Anda di halaman 1dari 7

2.

6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis1,2,3
Setiap pasien dengan keluhan hematemesis dan melena, perlu ditanyakan hal-hal
berikut, yaitu :
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan banyaknya perdarahan, apakah
perdarahan terjadi terus menerus, timbul perdarahan berulang kali, dan warna darah
yang keluar.
b. Riwayat perdarahan sebelumnya.
c. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah.
d. Riwayat konsumsi obat pereda nyeri (NSAID) dan jamu-jamuan. Penggunaan
NSAID dapat merusak mukosa lambung, karena NSAID menghambat kerja COX-1
yang mengkatalis pembentukan prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran
cerna berfungsi menjada integritas mukosa, mengatur aliran darah, sekresi mukus,
proliferasi epitel, serta resistensi mukosa terhadap kerusakan4.
e. Kebiasaan minum alkohol.
f. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronis,
diabetes mellitus, dan hipertensi.
g. Riwayat nyeri epigastrium yang berhubungan dengan makanan untuk memikirkan
tukak peptik yang mengalami perdarahan. Namun, pada pasien hematemesis
melena akibat pecahnya varises esofagus, tidak menimbulkan keluhan nyeri
epigastrium.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik1,2,3,5


a. Periksa status hemodinamik, kesadaran, dan tanda vital. Tentukan apakah penderita
dalam keadaan syok atau tidak. Perdarahan yang nyata secara klinis dapat
mengakibatkan perubahan tekanan darah dan laju denyut jantung dengan perubahan
posisi, takikardia dan hipotensi.
b. Stigmata penyakit hati kronis, seperti : ikterus, spider nevi, ascites, splenomegali,
eritema Palmaris, edema tungkai.
c. Nyeri tekan epigastrium.
d. Bising usus meningkat.
e. Colok dubur dan aspirat nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik
mortalitas, dengan interpretasi :
Table 1. Hubungan warna aspirat nasogastrik dan warna feses dengan tingkat mortalitas 6
Warna aspirat nasogastrik Warna feses Tingkat mortalitas (%)
Jernih Coklat atau merah 6
Coffee-ground Coklat atau hitam 8,2
Merah 19,1
Merah darah Hitam 12,3
Coklat 19,4
Merah 18,7

2.6.3 Pemeriksaan Laboraturium


a. Darah lengkap : haemoglobin, hematokrit, leukosit, jumlah eritrosit, tromobosit dan
morfologi darah tepi.
b. Faal hati : cholinesterase, albumin, SGOT/SGPT
c. Kadar urea nitrogen darah (BUN) yang dapat meningkat pada perdarahan
gastrointestinal.5
2.6.4 Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi merupakan pemeriksaan diagnostik pilihan terhadap perdarahan saluran
cerna; hematemesis melena, dan juga dapat digunakan untuk pengobatan awal.5

2.7 Differential Diagnosis2


a. Aneurisma aorta abdominal
b. Gastritis akut
c. Barret’s esofagus
d. Cancer esofagus
e. Gastrinoma

2.8 Penatalaksaan3
2.8.1 Non farmakologik
a. Airway, Breathing, Circulation
b. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan harus silakukan jika penderita mengalami perdarahan berat.
Cairan salin normal seperti Ringer Laktat dan NaCl dapat segera diberikan untuk
menggantikan volume intravascular yang hilang.
c. Bilas lambung untuk mempermudah tindakan endoskopi dan dilakukan setelah
keadaan hemodinamik stabil.

2.8.2 Farmakologik
a. Obat-obatan yang digunakan pada penderita hematemesis melena yang diakibatkan
pecahnya varises esofagus1
1) Glipressin (vasopresin)
Sebagai langkah pertama dianjurkan untuk memberikan vasopressin dengan
pengenceran 50 unit dalam 100 cc Dextrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv
selama 20-60 menit dan dapat diulang setiap 6 jam, atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan perinfuse 0-1 unit/cc/menit. Vasopressin dapat
menghentikan perdarahan melalui efek vasokonstriksi pembuluh darah
splanchnic, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.
2) Somastostatin
Somastostatin diberikan karena dapat membantu menghentikan perdarahan
varises esofagus dengan menurunkan aliran darah splanchnic dan juga dapat
menurunkan tekanan vena porta. Somastostatin dapat diberikan baik pada
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus maupun bukan akibat pecahnya
varises esofagus. Dosis pemberian awal adalah bolus 250 mcg/iv, lanjut per
infuse 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.
b. Obat-obatan yang digunakan pada penderita hematemesis melena yang bukan
disebabkan oleh pecahnya varises esofagus1
Penyebab hematemesis melena yang bukan disebabkan pecahnya varises esofagus
terbanyak adalah tukak peptic, sekitar 30% hingga 40% dari angka kejadian
hematemesis melena.3 Sehingga, terapi farmakologik yang dapat diberikan, yaitu :
PPI (Proton Pump Inhibitor), yang merupakan anti sekresi asam untuk mencegah
perdarahan berulang. Diberikan dosis awal bolus Omeprazol 80 mg/iv, dilanjutkan
pper infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pemberian antasida, sukralfat dan
antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan dengan tujuan penyembuhan lesi
mukosa perdarahan.1,3

