Anda di halaman 1dari 51

EKONOMI PEMBANGUNAN

PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PENGANGGURAN


EKI 211 B3 EP
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Made Suyana Utama, S.E., M.S.

OLEH:
KELOMPOK 3

Nama Kelompok:

1. Ni Kadek Dwi Yuli Yastini Dewi (2007511197)


2. Kadek Helia Rayani (2007511272)

PROGRAM STUDI SARJANA EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat memenuhi tugas paper sederhana ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam tugas paper ini kami membahas tentang
“Pertumbuhan Penduduk dan Pengangguran”. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper Ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik
dan saran serta dukungan kami butuhkan demi kesempurnaan tugas paper. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Denpasar, 22 Februari 2022

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................. 4
2.1 Pertumbuhan Penduduk...................................................................................... 4
2.1.1 Pertumbuhan Penduduk: di Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan.. . 5
2.1.2 Transisi Demografis................................................................................ 14
2.1.3 Penyebab Tingginya Fertilitas di Negara berkembang: Model Malthus
Dan Rumah Tangga................................................................................ 18
2.1.4 Konsekuensi Fertilitas yang Tinggi: Beberapa Perbedaan Pandangan... 27
2.1.5 Beberapa Pendekatan Kebijakan............................................................. 34
2.2 Pengangguran...................................................................................................... 38
2.1.2 Teori Pengangguran................................................................................ 38
2.1.3 Jenis-jenis Pengangguran........................................................................ 40
2.3 Dampak dari Pertumbuhan Penduduk dan Pengangguran.................................. 41
2.4 Transfer Teknologi Maju.................................................................................... 43
.............................................................................................................................
BAB III
PENUTUP....................................................................................................................... 46
3.1 Simpulan............................................................................................................. 46
3.2 Saran...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 47

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk adalah adanya perubahan populasi penduduk yang terjadi
bisa kapan saja serta bisa dihitung sebagai adanya perubahan jumlah individu yang terjadi
pada suatu wilayah dengan memakai per waktu unit. Dalam materi ini, kita akan mengkaji
banyak isu yang mengaitkan pertumbuhan penduduk. Namun, kita akan memulai
pembahasan dengan menelaah tren pertumbuhan penduduk di masa lalu dan saat ini, serta
distribusi geografis penduduk dunia yang berubah. Setelah menjelaskan beberapa konsep
demografi dasar, kita akan membahas beberapa model dan hipotesis ekonomi yang terkenal
berkenaan dengan sebab pertumbuhan penduduk yang cepat di negara-negara berkembang
selanjutnya akan dibahas kontroversi di sekitar pentingnya faktor penduduk umumnya serta
semua model dan hipotesis itu pada khususnya.
Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pengangguran dapat dijelaskan dengan
hukum Okun (Okun’s law), diambil dari nama Arthur Okun, ekonomi yang pertama kali
mempelajarinya (Demburg,1985:53). Dilansir dari buku Makroekonomi Modern (2007)
karya Sadono Sukirno, pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum bisa
memperolehnya. Beberapa faktor penyebab pengangguran antara lain adalah jumlah
lapangan pekerjaan yang minim, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah,
kemiskininan, kualitas pendidikan yang masih rendah, dan sebagainya. Ini berarti terdapat
pengaruh yang negatif antara pertumbuhan penduduk dengan pengangguran dan juga
sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan penduduk.
Transfer teknologi, disebut juga dengan komersialisasi teknologi, adalah proses
memindahkan kemampuan, pengetahuan, teknologi, metode manufaktur, sampel hasil
manufaktur, dan fasilitas, antara pemerintah, universitas, dan institusi lainnya yang
menjamin bahwa perkembangan ilmu dan teknologi dapat diakses oleh banyak pengguna.
Pertama, model ini mengabaikan dampak luar biasa dari kemajuan teknologi sebagai
kekuatan pengimbang yang menghambat laju pertumbuhan pertumbuhan ekonomi modern
terkait erat dengan kemajuan teknologi yang penduduk yang cepat.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu,
1.2.1 Bagaimana pertumbuhan penduduk?
1.2.1.1 Bagaimana pertumbuhan Penduduk: di Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa
Depan?
1.2.1.2 Bagaimana transisi Demografi?
1.2.1.3 Bagaimana penyebab Tingginya Fertilitas di Negara Berkembang: Model
Malthus dan Rumah Tangga?
1.2.1.4 Bagaimana konsekuensi Fertilitas yang Tinggi: Beberapa Perbedaan
Pandangan?
1.2.1.5 BagaimanabBeberapa Pendekatan Kebijakan?
1.2.2 Bagaimana pengangguran?
1.2.2.1 Bagaimana teori Pengangguran?
1.2.2.2 Bagaimana jenis-jenis Pengangguran?
1.2.3 Bagaimana dampak dari pertumbuhan penduduk dan pengangguran?
1.2.4 Bagaiaman transfer teknologi maju?

1.3 Tujuan
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu,
1.3.1 Bagaimana pertumbuhan penduduk?
1.3.1.1 Mengetahui bagaimana pertumbuhan Penduduk: di Masa Lalu, Masa Kini,
dan Masa Depan.
1.3.1.2 Mengetahui bagaimana transisi Demografi.
1.3.1.3 Mengetahui bagaimana penyebab Tingginya Fertilitas di Negara
Berkembang: Model Malthus dan Rumah Tangga.
1.3.1.4 Mengetahui bagaimana konsekuensi Fertilitas yang Tinggi: Beberapa
Perbedaan Pandangan.
1.3.1.5 Mengetahui bagaimana Beberapa Pendekatan Kebijakan.
1.3.2 Bagaimana pengangguran.
1.3.2.1 Mengetahui bagaimana teori Pengangguran.
1.3.2.2 Mengetahui bagaimana jenis-jenis Pengangguran.

2
1.3.3 Mengetahui bagaimana dampak dari pertumbuhan penduduk dan pengangguran.
1.3.4 Mengetahui bagaimana transfer teknologi maju.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pertumbuhan Penduduk


Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup Jumlah penduduk dunia pada tahun
2009 diperkirakan mencapai 6,8 miliar orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
memproyeksikan jumlah penduduk akan mencapai lebih dari 9,2 miliar pada tahun 2050
(angka proyeksi lainnya yang dikutip luas menunjukkan angka lebih tinggi, yaitu 9,5 miliar).
Sebagian besar penduduk dunia menjalani kehidupan mereka di dunia berkembang. Apa
plikasi ekonomi dan sosialnya terhadap pembangunan jika ternyata proyeksi pertambahan
penduduk itu memang menjadi kenyataan? Apakah skenario yang suram ini tidak dapat
dihindarkan, atau apakah implikasinya bergantung pada keberhasilan dan kegagalan upaya
pembangunan? Akhirnya, yang bahkan lebih penting lagi, apakah pertumbuhan penduduk
yang cepat itu merupakan masalah serius sebagaimana yang diyakini banyak orang, atau
apakah hal itu hanyalah puncak gunung es dari masalah mendasar keterbelakangan dan
pendayagunaan sumber daya global yang timpang antara negara kaya dan negara miskin,
sebagaimana yang dikemukakan pihak lainnya? Dalam materi ini, kita akan mengkaji
banyak isu yang mengaitkan pertumbuhan penduduk. Namun, kita akan memulai
pembahasan dengan menelaah tren pertumbuhan penduduk di masa lalu dan saat ini, serta
distribusi geografis penduduk dunia yang berubah. Setelah menjelaskan beberapa konsep
demografi dasar, kita akan membahas beberapa model dan hipotesis ekonomi yang terkenal
berkenaan dengan sebab pertumbuhan penduduk yang cepat di negara-negara berkembang
selanjutnya akan dibahas kontroversi di sekitar pentingnya faktor penduduk umumnya serta
semua model dan hipotesis itu pada khususnya. Akhirnya, akan menilai sejumlah alternatif
kebijakan yang dapat diterapkan Negara-negara berkembang dalam mengelola jumlah dan
pertumbuhan penduduk di masing-masing negara. Termasuk di sini beberapa cara yang
dapat dilakukan negara-negara industri untuk berkontribusi dalam upaya bersama mengelola
dan sumber daya lingkungan global dengan lebih baik. Kebijakan kependudukan di Cina dan
India, negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia.
Penduduk dunia bertambah lebih dari 75 juta orang setiap tahun. Hampir semua
pertambahan penduduk neto ini 97% terjadi di negara-negara berkembang. Jumlah kenaikan

4
yang sedemikian besar itu tidak pernah terjadi sebelumnya dalam perjalanan sejarah
manusia. Akan tetapi, masalah pertumbuhan penduduk bukan sekadar persoalan angka. Hal
ini merupakan masalah kesejahteraan dan pembangunan manusia, sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung cepat dapat menimbulkan
konsekuensi serius bagi kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh. Jika pembangunan
pada dasarnya merupakan upaya meningkatkan taraf hidup manusia pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan umum manusia dan jika mencakup juga peningkatan
kapabilitas, harga diri, kehormatan, martabat, dan kebebasan memilih mereka, maka
pertanyaan yang benar-benar penting mengenai pertumbuhan penduduk adalah sebagai
berikut: Bagaimana situasi kependudukan kontemporer di banyak negara berkembang dapat
menunjang atau sebaliknya justru menghambat peluang mereka dalam mewujudkan tujuan
pembangunan, bukan hanya bagi generasi sekarang tetapi juga bagi generasi masa depan.
2.1.1 Pertumbuhan Penduduk: di Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan
1. Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia
Pada saat pencetakan buku ini, jumlah penduduk dunia hampir mencapai
tujuh miliar orang. Di masa lalu, jumlah manusia tidak banyak. Ketika orang- orang
pertama kali mengolah lahan untuk bercocok tanam pada sekitar 12.000 tahun yang
lalu, jumlah penduduk dunia diperkirakan tidak lebih dari 5 juta orang (lihat Tabel
6.1). Dua ribu tahun yang lalu, jumlah penduduk dunia telah mencapai hampir 250
juta orang kurang dari seperlima jumlah penduduk

5
Cina sekarang. Dari tahun ke-1 kalender kita sampai dengan dimulainya
Revolusi Industri sekitar tahun 1750, jumlah itu berlipat tiga menjadi 750 juta orang-
kurang dari tiga per empat jumlah orang yang hidup di India sekarang. Selama 200
tahun berikutnya (1750-1950), jumlah penduduk bumi mengalami penambahan 1,7
miliar orang. Tetapi, hanya dalam empat dasawarsa setelah itu (1950-1990) jumlah
penduduk bumi bertambah lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 5,3 miliar. Dunia
kita memasuki abad kedua puluh satu dengan jumlah penduduk lebih dari 6 miliar
orang. Peraga 6.1 menunjukkan betapa cepat pertumbuhan penduduk bumi setelah
tahun 1950, dibandingkan pertumbuhan dalam dua abad sebelumnya. Hal itu dengan
jelas menggambarkan besaran pertumbuhan penduduk, yang kebanyakan terjadi di
negara-negara berkembang, baik dalam persentase total ataupun dalam angka
absolut. Akhirnya, Peraga 6.1 juga menyajikan angka proyeksi pertumbuhan
penduduk sampai tahun 2050, ketika jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai
9,2 miliar.
Dari angka absolut, kita beralih ke persentase tingkat pertumbuhan. Untuk
hampir seluruh masa keberadaan umat manusia di muka bumi sampai sekitar 300
tahun lalu, pertumbuhan penduduk per tahun tidak jauh dari nol (0,002% atau 20
orang per sejuta). Tentu saja, tingkat pertumbuhan menyeluruh ini

tidak stabil; banyak kenaikan dan penurunan akibat bencana alam dan
beragam tingkat pertumbuhan di berbagai wilayah. Pada tahun 1750, tingkat pertu
tumbuhan itu meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 1,0% per penduduk telah

