Anda di halaman 1dari 11

Campak

2.1.1. Pengertian Campak

Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala prodromal atau gejala

awal seperti demam, batuk, coryza/pilek, dan konjungtivitas, kemudian diikuti

dengan munculnya ruam makulo papuler yang menyeluruh di seluruh tubuh

(Setiawan, 2008).

2.1.2. Penyebab

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak. Virus campak termasuk di

dalam famili paramyxovirus. Virus campak sangat sensitif terhadap panas, sangat

mudah rusak pada suhu 370 C. Toleransi terhadap perubahan pH baik sekali. Bersifat

sensitif terhadap eter, cahaya, dan trysine. Virus mempunyai jangka waktu hidup

yang pendek (short survival time) yaitu kurang dari 2 jam. Apabila disimpan pada

laboratorium, suhu penyimpanan yang baik adalah pada suhu-700

C (Ranuh, 2008).

2.1.3. Cara dan Masa Penularan

Ada beberapa cara dan masa penularan penyakit campak :

1. Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara

terutama melalui batuk, bersin atau sekresi hidung.

2. Masa penularan 4 hari sebelum bercak kemerahan/rash sampai 4 hari setelah

timbul bercak kemerahan/rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase

prodromal), yaitu 1-3 hari pertama sakit (Depkes RI, 2008).


Bayi dan Anak Berisiko Infeksi Campak

Menurut Ranuh (2008), pada populasi dengan insidens yang tinggi pada
infeksi campak dini, imunisasi measles, mumps, dan rubella (MMR) dapat diberikan

pada usia 9 bulan. Indikasi lain pemberian vaksin MMR adalah :

1. Anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan,

kelainan ginjal bawaan, gagal tumbuh, syndrom down.

2. Anak berusia ≥ 1 tahun yang berada di day care centre, family day care dan

playgroups.
. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu Bayi dalam Pemberian Imunisasi

Campak

Menurut Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Green, kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku

ditentukan oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi (Predisposing Factor) yang meliputi pengetahun, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya yang ada di masyarakat.

2. Faktor pendukung (Enabling Factor) yang meliputi lingkungan fisik (tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas), untuk menunjang seseorang bertindak atau

berperilaku.

3. Faktor pendorong (Reinforcing Factor) yang meliputi dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.Mengacu pada teori Green di atas maka peneliti akan memfokuskan pada

beberapa variabel yang berhubungan dengan penggunaan imunisasi campak adalah

sebagai berikut :
2.2.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor predisposisi adalah faktor yang dapat

mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat.

Faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda faktor

ini terdiri dari :

2.2.1.1. Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran

melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan

menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendekatan pendidikan

kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses

pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).


Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal

yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan

pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003),

2.2.1.2. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan

ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia

diperoleh manusia melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Notoatmodjo (2003),

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari sebelumnya.

Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut


secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, dan menyebutkan.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,


prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkanpada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

2.2.1.3. Pekerjaan

Menurut Sastrohadiwiryo (2003), pekerjaan adalah sekumpulan atau

sekelompok tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang, dan telah dikerjakan oleh

tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu.

Istilah pekerjaan sangat erat hubungannya dengan tugas/kewajiban, tanggung


jawab, dan pertanggungjawaban.

1. Tugas/kewajiban

Tugas/kewajiban merupakan suatu bagian integral atau suatu elemen dari suatu

pekerjaan.

2. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kewajiban tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan

dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan

keahliannya.

3. Pertanggungjawaban/Tanggung gugat

Pertanggungjawaban/Tanggung gugat merupakan pelaporan hasil akhir terhadap

tanggung jawab yang diberikan kepadanya, baik secara tertulis maupun lisan

kepada atasan yang telah memberikan/mendelegasikan wewenang/tanggung

jawab sebelumnya.2.2.1.4. Kepercayaan

Menurut Fowler (1995), kepercayaan adalah proses pengenalan konstitutif,

yang mendasari proses penyusunan dan pemeliharaan suatu kerangka acuan arti dan

makna seseorang pribadi yang timbul dari rasa kasih sayang dan komitmen pada

pusat-pusat nilai lebih tinggi yang memiliki daya untuk mempersatukan segala

pengalaman dunia dengan demikian memberi arti pada seluruh hubungan, konteks,

pola-pola kehidupan sehari-hari, serta pada pengalaman akan masa lampau dan

mendatang.

Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman

atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis
pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan

sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut

(Notoatmodjo, 2003).

2.2.2. Faktor Pendukung (Enabling factor)

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor pendukung mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat untuk berperilaku.

Syafrudin (2009) mengemukakan hambatan paling besar dirasakan dalam rangka

pencapaian tujuan untuk mewujudkan hidup sehat bagi masyarakat adalah faktor

pendukung yang terdiri dari :Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat

terdiri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek

dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi

campak pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi campak pada bayi tidak

hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi campak melainkan ibu

tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi campak.

Syarifudin (2009), meskipun kesadaran dan pengetahun masyarakat sudah

tinggi tentang kesehatan, namun praktek (practice) tentang kesehatan atau perilaku

hidup sehat masih rendah. Setelah dilakukan pengkajian oleh organisasi kesehatan

sedunia (WHO), terutama di negara-negara berkembang ternyata faktor pendukung

atau sarana dan prasarana tidak mendukung untuk masyarakat berperilaku hidup

sehat.
2.2.2.2. Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat

pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainya.

Notoatmodjo (2003), seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat

pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tau atau belum tau

manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh

dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya.2.2.3. Faktor Pendorong (Reinforcing


Factor)

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor pendorong adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang seseorang tahu dan

mampu untuk berperilaku tetapi tidak melakukannya, hal ini dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor :

2.2.3.1. Dukungan Petugas Imunisasi

Menurut Sarfino (Smet, 1994), dukungan petugas kesehatan (petugas

imunisasi) merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana

perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas imunisasi) memberikan keterangan yang

cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui (imunisasi campak).

Santrock (2005) mengemukakan bahwa dukungan sosial merupakan

informasi dan umpan balik (feedback) dari orang lain bahwa individu itu dicintai,

diperhatikan, dihargai dalam hubungan komunikasi yang hebat (Smet, 1994).

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang


kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan (Kepmenkes RI, 2005).

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa dukungan petugas imunisasi adalah

dukungan yang diberikan oleh petugas imunisasi dalam melakukan upaya kesehatan

(imunisasi campak) baik itu berupa penyuluhan, saran, dan tindakan petugas

imunisasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu.Dukungan Keluarga

Menurut Budi (2007), dukungan keluarga adalah bantuan yang bermanfaat

secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa informasi, bantuan

instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh anggota keluarga yang

terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara lainnya.

Rodin & Salovey (Smet, 1994) mengemukakan bahwa perkawinan dan

keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Gottlieb (1983)

mendefinisikan dukungan sosial sebagai info verbal/non verbal, bantuan nyata atau

tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku bagi pihak

penerima (Smet, 1994).

Menurut Sarfino (Smet, 1994), dukungan sosial dibagi ke dalam empat jenis,

yaitu :

1. Dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan

dan memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial

semacam ini merasa tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang

dan berbahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah diperoleh
dari pasangan hidup atau anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara yang

akrab dan memiliki hubungan harmonis.

2. Dukungan penghargaan, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh

lingkungan mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya. Sumber

dukungan ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi (lembaga)

tempat penderita pernah bekerja.


3. Dukungan instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya

memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang

dapat meringankan penderitanya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari

keluarga.

4. Dukungan Informatif, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memberikan

keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya.

Dukungan informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga

kesehatan lainnya.1. Faktor predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya
perilaku

atau tindakan ibu bayi (umur 9-11 bulan) dalam pemberian imunisasi campak.

Dalam hal ini diukur dari pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan kepercayaan.

2. Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung terjadinya perilaku atau yang

memfasilitasi ibu bayi (umur 9-11 bulan) dalam pemberian imunisasi campak.

Dalam hal ini diukur dari ketersediaan pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana

pelayanan kesehatan

3. Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong ibu bayi (umur 9-11 bulan)

dalam pemberian imunisasi campak. Dalam hal ini diukur dari dukungan petugas
imunisasi dan dukungan keluarga.

4. Pemberian imunisasi campak adalah jumlah cakupan bayi (umur 9-11 bulan) yang

mendapatkan imunisasi campak.

Anda mungkin juga menyukai