2.8.3 Terapi Endoskopis


Pada kasus hematemesis melena akibat tukak peptik, terapi endoskopis ditujujkan
untuk perdarahan tukak yang aktif dengan pembuluh darah yang tampak. Metode yang
dapat dilakukan adalah termal kontak (elektrokoagulasi monopolar atau bipolar, heater
probe), termal nonkontak (laser), atau nontermal (dengan pemberian adrenalin,
polidokanol, alkohol atau penggunaan klip.7,8 Terapi dengan termal dan penggunaan
klip dipercaya dapat mengurangi perdarahan lanjut.
Terapi endoskopis yang dapat digunakan pada penderita hematemesis melena akibat
pecahnya varises esofagus adalah ligasi varises dan skleroterapi endoskopis.7

2.8.4 Operatif
Pembedahan dilakukan jika terapi medik, dan endoskopis dinilai gagal. Namun,
tindakan bedah elektif masih diperlukan untuk mengatasi penyakit-penyakit tertentu,
misalnya divertikel Meckel dan keganasan, yang juga dapat menimbulkan keluhan
hematemesis melena.8
Grafik 1. Bagan diagnostik dan terapi pada perdarahan saluran cerna bagian atas3

2.9 Prognosis
Penilaian prognosis dan risiko kematian pada pasien dengan hematemesis melena atau
perdarahan saluran cerna bagian atas sangat diperlukan dalam pengelolaan penderita.
Rockall et al berhasil mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat mortalitas. Total skor < 3 merupakan indikasi prognosis yang baik,
sedangkan skor > 8 mencerminkan risiko kematian yang tinggi
Table 2. Sistem scoring Rockall terhadap risiko perdarahan ulang dan kematian pada
perdarahan gastrointestinal akut
Skor
Variable
0 1 2 3
Usia (tahun) < 60 60-79 ≥80 -
Syok Tidak ada HR SBP <100 -
>100x/menit mmHg,
(takikardia) takikardia
Komorbid Tidak ada Tidak ada Gagal jantung Gagal ginjal,
gagal hati,
keganasan yang
telah
bermetastasis
Diagnosa Mallory Weiss, Diagnosis lain Keganasan -
tidak ada lesi, saluran cerna
tidak ada bagian atas
stigmata
perdarahan
Stigmata Tidak ada atau - Darah pada -
perdarahan tidak terdapat saluran cerna
mayor dark spot atas, adherent
clot,
visible/spurting
vessel
Daftar pustaka

1. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : Penerbit PT. Alumni Bandung


2. A Maurice, Cerulli. 2016. Upper Gastrointestinal Bleeding : Presentation and DDx.
Available at emedicine.medscape.com/article/187857. Diakses pada tanggal 30
September 2016.
3. Biecker, Erwin; Phil; et al. 2008. Diagnosis and management of Upper Gastrointestinal
Bleeding. Available at ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2701242. Diakses pada
tanggal 30 September 2016
4. Schellack, Natalie. 2012. An Overview of Gastropathy Inducede by NSAIDs. In S Afr
Pharm J. Vol 79. No 4. Page 12-18
5. Laine, L. 2005. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al (editors).
In : Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th Ed. USA : McGraw-Hill.
6. Caestecker, JD. 2006. Upper Gastrointestinal Bleeding : Surgical Perspetive. Available at
emedicine.com/topic3566
7. Laine, L. 2012. Management of Patient with Ulcer Bleeding. Available at
gi.org/guideline/management-of-patients-with-ulcer-bleeding
8. Adi, P. 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In : Sudoyo AW, et al
(editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI.

Anda mungkin juga menyukai