6
meningkat menjadi 0,3% per tahun. Pada tahun 1950-an, tingkat Peningkatan terus
berlangsung sampai sekitar tahun 1970, ketika mencapai puncaknya sebesar 2,35%1
Kini, tingkat pertumbuhan penduduk dunia menunjukkan kenaikan yang tinggi dalam
perjalanan sejarahnya yaitu sekitar 1,1% meskipun lajunya mulai melamban. Tetapi,
tingkat pertumbuhan di Afrika masih sangat tinggi, yaitu 2,3% per tahun. (Perhatikan
bahwa perkiraan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan tidak sama berdasarkan
metode penelitian yang digunakan, tetapi kencenderungannya serupa secara luas di
antara berbagai studi penting yang pernah dilakukan).
Hubungan antara kenaikan persentase penduduk per tahun dan waktu yang
diperlukan untuk menggandakan ukuran jumlahnya, atau masa penggandaan
(doubling time), 2 terlihat dalam kolom paling kanan Tabel 6.2. Seperti yang dapat
dilihat, sebelum tahun 1650 dunia memerlukan waktu selama 36.000 tahun atau
sekitar 1.400 generasi guna melipatgandakan jumlah penduduknya. Kini, hanya
diperlukan waktu sekitar 58 tahun, atau dua generasi, untuk menambah jumlah
penduduk dunia hingga dua kali lipat. Terlebih lagi, jika pada periode sejak tahun
pertama masehi hingga terjadinya revolusi industri dunia memerlukan waktu 1.750
tahun guna menambah jumlah penduduk dunia sebesar 480 juta orang, kini tambahan
jumlah orang yang sama hanya memerlukan waktu dari tujuh tahun.
Berdasarkan catatan sejarah, perubahan mendadak dalam tren pertambahan
penduduk secara menyeluruh yang diakibatkan naik turunnya jumlah penduduk
sangat dipengaruhi oleh kombinasi peristiwa kelaparan, penyakit, kurang nutrisi,
wabah, dan perang--semua kondisi yang mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi
dan berfluktuasi. Di abad kedua puluh, kondisi-kondisi itu semakin dapat
dikendalikan melalui teknologi dan ekonomi. Akibatnya, mortalitas (tingkat
kematian) manusia sekarang mencapai titik terendahnya dalam sejarah eksistensi
manusia. Penurunan tingkat mortalitas karena kemajuan teknologi kedokteran
modern yang berlangsung cepat dan meluasnya upaya untuk

7
meningkatkan sanitasi modern di seluruh dunia, terutamanya sejak setengah
abad yang lalu, telah menyebabkan kenaikan pertumbuhan penduduk dunia belum
pernah terjadi sebelumnya khususnya di negara-negara berkembang. Secara singkat,
pertumbuhan penduduk dewasa ini terutama diakibatkan oleh cepatnya peralihan dari
era sejarah panjang yang dicirikan dengan tingginya angka kelahiran dan kematian
ke era yang dicirikan dengan angka kematian yang menurun tajam tetapi angka
kelahiran terutama di negara-negara berkembang-menurun lebih lamban
dibandingkan dengan tingkatnya yang secara historis tinggi.
2. Struktur Penduduk Dunia
Tren Fertilitas Secara kuantitatif, tingkat pertambahan penduduk (rate of
population increase) diukur sebagai persentase pertambahan pengurangan) relatif neto
dari jumlah penduduk per tahun karena pertambahan alamiah (natural increase) dan
migrasi internasional neto (net international migration). Pertambahan karena sebab
alamiah hanya mengukur selisih jumlah kelahiran dan kematian atau, dalam
terminologi yang lebih teknis, pertambahan alamiah menunjukkan selisih antara
tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas. Meskipun membesar, migrasi internasional
neto relatif tidak terlalu penting dewasa ini (meski migrasi internasional dalam abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh merupakan sumber pertambahan
penduduk yang sangat penting di Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru serta
menyebabkan penurunan relatif jumlah penduduk Eropa). Maka, pertambahan
penduduk di negara-negara berkembang hampir seluruhnya bergantung pada selisih

8
antara tingkat kelahiran kasar/ crude birth rate (atau cukup disebut tingkat
kelahiran/birth rate) dan tingkat kematian/death rate.
Seperti dikemukakan dalam Bab 2, tingkat kelahiran di sebagian besar negara
berkembang berada dalam kisaran dari 15 sampai 40 per 1.000 penduduk. Sebaliknya,
tingkat kelahiran di hampir semua negara maju kurang dari 15 per 1000 penduduk.
Selain itu, tingkat kelahiran negara berkembang dewasa ini sering kali masih lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat kelahiran di masa praindustri di Eropa barat.
Akan tetapi, terlihat adanya penurunan fertilitas yang yang cukup besar selama tiga
dasawarsa yang lalu, tidak hanya di negara-dan sosialnya berlangsung cepat, tetapi
juga di negara-negara dengan laju pertumbuhan kurang cepat yang mencakup
Meksiko dan Bangladesh, serta di negara-negara yang pertumbuhannya stagnan
seperti Zimbabwe. Tabel 6.3

menunjukkan daftar tujuh negara yang mengalami penurunan fertilitas antara


tahun 1970 dan 2009. Sekalipun demikian, tingkat fertilitas total (total fertility
rate/TFR) yaitu jumlah rata-rata anak yang dimiliki seorang perempuan dengan
asumsi bahwa tingkat kelahiran sekarang tetap konstan selama masa tproduktifnya
(usia 15 sampai 49 tahun) masih sangat tinggi di Afrika sub-Sahara (5,3) dan Asia
barat (3,1).
Kampanye vaksinasi modern melawan penyakit malaria, campak, demam kuning, dan
kolera serta semakin banyaknya fasilitas kesehatan umum, ketersediaan air bersih,
membaiknya asupan nutrisi, dan pendidikan umum selama tiga dasawarsa terakhir
telah sama-sama berkontribusi menurunkan tingkat kematian sebanyak 50% di

9
beberapa bagian Asia dan Amerika Latin serta lebih dari 30% di kebanyakan negara
Afrika dan Timur Tengah. Tingkat kematian menurun dalam semua kelompok usia.
Namun, rata-rata lama hidup di negara-negara maju tetap lebih lama, yaitu sekitar 12
tahun lebih lama. Kesenjangan ini telah berkurang tajam dalam beberapa dasawarsa
belakangan. Sebagai contoh, harapan hidup saat lahir (life expectancy at birth) bagi
penduduk di negara berkembang pada tahun 1950 rata-rata 35 sampai 40 tahun,
dibandingkan dengan 62 sampai 65 tahun di negara maju. Telah cukup banyak
kemajuan yang dicapai dalam upaya menurunkan tingkat mortalitas di bawah usia 5
tahun (under-5 mortality rate). Sebagai contoh, menurut data yang dihimpun PBB, di
antara tahun 1990 dan tahun 2008 tingkat mortalitas itu menurun dari 121 menjadi 74
per 1.000 di Asia Selatan, dari 73 menjadi 38 per 1.000 di Asia Tenggara, dan dari 52
menjadi 23 per 1.000 di Amerika Latin dan Karibia. Meski dalam periode ini tingkat
mortalitas di bawah usia 5 tahun telah menurun dari 184 menjadi 144 per 1.000 di
Afrika sub-Sahara, kemajuan yang dicapai di wilayah ini terus tertinggal
dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain. Pada tahun 2009, karena relatif masih
tingginya tingkat mortalitas di bawah usia 5 tahun dan epidemi AIDS, Afrika sub-
Sahara memiliki tingkat harapan hidup paling rendah--51 tahun-sedangkan di negara-
negara berpendapatan tinggi tingkat harapan hidup pada saat kelahiran rata-rata
sekitar 78 tahun. Di Asia Timur dan Amerika Latin, tingkat harapan hidup sekarang
telah mencapai angka yang menakjubkan, masing-masing 74 dan 73 tahun. Terakhir,
perhatikan bahwa kerentanan biologis akibat penuaan menyebabkan tingkat
mortalitas di kalangan orang-orang tua lebih tinggi daripada penduduk berusia lebih
muda. Sekalipun tingkat kematian anak- anak dan orang-orang berusia lebih muda
rata-rata lebih tinggi di negara berkembang yang mengalami laju pertumbuhan
penduduk cepat, fakta bahwa penduduk di negara berkembang rata-rata berusia muda
mungkin bisa menjelaskan mengapa tingkat kematian rata-rata penduduk secara
menyeluruh di negara berkembang lebih rendah daripada di negara maju yang rata-
rata penduduknya berusia jauh lebih tua. Kita dapat mengetahui adanya kemungkinan
hubungan yang tak terduga ini jika mengamati statistik demografi secara seksama.
3. Struktur Usia dan Beban Ketergantungan

10
Penduduk di dunia berkembang relatif berusia muda. Anak-anak berusia di
bawah 15 tahun mencakup 30% di negara-negara berkembang, sementara di negara-
negara hanya 17%. Bahkan, setidaknya 10 negara berkembang memiliki kondisi
penduduk dengan lebih dari 44% berusia di bawah 15 tahun; dan pada tahun 2009,
43% penduduk Ethiopia, 45% penduduk Nigeria, dan 38% penduduk Paskistan
berusia di bawah 15 tahun; India dan Meksiko berbagi angka yang sama, yaitu 32%.
Di negara-negara dengan struktur usia seperti itu, rasio ketergantungan pemuda
(youth dependency ratio)-proporsi pemuda (di bawah usia 15) dibandingkan dengan
jumlah orang dewasa aktif secara ekonomis usia 15 sampai 64 tahun)-sangat tinggi.
Dengan demikian, angka di negara-negara berkembang harus menanggung beban
hidup anak-anak yang jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan
angkatan kerja di negara-negara yang lebih kaya. Di Amerika Utara, kelompok
angkatan kerja produktif (15 sampai 64 tahun) meliputi sekitar 68% jumlah penduduk
angkatan kerja di Amerika Utara hanya memikul beban hidup anak-anak yang
jumlahnya meliputi 20% jumlah penduduk. Di Eropa, persentase penduduk berusia di
bawah 15 tahun sekitar 15% dan setara dengan jumLah penduduk berusia di atas 65
tahun, sehingga sekitar 69% penduduk berada dalam kelompok usia produktif. Jepang
dan setidaknya sembilan negara Eropa memilik 17% penduduk yang berusia lebih
dari 65 tahun. MasalahNutama yang dihadapi negara-negara maju lebih berkaitan
dengan rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk dan cukup besarnya jumlah orang
berusia tua (di atas usia 65 tahun) yang menjadi tanggungan. Sebaliknya, di Afrika
sub-Sahara jumlah angkatan kerja yang aktif secara ekonomi meliputi sekitar 54%
dari seluruh jumlah penduduk (hanya 3% penduduk yang berusia di atas 65 tahun).
Umumnya, semakin cepat laju pertumbuhan penduduk semakin besar pula jumlah
anak-anak yang harus ditanggung total penduduk semakin berat pula tanggungan
orang-orang yang bekerja guna menopang mereka. Gejala ketergantungan pemuda ini
berkaitan dengan konsep penting yang disebut momentum tersembunyi dari
pertumbuhan penduduk (hidden momentum of population growth).
4. Momentum Tersembunyi dari Pertumbuhan Penduduk
Barangkali aspek pertumbuhan penduduk yang paling sulit dipahami adalah
kecenderungannya untuk terus meningkat sekalipun setelah tingkat kelahiran

