OLEH :
KELOMPOK 4 RA
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur serta nikmat kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nya yang melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Medikal Bedah II ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul Askep Pada Pasien
Dengan Gangguan Growth Hormon (Kreatinisme).
Dalam penyusunan makalah ini, tentu tak lepas dari pengarahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Maka kami dari tim penyusun mengucapkan rasa
hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Karena
kebaikan semua pihak yang telah membantu, maka kami bisa menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini memang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya, kritik dan saran dari seluruh pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Pengertian................................................................................................................6
B. Epididemiologi.........................................................................................................7
C. Etiologi.....................................................................................................................8
D. Tanda dan Gejala....................................................................................................9
E. Patofisiologi............................................................................................................10
F. Penatalaksanaan....................................................................................................11
G. Pathway..................................................................................................................12
H. Asuhan Keperawatan...........................................................................................13
I. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................16
J. Diagnosa, NOC dan NIC........................................................................................19
BAB III...........................................................................................................................23
PENUTUP.......................................................................................................................23
A. Kesimpulan............................................................................................................23
B. Saran.......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu masalah kekurangan zat gizi di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi adalah Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY). Masalah
GAKY merupakan masalah serius, survai Nasional pemetaan GAKY di seluruh
Indonesia pada tahun 1998 diperoleh temuan bahwa 33% kecamatan di Indonesia
masuk kategori endemik, 21% endemik ringan, 5% endemik sedang dan 7%
kecamatan endemik berat. Berdasarkan data ini diperkirakan 53,8 juta penduduk
tinggal di daerah endemik GAKY dengan rincian 8,8 juta penduduk tinggal di
daerah endemik berat, 8,2 juta tinggal di daerah endemik sedang, 36,8 juta tinggal
di daerah endemik ringan (Depkes R.I, 2004).
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan klasifikasi Kretinisme?
C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kretinisme merupakan gangguan akibat kekurangan hormon tiroid yang
disebabkan kurangnya yodium pada masa awal setelah bayi dilahirkan.
Kretinisme adalah gangguan akibat kegagalan kelenjar tiroid yang memproduksi
hormon tiroid atau hipotiroidisme (Kumorowulan, 2010). Kretinisme juga
merupakan gejala kekurangan iodium atau gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKY). Penderita kelainan ini mengalami keterlambatan dalam perkembangan
fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal
masa kanak-kanak (Adrian, 2011).
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri dan kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapatkan suplai darah
yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu tri-iodotironin (T3),
tiroksin (T4), dan sedikit tirokalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel
6
sedangkan tirokalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar
pembentukanhormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan
minuman. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena
meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas.kedua hormon ini tidak
berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3
lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibandingkan
dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat diubah menjadi T3
setelah dilepaskan oleh folikel kelenjar.
Terdapat dua macam kretinisme, yaitu kretin endemik dan kretin Sporadik
(Kumorowulan, 2010). Kretin endemik disebabkan oleh kekurangan iodium,
sedangkan kretin sporadik atau juga dikenal sebagai hipotiroid kongenital
disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir seperti tidak
adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia),
lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon
karena gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis) (Kumorowulan,
2010).
B. Epididemiologi
Di seluruh dunia prevalensi dari kretinisme sporadik atau hipotiroid
kongenital mendekati l:3000 dengan prevalensi tinggi sekali di daerah kekurangan
yodium (l:900). Prevalensi di Asia Timur bervariasi dari 1:1000 sampai 1:6467.
Sehingga bila dilihat dari jumlah penduduk maka bayi dengan kretinisme sporadik
atau hipotiroid kongenital yang lahir tiap tahun mendekati 40.000. Kretin endemik
pada umumnya terdapat di daerah defisiensi Iodium yang sangat berat dengan
median kadar iodium urin < 25 ug/L (Kumorowulan, 2010). Prevalensi kretin di
daerah defisiensi Iodium berat berkisar antara 1%-15%. Hal ini tentu saja
berdampak terhadap masalah kesehatan dan sumber daya manusia. Di Indonesia
hasil skreening bayi baru lahir di beberapa propinsi ditemukan bayi dengan
hipotiroid kongenital l (satu) diantara 4.305 bayi lahir hidup. Hasil penelitian
Sunartini (1999) pada 10.000 bayi baru lahir di daerah endemis kekurangan
7
yodium di Yogyakarta dan sekitarnya ditemukan 8 bayi dengan hipotiroid
kongenital atau 1 diantara 1.250 bayi (Kumorowulan, 2010).
C. Etiologi
Kreatinisme terjadi disebabkan karena adanya beberapa kelainan, yaitu:
1. Agenesis (kegagalan pembentukan atau pengembangan sebagian atau seluruh
organ atau bagian tubuh saat masih dalam tahap embrio) atau disgenesis
kelenjar tiroid.
