih berisiko mengalami asma karena. akan tetapi dapat

bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.

Produktivitas menurun akibat ketidakhadiran dalam bekerja atau sekolah,

dan dapat menimbulkan disability (kecacatan) yang dapat berlangsung

seumur hidup, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup. Kemajuan ilmu

dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan

kemajuan penatalaksanaan asma, hal ini tampak dari data berbagai negara

yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke gawat darurat, rawat inap,

kesakitan dan bahkan kematian. oleh karena itu status sosial ekonomi akan

mempengaruhi seseorang apakah penyakit asmanya dapat dikontrol atau

tidak sama sekali.


31

3. Pekerjaan

Sebuah penelitian baru di Jerman menemukan bahwa pekerjaan lebih

beresiko untuk mengalami serangan asma saat telah dewasa dibandingkan

dengan orang lain yang tidak terancam akan kehilangan pekerjaannya. Para

peneliti menduga hal ini mungkin dikarenakan kekhawatiran akan

kemungkinan kehilangan pekerjaan dapat membuat seseorang mengalami

stress kronik, yang membuat tubuh Anda lebih tidak sensitif terhadap

kortisol, suatu hormon yang dihasilkan oleh tubuh, yang juga dapat

menyebabkan terjadinya peradangan di dalam tubuh. Hal ini dapat memicu

terjadinya peradangan pada saluran napas yang membuat saluran napas

membengkak dan menyebabkan terjadinya asma (Notoatmodjo, S. 2014).

Selain memicu terjadinya proses peradangan di dalam tubuh, stress

kronik juga dapat membuat sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi lebih

lemah dan membuatnya lebih rentan terhadap berbagai jenis infeksi. Para

peneliti mengatakan masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

mengetahui secara pasti apa jawaban yang tepat dari pertanyaan di atas.

Akan tetapi, tidak ada salahnya bila Anda menghindari berbagai hal yang

dapat memicu terjadinya asma saat mengalami stress seperti menghindari

berbagai hal penyebab alergi, menjaga berat badan ideal, dan berhenti

merokok. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penelitian ini menunjukkan

adanya hubungan sebab akibat antara kekhawatiran akan kehilangan


32

pekerjaan dengan peningkatan resiko terjadinya asma di usia dewasa

(Notoatmodjo, S. 2014).

Penyakit asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,

akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan

kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat ketidakhadiran dalam bekerja

atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan) yang dapat

berlangsung seumur hidup, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup.

Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti

dengan kemajuan penatalaksanaan asma

D. Kerangka Konseptual Penelitian

1. Dasar Pemikiran Variabel

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon

trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi

adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-

ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.

2. Bagan kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan
Asma Yang Tidak
Terkontrol
Ekonomi

Pekerjaan
33

Keterangan :

: Variabel independen

: Variabel Dependen

: Variabel Yang Diteliti

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (Ho) :

a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kontrol asma

yang tidak teratur di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2019.

b. Tidak ada hubungan antara ekonomi dengan perilaku kontrol asma yang

tidak teratur di Rumah Haji Makassar Tahun 2019.

c. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku kontrol asma yang

tidak teratur di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2019.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kontrol asma yang

tidak teratur di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2019.

b. Ada hubungan antara ekonomi dengan perilaku kontrol asma yang tidak

teratur di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2019.

c. Ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku kontrol asma yang tidak

teratur di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2019


34

F. Definisi Operasional

Variabel Skala
Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Independen Ukur

Asma yang tidak terkontrol Ya : Jika


dalam penelitian ini adalah mengalami
penderita asma yang sering asma yang
kambuh dan tidak menghindari tidak
Asma Yang pantangan sehingga asma terkontrol
Tidak kembali kambuh Kuesioner Ordinal Tidak : Jika
Terkontrol tidak
mengalami
asma yang
tidak
terkontrol
Pengetahuan dalam penelitian Baik : Jika
ini adalah segala sesuatu yang responden
diketahui oleh responden mendapatkan
khususnya mengenai asma skor > 80
tidak terkontrol dari seluruh
pertanyaan
Pengetahuan Kuesioner Ordinal
Kurang : Jika
responden
mendapatkan
skor <19 dari
seluruh
pertanyaan
Ekonomi dalam penelitian ini Tinggi : Jika
adalah pendapatan yang memiliki
dimiliki oleh responden setiap pendapatan
bulannya. Karena untuk status ≥UMP
ekonomi diperoleh responden Provinsi (Rp.
dengan status ekonomi yang 2.700.000)
Ekonomi rendah lebih beresiko Kuesioner Ordinal
mengalami asma. Oleh karena Rendah : Jika
itu status sosial ekonomi akan memiliki
mempengaruhiseseorang pendapatan
apakah penyakit asmanya <UMP
dapat di kontrol atau tidak Provinsi (Rp.
2.700.000)
Pekerjaan Pekerjaan dalam penelitian ini Kuesioner Ordinal Ya : Jika
35

adalah pekerjaan lebih beresiko responden


untuk mengalami serangan bekerja
asama saat telah dewasa
dibandingkan dengan orang Tidak : Jika
lain yang tidak terancam akan responden
kehilangan pekerjaannya. Oleh tidak bekerja
karena itu aktivitas responden
berpengaruh pada saat
mengalami asma tidak
terkontol