11
menurun cukup besar. Pertumbuhan penduduk memiliki kecenderungan bawaan
untuk terus berlanjut, suatu momentum kuat yang, seperti situasi di mana sebuah
mobil yang melaju kencang mengerem, akan cenderung bergerak selama beberapa
saat sebelum akhirnya berhenti. Berkaitan dengan selama beberapa pertumbuhan
penduduk, momentum ini dapat berlangsun dasawarsa setelah menurunnya tingkat
kelahiran. Ada dua alasan dasar yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama,
angkakelahiran yang tinggi tidak dapat diubah begitu saja dalam semalam. Sejumlah
faktor sosial, ekonomi, dan lembaga yang telah memengaruhi tingkat fertilitas selama
berabad-abad tidak bisa menguap begitu saja hanya karena imbauan para pemimpin
nasional. Dari pengalaman negara-negara Eropa, kita bahwa penurunan tingkat
kelahiran memerlukan waktu cukup lama. Maka, meski negara-negara berkembang
telah menetapkan kebijakan membatasi pertumbuhan penduduk sebagai prioritas
utama, masih diperlukan waktu cukup lama untuk benar-benar bisa menurunkan
tingkat fertilitas nasional sampai pada tingkat yang diinginkan.
Alasan kedua, yang kurang begitu mudah dilihat mengenai momentum
tersembunyi dari pertumbuhan penduduk tersebut, berkaitan dengan struktur usia
penduduk di banyak negara berkembang. Peraga 6.4 menunjukkan bedaan besar
antara struktur usia penduduk di negara berkembang negara maju, yang digambarkan
berupa dua piramida penduduk (population pyramid) pada tahun 2010. Masing-
masing piramida itu disusun dengan interval usia lima tahun bagi laki-laki dan
perempuan, yang jumlah totalnya di setiap kelompok usia dicantumkan pada sumbu
horizontal. Panel bagian kiri dan tengah memperlihatkan piramida penduduk bagi
negara maju dan negara berkembang (skala usia dicantumkan di antara kedua gambar
itu). Dengan mencantumkan angka absolut dalam jutaan, dan bukan persentase,
peraga itu dengan jelas menunjukkan bahwa bagian terbesar pertumbuhan penduduk
di masa depan akan terjadi di negara-negara berkembang. Lapisan bagian bawah
secara yang lebih besar dalam piramida penduduk di negara berkembang (panel
bagian kanan), menunjukkan adanya penurunan pertumbun keseluruhan,
dibandingkan dengan negara berpendapatan sangat rendah seperti empat abad
terakhir, terutama di Cina. Penduduk yang besar di negara-negara berpendapatan
menengah bawah selama. Bagi negara-negara maju, jumlah penduduk di bagian

12
kelompok usia muda; yang salah satunya--tetapi tidak semata mata--dipandang
sebagai ciri periode transisi, ketika banyak perempuan menunda kelahiran anak
sampai mencapi usia lebih tua. Dari piramida pertumbuhan Eitopia yang di
ungkapkan dengan bagian penduduk dapat dilihat bahawa jumlah orang berusia muda
melebihi jumlah orang tua mereka (skala usia dalam kasus eitopia dapat dilihat pada
bagian kanan peraga). Dari piramida pertumbuhan Ethiopia sebagai ciri periode
transisi, ketika banyak perempuan menunda kelahiran anak diungkapkan dengan
bagian penduduk, dapat dilihat bahwa jumlah orang tua mereka (skala usia dalam
kasus berusia muda jauh melebihi jumlah orang Ethiopia dapat dilihat pada bagian
kanan peraga). Pada saat orang-orang muda capai usia dewasa, jumlah calon orang
tua baru ini dapat dipakan jauh lebih besar dari yang ada sekarang. Ini berarti, meski
para orang tua baru ini nantinya hanya memiliki anak sejumlah mereka sekarang (dua
anak untuk setiap pasangan, dibandingkan dengan orang tua mereka yang mungkin
memiliki empat anak atau lebih), jumlah penduduk secara keseluruhan masih akan
meningkat cukup besar sebelum akhirnya mendatar, karena jumlah para orang tua
baru jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pasangan yang sebelumnya
memiliki anak lebih banyak.
2.1.2 Transisi Demografis
Proses yang menunjukkan tingkat fertilitas yang akhirnya menurun sampai
pada tingkat pertumbuhan stabil telah dijelaskan melalui konsep terkenal dalam studi
demografi ekonomi yang diacu sebagai transisi demografis (demographic transition).
Transisi demografis berupaya menjelaskan mengapa semua negara maju sekarang
telah melalui ketiga tahap sejarah kependudukan modern yang lebih kurang serupa.
Sebelum mencapai modernisasi ekonomi, berabad-abad pertumbuhan penduduk
negara-negara ini stabil atau bergerak sangat lamban sebagai akibat dari kombinasi
tingkat kelahiran dan kematian yang hampir sama tingginya. Ini terjadi pada tahap
pertama. Tahap kedua dimulai ketika modernisasi yang dicirikan dengan adanya
pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih baik, makanan yang lebih sehat,
pendapatan yang lebih tinggi, dan berbagai peningkatan lainnya-telah memperendah
tingkat mortalitas yang secara bertahap mempertinggi tingkat harapan hidup dari
semula di bawah 40 tahun menjadi di atas 60 tahun. Akan tetapi, penurunan tingkat

13
kematian tidak segera diikuti dengan penurunan fertilitas. Akibat dari adanya
perbedaan yang sangat timpang antara tingginya tingkat kelahiran dan rendahnya
tingkat kematian telah menimbulkan peningkatan pertumbuhan penduduk yang sangat
tinggi bila dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Dengan demikian, tahap
kedua menandakan dimulainya masa transisi demografis (peralihan dari

tingkat pertumbuhan penduduk stabil atau lamban ke tingkat pertambahan


yang berlangsung cepat, kemudian mengalami penurunan). Akhirnya, memasuki
tahap ketiga berbagai kekuatan serta pengaruh modernisasi bangunan telah
menyebabkan penurunan fertilitas, yang berujung tingkat kelahiran bersamaan
dengan rendahnya tingkat sehingga pertambahan penduduk hanya sedikit atau sama
sekali tidak terjadi. Peraga 6.5 memperlihatkan tiga tahapan sejarah transisi
demografis di Eropa barat. Sebelum awal abad kesembilan belas, tingkat kelahiran
berjumlah sekitar orang per 1,000 sedangkan tingkat kematian berfluktuasi di sekitar
angka penduduk. Akibatnya, tingkat pertumbuhan penduduk berada dalam kisaran 5
per 1.000, atau kurang dari 05% per tahun. Tahap kedua, adalah saat dimulainya
transisi demografis di Eropa barat di sekitar kuartal pertama kesembilan belas, yang
ditandai dengan penurunan lamban tingkat kematian sebagai akibat dari perbaikan
kondisi perekonomian serta berkembangnya upaya pengendalian penyakit dan
kematian secara bertahap melalui peningkatan teknologi kedokteran dan kesehatan
masyarakat. Penurunan tingkat kelahiran (tahap 3) belum benar-benar dimulai sampai
akhir abad kesembilan belas, ketika bagian terbesar penurunan kelahiran itu baru

14
terjadi beberapa dasawarsa setelah dimulainya pertumbuhan ekonomi modern dan
lama setelah tingkat kematian mulai menurun. Akan tetapi, karena di Eropa barat
level awal tingkat dimulainya pertumbuhan ekonomi modern dan lama setelah tingkat
kematian umumnya memang rendah baik sebagai akibat dari pernikahan yang ditunda
sampai pada usia lebih tua atau adanya praktik selibat (hidup membujang) tingkat
pertumbuhan penduduk secara menyeluruh jarang melebihi 1%, bahkan pada saat
puncaknya. Pada akhir transisi demografis Eropa barat di paruh kedua abad
keduapuluh, hubungan antara tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang mencirikan
awal tahun 1800-an mulai berbalik, ketika tingkat kelahiran

berfluktuasi dan tingkat kematian tetap cukup stabil dan sedikit meningkat.
Fenomena ini tampak dari distribusi penduduk Eropa barat sekarang yang
menunjukkan lebih banyaknya penduduk berusia lanjut.
Peraga 6.6 menunjukkan sejarah pertumbuhan penduduk di negara-negara
berkembang kontemporer, yang sangat berbeda dari pengalaman sejarah Eropa barat
dan menunjukkan dua pola pertumbuhan.
Tingkat kelahiran di banyak negara berkembang dewasa ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kelahiran di Eropa barat pada masa praindustri. Hal ini
terjadi karena perempuan di negara berkembang cenderung menikah pada usia lebih
muda. Akibatnya, lebih banyak jumlah keluarga dalam kelompok tahun 1950-an dan

15
1960-an, tahap kedua transisi demografis telah terjadi di hampir sekia negara
berkembang. Penerapan teknologi kedokteran dan kesehatan masyarakat modern
yang diimpor dari luar dan sangat efektif telah menyebabkan penurunan tingkat
tingkat kematian jauh lebih cepat di negara-negara berkembang dibandingkan dengan
yang terjadi di Eropa barat pada abad kesembilan belas. Ditandai tingginya tingkat
kelahiran (lebih dari 40 per 1.000 di banyak negara), tahap kedua transisi demografis
dicirikan dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai lebih dari 2% per tahun di
kebanyakan negara berkembang.
Dalam kaitannya dengan tahap 3, kita dapat membedakan dua kelompok
negara berkembang. Dalam kasus A pada Peraga 6.6, penerapan teknologi kedokteran
dan pelayanan kesehatan masyarakat modern bersamaan dengan peningkatan taraf
hidup yang berlangsung cepat dan terdistribusi merata telah mengakibatkan
penurunan tingkat kematian menjadi hanya 10 penduduk dan tingkat kelahiran juga
menurun dengan cepat menjadi antar 12 dan 25 per 1.000. Termasuk di dalamnya
adalah negara seperti Taiwan, Korea Selatan, Kosta Rika, Cina, Kuba, Cile, dan Sri
Lanka; yang telah memasuki tahap ketiga transisi demografis dan telah mengalami
penurunan tingkat
pertumbuhan penduduk yang cepat.
Akan tetapi, sebagian negara berkembang mengalami kasus B dalam Peraga
6.6. Setelah mengalami periode penurunan tingkat kematian yang cepat, tingkat
kematiannya tidak bisa turun lebih jauh lagi-sebagian besar karena terus mengalami
kemiskinan absolut yang tersebar luas dan rendahnya taraf hidup, dan yang terkini
diakibatkan epidemi AIDS. Terlebih lagi, berlanjutnya tingkat kelahiran yang masih
cukup tinggi karena rendahnya taraf hidup menyebabkan tingkat pertumbuhan
penduduk relatif tetap tinggi. Negara-negara dalam kasus meliputi banyak negara di
Afrika sub-Sahara dan Timur Tengal berada di tahap 2 transisi demografis mereka.
Sekalipun fertilitas cenderung menurun, tingkat kelahiran masih tetap sangat tinggi di
negara-negara ini.
Oleh sebab itu, pertanyaan penting yang perlu diajukan adalah sebagai
berikut: Kapan dan dalam kondisi apa negara-negara berkembang memiliki
kemungkinan besar untuk mengalami penurunan tingkat kelahiran pertambahan

16
penduduk yang lebih lambat? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengajukan
pertanyaan tentang penurunan tingkat kelahiran. Apa saja penyebab atau determinan
utama dari fertilitas yang tinggi di negara berkembang, dan dapatkah semua
determinan dari "permintaan" akan anak ini dipengaruhi melalui kebijakan
pemerintah? Untuk menjawab pertanyaan penting ini, kita akan merujuk model
makroekononi dan demografi klasik yang sudah sangat tua dan terkenal yaitu model
"perangkap populasi" Malthus serta model mikroekonomi neoklasik kontemporer dan
sangat berpengaruh yaitu teori fertilitas rumah tangga.

2.1.3 Penyebab Tingginya Fertilitas di Negara Berkembang: Model Malthus dan


Rumah Tangga
1. Perangkap Populasi Malthus
Lebih dari dua abad yang lalu, Pendeta Thomas Malthus mengajukan teori
ekonomi yang mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan
pembangunan ekonomi berpengaruh sampai saat ini. Dalam tulisannya tahun
1798 yang berjudul Essay on the Principle of Population yang didasarkan atas
konsep hasil yang semakin menurun, Malthus mengajukan tesis adanya
kecenderungan universal penduduk suatu negara--kecuali jika diimbangi dengan
bencana kelaparan yang parah untuk tumbuh menurut deret ukur/geometris yang
berlipat ganda setiap 30 sampai 40 tahun. Pada saat yang sama, dikarenakan
faktor tetap yaitu lahan mengalami hasil yang semakin menurun.