2. Kelainan hormogenesis
a. Kelainan bawakan enzim (inborn error)
b. Defisiensi iodium (kretinisme endemic)
Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi yang baru lahir
pada daerah-daerah dengan asupan iodium yang rendah serta goiter
endemik. Kretin endemik merupakan kelainan akibat kekurangan iodium
yang berat pada saat masa fetal dan merupakan indikator klinik yang
penting bagi gangguan akibat kekurangan iodium. Tanda-tanda klinis yang
menonjol yaitu adanya retardasi mental, postur pendek, muka dan tangan
tampak sembab dan seringkali tuli mutisme dan tanda-tanda kelainan
neurologis.
c. Kretinisme konginetal
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital berbeda
dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena defisiensi
yodium tetapi kelenjar tiroid janin yang gagal dalam memproduksi hormon
tiroid secara cukup karena berbagai macam sebab. Penyebab terjadinya
kretin sporadic atau hipotiroid congenital adalah kekurangan hormon tiroid
pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak
adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan stuktur kelenjar
(diplasia,hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau
ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar
tiroid (dishormonogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid
sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi di otak
8
(hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier.
Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient) seperti
pada keadaan difesiensi yodium, bayi prematur maupun penggunaan obat
antitiroid yang diminum ibu.
9
keras dan berisik dan memaksa dia untuk membuka mulutnya. Bayi dengan
kretinisme akan mengalami dispnea saat beraktivitas, anemia, fitur wajah
yang abnormal, seperti dahi pendek, mata bengkak (edema periorbital),
kelopak mata berkerut, hidung yang lebar dan pendek, dan ekspresi
membosankan mencerminkan keterbelakangan mental. Di samping itu, bayi
dengan kretinisme memiliki bintik-bintik di kulit akibat sirkulasi yang
buruk dan rambut kering, rapuh, dan kusam. Pertumbuhan gigi yang
terlambat dan mengalami pembusukan awal, dan bayi memiliki suhu tubuh
di bawah normal dan denyut nadi yang lambat.
E. Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama
masa pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong
pertumbuhan. Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak
bergantung pada control hormon, ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor hormon mulai berperan penting
dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor genetik dan nutrisi juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis,
tempat diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi
hormone tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone
tersebut dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu
diperlukan dalam proses metabolic di dalam badan, terutama dalam
pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis protein dan
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone
tiroid esensial juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak
secara langsung bertanggung jawab menimbulkan efek hormone
pertumbuhan. Hormone ini berperan permisif dalam mendorong
pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhan akan maksimum hanya
apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat. Akibatnya,
10
pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam
makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar
gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin.
Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga
pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-
anak mengakibatkan kretinisme.
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemberian makanan yang adekuat dengan cukup kalori dan protein
b. Mengkonsumsi makanan yang diberi garam beryodium atau
pemberian suplemen yodium untuk merangsang produksi hormon
c. Mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral
11
G. Pathway
Gangguan
terhadap Penurunan Penggunaan
Jaringan sekresi TSH atau obat
Kekurangan
tiroid resistensi TSH antitiroid
yodium
fungsional saat
kehamilan
Reaksi
Hipotiroidisme
Autoimun
Suhu
tubuh
menurun
Gangguan Sulit
Ikterik
pertumbuhan Hipotermia makan,
Persisten,
dan menyusui
Edema
perkembangan Peorbital,
Anemia
Malnutrisi
B. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit kreatinisme biasanya keluahan utama yang
umumnya muncul yaitu bentuk tubuh yang pendek (cebol), metabolism
tidak optimal, sering lemah, konstipasi, dan kadang diikuti
keterbelakangan mental.
13
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien kretinisme biasanya akan diawali dengan tanda-tanda anak
mengalami gangguan perkembangan fisik (cebol), muka bulat (moon
face), kepala besar, berbicara terbata-bata, lidah tebal, warna kulit agak
kekuningan dan pucat, kepala besar.
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi tidak berpengaruh terhadap kretinisme. Pemberian imunisasi
akan terlihat maksimal terhadap pencegahan dari suatu penyakit yang
umumnya diakibatkan oleh virus atau bakteri. Karena kretinisme
merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan akibat ada maslah di
endokrin karena kekurangan iodium maka imunisasi diatas tidak terlalu
berpengaruh terhadap penyebab penyakit.
14
b. Pola Nutrisi – Metabolisme
Pada umumnya anak yang menderita penyakit ini pola makannya tidak
teratur karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga nausea dan
vomitus. Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat lemah
karena intake nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan metabolisme.
Nutrisi yang diberikan untuk anak dengan kelainan kretinisme ini
mungkin akan di serap oleh tubuh secara tidak optimal sehingga hasilnya
perkembangan serta pertumbuhan tubuhnya menjadi terhambat dan
menyebabkan pertumbuhan terhenti, dan anak menjadi lebih pendek
c. Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada pola
eliminasi, seperti konstipasi.