BAB III
36

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan

pendekatan Cross Sectional Study adalah jenis penelitian yang menekankan

pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen,

pada satu saat, Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu waktu

bersamaan namun mempunyai makna bahwa setiap subjek hanya dikenai satu

kali pengukuran (Budiman, C. 2013).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian direncanakan pada bulan juli 2019.

2. Lokasi penelitian

Penelitian direncanakan di Rumah Sakit Haji Makassar.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek dimana sebagian dari padanya

akan diambil untuk dilakukan pengukuran yang hasilnya akan dijadiakan

dasar untuk generlisasi (Hidayat, A. 2014). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Haji Makassar pada

bulan Januari s/d Mei tahun 2018 sebanyak 13 orang.

2. Sampel
37

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Hidayat, A. 2014). Sampel yang diambil pada

penelitian ini adalah pasien yang berkunjung dan mengalami asma di

Rumah Sakit Haji Makassar.

Berikut rumus yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2014).

n
n=
1+ N (d ¿¿ 2)¿

Keterangan :

N = Besar populasi (Notoatmodjo, 2014).

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan diinginkan dengan nilai 0,1

Perhitungan jumlah sampel :

13
n=
1+13 ¿ ¿

13
n=
1+13 ¿ ¿

13
n=
1,13

= 11,50

Jadi sampel yang didapatkan sebanyak 11 orang


38

a. Kriteria Inklusi

1) Semua pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Haji Makassar.

2) Pasien yang mengalami asma

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien yang mengalami komplikasi

2) Tidak bersedia menjadi responden

D. Instrument Pengumpulan Data

Instrument penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan

pengolahan data tentang variabel yang akan di teliti. Instrumen yang akan di

lakukan selama penelitian ini adalah kuesioner berdasarkan variabel yang

diteliti.

E. Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dalam pengambilan sampling adalah cara

pengumpulan data kalau hanya elemen sampling yang diteliti (tidak

seluruh populasi), hasilnya merupakan data perkiraan atau estimate.

Teknik sampling yang digunakan peniliti dalam penelitian ini adalah

Nonprobability Sampling, khususnya Purposive Sampling karena peneliti

mengambil sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

yang dikehendaki oleh peneliti yang sesuai dengan tujuan penelitian dan

disertai dengan kriteria khusus. (Arikunto, 2014)


39

2. Teknik Pengumpulan Data

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung menggunakan

kuesioner yang sudah paten berdasarkan variabel diteliti.

F. Uji Instrumen

Uji instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah

dilakukan pengolahan dan analisa data, maka data dapat disajikan dalam

bentuk tabel disertai penjelasan dengan menggunakan uji validitas dan

realibilitas.

G. Pengolahan dan Analisis Data.

Setelah data terkumpul, dilanjutkan dengan pengolahan data, sebelum

data dianalisa terlebih dahulu diadakan:

1. Editing

Setelah data terkumpul, peneliti memeriksa kelengkapan, kesempurnaan

angkat yang telah diisi oleh responden.

2. Koding

Data yang telah dikumpulkan diberi kode menurut jawaban responden,

yaitu masalah penyakit asma yang tidak terkontrol.

3. Tabulasi

Untuk memudahkan analisa data maka data dikelompokkan ke dalam table

kerja, kemudian data dianalisa secara statistik deskriftif melalui

perhitungan persentasi dan hasil penghitungan jumlah.


40

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian diolah dengan

menggunakan metode uji statistika:

1. Analisa univariat digunakan untuk memperlihatkan distribusi frekuensi

serta presentase dari tiap-tiap variabel yang diteliti.

2. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan tiap variabel independent

dengan variabel dependent dengan menggunakan uji statistik melalui Uji

Chi Square dengan tingkat kemaknaan p =<0,05 dengan menggunakan

komputer program SPSS 22 (Notoatmodjo, S. 2014).

H. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

mengikuti prosedur penelitian yang ada dan menjunjung tinggi nilai etika

dalam melakukan penelitian.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian, selanjutnya dilakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan


41

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien (Nursalam. 2013).

2. Anonymity

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lemabr alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan (Nursalam. 2013).

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Nursalam. 2013).

Anda mungkin juga menyukai