17
Dan ketika lahan yang persediaan makanan hanya dapat bertambah
menurut deret hitung / aritmetik. Dan ketika lahan yang dimiliki setiap orang
untuk bercocok tanam semakin sempit, kontribusi mereka terhadap produksi
makanan akhirnya juga akan menurun Karena pertumbuhan persediaan makanan
tidak dapat mengikuti laju pertambahan penduduk, pendapatan per kapita (yang
dalam masyarakat didefinisikan sebagai produksi makanan per kapita) akan
menurun sedemikian rendahnya sehingga hanya memungkinkan orang-orang
untuk menjalani kehidupan setingkat atau sedikit di atas tingkat sekadar bisa
hidup. Oleh sebab itu, Malthus berpendapat bahwa sat
cara untuk menghindari timbulnya kondisi taraf hidup yang sangat rendah atau
kemiskinan absolut ini adalah mendorong setiap orang agar melakukan
"pengendalian moral' dan membatasi jumlah anak. Dalam hubungan ini, kita
dapat memandang Malthus secara tidak langsung dan tidak disengaja sebagai
bapak gerakan modern pengendalian kelahiran.
Para ekonom modern telah menciptakan nama bagi gagasan Malthus
pendapatan sekadar bisa bertahan hidup. Para ekonom ini menyebut kondisi ini
sebagai penduduk yang terpaksa menjalani kehidupan denga ini sebagai
perangkap populasi ekuilibrium tingkat rendah (low-level equilibrium population
trap) atau untuk singkatnya hanya disebut perangkap populasi Malthus
(Malthusian population trap). Secara diagramatis, model dasar Malthus dapat
digambarkan dengan membandingkan bentuk dan posisi kurva yang mewakili

18
tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pertumbuhan pendapatan agregat
apabila kedua kurva ini diplotkan terhadap tingkat pendapatan. Sebuah contohnya
disajikan dalam Peraga 6.7.
Pada sumbu vertikal, kita memplot perubahan persentase numerik baik
positif maupun negatif-dalam dua variabel yang dipertimbangkan (total penduduk
dan pendapatan agregat). Pada sumbu horizontal ditempatkan tingkat pendapatan
per kapita. Peraga 6.7 menunjukkan gagasan dasar Malthus. Sumbu x
menunjukkan tingkat pendapatan per kapita. Sumbu y menunjukkan dua
tingkatan-yaitu tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat pertumbuhan
pendapatan total. Berdasarkan definisinya, pertumbuhan pendapatan per kapita
adalah selisih antara pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan yang berarti
perbedaan vertikal di antara kedua kurva ini. Dengan demikian, seperti yang telah
kita ketahui dari pembahasan mengenai Harrod-Domar (AK), apabila tingkat
pertumbuhan pendapatan total lebih besar pada tingkat pertumbuhan penduduk
maka pendapatan per kapita peningkat yang tergambar dari pergeseran tingkat
pendapatan perkapita ke arah kanan sumbu x. Sebaliknya, jika tingkat
pertumbuhan pendapatan lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk maka
pendapatan pendapatan akan menurun, bergerak ke arah kiri sumbu x. Jika kedua
tingkat pertumbuhan itu sama, tingkat pendapatan per kapita tidak berubah.
Selanjutnya kita dapat mengkaji bentuk pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
pendapatan untuk memahami potensi implikasi dari hubungan ini.
Pertama kita pertimbangkan pertumbuhan penduduk. Apabila tingkat
pendapatan sangat rendah, katakanlah, di bawah $259 per tahun berdasarkan
paritas daya beli, asupan nutrisi sedemikian buruknya sehingga orang-orang akan
mudah terkena penyakit infeksi mematikan, kehamilan dan perawatan anak
menjadi problematis, dan akhirnya dapat terjadi kelaparan. Hal ini terlihat di
bagian kiri Peraga 6.7. Akan tetapi setelah tingkat pendapatan per kapita
minimum ini tercapai, penduduk mulai tumbuh dan akhirnya mencapai puncak
pertumbuhan (mungkin sekitar 3-4% per tahun); kemudian tingkat pertumbuhan
penduduk mulai menurun sampai akhirnya mencapai tingkat pertumbuhan
memang cukup stabil (tingkat pertumbuhan mendekati nol). Perhatikan bahwa

19
pola pertumbuhan penduduk yang pada awalnya meningkat kemudian ketika
pendapatan per kapita meningkat sesuai dengan pola transisi demografis.
Dalam Peraga 6.7, tingkat pertumbuhan pendapatan total menjadi lebih
besar pada saat perekonomian berkembang (dan pendapatan per kapita
meningkat). Logika ekonomi atas hubungan positif ini terkait dengan asumsi
bahwa tabungan berhubungan secara positif dengan tingkat pendapatan per kapita.
Negara-negara dengan pendapatan per kapita lebih tinggi diasumsikan mampu
menghasilkan tingkat tabungan yang lebih tinggi, sehingga investasi lebih besar.
Sekali lagi, berdasarkan model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, tingkat
tabungan yang lebih tinggi berarti tingkat pertumbuhan pendapatan agregat yang
lebih tinggi pula. Namun, akhirnya tingkat pertumbuhan pendapatan ini akan
mendatar ketika mencapai batas maksimum. (Pendapatan negara-negara
berpendapatan menengah mungkin tumbuh paling cepat kerena penerapan
teknologi pinjaman untuk menyusul kemajuan negara lain-tidak terlihat dalam
diagram ini--tapi tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi ini tidak dapat terus
berlanjut setelah mencapai kemajuan teknologi mutakhir.)
Seperti yang terlihat dalam Peraga 6.7, kedua kurva itu pada awalnya
bersilang pada tingkat pendapatan rendah, yang diberi label S (singkatan dari
subsisten). Ini menunjukkan ekuilibrium yang stabil: jika tingkat pendapatan per
kapita menjadi sedikit lebih besar dari (tingkat yang berada di bagian kanan) S,
maka diasumsikan bahwa jumlah penduduk mulai bertambah, sebagian
disebabkan oleh pendapatan yang lebih tinggi yang akan meningkatkan asupan
nutrisi dan menurunkan tingkat kematian. Akan tetapi, seperti yang am gambar
itu, laju pertumbuhan penduduk kemudian lebih cepat ke pertumbuhan
pendapatan (kurva AP/P secara vertikal lebih tinggi daripada AY/Y, sehingga
pendapatan per kapita menurun dan tingkat pendapatan bergeser ke bagian kiri
sumbu x. Oleh karena itu, ujung anak panah ke arah S dari kanan menunjukkan
bahwa pendapatan per kapita menurun kembali ke tingkat yang sangat rendah.
Sebaliknya, jika pendapatan per kapita sedikit lebih kecil dari s, maka kurva
pendapatan total akan berada di atas kurva pertumbuhan penduduk, sehingga
pendapatan per kapita akan meningkat. Hal ini tampak dari pergeseran tingkat

20
pendapatan ke bagian kanan sumbu x. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa titik S mewakili ekuilibrium yang stabil (keadaan yang hampir sama
dengan pembahasan kita mengenai
ekuilibrium stabil dalam Peraga 4.1). Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat
rendah ini bersamaan dengan sangat rendahnya pendapatan per kapita, sejalan
dengan fakta yang terjadi dalam hampir semua sejarah umat manusia.
Menurut penganut mazhab neo-Malthus modern, negara-negara miskin
tidak akan pernah mampu meningkat lebih jauh dari tingkat pendapatan per kapita
substensi mereka (pengendalian kelahiran) untuk menurunkan tingkat
pertumbuhan penduduk mereka. Tanpa adanya upaya pengimbangan preventif
(preventive checks), tidak akan dapat dihindari munculnya model pengimbangan
positif. Malthus (kelaparan, penyakit, perang) sebagai kekuatan yang menahan
laju pertumbuhan penduduk. Akan tetapi, jika pendapatan per kapita dengan cara
tertentu dapat mencapai tingkat ambang batas (treshold level) yang diberi label T
dalam Peraga 6.7 maka tingkat pertumbuhan penduduk dari titik itu akan lebih
kecil daripada tingkat pertumbuhan pendapatan total, sehingga pendapatan per
kapita akan terus meningkat--misalnya sebesar 2% per tahun (perkiraan tingkat
pertumbuhan per kapita AS dari tahun 1870 sampai tahun 2008).
Negara atau wilayah yang berada dalam perangkap populasi sebenarnya
juga dapat keluar dari kondisi itu melalui upaya mencapai kemajuan teknologi
yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita. Selain itu, negara atau wilayah
tersebut juga dapat melakukan perubahan lembaga ekonomi dan budaya
(“kemajuan sosial") yang dapat menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk.
Dengan cara ini ekuilibrium perangkap populasi dapat ditiadakan secara
menyeluruh, dan negara tersebut dapat bergerak maju dalam pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Sebuah contoh dari hasil tersebut disajikan dalam
Peraga 6.8. Seperti yang terlihat dalam peraga itu, pertumbuhan pendapatan total
menjadi lebih besar daripada pertumbuhan penduduk di setiap tingkat pendapatan
per kapita. Sebagai hasilnya, pendapatan per kapita sekarang tumbuh dengan
mantap. Fokus utama berikutnya dalam bab ini adalah pada perubahan lembaga
ekonomi, kekuatan ekonomi rumah tangga, dan norma-norma budaya dalam

21
rangka menurunkan fertilitas guna mempertahankan tingkat pertumbuhan
penduduk agar tetap berada di bawah tingkat pertumbuhan pendapatan akhirnya
mencapai stabilitas populasi.
Respons fertilitas keluarga terhadap fertilitas rata-rata yang mining ke atas
dapat disebabkan setidaknya oleh dua faktor penting. Apabila keluarga lainnya
memiliki fertilitas tinggi, hal ini dapat memperbesar jumlah pencari kerja di
sektor formal tanpa meningkatkan (secara proporsional) lapangan kerja sektor
formal. Setiap keluarga mungkin merasa perlu memperbanyak jumlah anak untuk
memperbesar kemungkinan bahwa salah satu di antaranya akan mendapatkan
pekerjaan di sektor modern. Selain itu, para keluarga sering berpedoman pada
norma sosial setempat mengenai fertilitas dan cenderung meniru perilaku orang
lain dalam masyarakatnya. Apabila kurva respons fertilitas memotong garis 45
derajat dari atas paling sedikit dua kali, maka setidaknya terdapat dua ekuilibrium
stabil. Satu ekuilibrium yang memiliki fertilitas rata-rata tinggi dan satunya lagi
dengan fertilitas rata-rata rendah."
2. Teori Mikroekonomi Fertilitas Rumah Tangga
Akhir-akhir ini, para ekonom mulai mempelajari dengan seksama
determinan mikroekonomi fertilitas rumah tangga, dalam upaya memberikan
penjelasan teoretis dan empiris yang lebih baik mengenai penurunan tingkat
kelahiran dalam tahap ketiga transisi demografis. Untuk melakukan hal ini,
mereka menggunakan teori neoklasik tradisional yang menjelaskan perilaku
rumah tangga dan konsumen sebagai model analitis dasar, serta menerapkan
prinsip-prinsip ilmu ekonomi dan optimalisasi guna menjelaskan keputusan
mengenai ukuran keluarga (jumlah tanggungan, terutama anak dalam keluarga).
Teori konvensional tentang perilaku konsumen berasumsi: yang memiliki
keinginan dan preferensi tertentu mengenai berbagai barang (suatu "fungsi
utilitas") dan berusaha memaksimalkan kepuasan dari aktivitas mengonsumsi
barang itu akan terkendala oleh tingkat pendapatannya sendiri dan harga relatif
barang itu. Dalam menerapkan teori ini terhadap analisis fertilitas, anak-anak
dipandang sebagai jenis khusus barang negara-negara berkembang-terutama
negara dengan tingkat pendapatan konsumsi (di negara-negara berkembang

22
terutama negara dengan tingkat pendapatan rendah-anak dianggap sebagai
investasi) sehingga fertilitas dianggap sebagai respons ekonomi yang
rasional terhadap permintaan konsumen (keluarga) akan anak relatif terhadap
barang-barang lainnya. Teori ini juga mengasumsikan berlakunya akibat
pendapatan dan substitusi yang biasa terjadi dalam suatu perekonomian. Artinya,
jika berbagai faktor lainnya dianggap konstan, diperkirakan bahwa jumlah anak
yang diinginkan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendapatan rumah
tangga (hubungan langsung ini mungkin tidak berlaku bagi masyarakat miskin;
yang bergantung pada kekuatan permintaan akan anak ketimbang pada
permintaan akan barang konsumen lainnya, dan Sebaliknya, hubungan itu bersifat
negatif dengan harga (biaya) anak, dan juga sumber lain peningkatan pendapatan
contohnya perempuan yang bekerja). Sebaliknya hubungan itu bersifat negatif
dengan harga (biaya) anak, dan juga negatif dengan kuatnya dorongan untuk
memiliki barang lainnya dibandingkan dorongan memiliki anak. Secara
sistematis hubungan ini dapat dinyatakandengan rumus berikut:
C d=f ¿ P x t x ¿ , x=1 , … … ., n
'

23
di mana C d permintaan akan anak yang bertahan hidup (suatu pertimbangan
'

penting dalam masyarakat berpendapatan rendah yang tingkat mortalitas anak-


anaknya tinggi), adalah fungsi tingkat pendapatan rumah tangga tertentu
banyakan berupa biaya peluang/oportunitas waktu ibu, dan manfaat (Y), harga
"neto" anak-anak ( Pc .) yaitu selisih antara biaya yang diantisipasi, kebanyakan
berupa biaya peluang/oportunitas waktu ibu, dan manfaat yang berupa potensi
pendapatan anak dan tempat bersandar di hari tua harga semua barang lainnya ( P x

), dan keinginan memperoleh barang lain relatif terhadap (dibandingkan dengan)


keinginan memperoleh anak (t x ). Berdasarkan prinsip prinsip standar teori
neoklasik, kita dapat mengharapkan bahwa (diungkapkan secara matematis dan
kata-kata): semakin tingkat ∂ C d /∂ Y >0 Semakin tinggi pendapatan rumah tangga,
semakin tinggi pula permintaan akan anak.
∂ C d /∂ Pc > 0 Semakin tinggi harga neto anak, semakin rendah pula kuantitas yang
diinginkan.
∂ C d /∂ Px >0 Semakin tinggi harga semua barang lainnya relatif terhadap harga
anak, semakin besar pula kuantitas anak yang diinginkan.
∂ C d /∂ t x >0 Semakin besar memiliki barang-barang lainnya relatif terhadap
keinginan akan anak, semakin sedikit pula anak yang diinginkan.