15
g. Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik.
Hubungan dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan pada
klien untuk cepat sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga yang
menemaninya sehari-hari. Hubungan Klien dengan tim medis maupun
perawat yang baik dan kooperatif akan memudahkan proses perawatan.
h. Pola Reproduksi/ Seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial.
I. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Efek ketunadayaan fisik Keterlambatan
1 Keluarga klien pertumbuhan dan
mengatakan bahwa perkembangan
klien tidak dapat
tumbuh sebagaimana
anak seusianya.
16
DO:
BB/TB kurang dari
normal, status mental
juga tidak normal
DS : Tahap Perkembangan Gangguan citra
2 Keluarga klien tubuh
mengatakan bahwa
klien tidak memiliki
teman dan malu pada
kondisinya saat ini.
DO:
Klien tampak murung
dan lebih suka
menyendiri.
DO:
Suhu tubuh klien 34 C
17
mengatakan bahwa
klien sering tidak
menghabiskan
makanannya dan sulit
untuk makan
DO :
Makanan klien masih
sering bersisa dari
porsi awawal
DS : Fisiologis Konstipasi
5 Keluarga klien
mengatakan bahwa
klien sulit BAB
DO:
Frekuensi BAB klien
kurang dari 3x sehari
DO ;
b. Diagnosa Keperawatan
1. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d ketunadayaan fisik
18
2. Gangguan citra tubuh b.d tahap perkembangan
3. Hipotermia b.d penurunan laju metabolisme
4. Malnutridi b.d Keterlambatan Perkembangan
5. Konstipasi b.d penurunan laju metabolisme
6. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
19
ketidakmampuan.
3. Berat badan
2 Gangguan citra tubuh b.d Gambaran Diri Perubahan Gambaran
tahap perkembangan Setelah di lakukan Diri
tindakan keperawatan 1. Kaji secara verbal dan
yaitu 4 kali pertemuan non verbal respon klien
di harapkan keluarga terhadap tubuhnya.
dan anak dapat 2. Dorong klien
menerima kondisinya mengungkapkan
dengan perasaannya.
3. Fasilitasi kontak dengan
Kriteria hasil ; individu lain dalam
1. Gambaran diri kelompok kecil.
positif
2. Mempertahankan
interaksi sosial
20
Keterlambatan Setelah di lakukan 1. Posisi tegak sembilan
Perkembangan tindakan selama 1x 24 puluh derajat atau
jam di harapkan sejauh mungkin.
2. Menyuapkan makanan
Kriteria hasil ; dalam jumlah kecil.
1. Dapat 3. Potong makanan
mempertahankan menjadi potongan
makanan dalam potongan kecil
mulut. 4. Jauhkan kepala tempat
2. Kemampuan tidur di tinggikan 30
menelan adekuat. sampai 45 menit
3. Mampu mengontrol setelah makan.
mual dan muntah.
21
selama bebrapa 2. Berikan alat bantu jika
minggu di harapkan klien memerlukan.
pasien dapat lebih 3. Latih pasien dalam
aktif dalam ber pemenuhan kebutuhan
aktivitas dengan ADLs secara mandiri
sesuai kebutuhan.
Kriteria Hasil ; 4. Ajarkan pasien
1. Klien meningkat bagaimana merubah
dalam aktivitas posisi dan berikan
fisik. bantuan jika di
2. Memverbalisasikan perlukan.
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
berpindah.
BAB III
PENUTUP
22
A. Kesimpulan
Kreatinisme merupakan gangguan karena kegagalan kelenjar tiroid yag
memproduksi hormone tiroid atau hipotiroidisme. Selain itu juga gejala
kekurangan iodium atau gangguan akibat kekurangan yodium. Biasanya penderita
kelainan ini mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik maupun
mentalnya. Penyakit ini dapat di derita sejak lahir atau pada awal masa kanak-
kanak. Penyebab gangguan ini salah satunya yaitu agenesis (kegagalan
pembentukan atau pengembangan sebagian atau seluruh organ atau bagian tubuh
saat masih dalam tahap embrio. Tidak hanya itu kekurangan iodium juga dapat
menyebabkan kreatinisme. Biasanya pada bayi yang menyusui sejak lahir hingga
penyapihan terdapat gejala-gejala yang timbul akan tertunda karena masih
mengkonsumsi ASI yang mengandung sedikit hormone tiroid. Bayi dengan
kreatinisme akan mengalami tidur yang semakin lama dan jarang menangis dan
juga kurang aktif bahkan tidak aktif. Selain itu faktor hormon merupakan peran
yan g penting dalam mengatur pertumbuhan, dan faktor genetik dan nutrisi juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran tentang
kreatinisme dengan asuhan keperawatan. Agar bisa kita aplikasikan dalam dunia
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
23
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawata,. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Moeljanto, Doko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
24