24
Peraga 6.9 menyajikan diagram sederhana mengenai mikroekonomi
fertilitas. Jumlah anak (bertahan hidup) yang diinginkan (C d) dicantumkan pada
sumbu horizontal, dan kuantitas barang total yang dikonsumsi orang tua ( G p)
ditempatkan pada sumbu vertikal. Dalam peraga 6.9 hanya terdapat empat kurva
indiferen, (l 1). Sampai (l 4 ), dalam teori jumlah kurvanya tidak terbatas dan
mengisi semua kuadrat serta mencakup seluruh kombinasi komoditas anak yang
mungkin. Kemampuan rumah tangga untuk membeli kombinasi barang anak
alternatif diperlihatkan melalui garis kendala anggarab (a b). Dengan demikian
semua kombinasi diatas atau di bawah garis (a b) (didalam bidang segitiga 0ab)
secara finansial dapat terjangkau oleh rumah tangga, atas dasar persepsi mengenai
prospek pendapatan keluarga bersangkutan dan harga relatif anak dan barang
sebagai mana dilambangkan dengan kemiringan kendala anggaran (a b).
3. Permintaan akan Anak di Negara Berkembang
Teori ekonomi fertilitas mengasumsikan bahwa permintaan rumah tangga
ditentukan oleh preferensi keluarga mengenai jumlah tertentu anak yang tingkat
mortalitasnya tinggi, para orang bertahan hidup-biasanya anak laki-laki (yakni, di
wilayah-wilayah dimana tua kemungkinan akan melahirkan lebih banyak anak
daripada jumlah yang sebenarnya mereka inginkan, dengan perkiraan bahwa
beberapa di antaranya kemungkinan akan meninggal), berdasarkan harga atau
"biaya peluang/ oportunitas" membesarkan anak-anak ini, serta tingkat
pendapatan keluarga. Di negara-negara miskin, anak-anak dipandang sebagian
sebagai barang investasi ekonomi, dalam arti bahwa anak-anak ini nantinya
diharapkan memberikan hasil dalam bentuk perkerja anak dan sebagai tempat
menggantungkan kehidupan di usia tua? Akan tetapi, di banyak negara
berkembang terdapat determinan psikologis dan budaya yang bersifat intrinsik
mengenai ukuran keluarga, sehingga dua atau tiga anak pertama dapat dipandang
sebagai barang "konsumen" yang tingkat permintaannya boleh jadi tidak terlalu
responsif dengan perubahan harga relatif.
Oleh sebab itu, mekanisme yang dipilih dalam teori ekonomi fertilitas
sebagaimana yang diterapkan di negara-negara berkembang diasumsikan hanya
berlaku pada tambahan ("marginal") anak yang dipandang sebagai investasi.

25
Dalam memutuskan apakah akan menambah anak atau tidak, para orang tua
diasumsikan membandingkan antara manfaat ekonomi dan biaya pribadi, di mana
manfaat utama ekonominya diharapkan diperoleh dari mempekerjakan anak--
biasanya di ladang--dan sumber dukungan keuangan nantinya bagi mereka di hari
tua. Manfaat ekonomi ini kemudian dibandingkan dengan dua unsur biaya utama,
yaitu biaya peluang /oportunitas waktu ibu (pendapatan yang seharusnya dapat
diperoleh jika ia tidak harus tinggal di rumah untuk mengurus anak) dan biaya
menyediakan pendidikan bagi anak-tradeoff finansialnya di sini adalah apakah
akan memiliki sedikit anak terdidik dengan "kualitas dan biaya tinggi" yang
potensi penghasilan di kemudian harinya akan tinggi, atau memiliki banyak anak
tak terdidik dengan "kualitas dan biaya rendah" yang prospek penghasilannya
jauh lebih rendah.
Dengan menggunakan cara berpikir yang sama dengan teori tradisional
tentang perilaku konsumen, teori ekonomi fertilitas menyimpulkan bahwa jika
harga atau biaya anak-anak meningkat--misalnya karena meningkatnya
pendidikan dan kesempatan kerja bagi kaum perempuan, kenaikan biaya
pendidikan, adanya peraturan perundang-undangan yang menetapkan batas usia
minimum untuk dapat bekerja, atau adanya program jaminan sosial usia tua yang
didanai negara--maka para orang tidak memiliki tambahan anak, dan mungkin
akan menggantikannya dengan tua akan memutuskan untuk kualitas ketimbang
kuantitas anak atau dengan tambahan pendapatan dari ibu yang bekerja karena
tidak harus mengasuh anak di rumah. Dengan demikian, salah satu cara
mendorong keluarga untuk memiliki anak lebih sedikit adalah dengan
mempertinggi biaya pengasuhan anak melalui, misalnya, menyediakan
kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pendididikan dan perluasan
lapangan kerja berpenghasilan tinggi bagi perempuan berusia muda.
Penelitian akhir-akhir ini mengenai perilaku rumah tangga telah di negara-
negara menghasilkan peningkatan besar bagi teori ini. Umumnya, rumah tangga
negara berkembang tidak berperilaku sebagai sebuah "kesatuan" sebagaimana
digambarkan dalam model tradisional ini. Alih-alih, laki-laki dan perempuan
memiliki fungsi objektif yang berbeda; sebagai contoh, para suami mungkin lebih

26
suka memiliki lebih banyak anak sedangkan para istri mereka tidak. Selanjutnya,
perilaku rumah tangga dipandang sebagai hasil dari perundingan (bargaining)
antara suami dan istri. Meskipun berbagai dampak luas dari hal-hal yang telah
dijelaskan melalui model tradisional tetap berlaku, proses ini juga mencakup
peningkatan daya tawar perempuan. Model yang tidak menyatu/terpisah
(nonunitary model) yang berbasis perundingan ini meningkatkan investasi dalam
bidang perilaku rumah tangga meningkatkan pemahaman kita mengenai keanehan
yang tidak efisien; seperti mengenai lebih besarnya untuk bercocok tanam,
sekalipun investasi yang lebih merata akan dapat menghasilkan pendapatan lahan
pertanian suami daripada bidang lahan istri lebih tinggi bagi keluarga.
Sejumlah studi statistik berspektrum luas di negara-negara berkembang
telah menunjukkan adanya dukungan terhadap teori ekonomi fertilitas. Sebagai
contoh, telah ditemukan bahwa banyaknya kesempatan bagi perempuan untuk
bekerja di luar rumah dan lebih besarnya kesempatan bagi perempuan untuk
bersekolah--terutama di tingkat pendidikan dasar dan menengah-secara signifikan
berkaitan dengan tingkat fertilitas yang lebih rendah. Ketika perempuan menjadi
lebih terdidik, mereka cenderung memiliki bagian pendapatan rumah tangga yang
lebih besar dan tidak memiliki banyak anak. Lebih lanjut, semua studi itu telah
menegaskan adanya kaitan yang sangat signifikan antara penurunan tingkat
kematian anak dan penurunan fertilitas yang selanjutnya terjadi. Dengan
mengasumsikan bahwa rumah tangga ingin memiliki sejumlah tertentu anak yang
hidup, meningkatnya pendidikan dan pendapatan perempuan dapat menurunkan
tingkat kematian anak sehingga memperbesar kesempatan bagi anak pertama
untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, jumlah kelahiran yang lebih sedikit
mungkin diperlukan untuk bisa memiliki anak yang bertahan hidup dalam jumlah
yang sama. Fakta ini saja telah menggarisbawahi pentingnya pendidikan
perempuan serta program-program peningkatan kesehatan masyarakat dan asupan
nutrisi anak untuk menurunkan tingkat fertilitas.
2.1.4 Konsekuensi Fertilitas yang Tinggi: Beberapa Perbedaan Pandangan
Para ekonom pembangun dan ilmuwan sosial lainnya telah lama
memperdebatkan sejauh mana konsekuensi yang serius dari pertumbuhan penduduk

27
yang berlangsung cepat. Di satu sisi, kita harus menyadari bahwa pertumbuhan
penduduk bukan satu-satunya, atau bahkan bukan faktor utama, yang menyebabkan
rendahnya taraf hidup, terkikisnya harga diri, dan terbatasnya kebebasan memilih di
negara-negara berkembang. Di lain sisi, akan naif pula jika kita beranggapan bahwa
pertumbuhan penduduk di banyak negara dan wilayah bukanlah faktor yang
menambah dan memperparah kondisi keterbelakangan, khususnya berkaitan dengan
komponen pertama dan ketiganya. Bahasan berikut mengikhtisarkan beberapa
argumen utama yang mendukung dan menentang gagasan bahwa konsekuensi dari
pertumbuhan penduduk yang berlangsung cepat dapat menimbulkan berbagai
masalah pembanguna yang serius. Kemudian kita akan mempertimbangkan apakah
konsensus tertentu dapat dicapai guna merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan.
1. Bukan Masalah yang Sesungguhnya
Banyak pengamat dari negara kaya dan miskin menyatakan bahwa
masalah sebenarnya bukan pada pertumbuhan penduduk tetapi, salah satu atau ke
empat isu tersebut:
1) Keterbelakangan.
Apabila diterapkan strategi yang menghasilkan taraf hidup yang lebih
baik, harga diri yang kebebasan yang lebih besar, orang-orang akan
dapat mengurus diri mereka sendiri. Akhirnya, pertumbuhan
penduduk bukan lagi menjadi masalah, sebagaimana halnya yang
terjadi di semua negara yang maju perekonomiannya. Masalah
sesungguhnya menurut argumentasi ini adalah keterbelakangan, dan
satu-satunya cara penanggulangannya adalah pembangunan. Melalui
pembangunan akan kemajuan ekonomi dan mekanisme sosial yang,
dengan cara yang kurang sistematis, akan mengatur pertumbuhan dan
distribusi penduduk orang-orang di negara-negara berkembang masih
melarat, tidak berpendidikan, tetap menjadi satu-satunya sumber
jaminan sosial yang riil (artinya, orang tua sehat serta jaring pengaman
sosial masih lemah, keluarga besar tetap tidak dapat memilih keluarga
kecil jika itu yang mereka inginkan). Sebagian pendukung pendapat
keterbelakangan ini kemudian menyimpulkan bahwa program

28
keluarga berencana dapat dipastikan akan gagal, seperti yang terjadi di
masa lalu, apabila tidak ada motivasi di kalangan orang-orang miskin
untuk membatasi jumlah keluarga.
2) Menipisnya Sumber Daya Alam dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Penduduk hanya bisa menjadi masalah ekonomi jika dikaitkatkan
dengan dan pendayagunaan sumber daya alam dan material. Fakta
menunjukkan bahwa negara-negara maju, yang hanya memiliki dunia.
Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan menipisnya sumber daya
sepertiga jumlah penduduk dunia, menghabiskan hampir 80% sumber
dunia yang terbatas, tambahan satu orang anak di negara-negara maju
sama dilahirkan di negara-negara maju sama konsekuensinya dengan
berkali-kali lipat tambahan anak yang dilahirkan di negara-negara
terbelakang. Menurut argumentasi ini, negara-negara majulah yang
seharusnya menurunkan standar konsumsi mereka yang sangat
berlebihan, ketimbang mendesak negara-negara dunia ketiga untuk
membatasi pertumbuhan penduduk mereka. Tingginya fertilitas di
negara-negara dunia ketiga sebenarnya dikarenakan rendahnya taraf
hidup mereka, yang merupakan akibat dari konsumsi berlebihan
sumber-sumber daya langka yang dilakukan negara-negara kaya.
Sebenarnya yang harus dirisaukan bukanlah pertumbuhan penduduk,
melainkan kombinasi dari semakin makmurnya orang-orang di
negara-negara kaya dan kebiasaan konsumsi mereka yang sangat
berlebihan dan di kalangan orang-orang kaya pada negara miskin.
3) Distribusi Penduduk.
Menurut argumentasi ketiga ini, sebenarnya bukan hanya jumlah
orang yang menimbulkan masalah kependudukan tetapi juga wilayah
distribusinya. Banyak wilayah di dunia (misalnya, bagian-bagian dari
Afrika sub-Sahara) dan banyak wilayah lainnya di dalam negara
(misalnya, wilayah timur laut dan Amazon di Brazil) yang dipandang
sangat jarang penduduknya dalam kaitannya dengan ketersediaan
sumber daya potensial. Sebagian lainnya hanya karena terlalu banyak

29
orang yang menghuni sebuah wilayah yang terlalu kecil (misalnya,
Jawa Tengah di Indonesia atau hampir semua konsentrasi penduduk di
daerah perkotaan). Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak perlu
berupaya keras menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk, tetapi
justru berkonsentrasi untuk mewujudkan distribusi ruang yang lebih
alamiah bagi penduduk, dikaitkan dengan ketersediaan lahan dan
sumber daya produktif lainnya.
4) Penempatan Perempuan pada Kedudukan yang Lebih Rendah.
Barangkali yang paling penting, sebagaimana yang telah kita bahas
sebelumnya, bahwa kurang berpendidikan, dan mengalami mobilitas
sosial yang terbatas. Dalam banyak kasus, perempuan lebih inferior,
berstatus rendah, dan kurang memiliki akses untuk mengendalikan
kelahiran yang berujung pada tingginya fertilitas mereka. Menurut
argumentasi ini, pertumbuhan penduduk adalah akibat alamiah dari
kurangnya peluang ekonomi perempuan. Jika kesehatan, pendidikan,
dan kesejahteraan ekonomi perempuan dapat ditingkatkan sejalan
dengan peningkatan peran dan status mereka, baik dalam keluarga
maupun diNmasyarakat, maka pemberdayaan perempuan tentu akan
menghasilkan keluarga yang lebih kecil sehingga pertumbuhan
penduduk akan lebih rendah.
2. Pertumbuhan Penduduk Memang Masalah yang Sesungguhnya
Argumentasi Empiris Lainnya: Tujuh Konsekuensi Negatif Pertumbuhan
Penduduk Berdasarkan hasil penelitian empiris terakhir, potensi konsekuensi
pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat dikelompokan
menjadi tujuh kategori: dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, ke dan
ketimpangan, pendidikan, kesehatan, makanan, lingkungan hidup, dan migrasi
internasional.
1) Pertumbuhan Ekonomi.
Bukti menunjukkan bahwa meski pertumbuhan penduduk yang cepat
bukan penyebab kemandekan ekonomi, hal itu akan memperendah
pertumbuhan pendapatan per kapita di hampir semua negara

30
berkembang, khususnya negara-negara yang memang sudah miskin
yang perekonomiannya bergantung pada pertanian dan menghadapi
tekanan persoalan lahan dan sumber daya alam.
2) Kemiskinan dan Ketimpangan.
Meski korelasi statistik agregat antara ukuran kemiskinan dan
pertumbuhan penduduk di tingkat nasional tidak konklusif, bukti pada
tingkat rumah tangga menunjukkan adanya korelasi yang sangat
signifikan dan meyakinkan. Konsekuensi negatif dari pertumbuhan
karena merekalah yang dibuat tidak berlahan, yang pertama merasakan
duduk yang cepat telah menimpa hampir seluruh orang-orang miskin
karena merekalah yang dibuat tidak bertahan, yang pertama merasakan
kerugian karena pengurangan dana untuk melaksanakan program-
program kesehatan dan pendidikan, dan yang memikul beban terberat
akibat kerusakan lingkungan hidup. Lagi-lagi perempuan miskin
menanggung risiko terparah dari penghematan anggaran belanja
pemerintah, sehingga terjadilah lingkaran setan lainnya. Selain
melanggengkan kemiskinan, keluarga berukuran besar pun akan
memperlebar ketimpangan.
3) Pendidikan.
Meskipun data mengenai hal ini adakalanya tidak jelas, umumnya
disepakati bahwa keluarga berukuran besar dan pendapatan rendah
akan membatasi ruang mereka. Pada tingkat nasional, pertumbuhan
penduduk yang bergerak cepat gerak orang tua untuk mendidik anak-
anak babkan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan pendidikan
semakin tipis, sehingga memperendah kualitas demi kuantitas. Ini
mengganggu pertumbuhan ekonomi, karena persediaan modal manusia
berkurang akibat cepatnya pertumbuhan penduduk.
4) Kesehatan.
Tingginya fertilitas merugikan kesehatan ibu dan anak. Fertilitas yang
tinggi memperbesar risiko kesehatan pada saat kehamilan, dan jarak

31
kelahiran yang terlalu dekat telah terbukti akan menurunkan berat
badan
bayi pada saat lahir dan memperbesar tingkat mortalitas anak.
5) Pangan.
Memberi makan penduduk dunia semakin sukar dengan pertambahan
penduduk yang cepat besarnya kebutuhan makanan penduduk di
negara-negara berkembang disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk. Harus ada langkah-langkah yang dilakukan untuk segera
menerapkan teknologi produksi baru, karena semua lahan terbaik telah
diolah. Perluasan program-program internasional untuk menyalurkan
bantuan makanan semakin diperlukan.
6) Lingkungan Hidup.
Cepatnya pertumbuhan penduduk ikut berkontribusi terhadap
kerusakan lingkungan dalam bentuk perambahan hutan, penebangan
hutan, menipisnya kayu bakar, erosi tanah, menyusutnya persediaan
ikan dan hewan, kurang memadai dan tidak sehatnya air, pencemaran
udara, danmenumpuknya penduduk di daerah perkotaan.
7) Migrasi Internasional.
Banyak pengamat yang memandang migrasi internasional, baik legal
maupun ilegal, sebagai salah satu kensekuensi pertumbuhan penduduk
di negara-negara berkembang. Meski banyak faktor yang mendorong
terjadinya migrasi, dapat dipastikan bahwa berlebihnya jumlah pencari
kerja (yang disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan penduduk)
dibandingkan peluang kerja telah menjadi salah satu faktor. Akan
tetapi, tidak seperti keenam konsekuensi yang diuraikan sebelumnya,
sebagian dari biaya ekonomi dan sosial migrasi internasional dipikul
oleh negara negara penerima para migran itu yang makin banyak
jumlahnya di negara-negara maju. Oleh sebab itu, tidak mengherankan
bila isu ini telah menghasilkan dampak politik yang penting di
Amerika Utara dan Eropa.

32
Berdasarkan ketiga pernyataan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
tiga tujuan dan sasaran berikut mungkin dapat dimasukkan dalam setiap dekatan
realistis terhadap isu pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang.
1. Sasaran utama dari strategi apapun yang digunakan untuk
mencegah pertumbuhan lebih besar di negara-negara atau wilayah
yang jumlah, distribusi, dan pertumbuhan penduduknya dipandang
bermasalah atau berpotensi menimbulkan masalah tidak boleh
hanya berfokus pada penduduk, tetapi juga pada berbagai kondisi
sosial dan ekonomi yang mendasari keterbelakangan. Masalah-
masalah seperti kemiskinan absolut, parahnya ketimpangan,
meluasnya pengangguran (khususnya di kalangan perempuan),
terbatasnya akses perempuan untuk memperoleh pendidikan,
berkurangnya asupan nutrisi, dan buruknya fasilitas kesehatan
harus benar-benar diprioritaskan. Penanggulangan masalah-
masalah itu perlu berjalan seiring dengan pembangunan dan
sekaligus merupakan basis motivasi yang fundamental guna
mendorong orang-orang memilih ukuran keluarga yang optimal,
yang dalam banyak kasus berarti ukuran keluarga yang lebih kecil.
2. Untuk menghasilkan keluarga-keluarga yang lebih kecil melalui
motivasi yang ditimbulkan oleh pembangunan, program keluarga
berencana memberikan pendidikan dan pengadaan sarana
teknologi untuk mengatur fertilitas bagi orang-orang yang memang
berkeinginan mengikuti program ini.
3. Negara-negara maju seharusnya membantu negara-negara
berkembang dalam upaya mencapai sasaran menurunkan fertilitas
dan mortalitas. Bantuan ini tidak hanya dilakukan dengan
menyediakan sarana kontrasepsi dan pendanaan klinik-klinik
keluarga berencana, tetapi lebih penting lagi adalah dengan
mengekang perilaku boros mereka sendiri yang menyebabkan
semakin menyusutnya sumber daya dunia yang tak terbarukan
melalui berbagai program yang dirancang untuk mengurangi

33
konsumsi produk-produk yang banyak menggunakan sumber daya
tak terbarukan itu. Negara-negara maju juga perlu menunjukkan
komitmen sungguh-sungguh untuk menanggulangi kemiskinan,
buta aksara, penyakit, serta kurang nutrisi di negara-negara
berkembang dan di negara mereka sendiri. Negara-negara maju
juga harus menyadari, baik dalam pernyataan ataupun dalam
penanganan masalah-masalah ekonomi dan sosial internasional
bahwa isu sebenarnya adalah pembangunan, bukan sekadar
pengendalian pertumbuhan penduduk.

2.1.5 Beberapa Pendekatan Kebijakan


Berdasarkan ketiga tujuan dan sasaran besar tersebut, apa kebijakan ekonomi
dan sosial yang mungkin dipertimbangkan pemerintah di negara maju dan
berkembang serta lembaga-lembaga bantuan internasional untuk menurunkan tingkat
pertumbuhan penduduk dunia dalam jangka panjang? Tiga bidang kebijakan berikut
dapat memiliki pengaruh penting baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kesejahteraan penduduk dunia sekarang dan di masa depan:
1) Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakarsai pemerintah negara-
negara berkembang untuk memengaruhi, barangkali bahkan
mengendalikan, pertumbuhan dan distribusi penduduk mereka.
2) Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakarsai pemerintah negara-
negara maju di negara mereka sendiri untuk mengurangi konsumsi
berlebihan sumber daya dunia yang terbatas dan mendorong adanya
distribusi manfaat kemajuan ekonomi global secara lebih adil.
3) Kebijakan umum dan khusus yang dapat diprakarsai pemerintah negara-
negara maju dan lembaga-lembaga bantuan internasional untuk membantu
negara-negara berkembang mencapai sasaran program kependudukan
mereka.
1. Apa yang Dapat Dilakukan Negara Berkembang
Semua bahasan sebelumnya mengarah pada kesimpulan bahwa seluruh
variabel yang memengaruhi permintaan akan anak di tingkat keluarga adalah

34
variabel yang paling berkaitan dengan konsep pembangunan yang telah kita bahas
dalam materi ini. Dengan demikian, beberapa kebijakan pembangunan tertentu
sangat penting artinya dalam peralihan dari tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi ke tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah. Semua kebijakan ini
bertujuan untuk meniadakan kemiskinan absolut; mengurangi ketimpangan
pendapatan; memperluas kesempatan memperoleh pendidikan, khususnya bagi
perempuan; menyediakan kesempatan kerja yang lebih besar bagi laki-laki dan
perempuan; menyebarkan mnafaat program-program pengobatan preventif
modern dan layanan kesehatan masyarakat, khususnya penyediaan air bersih dan
sanitasi yang baik, ke kawasan pedesaan dan perkotaan miskin; meningkatkan
kesehatan ibu dan anak melalui makanan yang lebih banyak. Meskipun kebijakan
pembangunan jangka panjang dikemukakan sebelumnya merupakan kebijakan
penting untuk dapat mencapai telah jumlah penduduk yang stabil, masih ada lima
kebijakan khusus yang diterapkan negara berkembang tingkat kelahiran jangka
pendek.
Pertama, pemerintah negara berkembang penduduknya untuk memiliki
keluarga yang lebih kecil melalui media massa dan proses pendidikan, baik formal
(sistem sekolah) maupun nonformal (pendidikan kedewasaan).
Kedua, mereka dapat meningkatkan program-program keluarga berencana
dengan menyediakan layanan kesehatan dan kontrasepsi untuk mendorong upaya
mengendalikan kelahiran. Program-program yang diprakarsai dan dilaksanakan
secara resmi itu sekarang sudah ada hampir di seluruh negara berkembang dewasa
ini.
Ketiga, secara sengaja mereka dapat memanipulasi insentif (penguatan)
dan disinsentif (pelemiahan) ekonomi dalam hal memilik anak--sebagai contoh,
dengan meniadakan atau mengurangi cuti dan tunjangan kehamilan, mengurangi
atau meniadakan insentif keuangan, atau mengenakan denda karena memiliki
anak melebihi jumlah tertentu; mengadakan ketentuan mengenai jaminan sosial
bagi mereka yang berusia lanjut dan mengeluarkan peraturan tentang ketentuan
usia minimum bagi anak-anak untuk dapat bekerja; menaikkan uang sekolah dan
meniadakan subsidi yang besar bagi pendidikan tinggi; lebih kecil dengan

35
memberikan subsidi bagi keluarga-keluarga yang memberikan bantuan tunai
langsung. Meskipun beberapa bentuk skema insentif dan disinsentif terkalt
penduduk ini sekarang telah diterapkan di lebih dari 30 negara, negara-negara
yang sangat mengemuka dalam penerapan kebijakan pengurangan ukutan
keluarga ini adalah Singapura, India, Bangladesh, Korea Selatan, dan Cina.
Sebagai contoh, Singapura mengalokasikan perumahan publik yang langka tanpa
mempertimbangkan ukuran keluarga. Negara ini membatasi cuti hamil dengan
tanggungan negara maksimum untuk, menyesuaikan biaya melahirkan sesuai
dengan jumlah anak angi subsidi pajak pendapatan dari lima menjadi tiga anak.
Pada tahun 1984, pemerintah Singapura bahkan memberikan prioritas nerimaan
sekolah bagi semua anak yang terlahir dari perempuan universitas dan pada saat
yang sama mengenakan denda bagi perempuan memiliki gelar sarjana yang
memiliki lebih dari dua anak. Alasannya dalah, sekalipun meragukan, perempuan
terdidik akan memiliki anak yang lebih cerdas sehingga perlu didorong untuk
melahirkan anak sementara yang tidak atau kurang terdidik (yang dianggap
kurang mencegah untuk memiliki lebih banyak anak. Akibat dari kebijakan itu,
mendorong warganya untuk meningkatkan tingkat kelahiran (seperti halnya
Jepang dan Eropa, padahal kebijakan melonggarkan pengendalian imigrasi
kemungkinan akan lebih efisien). Sejauh ini, Cina merupakan negara yang
menerapkan skema insentif dan disinsentif yang paling komprehensif.
Keempat, pemerintah negara-negara berkembang dapat memaksa warga
negaranya untuk memiliki keluarga lebih kecil melalui peraturan perundang-
undangan dan denda. Karena alasan yang jelas, hanya sedikit negara yang akan
berusaha memaksa warganya; bukan hanya karena tidak bisa dibenarkan secara
moral dan tidak dapat diterima secara politis, tetapi juga sangat sulit dilaksanakan.
Kekalahan pemerintah Perdana Menteri Gandhi pada tahun sebagian besar karena
kekecewaan rakyat terhadap program sterilisasi yang dipaksakan.
2. Apa yang Dapat Dilakukan Negara Maju
Apabila kita pertimbangkan masalah-masalah kependudukan dari sudut pandang
sumber daya global dan lingkungan hidup, yang memang seharusnya kita lakukan,
menjadi sangat penting artinya untuk mempersoalkan hubungan ukuran dan

36
distribusi penduduk dengan penyusutan banyak sumber daya tak terbarukan di
negara maju dan negara terbelakang. Jika hanya 4,5% penduduk dunia yang
berdiam di satu negara (Amerika Serikat) menggunakan lebih dari seperlima
energi total dunia per tahun, kita tidak lagi sekadar berurusan dengan angka. Kita
juga harus merisaukan dampak kemakmuran yang semakin meningkat dan
distribusi pendapatan dunia yang sangat timpang di tengah menyusutnya banyak
sumber daya tak terbarukan seperti minyak bumi, logam dasar tertentu, dan bahan
baku lainnya yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Penggunaan energi bahan
bakar fosil untuk menggerakkan kendaraan pribadi, menyalakan pengatur udara
(AC) di rumah
dan kantor, menggunakan sikat gigi listrik, dan sebagainya di negara-negara maju
jelas sekali merupakan penyumbang utama gas karbon dioksida (CO2) ke
atmosfer dan munculnya gejala pemanasan global rumah kaca. Ini juga berarti
bahwa semakin sedikit yang dapat digunakan untuk menyuburkan lahan pertanian
kecil keluarga di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, keluarga-keluarga
miskin akan membayar lebih besar untuk mendapatkan input sumber daya yang
sangat bernilai itu.
Banyak contoh serupa yang dapat diberikan mengenai besarnya
ketimpangan penggunaan sumber daya global. Barangkali yang lebih penting, kita
dapat menunjukkan terlalu banyaknya contoh pemborosan yang tidak perlu dan
mahal dalam penggunaan sumber daya langka dan tak terbarukan oleh negara-
negara maju yang makmur. Oleh sebab itu, intinya adalah setiap program di
seluruh dunia yang dirancang untuk menciptakan keseimbangan yang lebih baik
antara sumber daya dan penduduk dengan membatasi pertumbuhan penduduk
negara berkembang melalui intervensi sosial dan keluarga berencana juga harus
mencakup tanggung jawab negara-negara kaya untuk mengurangi permintaan dan
gaya hidup konsumtif mereka sendiri. Semua perubahan akan menghasilkan
efisiensi penggunaan sumber daya, yang selanjutnya dapat digunakan negara-
negara miskin untuk menggerakkan pembangunan sosial dan ekonomi penting
artinya dalam upaya memperlambat laju pertumbuhan penduduk.

37
Selain menyederhanakan gaya hidup dan kebiasaan konsumtif, satu
kebijakan internal positif lainnya (jika memang tidak memungkinkan), yang
dilaksanakan negara-negara kaya untuk menanggulangi masalah pendudukan
dunia sekarang adalah meliberalisasi persyaratan masalah-masalah
memungkinkan terjadinya imigrasi internasional orang-orang miskin tidak
terampil dan keluarga mereka dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin ke Amerika
Utara, Eropa, Jepang, dan Australia. Migrasi internasional para petani dari Eropa
ke Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru pada abad kesembilan belas dan
awal abad kedua puluh merupakan faktor utama dalam mengatasi masalah
keterbelakangan dan tekanan jumlah penduduk di negara-negara Eropa. Dewasa
ini tidak ada katup pengaman atau jalan keluar bagi penduduk di negara-negara
berkembang. Bahkan, sedikit jalan keluar yang pernah ada selama dua dasawarsa
yang lalu secara progresif telah tertutup. Meski tampak jelas sekali bahwa akan
banyak wilayah yang kurang dihuni di dunia dan banyak masyarakat yang
mengalami kekurangan tenaga kerja akan mendapat keuntungan ekonomi dengan
adanya migrasi internasional, serta manfaat itu bagi negara-negara berkembang
akan sangat besar. Sebagai contoh, mperkirakan bahwa hambatan hukum terhadap
migrasi internas negara-negara berkembang ke negara-negara maju telah
merugikan negara-negara berkembang sedikitnya $250 miliar per tahun.

2.2 Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indikator ketenagakerjaan,
pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja namun sedang mencari pekerjaan atau
sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan
karena sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja. Menurut Sukirno (1994),
pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja
ingin memperoleh pekerjaan akan tetapi belum mendapatkannya. Seseorang yang tidak
bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai pengangguran.
Fator utama yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah kurangnya pengeluaran
agregat. Pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud memperoleh keuntungan,
akan tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh apabila pengusaha tersebut dapat menjual

38
barang dan jasa yang mereka produksi. Semakin besar permintaan, semakin besar pula
barang dan jasa yang mereka wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah
penggunaan tenaga kerja.
2.1.2 Teori Pengangguran
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang Toeri-Teori Pengangguran di
Indonesia yaitu:
1. Teori Klasik
Teori Klasik menjelaskan pandangan bahwa pengangguran dapat dicegah melalui
sisi penawaran dan mekanisme harga di pasar bebas supaya menjamin terciptanya
permintaan yang akan menyerap semua penawaran. Menurut pandangan klasik,
pengangguran terjadi karena mis-alokasi sumber daya yang bersifat sementara
karena kemudian dapat diatasi dengan mekanisme harga (Gilarso. 2004). Jadi
dalam Teori Klasik jika terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja maka upah akan
turun dan hal tersebut mengakibatkan produksi perusahaan menjadi turun.
Sehingga permintaan tenaga akan terus meningkat karena perusahaan mampu
melakukan perluasan produksi akibat keuntungan yang diperoleh dari rendahnya
biaya tadi. Peningkatan tenaga kerja selanjutnya mampu menyerap kelebihan
tenaga kerja yang ada di pasar, apabila harga relatif stabil (Tohar. 2000).
2. Teori Keynes
Dalam menanggapi masalah pengangguran Teori Keynes mengatakan hal yang
berlawanan dengan Teori Klasik, menurut Teori Keynes sesungguhnya masalah
pengangguran terjadi akibat permintaan agregat yang rendah. Sehingga
terhambatnya pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh rendahnya produksi
akan tetapi rendahnya konsumsi. Menurut Keynes, hal ini tidak dapat dilimpahkan
ke mekanisme pasar bebas. Ketika tenaga kerja meningkat, upah akan turun hal
ini akan merugikan bukan menguntungkan, karena penurunan upah berarti
menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang-barang. Akhirnya produsen
akan mengalami kerugian dan tidak dapat menyerap tenaga kerja. Keynes
menganjurkan adanya campur tangan pemerintah dalam mempertahankan tingkat
permintaan agregat agar sektor pariwisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan
(Soesastro, dkk, 2005). Perlu dicermati bahwa pemerintah hanya bertugas untuk

39
menjaga tingkat permintaan agregat, sementara penyedia lapangan kerja adalah
sektor wisata. Hal ini memiliki tujuan mempertahankan pendapatan masyarakat
agar daya beli masyarakat terjaga. Sehingga tidak memperparah resesi serta
diharapkan mampu mengatasi pengangguran akibat resesi.
3. Teori Kependudukan Malthus
Teori Malthus menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk cenderung melampaui
pertumbuhan persediaan makanan. Dalam dia punya esai yang orisinal, Malthus
menyuguhkan idenya dalam bentuk yag cukup kaku. Dia mengatakan penduduk
cenderung tumbuh secara “deret ukur” (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16
dan seterusnya) sedangkan persediaan makanan cenderug tumbuh secara “deret
hitung” (misalnya, dalam deret 1,2 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan seterusnya). Dalam
karyanya yang terbit belakangan, Malthus menekankan lagi tesisnya, namun tidak
sekaku semula, hanya saja dia berkata bahwa penduduk cenderung tumbuh secata
tidak terbatas hingga mencapai bata persediaan makanan. Dari kedua uraian
tersebut Malthus menyimpulkan bahwa kuantitas manusia akan terjerumus ke
dalam kemiskinan kelaparan. Dalam janngka panjang tidak ada kemajuann
teknologi yang mampuu mengalihkan keadaan karena kenaikan supply makanan
terbatas sedangkan “pertumbuhan penduduk tak terbatas, dan bumi tak mampu
memprodusir makanan untung menjaga kelangsungan hidup manusia”.
4. Teori Sosiologi Ekonomi No-Marxian
Berawal dari analisis Marx pada awal abad 20 tentang struktur dan proses
ekonomi yang dapat dibayangkan sebagai sistem kapitalisme kompetitif. Industri
kapitalis yang ada pada zaman itu tergolong masih kecil dan belum ada satupun
yang memegang perekonomian dan mengendalikan pasar. Namun Marx yakin
pada suatu saat apabila kapitalisme sudah muncul dengan demikian pesatnya
maka akan memunculkan kompetisi antar industri yang menjadi semakin pesat
dan kemudian menghasilkan sistem monopoli dari industri yang paling kuat
dalam persaingan tersebut. Dengan munculnya monopoli modal ini maka akan
ada satu perusahaaan besar yang akan mengendalikan perusahaan-perusahaan lain
dalam perekonomian kapitalis. Dalam pengembangan analisis Marx yang dianut
oleh para penganut Marxian yang baru ini konsep “kelas buruh “tidak

40
mendeskripsikan sekelompok orang atau sekelompok pekerjaan tertentu, tetapi
lebih merupakan pembelian dan penjualan tenaga kerja. Para tenaga kerja tidak
mempunyai alat produksi sama sekali sehingga segolongan orang terpaksa
menjual tenaga mereka kepada sebagian kecil orang yang mempunyai alat
produksi.
2.1.3 Jenis-jenis Pengangguran
Terdapat beberapa jenis-jenis pengangguran. Menurut Sukirno (2004: 328)
terdapat dua cara untuk menggolongkan jenisjenis pengangguran yaitu berdasarkan
sumber/penyebab yang mewujudkan pengangguran dan ciri pengangguran tersebut.
Berikut jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya.
1. Pengangguran Normal atau Friksional adalah jenis pengangguran yang
disebabkan penganggur ingin mencari pekerjaan yang lebih baik.
2. Pengangguran Siklikal adalah jenis pengangguran yang disebabkan merosotnya
kegiatan ekonomi atau karena terlampau kecilnya permintaan agregat di dalam
perekonomian dibanding penawaran agregatnya.
3. Penganguran Struktural adalah jenis pengangguran yang disebabkan adanya
perubahan struktur kegiatan ekonomi.
4. Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang disebabkan adanya
penggantian SDM dengan teknologi/mesin dalam proses produksi.
Lebih lanjut menurut (Sukirno, 2004: 330), penggolongan jenis pengangguran
berdasarkan cirinya adalah sebagai berikut:
1. Pengangguran terbuka adalah pengangguran ini tercipta sebagai akibat
pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga
kerja.
2. Pengangguran tersembunyi adalah pengangguran ini tercipta sebagai akibat
jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari 8 yang
sebenarnya yang diperlukan.
3. Pengangguran bermusim adalah pengangguran yang tercipta akibat musim yang
ada, biasanya pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan.

41
4. Setengah menganggur adalah pengangguran yang tercipta akibat tenaga kerja
bekerja tidak sepenuh dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang
normal.

2.3 Dampak dari Pertumbuhan Penduduk dan Pengangguran


Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pengangguran dapat dijelaskan dengan
hukum Okun (Okun’s law), diambil dari nama Arthur Okun, ekonomi yang pertama kali
mempelajarinya (Demburg,1985:53). Yang menyatakan adanya pengaruh empiris antara
pengangguran dengan output dalam siklus bisnis. Hasil stud i empirisnya menunjukan
bahwa penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross Domestik
Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan
penduduk dengan pengangguran dan juga sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan
penduduk. Penurunan pengangguran memperlihatkan ketidakmerataan. Hal ini
mengakibatkan konsekuensi distribusional. Pengangguran berhubungan juga dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi,
sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan
yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin besarlah
harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga
kerja baru.
1. Pertumbuhan penduduk
Tujuan pembangunan ekonomi di negara negara berkembang adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup penduduknya yang diukur dengan pendapatan rill
perkapita. Pendapatan rill perkapita adalah merupakan pendapatan nasional rill
atau output secara keseluruhan yang dihasilkan pada suatu negara selama satu
tahun dibagi dengan jumlah penduduknya. Dengan demikian kualitas hidup tidak
akan dapat ditingkatkan kecuali jika output total meningkat lebih cepat dari
pertumbuhan jumlah penduduk.
Dalam pembangunan ekonomi terdapat perpacuan antara perkembangan
pendapatan rill dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini sangat penting
kerena pertumbuhan penduduk berkaitan dengan masalah persediaan bahan
makanan dan sumber sumber rill yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan

42
akan berpengaruh terhadap kualitas penduduk itu sendiri. Sebaliknya
pertumbuhan ekonomi juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk.
Dengan demikian yang menjadi permasalahan dalam pertumbuhan penduduk
adalah tingginya tingkat jumlah penduduk di negara berkembang. Pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan
hambatan dalam pembangunan ekonomi.
2. Meningkatnya angka pengangguran
Angka pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan lapangan
kerja yang tersedia akan menyebabkan adanya pengangguran. Sebagian penduduk
tidak terserap dengan lapangan kerja yang ada karena lebih tingginya angka
pertumbuhan penduduk dibandingkan lapangan kerja yang tersedia.
3. Meningkatnya angka kriminal
Karena adanya pengangguran atau belum mendapat pekerjaan sanagt
rentan dengan prilaku kriminal dan kejahatan. Kejahatan tersebut dapat terjadi
karena adanya desakan akan kebutuhan hidupnya yang kurang tercukupi.
4. Meningkatnya angka kemiskinan
Tingginya pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan kurangnya sumber
daya yang tersedia khususnya sumber daya alam (SDA). Apabila penduduk
bertambah seharusnya diberikan lahan baru untuk kebutuhan tempat tinggal dan
makanan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul masalah
kemiskinan.

2.4 Transfer Teknologi Maju


Transfer teknologi, disebut juga dengan komersialisasi teknologi, adalah proses
memindahkan kemampuan, pengetahuan, teknologi, metode manufaktur, sampel hasil
manufaktur, dan fasilitas, antara pemerintah, universitas, dan institusi lainnya yang
menjamin bahwa perkembangan ilmu dan teknologi dapat diakses oleh banyak pengguna.
Hal ini penting demi pengembangan lebih lanjut dan penggunaannya menjadi produk,
proses, aplikasi, material, dan produk jasa baru. Transfer teknologi sangat erat kaitannya
dengan transfer pengetahuan.

43
Pertama, model ini mengabaikan dampak luar biasa dari kemajuan teknologi sebagai
kekuatan pengimbang yang menghambat laju pertumbuhan pertumbuhan ekonomi modern
terkait erat dengan kemajuan teknologi yang penduduk yang cepat. Seperti yang telah
dibahas, sejarah berlangsung cepat melalui serangkaian penemuan dan inovasi ilmiah,
teknologi, dan sosial yang terjadi secara terus-menerus. Skala hasil yang semakin meningkat
(alih-alih menurun) merupakan ciri penting yang membedakan era pertumbuhan modern dari
era-era sebelumnya. Meski Malthus pada dasarnya benar ketika mengasumsikan
keterbatasan ketersediaan lahan, ia tidak dan sebenarnya bisa dikatakan tidak mampu--
mengantisipasi bagaimana teknologi dapat memperbesar ketersediaan lahan dengan
meningkatkan kualitasnya (produktivitasnya), meskipun kuantitasnya kurang lebih sama.
Berkaitan dengan perangkap populasi, kemajuan teknologi yang terus berlangsung
cepat dapat digambarkan dengan pergeseran kurva pertumbuhan pendapatan (produk total)
ke atas, sehingga secara vertikal lebih tinggi daripada kurva pertumbuhan penduduk di
seluruh tingkat pendapatan per kapita. Hal ini diperlihatkan dalam Peraga 6.8. Akibatnya,
pendapatan per kapita akan terus meningkat seiring waktu. Maka, semua negara berpotensi
keluar dari perangkap populasi Malthus.
Logika kedua sebagai landasan kritik terhadap perangkap populasi Malthus pada
asumsi model itu sendiri bahwa tingkat pertambahan penduduk

suatu negara berkaitan secara langsung (secara positil) dengan tingkat pendapatan
per kapita negara itu. Menurut asumsi ini, jika tingkat pendapatan per kapita di suatu negara
relatif rendah maka kita dapat menduga bahwa pertumbuhan penduduk negara itu akan

44
meningkat, sejalan dengan meningkatnya pendapatan per kapitanya. Akan tetapi, hasil
penelitian menunjukkan tidak adanya korelasi yang jelas antara tingkat pertumbuhan
penduduk dan tingkat pendapatan per kapita. Sebagai hasil dari kemajuan pengobatan
modern dan pelaksanaan berbagai prozram kesehatan masyarakat, tingkat kematian telah
menurun sangat cepat dan tidak lagi banyak bergantung pada tingkat pendapatan ber kapita.
Selain itu, tingkat kelahiran tampaknya tidak menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan dengan tingkat pendapatan per kapita. Tingkat fertilitas sangat bervariasi di
kalangan negara yang memiliki pendapatan per kapita yang sama, khususnya negara-negara
dengan pendapatan per kapita di bawah $1.000. Bahkan, tinggi rendahnya pertumbuhan
penduduk tidak terlalu bergantung pada tingkat pendapatan per kapita agregat suatu negara,
tetapi pada bagaimana pendapatan itu didistribusikan. Pendapatan di tingkat rumah
tanggalah yang sesungguhnya paling penting, bukan tingkat pendapatan per kapita.
Dapat disimpulkan bahwa relevansi teori Malthus dan neo-Malthus (penerusnya)
sangat terbatas jika diterapkan di negara-negara berkembang masa kini karena beberapa
alasan berikut:

1. Tidak cukup memperhitungkan peran dan dampak kemajuan teknologi.


2. Didasarkan atas hipotesis tentang hubungan makro antara pertumbuhan penduduk
dan tingkat pendapatan per kapita, yang tidak dapat dibuktikan secara empiris
dalam era modern.
3. Fokus pada variabel yang salah, yaitu pendapatan per kapita, sebagai determinan
utama tingkat pertumbuhan penduduk lebih baik dan sahih dalam kaitannya
dengan persoalan kependudukan dan pembangunan berfokus pada telaah
mikroekonomi dalam pengambilan keputusan di tingkat keluarga, yang berfokus
pada taraf hidup perorangan ketimbang pada taraf hidup agregat (nasional)
sebagai determinan utama atas keputusan sebuah keluarga untuk memiliki sedikit
atau banyak anak.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup Jumlah penduduk dunia pada tahun
2009 diperkirakan mencapai 6,8 miliar orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
memproyeksikan jumlah penduduk akan mencapai lebih dari 9,2 miliar pada tahun 2050
(angka proyeksi lainnya yang dikutip luas menunjukkan angka lebih tinggi, yaitu 9,5 miliar).
Sebagian besar penduduk dunia menjalani kehidupan mereka di dunia berkembang. Tren
Fertilitas Secara kuantitatif, tingkat pertambahan penduduk (rate of population increase)
diukur sebagai persentase pertambahan pengurangan) relatif neto dari jumlah penduduk per
tahun karena pertambahan alamiah (natural increase) dan migrasi internasional neto (net
international migration). Pertambahan karena sebab alamiah hanya mengukur selisih jumlah

46
kelahiran dan kematian atau, dalam terminologi yang lebih teknis, pertambahan alamiah
menunjukkan selisih antara tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas.
Fator utama yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah kurangnya
pengeluaran agregat. Pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud memperoleh
keuntungan, akan tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh apabila pengusaha tersebut
dapat menjual barang dan jasa yang mereka produksi. Berkaitan dengan perangkap populasi,
kemajuan teknologi yang terus berlangsung cepat dapat digambarkan dengan pergeseran
kurva pertumbuhan pendapatan (produk total) ke atas, sehingga secara vertikal lebih tinggi
daripada kurva pertumbuhan penduduk di seluruh tingkat pendapatan per kapita.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk dijadikan bahan pembelajaran kedepannya, agar dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Michael P. Todaro. 2014. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Edisi Kesebelas. Erlangga

47

Anda mungkin juga menyukai